RUMUSAN ASWAJA
Disusun Oleh :
TULANG BAWANG
TA 2021/2022
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr,wb.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, Sholawat serta salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan
para penerus perjuangan beliau hingga akhir zaman.
Dengan iringan rahmat, inayah dan hidayah dari-Nya lah kami telah diberi kemampuan dapat
menyusun makalah dari mata kuliah ‘’Aswaja III’’ yang dibimbing oleh Bapak Mungafif, M.Pd.
Tak lupa kami ucapkan kepada teman-teman yang memberi dorongan dan semangat. Kami
menyadari makalah ini jauh dari sempurna, maka dari itu kritik dan saran pembaca yang kami
harapkan.
Wassalamu’alaikum wr,wb.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………... 2
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………….... 3
A. Kesimpulan ……………………………………………………………….. 15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
3
Aswaja adalah postulat dari ungkapan Rasulullah saw., “Ma> ana ‘alaihi wa as}h}a>bi” .
Berarti, golongan aswaja adalah golongan yang mengikuti ajaran Islam sebagaimana diajarkan
dan diamalkan Rasulullah beserta sahabatnya. Aswaja ( Ahlussunah wa al-jama>’ah ) adalah
satu di antara banyak aliran dan sekte yang bermuculan dalam tubuh Islam. Di antara semua
aliran, kiranya aswajalah yang punya banyak pengikut, bahkan paling banyak di antara semua
sekte. Hingga dapat dikatakan, Aswaja memegang peran sentral dalam perkembangan pemikiran
keIslaman. Aswaja tidak muncul dari ruang hampa. Ada banyak hal yang mempengaruhi proses
kelahirannya dari rahim sejarah. Di antaranya yang cukup populer adalah tingginya suhu
konstelasi politik yang terjadi pada masa pasca Nabi wafat .
1. Aspek Aqidah
Dimensi tauhid atau yang lebih dikenal dengan sebutan aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah
terbagi atas beberapa bagian yang terkandung dalam arkan> al-iman> yaitu iman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, qada} dan qadar –Nya
http://digilib.uinsby.ac.id/8767/6/babii.pdf
4
Didalam PMII Aswaja dijadikan Manhajul Al-Fikri artinya Aswaja bukan dijadikan tujuan
dalam beragama saja melainkan dijadikan metode dalam berfikir untuk mencapai kebenaran
agama. Walaupun banyak tokoh yang telah mencoba mendekontruksi isi atau konsep yang ada
dalam aswaja tapi sampai sekarang Aswaja dalam sebuah metode berfikir ada banyak
relevansinya dalam kehidupan beragama, sehingga PMII lebih terbuka dalam membuka ruang
dialektika dengan siapapun dan kelompok apapun.
Rumusan Aswaja sebagai manhajul fikr pertama kali dimotori oleh Kang Said (panggilan akrab
Prf. Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA) dalam sebuah forum di Jakarta pada tahun 1991. Upaya
dekonstruktif ini selayaknya dihargai sebagai produk intelektual walaupun juga tidak bijaksana
jika diterima begitu saja tanpa ada discourse panjang dan mendalam dari pada dipandang sebagai
upaya ‘merusak’ norma atau tatanan teologis yang telah ada. Dalam perkembangannya, akhirnya
rumus ini di ratifikasi menjadi konsep dasar Aswaja di PMII. Prinsip dasar dari aswaja sebagai
5
manhaj al-fikr meliputi: tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), ta’adul (adil) dan tawazzun
(seimbang).
Aktualisasi dari prinsip yang Pertama adalah bahwa selain wahyu, kita juga memposisikan akal
pada posisi yang terhormat (namun tidak terjebak pada mengagung-agungkan akal) karena
martabat kemanusiaan manusia terletak pada apakah dan bagaimana dia menggunakan akal yang
dimilikinya. Artinya ada sebuah keterkaitan dan keseimbangan yang mendalam antara wahyu
dan akal sehingga kita tidak terjebak pada paham skripturalisme (tekstual) dan rasionalisme.
Selanjutnya, dalam konteks hubungan sosial, seorang kader PMII harus bisa menghargai dan
mentoleransi perbedaan yang ada bahkan sampai pada keyakinan sekalipun. Tidak dibenarkan
kita memaksakan keyakinan apalagi hanya sekedar pendapat kita pada orang lain, yang
diperbolehkan hanyalah sebatas menyampaikan dan mendialektikakan keyakinan atau pendapat
tersebut, dan ending-nya diserahkan pada otoritas individu dan hidayah dari Tuhan. Ini adalah
menifestasi dari prinsip tasamuh dari aswaja sebagai manhajul fikri.
Dan yang terakhir adalah tawazzun (seimbang). Penjabaran dari prinsip tawazun meliputi
berbagai aspek kehidupan, baik itu perilaku individu yang bersifat sosial maupun dalam konteks
politik sekalipun. Ini penting karena seringkali tindakan atau sikap yang diambil dalam
berinteraksi di dunia ini disusupi oleh kepentingan sesaat dan keberpihakan yang tidak
seharusnya. walaupun dalam kenyataannya sangatlah sulit atau bahkan mungkin tidak ada orang
yang tidak memiliki keberpihakan sama sekali, minimal keberpihakan terhadap netralitas.
Artinya, dengan bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan bahwa memandang dan
menposisikan segala sesuatu pada proporsinya masing-masing adalah sikap yang paling bijak,
dan bukan tidak mengambil sikap karena itu adalah manifestasi dari sikap pengecut dan
oportunis.
Untuk mensistematisir dan menyusun secara konsepsional dari fikroh ke harakah maka basis
argumentasinya harus melandaskan pada akar-akar historis Nahdlatul Ulama dengan menyusun
secara lebih sistematis dan konsepsional gagasan-gagasan baru yang bersifat kritis, dan
kontektual, diantaranya adalah bagaimana upaya menggerakkan Trilogi NU yang pernal muncul
dalam sejarah ke-NU-an yaitu: Nahdlatut Tujjar, Nahdlatul Wathon dan Taswirul afkar,
6
menggerakkan wawasan strategis ke-Aswaja-an, tradisi nusantara, Menggerakkan kaum
mustadh’afin, Menggerakkan pribumisasi Islam dan Menggerakkan semangat kebangsaan.
Pertama, bahwa secara historis Aswaja adalah sebuah proses yang lahir bukan terus menjadi
tetapi terus berkembang mengikuti dinamika zaman yang selalu berubah. Aswaja secara historis
kelahirannya terbagi dalam dua fase, yaitu: sebagai sebuah ajaran dan pemikiran yang sudah
lahir dari masa Rasulullah SAW. Hal ini dibuktikan dengan adanya hadits nabi yang menyebut
kata “Ahlussunnah wal Jama’ah” sebagai golongan umat yang akan selamat dari 72 golongan
yang akan masuk neraka. Tetapi secara pelembagaan, Aswaja mulai hadir pada masa muculnya
perpecahan aliran-aliran ilmu kalam yang berujung pada “munculnya perumusan ilmu-ilmu
fiqih”.
Kedua, Aswaja dalam lingkup dan tradisi NU menjadi sebuah konsep “pelembagaan Aswaja”
yang di dalamnya menyangkut rumusan fiqih, aqidah, dan rumusan tasawuf. Rumusan-rumusan
ini membentuk “rumusan pemikiran dan gerakan”. Disebut pemikiran, karena NU dengan
konsep Aswajanya mampu mengembangkan berbagai metodologi hukum-hukum syari’ah yang
sebelumnya tidak ada. Sementara disebut sebagai gerakan, karena Aswaja selalu menjadi ruh
pergerakan para ulama, dari mulai membuat gerakan ekonomi, gerakan politik, gerakan
kebudayaan, gerakan keagamaan, gerakan pendidikan dan gerakan kebangsaan.
Keempat, dalam perkembanganya, ASWAJA harus mampu menjadi garda terdepan dalam
menggerakkan sendi-sendi kebangsaan. Semuanya demi kemaslahatan, kemajuan bangsa dan
kejayaan Islam. Dalam tataran ini Aswaja harus memiliki kemampuan untuk menyusun wawasan
7
strategis ke-Aswaja-an yang meliputi: bagaimana tradisi ke-nusantara-an, bagaimana
menggerakkan kaum mustadz’afin, bagaimana menggerakkan pribumisasi Islam, dan bagaimana
menggerakkan solidaritas kebangsaan.
Dengan adanya transisi Aswaja dari madzhab menjadi Manhaj Al-Fikri sebenarnya memberikan
udara segar bagi kita mengapa? Karena dengan demikian nantinya kita akan dapat menghasilkan
pandangan-pandangan yang tentu relevan dengan keadaan yang sedang kita alami pada masa
sekarang, bukan hanya itu hal ini membuka pintu kreativitas umat. Tapi perlu kita sadari dengan
adanya transisi ini, kita dituntut untuk lebih giat, termotivasi dalam usaha kita tafaquh fi al-din,
agar nantinya apa yang kita hasilkan benar-benar membawa kemashlahatan bagi umat.
Dalam sejarah tokoh pemikir Islam, kehadiran Abu Hasan al-Asya’ari dan Abu Manshur al-
Maturidi, melalui pemikiran-pemikiran teologis kedua orang ini berhasil mempengaruhi pikiran
banyak orang dan mengubah kecenderungan dari berpikir rasionalis ala Mu’tazilah kepada
berpikir tradisionalis dengan berpegang pada sunnah Nabi. Aswaja dengan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya seperti tawassuth, tawazun, ta’adul dan tasamuh mampu tampil sebagai
sebuah ajaran yang berkarakter lentur, moderat, dan fleksibel. Dari sikap yang lentur dan
fleksibel tersebut barang kali yang bisa mengantarkan paham ini diterima oleh mayoritas umat
Islam di Indonesia.
https://elsaniacom.wordpress.com/2017/02/04/artikel-aswaja-sebagai-manhajul-fikr-wal-harokah/