Anda di halaman 1dari 48

DAFTAR ISI

SAMBUTAN KETUA PK PMII KI AGENG GANJUR IAIN PEKALONGAN .................................. 2

AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH ...................................................................................................... 4

NILAI DASAR PERGERAKAN ........................................................................................................... 8

ANALISIS SOSIAL ............................................................................................................................. 13

GENEOLOGI GERAKAN FAHAM ISLAM INDONESIA ............................................................... 18

SEJARAH DAN KEORGANISASIAN PMII ...................................................................................... 26

SEJARAH BANGSA INDONESIA ..................................................................................................... 32

STUDI GENDER, KEORGANISASIAN DAN KELEMBAGAAN KOPRI ...................................... 40

1
Sambutan Ketua PK PMII ki Ageng Ganjur IAIN Pekalongan

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Wr. Wb.

Salam Pergerakan!!!

Salam Mahasiswa!!!

Yang terhormat Ketua PC PMII Pekalongan beserta jajarannya

Yang terhormat Ketua PK PMII dibawah naungan PC PMII Pekalongan

Yang terhormat Ketua Rayon dibawah naungan PK PMII Ki Ageng Ganjur IAIN Pekalongan
beserta jajarannya

Yang saya hormati jajaran panitia MAPABA 2019

Yang tehormat segenap tamu undangan

Dan tak lupa kepada seluruh peserta MAPABA 2019 yang saya banggakan.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayahnya
sehingga kita dapat berkumpul dalam majlis ini dengan niatan untuk menempa diri agar
menjadi insan yang lebih berbudi dan berarti dalam bingkai kegiatan MAPABA tahun 2019
ini.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah haturkan kepada Sang revolusioner Nabi
Muhammad SAW yang telah mengantarkan kita semua dari zaman jahiliyyah ke zaman
ilmiyyah.

Dalam kesempatan yang berbahagia ini marilah kita teguhkan lagi niat kita untuk menempa
diri ini agar menjadi insan yang mawas diri dan terdedikasi. Karena sebagaimana yang kita
sadari bersama bahwasanya posisi kita telah berada dalam tingkat mahasiswa yang mana
dalam perjalanannya sangat dinanti-nantikan untuk dapat berkontribusi dalam pemberdayaan

2
masyarakat dan menjadi penerus bangsa. Sehingga sudah semestinya dalam kesempatan ini
kita semua harus bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin perihal penempaan diri.

Teman-teman peserta yang saya banggakan,

Perlu diketahui bahwa sejak tahun 1960 sampai hari ini PMII terus tumbuh menjadi
organisasi yang terus menerus berkontribusi dalam hal pengkaderan anak bangsa. Dengan
berlandaskan Islam ahlussunah wal jamaah an nahdliyyah sebagai landasan teologinya, sudah
seharusnya PMII sebagai organisasi pergerakan mampu mendayung ditengah rotasi zaman
yang serba kompleks dan berubah secara terus menerus.

Dalam hal ini saya berharap teman-teman semua dapat menjadi motor penggerak, menjadi
agent of change dan agent of development menjadi kebangkitan dan masa depan bangsa
yang lebih baik.

Teman-teman yang saya banggakan,

Memang, saat ini orang selalu berfikir instan dan hanya mau melihat hasil tanpa mau melihat
bagaimana sebuah proses terjadi untuk mewujudkan sebuah utopia. Sehingga benturan
pertama bagi sebuah paradigma untuk berjalan adalah dampak jangka pendeknya. Atau
dengan kata lain, problem survival menuntuk kita untuk meninggalkan npikiran-pikiran
panjang kita. Sehingga paradigma gerakan harus kita bangun dan mampu berkayuh diantara
gelombang panjang dan pendek agar gelombang panjang tetap terkejar dan gelombang
pendek tidak cukup kuat untuk menghancurkan biduk kita yang rapuh.

Dengan pesan dan harapan itu, saya mengucapkan selamat mengikuti kegiatan MAPABA ini
kepada teman-teman semua semoga kita semua dapat menjadi insan yang progressif dan
dapat menerapkan tri motto PMII dzikir, fikir, amal shaleh dengan baik dan istiqomah.

Dari saya cukup sekian, mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam kata dan tata krama

Akhir kata, Wallahulmuwaafieq ilaa aqwaamith thorieq

Wasslamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh....

3
AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH
(Historisitas Aswaja dan Aswaja sebagai Manhajul Fikr)

A. Pengertian ASWAJA
Ahlussunnah Wal Jamaah atau yang biasa disebut dengan ASWAJA, secara
bahasa berasal dari kata Ahlun yang artinya keluarga, golongan atau pengikut.
Ahlussunnah berarti orang orang yang mengikuti sunnah (perkataan, pemikiran atau amal
perbuatan Nabi Muhammad SAW). Sedangkan al Jama’ah adalah sekumpulan orang
yang memiliki tujuan. Jika dikaitkan dengan madzhab mempunyai arti sekumpulan orang
yang berpegang teguh pada salah satu imam madzhab dengan tujuan mendapatkan
keselamatan dunia dan akhirat.
Sedangkan secara istilah berarti golongan umat Islam yang dalam bidang Tauhid
menganut pemikiran Imam Abu Hasan Al Asy‟ari dan Abu Mansur Al Maturidi,
sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut Imam Madzhab 4 (Hanafi, Maliki, Syafi‟i,
Hambali) serta dalam bidang tasawuf menganut pada Imam Al Ghazali dan Imam Junaid
al Baghdadi.
B. Historis ASWAJA
Istilah Ahl al-Sunnah wa al-Jama‟ah sendiri, sebenarnya baru dikenal setelah
adanya sabda Nabi SAW, yakni seperti pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dan Abu Dawud. Hadits tersebut yakni, hadits riwayat Ibnu Majah:
“Dari Anas ibn Malik berkata Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Bani
Israil akan berkelompok menjadi 71 golongan dan sesungguhnya umatku akan
berkelompok menjadi 72 golongan, semua adalah di neraka kecuali satu golongan, yaitu
al-jama’ah”.
Istilah tersebut bukan Ahlus Sunnah Wal-Jama‟ah tetapi al-jam‟ah sebagai
komunitas yang selamat dari api neraka. Menurut hemat penulis meskipun secara tersurat
penyebutan istilah dalam hadits tersebut adalah al-jam‟ah, tetapi secara tersirat yang
dimaksud dalam hadits tersebut adalah Ahlus Sunnah Wal-Jama‟ah.
Pada masa Al-Imam Abu Hasan Al-Asy‟ari (w. 324 H) umpamanya, orang yang
disebut-sebut sebagai pelopor mazhab Ahlus sunnah wal jama‟ah itu, istilah ini belum
digunakan. Sebagai terminologi, Ahlus sunnah wal jama‟ah baru diperkenalkan hampir
empat ratus tahun pasca meninggalnya Nabi Saw, oleh para Ashab Asy‟ari (pengikut Abu

4
Hasan Al-Asy‟ari) seperti Al-Baqillani (w. 403 H), Al-Baghdadi (w. 429 H), Al-Juwaini
(w. 478 H), Al-Ghazali (w.505 H), Al-Syahrastani (w. 548 H), dan al-Razi (w. 606 H).
Memang jauh sebelum itu kata sunnah dan jama‟ah sudah lazim dipakai dalam
tulisan-tulisan arab, meski bukan sebagai terminologi dan bahkan sebagai sebutan bagi
sebuah mazhab keyakinan. Ini misalnya terlihat dalam surat-surat Al-Ma‟mun kepada
gubernurnya Ishaq ibn Ibrahim pada tahun 218 H, sebelum Al-Asy‟ari sendiri lahir,
tercantum kutipan kalimat wa nasabu anfusahum ilas sunnah (mereka mempertalikan diri
dengan sunnah), dan kalimat ahlul haq wad din wal jama’ah (ahli kebenaran, agama dan
jamaah).
Dari aliran ahlussunnah waljamaah atau disebut aliran sunni dibidang teologi
kemudian juga berkembang dalam bidang lain yang menjadi ciri khas aliran ini, baik
dibidang fiqh dan tasawuf. sehingga menjadi istilah, jika disebut akidah sunni
(ahlussunnah waljamaah) yang dimaksud adalah pengikut Asy‟aryah dan Maturidyah.
Atau Fiqh Sunni, yaitu pengikut madzhab yang empat ( Hanafi, Maliki, Syafi‟I dan
Hanbali). Yang menggunakan rujukan alqur‟an, al-hadits, ijma‟ dan qiyas. Atau juga
Tasawuf Sunni, yang dimaksud adalah pengikut metode tasawuf Abu Qashim Abdul
Karim al-Qusyairi, Imam Al-Hawi, Imam Al-Ghazali dan Imam Junaid al-Baghdadi.
Yang memadukan antara syari‟at, hakikat dan makrifaat.
C. ASWAJA Sebagai Manhajul Fikr
Sebenarnya Aswaja sebagai Manhajul Fikr secara eksplisit (meskipun sedikit
berbeda terminologi) sudah dikenal dalam tubuh Nahdlotoel Oelama. Aswaja yang
seperti ini digunakan sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan suatu masalah
keagamaan ketika dua metode sebelumnya yakni metode Qauly dan Ilhaqy tidak dapat
menyelesaikan problem keagamaan tersebut. Di NU sendiri metode seperti ini
terkategorikan sebagai salah satu metode ber-madzhab dan disebut dengan metode
Manhajy yang menurut Masyhuri adalah suatu cara menyelesaikan masalah keagamaan
yang ditempuh Lajnah Bahtsul Masa’il dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah
penetapan hukum yang telah disusun imam madzhab.
Pada kenyataannya Aswaja tidak hanya dapat dimaknai sebagai ajaran teologis
saja, karena problem yang dihadapi oleh umat saat ini tidaklah sesederhana dan se-simple
periode Islam terdahulu. Lebih luasnya Aswaja dapat ditransformasikan ke dalam aspek
ekonomi, politik, dan social. Pemaknaan seperti ini berangkat dari kesadaran akan
kompleksitas masalah di masa kini yang tidak hanya membutuhkan solusi bersifat konkret

5
akan tetapi lebih pada solusi yang sifatnya metodologis, sehingga muncul term Aswaja
sebagai Manhajul Fikr (metode berpikir).
Sebagai upaya „kontektualisasi‟ dan aktualisasi aswaja tersebut, rupanya perlu
bagi PMII untuk melakukan pemahaman metodologis dalam menyentuh dan mencoba
mengambil atau menempatkan Aswaja sebagai „sudut pandang/perspektif‟ dalam rangka
membaca realitas Ketuhanan, realitas manusia dan kemanusiaan serta realitas alam
semesta.
Namun tidak hanya berhenti sampai disitu , Aswaja sebagai Manhajul Fikri
harus bisa menjadi ‟busur‟ yang bisa menjawab berbagai macam realitas tersebut sebagai
upaya mengkontekstualisasikan ajaran Islam sehingga benar-benar bisa membawa Islam
sebagai rohmatan Lil Alamin, dengan tetap memegang empat prinsip dasar Aswaja ,
yaitu :
a. Tawasuth Moderat, penengah . Selalu tampil dalam upaya untuk menjawab
tantangan umat dan sebagai bentuk semangat ukhuwah sebagai prinsip utama dalam
memanivestasikan paham Aswaja. Mengutip Maqolah Imam Ali Ibn Abi Thalib
R.A.;
“kanan dan kiri itu menyesatkan, sedang jalan tengah adalah jalan yang benar”
b. Tawazun Penyeimbang. Sebuah prinsip istiqomah dalam membawa nilai-nilai
aswaja tanpa intervensi dari kekuatan manapun, dan sebuah pola pikir yang selalu
berusaha untuk menuju ke titik pusat ideal (keseimbangan)
c. Tasamuh Toleransi, sebuah prinsip yang fleksibelitas dalam menerima perbedaan,
dengan membangun sikap keterbukaan dan toleransi. Hal ini lebih diilhami dengan
makna “lakum dinukum waliyadin” dan “walana a’maluna walakum a’maluku”,
sehingga metode berfikir ala aswaja adalah membebaskan, dan melepaskan dari sifat
egoistik dan sentimentil pribadi ataupun bersama.
d. Al-I’tidal
Kesetaraan/Keadilan, adalah konsep tentang adanya proporsionalitas yang telah lama
menjadi metode berfikir ala aswaja. Dengan demikian segala bentuk sikap amaliah,
maqoliah dan haliah harus diilhami dengan visi keadilan.
Empat prinsip dasar tersebut adalah solusi metodis yang diberikan Aswaja.
Dengan metode ini problem-problem dari realitas masa kini sangat mungkin untuk
menemukan solusi. Dan yang terpenting adalah empat prinsip tersebut sama sekali tidak

6
bertentangan dengan ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW, dan justru merupakan prinsip-
prinsip dasar Universalitas ajaran Islam sebagai Rohmatan Lil Alamin.

7
NILAI DASAR PERGERAKAN
A. Terminologi NDP

Nilai Dasar Pergerakan (NDP) adalah nilai-nilai yang secara mendasar merupakan
sublimasi nilai-nilai ke-Islaman, seperti kemerdekaan (al-hurriyyah), persamaan (al-
musawa), keadilan (al-adl), toleran (tasamuh), damai (al-shuth), dan ke Indonesiaan
(pluralisme suku, agama, ras, pulau, persilangan budaya) dengan kerangka paham
ahlussunah wal jama' ah yang menjadi acuan dasar pembuatan aturan dan kerangka
pergerakan organisasi. NDP merupakan pemberi keyakinan dan pembenar mutlak,
Islam mendasari dan memberi spirit serta elan vital pergerakan yang meliputi iman
(aspek aqidah), Islam (aspek syariah), ihsan (aspek etika, akhlaq dan tasawuf)
dalam rangka memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akherat. Dalam upaya
memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan
ahlussunah wal jama'ah sebagai manhaj al-fikr sekaligus manhaj al-taghayyur al-
ijtima'i (perubahan sosial) untuk mendekonstruksi dan merekonstruksi bentuk-bentuk
pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama yang toleran, humanis, anti-kekerasan,
dan kritis transformatif.

B. Fungsi NDP
NDP memiliki beberapa fungsi, pertama, Kerangka Refleksi. Sebagai kerangka
refleksi NDP bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, nilai-nilai yang akan
memperkuat level kebenaran-kebenaran ideal. Subtansi ideal tersebut menjadi suatu yang
mengikat, absolut, total, universal berlaku menembus ruang dan waktu (muhlamul qat‟i)
kerangka refleksi ini menjadi moralitas gerakan sekaligus sebagai tujuan absolut
dalam mencapai nilai-nilai kebenaran, kemerdekaan, kemanusiaan. Kedua, Kerangka
Aksi. Sebagai kerangka aksi NDP bergerak dalam pertarungan aksi, kerja-kerja nyata,
aktualisasi diri, analisis sosial untuk mencapai kebenaran faktual. Kebenaran sosial
ini senantiasa bersentuhan dengan pengalaman historis, ruang dan waktu yang
berbeda dan berubah. Kerangka aksi ini memungkinkan warga pergerakan menguji,
memperkuat dan bahkan memperbaharui rumusan kebenaran historisitas atau
dinamika sosial yang senantiasa berubah.
Ketiga, Kerangka Ideologis. Kerangka ideologis menjadi rumusan yang mampu
memberikan proses ideologisasi disetiap kader, sekaligus memberikan dialektika
antara konsep dan realita yang mendorong proses progressif dalam perubahan

8
sosial. Kerangka ideologis juga menjadi landasan pola pikir dan tindakan dalam
mengawal perubahan sosial yang memberikan tempat pada demokratisasi dan Hak
Asasi Manusia (HAM).
C. Kedudukan NDP
Pertama, NDP menjadi sumber kekuatan ideal-moral dari aktivitas pergerakan.
Kedua, NDP menjadi pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dati kebebasan
berfikir, berucap, bertindak dalam aktivitas pergerakan.
D. Rumusan NDP
1. Tauhid
Mengesakan Allah SWT merupakan nilai paling asasi dalam sejarah
agama samawi. Didalamnya terkandung hakikat kebenaran manusia. (Al-Ikhlas, AI-
Mukmin: 25, AI-Baqarah: 130-131). Subtansi tauhid;

a. Allah adalah Esa dalam Dzat, sifat dan perbuatan-Nya,

b. Tauhid merupakan keyakinan atas sesuatu yang lebih tinggi dari alam
semesta, serta merupakan manifestasi dati kesadaran dan keyakian kepada haI
yang ghaib (AI-Baqarah:3, Muhammad:14-15, AI-Alaq: 4, A l-Isra: 7).

c. Tauhid merupakan titik puncak keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan dan
perwujudan nyata lewat tindakan,

d. Dalam memaharni dan mewujudkannya pergerakan telah memilih ahlussunah wal


jama' ah sebagai metode pemahaman dan keyakinan itu.

2. Hubungan Manusia dengan Allah (Hablum Minal Allah)


Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-
baik kejadian dan menempatkan pada kedudukan yang mulia. Kemuliaan manusia
antara lain terletak pada kemampuan berkreasi, berfikir dan memiliki kesadaran
moral. Potensi itulah yang menempatkan posisi manusia sebagai khalifah &
hamba Allah (AI-Anam:165, Yunus: 14.)
3. Hubungan Manusia dengan Manusia (Hablum Minan Nas)
Allah meniupkan ruh dasar pada materi manusia. Tidak ada yang lebih utama
antara yang satu dengan yang lainnya kecuali ketaqwaannya (AIHujurat:13).
Pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia
dilaksanakan sesuai dengan nilai dari semangat yang dijiwai oleh sikap kritis dalam
9
kerangka religiusitas. Hubungan antara muslim dan non-muslim dilakukan guna
membina kehidupan manusia tanpa mengorbankan keyakinan terhadap kebenaran
universalitas Islam.
4. Hubungan Manusia dengan Alam (Hablum Minal Alam)
Alam semesta adalah ciptaan Allah. Allah menunjukkan tanda-tanda
keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. Berarti juga tauhid meliputi hubungan
manusia dengan alam (As-Syura: 20) Perlakukan manusia dengan alam
dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan dunia dan akherat. Jadi manusia harus
mentransendentasikan segala aspek kehidupan manusia. NDP yang digunakan
PMII dipergunakan sebagai landasan teologis, normatif dan etis dalam pola pikir
dan perilaku. Dati dasar-dasar pergerakan tersebut muaranya adalah untuk
mewujudkan pribadi muslim yang berakhlaq dan berbudi luhur, dan memiliki
konstruksi berfikir kritis dan progressif.
E. NDP: Landasan Gerak Berbasis Teologis
NDP adalah sebuah kerangka gerak, ikatan nilai atau landasan pijak. Didalam PMII
maka kita akan kenal dengan istilah NDP (Nilai Dasar Pergerakan). NDP adalah
sebuah landasan fundamental bagi kader PMII dalam segala aktivitas baik-vertical
maupun horizontal. NDP sesungguhnya kita atau PMII akan mencoba berbicara
tentang posisi dan relasi yang terkait dengan apa yang akan kita gerakkan. PMII berusaha
menggali sumber nilai dan potensi insan warga pergerakan untuk kemudian dimodifikasi
didalam tatanan nilai baku yang kemudian menjadi citra diri yang diberi nama Nilai
Dasar Pergerakan (NDP) PMII. Hal ini dibutuhkan untuk memberi kerangka, arti
motifasl, wawasan pergerakan dan sekaligus memberikan dasar pembenar terhadap apa
saja yang akan mesti dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan.
Insaf dan sadar bahwa semua ini adalah keharusan bagi setiap kader PMII untuk
memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII tersebut, baik secara personal
maupun secara bersama-sama, sehingga kader PMII diharapkan akan paham betul
tentang posisi dan relasi tersebut. Posisi dalam artina, di diri kita sebagai manusia ada
peran yang harus kita lakukan dalam satu waktu sebagai sebuah konsekuensi logis
akan adanya kita. Peran yang dimaksud adalah diri kita sebagai hamba, diri kita
sebagai makhluq, dan diri kita sebagai manusia.
Ketiga posisi di atas merupakan sebuah kesatuan yang koheren dan saling menyatu.
Sehingga Relasi yang terbentuk adalah relasi yang saling topang dan saling

10
menyempurnakan. Akibat dari posisi tersebut maka akan muncul relasi yang sering
diistilahkan sebagai hablun mina Allah, hablun mina an-naas dan mu'amalah.
Dalam ihtiar untuk mewujudkan perintah Tuhan Yang Maha Kuasa maka ketiga
relasi di atas harus selaiu dan selalu berangkat dari sebuah keyakinan IMAN, prinsip
ISLAM, dan menuju IHSAN. Inilah yang nantinya akan menjadi acuan dasar bagi
setiap warga pergerakan dalam melakukan segala ihtiar dalam segala posisi.
F. Materi Pemaknaan dan Arti Nilai Dasar Pergerakan (NDP)
Secara esensial NDP PMII adalah suatu sublimasi nilai ke-Islam-an dan ke-
Indonesia-an dengan kerangkan pemahaman Ahfussunnah waf Jama'ah yang terjiwai
oleh berbagai aturan, memberi arah, mendorong serta menggerakkan apa yang
dilakoni PMII sebagai sumber keyakinan dan pembenar mutlak. Islam mendasarl dan
menginspirasi NDP yang meliputi cakupan Aqidah, Syari'ah dan Akhlaq dalam upaya
memperolah kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dalam kerangka inilah PMII
menjadikan Ahussunah wal Jama'ah sebagai Manhaj af-fikr (methodologi mencari)
untuk mendekonstruksi bentuk-bentuk pemahaman keagamaan yang benar.
G. Fungsi, Peran dan Kedudukan NDP
Secara garis besarnya Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII akan berfungsi dan
berperan sebagai:
1. Landasan Pijak PMII. Landasan pijak dalam artian bahwa NDP diperankan sebagai
landasan pijak bagi setiap gerak dan langkah serta kebijakan yang dilakukan oleh
PMII.
2. Landasan Berfikir PMII. Bahwa NDP menjadi landasan pendapat yang
dikemukakan terhadap persoalan-persoalan yang akan dan sedang dihadapi oleh
PMII.
3. Sumber Motifasi PMII. NDP juga seyogyanya harus menjadi pendorong bagi
anggota PMII untuk berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai-nilai yang
diajarkan dan terkandung didalamnya.
Sedangkan kedudukan NDP dalam PMII bisa kita letakkan pada, Pertama; NDP
haruslah menjadi rumusan nilai-nilai yang dimuat dan menjadi aspek ideal dal.am
berbagai aturan dan kegiatan PMII. Kedua; NDP harus menjadi pemicu dan pegangan
bagi dasar pembenar dalam berfikir, bersikap dan berperilaku.
H. Teologi sebagai Dasar Filosofi Pergerakan

11
Internalisasi dari nilai-nilai teologis tersebut menumbuhkan filosofi gerak PMII
yang disandarkan pada dua nilai yang sangaf fundamental yakniliberasi dan
independensi. Liberasi merupakan kepercayaan dan komitmen kepada pentinya
(dengan epistemologi gerak-paradigma) untuk mencapai kebebasan tiap-tiap individu.
Praktek dan pemikian liberasi mempunyai dua tema pokok. Pertama; tidak menyetujui
adanya otoritas penuh yang melingkupi otoritas masyarakat. Kedua; menentang segala
bentuk ekspansi dan hegemoni negara (kekuasaan) terhadap keinginan keinginan bebas
individu dan masyarakat dalam berkreasi, berekspresi, mengeluarkan pendapat, berserikat
dan lain sebagainya. Liberasi didasarkan oleh adanya kemampuan (syakilah) dan
kekuatan (wus'a) yang ada dalam setiap individu.
Dengan bahasa lain setiap individu [mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk
mengembangkan dirinya. tanpa harus terkungkung oleh pemikiran, kultur dan
struktur yang ada disekitarnya, sehingga pada akhirnya akan melahirkan apa yang
namnya keadilan (al-adalah), persamaan (al- musawah), dan demokrasi (as-syura).
Kebebasan dalam arti yang umum mempuntai dua makna, yakni kebebasan dari
(fredom from) dan kebebasan untuk (fredom for). Kebebasan dari merupakan
kebebasan dari belenggu alam dan manusia. Sedangkan kebebasan untuk bermakna
bebas untuk berbuat sesuatu yang pada dasarnya sebagai fungsi untuk mencapai tingkat
kesejahteraan seluruh manusiadi muka bumi. Dalam kaitan ini makasesungguhnya
capaian yang harus memuat pada Usulul al-Khamsah (lima prinsip dasar) yang
meliputi; Hifdz al-nasl wa al-irdh, hifdzul al-'aql, hifdzul ai -nasi, dan hifdz al-mal.

12
ANALISIS SOSIAL

A. Pengertian Analisis Sosial


Jalaludin Rokhmat mengatakan: Paradigma sosial yang bergerak melalui rekayasa
sosial harus dimulai dari perubhan mereka dalam cara berfikir, mustahil ada perubahan
kearah yang benar, kalau kesalahan berfikir masih terjebak pada pola fikir kita”. Dalam
statemennya, kita sudah mampu menganalisis bahwa apa yang diutarakan itu sangtalah
sinkron, dimana seseorang ketika ingin menganalisis seusuatu maka langkah pertama
yang perlu dibenahi adalah metode dan cara berfikir yang tepat agar masalah yang akan
dihadapi mampu memberikan solusi. Analisis sosial sendiri merupakan usahan untuk
mengasanilis suaru keadaan atau masalah sosial secra objektif (sebenarnya). Analisis
sosial sendiri berguna untuk mendapatkan gambaran lengakap mengenai situasi sosial
dengan menelaah historis, susunan dan konsekuensi dari suatu permasalahan.
B. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup analisis sosial adalah :
1. Masalah kemiskinan
Kemiskinan disini menjadi masalah yang akibatnya berdampak pada permasalahan
sosial seperti; Kejahatan, pelacur, pengangguran dll.
2. Sistem sosial
Setelah menelaah masalah, maka perlu sistem untuk menanggulanginya. Sekilas,
dalam sistem ini terdapat Tradisi, Pemerintah, pertanian, dan juga usaha-usaha kecil
dll.
3. Lembaga sosial
Lembaga yang dimaksud seperti pada lembaga perdesaan, lembaga kesehatan,sekolah
dll.
4. Kebijakan publik
Dampak yang terjadi terhadap lembaga yag diaksud mengakibatkan pada kebijkan-
kebiakan yang diambil contoh; pada dampak BBM, damak Undang-Undang dll.
C. Langkah-langkah Analisis Sosial
Adapun langkah-langkah analisis sosial ini adalah sebagai berikut :
1. Menenentukan objek permasalahan
Sasaran disii harus mempertimbangkan berdasarkan pertimbangan sosial
2. Pengumpulan data
13
Pengumpulan data diperlukan guna sebagai pendukung data , serta sebagai informasi
yang lebgkap guna menjadi pertimbangan sosial
3. Idenifikasi masalah Menganalisis masalah sesuai dengan data yang telah dikumpulkan
4. Pengembangan persepsi
Dalam hal ini disesuaikan dengan cara pandang objektif untuk menentukan kerangka
tindak lanjut
5. Kesimpulan
Dalam langkah terakhir menyimpulkan ddari akar masalah yang edag terjadi
D. Paradigma kritis transformatif
Paradigma merupakan sesuatu yang vital bagi pergerakan organisasi, karena
paradigma merupakan titik pijak dalam membangun konstruksi pemikiran dan cara
memandang sebuah persoalan yang akan termanifestasikan dalam sikap dan dan perilaku
organisasi. Disamping itu, dengan paradigma ini pula sebuah organisasi akan menetukan
dan memilih nilai-nilai yang universal dan abstrak menjadi khusus dan praksis
operasional yang akhirnya menjadi karakteristik sebuah organisasi dan gaya berpikir
seseorang.
Organisasi PMII selama ini belum memiliki paradigma yang secara definitive menjadi
acuan gerakan. Cara pandang dan bersikap warga pergerakan selama ini mengacu pada
nilai dasar pergerakan (NDP). Karena tidak mengacu pada kerangka paradigmatik yang
baku, upaya merumuskan dan membnagun kerangka nilai yang dapat diukur secara
sistematis dan baku, sehingga warga pergerakan sering ihadapkan pada berbagai
penafsiran atas nilai-nilai yang menjadi acuan yang akhirnya berujung pada terjadinya
keberagaman cara pandang dan tafsir atas nilai tersebut. Namun demikian, dalam masa
dua periode kepengurusan terakhir (sahabat Muhaimin Iskandar dan sahabat Saiful Bachri
Anshori) secara factual dan operasional ada karakteristik tertentu yang berlaku dalam
warga pergerakan ketika hendak melihat, menganalisis, dan menyikapi sebuah persoalan,
yaitu sikap kritis dengan pendekatan teorti kritis. Dengan demikian secara umum telah
berlaku paradigma kritis dalam tubuh warga pergerakan. Sikap seperti ini muncul ketika
PMII mengusung sejumlah gagasan mengenai demokratisasi, civil society, penguatan
masyarakat dihadapan negara yang otoriter, sebagai upaya aktualisasi dan implementasi
atas nilai-nilai dan ajaran kegamaan yang diyakini.
Contoh yang paling konkrit dalam hal ini bisa ditunjuk pola pemikiran yang
menggunakan paradigma kritis dari berbagai intelektual Islam diantaranya:

14
1. Hassan Hanafi
Penerapan paradigma kritis oleh Hasan Hanafi ini terlihat jelas dalam
konstruksi pemikiranya terhadap agama. Dia menyatakan untuk memperbaharui
masyarakat Islam yang mengalami ketertingalan dalam segala hal, pertama-tama
diperlukan analisis sosial. Menurutnya selama ini Islam mengandalkan otoritas teks
kedalam kenyataan. Dia menemukan kelemahan mendasar dalam metodologi ini.
pada titik ini dia memberikan kritik tajam terhadap metode trandisional teks yang
telah mengalami ideologis. Untuk mengembalikan peran agama dalam menjawab
problem sosial yang dihadapi masyarakat, Hasan Hanafi mencoba menggunakan
metode “kritik Islam” yaitu metode pendefinisian realitas secara kongkret untuk
mengetahui siapa memiliki apa, agar realitas berbicara dengan dirinya sendiri.
Sebagai realisasi dari metode ini, dia menawarkan “desentralisasi Ideologi” dengan
cara menjalankan teologi sebagai antropologi. Pikiran ini dimaksudkan untuk
menyelamatkan Islam agar tidak semata-mata menjadi sistem kepercayaan (sebagai
teologi parexellence), melainkan juga sebagai sistem pemikiran.
Usaha Hasan Hanafi ini ditempuh dengan mengadakan rekonstruksi terhadap
teologi tradisional yang telah mengalami pembekuan dengan memasukkan
hermeneutika dan ilmu sosial sebagai bagian integral dari teologi. Untuk menjelaskan
teologi menjadi antropologi, Hanafi memaknai teologi sebagai Ilmu Kalam. Kalam
merupakan realitas menusia sekaligus Ilahi. Kalam bersifat manusiawi karena
merupakan wujud verbal dari kehendak Allah kedalam bentuk manusia dan bersifat
Ilahi karena datang dari Allah.
Dalam pemikiran Hanafi, kalam lebih bersifat “praktis” dari pada “logis”,
karena kalam sebagi kehendak Allah-memiliki daya imperaktif bagi siapapun kalam
itu disampaikan. Pandangan Hanafi tentang teologi ini berbeda dengan teologi Islam
yang secara tradisional dimengerti sebagai ilmu yang berkenaan dengan pandangan
mengenai akidah yang benar. Mutakallimin sering disebut sebagai “ahl al-ra’yu wa
alnadaar” yang muncul untuk menghadapi “ahl-albid‟ah” yang mengancam
kebenaran akidah Islam. Dua kelompok ini akhirnya berhadapan secara dialektis.
Akan tetapi dialektika mereka bukanlah dialektika tindakana, tetapi dialektika kata-
kata. Gagasan teologi sebagai antropologi yang disampaikan oleh Hasan Hanafi
sebenarnya justru ingin menempatkan ilmu kalam sebagai ilmu tentang dialektika
kepentingan orang-orang yang beriman dalam masyarakat tertentu.

15
Dalam pemikiran Hassan Hanafi, ungkapan “teologi menjadi antropologi”
merupakan cara ilmiah untuk mengatasi ketersinggungan teologi itu sendiri. Cara ini
dilakukan melalui pembalikan sebagaimana pernah dilakukan oleh Karl Marx
terhadap filsafat Hegel. Upaya ini tampak secara provokatif dalam artikelnya
“ideologi dan pembangunan “lewat sub-judul; dari tuhan ke bumi, dari keabadian ke
waktu, dari taqdie ke hendak bebas, dan dari otoritas ke akal, dari teologi ke tindakan,
dari kharisma ke partisipasi massa, dari jiwa ke tubuh, dari eskatologi ke futurology.
E. Teori kritis
Menurut kamus ilmiah populer, kritis adalah Tajam/ tegas dan teliti dalam
menanggapi atau memberikan penilaian secara mendalam. Sehingga teori kritis adalah
teori yang berusaha melakukan analisa secara tajam dan teliti terhadap realitas. Secara
historis, berbicara tentang teori kritis tidak bisa lepas dari Madzhab Frankfurt. Dengan
kata lain, teori kritis merupakan produk dari institute penelitian sosial, Universitas
Frankfurt Jerman yang digawangi oleh kalangan neo-marxis Jerman. Teori Kritis menjadi
disputasi publik di kalangan filsafat sosial dan sosiologi pada tahun 1961. Konfrontasi
intelektual yang cukup terkenal adalah perdebatan epistemologi sosial antara Adorno
(kubu Sekolah Frankfurt–paradigma kritis) dengan Karl Popper (kubu Sekolah Wina–
paradigma neo-positivisme/ neo-kantian). Konfrontasi berlanjut antara Hans Albert (kubu
Popper) dengan Jürgen Habermas (kubu Adorno). Perdebatan ini memacu debat
positivisme dalam sosiologi Jerman. Habermas adalah tokoh yang berhasil
mengintegrasikan metode analitis ke dalam pemikiran dialektis Teori Kritis.
Dapat disimpulkan apa yang disebut dengan paradigma kritis adalah paradigma yang
dalam melakukan tafsir sosial atau pembacaan terhadap realitas masyarakat bertumpu
pada:
1. Analisis struktural, membaca format politik, format ekonomi dan politik hukum suatu
masyarakat, untuk menelusuri nalar dan mekanisme sosialnya untuk membongkar
pola dan relasi sosial yang hegeminik, dominatif, dan eksploitatif.
2. Analisis ekonomi, untuk menemukan fariabel ekonomi politikbaik pada level nasional
maupun
internasional.
3. Analisis kritis, yang membongkar “the dominant ideology” baik itu berakar pada
agama, nilai-nilai adat, ilmu atau filsafat. Membongkar logika dan mekanisme
formasi suatu wacana resmi dan pola-pola eksklusi antar wacana

16
4. Psikoanalisis yang akan membongkar kesadaran palsu di masyarakat.
5. Analisis kesejarahan yang menelusuri dialektika antar tesis-tesis sejarah, ideologi,
filsafat, aktor-aktor sejarah baik dalam level individual maupun sosial, kemajuan dan
kemunduran suatu masyarakat.

17
GENEOLOGI GERAKAN FAHAM ISLAM INDONESIA

A. Islam Moderat Konteks Nusantara: Perspektif Historis


Dalam Islam, rujukan beragama bertumpu pada al-Qur‟an dan al-Hadits, namun
fenomena menunjukkan bahwa wajah Islam adalah banyak. Ada berbagai golongan Islam
yang terkadang mempunyai ciri khas sendiri-sendiri dalam praktek dan amaliyah
keagamaan. Tampaknya perbedaan tersebut sudah menjadi kewajaran (sunatullah) dan
bahkan sebagai rahmat. hal ini Quraish Shihab mencatat bahwa „Keanekaragaman dalam
kehidupan merupakan keniscayaan yang dikehendaki Allah. Termasuk dalam hal ini
perbedaan dan keanekaragaman pendapat dalam bidang ilmiah, bahkan keanekaragaman
tanggapan manusia menyangkut kebenaran kitab-kitab suci, penafsiran kandungannya,
serta bentuk pengamalannya‟.
Selanjutnya, yang menjadi permasalahan adalah dapatkah dari yang berbeda tersebut
dapat saling menghormati, tidak saling menyalahkan, tidak menyatakan paling benar
sendiri (truth claim) dan bersedia berdialog, sehingga tercermin bahwa perbedaan itu
benar-benar rahmat. Jika ini yang dijadikan pijakan dalam beramal dan beragama, maka
inilah sebenarnya makna konsep „Islam moderat‟. Artinya, siapa pun orangnya yang
dalam beragama dapat bersikap sebagaimana kriteria tersebut, maka dapat disebut
berpaham Islam yang moderat. Walaupun dalam Islam sendiri konsep „Islam moderat‟
tidak ada rujukannya secara pasti, akan tetapi untuk membangun ber-Islam yang santun
dan mau mengerti golongan lain, tanpa mengurangi prinsip-prinsi Islam yang sebenarnya,
konsep „Islam moderat‟ tampaknya patut diaktualisasikan.
Berpaham Islam moderat sebagaimana disebutkan diatas, sebenarnya tidaklah sulit
mencari rujukannya dalam sejarah perkembangan Islam, baik di wilayah asal Islam itu
sendiri maupun di Indonesia. Lebih tepatnya, Islam moderat dapat merujuk jika di
wilayah tempat turunnya Islam, kepada praktek Islam yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad Saw dan para Sahabatnya, khususnya khulafaur rashidin. Sedangkan dalam
konteks Indonesia dapat merujuk kepada para penyebar Islam yang terkenal dengan
sebutan Walisongo.
Generasi pengusung Islam moderat di Indonesia berikutnya, hanya sekedar miniatur,
mungkin dapat merujuk kepada praktek Islam yang dilakukan organisasi semacam
Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Ber-Islam dalam konteks Indonesia semacam
ini lebih cocok diungkapkan. Meminjam konsepnya Syafi‟i Ma‟arif, dengan ber-„Islam
18
dalam Bingkai Keindonesiaan‟. Azyumardi Azra juga kerap menyebut bahwa Islam
moderat merupakan karakter asli dari keberagamaan Muslim di Nusantara.
Sebagaimana dikatakan bahwa ketika sudah memasuki wacana dialog peradaban,
toleransi dan kerukunan, sebenarnya ajaran yang memegang dan mau menerima hal
tersebut lebih tepat disebut sebagai moderat. Jadi, ajaran yang berorientasi pada
perdamaian dan kehidupan harmonis dalam kebhinekaan, lebih tepat disebut moderat,
karena gerakannya menekankan pada sikap menghargai dan menghormati keberadaan
yang lain (the other). Term moderat adalah sebuah penekanan bahwa Islam sangat
membenci kekerasan, karena bedasarkan catatan sejarah, tindak kekerasan akan
melahirkan kekerasan baru. Padahal, Islam diturunkan Allah adalah sebagai rahmatan lil
alamin (rahmat bagi seluruh masyarakat dunia).
B. Akar Islam Moderat Indonesia: Embrio Lahirnya Islam Nusantara
Sejak kedatangan Islam di bumi Indonesia, sepanjang menyangkut proses
penyebarannya sebagai agama dan kekuatan kultur, sebenarnya ia telah menampakkan
keramahannya. Dalam konteks ini, Islam disebarkan dengan cara damai, tidak memaksa
pemeluk lain untuk masuk agama Islam, menghargai budaya yang tengah berjalan, dan
bahkan mengakomodasikannya ke dalam kebudayaan lokal tanpa kehilangan
identitasnya. Ternyata sikap toleran inilah yang banyak menarik simpatik masyarakat
Indonesia pada saat itu untuk mengikuti ajaran Islam. Sementara itu, Walisongo adalah
arsitek yang handal dalam pembumian Islam di Indonesia.
Menurut catatan Abdurrahman Mas‟ud, fWalisongo merupakan agen-agen unik Jawa
pada abad XV-XVI yang mampu memadukan aspek-aspek spiritual dan sekuler dalam
menyiarkan Islam. Posisi mereka dalam kehidupan sosio-kultural dan religius di Jawa
begitu memikat hingga bisa dikatakan Islam tidak pernah menjadi the religion of Java,
jika sufisme yang dikembangkan oleh Walisongo tidak mengakar dalam masyarakat.
Rujukan ciri-ciri ini menunjukkan bahwa ajaran Islam yang diperkenalkan Walisongo di
Tanah Jawa hadir dengan penuh kedamaian, walaupun terkesan lamban namun
meyakinkan. Berdasarkan fakta sejarah bahwa dengan cara menoleransi tradisi lokal serta
memodifikasinya ke dalam ajaran Islam dan tetap bersandar pada prinsip-prinsip Islam,
agama baru ini dipeluk oleh bangsawan-bangsawan serta mayoritas masyarakat Jawa di
pesisir utara.
Transmisi Islam yang dipelopori Walisonggo merupakan perjuangan brilian yang
diimplementasikan dengan cara sederhana, yaitu menunjukkan jalan dan alternatif baru

19
yang tidak mengusik tradisi dan kebiasaan lokal, serta mudah ditangkap oleh orang awam
dikarenakan pendekatan-pendekatannya konkrit dan realistis, tidak njelimet, dan menyatu
dengan kehidupan masyarakat. Model ini menunjukkan keunikan sufi Jawa yang mampu
menyerap elemen-elemen budaya lokal dan asing, tetapi dalam waktu yang sama masih
berdiri tegar di atas prinsip-prinsip Islam.
Demikian pula dikatakan bahwa proses pergumulan Islam dengan kebudayaan
setempat yang paling intensif terlihat pada zaman Walisongo. Masa ini merupakan masa
peralihan besar dari Hindu-Jawa yang mulai pudar menuju fajar zaman Islam. Keramahan
terhadap tradisi dan budaya setempat itu diramu menjadi watak dasar budaya Islam
pesantren. Wajah seperti itulah yang manjadikan Islam begitu mudah diterima oleh
berbagai etnis yang ada di Nusantara. Hal ini terjadi karena adanya kesesuaian antara
agama baru (Islam) dan kepercayaan lama. Setidaknya, kehadiran Islam tidak mengusik
kepercayaan lama, tetapi sebaliknya kepercayaan tersebut diapresiasi dan kemudian
diintegrasikan ke dalam doktrin dan budaya Islam.
Tampaknya Walisongo sadar, bagaimana seharusnya Islam dibumikan di Indonesia.
Mereka paham bahwa Islam harus dikontekstualisasikan tanpa menghilangkan prinsip-
prinsip dan esensi ajaran Islam serta sesuai dengan kondisi wilayah atau bumi tempat
Islam disebarkan. Inilah yang kemudian dikenal dengan konsep „pribumisasi Islam‟.
Gagasan ini dimaksudkan untuk mencairkan pola dan karakter Islam sebagai suatu yang
normatif dan praktek keagamaan menjadi sesuatu yang kontekstual. Dalam pribumisasi
Islam tergambar bagaimana Islam sebagai ajaran yang normatif berasal dari Tuhan
diakomodasikan kedalam kebudayaan yang berasal dari manusia tanpa kehilangan
identitasnya masing-masing. Lebih konkritnya bahwa kontekstual Islam dipahami sebagai
ajaran yang terkait dengan konteks zaman dan tempat. Perubahan waktu dan perbedaan
wilayah menjadi kunci untuk kerja-kerja penafsiran dan ijtihad. Dengan demikian, Islam
akan mampu terus memperbaharui diri dan dinamis dalam merespons perubahan zaman.
Selain dari pada itu, Islam dengan gaya dinamis (lentur) mampu berdialog dengan kondisi
masyarakat yang berbeda-beda dari sudut dunia yang satu ke sudut yang lain.
Kemampuan beradaptasi secara kritis inilah yang sesungguhnya akan menjadikan Islam
dapat benar-benar shalih li kulli zaman wa makan (cocok untuk setiap zaman dan tempat).
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah praktek Islam sebagaimana yang
diajarkan Walisongo dan diamalkan oleh sebagian besar masyarakat Jawa dapat disebut
Islam kaffah atau Islam yang benar. Beragam pandangan pun muncul terkait dengan hal

20
ini, baik dari beberapa golongan dalam Islam sendiri maupun para pengamat asing dan
dalam negeri. Misalnya, Geertz adalah salah satu tokoh yang menyangsikan ke-Muslim-
an mayoritas orang Jawa, karena fenomena sinkretisme begitu nyata di kalangan mereka.
Cliffort Geertz merupakan tokoh penting dalam studi Islam Jawa yang mengatakan
praktek keagamaan orang Jawa campur aduk dengan unsur-unsur tradisi-tradisi non
Islam. Menurutnya, kelompok priyayi dan abangan dengan jelas mencerminkan tipisnya
pengaruh Islam dalam kehidupan orang Jawa. Bahkan, dalam pandangannya, kelompok
yang diangap paling Islami, yaitu santri tidak terlepas dari pengaruh tradisi pra-Islam.
Identitas ke-Islaman orang Jawa kurang lebih sama dengan „Islam Nominal‟.
Sebaliknya, pengamat lain menyebutkan, mungkin benar bahwa Islam di Asia
Tenggara secara geografis adalah periferal (Islam nominal) atau Islam yang jauh dari
bentuk „asli‟ yang terdapat dan berkembang dipusatnya, yaitu Timur Tengah. Akan tetapi,
Islam di Asia Tenggara periferal dari segi ajaran perlu diuji secara kritis. Jadi, tidak
berarti tradisi intelektual yang berkembang di Asia Tenggara sejak masa awalnya terlepas
dari „tradisi besar‟ Islam. Bahkan―khususunya sejak abad ke-17―dapat disaksikan
semakin tingginya intensitas dan kontak intelektual keagamaan antara Timur Tengah
dengan Nusantara, yang pada esensinya bertujuan mendekatkan „tradisi lokal‟ Islam di
Asia tenggara dengan „tradisi besar‟ (tradisi normatif dan idealistik) sebagaimana terdapat
dalam sumber-sumber pokok ajaran Islam, yaitu al-Qur‟an dan Sunnah.
Demikian pula, berdasarkan kesimpulan Mark Woodward, kalau ditelaah secara
mendalam dan ditinjau dari segi perspektif Islam secara luas, didapati bahwa hampir
seluruh ajaran, tradisi dan penekanan yang bersifat spiritual yang selama ini berkembang
dalam masyarakat Jawa pada dasarnya bersumber dari ajaran Islam di Timur Tengah. Apa
yang dikenal dalam upacara keagamaan Jawa, seperti grebeg, selametan, kalimasodo dan
sebagainya adalah bagian dari ajaran Islam. Selain itu, doktrin Kawula Gusti, Martabat
Tujuh dan tradisi wayang yang dikenal dan dilestarikan dalam masyarakat Jawa, dapat
ditelusuri asal usulnya dari tradisi tasawuf Islam.
Sejalan dengan pernyataan Woodward dan Azra, dapatlah dibenarkan bahwa tidak
satu pun budaya di dunia ini yang tidak sinkretik, karena semua budaya pasti memiliki
aspek historisnya yang tidak tunggal dan dengan demikian bersifat sinkretik. Baik agama
maupun budaya tidak dapat mengelak dari proses yang tak mungkin terhindarkan, yakni
perubahan. Memang benar, ajaran agama sebagaimana tercantum secara tekstual dalam
kitab suci, kata demi kata tetap seperti keadaannya semula. Akan tetapi, begitu ajaran

21
agama harus dipahami, ditafsirkan dan diterjemahkan ke dalam perbuatan nyata dalam
suatu setting budaya, politik dan ekonomi tertentu, maka pada saat itu pemahaman yang
didasari ajaran agama tersebut pada dasarnya telah berubah menjadi kebudayan.
Menurut Fazlur Rahman, memang secara historis sumber utama Islam adalah wahyu
Ilahi yang kemudian termuat dalam kitab yang disebut al-Qur‟an. Namun, kitab ini tidak
turun sekaligus dalam jangka waktu berbarengan, melainkan turun sedikit demi sedikit
dan baru terkumpul setelah beberapa puluh tahun lamanya. Oleh karena itu, wahyu jenis
ini merupakan reaksi dari kondisi sosial-historis yang berlangsung pada saat itu.
Hubungan antara pemeluk dan teks wahyu dimungkinkan oleh aspek normatif wahyu itu,
adapun pola yang berlangsung berjalan melalui cara interpretasi (penafsiran). Teks tidak
pernah berbicara sendiri, dan ia akan bermakna jika dihubungkan dengan manusia. Apa
yang diperbuat, disetujui dan dikatakan oleh Rasul adalah hasil usaha (ijtihad) Rasul
memahami dimensi normatif wahyu. Sementara itu, upaya interpretasi Rasul terhadap
teks dipengaruhi oleh situasi historis yang bersifat partikular pada masanya. Bahkan,
tidak jarang Rasul sendiri sering mengubah interpretasi-nya terhadap al-Qur‟an jika
diperlukan.
Terjadinya pluralitas budaya dari penganut agama yang sama tidak mungkin dihindari
ketika agama tersebut telah menyebar ke wilayah begitu luas dengan latar belakang kultur
yang beraneka ragam. Dalam interaksi dan dialog antara ajaran agama dengan budaya
lokal yang lebih bersifat lokal itu, kuat atau lemahnya akar budaya yang telah ada
sebelumnya dengan sendirinya akan sangat menentukan terhadap seberapa dalam dan
kuat ajaran agama yang universal mencapai realitas sosial budaya lokal. Pluralitas wajah
agama itu dapat pula diakibatkan respons yang berbeda dari penganut agama yang sama
terhadap kondisi sosial, budaya maupun ekonomi yang mereka hadapi. Dari perspektif
inilah dapat diterangkan mengapa, misalnya, gerakan Islam yang selama ini dikenal
sebagai „modernis‟, yakni Muhammadiyah cenderung memperoleh dukungan yang kuat
didaerah perkotaan, sedangkan NU yang sering disebut sebagai golongan „tradisional‟
memperoleh pengaruh luas di daerah pedesaan.
Jadi, yang perlu digarisbawahi disini adalah meskipun suatu agama itu diajarkan oleh
Nabi yang satu dan kitab suci yang satu pula, tetapi semakin agama tersebut berkembang
dan semakin besar jumlah penganutnya serta semakin luas daerah pengaruhnya, maka
akan semakin sukar pula kesatuan wajah dari agama tersebut dapat dipertahankan.
Karena, sewaktu ajaran dan agama yang berasal dari langit itu hendak dilendingkan ke

22
dataran empirik, maka mau tidak mau harus dihadapkan dengan serangkaian realitas
sosial budaya yang ada.
Sekali lagi, perselingkuhan antara agama dan tradisi adalah sunatullah. Tradisi adalah
pemikiran manusia yang profan atas teks-teks keagamaan yang sakral. Dengan demikian,
relasi Islam dan tradisi dalam pemikiran umat Islam sangatlah erat. Memahami Islam
tanpa sokongan penguasaan warisan intelektual para pendahulu amat sulit mencapai titik
kesempurnaan. Oleh sebab itu, dalam kaitan ini, Ahmad Baso mencirikan Islam
Nusantara sebagai cara bermazhab secara qauli dan manhaji dalam beristimbath tentang
Islam dari dalil-dalilnya yang disesuaikan dengan teritori, wilayah, kondisi alam dan cara
pengalamannya penduduk kita. Atau dengan kata lain bahwa semua kekayaan di
Nusantara menjadi sumber inspirasi bagi para ulama untuk memberikan warna, suara da
substansi terhadap Islam itu sendiri. Baik alamnya, airnya, lautnya, tanahnya maupun
kultur dan peradabannya serta semua kekayaan Nusantara menjadi rujukan dalam
berijtihad.
Dalam kaitannya dengan Islam Nusantara, maka kita dapat menghitung beberapa sifat
unggulan yag dimilikiya. Diantaranya adalah sikap adaptif, fleksibel, toleran,
multikultural, berdaya tahan kuat dan awet dalam zaman manapun, guyub, kolektif atau
komual, yakni ada musyawarah mufakat, konsensus dan ijma‟, mengedepankan suri
tauladan, sopan santun beradab, tidak merugikan orag lain, teposliro, salig membantu,
kekerabatan dan kekeluargaan serta gotog royong.
C. Konklusi
Kita tidak bisa mendikotomi (mengkotak-kotakkan) sebuah gerakan atau term Islam
selama itu demi kemaslahatan bersama, dan sesuai dengan tuntunan agama. Term Islam
Nusantara merupakan gagasan brilian untuk membumikan Islam yang damai dan toleran
serta sebagai antitesis dari gerakan Islam yang ada di Syiria dan Iraq yang menampilkan
wajah Islam yang sangat bertentangan dengan prinsip Islam yang termaktub didalam al-
Qur‟an, yaitu Islam rahmatan lil ‟alamin.
Islam Nusantara merupakan Islam yang tetap berpegang teguh pada aqidah Tauhid
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw. Islam yang dekat dengan budaya dengan tetap
berdampingan dengan Islam, selagi budaya itu tidak menyimpang dari ajaran Islam.
Karakteristik Islam Nusantara yaitu toleran dan cinta damai. Penjiwaan dari rahmatan lil
alamin yaitu Islam yang merangkul, menuntun, memakai hati, mengajak taubat serta

23
memberikan pemahaman. Sedangkan prinsip Islam itu sendiri yaitu keselarasan dengan
budaya setempat, sehingga terciptanya Islam yang indah dan harmonis.
Maka dari itu, Islam di Indonesia tidak harus seperti Islam yang ada di Arab,
melainkan Islam yang mempunyai ciri khas dari Indonesia, atau yang sering disebut
dengan Islam ala Indonesia, yaitu Islam yang tetap mempertahankan budaya asli
Indonesia dengan tidak melupakan ajaran-ajaran Islam yang telah diajarkan oleh Nabi
Muhammad Saw. Prinsip Islam dalam beradaptasi dengan budaya yaitu menjadikan Islam
dengan keragaman akibat perbedaan kebudayaan dimasing-masing daerah.
Maka dari itu, umat Islam Indonesia saat ini harus memikirkan untuk bagaimana
merumuskan sebuah gerakan yang mampu mengkotomi dan merangkul seluruh ormas
yang saling bersinggungan dan berbeda faham. Perbedaan pemahaman yang dianut pada
hakikatnya adalah suatu kewajaran, akan tetapi fanatisme golongan yang berlebihan tidak
boleh untuk ditampilkan apalagi dipelihara, karena itu semua akan memberikan dampak
negatif yang akan berimbas pada kesatuan umat Islam dan juga bangsa Indonesia. Islam
merupakan sesuatu bagian, sedangkan umat Islam adalah bagian yang lain. Meski
berbeda, namun merupakan sebah sistem dan kesatuan yang utuh dan tidak bisa
dipisahkan.
D. Konsep Islam Nusantara
Konsep Islam Nusantara sebenarnya ialah mensinergikan ajaran Islam dengan adat
istiadat lokal yang banyak tersebar di wilayah Indonesia. Menurut Said Aqil, Islam di
Indonesia tidak harus seperti Islam di Arab atau Timur Tengah, yang menerapkan
penggunaan gamis ataupun cadar. Islam Nusantara, tegasnya adalah Islam yang khas ala
Indonesia.
Pada zaman Wali Songo, perpaduan tradisi lokal dengan ajaran Islam mulai
dikembangkan. Salah satu contohnya adalah tradisi sesajen yang dulu dianut oleh nenek
moyang Indonesia dari ajaran Hindu-Buddha. Akan tetapi oleh para Wali Songo, sesajen
ditransformasikan menjadi tradisi selametan. Bila sesajen awalnya diniatkan
mempersembahkan makanan kepada roh-roh gaib, namun dalam tradisi selametan, seperti
makanan justru diberikan kepada seluruh umat Islam untuk kemudian diminta mendoakan
pihak yang mengadakan selametan. Hal seperti ini hanya ditemukan di Indonesia, karena
sejarah Indonesia yang sejak zaman dahulu sudah hidup dengan keragaman adat istiadat.
Cara pendekatan budaya inilah yang dinamakan dengan Islam Nusantara.

24
25
SEJARAH DAN KEORGANISASIAN PMII

A. Sekilas Sejarah PMII

Secara historis, PMII berdiri pada tahun 1960. Kondisi sosial politik waktu itu sedang
terjadi rebutan kekuasaan antara kaum Islam modernis dengan kalangan NASAKOM
(NasionaIis, Agarna dan Komunis). Pada waktu itu kekuasaan yang dekat adalah PKI
dengan orang-orang tradisionalis dan nasionalis. Karena ketiga kelompok ini meiliki titik
temu dalam garis perjuangan maupun pandangan politiknya. Pada pemilu tahun 1955 PKI
dan NU memiliki suara yang sangat signifikan dibangding dengan partai yang lainnya.
Semua partai politik mempunyai sayap poIitik ditingkat mahasiswa, antara lain; Masyumi
HMI, PKI-CGMNI, PMI-GMNI. Saat itu terjadi konflik ditingkat HMI yang saat itu
merupakan satu-satunya organisasi mahasiswa Islam. Kebetulan dalam organisasi ini ban
yak pula kader-kader NU, yang merasa tidak cocok dengan strategi dan kebijakan
organisasi. Sehingga akhimya Mahbub Junaidi, dkk, keluar dari HMI dan membentuk
PMII untuk mewadahi mahasiwa tradisionalis di Surabaya pada tanggal 16 April 1960.
Pada awalnya PMII juga merupakan Under-Bow NU, yang kemudian melepaskan diri
dari cengkeraman partai pada tahun 1972 dengan deklarasi Munarjati.
Paska kudeta militer tahun 1966 kondisi sosial politik berubah total. Semua pos-pos
penting diisi oleh tentara. Kekuatan Islam akomodatif dan konfrontatif dengan negara
pada masa ORLA ditimbulkan karena keduanya tidak bisa diajak untuk menciptakan
stabilitas keamanan. Dengan ideologi developmentaIisme negara korporasi ORBA
menrapkan kebijakan pembangunan sebagai pangIima untuk mengontrol kesejahteraan
kelas menengah, hutang besar-besaran dan WorId Bank digunakan untuk membangun
berbagai proyek yang menguntungkan pemilik modal dan orang kota. Pada dataran inilah
PMII dengan semangat kerakyatan dan kebangsaan berada di garis perjuangan membela
rakyat tertindas. (lebih lengkap lihat referensi)
Kelahiran Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) tidak dapat dipisahkan
dengan kelahiran dan keberadaan IPNU-IPPNU secara Yuridis formal, Dalam wadah
IPNU-IPPNU itu juga banyak terdapat mahasiswa yang menjadi anggotanya. Bahkan
hampir seluruh anggota pusat telah berpredikat sebagai mahasiswa. Oleh karena itu lama
kelamaan ada keiginan diantara mereka untuk memebentuk wadah yang khusus

26
menghimpun para mahasiswa NU. Suara ini sangat nyarig terdengar terutama dalam
Muktamar II IPNU pada tanggal 1-5 januari 1957 di pekalongan.

B. Lahirnya PMII dan Pengembangan Sayap Pergerakan


Musyawaroh mahasiswa NU disurabaya sebagai hasil keputusan Konbes di kaliurang
Yogyakarta pada tanggal 14-17 Maret 1960, mempercayakan kepada tiga belas orang
sebagai perintis awal, yaitu:
1. Sahabat Kholid Mawardi (Jakarta)
2. Sahabat Said Budairy (Jakarta)
3. Sahabat M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4. Sahabat M. Makmun Syukri. BA (Bandung)
5. Sahabat Hilman Badrudinsyah (Bandung)
6. Sahabat H. Ismail Makky (Yogyakarta)
7. Sahabat Nuril Huda Suaidy. HA (Surakarta)
8. Sahabat Munsif Nahrowi (Yogyakarta)
9. Sahabat laeliy Mansur (Surakarta)
10. Sahabat Abdul Wahab Jaelani (Semarang)
11. Sahabat Hisbulloh Huda (Surabaya)
12. Sahabat Cholid Marbuko (Malang)
13. Sahabat Ahmad Hussain (Ujung Pandang)
Ketiga belas orang ini sebelumnya menghadap bapak Idham Cholid (ketua PB Partai
NU). Dalam pertemuan itu, selain memberikan petunjuk-petunjuk yang merupakan
landasan pokok untuk musyawaroh, belio juga menekankan hendaknya organisasi yang
akan diwujudkan itu benar-benar kader partai NU dan menjadi mahasiswa yang
berprinsip ilmu untuk diamalkan bagi kehidupan rakyat, bukan ilmu untuk ilmu dan yang
lebih penting lagi yaitu menjadi manusia yang cukup cakap serta bertaqwa kepada tuhan
Alloh SWT. Pesan ini disublimasi dalam tujuan PMII yakni terbentuknya pribadi muslim
yang berbudi luhur, bertaqwa kepada Alloh, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam
pengamalan ilmu pengetahuannya. Setelah itu beliau menyatakan menyetujui
musyawaroh mahasiswa NU yang diadakan di Surabaya dikemudian hari.
Seperti kita ketahui kelahiran PMII disponsori oleh 13 tokoh Mahasiswa mereka
berasal dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, Malang dan
makasar. Maka kedelapan kota itulah merupakan cikal bakal adanya Cabang-cabang
PMII. Ke 13 orang ini memutuskan pada tanggal 14-15 April 1960 bahwa:
27
1. Berdirinya organisasi Mahasiswa NU bernama Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII).
2. Dibuatnya susunan peraturan dasar PMII yang didalam mokodimahnya jelas
dinyatakn bahwa PMII adalah merupakan kelanjutan dari IPNU dan IPPNU.
3. Karena persidangan dari musyawarah Masiswa NU ini bertempat di madrasah
mu‟alim NU wonokromo Surabaya yang dimulai tanggal 14-16 april 1960 dan
peraturan dasarPMII dinyatakan berlaku pada tanggal 21 syawal 1379 H atau
bertepatan dengan 17 april 1960 maka mulai hari itulah PMII dinyatakan berdiri dan
tanggal 17 april dinyatakan sebagai hari jadi PMII dan akan diperingatio sepanjang
tahun dengan istilah HARLAH PMII.
4. Musyawarah juga memutuskan untuk membentuk tiga orang formatur, yakni: H.
Mahbub Junaidi, sebagai Ketua Umum, Ahmad Cholid Mawardi sebagai Ketua I dan
M. Said Budairi selaku Sekrtaris Umum Pengurus Pusat PMII.
C. Asas, Sifat dan Tujuan PMII
Dalam Anggaran Dasar (AD) Bab II Pasal 2 dijelaskan bahwaPMII Berasaskan
Pancasila. Sedangkan Bab III Pasal 3 menerangkan PMII bersifat keagamaan,
kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyarakatan, independensi dan profesional. Adapun
tujuan PMII (Visi) ada dalam Bab IV Pasal 4 yaitu: “Terbentuknya pribadi muslim
Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan
bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-
cita kemerdekaan Indonesia.”
Sedangkan untuk mewujudkan tujuan tersebut, PMII mengusakan (misi) sebagaimana
dalam Bab IV pasal 5, sebagai berikut:
1. Menghimpun dan membina mahasiswa Islam sesuai dengan sifat dan tujuan PMII
serta peraturan perundang-undangan dan paradigma PMII yang berlaku.
2. Melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang sesuai dengan asas dan
tujuan PMII serta mewujudkan pribadi insan ulul albab.
D. Struktur Organisasi dan Permusyawaratan
Dalam Bab VI tenang Struktur Organisasi Pasal 7 dijelaskan bahwa Struktur
Organisasi PMII terdiri atas:
1. Pengurus Besar (PB)
2. Pengurus Koordinator Cabang (PKC)
3. Pengurus Cabang (PC)

28
4. Pengurus Komisariat (PK)
5. Pengurus Rayon (PR).
Sedangkan dalam Bab VII tentang Permusyawaratan Pasal 8 diterangkan bahwa
Permusyawaratan dalam Organisasi terdiri dari :
1. Kongres
2. Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas)
3. Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas)
4. Konferensi Koordinator Cabang (Konferkoorcab)
5. Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspimda)
6. Musyawarah Kerja Koordinator Cabang (Mukerkoorcab)
7. Konferensi Cabang (Konfercab)
8. Musyawarah Pimpinan Cabang (Muspimcab)
9. Rapat Kerja Cabang (Rakercab)
10. Rapat Tahunan Komisariat (RTK)
11. Rapat Tahunan Anggota Rayon (RTAR)
12. Kongres Luar Biasa (KLB)
13. Konferensi Koordinator Cabang Luar Biasa (Konferkoorcab-LB)
14. Konferensi Cabang Luar Biasa (Konfercab-LB)
15. Rapat Tahunan Komisariat Luar Biasa (RTK-LB)
16. Rapat Tahunan Anggota Rayon Luar Biasa ( RTAR-LB).
Dalam Bab VIII tentang Wadah Pengembangan Dan Pemberdayaan Perempuan Pasal
9 dinyatakan bahwa:
1. Pengembangan dan pemberdayaan perempuan diwujudkan dalam badan semi otonom
yang secara khusus menangani pengembangan dan pemberdayaan perempuan PMII
berpersfektif keadilan dan kesetaraan gender yang dibentuk berdasarkan asas lokalitas
kebutuhan.
2. Selanjutnya pengertian semi otonom dijelaskan dalam Bab penjelasan.
E. Lambang PMII
Lambang PMII diciptakan oleh H. Said Budairi. Lazimnya lambang, lambang PMII
memiliki arti yang terkandung di setiap goresannya. Arti dari lambang PMII bisa
dijabarkan dari segi bentuknya (form) maupun dari warnanya.
1. Dari Bentuk :

29
a. Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai
tantangan dan pengaruh luar
b. Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita- cita yang selalu
memancar
c. Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah dengan empat Sahabat
terkemuka (Khulafau al Rasyidien)
d. Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhauan
Ahlussunnah Wal Jama‟ah
e. Sembilan bintang sebagai jumlah bintang dalam lambang dapat diartikan ganda
yakni:
 Rasulullah dan empat orang sahabatnya serta empat orang Imam mazhab itu
laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi
dan penerang umat manusia
 Sembilan orang pemuka penyebar agama Islam di Indonesia yang disebut
WALISONGO.
2. Dari Warna:
a. Biru, sebagaimana warna lukisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang
harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan
Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan
Wawasan Nusantara
b. Biru muda, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti ketinggian
ilmu pengertahuan, budi pekerti dan taqwa
c. Kuning, sebagaimana warna dasar perisai- perisai sebelah bawah, berarti identitas
kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambing kebesaran dan
semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.
F. Daftar Nama Ketua Umum PB PMII
Berikut ini daftar nama-nama Ketua Umum PB PMII dari masa ke masa sesuai
dengan urutan periode tahun kepemimpinan:
1. Sahabat M.Mahbub Djunaidi(1960-1966) duakali
2. Sahabat Zamroni (1966-1973) dua kali
3. Sahabat Abduh Paddare (1973-1977)
4. Sahabat Ahmad Badja (1977-1981)
5. Sahabat Muhyiddin Arubusman (1981-1985)
30
6. Sahabat Surya Dharma Ali (1985-1988)
7. Sahabat M. Iqbal Assegaf (1988-1991)
8. Sahabat Ali Masykur Musa (1991-1994)
9. Sahabat A. Muhaimin Iskandar (1994-1997)
10. Sahabat Saiful Bahri Anshori (1997-2000)
11. Sahabat Nusron Wahid (2000-2003)
12. Sahabat A. Malik Haramain (2003-2005)
13. Sahabat Hery Haryanto Azumi (2005-2008)
14. Sahabat M. Rodli Kaelani (2008-2010)
15. Sahabat Addin Jauharudin (2011-2013)
16. Sahabat Aminnudin Ma‟ruf (2014-2016)
17. Sahabat Agus Herlambang (2017-2019)
Jelaslah bahwa PMII merupakan komunitas penting bagi bangsa ini. Maka, PMII
dituntut harus mampu tetap memberikan dharma bhaktinya kepada nusa, bangsa dan
agama. Kritik konstruktif dan mitra pembangunan yang cerdas terhadap pemerintah
supaya menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar (kalau tidak bisa ya lebih baik
turun atau diturunkan), dan mendidik anggotanya untuk mandiri dan berani bersaing
dengan siapapun agar survive dalam percaturan kehidupan globalisasi yang sangat
kompetitif, menjadi agenda utama yang harus segera dilaksanakan.
Di situlah, pendekatan Multilevel Strategi Kaderisasi yang ditempuh PMII menjadi
ikhtiar organisasi untuk mencetak kader-kader yang mampu percaya diri untuk meraih
keberhasilan cita-cita. jelaslah bahwa PMII merupakan komunitas penting bagi bangsa
ini. Maka, PMII dituntut harus mampu tetap memberikan dharma bhaktinya kepada nusa,
bangsa dan agama. Kritik konstruktif dan mitra pembangunan yang cerdas terhadap
pemerintah supaya menjalankan pemerintahan dengan baik dan benar (kalau tidak bisa ya
lebih baik turun atau diturunkan), dan mendidik anggotanya untuk mandiri dan berani
bersaing dengan siapapun agar survive dalam percaturan kehidupan globalisasi yang
sangat kompetitif, menjadi agenda utama yang harus segera dilaksanakan.

31
SEJARAH BANGSA INDONESIA

Penyebaran Islam merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam sejarah
Indonesia, tampaknya para pedagang muslim sudah ada di sebagian wilayah Indonesia
selama beberapa abad sebelum Islam menjadi agama yang mapan dalam masyarakat-
masyarakat lokal. Dapat dipastikan bahwa Islam sudah ada di negara bahari Asia Tenggara
sejak awal zaman Islam. Dari masa khalifah ketiga, Utsman (644-56), ututsan-utusan muslim
dari tanah Arab mulai tiba di Istana Cina. Setidaknya pada abad IX sudah ada ribuan
pedagang muslim di Kanton. Bukti yang paling dapat dipercaya mengenai penyebaran Islam
di Indonesia adalah berupa prasasti-prasasti Islam (kebanyakan berupa batu nisan) dan
sejumlah catatan para musafir.
Negara-negara baru di Indonesia yang menganut agama Islam bukan hanya
menciptakan dinasti-dinasti dan kerajaan baru saja, tetapi juga sebuah warisan budaya yang
beraneka ragam.Serangkaian batu nisan yang sangat penting ditemukan di kuburan-kuburan
Jawa Timur, yaitu Trawulan dan Tralaya, di dekat situs Istana Majapahit yang Hindu-Buda.
Batu-batu itu menunjukan makam-makam orang Muslim.dari gaya hiasan pada beberapa batu
nisan itu dan lokasinya yang dekat dengan situs Ibu Kota Majapahit Damais menarik
kesimpulan bahwa batu-batu itu mungkin untuk menandai kuburan para bangsawan Jawa.
Oleh karena itu, batu-batu Jawa Timur itu mengesankan bahwa beberapa elite Jawa memeluk
Islam pada saat kerajaan Majapahit yang beragama Hindu-Budha itu sedang jaya-jayanya.
Sekitar awal abad XV, berdiri kota perdagangan Malaya yang besar yaitu Malaka.
Malaka merupakan pusat perdagangan yang paling penting di kepulauan paling barat,
dan karenanya menjadi pusat bagi orang-orang muslim asing, dan tampaknya menjadi
penopang penyebaran agama Islam. Di pengkalan Kempas di negeri Sembilan ditemukan
sebuah prasasti yang menunjukan bahwa daerah itu sedang berada dalam masa peralihan
menjadi daerah islam pada tahun 1460-an. Prasasti itu terdiri atas dua bagian, yaitu tertulis
dalam bahasa melayu dengan aksara Arab, dan bagian lainnya dalam bahasa melayu dengan
aksara India.
Daerah Jawa Barat yang berbahasa Sunda belummenganut agama islam pada masa
Pires, malahan memusuhinya. Daerah itu adalah wilayah yang berada dibawah kekuasaan
Kerajaan Pajajaran yang menganut agama Hindu-Budha. Jawa tengah dan Jawa timur tetap
diklaim sebagai daerah kekuasaannya oleh Raja Hindu-Budha yang hidup di daerah
pedalaman Jawa Timur (Kediri). Akan tetapi daerah-daerah pesisir sampai sebelah timur
32
Surabaya sudah mulai memeluk agama Islam dan sering terlibat peperangan dengan daerah
pedalaman terkecuali Tuban yang masih tetap setia kepada raja Hindu-Budha. Babad tanah
jawi merupakan judul umum yang mencangkup sejumlah besar naskah berbahasa Jawa,
naskah-naskah ini menisbahkan pengislaman orang-orang Jawa pada kegiatan Sembilan wali
(Wali Sanga) nama-nama yang ada di sebagian besar naskah adalah : Sunan Ngampel-Denta,
Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Kalijaga, Sunan Sitijenar,
Sunan Gunungjati, dan Sunan Walilanang. Istilah wali iu bersal dari kata Arab ( yang berarti
orang suci), sedangkan gelar sunan adalah berasal dari kata Jawa yang berarti di hormati.
Beberapa orang wali konon merupakan berasal dari non-Jawa.
Sejarah perkembangan Indonesia dalam pandangan ekonomi, sosio politik serta sosio
cultural terbentuk dikarenakan beberapa peristiwa yang cukup kental dengab kolonialisme
secara fisik maupun psikis, yang pada akhirnya membentuk karakter secara tatanan sosial
pada waktu itu, seperti halnya yang kita ketahui bahwa munculnya Negara Indonesia tidaklah
secara tiba-tiba ada, melinkan melalui beberapa fase yang penuh kedinamisan kebudayaan,
corak, karakter individu dan lain-lain yang disebabkan oleh imbas dari kejamnya penjajahan
oleh pemerintah Hindia-Belanda. Setelah runtuhnya nusantara ketangan pemerintah Hindia
Belanda dengan mulai masuknya penjajah asing di Indonesia pada tahun 1596 merupakan
babak awal tertanamnya pengaruh barat di bumi, Indonesia serta berdirinya VOC pada tahun
1602 merupakan tonggak monumental jatuhnya Nusantara pada Belanda ekonomis maupun
politis. Pada akhir abad 19 terjadi perubahan yang cukup berarti bagi kehidupan masyarakat
Hindia Belanda sebagai dampak dari adanya perubahan yang mendasar di kalangan
masyarakat atas ningrat dan negara bangsa barat Eropa yang mana pada akhirnya pemerintah
sosial Belanda memberlakukan politik Etis atau pemerintahan Hindia Belanda.
Dampak paling nyata dari kejadian ini adalah terbentuknya kesempatan yang semakin
luas dalam memperoleh pendidikan. Dengan kondisi yang seperti itu memungkinkan
perubahan struktur sosial yang ada di Hindia Belanda, kemudian mulai munculah jiwa-jiwa
Nasionalisme, dengan ditandai oleh munculnya gerakan-gerakan pada waktu itu, salah
satunya yaitu Budi Utomo (BO) tahun 1908, tetapi organisasi tersebut sifatnya kedaerahan,
dengan munculnya berbagai konflik perang di negara Barat, semakin membuat utuh rasa
Nasionalisme dari berbagai sendi masyarakat, lalu munculah sumpah pemuda 1928. Dengan
adanya kondisi tersebut ternyata di manfaatkan oleh Jepang, yang menjanjikan kemerdekaan
bagi Indonesia, akan tetapi semua itu hanya siasat untuk menguasai Indonesia, terbukti
dengan adanya perbudakan yang dilakukan oleh Jepang. Hal ini tentu membuat pemuda

33
Indonesia mersa geram, akhirnya terjadi peristiwa penculikan Soekarno di Rengasdengklok
yang intinya untuk segera mempersiapkan kemerdekaan pada saat itu sudah terbentuk
imajinasi koleksi tentang negara Indonesia yang merdeka, namun masih belum menemukan
jalan untuk memploklamirkan dari tokoh-tokoh Soekarno, Moh. Hatta, Syahrir dan Tan
Malaka dan rekan rekan seperjuangan mulai membentuk konsep Negara. Pada saat itu terjadi
peristiwa pengeboman Hirosima dan Nagasaki, akhirnya Soekarno dkk dengan
kecerdikannya akhirnya bisa memanfaatkan momentum tersebut dan membentuk BPUPKI
menghasilkan naskah, ideology, UUD 1945 sebagai bentuk upaya pembentukan sebuah
Negara Indonesia melalui PPKI Pada tanggal 16 Agustus 1945, kemudian proklamasi di
bacakan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945.
Indonesia akhirnya merdeka, setidak-tidaknya dalam pengertian hukum internasional,
dan kini menghadapi prospek menentukan masa depannya sendiri. Dalam sebuah negeri yang
masih menunjukan adanya kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, dan tradisi-tradisi
otoriter, maka banyak hal yang bergantung pada kearifan dan nasib baik kepemimpinan
negeri itu. Akan tetapi sebagian sejarah bangsa Indonesia sejak tahun 1950 merupakan
harapan-harapan kisah tentang kegagalan rentetan pemimpin untuk memenuhi harapan-
harapan tinggi yang ditimbulkan oleh keberhasilan mencapa kemerdekaan. Dalam tahun
1950, kendali pemerintahan berada ditangan kaum nasionalis perkotaan dari generasi yang
lebih tua dari partai-partai sekuler dan Islam yang terkemuka. Ada suatu kesepakatan umum
bahwa demokrasi diinginkan dan bahwa mereka itulah orang-orang yang akan menciptakan
sebuah negara yang demokrasi. Akan tetapi pada tahun 1957, percobaan demokrasi tersebut
telah mengalami kegagalan, korupsi tersebar luas, kesatuan wilayah negara terancam,
keadilan sosial belum tercapai, masalah-masalah ekonomi belum terpecahkan.
Masalah-masalah ekonomi dan sosial yang dihadapi bangsa Indonesia setelah
pendudukan Jepang dan Revolusi sangatlah besar. Perkebunan-perkebunan dan instalansi-
instalansi industry diseluruh penjuru negeri rusak berat. Jumlah penduduk menigkat sangat
banyak diperkirakan jumlah penduduk di tahun 1950 adalah 77,2 juta jiwa, pada tahun 1955
berjumlah 85,4 juta jiwa, dan menurut sensus pada tahun 1961 adalah 97 juta jiwa. Produksi
pa ngan meningkat tetapi tidak cukup.
Di bidang ekonomi, pada umumnya kepentingan-kepentingan non-Indonesia tetap
mempunyai arti yang penting. Shell dan perusahaan-perusahaan Amerika, Stanvac dan
Caltex, mempunyai posisi yang kuat dibidang industry minyak dan sebagian besar pelayaran
antar pulau berada ditangan perusahaan pelayaran KPM Belanda. Perbankan didominasi oleh

34
perusahaan-perusahaan Belanda, Inggris, dan Cina. Orang-orang Cina juga kebanyakan
menguasai kredit pedesaan. Tampak jelas bahwa bangsa Indonesia secara ekonomi tidak
merdeka, suatu kenyataan yang mendukung radikalisme pada akhir tahun 1950-an.
Dengan lambannya pemulihan ekonomi dan meluasnya pengeluaran pemerintah,
maka tidaklah mengherankan bahwa inflasi dari masa perang dan revolusi terus berlanjut.
Biaya hidup umum meningkat sekitar 100% selama tahun 1950-7. Diantara masalah-masalah
yang dihadapi negara baru ini ialah apa yang harus dilakukan dengan tentara. Inilah sumber
dari persoalan-persoalan yang mendominasi sebagian besar sejarah Indonesia setelah tahun
1950. Perpecahan-perpecahan di dalam tubuh tetara mencerminkan asal-usulnya pada masa-
masa Belanda, Jepang, dan Revolusi. Pimpinan pusat berada di pimpinan Nasution,
Sinatupang, dan lain-lain yang menginginkan profesionalisme dalam tentara, suatu sikap
yang menguntungkan orang-oang semacam mereka, dan struktur-struktur hierarkis yang
dapat mereka kendalikan.
Para politisi sipil membentuk banyak partai politik, tetapi hanya beberapa partai saja
yang benar-benar mempunyai arti penting di Jakarta. Partai PSI sangat berpengaruh di
kalangan pejabat tinggi pemerintahan dan mempunyai pendukung di kalangan tentara pusat.
Kaum “komunis nasional” yang mengagumi Tan Malaka menjadi anggota partai murba,
mereka merupakan musuh utama kaum komunis dalam merebut dukungan sayap kiri, tetapi
tidak begitu terkenal dikalangan luar Jakarta.
Partai Nasional Indonesia (PNI) dianggap merupakan partai terbesar kedua. Basis
utamanyaialah didalam birokasi dan kalangan pegawai kantor. Partai ini dianggap sebagai
partai soekarno sehingga sangat terkenal dikalangan orang Jawa. Akhirnya, partai komunis
Indonesia (PKI), yang dihancurkan namun tidak dilarang pada tahun 1948, hampir siap
muncul kembali secara paling menakjubkan dalam sejarahnya yang berganti-ganti. Dalam
suatu persaingan di dalam tubuh partai yang berakhir pada tahun 1951, para pemuda
mengambil alih kekuasaan atas politburo dari tangan generasi tua yang berhasil selamat dari
peristiwa Madiun.
Di tengah-tengah krisis tahun 1957, diambilah langkah-langkah pertama menuju suatu
bentuk pemerintahan yang oleh Soekarno dinamakan “demokrasi terpimpin”. Ini merupakan
suat system yang tidak tetap, yang dilahirkan dari krisis dan terus berubah sepanjang masa
yang paling kacau dalam sejarah Indonesia sejak Revolusi. Demokrasi terpimpin di dominasi
oleh kepribadia Soekarno, walaupun prakarsa pelakanaannya diambilnya bersama-sama
dengan pemimpin angkatan bersenjata. Pada waktu itu, beberapa pengamat menganggap

35
Soekarno sebagai dictator dan ketika sikapnya semakin berapi-api beberapa pengamat justru
menganggapnya hanya sebagai sebuah karikatur yang sudah lanjut usia.
Berbagai usaha telah dilakukan oleh para ilmuwan untuk menggambarkan demokrasi
terpimpin sebagai sebuah system pemerintahan, suatu percobaan yang agak mirip dengan
melukiskan bentuk amuba. Soekarno sendiri hanya memiliki sedikit kekuatan yang
terorganisasi dan harus memanipulasi, mengancam, dan membujuk orang-orang kuat lainnya.
Mustahil bahwa demokrasi terpimpin diilhami secara sadar ataupun bawah sadar oleh
prinsip-prinsip asli negara dari masa prakolonial.
Tampak jelas pda tahun 1957, partai-partai politik berada pada posisi defensive, tetapi
rasa saling bermusuhan terlalu berat bagi mereka untuk bekerja sama dalam mempertahankan
system parlementer. Pada bulan April 1957, Soekarno mengumumkan pembentukan Kabinet
Karya dibawah seorang polisi non-partai, Djuanda Kartawidjaja (1911-63), sebagai perdana
menteri. Meskipun secara teoritis bersifat nonpartai, namun pada hakikatnya cabinet ini
merupakan suatu koalisi antara PNI dan NU. Tidak ada satu anggotapun PSI atau PKI di
dalamnya, tetapi pihak komunis memiliki beberapa simpatisan. Pada bulan Mei 1957 di
bentuklah Dewan Nasional yang terdiri atas 41 wakil golongan karya (Pemuda, tani, buruh,
wanita, cendekiawan, agama, daerah, dan lain-lain). Ditambah beberapa anggota ex officio.
Kebanyakan partai politik, termasuk PKI, secara tidak langsung diwakili melalui anggota-
anggota golongan karya.
Pada akhir bulan November 1957, dua kejadian meningkatkan ketegangan politik.
Pada tanggal 29 November PBB tidak berhasil mengesahkan suatu resolusi yang
menghimbau agar Belanda merundingkan penyelesaian mengenai masalah papua, Soekarno
telah memperingatkan bahwa Indonesia akan mengambil langkah-langkah yang akan
menggoncangkan dunia apabila resolusi tersebut gagal.
Pada tanggal 15 Februari diumumkanlah suatu pemerintahan pemberontakan di
Sumatera, dengan markas besarnya di Bukit tinggi. Pemeritahan ini dikenal dengan nama
(PRRI) Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia. Sjafrudin menjadi perdana
mentrinya (1958-61). Kini, pihak pemberontakan mendapat mendapat jaminan dukungan
secara Rahasia dari Amerika Serikat, yang juga cemas terhadap Soekarno dan PKI. Akan
tetapi sejak awal pemberontakan menghadapi kekurangan0kekurangan yang serius.
Sampai beberapa bulan setelah usaha kudeta 1965, masadepan politik masih belum
jelas. Pada akhirny Soeharto membangun apa yang dikenal dengan orde baru untuk
membedakan dengan orde lama dari masa pemerintahan Sukarno. Orde baru terbentuk

36
dengan dukungan yang sangat besar dari kelompok-kelompok yang ingin terbebas dari
kekacauan masa lalu. Dalam kehidupan intelektual, terjadi pembicaraan tentang suatu
angkatan pemimpin muda baru dan suatu zamn baru, namun dalam waktu beberapa tahun
elite orde baru yang itinya terdiri atas faksi militer yang didukung oleh sekelompok kecil
militer telah mengasingkan banyak sekutu aslinya.
Periode 1965-75 mengundang beragam pendapat dari para pengamat dalam dan luar
negeri. Sayap kanan memuji pemerintahan Soeharto, karena mampu membasmi PKI dam
mengadopsi kebijakan pro-Barat. Sebaiknya sayap kiri mencibirnya karena kebijakan kedua
tersebut. Terdapat pesamaan antara kebijakan masa orde baru pada decade awal dan
kebijakan periode politik etis pemerintahan kolonial. Seperti pemerintahan zaman Belanda,
orde baru juga berjanji akan membangun ekonomi nasional dn meningkatkan taraf
pendidikan dan kesejahteraan. Orde baru memang mampu membangun ekonomi nasional,
tetapi tidak mampu tidak mampu meningkatkan taraf pendidikan dan kesejahteraan. Orde
baru mengembangkan gaya pemerintahan yang paternalistik, namun juga menindas. Orde
baru berusaha mencari keterlibatan rakyat untuk mendapatkan, legitimasi, tetapi hanya lewat
cara-cara yang dikendalikan dengan cermat. Sebagia besar pembangunan ekonomi nasional
bergantung pada perusahaan asing dan hanya terjadi pada pertumbuha kecil pada industry
pribumi.
Terdapat perbandingan lain antara pemerintahan jajahan Belanda dan orde baru yang
bagaimanapun menunjukan perbedaan yang signifikan. Kedua pemerintahan ini
memberlakukan hukuman penjara politik untuk menyingkirkan lawan-lawan politik mereka.
Tetapi pemerintahan orde baru lebih banyak memberlakukan hukumn tersebut. Di samping
itu orde baru mngizinkan penyiksaan terhadap narapidana politiknya.
Salah satu perbedaan yang paling penting antara masyarakat orde baru dan
pemerintahan Belanda adalah menyangkut Islam. Salah satu penyebabnya adalah kesadaran
beragama masyarakat Indonesia, baik itu muslim maupun yang non muslim. Semakin
meningkat setelah tahun 1965, hal ini terjadi bukan tanpa resiko. Karena aktifitas para
reforisme Islam dan reaksi lawan. Mereka sejak awal abad XX, Masyarakat Indonesia
tersusun lebih berdasarkan garis aliran daripada kelas, sebuah pola yang diperkuat dengan
politisasi aliran selama period tahun 1950-65. Akibatnya potensi konflik sosial lokal
membesar.
Banyak kaum modernis mengalihkan perhatia mereka dari politik ke Dakwah.
Dengan begitu mereka berharap Islamisasi masyarakat Indonesia akan segera di

37
sempurnakan. Sikap ini menyebabkan banyak umat Islam yang taat mencurahkan tenaga
mereka kelembaga pendidikan. Kaum modernis juga mengalami frustasi agama akibat
pertumbuhan agama lain yang tak terduga setelah tahun 1965, mereka sadar bahwa
pembasmian PKI tidak lalu mengakibatkan Islam menjadi kuat.
Orde baru harus mengalami masalah-masalah sosial yang lebih besar daripada yang
dihadapi para reformis dimasa politk etis. Hal ini terjadi karena Belanda gagal menyelesaikan
masalah-masalh ini. Beberapa decade sebelumnya. Beland gagal memenuhi kesejahteraan
bangsa yang pada tahun 1930 berpenduduk 60,7 juta orang. Karena kelalaian selama
beberapa dekade lalu dan mendesaknya kebutuhan untuk terlebih dahulu mengendalikan
ekonomi bangsa ditahun tahun setelah 1965, maka mungkin tak mengejutkan jika
pemerintahan orde baru awalnya tidak mampu berkontribusi banyak dalam memenuhi
kesejahteraan penduduknya.
Pada pusat peristiwa-peristiwa rumit dan kekerasan yang berlanjut pada pembentukan
dan stabilisasi rezim orde baru ini, berdirilah seseorang yang kurang dikenal Jendral
Soeharto. Soeharto hidup benar-benar sebagai putra pedalaman Jawa daripada Soekarno.
Selama bulan Oktober 1965, runtuhnya demokrasi terpimpin dimulai. Pada 2 Oktober
Soeharto mengakui perintah dari Sukarno untuk mengambil komando tentaratetapi dengan
syarat bahwa Suhartolah yang memiliki kekuasan penuh untuk memulihkan ketertiban dan
keamanan.
Para pemuda anti komunis kini menguasai jalan-jalan membakar markas besar PKI di
Jakarta pada 8 oktober. Pada bulan Oktober 1965 pembunuhan dimulai, kekerasan yang
dikaitkan dengan orang PKI terjadi diseluruh daerah, tetapi pembunuhan masal yang
terbentuk terjadi di Jawa dan Bali. Konflik di Jawa Timur antara NU dan PKI yang telah
dimulai pada 1963 berubah menjadi pembunuhan masal secara menyeluruh yang dimulai dari
minggu kedua bulan Oktober 1965. Pembunuhan berakhir pada bulan-bulan pertama 1966,
meninggalkan korban kematian yang jumlahnya tidak diketahui dengan pasti. Dalam
sejarahnya, Indonesia belum pernah menyaksikan pembunuhan masala yang merenggut
korban begitu besar. Pembunuhan ini meninggalkan bekas yang begitu dalam dan tak
terlupakan bagi banyak rakyat Indonesia. Sukarno disusahkan dengan pembunuhan besar-
besaran dan keruntuhan revolusi usangnya. Pada bulan November 1965, dia dengan sedih
menghinbau kamu muslim untuk setidaknya menguburkan yang tewas. Pada bulan
Desember, dia mengubah sejrah dan menyakitkan hati perwira-perwira yang dulu bersimpati
kepadanya karena memuji peran PKI dalam Revolusi.

38
Pada bulan Februari 1966, Sukarno melakukan usaha terakhirnya, untyk melakukan
demokrasi terpimpin. Pada 21 Februari, dia merombak kabinetnya. Dia memberhentikan
Nasution sebagai menteri pertahanan dan menghapus jabatan kepala staf angkatan bersenjata,
kebijakan Soeharto konon menyulut kekerasan di Jakarta yang pada akhirnya mendesak
Sukarno menyerahkan kekuasaan pada Soeharto untuk memulihkan ketertiban. Para pemuda
pro-Sukarno berkelahi di jalan0jalan ibu kota.kedutaan Amerika diserang oleh pendukung
Sukarno pada 23 Februari. Sementara itu MAHMILLUB yang didirikan pada bulan
Desember 1965, menggelr persidangan untuk menguatkan pandangan bahwa PKI lah yang
mendalangi usaha kudeta 30 September 1965 dan untuk mencari tahu peranan Sukarno dalam
usaha kudeta tersebut.
Pada bulan Mei 1966, Soeharto mendukung berakhirnya konfrontasi, dan delegasi
perwira senior menunjukan iktikad baik dengan berkunjung ke Kuala Lumpur. Hanya dalam
hitungan hari Jepang mendukung pemerintahan nonkomunis Orde Baru 29 Mei. Hubungan
diplomatik penuh antar Indonesia dengan Malaysia dipulihkan pada bulan Agustus 1967.
Namun, situasi politik dalam negeri tidak sepenuhnya dibawah kendali Orde Baru. Serangan
balasan yang dilakukan oleh pasukan Pro-Sukarno masih mungkin terjadi, orang-orang anti
Sukarno dikalangan militer dan Islam menginginkan PNI sebagai imbangannya.

39
STUDI GENDER, KEORGANISASIAN DAN KELEMBAGAAN KOPRI

A. Sejarah dan hakikat gender


Gender adalah konsep yang mengacu pada peran, fungsi dan tanggung jawab antara
perempuan dan laki-laki yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial
dan budaya masyarakat. Pembedaan karakteristik, posisi dan peran antara perempuan dan
laki-laki mengakibatkan ketimpangan relasi antara perempuan dan laki-laki dalam
masyarakat. Perempuan seringkali dianggap lebih lemah dibandingkan laki-laki, dan laki-
laki dianggap memiliki hak lebih besar atas sumber daya daripada perempuan misalnya
dalam hal pendidikan, pekerjaan dan harta warisan. Gender merupakan pembedaan
karakteristik, posisi dan peran yang dilekatkan masyarakat terhadap perempuan dan laki-
laki. Pembedaan ini terjadi akibat konstruksi sosial yang berkembang dan hidup dalam
masyarakat. Konsep gender bersifat tidak tetap, berubahubah serta dapat dialihkan dan
dipertukarkan menurut waktu, tempat, keyakinan dan budaya masyarakat.
Contoh:
• Perempuan dianggap pasif, emosional, lemah;
• Perempuan dianggap tidak mampu memimpin;
• Perempuan dituntut bertanggungjawab mengurus rumah tangga dan merawat anak.
Berikut adalah pengertian gender dari berbagai sumber dan ahli :
1. Kata "Gender" berasal dari bahasa Inggris "gender" berarti "jenis kelamin".
Dalam Webter New World Dictionary, gender diartikan sebagai "perbedaan yang
tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku".
2. Di dalam Women Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu
konsep kultural yang berupaya membut pembedaan (distinction) dalam hal peran,
perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang
berkembang dalam masyarakat.
3. Hilany M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex and Gender, an Introduction
mengatakan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan
perempuan (cultural ecpectations for women and men), Pendapat ini sejalan dengan
pendapat umumnya kaum feminis seperli Linda L. Lindsey, yang menganggap
semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-Iaki atau
perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (what A given society difines
as masculine or feminine is a component of gender).

40
4. HT. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar
untuk menentukan perbedaan sumbangan laki-Iaki dan perempuan pada
kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka menjadi laki-
laki dan perempuan.
5. Elaine Showalter mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari konstrukli sosial budaya. Ia menekankannya sebagai konsep
analisis (an analytic concept) yang dapat digunakan untuk menunjukkan sesuatu.
6. Kantor Menteri Urusan Peranan Wanita dengan ejaan "gender". Gender
diartikan sebagai "interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni
laki-laki dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan
pembagian karya yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.
Dari berbagai definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu
konsep yang digunakan untuk mengidentilikasi perbedaan laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi sosial budaya. Gender dalam arti ini mendefinisikan laki-laki dan
perempuan dari sudut non biologis. Konsep gender yakni suatu hal yang melekat
pada kaum laki-laki alan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun
kultural sejarah perbedaan gender (gender difference) antara manum jenis laki-laki
dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu,
terbentuknya perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk,
disosiaiasikan, diperkuat bahkan dikonstruksi secara sosil dan kultural melalui ajaran
keagamaan maupun negara.
Sejarah perbedaan gender antara seorang pria dengan seorang wanita terjadi
melalui proses yang sangat panjang dan dibentuk oleh beberapa sebab, seperti
kondisi sosial budaya, kondisi keagamaan, dan kondisi kenegaraan. Dengan proses yang
panjang ini, perbedaan gender akhirnya sering dianggap menjadi ketentuan Tuhan
yang bersifat kodrati atau seolah-olah bersifat biologis yang tidak dapat diubah lagi.
Inilah sebenarnya yang menyebabkan awal terjadinya ketidakadilan gender di tengah-
tengah masyarakat. Gender memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan
seseorang dan dapat menentukan pengalaman hidup yang akan ditempuhnya. Gender
dapat menentukan akses seseorang terhadap pendidikan, dunia kerja, dan sektor-
sektor publik lainnya. Gender juga dapat menentukan kesehatan, harapan hidup, dan
kebebasan gerak seseorang. Jelasnya, gender akan menentukan seksualitas,
hubungan, dan kemampuan seseorang untuk membuat keputusan dan bertindak

41
secara otonom. Akhirnya, genderlah yang banyak menentukan seseroang akan
menjadi apa nantinya.
Gender berbeda dengan sex. Gender secara umum digunakan unttuk
mengidentikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya. Sedangkan
sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan
dari segi anatomi biologis. Istilah sex berkonsentrasi pada aspek biologis seseorang,
meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormone dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi,
dan karakteristik biologis lainnya. Sementara gender lebih banyak berkonsentrasi pada
aspek sosial budaya, psikologis dan aspekaspek non biologis lainnya.
Secara fisik biologis, laki-laki dan perempuan tidak saja dibedakan oleh
identitas jenis kelamin, bentuk dan anatomi biologi lainnya, melainkan juga komposisi
kimia dalam tubuh. Perbedaan yang terakhir ini menimbulkan akibal-akibat fisik
biologis seperti laki-laki yang mempunyai suara lebih besar, berkumis, berjenggot,
pinggul lebih ramping dan dada yang datar. Sementara perempuan mempunyai
suara lebih bening, buah dada menonjol, pinggul umumnya lebih besar dan organ
reproduksi yang amat berbeda dengan laki-laki.
B. Keadilan dan Ketidakadilan Gender
Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan
perempuan. Kesetaraan gender adalah kesamaan dan keseimbangan kondisi antara
perempuan dan laki laki untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia
agar mampu berperan dan berpartisipasi di berbagai bidang.
Kesetaraan gender diperlukan karena dalam masyarakat masih terjadi berbagai
ketimpangan gender antara perempuan dan laki-laki. Tercermin pada masih rendahnya
kualitas hidup dan peran perempuan termasuk tingginya kasus kekerasan terhadap
perempuan. Ada kesenjangan dalam hal akses dan partisipasi dalam pembangunan dan
penguasaan sumber daya antara perempuan dan laki-laki. Sementara itu peran serta
partisipasi perempuan juga masih rendah dalam berbagai bidang.
Kesetaraan gender secara intrinsik terkait dengan pembangunan berkelanjutan dan
sangat penting bagi realisasi hak asasi manusia untuk semua orang. Tujuan keseluruhan
kesetaraan gender adalah terciptanya masyarakat di mana perempuan dan laki-laki
menikmati kesempatan, hak dan kewajiban yang sama di semua bidang kehidupan.
Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan ada saat kedua jenis kelamin dapat berbagi
secara setara dalam distribusi kekuatan dan pengaruh; memiliki kesempatan dan akses

42
yang sama untuk mendapatkan hak-haknya, serta benar-benar terbebas dari paksaan dan
intimidasi.
Kesetaraan gender yang dimaksud adalah kesetaraan substantif yang memberikan
perhatian khusus pada peran dan fungsi reproduksi perempuan, serta pada kesenjangan
atau ketimpangan gender yang ada selama ini, dengan memastikan bahwa kebijakan dan
praktik yang ada tidak mendiskriminasi perempuan berdasarkan fungsi reproduksinya.
Contoh:
• Cuti melahirkan tidak dapat dianggap mendiskriminasi laki-laki;
• Kebijakan aksi afirmatif 30% keterwakilan perempuan di bidang politik adalah untuk
mengejar ketertinggalan dan mengatasi kesenjangan akses dan peran perempuan di
bidang politik.
Perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan gender (gender
inequelities) bagi kaum laki-laki terutama terhadap kaum perempuan. Ketidakadilan
gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan yakni: marginnalisasi
atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam
keputusan politik, pembentukan stereotip atau dalam pelabelan negatif kekerasan
(violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi ideologi
nilai peran gender.
1. Gender dan Marginalisasi Perempuan
Proses marginalisasi yang mengakibatkan kemiskinan. sesungguhnya banyak sekali
terjadi dalam masyarakat dan negara yang menimpa kaum laki-laki dan
perempuan yang disebabkan oleh berbagai kejadian, misalnya; penggusuran,
bencana alam atau proses eksploitasi, namun adalah satu bentuk pemiskinan,
disebabkan oleh gender. Ada beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu
serta mekanisme protes marginalisasi kaum perempuan karena perbedaan gender
tersebut. Dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan pemerintah, keyakinan,
tafsir agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau bahkan asumsi ilmu
pengetahuan.
2. Gender dan Subordinasi
Pandangan gender ternyata bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan.
Anggapan bahwa perempuan itu irrasional atau emosional sehingga perempuan tidak
bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan
pada posisi yang tidak penting. Subordinasi karena gender tersebut terjadi dalam

43
segala macam bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu. Di
Jawa, dulu ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggitinggi, toh
akhirnya akan ke dapur juga. Bahkan pemerintah pernah memiliki peraturan
bahwa jika suami akan pergi belajar (jauh dari keluarga), dia bisa mengambil
keputusan sendiri. Sedangkan bagi istri yang hendak tugas belajar ke luar negeri
harus seizin suami. Dalam rumah tangga, masih sering terdengar jika keuangan
keluarga sangat terbatas, dan harus mengambil keputusan untuk menyekolahkan anak-
anaknya, maka anak-anak laki akan mendapatkan prioritas utama. Praktis/
perbuatan seperti itu sesungguhnya berangkat dari kesadaran gender yang tidak adil.
3. Gender dan Stereotipe
Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu
kelompok tertentu. Celakanya, stereotipe selalu merugikan dan menimbulkan
ketidakadilan. Salah satu garis stereotipe itu adalah yang bersumber dari
pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan jenis kelamin tertentu, umumnya
perempuan yang bersumber dari penandaan (stereotipe) yang dilakukan pada
mereka. Misalnya penandaan yang berawal dari asumsi bahwa perempuan bersolek
adalah dalam rangka memancing perhatian lawan jenisnya, maka tiap ada kasus
kekerasan atau pelecehan seksual selalu dikaitkan dengan stereotipe ini. Bahkan jika
ada pemerkosaan yang dialami oleh perempuan, masyarakat berkecenderungan
menyalahkan korbannya. Masyarakat memiliki anggapan bahwa tugas utama kaum
perempuan adalah melayani suami. Stereotipe ini berakibat wajar sekali bila
pendidikan kaum perempuan dinomorduakan
4. Gender dan Kekerasan
Kekerasan (violence) adalah serangan atau invansi (assault) terhadap fisik
maupun integritas mental pslikologis seseorang. Kekerasan terhadap sesama
manusia pada dasarya berawal dari berbagai sumber, namun jelas satu kekerasan
terhadap satu jenis ke1amin tertentu yang disebabkan oleh bias gender ini.
Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related
violence. Pada dasarnya, kekerasan gender disebabkan oleh ketidaksetaraan
kekuatan yang ada dalam masyarakat.
5. Gender dan Beban Kerja (Double Burden)
Adanya anggapan bahwa kaum perempuan memilikisifat memelihara dan rajin serta
tidak cocok untuk menjadi kepala rumah tangga, berakibat bahwa semua

44
pekerjaan domestik rumah tangga menjadi tanggung jawab perempuan.
Manifestasi ketidakadilan gender dalam bentuk margina1isasi ekonomi,
subordinasi, kekerasan, stereotipe dan beban kerja tersebut terjadi di berbagai
tingkatan.
C. Perempuan dalam Islam
Bagaimana sesungguhnya pandangan Islam (Al-Qur'an dan Hadits) dalam
menempatkan perbedan jenis kelamin daIam konsep pranata sosial. Catatan sejarah
tentang kedudukan dalam struktur sosial, khususnya masyarakat Arab pra-Islam
sangat memprihatinkan. Perempuan dipandang tidak lebih dari "obyek", perlakuan
seks kaum laki-Iaki dan dianggap sebagai beban dalam strata sosial. Itulah sebabnya,
dalam budaya masyarakat Arab ketika itu bukan sesuatu yang naif untuk
"menyingkirkan" perempuan dalam kehidupan dan pergaulan mereka. Tidak segan-
segan mereka membunuh, bahkan mengubur anak perempuan mereka. AI-Qur'an
sendiri secara langsung menyinggung hal ini dan menyindir mereka yang berpikiran
picik yang menganggap anak, khususnya perempuan, hanya sebagai beban sosial dan
ekonomi.
QS. Al-An'am (16): 151: … Dan janganlah kamu membunuh anak-anak
kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rizki kepadamu dam kepada
mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yag tampak
diataranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membubuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang
diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya”.
Islam mengakui adanya perbedaan (distintion) antara laki-Iaki dan perempuan,
bukan pembedaan (discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik
biologis perempuan yang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki., namun perbedaan
itu tidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan yang lainnya.
Dalam Islam, kaum perempuan juga memperoleh berbagai hak sebagaimana halnya
kawan lakilaki.
1. Hak-Hak Dalam Bidang Politik.
Tidak ditemukan ayat/hadits yang melarang kaum perempuan untuk akill dalam dunia
polilik. Hal ini terdapat dalam QS. &I-Taubah (9): 71, QS. al-Mumtahanah (160): 12.
2. Hak-hak dalam Memilih Pekerjaan.

45
Memilih pekerjaan bagi perempuan juga tak ada larangan baik itu di dalam atau di
luar rumah, baik secara mandiri atau secara kolektif, baik di lembaga pemerintah
atau swasta. Selama pekerjaan tersebut dilakukan dalam suasana terhormat, sopan
dan tetap memelihara agamanya, serta tetap menghindari dampak negatif dari
pekerjaan tersebut terhadap diri dan lingkungannya.
3. Hak memperoleh pekerjaan.
Kalimat pertama yang diturunkan daIam Al-Qur'an adalah kalimat perintah,
yaitu perintah untuk membaca (iqra'). Perintah untuk menuntut ilmu pengetahuan
tidak hanya bagi kaum laki-Iaki lelapi juga perempuan "menuntut ilmu
pengetahuan difardlukan kepada kaum Muslim laki-Iaki dan perempuan".
D. Sejarah dan Keorganisasian KOPRI
PMII menyadari bahwa anggotanya perlu diberdayakan semaksimal mungkin. Selama
ini kader putri PMII dirasa belum banyak yang diberi kesempatan untuk memaksimalkan
potensinya, padahal jumlah anggota putri PMII terbilang banyak. Untuk itu, konstitusi
PMII mensyaratkan keberadaan kader putri dalam setiap tingkatan kepengurusan PMII
diberi kuota minimal 1/3 (dari PB sampai Rayon).
1. Landasan Normatif
Dalam Bab VII Anggaran Rumah Tangga (ART) PMII tentang Kuota
Kepengurusan, Pasal 20 dinyatakan, ayat (1) Kepengurusan di setiap tingkat harus
menempatkan anggota perempuan minimal 1/3 keseluruhan anggota pengurus; dan
ayat (2) Setiap kegiatan PMII harus menempatkan anggota perempuan minimal 1/3
dari keseluruhan anggota. Penjelasan soal pemberdayaan anggota perempuan PMII
ada dalam bab VIII Pasal 21 ayat (1) Pemberdayaan Perempuan PMII diwujudkan
dengan pembentukan wadah perempuan yaitu KOPRI (Korp PMII Putri), dan ayat (2)
Wadah Perempuan tersebut diatas selanjutnya diataur dalam Peraturan Organisasi
(PO).
Adapun wadah pemberdayaan anggota putri PMII ditegaskan dengan
pembentukan lembaga khusus bernama Korp PMII Putri (KOPRI) sebagaimana
dalam Bab IX tentang Wadah Perempuan. Dalam Pasal 22, ayat (1): Wadah
perempuan bernama KOPRI; ayat (2) KOPRI adalah wadah perempuan yang
didirikan oleh kader-kader Putri PMII melalui Kelompok Kerja sebagai keputusan
Kongres PMII XIV; ayat (3) KOPRI didirikan pada 29 September 2003 di Asrama
Haji Pondok Gede Jakarta dan merupakan kelanjutan sejarah dari KOPRI yang

46
didirikan pada 26 November 1967; dan ayat (4) KOPRI bersifat semi otonom dalam
hubungannya dengan PMII. Struktur KOPRI sebagaimana struktur PMII, terdiri dari :
PB KOPRI, PKC KOPRI, PC KOPRI, PK KOPRI, dan PR KOPRI.
2. Visi dan Misi KOPRI
Visi KOPRI adalah Terciptanya masyarakat yang berkeadilan berlandaskan
kesetaraan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan Misi KOPRI
adalah Mengideologisasikan nilai keadilan gender dan mengkonsolidasikan gerakan
perempuan di PMII untuk membangun masyarakat berkeadilan gender.

47

Anda mungkin juga menyukai