Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEASWAJAAN

Tentang Ajaran Aswaja di dalam bidang akidah,fiqih ,tasawuf

Dosen pengampu :Abdul Wafi Lc,.M.H

Kelompok 4

Fadli Zilfikam 21901012030

Mustika Muzdalifah 21901012057

Salsabila Alwiyah 21901012050

Sisti Afriyah Dewi Setiani 22001012070

FAKULTAS AGAMA ISLAM

HUKUM KELUARGA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2021/2022
Kata Pengantar

AssalamualaikumWr.wbPuji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayahNya kami dapat menyelesaikan tugas ini .tidak lupa shalawat serta salam saya curahkan
untuk Nabi Muhammad SAW beserta keluarga,sahabat,dan umatnya.

Tugas ini merupakan tentang bahan kuliah yang bertujuan agar mahasiswa dapat lebih
mengerti konsep aliran Aswaja di bidang akidah,fiqih dan tasawuf,dan menerapkan secara
langsung ilmu yang diperoleh selama mengikuti mata kuliah ini.

Kami menyadari bahwa makalah kami masih terdapat kekurangan karena keterbatasan kami
sebagai manusia.Untuk itu kami berharap kritik dan saran yang membangun agar makalah ini
menjadi lebih baik lagi.kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
kami dan bagi para pembaca.Terimah kasih wassalamu'alaikum wr,wb.

Malang,15 April,2022
Daftar isi

Table of Contents
KATA PENGANTAR1...................................................1
DAFTAR ISI...................................................................2
BAB I PENDAHULUAN .......................................3

BAB II PEMBAHSAN .........................................4

BAB III KESIMPULAN .......................................5

DAFTAR PUSTAKA .......................................6


BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Ajaran Islam adalah sempurna yang bersifat universal, tentunya membutuhkan kajian dan
penafsiran yang cermat supaya menghasilkan akurasi kesimpulan hukum yang tepat. Maka
Aswaja juga berpedoman terhadap pemikiran para mujtahid yang dianggap lebih mampu dalam
menginterpretasi dari sumber utamanya.Aswaja adalah faham yang berpegang teguh pada tiga
madzhab sebagaimana dilansir oleh KH. Bisri Mustofa, yaitu; Bidang hukum Islam menganut
salah satu empat masdzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali), Bidang Tauhid menganut ajaran
Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi, Bidang Tasawuf menganut Imam
Abu Qosim al-Junaidi

Dalam pokok-pokok ajaran Islam secara universal hampir semua golongan memiliki
pemahaman yang sama terhadap ayat-ayat dan hadits qath’i dan hal-hal pokok lainnya, seperti
tentang ke- Esaan Allah, kewajiban shalat, puasa, zakat dan lainnya.Dengan menekankan
kekuatan akalnya, Mu’tazilah beranggapan bahwa akal manusia bebas menembus hal-hal yang
berhubungan dengan Tuhan, sementara Asy’ariyah mengganggap bahwa akal tidak akan
sanggup kecuali ada petunjuk naql atau nash.

Faham Ahlussunnah Wal Jama’ah meliputi tiga ruang lingkup yaitu : Lingkup Aqidah, Syari’at
dan Akhlak Tasawuf. Selanjutnya, untuk membedakan lingkup-lingkup lain, perlu ditegaskan
dengan menyebut masing-masingnya menjadi Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah, Syari’at
(ibadah) Ahlussunnah Wal Jama’ah, dan Akhlak Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Pertama, Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Adapun dalam bidang akidah, yang memenuhi
kriteria Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah golongan yang dikenal dengan nama Asy’ariyah
(pengikut Iman Abu Hasan al-Asy’ari) dan Maturidiyah (pengikut Imam Abu Manshur al-
Maturidi). Merekalah golongan mayoritas dari masa ke masa. Pandangan mereka dalam akidah
adalah sama persis dengan pandangan ulama salaf, hanya saja sesuai tuntutan zaman, mereka
memberikan hujjah dengan argumen-argumen rasional sehingga aqidah yang kuat dari sisi
naql(periwayatan) dan juga kuat dari sisi ‘aql (akal). Tak heran sejarah membuktikan bahwa
hanya akidah Asy’ariyah dan Maturidiyah yang tahan uji menghadapi berbagai tantangan dari
kelompok lain.

Kedua, Syariat (fiqh) Ahlussunnah Wal Jama’ah. Dalam konteks historis, institusi fiqh yang
sejarah dengan konteks substansial paham Ahlussunnah Wal Jama’ah ialah empat madzhab
besar dalam fikih islam, madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali.

Ketiga, Akhlak/Tasawuf Ahlussunnah Wal Jama’ah. Adapun lingkup yang ketiga ini, paham
Ahlussunnah Wal Jama’ah mengikuti wacana yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti
imam al-Ghazali, al-Junaidi dan tokoh-tokoh lainnya yang sepaham termasuk Abu Yazid al-
Bustami, pemikiran akhlak mereka ini memang tidak melembaga menjadi madzhab tersendiri
sebagaimana dalam lingkup akidah dan fikih, namun wacana mereka itu sejalan dengan
substansi paham Ahlussunnah Wal Jama’ah serta banyak diterima oleh mayoritas umat islam

2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Ajaran Aswaja di bidang Akidah ?


2. Bagaimana Ajaran Aswaja di bidang fiqih ?
3. Bagaimana Ajaran Aswaja di bidang Tasawuf ?

3.Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimanakah ajaran Aswaja di bidang Akidah


2. Untuk mengetahui ajaran Aswaja di dalam bidang fiqih
3. Untuk mengetahui ajaran Aswaja di dalam bidang tasawuf
BAB 2

PEMBAHASAN

1. Ajaran Aswaja di bidang Akidah

Aqidah menurut Bahasa Arab (Etimologi) berawal dari kata al-'aqdu (leal) yang bermakna
ikatan, at-tautsiqu yang bermakna keyakinan atau kepercayaan yang kuat, al- ihkaamu yang
maknanya mengokohkan (menentukan), dan ar-rabthu biquwwah yang bermakna mengikat
dengan kuat. Sedang menurut istilah (terminologi), 'aqidah ialah iman yang kuat dan pasti, yang
tidak ada kebimbangan sedikit pun untuk orang yang meyakini. Ahlulsunnah wal Jama'ah
sendiri lebih mengutamakan jika:

 Pilar pokok ke-imanan manusia ialah Tauhid, sebuah kepercayaan yang kuat dan murni
yang ada pada hati tiap Muslim jika Allah-lah yang Menciptakan, Memelihara dan
Mematikan kehidupan alam semesta. Dia Esa, tidak terbilang serta tidak mempunyai
sekutu.
 Pilar yang ke dua ialah Nubuwwat, yakni dengan meyakini jika Allah sudah menurunkan
wahyu ke para Nabi dan Rosul sebagai utusannya. Suatu wahyu yang dijadikan sebagai
panduan dan referensi ummat manusia dalam menjalani kehidupan ke arah jalan
kebahagiaan dunia dan akhirat, dan jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Dalam doktrin
Nubuwwat ini, ummat manusia harus mempercayai dengan seutuhnya jika Muhammad
SAW ialah utusan Allah SWT, yang membawa risalah (wahyu) untuk umat manusia.
Beliau ialah Rasul paling akhir, yang wajib diikuti oleh tiap manusia.
 Pilar yang ke-3 ialah Al-Ma'ad, sebuah keyakinan jika nanti manusia bakal diba kitkan
dari kubur, di hari kiamat dan tiap manusia akan mendapatkan imbalan sesuai amal dan
tindakannya (yaumul jaza'). Dan mereka akan dihitung (hisab) semua amal tindakan
mereka sepanjang hidup di dunia. Mereka yang banyak beramal baik akan masuk surga
dan mereka yang ban beramal jelek akan masuk neraka.
Dibidang aqidah atau tauhid dalam memurnikan iman kaum muslim supaya sesuai ajaran Rosul
dan para sahabat, kita mesti mengikuti rumusan dari 2 Ulama Salaf yakni:

1. Al-Asy'ari (Abu Hasan Ali Bin Isma'il Al- Asy'ari) terlahir di Basrah 260H/ 874M dan Meninggal
dunia 324H/936M, Beliau masih dzuriah sahabat Rosul, Abu Musa Al-Asy'ari

2. Al-Maturidi (Abu Mansur Muhammad Bin Muhammad Bin Mahmud Al- Maturidi) Terlahir di
Maturid dan meninggal dunia di Samarkand 333H/944M.

Aqidah Asy'ariyah

Sikap tawasuth diperlihatkan oleh Asy'ariyah dengan prinsip al-kasb (usaha). Menurut Asy'ari,
tindakan manusia dibuat oleh Allah, tetapi manusia mempunyai peran dalam tindakannya. Kasb
mempunyai arti kebersamaan kekuasaan manusia dengan tindakan Tuhan. Kasb juga
mempunyai arti keaktifan dan kalau manusi bertanggungjawab atas tindakannya.

Dengan prinsip kasb itu, aqidah Asy'ariyah membuat manusia selalu usaha secara inovatif
dalam hidupnya, namun tidak melupakan bahwa Tuhan lah yang memastikan segalanya. Dalam
kondisi kehidupan saat ini, aqidah Asy'ariyah paling memungkinkan dijadikan dasar dalam
memajukan bangsa. Sikap tasamuh (toleransi) diperlihatkan oleh Asy'ariyah, diantaranya dalam
prinsip kekuasaan Mutlak Tuhan. Tak ada yang dapat membatasi kehendak serta kekuasaan
Tuhan. Walau dalam Al-Qur'an Allah berjanji bakal memasukkan orang baik ke surga dan orang
yang jahat ke neraka, tetapi tak bermakna kekuasaan Allah terbatasi, semua ketentuan tetap
ada di kekuasaan Allah SWT.

Asy'ariyah memiliki pendapat wahyu di atas akal, dia memiliki pendapat jika walau wahyu di
atas akal, tetapi akal masih dibutuhkan dalam memahami wahyu. Bila akal tak sanggup
memahami wahyu, karena itu akal mesti tunduk dan mengikuti wahyu. Karena kapabilitas akal
terbatas, jadi tidak semuanya yang ada dalam wahyu bisa dimengerti oleh akal dan didesal
sama dengan opini akal. Dengan begitu, bagi Asy'ariyah rasionalitas diterima.

Kerja-kerja logis disegani sebagai penerjemah dan pengartian wahyu dalam rangka untuk
memastikan beberapa langkah ke dalam penerapan segi kehidupan manusia. Asy'ariyah
memiliki pendapat jika Allah mempunyai sifat. Meskipun sifat berbeda dengan dzat-Nya, tapi
sifat ialah qadim dan azali. Allah Maha Mengetahui, misalkan, tidak dengan pengetahuan-Nya,
namun dengan sifat ilmu-Nya. Dalam memahami sifat Allah yang qadim ini, Asy'ariyah memiliki
pendapat jika kalam, satu missal, ialah sifat Allah yang qadim dan azali, Karenanya Al-Quran
sebagai kalam Allah ialah qadim, al- Quran bukan makhluk. Jadi dia tidak diciptakan.
Aqidah Maturidiyah

Dalam konsepnya, aqidah Maturidiyah mempunyai kesesuaian dengan aqidah Asy'ariyah. Hal
ini diperlihatkan oleh langkah dalam memahami agama yang tak secara berlebihan seperti
golongan Mu'tazilah. Yang sedikit membedakan ke duanya, kalau Asy'ai fiqihnya memakai
mazhab Imam Syafi'i dan Imam Maliki, sedang Maturidiyah memakai madzhab Imam Hanafi.
Sikap tawasuth yang diperlihatkan oleh Maturudiyah ialah usaha perdamaian di antara an-naqli
dan al-aqli (nash dan akal).

Maturidiyah memiliki pendapat jika satu kekeliruan seandainya kita stop melakukan perbuatan
di saat tidak ada nash (naql), sama pula salah jika kita tidak teratasi dalam memakai rasio ('aql).
Memakai 'aql sama utamanya dengan memakai naql. Karena akal yang dipunyai oleh manusia
juga berawal dari Allah, karenanya dalam al- Quran Allah memerintah umat islam untuk
memakai akal dalam mendalami tanda-tanda (al- ayat) kekuasaan Allah yang ada di alam raya.
Dalam al-Quran misalkan ada kalimat liqaumin yatafak-karun, liqaumin ya'qilun, dan lain-lain.
Maknanya jika pemakaian akal itu, semua ditujukan supaya manusia memperteguh iman dan
takwanya terhadap Allah SWT. Pendapat Maturudiyah mengenai status akal pada wahyu,
menurutnya wahyu mesti diterimah penuh. Tetapi bila terjadi ketidaksamaan di antara wahyu
dan akal, karena itu akal harus berperanan mentakwilnya. Pada ayat-ayat tajsim (Allah memiliki
tubuh) atau tasybih (Allah serupa makhluk) mesti didefinisikan dengan makna majazi
(perumpamaan). Contoh seperti lafal "yadullah" yang makna aslinya "tangan Allah" ditakwil jadi
"kekuasaan Allah" Mengenai sifat Allah, Maturidiyah dan Asy'ariyah sama menerimanya.
Tetapi, sifat-sifat itu bukan suatu hal yang ada di luar dzat -Nya. Sifat berbeda dengan dzat, tapi
tidak dari selain Allah. Misalkan Tuhan Maha Mengetahui bukan dengan dzat-Nya, tapi dengan
pengetahuan ('ilmu)-Nya (ya'lamu bi'ilmihi).

Maturidiyah memiliki pendapat jika kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh Tuhan
sendiri, jadi tidak mutlak. Meski begitu, Tuhan tidak bisa diminta atau terpaksa melakukan
perbuatan apa yang dikehendaki- Nya. Misalkan Allah menjanjikan orang baik masuk surga,
orang jahat masuk neraka, maka Allah akan memenuhi janji-janji itu. Tetapi dalam masalah ini,
manusia diberi kebebasan oleh Allah memakai daya untuk memutuskan di antara yang bagus
dan yang jelek.

Itulah keadilan Tuhan, lantaran manusia dikasih kebebasan untuk memutuskan dalam
melakukan perbuatan, jadi menurut Maturidiyah tindakan itu masih diciptakan oleh Tuhan.
Sehingga tindakan manusia sebagai tindakan bersama di antara manusia dan Tuhan.
2.Ajaran Aswaja di bidang fiqih

Hukum syariat islam bersumber dari Al-Quran dan al-Sunnah yang mana keduanya turun
beangsur-angsur berdasarkan kebutuhan masyarakat ketika itu. Ketika Rasulullah masih hidup
jika ada permasalahan agama bisa langsung diselesaikan dihadapan Rasulullah. Setelah
Rasulullah wafat, banyak terdapat permasalahan yang belum dijelaskan secara tegas dalam al-
Quran dan al-Sunnah, untuk memecahkan persoalan tersebut perlulah dilakukan ijtihad untuk
istimbath hukum. Orang yang mampu berijtihad biasa disebut mujtahid, seorang yang mampu
berijtihad secara mandiri dan mampu mempolakan pemahaman (manhaji) tersendiriterhadap
sumber pokok islam, yakni al-Quran dan al-Sunnah disebut mujtahid muthlaq mustaqil. Pola
pemahaman ajaran islam dengan melalui ijtihad para mujtahid lazim disebut madzhab.pola
pemahaman dengan metode, prosedur, dan produk ijtihad itu juga diikuti oleh umat Islam yang
tidak mampu melaksanakan ijtihad sendiri karena keterbatasan ilmu dan syarat-syarat yang
dimiliki. Orang yang mengikuti hasil ijtihad para mujtahid muthlaq disebut bermadzhab atau
taqlid. Dengan sistem bermadzhab ini ajaran Islam dapat terus dikembangkan, disebarluaskan
dan diamalkan dengan mudah oleh semua lapisan masyarakat.

Dalam bidang fiqih dan amaliyah faham Aswaja mengikutipola bermadzhab dengan mengikuti
salah satu madzhab fiqih yang di deklarasikan oleh para ulama’ yang mencapai tingkatan
mujtahid mutlaq. Beberapa madzhab fiqih yang pernah eksis dan diikuti oleh kaum muslim
Aswaja ialah madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, Sufyan al-Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Ibn
Jarir, Dawud al-Zahiri, al-Laits bin Sa’ad, al-Auza’i, Abu Tsaur dan lain-lain. Akan tetapi seiring
perkembangan zaman, dari sekian banyak madzhab fiqih hanya empat yang tetap eksis
digunakan oleh aliran Aswaja, yaitu madzhab Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Alasan
kenapa empat madzhab ini yang tetap dipilih oleh Aswaja yaitu:

 Kualitas pribadi dan keilmuan mereka sudah masyhur.


 Keempat Imam Madzhab tersebut merupakan Mujtahid Muthlaq Mustaqil, yaitu Imam
mujtahid yang mampu secara mandiri menciptakan Manhaj al-fikr, pola, metode, proses
dan proses istinbath dengan seluruh perangkat yang dibutuhkan.
 Para Imam tersebut mempunyai murid yang secara konsisten mengajar dan
mengembangkan madzhabnya yang didukung dengan buku induk yang masih terjamin
keasliana.
 Keempat Imam Madzhab itu mempunyai mata rantai dan jaringan intelektual diantara
mereka

Berikut penjelasan singkat mengenai empat madzhab tersebut:


Hanafiyah

Madzhab Hanafi didirikan oleh al-Imam Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit al-Kufi. Beliau lahir
pada tahun 80 H, dan wafat pada 150 H di Baghdad. Abu Hanifah berdarah Persia. Imam
Hanifah digelari al-Imam al-A’zham (Imam Agung), Beliau menjadi tokoh panutan di Iraq.
Menganut aliran ahl al-ra’yi dan menjadi tokoh sentralnya. Diantara manhaj istinbathnya yang
terkenal adalah Istihsan. Fiqih Abu hanifah yang menjadi rujukan Madzhab Hanafiyah ditulis
oleh dua orang murid utamanya, yitu Abu Yusuf Ibrahim dan Imam Muhammad bin Hasan al-
Syaibani. Pada mulanya madzhab ini diikuti oleh kaum muslim yang tinggal di Irak, daerah
tempat kelahiran Imam Abu Hnifah. Setelah muridnya, Abu Yusuf menjabat sebagai hakim
agung pada masa Daulah Abasiyyah, madzhab Hanafi menjadi populer di negara-negara Persia,
Mesir, Syam, dan Maroko. Dewasa ini, madzhab Hanafi diikuti oleh kaum Muslim di negara-
negara Asia Tengah, yang dalam refrensi klasik dikenal dengan negri sebrang Sungai Jihun
(Sungai Amu Daria dan Sir Daria), negara Pakistan, Afganistan, India, Banglades, Turki, Albania,
Bosnia dan lain-lain. Dalam bidang teologi mayoritas pengikut madzhab Hanafi mengikuti
madzhab al-Maturidi.

Malikiyah

Madzhab maliki dinisbatkan kepada pendirinya, yaitu al-Imam Malik bin al-Ashbahi. Beliau lahir
pada tahun 93 H, dan wafat pada 173 H di madinah. Imam Malik dikenal sebagai “Imam Dar al-
Hijrah”. Imam Malik adalah seorang ahli hadits sangat terkenal, sehingga kitab monumentalnya
yang berjudul al-Muwatha’ dinilai sebagai kitab hadits hukum yang paling shahih sebelum
adanya kitab Shahih Bukhari dan Muslim. Imam Malik juga mempunyai manhaj istinbath yang
berpengaruh sampai sekarang, Kitabnya berjudul al-Mahlahah al-Mursalah dan ‘Amal al-Ahl al-
Madinah. Madzhab ini diikuti mayoritas kaum Muslim di negara-negara Afrika seperti Libia,
Tunisia, Maroko, Aljazair, Sudan, Mesir dan lain-lain. Dalam bidang teologi seluruh Madzhab
Maliki mengikuti faham al-Asyari, tanpa terkecuali. Berdasarkan penelitian al-Imam Tajuddin al-
Subki.

Syafi’iyah

Madzhab ini didirikan oleh al-Imam Abu ‘Abdillah muhammad bin Idris al-Syafi’i. Lahir pada 150
H di Gaza, dan wafat pada tahun 204 H di Mesir. Imam Syafi’i mempunyai latar belakang
keilmuan yang memadukan antara Ahl al-hadits dan Ahl al-Ra’yi. Karena cukup lama menjadi
murid Imam Maliki dan Imam Muhammad bin Hasan (Murid besar Imam hanafi) di Baghdad.
Metodologi istinbathnya ditulis menjadi buku pertama dalam bidang Ushul al-Fiqh yang
berjudul al-Risalah. Pendapat Imam Syafi’i ada dua macam, yang disampaikan selama di
Baghdad disebut al-Qoul al-Qadim (pendapat lama), dan yang disampaikan di mesir disebut al-
qaul al-Jadid (pendapat baru). Madzhab Syafi’i diakui sebagai madzhab fiqih terbesar jumlah
pengikutnya diseluruh dunia, yang diikuti oleh mayoritas kaum muslim Asia Tenggara, seperti
Indonesia, India bagian selatan seperti daerah Kirala dan Kalkutta, mayoritas negara syam
seperti Siria, Yordania, Lebanon, Palestina, sebagian besar penduduk Yaman, mayoritas
penduduk Kurdistan, kaum Sunni Iran, mayoritas penduduk mesir dan lain-lain. Dalam bidang
teologi mayoritas pengikut madzhab Syafi’i mengikuti al-Asyari, sebagaimana yang ditegaskan
oleh al-Imam Tajuddin al-Subki.

Hanabali

Imam Ahmad ibn Hambal, biasa disebut Imam Hambali, lahir pada tahun 164 H, di Baghdad.
Imam Hambali terkenal sebagai tokoh Ahl al-Hadits. Beliau merupakan murid Imam Syafi’i
selama di Baghdad, dan sangat menghormati Imam Syafi’i. Imam Hambali mewariskan sebuah
kitab hadist yang terkait dengan hukum Islam berjudul Musnad Ahmad. Madzhab ini paling
sedikit pengikutnya, karena tersebarnya madzhab ini berjalan setelah madzhab-madzhab lain
tersosialisasi dan mengakar di tengah masyarakat. Madzhab ini diikuti oleh mayoritas penduduk
Najd dan sebagian kecil penduduk Mesir dan Syam. Dalam bidang teologi mayoritas ulama’
Hambali mengikuti aliran al-Asyari.

3. Ajaran Aswaja Di Bidang Tasawuf

Dari sisi bahasa, tasawuf berasal dari kata Shafaa yang artinya bersih atau suci. Ada yang
mengatakan berasal dari kata Shaff yang berarti barisan dalam salat. Ada juga yang mengatakan
berasal dari bahasa Yunani Shopia artinya Hikmah. Akan tetapi tujuannya sama yaitu
mementingkan kebersihan batin. Orang yang mengamalkan nya disebut Sufi sedangkan ilmunya
disebut tasawuf.

Menurut istilah, tasawuf adalah perpindahan sikap mental, keadaan jiwa dari suatu keadaan
kepada suatu keadaan yang lain yang lebih tinggi dan lebih sempurna, pindah dari ilmu
kebendaan (bersifat keduniawian) ke alam rohani( akhirat).
Tasawuf membimbing agar kualitas ibadah dan keislaman seseorang benar-benar sempurna,
Juga membimbing agar manusia mengenali hakikat sebagai hamba yang lemah dan selalu
bersandar, berserah diri kepada Allah dalam setiap perbuatannya jam. Berikut inti ajaran
tasawuf, khususnya yang menjadi kepercayaan Ahlusunnah Wal Jamaah:

Keikhlasan pengabdian kepada Allah sehingga memiliki jiwa yang bersih, tidak sombong, selalu
berhati-hati dan waspada. Tidak mudah puas dan selalu meningkatkan ibadah kepada Allah
SWT.

Menyadari kelemahan sebagai manusia sehingga selalu menerima kegagalan dengan


kebersihan jiwa, lapang dada, selanjutnya Berusaha atau berikhtiar dengan sungguh-sungguh
dan berserah diri semata-mata mendapat bimbingan dari ridho Allah.

Sejak abad ke-2 Hijriyah banyak tokoh ulama tasawuf yang terkenal diantaranya adalah Imam
Abu Mansur Al Maturidi, Imam Abu Hasan Al Asy'ari, Syekh Abdul Qodir Al Jaelani, Imam Al
Ghazali dan Imam Abul Qosim Al Junaidi Al Baghdadi dan lain sebagainya.

Berikut tiga golongan besar dalam tasawuf

Golongan yang antipati terhadap tasawuf dan hanya berpegang kepada syariat atau fiqih.
Diantara tokoh-tokoh Golongan ini adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu qoyyim dan lain sebagainya.

Golongan yang terlalu berlebihan bahkan sampai meninggalkan syariat. Mereka tidak lagi shalat
dan puasa. Bagi mereka, Jika seorang hatinya baik, maka tidak perlu lagi melakukan ibadah-
ibadah lain seperti salat, puasa, haji dan lain sebagainya.

Golongan yang menerima tasawuf tetapi juga tidak meninggalkan syariat.Tokoh-tokoh


Golongan ini adalah Imam Abul Qosim Al Junaidi Al Baghdadi dan Imam Al Ghazali termasuk
Syekh Abdul Qodir Al Jaelani.

Untuk ajaran tasawuf Ahlussunnah Wal Jamaah sendiri mengikuti Imam Abul Qosim Junaidi Al
Baghdadi dan Imam Al Ghazali. Junaidi Al Baghdadi merupakan salah satu ulama Sufi yang
terkenal dengan sebutan penghulu ulama akhirat. Lahir di Nahuwan tahun dan wafat di Irak
sekitar tahun 279 Hijriyah atau tahun 91 Masehi. Beliau adalah salah satu tokoh sufi yang
menguasai hadits dan fiqih serta dikenal sebagai tokoh kritis. Ia dibesarkan dalam dunia
tasawuf, dan merupakan seorang perumus sufisme yang Ortodoks.

Ajaran tasawufnya tidak berbeda-beda dengan pokok syariat dan menjaga kehidupan sufisme
yang tetap dalam batas wajar. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan ganjil apalagi
meninggalkan syariat. Imam Abu Qosim Junaidi Al Baghdadi berkata: Bagiku ibadah atau syariat
adalah sesuatu yang maha penting. Orang-orang yang melakukan zina dan mencuri itu lebih
baik daripada orang-orang yang berbuat ganjil dan meninggalkan syariat.
Al Ghazali lahir di wajah pada tahun 450 Hijriyah atau 1058 Masehi dan wafat di sana pada
tahun 505 Hijriyah atau 1111 Masehi. Beliau memperoleh gelar Hujjatul Islam sebab mampu
dan merupakan tokoh utama yang menyatukan sufisme dengan syariat. Beliau juga perumus
tasawuf dan membersihkannya dari unsur yang tidak Islami dan mengabdikannya kepada
paham sunni atau Ahlussunnah Wal Jamaah serta tasawufnya telah memperoleh restu dari
ijma' atau kesepakatan para ulama.

Pemilihan ajaran tasawuf Imam Abu Qosim Junaidi Al Baghdadi dan Imam Al Ghazali sebagai
sandaran ajaran di bidang tasawuf Ahlussunnah Wal Jamaah merupakan bukti bahwa NU
sebagai pembela dan penegak ajaran Islam Ahlussunnah Wal Jamaah dan sekaligus menolak
ajaran Wihdatul wujud atau Pantheisme dari Al Hallaj ( Manunggaling kawulo Gusti) yang
pernah berkembang di Indonesia.
BAB 3

KESIMPULAN

Golongan Ahlussunah Wal Jamaah yaitu golongan yang dalam teologi(Aqidah) mengikuti faham
As’ariyah atau Maturidliyah, dalam bidang Fiqh Mengikuti salah satu dari Madzahibul Arbaah
yaitu Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iah dan Hanabalah. Sedangkan dalam bidang tasawuf
mengikuti Imam Junaidi, atau yang sepaham dengan beliau, yang masyhur yaitu mengikuti
Imam Al-Ghazali.

Dibidang aqidah atau tauhid dalam memurnikan iman kaum muslim supaya sesuai ajaran Rosul
dan para sahabat, kita mesti mengikuti rumusan dari 2 Ulama Salaf yakni: Faham As'ariyah dan
Matiridhliyah

Sikap tawasuth diperlihatkan oleh Asy'ariyah dengan prinsip al-kasb (usaha). Menurut Asy'ari,
tindakan manusia dibuat oleh Allah, tetapi manusia mempunyai peran dalam tindakannya. Kasb
mempunyai arti kebersamaan kekuasaan manusia dengan tindakan Tuhan. Kasb juga
mempunyai arti keaktifan dan kalau manusi bertanggungjawab atas tindakannya.

Dalam konsepnya, aqidah Maturidiyah mempunyai kesesuaian dengan aqidah Asy'ariyah. Hal
ini diperlihatkan oleh langkah dalam memahami agama yang tak secara berlebihan seperti
golongan Mu'tazilah. Yang sedikit membedakan ke duanya, kalau Asy'ai fiqihnya memakai
mazhab Imam Syafi'i dan Imam Maliki, sedang Maturidiyah memakai madzhab Imam Hanafi.
Sikap tawasuth yang diperlihatkan oleh Maturudiyah ialah usaha perdamaian di antara an-naqli
dan al-aqli (nash dan akal).

Dalam bidang fiqih dan amaliyah faham Aswaja mengikutipola bermadzhab dengan mengikuti
salah satu madzhab fiqih yang di deklarasikan oleh para ulama’ yang mencapai tingkatan
mujtahid mutlaq.empat madzhab yang diikuti oleh aliran Aswaja yaitu madzhab
Hanafi ,Syafi'i,Maliki,dan Hambali.

Untuk ajaran tasawuf Ahlussunnah Wal Jamaah sendiri mengikuti Imam Abul Qosim Junaidi Al
Baghdadi dan Imam Al Ghazali. Junaidi Al Baghdadi merupakan salah satu ulama Sufi yang
terkenal dengan sebutan penghulu ulama akhirat. Lahir di Nahuwan tahun dan wafat di Irak
sekitar tahun 279 Hijriyah atau tahun 91 Masehi. Beliau adalah salah satu tokoh sufi yang
menguasai hadits dan fiqih serta dikenal sebagai tokoh kritis. Ia dibesarkan dalam dunia
tasawuf, dan merupakan seorang perumus sufisme yang Ortodoks.

Ajaran tasawufnya tidak berbeda-beda dengan pokok syariat dan menjaga kehidupan sufisme
yang tetap dalam batas wajar. Tidak melakukan perbuatan-perbuatan ganjil apalagi
meninggalkan syariat. Imam Abu Qosim Junaidi Al Baghdadi berkata: Bagiku ibadah atau syariat
adalah sesuatu yang maha penting. Orang-orang yang melakukan zina dan mencuri itu lebih
baik daripada orang-orang yang berbuat ganjil dan meninggalkan syariat.
Daftar pustaka

https://ayulweb.wordpress.com/2018/04/17/doktrin-aqidah-fiqih-dan-tasawuf-ahlussunah-
wal-jamaah/

https://www.maskuns.my.id/2021/03/ajaran-aswaja-ahlussunnah-wal-jamaah.html?m=1

http://www.tintaguru.com/2017/05/madzhab-akidah-fiqih-dan-tasawuf-nu.html

Abu Hasan Ali al-hasani al-Nadhowi, al-Sirah al-Nabawiyyah, (Beirut : Dar al-syuruq, 1984),

Haryanto Alfandi, Edi Rohani, Pengantar Studi Aswaja An-Nahdliyah, (Yogyakarta: LKIS, 2017,I),

Muhammad Hisyam Kabbani,Tasawuf dan Ihsan: Antivirus Kebatilan dan Kedzaliman,(Serambi:


Jakarta, 2007).

https://ayulweb.wordpress.com/2018/04/17/doktrin-aqidah-fiqih-dan-tasawuf-ahlussunah-
wal-jamaah/

https://www.abusyuja.com/2019/10/ajaran-ahlussunnah-wal-jamaah-bidang-akidah-
tasawuf.html?m=1#:~:text=Berikut%20inti%20ajaran%20tasawuf%2C
%20khususnya,meningkatkan%20ibadah%20kepada%20Allah%20SWT

Anda mungkin juga menyukai