Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN FIQH KONTEMPORER TENTANG BUNGA BANK

Dosen Pengampu:

Basri, S.Th.I., M.Hum

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok

Mata Kuliah: Fiqh Kontemporer

Oleh:

Rosmaning H. Wali : 203042006

Dina Nurjana : 203042023

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

IAIN SULTAN AMAI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobiil’aalamiin segala puji bagi Allan yang telah memberikan rida


serta rahmat-Nya kepada semua makhluk-Nya. Yang menurunkan agama Islam dan
menganugerahkan Al-Qur-an kepada Nabi Muhammad SAW., sebagai pedomanan bagi
umat muslim. Selawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.,
Nabi Rahmatan Lil’aalamiin.Makalah ini dibuat guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Fiqh Kontemporer kajian tentang “Bunga Bank”. Ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini, sehinnga makala ini dapat
terselesaikan.

Penulisan makalah ini telah diselesaikan. Akan tetapi, kami menyadari masih terdapat
banyak kekurangan baik dari segi tulisan maupun penyusunan kata dan kalimat. Oleh
karenanya, kami memohon kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan dalam makalah
kami.

Gorontalo, 06 Desember 2021

penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………

A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………


B. Rumusan Masalah……………………………………………………………..
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………...

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………….

A. Pengertian Bunga Bank…………………………………………………………


B. Jenis-Jenis Bungan Bank………………………………………………………
C. Bunga Bank Menurut Para Ulama……………………………………………

BAB III PENUTUP………………………………………………………………………….

A. KESIMPULAN…………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………….

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang
berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual
produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada
nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada
bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).1 Pendapat lain menyatakan interest yaitu
sejumlah uang yang dibayar atau dikalkulasikan untuk penggunaan modal. Jumlah
tersebut misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau peersentase modal yang
bersangkut-paut dengan itu yaag dinamakan suku bunga modal.
Dalam sistem ekonomi konvensional, bunga merupakan harga uang
(priceofcapital). Dimana dalam literatur-literatur ekonomi moneter banyak disebutkan
bahwa tinggi rendahnya permintaan dan penawaran akan uang tergantung pada
tingkat tingkat bunga. Dalam mekanisme ini bunga akan memiliki perilaku seperti
harga sebagaimana pada pasar barang. Pada masa sekarang, masyarakat dihadapkan
pada masalah bank, yang dalam prakteknya memberlakukan sistem bunga pada siapa
saja yang terlibat transaksi di dalamnya. Melakukan transaksi dengan bank sama
melakukan perbuatan riba. Akan tetapi, di masa sekarang ini bunga bank menjadi
suatu permasalahan yang tidak dapat dihindari oleh banyak orang yang melakukan
tindakan ekonomi, khususnya yang bergerak dalam bidang perbankan. Persoalan halal
tidaknya bunga bank sebagai instrumen keuangan sudah merupakan hal yang
kontroversial dalam dunia Islam sejak lama.
Kontroversi tersebut berkaitan dengan penafsiran ayat-ayat Al-Quran yang
melarang praktek riba. Berdasarkan penafsirannya, ada sebagian kaum muslimin yang
menyimpulkan bahwa kontrak pinjaman adalah perbuatan yang tidak bermoral, tidak
sah dan haram. Keberadaan Perbankan Islam dirancang untuk terbinanya hubungan
kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagai hasil usaha antara pemilik
modal yang menyimpan uangnya dibank sebagai pengelola dana dari masyarakat yang
membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha.2
B. Rumusan Masalah

1
Kasmir, Bunga dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2012), hal.114.
2
Muslimin H.Kara, Bank Syariah di Indonesia, Analisis kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap
Perbankan Syaria, (Yogyakarta: UII Press 2005), hal. 71-73.
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan
berikut:
1. Apa pengertian dari Bunga Bank?
2. Apa saja jenis Bunga Bank?
3. Bagaimana pendapat para ulama mengenai Bungan Bank?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Bunga Bank
2. Untuk mengetahui jenis-jenis Bungan Bank
3. Untuk memahami bagaimana pandangan para ulama terhadap Bungan Bank

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bunga Bank


Bank menurut Undang-Undang Pokok Perbankan tahun 1967 adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang. Dari pengertian tersebut, jelas bahwa bank akan
selalu dikaitkan dengan masalah uang. Rente adalah istilah yang berasal dari bahasa
Belanda yang dikenal dengan istilah bunga. Fuad Muhammad Bacharuddin
berpendapat bahwa rente adalah keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan bank,
karena jasanya meminjamkan uang untuk melancarkan perusahaan orang yang
meminjam. Berkat bantuan bank yang meminjamkan uang kepadanya, perusahaannya
bertambah maju dan keuntungan yang diperoleh juga bertambah banyak.3
Bunga bank juga diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh pihak bank
yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual
produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada
nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada
bank (nasabah yang memperoleh pinjaman). Ketetapan nilai mata uang yang memiliki
tempo atau tenggang waktu, yang diberikan oleh pihak bank kepada pemilik simpanan
atau peminjam dengan menarik sejumlah bunga (tambahan) tetap dari orang yang
memiliki simpanan atau pinjaman sebesar beberapa persen, seperti contoh 5% atau
10%.
Dunia perbankan dengan sistem bunga (rente), semakin dikenal dan
berkembang berbanding dengan perekonomia modern, sehingga hampir tidak
mungkin menghindarinya, apalagi menghilangkannya. Bank pada saat ini merupakan
suatu kekuatan ekonomi masyarakat modern.
B. Jenis-Jenis Bunga Bank
Dalam kegiatan bank konvensiaonal terdapat dua macam bunga yakni sebagai
berikut:
1. Bunga Simpanan
Bunga yang diberikan oleh pihak bank sebagai rangsangan atau balas jasa bagi
nasabah yang menyimpan uagnya di bank seperti jasa giro, bunga tabungan atau
bunga deposito. Bagi pihak bank, Bungan simpanan merupakan harga beli.
2. Bungan Pinjaman

3
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hal.182
Bunga yang dibebankan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar
oleh pemimjam kepada bank, seperti bunga kredit. Bagi pihak bank, bunga
pinjaman merupakan harga jual.
Bunga simpanan dan bunga pinjaman merupakan komponen utama faktor
biaya dan pendapatan bagi bank. Bunga simpana merupakan dana yang harus
dikeluarkan kepada nasabah, sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan
yang diterima dari nasabah. Selisih dari bunga pinjaman dikurangi bunga
simpanan merupakan laba atau keuntungan yang diterima oleh pihak bank.4
C. Bunga Bank Menurut Para Ulama
Islam tidak mengenal sistem perbankan modern dalam arti praktis, sehingga
terjadi perbedaan pendapat. Sehingga menimbulkan kesimpulan-kesimpulan hukum
yang berbeda pula, dalam hal boleh tidaknya, halal haramnya bunga bank ini. Ulama
kontemporer berbeda pandangan mengenai hukum bunga bank, ada yang
meperbolehkan dan yang mengatakan syubhat dan adapula yang mengharamkan
karena dianggap sama dengan riba.
1. Ulama yang Memperbolehkan
Syekh Ali Juma’ah, Muhammad Abduh, Muhammad Sayyid Thanthawi,
Abdul Wahab Khalaf dan Muhammad Syaltut menegaskan bahwa bunga bank
hukumnya boleh dan tidak termasuk riba. Meraka berpegangan pada firman Allah
subhanahu wata’ala surah An-Nisa ayat 29: “Hai orang-orang ynag beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu.” Mereka berpendapat bahwa dalam ayat ini Allah melarang memakan
harta orang lain dengan cara yang batil, seperti mencuri, menggasab dan dengan
cara riba. Sebaliknya Allah menghalalkan hal itu jika dilakukan dengan
perniagaan yang berjalan dengan saling ridha. karena adanya keridhaan dari kedua
belah pihak yang melakukan transaksi untuk menentukan besaran keuntungan
diawal inilah, sebagaimana yang terjadi di bank, dibenarkan dalam Islam. Selain
itu, mereka juga berpegang pada fatwa Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah yang
berbunyi “ sesungguhnya menginvestasikan harta di bank-bank yang menentukan
keuntungan atau bunga di depan hukumnya halal menurut syariat, dan tidak apa-
apa.5
4
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah), hal. 503-504.
lihat Ali Ahmad Mar’i, Buhus fi Fiqhil Mu’amalat, Asmaul Ulama Al-ladzina Ajazu Fawaidal Bunuk;
5

Fatwa Majma’ Buhusts al-Islam bi Ibdhati Fawaidil Masharif,(Kairo: Al-Azhar Press), hal. 134-158.
Hasan berpendapat bahwa bunga bank (rente) seperti yang berlaku di
Indonesia, bukan termasuk riba yang diharamkan karena tidak berlipat ganda
sebgaimana yang dimaksud dalam firman Allah dalam surah Ali-Imran ayar
30:“Hai orang-orang ynag beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda, dan bertaqwalah kmau kepada Allah supaya kamu mendapat
keuntungan.” A.Hasan memiliki pandangan bahwa pada kata “berlipat ganda”
dalam ayat tersebut, hanya menyatakan peristiwa (kejadian) yang pernah terjadi di
masa jahiliyah dan jangan di pahami mafhum mukhalafnya, yaitu sekiranya tidak
berlipat ganda, berarti tidak haram (diperbolehkan).6
Abduh dan Ridha serta Ibnu Qayyim, Abd al-Razzaq Sanhuri, yang
merupakan pakar hukum Islam kebangsaan Mesir, menegaskan bahwa bunga yang
dilarang adalah ynag berlipat ganda, sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S. Ali
Imran ayat 130. Keterangan ini berdasarkan bukti faktual dalam praktek riba pada
masa pra-Islam dan juga implikasi yang ditimbulkannya, sehingga bunga yang
tidak berlipat ganda tidaklah dilarang. Pakar hukum Islam Mesir lainnya, Ibrahim
Zaki al-Badwi, juga berargumentasi bahwa larangan keras praktek riba pada masa
pra-Islam menurutnya adalah peningktan dari nilai pokok pinjaman (hutang) pada
waktu meningkat (ketika peminjam tidak dapat mengembalikan hutangnya hingga
jatuh tempo pembayaran) supaya pemberi pinjaman menerima pinjaman baru.7
Mustafa Ahmad az-Zaqra’, guru besar hukum Islam dan hukum perdata
Universitas Syariah di Damskus mengemukakan, bahwa riba yang diharamkan
seperti riba yang berlaku pada masyarakat Jahiliyah, yang merupakan pemerasan
terhadap orang lemah (miskin), yang bersifat konsumtif. Berbeda dengan yang
bersifat produktif, tidak termasuk haram. Dr.Muhammad Hatta di Indonesia ini
juga berpendapat demikian.

2. Uama yang Tidak Memperbolehkan


Para ulama, baik ulama salaf (mazhab empat), Majma’ al-Fiqh al-Islamy,
Majma’ Fiqh Rabithah al-‘Alam al-Islamy, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
maupun ulama kontemporer, semua sepakat akan keharaman riba. Bunga itu
dengan segala jenisnya sama dengan riba sehingga hukumnya haram.8
6
M. Ali Hasan, Berbagai Macan Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),
hal. 184-187.
7
Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 76.
8
https://islam.nu.or.id/fiqih-perbandingan/ragam-pendapat-ulama-tentang-hukum-bunga-bank-rDsVp
Abu Zahrah, guru bersar pada fakultas hukum Universitas Kairo, Abu A’la al-
Maududi di Pakistan, Muhammad Abdullah al-‘Arabi dan Yusuf Qardhdawi
mengatakan bahwa bunga bank itu (riba nasiah) dilarang oleh Islam oleh sebab itu
umat Islam tidak boleh bermua malah dengan bank yang memakai sisteam bunga
kecuali dalam keadaan darurat (terpaksa). Diantara ulama tersebut, Yusuf
Qardhawi tidak mengenal istilah “darurat atau terpaksa” tetapi secara mutlak
beliau mengharamkan.
Adapun dalil yang menjadi sandaran dari ulama di atas tentang
diharamkannya riba adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat al-
Baqarah ayat 275: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.”
Dan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan
oleh Jabir bin Abdillah:“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang
yang memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang
menyaksikannya.” Ia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.” ( H.R. Muslim no.
2994).9
3. Ulama yang Mengatakan Syubhat
Ketiga, pendapat yang mengatakan hukumnya shubhat (diragukan tentang
halal atau haramnya). Sebab para ahli hukum berselisih pendapat tentangnya
Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam muktamarnya di Sidoarjo 1968
memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank kepada para
nasabahnya atau sebaliknya, termasuk syubhat atau Mutasyabihat, artinya belum
jelas haramnya. Sesuai dengan petunjuk hadis rasulullah kita harus berhati-hati
dalak menghadapi hal-hal ynag masih syubhat itu, dengan demikian kita boleh
bermuamalah dengan baik apabila dalam keadaan terpaksa saja.10 Hal ini
berdasarkan hadis Nabi : “Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang
haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat yang masih samar
yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan
diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan
kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus ke dalam perkara syubhat, maka ia
bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada penggembala yang
9
Yusuf Qaradhawi, Fawa’id al-Bunuk Hiya al-Riba al-Haram, (Kairo: Dar al-Shahwah, halaman 5-11;
Fatwa MUI Nomor 1 tahun 2004 tentang bunga)
10
M .Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksui Dalam Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
2004), hal.184
menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir
menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah
larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya. Ingatlah
di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh jasad akan ikut
baik. Jika ia rusak, maka seluruh jasad akan ikut rusak. Ingatlah segumpal daging
itu adalah hati (jantung).” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari no. 2051 dan
Muslim no. 1599]11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bank menurut Undang-Undang Pokok Perbankan tahun 1967 adalah lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang. Dari pengertian tersebut, jelas bahwa bank akan
11
https://rumaysho.com/17476-hadits-arbain-06-hati-hati-dengan-syubhat-dan-jaga-hati.html
selalu dikaitkan dengan masalah uang. Rente adalah istilah yang berasal dari bahasa
Belanda yang dikenal dengan istilah bunga.
Bunga bank dibedakan menjadi dua jenis yaitu, bunga simpanan dan bunga
pinjaman yang merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank.
Bunga simpanan merupakan dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah, sedangkan
bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Selisih dari
bunga pinjaman dikurangi bunga simpanan merupakan laba atau keuntungan yang
diterima oleh pihak bank.
Ada tiga pendapat para ulam mengenai bunga bank. Pertama, pendapat yang
mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya
haram. Kedua, pendapat yang tidak mempersamakan bunga bank dengan riba,
sehingga hukumya boleh. Ketiga, pendapat yang mengatakan hukumnya syubhat
(diragukan tentang halal atau haramnya). Sebab para ahli hukum berselisih pendapat
tentangnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008).
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah).
https://islam.nu.or.id/fiqih-perbandingan/ragam-pendapat-ulama-tentang-hukum-
bunga-bank-rDsVp
https://rumaysho.com/17476-hadits-arbain-06-hati-hati-dengan-syubhat-dan-jaga-
hati.html
Kasmir, Bunga dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2012).
lihat Ali Ahmad Mar’i, Buhus fi Fiqhil Mu’amalat, Asmaul Ulama Al-ladzina Ajazu
Fawaidal Bunuk; Fatwa Majma’ Buhusts al-Islam bi Ibdhati Fawaidil Masharif,(Kairo: Al-
Azhar Press).
M .Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksui Dalam Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2004).
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Raja Grafindo,
2004).
M. Ali Hasan, Berbagai Macan Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2004).
Muslimin H.Kara, Bank Syariah di Indonesia, Analisis kebijakan Pemerintah
Indonesia Terhadap Perbankan Syaria, (Yogyakarta: UII Press 2005).
Yusuf Qaradhawi, Fawa’id al-Bunuk Hiya al-Riba al-Haram, (Kairo: Dar al-
Shahwah, halaman 5-11; Fatwa MUI Nomor 1 tahun 2004 tentang bunga).

Anda mungkin juga menyukai