Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

INTEGRALISTIK

Disusun Oleh : Kelompok 3


Kelas : Biologi 20073
1. Muhammad Dimas Alfariz (2020207033)
2. Zuhdi As’ad (2020207067)
3. Chyndea Pratiwi (2020207031)
4. Arlinda Kurnia (2020207060)
5. Shinta Dwi Mandaryuning (2020207055)
6. Vivin Hermawati (2020207044)
7. Sepvani Putri Lestari (2020207069)

Mata Kuliah : Pancasila


Dosen Pengampu : Mita Purnama M.Pd

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2020/2021

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah


melimpahkan hidayah dan inayahnya sehingga penulis berhasil menyusun
laporan ini sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap
mahasiswa yang ingin mengganti nilai final Mata Kuliah Pancasila.
Makalah ini disusun atas dasar kemampuan dan pengetahuan yang
penulis miliki.Oleh karena itu penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan segala kerendahan hati
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sehingga
makalah yang selanjutnya akan dapat disusun dengan lebih baik lagi. Penulis
tentu sangat berharap makalah ini nantinya bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam bidang perkembangan
ilmu pengetahuan.Akhir kata.
Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan yang telah
diberikan oleh berbagai pihak sampai tersusunnya makalah ini. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................4
Latar Belakang.......................................................................................................4
Rumusan Masalah..................................................................................................4
Tujuan.....................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................5
Pengertian Integralistik..........................................................................................5
Negara Integralistik................................................................................................7
Paham Integralistik di Indonesia..........................................................................11
BAB III PENUTUP.................................................................................................14
Kesimpulan...........................................................................................................14
Saran.....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................15

Palembang, Desember 2020


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertama-tama, konsep tentang negara itu akan didefenisikan dalam
konstitusi, yaitu dituangkan dalam perumusan pasal-pasal, undang-undang dasar
negara tersebut. Tentu, sepanjang negara tadi menggunakan hukum dasar tertulis,
seperti Indonesia sendiri misalnya. Hanya saja, perumusan undang-undang dasar
tidak saja mengatur secara lengkap dan rinci (dalam bentuk tertulis) segala
sesuatunya, atau rumusannya mengandung makna gandaa atau kekurangpastian,
sehingga dibutuhkan pedoman lain utnuk menanggulangi masalah yang timbul.

Yang ingin dijadikan sebagai pokok persoalan untuk dibahas disini ialah
salah satu dari konsep negara diatas. Konsep tersebut disatu pihak mempunyai
konsekuensi pada hukum tata negara dan kehidupan negara umumnya. Padahal di
lain pihak, kedudukan konsep itu masih belum sepenuhnya jelas, demikian pula
kesesuaiannya dengan asas-asas konstitusional lainnya. Singkatnya, konsep yang
masih problematik. Konsep ini yang dimaksud adalah konsep negara yang
integralistik, atau konsepsi berdasarkan teori integralistik tentang negara.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud Integralistik?

2. Seperti apa Negara Integralistik itu?

3. Bagaimana paham Integralistik di Indonesia?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Integralistik.

2. Mengetahui Negara Integralistik.

3. Mengetahui paham Integralistik di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Integralistik
Dalam pengertian ini kesatuan integralistik memberikan suatu prinsip bahwa
negara adalah suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, negara
mengatasi semua golongan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak
memihak pada suatu golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan
besar. Paham integralistik dalam kehidupan bernegara mengasumsikan negara
kesatuan Republik Indonesia sebagai patron yang dengan sendirinya mengayomi
clien, rakyat Indonesia.
Paham Negara Integralistik Menurut Supomo, Integralistik merupakan
paham yang berakar dari keanekaragaman budaya bangasa namun tetap
mempersatukan satu kesatuan integral yang disebut Negara Indonesia.
UUD 1945 pra-amandemen dinilai banyak pihak bertentangan dengan teori
konstitusi modern. Ada gagasan yang saling bertentangan antara paham kedaulatan
rakyat dan paham integralistik, antara paham negara hukum dan negara kekuasaan.
Rumusan UUD 1945 terlalu sederhana dan multitafsir untuk mengatur kehidupan
berbangsa dan bernegara. Banyak kekosongan dalam pengaturan prinsip HAM,
pembatasan jabatan presiden, kewenangan antar lembaga negara. Dahulu sering
kita mendengar kritik tentang dominannya posisi Pemerintah (eksekutif) terhadap
legislatif (DPR) dalam mekanisme hubungan antar kelembagaan negara
berdasarkan UUD 1945. DPR tunduk pada keinginan pemerintah alias ‘stempel
kekuasaan. Pemikiran Prof. Soepomo, pakar hukum adat, yang menurut banyak
pihak itu mempengaruhi perumusan UUD 1945, dengan apa yang disebutnya
sebagai ide negara ‘integralistik’ atau paham negara ‘kekeluargaan’.
Soepomoberpandangan bahwa prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat dan
prinsip persatuan dalam negara seluruhnya, cocok dengan pikir ketimuran.
Dikatakannya, hal itu tidak lain merupakan ciptaan kebudayaan Indonesia
sendiri. Struktur sosial Indonesia meliputi antara aliran pikiran dan semangat
kebatinan, struktur kerohanian yang bersifat dan cita-cita tentang persatuan hidup,
antara persatuan kawulo dan gusti, persatuan dunia luar dan dunia batin, persatuan
mikrokosmos dan makrokosmos, persatuan rakyat dan pemimpinnya.
Inilah yang disebut Soepomo sebagai ide integralistik atau ide totaliter bangsa
Indonesia yang akan diwujudkan dalam susunan tata negaranya yang asli.
Dalam susunan persatuan antara rakyat dan pemimpinnya itu segala
golongan diliputi semangat gotong royong dan kekeluargaan yang disebutnya
sebagai struktur sosial asli Indonesia. Hakekat Republik Indonesia merupakan
‘Republik Desa’ yang besar dengan unsur dan wawasan modern. Ia mencontohkan
dasar persatuan dan kekeluargaan yang terdapat di negara Dai Nipon cocok cocok
dengan corak masyarakat Indonesia.
Diantara pihak yang menentang gagasan Soepomo adalah Prof. DR. J.H.A.
Logemann, pakar hukum tatanegara berkebangsaan Belanda. Ia mengatakan cita
negara integralistik Soepomo adalah cita ‘negara organis’. Dengan gagasan negara
sebagai organisasi dari suatu organis, dikatakan oleh Logemann, Soepomo
(bersama lain-lainnya) telah menyambut ‘pusaka lama’ Indonesia yang terwujud
dalam ‘Desa Indonesia Lama’. Logemann mempertanyakan, apakah mungkin
struktur desa yang agraris dan sebagian besar autharkis dapat dipindahtanamkan ke
dalam struktur negara modern?. Sedangkan Marsilam menilai pemikiran Soepomo
tersebut dipengaruhi oleh ide pemikiran ‘nasional-sosialis’ Jerman atau ide
‘Hegelian’. Sedangkan Ismail Suny tidak dapat menerima anggapan pendiri negara
kita sewaktu merumuskan dan mengesahkan UUD 1945 bertolak dari postulat
paham kenegaraan integralistik.
Kelompok Reformasi Hukum dan Perundang-Undangan mengemukakan
ada lima kelemahan UUD 1945 yang menjadi penyebab ketidakberhasilansebagai
penjaga dan dasar pelaksana prinsip-prinsip demokrasi, negara hukum, dan
keadilan sosial bagi rakyat Indonesia:
1. Struktur UUD 1945 menempatkan dan memberikan kekuasaan yang terlalu
besar kepada Presiden yang tidak hanya memegang kekuasaan pemerintahan
(chief executive), tetapi juga menjalankan kekuasaan membentuk undang-
undang, disamping hak-hak konstitusional khusus (hak prerogratif) Presiden
sebagai Kepala Negara;
2. UUD 1945 tidak cukup memuat sistem checks and balances antara cabang-
cabang pemerintahan (lembaga negara) yang akibatnya kekuasaan Presiden
semakin besar dan menguat, karena tidak cukup mekanisme kendali dan
pengimbang dari cabang-cabang kekuasaan yang lain;
3. UUD 1945 memuat berbagai ketentuan yang tidak jelas (vague) yang
membuka peluang penafsiran yang bertentangan dengan prinsip negara
berdasarkan atas konstitusi, seperti pengkaidahan dalam pasal 1 ayat (2).
Pasal 7, dan Pasal 28;
4. Kedudukan Penjelasan UUD 1945 di mana tidak ada kelaziman UUD
memiliki penjelasan dan materi muatan yang tidak konsisten dengan Batang
Tubuh dan seharusnya ada menjadi materi muatan Batang Tubuh;
5. UUD 1945 memuat berbagai ketentuan yang masih harus diatur lebih lanjut
dalam undang-undang organik tanpa disertai arahan atau pedoman tertentu,
segala sesuatu diserahkan sepenuhnya kepada pembentuk undang-undang,
sehingga akibatnya dapat terjadi berbagai undang-undang organik dengan
objek dan sumber UUD yang sama, tetapi prinsip-prinsip pengaturan
berbeda.
B. Negara Integralistik
Dalam perjalan waktu untuk menemukan data atau bukti tentang istilah
‘negara integralistik’ tidak dapat ditemukan dalam sumber-sumber kepustakaan
ilmu negara, hukum tata negara mapun sejarah. Kecuali,didapatkan dalam
pidatonya Prof. Mr. Dr. R. Supomo didepan sidang Dokuritsu Junbi Cosakai, pada
tanggal 31 Mei 1945 di Jakarta. Begitu juga dalam karya-karya ilmiah Supomo
yang secara khusus tidak di temukan istilah tentang ‘negara integralisti’. Begitu
juga dengan buku-buku ilmu politik yang membahas soal teori negar dan teori
masyarakat yang tidak dapat di jadikan rujukan bagi istilah itu.
Supomo tentu tidak mengacu pada rumusan [empiris] seperti tatkala
menyebut totaliter, meskipun pendekatan kolektif atau kebersamaan, yaitu unsur
supremasi masyarakat (community) terhadap hak-hak individu, memang menjadi
dasar bertolaknya. Ini di capai melalui peniadaan (Asas) pemisahan kekuasaan dan
kebebasan lembaga peradilan, kewenangan polisi rahasia yang mengatasi lainnya,
pengawasan negara terhadap semua lembaga umum maupun pribadi dan suatu
mekanisme pengadilan politik yang ketat.
Janji Indonesia Merdeka
Harapan di kalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan ini
telah ada sejak semula, sejak hari pertama pendaratan tentara Jepang dan takluknya
Hindia-Belanda, Maret 1942. Rasa terbebas dari tekanan kolonialisme Belanda
yang telah begitu lama, di tambah lagi propaganda tentara Jepang sendiri, memberi
kesimpulan kepada rakyat pada umumnya bahwa kemrdekaan Indonesia dengan
pemerintahan sendiri akan langsung menyusul.
Tingginya harapan itu sampai mendekati rasa kepastian yang menyebapkan
banyak pemimpin Indonesia menaruh kepercayaan penuh akan itikad dan
kesempatan yang dibawah pendudukan Jepang tadi, mengusahakan persiapan yang
sesungguh-sengguhnya ke arah itu. Tetapi pemerintahan Jepang belum bersedia
‘memerdekakan’ Indonesia, bahkan sebaliknya mengeluarkan aturan-aturan yang
mengekang semua kegiatan yang berbau politik, di samping menolak semua
rancangan yang diajukan oleh parapemuka bangsa Indonesia yang bersedia bekerja
sama dengan Dai Nippon itu. Para pemimpin Indonesia yang diberi pengakuan
sebagai pemimpin masyarakat dan mendapat kepercayaan dari pihak Jepang untuk
menduduki pimpinan berbagai organisasi, atau birokrasi tidak berdaya untuk
melepaskan rakyat dari kesengsaraan dan kenistaan, tidak di beri peluang untuk
menyampaikan keluhan mereka, apalagi untuk melindunginya.
Seberapa besar akibat tekanan pengaruh tentara Jepang atas protes
pembuatan UUD 1945, selalu merupakan bahan perdebatan pendapat, karena
terdapat banyak penilaian dari sudut pandang berlainan, yang acap kali bersifat
subyektif dan diberikan secara post factum, setlah peristiwa itu lampau.
Dari hasil kajian yang diperoleh dari buku Marsillam Simandjuntak bisa
dikatakan bahwa tanpa perdikat unsur Hegelian, Spinozisme, atau Mullerian
sekalipun, konsep negara yang integralistik 1945 telah tertolak atau batal karena
sebap-sebap yang sama. Atau, dirumuskan dalam kalimat yang berbeda, penolakan
pandangan integralistik oleh UUUD 1945 bukan karena adanya unsur Hegelian
saja, atau Cuma unsur Hegeliannya yang ditolak darinya. Pengingkaran terhadap
asas kedaulatan rakyat, di satu pihak, dan pencantuman hak-hak dasar
kemanusiaan dalam konstitusi, di lain pihak yang menyebapkan gugurnya
pandangan tersebut.
Jadi bisa disimpulkan bahwa suatu Staatsidee, suatu pengertian mengenai
hakekat negara, memang akan mempunyai pengaruh terhadap pembentukan dan
penafsiran hukum dasar negara. Ia akan berperan sebagai suatu norma dasar.
Kemudian selanjutnya yaitu, dala gagasan negara yang integralistik Supomo
terkandung asas pengutamaan keseluruhan daripada perseorangan, persatuan
organik dalam negara yang mengatasi kepentingan perseorangan dan golongan,
yang totaliter dan bersemangat anti-liberalisme dan individualisme, anti-
individualisme dan negara, dan anti demokrasi barat.
Menggunakan aliran pikiran negara integralistik dalam rangka interpretasi
historis UUD 1945 mau tidak mau yang dimaksud tidak bisa lain kecualiadalah
aliran pikiran negara yang interalistik Supomo dalam keutuhannya, dimana
termasuk unsur ajaran Hegel di dalamnya yang tidak mengakui kedaulatan rakyat
di tangan rakyat sendiri.
Rincian Paham Integralistik
1. Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral
2. Semua golongan bagian, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu
dengan lainnya
3. Semua golongan, bagian dari anggotanya merupakan persatuan
masyarakat yang organis
4. Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa
seluruhnya
5. Negara tidak memihak kepada suatu golongan atau perseorangan
6. Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat
7. Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau
golongan saja
8. Negara menjamin kepentingan manusia seluruhnya sebagai suatu
kesatuan integral
9. Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan (yamin, 1959).
Hal ini menyatakan paham negara integralistik tidak memihak yang kuat,
tidak mengenal dominasi mayoritas dan tidak juga mengenal tirani minoritas (Aziz,
1997). Negara Pancasila adalah Negara Kebangsaan yang Berketuhanan Yang
Maha Esa.
Negara Integralistik Soepomo: Kegagalan dan Tantangan Masa Depan
Saat ini, panggilan jaman jelas sudah berbeda. Globalisasi yang tak
terelakkan, serta perkembangan teknologi yang membuat dunia menjadi tanpa
batas, harus direspon dengan jawaban yang tepat pula. Negaraintegralistik/totaliter
versi Soepomo, tentunya, tidak lagi menjadi opsi. Sejarah telah mencatat bahwa
negara integralistik/totaliter--apapun ideologinya--hanya menjadi legitimasi
pelanggaran hak asasi manusia, serta menambah catatan panjang kekelaman
sejarah dunia.
Tetapi visi Soepomo agar Indonesia menyesuaikan dengan kondisi nyata dan
panggilan jaman; menjadi satu dengan rakyatnya; dan tidak berpihak pada
golongan tertentu, akan selalu relevan hingga masa mendatang. Indonesia dengan
ideologi Pancasila, harus dinamis, menyesuaikan bentuknya dengan lingkungan
sekitar, tanpa harus meninggalkan bentuk aslinya. Parlementer, republik, apapun
bentuknya, hanyalah menjadi sarana untuk mewujudkan Indonesia yang adil,
makmur, dan sejahtera.
Negara integralistik, menurut Soepomo, akan bersatu dengan seluruh
rakyatnya dari golongan apapun. Aliran ini menuntut kepala negara menjadi
pemimpin yang sejati, penunjuk jalan ke arah cita-cita luhur, dan diidamidamkan
oleh rakyat. Tak berhenti sampai di sana, Soepomo menegaskan bahwa negara
dengan konsepsi integralistik/totaliter akan mengatasi segala golongan dan
menghormati keistimewaan semua golongan, baik besar maupun kecil.
Soepomo sendiri, dalam pidatonya di BPUPKI, merujuk pada Jerman dan
Jepang-dua negara yang di era 1940an terkenal dengan fasisme-nya-sebagai bentuk
paling tepat dari negara integralistik. Soepomo menganggap, kedua negara itu
menganut prinsip persatuan antara pimpinan dan rakyat, yang menjadi elemen
penting negara integralistik/totaliter. Pada akhirnya, konsep inilah yang dianggap
cocok dengan aliran pikiran ketimuran, termasuk Indonesia.
Kekhawatiran akan penyelewengan negara integralistik/totaliter seperti di
Jerman dan Jepang, sialnya, terwujud pada era Orde Baru. Idealisme Soepomo
menjadi nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ketika
kepentinganberbagai golongan dilebur dalam ideologi negara Pancasila. Patut
disayangkan, idealisme ini justru disalah gunakan untuk kepentingan penguasa dan
melegitimasi tindakan represif terhadap suara-suara yang kritis.
Visi Soepomo untuk membuat negara menjadi satu dengan masyarakatnya,
justru diselewengkan menjadi state terorrism. Tak hanya itu, lembaga
permusyawaratan--sebuah lembaga yang juga direkomendasikan Soepomo-yang
diharapkan menjadi suara rakyat, malah sekedar menjadi tukang stempel untuk
kebijakan pemerintah. Akhirnya, Indonesia, selama 30 tahun, menjadi negara fasis
yang bertopengkan demokrasi.
Dari titik ini dapat dilihat bahwa cita-cita Soepomo sesungguhnya lebih
rasional untuk dikonkritkan melalui negara yang, dalam bahasa Soepomo,
menganut demokrasi Barat. Konsepsi negara integralistik/totaliter malah rentan
untuk diselewengkan menjadi negara diktatorial yang tidak menghargai hak asasi
manusia, yang di dalamnya termasuk kebebasan berpendapat, berserikat, dan
beragama.
C. Paham Integralistik di Indonesia
Tidak sama dengan Paham Integralistik ala Jerman. Paham integralistik ala jerman
menimbulkan disiplin mati (kadaver discipline) yang menumbuhkan negara
kekuasaan totaliter.
1. ciri khas : du bist nicht deine volk ist alles a
2. artinya : bahwa kamu sebagai orang seseorang tidak ada artinya, yang
penting adalah bangsa.
Paham integralistik yang diungkapkan oleh Supomo dikombinasi dengan
pemikiran Bung Hatta menghasilkan Paham INTEGRALISTIK ala INDONESIA.
1. kepentingan masyarakat diutamakan, namun harkat dan martabat manusia
dihargai.
2. ciri dan paham integralistik ini dapat dijumpai di kehidupan desa
Paham Integralistik dalam kehidupan ketatanegaraan
1. Disebut sebagai Negara kekeluargaan
2. Asas Negara kekeluargaan merupakan isi dan filsafat dari pancasila
Asas kekeluargaan terdiri dari dua perkataan
1. sesuatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir
2. kekeluargaan
Kekeluargaan, berasal dari kata keluarga terdiri dari:
1. ayah, ibu dan anak-anak terkadang ditambah kakek dan nenek serta
keponakan.
2. susunan keluarga terdiri dari beberapa sifat, watak dan kecenderungan yang
berbeda, tetapi dalam keluarga tetap satu.
Indonesia dipandang sebagai suatu Negara besar atau Negara kekeluargaan

1. Rakyat Indonesia merasa dirinya sebagai satu keluarga


2. masing-masing individu bertanggung jawab dalam keluarga besar yang
bernama negara. Artinya masing-masing mempunyai tanggung jawab
bersama dalam keluarga besar bernama negara.
3. Asas kekeluargaan merupakan isi dari filsafat dan pancasila. Artinya bahwa
negara kekeluargaan hanya terdapat dalam Negara Pancasila dan Negara
yang berdasarkan Neagara Pancasila selalu merupakan negara kekeluargaan.

Ciri-Ciri Tata Nilai Integralistik:


1. Bagian atau golongan yang terlibat berhubungan erat dan merupakan
kesatuan organis.
2. Eksistensi setiap unsur hanya berarti dalam hubungannya dengan
keseluruhan.
3. Tidak terjadi situasi yang memihak pada golongan yang kuat atau yang
penting.
4. Tidak tejadi dominasi mayoritas atau minoritas.
5. Tidak memberi tempat pada paham individualisme, liberalisme dan
totaliterisme.
6. Yang diutamakan keselematan maupun kesejahteraan, kebahagiaan
keseluruhan (bangsa dan negara).
7. Mengutamakan memadu pendapat daripada mencari menangnya sendiri.
8. Disemangati kerukunan, keutuhan, persatuan, kebersamaan, setia kawan,
gotong royong.
9. Saling tolong menolong, bantu membantu dan kerja sama
10.Berdasarkan kasih sayang, pengorbanan, kerelaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Integralistik memberikan suatu prinsip bahwa negara adalah suatu kesatuan
integral dari unsur-unsur yang menyusunnya, negara mengatasi semua golongan
bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak memihak pada suatu
golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan besar.
Dalam perjalan waktu untuk menemukan data atau bukti tentang istilah
‘negara integralistik’ tidak dapat ditemukan dalam sumber-sumber kepustakaan
ilmu negara, hukum tata negara mapun sejarah. Kecuali, didapatkan dalam
pidatonya Prof. Mr. Dr. R. Supomo didepan sidang Dokuritsu Junbi Cosakai, pada
tanggal 31 Mei 1945 di Jakarta.
Supomo tentu tidak mengacu pada rumusan [empiris] seperti tatkala
menyebut totaliter, meskipun pendekatan kolektif atau kebersamaan, yaitu unsur
supremasi masyarakat (community) terhadap hak-hak individu, memang menjadi
dasar bertolaknya. Ini di capai melalui peniadaan (Asas) pemisahan kekuasaan dan
kebebasan lembaga peradilan, kewenangan polisi rahasia yang mengatasi lainnya,
pengawasan negara terhadap semua lembaga umum maupun pribadi dan suatu
mekanisme pengadilan politik yang ketat.
B. Saran
Globalisasi yang tak terelakkan, serta perkembangan teknologi yang
membuat dunia menjadi tanpa batas, harus direspon dengan jawaban yang tepat
pula. Maka Indonesia harus menyesuaikan dengan kondisi nyata dan panggilan
jaman; menjadi satu dengan rakyatnya; dan tidak berpihak pada golongan tertentu,
akan selalu relevan hingga masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA

http://lina-embun.blogspot.co.id/2011/11/integralistik-kehidupan-nasional.html

http://simplenews05.blogspot.co.id/2014/01/penjelasan-mengenai-
teoriintegralistik.html

http://noercholish-rustam.blogspot.co.id/2012/12/konsep-tentang-
pandangannegara.html

http://infoadasemua.blogspot.co.id/2014/11/paham-intergralistik-indonesia.html

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai