JAWABAN !
Sebagai ulama kharismatik dan tokoh umat, maka Hasyim Asy’ari mengelorakan
semangat perjuangan untuk menentang penjajahan Belanda terutama dikalangan anak
muda atau para santri. Beliau mengajak mereka untuk berjihad melawan penjajah dan
menolak kerjasama dengan penjajah tersebut. Gerakan perlawanan ini disambut umat
untuk membebaskan mereka dari ketertindasan yang menghinakan menuju kemulian
yang membahagiakan.
Demikian juga pada masa penjajahan Jepang, beliau tetap giat membangkitkan
semangat juang generasi muda dan ikut serta dalam perjuangan pada front terdepan. Hal
ini menyebabkan tentara Jepang marah besar dan menangkap Hasyim Asy’ari dan
dimasukkan kedalam penjara. Lalu diasingkan ke Mojokerto untuk ditahan bersama-
sama dengan pejuang lainnya. Berbulan-bulan lamanya beliau ditahan, namun tidak
menyurutkan semangat perjuangannya bahkan justru semakin menambah energi baru
dalam merebut kemerdekaan.
2. KH. A. Wahid Hasyim salah satu dari beberapa ulama yang turut berperan dalam
proses pembentukan dasar dan bentuk negara. Sebagai perwakilan kaum Islamis (dan
satu-satunya yang berasal dari kalangan pesantren), ide dan gagasannya memiliki
pengaruh yang signifikan dalam sidang pantia bentukan BPUPKI. Selain luwes dalam
1
lobi dan pembicaraan, sosoknya dikenal mampu mengimbangi pendapat dari para
koleganya di BPUPKI baik yang berasal dari kelompok nasionalis mau pun
non-Muslim. Karenanya, selain Ir. Soekarno dan yang lain, Wahid Hasyim juga
diyakini sebagai sosok determinan dalam hal bagaimana dasar dan bentuk negara
Indonesia akan disepakati kala itu.
Pemikiran Wahid Hasyim yang pada akhirnya menyetujui bahkan turut
menegosiasikan konsep “negara kesatuan” dengan perwakilan kaum Islamis lainnya
setelah sebelumnya terjadi perdebatan sengit antara anggota sidang BPUPKI.
Perdebatan tersebut masih masyhur hingga kini dengan berbagai versinya, yakni
tentang tujuh kata pada butir pertama Piagam Jakarta (Jakarta Charter).
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Mohammad Hatta bahwa tujuh kata tersebut adalah
buah pemikiran Wahid Hasyim. Hal ini sekaligus mengindikasikan bahwa Wahid
Hasyim semula ingin mewujudkan Islam menjadi dasar negara.
Namun pada akhirnya, ada sebuah perubahan frame berpikir yang dilakukan
oleh Wahid Hasyim. Ditengah situasi yang genting serta mendesak, dalam rangka
pembentukan sebuah wadah persatuan dan kesatuan, para tokoh Islam khususnya
Wahid Hasyim melahirkan sebuah “ijtihad kebangsaan” dengan menerima bentuk
negara kesatuan, serta ideologi Pancasila tanpa tujuh kata pada butir pertama. Dikatakan
ijtihad karena pemikiran tersebut terlahir dari sebuah proses berpikir struktural
dengan subyektfitas maqashid as- syariah, tak terkungkung teks namun membumi
dengan konteks, kontra-konservatisme dan lebih dekat pada kemaslahatan yakni
persatuan dan kesatuan menuju bangsa yang tunggal. Disandingkan dengan kata
“kebangsaan” karena hasil ijtihad tersebut tak terbatas hanya pada kepentingan kaum
muslimin, namun seluruh anak manusia yang lahir dan hidup di atas bumi Indonesia.
5
Maka bagi penduduk Madinah untuk mengimbangi pahala dengan yang di Makkah,
mereka melaksanakan Tarawih dengan jumlah lebih banyak.
Jadi, baik KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari tidak pernah ada
perbedaan di dalam pelaksanaan ubudiyah. Ketua PP. Muhammdiyah, Yunahar Ilyas
pernah menuturkan: “KH. Ahmad Dahlan pada masa hidupnya banyak menganut fiqh
madzhab Syafi’i, termasuk mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh dan shalat Tarawih
23 rakaat. Namun, setelah berdirinya Majelis Tarjih pada masa kepemimpinan KH. Mas
Manshur, terjadilah revisi-revisi, termasuk keluarnya Putusan Tarjih yang menuntunkan
tidak dipraktekkannya doa Qunut di dalam shalat Shubuh dan jumlah rakaat shalat
Tarawih yang sebelas rakaat.”