Anda di halaman 1dari 22

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ABBASIYAH

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah


Pemikiran Pendidikan Islam

Oleh:
Muhammad Luthfie Ramadhani
Nim: 3003173002
Nur Syahrul Ritonga
Nim: 3003173012

Semester III-A Reguler

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Dja’far Siddik, MA

Prodi:
PENDIDIKAN ISLAM

PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2018
ABSTRAK
Education is an important and influential means for humans. Humans can
maintain their lives by learning to study the univers with education. Education in
Islam is very important. This is evident in Islam, that education has a very high
position. The importance of education for humans can we know through its
history. Islamic education began to develop since Rasulullah Saw. Khulafa’
Rashidin, Umayyah dynasty, Abbasiyah dynasty, to this day. Many historians say,
that before the emergence of schools and universities as formal education
institutions, that in the Islamic world there have been developing informal
institutions of Islamic education institutions, including mosques. Islam progressed
rapidly in the field of education in the Abbasiyah dynasty. At this time also
education and teaching developed in all Islamic countries rapidly until many
school were born which were innumerable.
Keywords: thought, education, Abbasiyah dynasty.

1
A. Pendahuluan
Agama Islam telah membawa perubahan besar pada masyarakat Arab dan
seluruh pemeluknya. Masyarakat muslim telah berhasil membentuk sebuah
kerajaan besar yaitu dinasti Abbasiyah yanag wilayahnya meliputi jazirah Arabia,
sebagian benua Afrika, Asia, dan Eropa dari abad ke-7 sampai abad ke-12 M,
sejak munculnya dinasti Abbasiyah inilah kejayaan Islam semakin terlihat. Pada
permulaan masa Abbasiyah pendidikan dan pengajaran berkembang dengan
sangat hebatnya di seluruh negara Islam, sehingga lahirlah sekolah-sekolah yang
tidak terhitung banyaknya.
Dilihat dari segi dakwah Islam dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan
dari proses dakwah Islam yang telah dilakukan dinasti Umayyah, namun dilihat
dari segi politik, dinasti ini bukanlah perpanjangan dari kepentingan politik dinasti
Umayyah yang berkuasa sebelumnya. meskipun dinasti Abbasiyah merupakan
kelanjutan dari dinasti Umayyah, namun setiap periode memiliki karakteristik
tersendiri yang menjadi pembeda antara satu pemerintahan dengan pemerintahan
yang lain.
Makalah ini akan membahasa sub-sub yang berkenaan dengan pemikiran
pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah. Di antara sub judul tersebut adalah: 1)
pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah, 2) lembaga dan institusi
penyelenggaraan pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah, 3) karakteristik
pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah, 4) pengembangan ilmu pengetahuan
pada masa dinasti Abbasiyah, dan 5) spesifikasi pemikiran pendidikan Islam pada
masa dinasti Abbasiyah.

2
B. Pembahasan
1. Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah
Khilafah Abbasiyah merupakan lanjutan dari khilafah sebelumnya
yaitu Umayyah. Pendiri khilafah Abbasiyah adalah Abdullah al-Saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Al-Abbas sendiri
memerintahkan Abbasiyah sangatlah singkat (750-754 M), selanjutnya
digantikan oleh Abu Ja’far al-Manshur (754-775 M), yang keras menghadipi
lawan-lawannya terutama dari kalangan Bani Umayyah, Khawarij, dan juga
Syi’ah.1
Di sisi lain, setelah khalifah Ja'far al-Manshur mendirikan kota Bagdad
dan menjadikannya sebagai ibu kota Negara serta ikut andil dalam
membangkitkan pemikiran, beliau juga banyak mendatangkan ulama cendikia
dalam berbagai disiplin ilmu ke Baghdad. Di samping itu juga, khalifah Ja’far
al-Manshur mengirim utusan ke negri Romawi untuk mencari buku-buku
ilmiah, lalu menterjemahkan kembali ke dalam bahasa Arab, sehingga pada
masa ini banyak para cendikiawan beserta ilmuan bermunculan. Dengan
munculnya para cendikiawan beserta ilmuan, hal ini membuat ilmu
pengetahuan pada masa itu semakin bertambah maju. Pada masa pemerintah
ini, mengalami kemajuan yang sangat pesat, terutama dalam bidang
pengetahuan dan teknologi.2
Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi pada
masa pemerintahan Bani Abbasiyah, akan tetapi tidak berarti seluruhnya
berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya
sudah mulai sejak awal kebangkitan Islam, terutama dalam bidang
pendidikan. Lembaga pendidikan yang berkembang saat itu di antaranya:
a. Maktab/kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat
anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan, dan
tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti: tafsir, fikih,
dan bahasa.

1
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, (Medan: Perdana Publishing, 2016), h. 91
2
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), h. 56

3
b. Tingkat pedalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam
ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau
beberapa orang ahli dalam bidangnya. Pada umumnya, ilmu yang
dituntut adalah ilmu agama. Pengajaran berlangsung di masjid-masjid
atau rumah-rumah ulama yang bersangkutan. Bagi anak penguasa
pendidikan bisa berlangsung di istana atau rumah penguasa dengan
memanggil ulama ahli ke sana.3
Hal serupa juga dijelaskan oleh Ibrahim, bahwa pada masa awal Islam,
pendidikan berkembang dalam dua tingkatan, yaitu: a) tingkat dasar, yaitu
lembaga pendidikan terendah tidak hanya berbentuk maktab dan masjid saja,
melainkan juga berbentuk zawiyyah, b) tingkat pendalaman, yaitu setara
dengan sekolah menengah dan pendidikan yang lebih tinggi.4
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan
Abbasiyah, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan saat
itu adalah sebagaimana fungsinya universitas, di dalamnya terdapat berbagai
ilmu pengetahuan berupa kitab-kitab. Fungsi lainnya juga sering digunakan
untuk membaca, menulis serta berdiskusi. Perkembangan lembaga
pendidikan tersebut adalah sebuah cerminan terjadinya perkembangan dan
kemajuan ilmu pengetahuan. Di samping itu, kemajuan tersebut memiliki
setidaknya dua faktor, di antaranya:
a. Faktor Asimilasi
Yaitu antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain, yang mana
bangsa lain tersebut lebih dulu mengalami perkembangan terutama
dalam bidang ilmu pengetahuan. Dengan faktor ini, pada masa
pemerintahan Abbasiyah, banyak bangsa non-Arab yang masuk Islam.
Faktor ini berlangsung secara efektif, hal ini disebabkan bangsa-bangsa
tersebut memberikan sebuah kontribusi dalam perkembangan ilmu
pengetahuan Islam. Pengaruh Persia terlihat banyak berjasa dalam
perkembangan ilmu, seperti filsafat dan sastra, India terlihat dalam
3
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, h. 95
4
Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Yogyakarta: Kota Kembang, 1997),
h.12

4
bidang kedokteran, ilmu matematika dan astronomi, sedangkan
pengaruh Yunani massuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak
bidang ilmu, terutama filsafat.
b. Gerakan terjemahan berlangsung dalam tiga fase, yaitu:
1) Masa khalifah al-Manshur hingga Harun ar-Rasyid. Pada fase ini
yang banyaknya buku-buku yang diterjemahkan dalam bidang
astronomi dan mant}iq.
2) Masa khalifah al-Ma’mum hingga tahun 300 H. Pada fase ini
banyaknya buku-buku yang diterjemahkan dalam bidang filsafat
dan kedokteran.
3) Berlangsung setelah 300 H. Pada fase ini, terutama setelah adanya
pembuatan kertas, bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin
luas.5
Kontribusi serta pengaruh kebudayaan dari bangsa yang telah maju
dan berkembang, terutama dalam bidang penerjemahan, tidak hanya
membawa kemajuan dan perkembangan di bidang ilmu pengetahuan umum,
melainkan ilmu pengetahuan agama juga termasuk di dalamnya.
Berikut ini adalah tokoh atau para ilmuan yang lahir pada zaman
Abbasiyah, yaitu:
a. Bidang astronomi: al-Farghani (lebih dikenal dengan al-Faragnus),
Jabir al-Batany, Abu Ja’far Muhammad, al-Fazari, dan Musa ibn
Syakir.
b. Bidang kedokteran: Ibnu Sina (di dunia Barat lebih dikenal dengan
Avicenna), ar-Razi, Ali ibn Abbas, Ibnu Sahal, al-Zahawy, dan Ibnu
Masiwaihi.
c. Bidang optika: Abu Ali al-Hasan ibn al-Haytham.
d. Bidang kimia: Jabir bin al-Hayyan dan Ibnu al-Baytar.
e. Bidang matematika: Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, Tsabit ibn
Qurrah al-Hirani.
f. Bidang sejarah: al-Mas’udi dan Ibn Sa’ad.

5
Siti Zubaidah, Sejarah Peradaban Islam, h. 96

5
g. Bidang falsafah: al-Farabi dan Ibn Rusyd.
h. Bidang tafsir: Ibn Jarir at-Tabary, Ibn Athiyah al-Andalusy, dan Ibn
Jaru al-Asady.
i. Bidang geografi: Syarif Idrisy dan al-Mas’udy.
j. Bidang tasawuf: Shabuddin Sahrawardi, al-Qusyairy, dan al-Ghazali.
k. Munculnya empat maz\hab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali).
l. Bidang hadis: Abdullah Muhammad ibn Ismail (Imam Bukhari), Imam
Muslim, Ibn Majah, dan Tirmidzi.
m. Bidang kalam: Hasan al-As’ary, Imam al-Ghazali, dan Washil bin
Atha’.6
2. Lembaga dan Institusi Penyelenggaraan Pendidikan pada Masa Dinasti
Abbasiyah
Lembaga dan institusi pendidikan Islam yang diselenggarakan pada
masa Bani Abbasiyah, dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagaian di
antaranya:
a. Kuttab
Syalabi dalam Asari mengemukakan bahwa pada mulanya,
pendidikan kuttab berlangsung di rumah-rumah para guru (mu’allim
muaddib) atau di pekarangan masjid.7
Kuttab berkembang pesat sejak awal dan dalam perjalanan sejarah
peradaban Islam mengalami perkembangan yang menyesuaikan kepada
berbagai latar belakang budaya dan tradisi. Ddari lembaga bersahaja,
dengan hanya belasan murid pada awalya, kuttab di beberapa tempat
tumbuh menjadi lembaga yang menarik minat ribuan murid.8
b. Majelis
Pada masa khalifah Abbasiyah, majlis mempunyai peranan yang
baik, terutama pada majelis sastra, karena majelis ini sangat menjadi
kebanggaan yang pada umumnya khalifah-khalifah Bani Abbas sangat

6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), h. 56-59
7
Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, (Bandung: Citapustaka Media
Perintis, 2017), h. 25
8
Ibid., h. 29

6
menarik perhatian pada perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam
majelis sastra ini, tidak hanya membahas dan mendiskusikan masalah
kesusastraaan saja, melainkan juga berbagai macam ilmu pengatahuan
(majelis ilmu pengetahuan dan majelis kesenian). Pada masa ini majelis
sastra juga mengalami kemajuan yang luar biasa, karena khalifah
sendiri adalah ahli ilmu pengetahuan dan juga mempunyai kecerdasan
sehingga khalifah sendiri aktif di dalamnya. Di samping itu pada masa
Khalifah Harun Al Rasyid dunia Islam diwarnai oleh perkembangan
ilmu pengetahuan, sedangkan negara berada dalam kondisi yang aman,
tenang dan dalam zaman pembangunan.9
c. Masjid
Masjid merupakan satu institusi pendidikan Islam yang telah ada
sejak zaman nabi Muhammad Saw. Para penguasa yang mendirikan
masjid pada umumnya juga melengkapi masjid tersebut dengan
berbagai macam fasilitas, seperti; ruang belajar, perpustakaan dan buku-
buku dari berbagai macam disiplin keilmuan yang berkembang pada
saat itu. Pada masa dinasti Abbasiyah, masjid didirikan oleh para
pengusaha pada umumnya, dan dilengkapi dengan berbagai macam
sarana dan fasilitas untuk pendidikan. Tempat pendidikan anak-anak,
tempat untuk pengajian dari ulama yang merupakan kelompok-
kelompok (h{alaqah), tempat untuk berdiskusi dan muna>z{arah dalam
berbagai ilmu pengetahuan yang cukup banyak.10
d. Madrasah
Madrasah telah tumbuh sejak abad ke-4 H. Di antara madrasah
yang terkemuka adalah Madrasah Nizamiyah yang didirikan pada abad
ke-5 H (abad ke-11 M) oleh Nizamul Mulk (1018-1092 M). Madrasah
berikutnya yang juga sangat terkenal di Dunia Islam adalah madrasah

9
Zuhairini, et. al., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 96
10
Ibid., h. 99

7
Al-Mustanshiriyah, didirikan pada abad ke-13 oleh khalifah al-
Mustanshir ayah khalifah Abbasiyah yang terakhir Mustashim.11
e. Perpustakaan
Pada masa dinasti Abbasiyah, perpustakaan mempunyai peranan
yang sangat penting, para cendikiawan menuangkan ilmu mereka dalam
bentuk tulisan, sehingga dengan demikian berkembanglah perpustakaan
di Dunia Islam.12
f. Pendidikan Rendah di Istana
Pendidikan di istana dikhususkan buat mendidik anak-anak
khalifah dan para pembesar. Anak-anak khalifah dan para pembesar ini
dididik khusus di istana yaitu untuk menyiapkan mereka agar dapat
melaksanakan pekerjaan berat yang kelak akan dipikul.13
g. Toko buku
Toko buku muncul sejak permulaan dinasti Abbasiyah, kemudian
tersebar dengan pesatnya di seluruh ibu kota di berbagai negeri Islam.
tiap-tiap kota telah mempunyai toko-toko buku. Toko-toko tersebut
bukan hanya tempat mencari keuntungan semata, melainkan juga
berperan sebagai tempat pengajian dan pendalaman ilmu pengetahuan.14
h. Rumah Ulama
Syalaby dalam Haidar mengemukakan bahwa di antara rumah
ulama yang terkenal yang menjadi tempat belajar antara lain: rumah
Ibnu sina, al Ghazali, Ali Ibnu Muhammad al-Fashishi, Yakub ibn
Killis yaitu wazir khalifah al-Azizi Billahi al-Fatimy, dan Ahmad ibn
Abu Tahir.15
i. Observatorium
Apabila perpustakaan dapat disebut sebagai lembaga pendidikan
yang menampung berbagai disiplin ilmu, maka observatorium secara

11
Haidar Putra Daulay dan Nurgaya, Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah, (Jakarta:
Kencana, 2016), h. 97
12
Ibid., h. 92
13
Ibid., h. 93
14
Ibid., h. 94
15
Ibid., h. 95

8
khusus berkaitan dengan pengembangan dan pengajaran satu disiplin
ilmu tertentu saja, yaitu astronomi. Astronomi juga berperan dalam
perhitungan dan penentuan hari-hari besar keagamaan, dan waktu
shalat. Perkembangan observatorium juga berkaitan dengan kenyataan
bahwa astronomi tidak diajarkan pada lembaga-lembaga lain.16
j. Rumah sakit.
Seperti halnya observatorium berfungsi sebagai lembaga
pengajaran astronomi, rumah sakit juga berfungsi, di samping sebagai
tempat penyembuhan orang sakit, sebagai lembaga pendidikan ilmu
kedokteran khususnya sisi praktisnya.17

3. Karakteristik Pendidikan pada Masa Dinasti Abbasiyah


Dari beberapa pemaparan di atas, mengenai pendidikan Islam pada
masa kejayaan Abbasiyah memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Masuknya ilmu ‘aqli, yaitu ilmu yang berasal dari pengalaman dan
penalaran akal.
b. Munculnya berbagai lembaga pendidikan, seperti kuttab/maktab,
masjid, perpustakaan, dan sebagainya.
c. Munculnya tokoh-tokoh pendidikan yang menitikberatkan perhatian
pada bidang pendidikannya masing-masing.
Selanjutnya, Sunanto mengemukakan, ada beberapa karakteristik
pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah, di antaranya:
a. Pekembangan ilmu naqliyah
Ilmu naqliyah adalah ilmu yang bersumber dari naqli (alquran
dan hadis) yang erat kaitannya dengan agama Islam. Ilmu naqli yang
berkembang pada masa itu di antaranya: ilmu tafsir, ilmu kalam, dan
ilmu hadis.

16
Hasan Asari, Menyingkap Zaman Keemasan Islam, h. 209
17
Ibid., h. 212

9
b. Perkembangan Ilmu ‘Aqliyah
Ilmu ‘aqliyah adalah ilmu yang mendasarkan pada pemikiran
(rasio). Ilmu yang tergolong ilmu ini kebanyakan dikenal umat Islam
berasal dari terjemahan asing, yakni dari Yunani, Persia, dan India. Di
antara ilmu ‘aqliyah adalah ilmu filsafat, ilmu fisika, ilmu kedokteran,
ilmu astronomi dan matematika, ilmu geografi, dan ilmu sejarah.18
4. Pengembangan Ilmu Pengetahuan pada Masa Dinasti Abbasiyah
Pada masa dinasti Abbasiyah ini, ada beberapa pengembangan ilmu
pengetahuan yang terjadi, di antaranya:
a. Tingkatan Jenjang Pendidikan
Dalam tingkat jenjang pendidikan ini terbagi menjadi tiga
tingkatan,19 yaitu:
1) Tingkat dasar atau rendah, berupa kuttab, yaitu sebagai tempat
belajar bagi anak-anak. Selain di kuttab, terdapat pula anak-anak
yang belajar di dalam rumah, di dalam istana, di dalam toko-toko
bahkan di pinggiran pasar. Sebagai fungsinya, kuttab terbagi dalam
dua bentuk, yaitu: a) kuttab berfungsi sebagai tempat pendidikan
yang memfokuskan pada baca tulis, b) kuttab sebagai tempat
pendidikan yang mengajarkan alquran dan dasar-dasar
keagamaan.20
2) Tingkat menengah, berupa masjid serta majelis sastra dan ilmu
pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab.
3) Tingkat perguruan tinggi, berupa baitul hikmah di Bagdad dan
Da>r al-‘Ilm di Mesir (Kairo). Pada tingkatan ini umumnya
perguruan tinggi terdiri dari dua jurusan, yaitu jurusan ilmu agama
dan ilmu hikmah.

18
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, Pengembangan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta:
Prenada Media, 2003), h. 58-60
19
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h.54
20
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era
Rasulullah sampai Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group 2007), h. 113

10
b. Pendidik (para ilmuan) dan Siswa
Kemajuan dalam ilmu pengetahuan pada masa dinasti
Abbasiyah dibuktikan dengan lahirnya para ilmuan sekaligus bertindak
sebagai pendidik atau guru.21 Di antara para guru yang terkenal adalah
Ibnu Sina, Ibnu Miskawaih, Ibn Jama’ah, Imam Juwaini, dan Imam
Ghazali. Sementara itu, para pelajar yang menimba ilmu pada zaman
Abbasiyah berasal dari daerah sekitarnya serta dari mancanegara.
Mereka ada yang datang dari kawasan Timur Tengah, Asia, Afrika,
bahkan juga Eropa. Keberadaan para pelajar yang demikian itu
menyebabkan kota Baghdad menjadi masyarakat multietnis dan
multikultural yang bersifat megapolit.22
Pada masa Abbasiyah ilmu menjadi sesuatu yang penting,
sehingga masyarakat banyak antusias dalam menuntut ilmu kepada
guru-guru yang dianggap s\iqah (terpercaya) dan memiliki keluasan
ilmu yang tidak diragukan. Dalam hal ini guru dikategorikan menjadi
tiga kategori,23 di antaranya:
1) Guru-guru yang mengajar pendidikan anak-anak (mu’allim al-
kuttab), para mu’alim ini mempunyai status sosial yang rendah. Hal
ini disebabkan beberapa faktor, di antaranya yang paling utama
adalah kualitas keilmuan. para mu’allim diberikan wewenang
mengajar terhadap anak anak disesuaikan dengan kualitas
keilmuannya. Namun tidak semua demikian, ada sebagian di antara
mereka yang ahli di bidang sastra, ahli khat dan fuqaha. Mereka
inilah golongan guru mu’allim al-kuttab yang dihormati dan
dihargai seperti; al-Hajaja, al-Kumait, Abdul Hamid al-Katib,
Atha’ bin Rabah dan lain-lain.
2) Para guru yang mengajar para putra mahkota (muaddib), berbeda
dengan mu’allim al-kuttab, para muaddib mempunyai status sosial
yang tinggi, bahkan tidak sedikit para ulama yang mendapat

21
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Interpratama, 2011), h.174
22
Ibid., h. 176
23
Ibid., h. 177

11
kesempatan untuk menjadi muaddib. Untuk menjadi muaddib
tersebut, seseorang harus memenuhi beberapa syarat khusus, di
antaranya adalah kualitas ilmu yang tinggi, berakhlak mulia, dan
dikenal masyarakat.
3) Para guru yang memberikan pelajaran di masjid-masjid dan
madrasah, guru-guru dari golongan ini telah beruntung mendapat
kehormatan dan penghargaan yang tinggi di hadapan masyarakat.
Hal ini disebabkan penguasaan mereka terhadap ilmu pengetahuan
yang begitu mendalam (ra>sikh) dan berbobot. Mereka mengajar
beberapa bidang dalam keilmuan bahasa, ilmu pasti, ilmu syariat,
dan sebagainya. Terdapat beberapa guru dari golongan ini yang
terkenal di kalangan masyarakat, di antaranya adalah Abu al-
Aswad ad-Dualy, Hasan al-Basri, Abu Wada’ah, Syuraik al-Qadhi,
Muhamad ibn al-Hasan, Ahmad ibn Abi Dawud, dan lain
sebagainya.
c. Materi Pendidikan (Kurikulum)
Dalam suatu pendidikan wajib adanya suatu rencana atau biasa
disebut dengan kurikulum yang perlu dilaksanakan sesuai kebutuhan.
Kurikulum pendidikan Islam pada masa dinasti Abbasiyah dibagi
menjadi tiga bagian sesuai dengan tingkatan pendidikan masing-
masing,24 di antaranya:
1) Kurikulum Pendidikan Dasar (kuttab)
Bentuk kurikulum pendidikan dasar atau rendah ini berupa;
membaca alquran dan menghafalnya, pokok-pokok agama Islam,
seperti: cara berwudu, shalat, puasa dan sebagainya. Terdapat juga
pembelajaran berupa menulis, kisah atau riwayat orang-orang besar
Islam, membaca dan menghafal syair-syair, berhitung, nah}wu dan
s\ara>f.

24
Andewi Suhartini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan
Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, 2012), h. 105-107

12
2) Kurikulum Pendidikan Menengah
Rencana pelajaran untuk pendidikan tingkat menengah
meliputi mata pelajaran-mata pelajaran yang bersifat umum,
seperti: alquran, fikih, ilmu pasti, ilmu tafsir, hadis,
nah}wu/s\ara>f/balaghah, mantiq, ilmu falaq, ta>rikh (Sejarah),
ilmu-ilmu Alam, kedokteran dan seni atau musik.
3) Kurikulum Pendidikan Tinggi.
Rencana pelajaran pada pendidikan tinggi, dibagi menjadi
dua jurusan, yaitu: 1) Jurusan ilmu-ilmu agama dan sastra, yang
juga disebut sebagai ilmu-ilmu naqliyah, yang meliputi: tafsir
alquran, hadis, fikih dan us}u>l fiqih, nah}wu/s}ara>f/balaghah.
2) Jurusan ilmu-ilmu umum, yang disebut sebagai ilmu ‘aqliyah,
meliputi: ilmu mantiq, ilmu seni, ilmu-ilmu alam dan kimia, ilmu-
ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu hewan, ilmu kedokteran, ilmu falaq,
ilmu tumbuh-tumbuhan.
Hal serupa juga dijelaskan oleh Mahmud Yunus dalam Zuhairi,25
bahwa secara garis besar, pokok-pokok rencana pelajaran pada bebagai
tingkatan pendidikan tersebut, sebagai berikut :
1) Rencana pelajaran kuttab
Membaca alquran dan menghafalnya, pokok-pokok agama
Islam, menulis, kisah atau riwayat orang-orang besar Islam,
membaca dan menghafal syair-syair atau prosa, berhitung, pokok-
pokok nah}wu dan s}araf.26
Pembagian waktu bagi mata pelajaran tiap-tiap hari,
biasannya dibagi menjadi tiga, yaitu: a) Pelajaran alquran dari pagi
hari sampai dengan waktu d}uh}a. b) Pelajaran menulis dari waktu
d}uh}a sampai waktu z}uhu>r. c) Pelajaran ilmu lain (nah}wu,

25
Zuhairini, et. al., Sejarah Pendidikan Islam, h.102
26
Ibid., h. 105

13
bahasa arab, berhitung, syair, riwayat, dan ta>ri>kh) dimulai
setelah z}uhu>r sampai akhir siang.27
2) Rencana pelajaran pada tingkat menengah
Berikut adalah beberapa pelajaran yang terdapat pada tingkat
menengah, di antaranya: Alquran, fikih, hadis, tafsir, bahasa arab
dan sastra, nahwu, mantiq, ilmu pasti, ilmu falaq, tarikh,
kedokteran, ilmu-ilmu alam, dan musik.
3) Rencana pembelajaran pada tingkat tinggi
Terbagi menjadi dua jurusan sebagaimana pembagian ilmu
yang telah dijelaskan di atas, yakni, ilmu naqliyah (tafsir alquran,
hadis, fikih, us}u>l fiqh, nah}wu, sara>f, bala>ghah, bahasa arab
dan kesastraan) dan ilmu ‘aqliyah (ilmu mantiq, ilmu alam dan
kimia, musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, ilmu falaq, ilmu ilahiyah,
ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan, dan kedokteran).
Baghdad merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan pusat
penelitian berbagai disiplin ilmu, yang pusat kegiatannya dikenal dengan
Da>r al-Hikmah. Bentuk dan jenis ilmu pengetahuan yang berkembang saat
itu adalah:28
a. Ilmu H}isa>b dan Al Jabar
Setelah mempelajari lebih dalam penomoran ke dalam bilangan,
bangsa Arab menjadi sangat maju dengan ilmu pengetahuan mereka
dengan mengubah pola pikir dan pemahaman mereka lebih luas. Hal ini
berkelanjutan dalam bidang ilmu h}isa>b, ketika itu bilangan baru
sampai angka sembilan, nol belum dikenal. Lalu bangsa Arab
memasukkan angka nol dengan bentuk umum dan mutlak seperti yang
telah ada. Tokokh populer dibalik kerja keras semuai ini adalah al-
Khawarizmi dan Habasy al-Hasib.29

27
Fauzan Suwito, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta: Fajar Interpratama Offset,
2005), h.19
28
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 2010), h.
66-68
29
Yusuf al-Isy, Dinasti Abbasiyah, (Jakarta: al-Kautsar, 2007), h. 263

14
Dalam perjalanannya, al-Khawarizmi yang memiliki buku “al-
Jaba>r wa al-Muwa>balah” yang darinya lahirlah dasar aljabar.
Adapun orang yang melakukan langkah lebih besar daripada aljabar
adalah Umar al-Khiyam, dia memberikan kontribusi yang besar
terhadap konsep aljabar.
b. Ilmu Astronomi
Dalam dunia pendidikan ilmu pengetahuan astronomi, terkenal
nama al-Fazari (abad ke-8) sebagai astronom Islam yang pertama kali
menyusun astrolabe (alat yang dahulu dipakai untuk mengukur tinggi
bintang-bintang dan sebagainya). Al-Fargani yang dikenal di Eropa
dengan al-Fragnus, mengarang ringkasan tentang ilmu astronomi yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan
Johannes Hispalensis.
c. Ilmu Optika
Dalam optika, Abu Ali al-Hasan Ibu al-Haytham (abad ke-10) yang
namanya di-Eropa-kan dengan nama al-Hazen, terkenal sebagai orang
yang menentang pendapat bahwa mata yang mengirim cahaya kepada
benda yang dilihat. Menurut teorinya yang kemudian ternyata
kebenarannya terakui adalah bahwa benda yang mengirim cahaya ke
mata dan karena menerima cahaya itu, mata dapat melihat benda
tersebut.
d. Ilmu Kimia
Dalam ilmu kimia, Jabir Ibnu Hayyan terkenal sebagai bapak
kimia, dan Abu Bakar Zakaria al-Razi (865-925 M) mengarang buku
besar tentang al-kimia yang baru dijumpai mulai abad 20 ini kembali.
Pengetahuan yang diperoleh Islam dari Yunani sedikit sekali,
pengetahuan ini banyak berkembang sebagai hasil penyelidikan oleh
para ahli Islam.
e. Ilmu Fisika
Dalam bidang ilmu fisika, sebelum Galileo, al-Baituni (973-1048
M) telah mengemukakan teori tentang bumi yang berputar pada

15
porosnya. Abu Raihan Muhammad al-Baituni selanjutnya mengadakan
sebuah penelitian mengenai kecepatan suara, dan beliau juga berhasil
dalam menentukan berat dan kepadatan 18 macam permata dan metal.
f. Ilmu Geografi
Dalam bidang geografi, Abu al-Hasan Ali al-Mas’ud adalah
seorang pengembara yang mengadakan kunjungan ke berbagai dunia
Islam pada abad ke-10 dan menerangkan dalam bukunya Maruj al-
Z|ahab tentang geografi.
Karya-karya tulisan dalam bidang geografi yang mereka susun
sangatlah banyak. Dii antara karya-karya tersebut yang paling terkenal
adalah “Ah}san al-Taqa>sim fi> Ma’rifah al-Aqa>lim” yang ditulis
oleh Al Muqaddasi. Dia telah melihat perilaku dan sifat manusia dari
perdagangan dan pekerjaan. Dia pun mengumpulkan dimensi-dimensi
kehidupan dengan cara geografi yang sangat bagus. Dengan demikian,
mereka tidak melihat geografi sebagai gambaran bumi saja, tetapi
melihatnya sebagai geografi manusia, daerah, perilaku, dan lain-
lainya.30
g. Ilmu Kedokteran
Pengaruh Islam yang terbesar terdapat dalam bidang ilmu
kedokteran dan filsafat. Dalam bidang kedokteran, Abu Bakar
Muhammad bin Zakariya al-Razi (864-930 M) yang di Eropa dikenal
dengan nama Rhazes, mengarang buku tentang penyakit cacar dan
campak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Inggris dan bahasa-
bahasa Eropa lainnya.
Adapula Abu Ali al-Husain ibn Abdullah, yang lebih dikenal
dengan Ibnu Sina (980-1037 M) yang dikenal dalam dunia Barat
dengan nama Aviccena, dia adalah seorang dokter yang mengarang
suatu ensiklopedia dalam ilmu kedokteran yang terkenal karyanya yaitu
al-Qanu>n fi> al-Tib. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin, berpuluh kali dicetak dan tetap dipakai di Eropa sampai

30
Ibid., h. 266

16
pertengahan kedua dari abab ke-17. Tulisan-tulisan Ibnu Sina
berpengaruh pada pemikiran filosof-filosof filosof Islam dan Kristen
sampai zaman kebangkitan (renaisance).31
Malik ibn Thufail al-Qaisy, dikenal dengan panggilan Ibnu Thufail,
juga seorang ahli dibidang dokter obat, ahli matematika, filosof dan
penyair. Ibnu Thufail menjadi menteri dan dokter pribadi bagi Abu
Yakub Yusuf ibn Abd. Mukmin, yang memerintah antara tahun 1163-
1184 M.32
h. Ilmu Filsafat
Dalam bidang filsafat, nama al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd
terkenal. Al-Farabi mengarang banyak buku, di antaranya dalam
filsafat, jiwa, etika, kenegaraan, serta interpretasi terhadap filsafat
Aristoteles. Sebagian dari karangannya diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin dan masih dipakai di Eropa pada abad ke-17. Dalam karya Ibnu
Sina yang terkenal yaitu al-Syifa>’, suatu ensiklopedia tentang fisika,
metafisika dan matematika yang terdiri atas 18 jilid. Ibnu Rusyd (dalam
dunia Barat lebih dikenal dengan Averroes), sangat berpengaruh di
Eropa dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang
disebut Averroisme.
Dalam bidang filsafat antara lain: 1) Al-Kindi (809-873M) filsuf
muslim pertama, buku karangannya sebanyak 236 judul. Beliau juga
termasuk tokoh pendidikan multikultural dan dikenal sebagai tokoh
humanis, 2) Al-Farabi (w. 916 M) dalam usia 80 tahun, 3) Ibnu Sina
(980-1037 M).33
5. Spesifikasi Pemikiran Pendidikan Islam pada Masa Dinasti Abbasiyah
Pada dinasti Abbasiyah, puncak kejayaan umat ditandai dengan
berkembangnya pemikiran dan peradaban di dalamnya. Untuk mencapai

31
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung: Al-
Ma’arif, 1980), h. 100
32
Ibid., h. 114
33
Ibid., h. 116-117

17
kejayaan tersebut, tergambar bahwa strategi dan aktivitas yang efektif
dilakukan oleh para khalifah Dinasti Abbasiyah,34 di antaranya:
a. Keterbukaan.
Sikap keterbukaan ini tidak dimiliki pada kekhalifahan Bani
Umayyah, yang mana pada kekhalifahan Umayyah sangat membatasi
diri dengan pihak luar, keadaan pemerintah dinasti Abbasiyah
sebaliknya. Pemerintahan Umayyah memiliki bentuk yang lebih
menonjol kepada pemerintahan Arab, sedangkan politik dinasti
Abbasiyah merupakan bentuk pemerintahan campuran dari segala
bangsa.
b. Kecintaan pada ilmu pengetahuan.
Kecintaan khalifah dinasti Abbasiyah terhadap ilmu pengetahuan
dibuktikan dengan banyaknya ulama serta cendikiawan untuk hadir
ddari berbagai penjuru daerah, serta memperluasterjemahan latin ke
dalam bahasa Arab. Dengan demikian, dinasti Abbasiyah memberikan
kontribusi serta jasa yang besar dalam memajukan peradaban Islam.
c. Toleran dan akomodatif.
Corak kehidupan orang-orang Abbasiyah lebih banyak meniru tata
cara kehidupan bangsa Persia, hal ini disebabkan bangsa Persia
memiliki kedudukan yang baik di kalangan keluarga istana. Orang
Persia banyak yang dipilih dalam mengendalikan pemerintahan Dinasti
Abbasiyah.
Peralihan kekuasaan dari dinasti Umayyah ke dinasti Abbasiyah adalah
sebuah peralihan yang signikan, di mana pemerintahan Umayyah yang
identik dengan nepotismenya berubah kearah monarki (Abbasiyah).
Perubahan ini tentunya menuju ke arah yang lebih baik, yaitu dalam
perguliran sejarah Islam, pada dinasti Abbasiyah, peradaban Islam terlihat

34
Yunus Ali Muhdar dan Bey Arifin, Sejarah Kesusastraan Arab (Jakarta: Bina Ilmu,
1983), h. 135

18
sangat mengagumkan yaitu masa keemasan (golden age), tepatnya pada masa
al- Rasyid dan al-Makmun.35
Keberhasilan tersebut tidak dapat dilepaskan dari para pemikir Islam
yang ada di lembaga pendidikan dan pemerintahan. Dengan pergeseran antara
kebudayaan Timur dan Barat, menyebabkan berkembangnya ilmu
pengetahuan yang sanagt pesat. Pada pemerintahan al-Makmun, pemikir-
pemikir Islam telah membuktikannya dengan melahirkan beberapa keilmuan,
termasuk ilmu matematika, kedokteran, astronomi dan filsafat sebagai gudang
insprasi.36
Pada tahun 198-813 H awal dan akhir pemerintahan al-Makmun, telah
membuka mata dunia Barat bahwa Islam ketika itu adalah sebuah peradaban
yang sangat diperhitungkan dalam dunia internasional, beliau mendatangkan
para ilmuan baik dari Timur ataupun Barat untuk berkarya di Baghdad.
Hasilnya perkembangan keilmuan bergulir dengan derasnya, Da>r al-
Hikmah atau Baitul Hikmah merupakan lembaga pendidikan Islam yang
berperan sebagai Institusi pendidikan dan membidani kelahiran ilmu-ilmu
agama dan dunia.37
Pesatnya perkembangan pendidikan dimasa al-Makmun yang
diprakarsai oleh pemikir-pemikir Islam dan non-Islam bukan hanya
membidani kelahiran teori-teori baru dalam keilmuan, disamping pendidikan
non-formal yang berkembang,38 pendidikan formal juga digagas, bukti
pemikir-pemikir turut menginstruksikan kepada pemerintah agar mendirikan
infrastruktur sebagai lembaga institusi pendidikan, agar peserta didik dan
peserta ajar dapat mengajar dan mengkaji ilmu-ilmu pada tempat-pempat
yang menurut mereka lebih terkonsentrasi.39

35
Hasan Bakti, Dirasah Islamiyah, (Medan:Media Persada, 1995), h. 11
36
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, h. 53
37
K. Ali, Sejarah: Tarikh Pramodrent, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 385
38
Zuhairi, et. al., Sejarah Pendidikan Islam, h.100
39
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, h. 48

19
C. Kesimpulan
Pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah mengalami kemajuan yang
sangat pesat, terutama dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Di antara bukti
bahwa dinasti ini mengalami kemajuan dan perkembangan adalah dengan
banyaknya terjemahan buku dari bahasa Latin ke bahasa Arab, munculnya para
ahli di berbagai bidang, baik itu dalam bidang ilmu naqliyah maupun ‘aqliyah,
serta semakin banyaknya lembaga-lembaga serta para pemikir Islam di berbagai
wilayah dan dari berbagai kalangan.
Perkembangan pemikiran Islam pada masa ini tidak hanya berdampak
pada kemajuan peradaban, melainkan juga memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap dunia luar, utamanya yaitu bangsa Eropa dan sekitarnya. Gerakan
pemikiran Islam ini, telah banyak melahirkan berbagai tokoh, baik pemikir
muslim maupun non-muslim. Para ilmuwan yang bukan muslim juga memainkan
peranan penting dalam menterjemahkan serta mengembangkan karya
kesusasteraan Yunani, serta ilmu pada masa pra-Islam kepada masyarakat Kristen
Eropa.
Karakteristik pendidikan pada masa dinasti Abbasiyah ditandai dengan
bertambah luasnya ilmu-ilmu ‘aqli, munculnya berbagai lembaga pendidikan serta
tokoh-tokoh pendidikan menitikberatkan pada bidangnya masing-masing.
Pengembangan ilmu pengetahuan dibuktikan dengan munculnya berbagai temuan
dalam berbagai disiplin ilmu di antaranya adalah ilmu filsafat, ilmu h}isa>b dan
aljabar, ilmu atronomi, ilmu optika, ilmu kimia dan fisika, ilmu geografi, ilmu
kedokteran, dan sebagainya.
Pada dinasti Abbasiyah, puncak kejayaannya ditandai dengan
berkembangnya pemikiran dan peradaban di dalamnya. Untuk mencapai kejayaan
tersebut, tergambar bahwa strategi dan aktivitas yang efektif dilakukan oleh para
khalifah dinasti Abbasiyah, diantaranya adalah dengan sikap keterbukaan,
kecintaan pada ilmu pengatahuan, serta toleran dan akomodatif.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ali, K. Sejarah: Tarikh Pramodrent. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.


Al-Isy, Yusuf. Dinasti Abbasiyah. Jakarta: al-Kautsar, 2007.
Asari, Hasan. Menyingkap Zaman Keemasan Islam. Bandung: Citapustaka Media
Perintis, 2017.
Bakti, Hasan. Dirasah Islamiyah. Medan: Media Persada, 1995.
Daulay, Haidar Putra dan Nurgaya. Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah.
Jakarta: Kencana, 2016.
Ibrahim, Hassan. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang,
1997.
Langgulung, Hasan. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung:
Al-Ma’arif, 1980.
Muhdar, Yunus Ali dan Bey Arifin, Sejarah Kesusastraan Arab. Jakarta: Bina
Ilmu, 1983.
Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press, 2010.
Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Fajar Interpratama, 2011.
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan Islam, Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan
Era Rasulullah sampai Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2007.
Suhartini, Andewi. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama Republik Indonesia, 2012.
Sunanto, Musyrifah. Sejarah Islam Klasik, Pengembangan Ilmu Pengetahuan,
Jakarta: Prenada Media, 2003.
Suwito, Fauzan. Sejarah Sosial Pendidikan Islam. Jakarta: Fajar Interpratama
Offset, 2005.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002.
Zubaidah, Siti. Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing, 2016.
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

21

Anda mungkin juga menyukai