Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH USHUL FIKIH

MUSYTARAK
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fikih yang diampu
oleh Bapak Mahmuji, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok 12

Fitri ( 1931710200 )
Nadia Defira Ananda Hartoyono ( 1931710207 )
Syifa Urrahmah ( 1931710184 )
Wahid Nur Ramadhan ( 1931710163 )

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SAMARINDA
2020

i
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Musytarak”.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka


menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “Musytarak” . Saya
mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen kami yang terhormat Bapak
Mahmuji, M.Pd yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada kami,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tak lupa kami ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak memberikan referensi
mengenai musytarak.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini


terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membaca nya.

Wassalamu‟alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Samarinda, 22 Oktober 2020

Kelompok 12

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ..........................................................................................................2

C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Musytarak......................................................................................................3

B. Macam-macam musytarak ..............................................................................................5

1. Musytarak lafdzi ..........................................................................................................5

2. Musytarak makna ........................................................................................................9

C. Hukum Musytarak ...........................................................................................................9

D. Pengertian Lafadz Muradhif ..........................................................................................10

E. Hukum Lafadz Muradhif ..............................................................................................11

F. Kaidah Muradhif ...........................................................................................................12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................................................14

B. Saran ................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa lisan manusia atau nash Syar‟i tak lepas dari penggunaan lafadz
yang memiliki makna beragam atau lebih dari satu. Sebagai contoh sederhana
dalam bahasa Indonesia, ada beberapa kata yang memiliki makna lebih dari
satu. Demikian juga dalam dalam al Quran yang merupakan firman Allah
yang turun dalam bentuk bahasa arab yang fasih dan lugas tak lepas adanya
pola kalimat yang pelafalan dan pengejaannya sama namun memiki makna
berbeda.
Para mufasir sejak generasi awal sebenarnya sudah melakukan tindakan
prefentif agar umat tidak salaham paham dalam memahami teks, dengan
menyusun banyak kitab yang mendeskripsikan setiap mufradat Alquran dan
hadis dengan komprehensif. Yaitu konsep musytarak, satu kata banyak
terulang dan memiliki arti yang berbeda-beda sesuai konteks dan siyaq ayat.
Sebagai contoh dalam al Quran yang menjadi high light dalam diskursus
lafadz Musytarak adalah kata ‫مستم أوال‬, kalimat ‫ مستم أوال‬dalam ayat an Nisa
43 tersebut apakah yang dimaksudkan adalah bersentuhan kulit secara hakikat
atau bersetubuh secara majazi, atau makna sebaliknya, atau kedua-duanya
merupakan makna hakikat atau majazi kedua-duanya. Oleh karena itu riset ini
akan menganalisis eksistensi lafadz Musytarak dalam bahasa, al Quran dan
pengaruhnya dalam tafsir ahkam. Yaitu konsep musytarak, satu kata banyak
terulang dan memiliki arti yang berbeda-beda sesuai konteks dan siyaq ayat.
Ragam ungkapan damai dalam Al-Qurān secara jelas menegaskan bahwa
karakter dasar dari ajaran Islam adalah menyebarkan perdamaian. Dalam
ungkapan teks agama, perdamaian sering dibahasakan dengan “Amān”. Dalam
terminologi, “Amān” adalah sebuah kesepakatan untuk menghentikan
peperangan dan pembunuhan dengan pihak musuh. Selain Amān masih ada
beberapa istilah lain yang juga merujuk pada perdamaian, yakni Amān,

1
Janaḥu, Dhimmah, Salām, Ṣulḥu dan Hudnah semua ragam ungkapan lafaẓ-
lafaẓ ini dapat diartikan dengan damai, tentu dengan sedikit perbedaan antara
lafaẓ yang satu dengan yang lain.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Lafadz Musytarak ?
2. Macam-macam Musytarak ?
3. Hukum Musytarak ?
4. Pengertian Lafadz Muradhif ?
5. Hukum Lafadz Muradhif ?
6. Kaidah Muradhif ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui lafadz Musytarak.
2. Untuk mengetahui macam-macam lafadz Musytarak.
3. Untuk mengetahui hukum Musytarak.
4. Untuk mengetahui apa saja sebab-sebab timbulnya lafadz musytarak.
5. Untuk mengetahui pendapat ahli bahasa tetang lafadz Musytarak.
6. Untuk Mengetahui sikap ulama Ushul dan Tafsir terkait lafadz Musytarak
dalam al Quran

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Musytarak
Musytarak adalah sebuah lafadz yang mempunyai arti banyak dengan
kegunaan yang banyak pula. Seperti lafadz ( ‫( ) ﺍىﺴْت‬tahun) yang bisa berarti
tahun hijriah atau miladiyah. Lafadz ( ‫( ) ﺍىٍذ‬tangan) yang bisa berarti tangan
kanan dan juga bisa berarti tangan kiri. Musytarak juga bisa berarti suatu
lafadz yang mempunyai dua arti atau lebih dengan kegunaan yang banyak
yang dapat menunjukkan arti ini atau arti itu. Seperti lafadz ( ٍِ‫ ) ﺍىﻌ‬yang bisa
berarti mata, sumber mata air, dan reserse (mata-mata). Pengertian musytarak
(homonim) dalam bahasa Arab sama dengan definisi polisemi dalam bahasa
Indonesia, yaitu kata atau frasa yang memiliki makna lebih dari satu, atau
memiliki makna yang bebeda-beda.1

Musytarak artinya menurut bahasa adalah, berserikat,


berkumpul.Musytarak dalam uṣul fiqih adalah : “lafaẓ yang dibentuk untuk
dua arti atau lebih yang berbeda-beda”.

Musytarak, ialah suatu lafaẓ yang mempunyai dua arti yang sebenarnyadan
arti-arti tersebut berbeda-beda. Seperti lafaẓ laun yang artinya putih atau
hitam. Apabila arti yang sebenarnya hanya satu dan yang lain arti majaz,
maka tidak dikatakan musytarak.2

Pengertian homonim (musytarak) di dalam buku „Inda al-Arab di bagi


menjadi dua bagian yaitu polisemi dan homonim, sedangkan dalam buku Ilmu
Ad-Dilalah, musytarak banyak dipelajari dalam ilmu al-Quran, hadits nabi,
dan teks-teks bahasa Arab yang pernah kita pelajari. Menurut salah satu ahli
bahasa ushul, musytarak adalah satu kata yang memiliki makna lebih dari satu,
pengertian ini sama dengan definisi polisemi dalam bahasa Indonesia. Berbeda

1
https://wakidyusuf.wordpress.com/2017/02/05/musytarak-macam-macam-musytarak/ diakses
pada tanggal 12 november 2020
2
MISS. KHOLEEFAH JUKENG,2016,(RAGAM UNGKAPAN DAMAI DALAM AL-QURĀN
Kajian Lafaẓ Muradif dan Musytarak Fi Ulumil Al-Qurān, Banda Aceh, 13 Juli 2016).Hal. 25.

3
pengertian musytarak di dalam kitab Mudjakar al-Lughah al-Arabiyah bahwa
homonim adalah lawan kata dari sinonim, homonim adalah setiap kata yang
memiliki beberapa makna, homonim juga dapat dikatakan setiap kata yang
memiliki beberapa makna, baik makna yang sebenarnya atau makna kiasan.
Para ahli bahasa, bebeda pendapat tentang definisi homonim (musytarak)
tersebut ada yang menolaknya dan ada juga yang mengakui keberadaannya,
dengan menunjukkan berbagai fakta yang ada dan tidak dapat diragukan lagi.
Pada dasarnya bahasa dunia, dan yang pasti juga terjadi pada bahasa Arab.

Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya homonim


(musyatarak) di antaranya :

1. Perbedaan dialek-dialek Arab klasik, maka adanya homonim


menampakkan implikasi dari perbedaan penggunaan kata oleh
berbagai suku.
2. Bergesernya beberapa kata dari makna yang asli pada makna kiasan,
dengan adanya hubungan tertentu, seringnya kata-kata itu digunakan,
sehingga kata kiasan menjadi sekuat kata yang sebenarnya.
3. Adanya dua kata yang hampir sama dan sighatnya juga sama. Dari situ
muncullah aneka ragam makna.
4. Perbedaan kabilah dalam mempergunakan lafazh untuk menunjukkan
kepada beberapa makna.

Adapun di dalam penentuan bentuk yang homonimi atau polisemi


memang terdapat dua sikap ekstrim: pertama, yang terlalu jauh mencari-cari
hubungan makna ini, sehingga kata „pohon‟ yang berarti tumbuhan dan
„pohon‟ (memohon) yang berarti „meminta‟, „mengharap‟, dianggap sebagai
sebuah bentuk yang polisemi karena katanya dulu orang memohon (kepada
dewa) di bawah pohon. Contoh lain „pacar‟ yang berarti kekasih dan „pacar‟
yang berarti inai juga dianggap polisemi, bukan homonimi karena pacar itu
biasa memakai pacar (kekasih itu tentunya wanita, biasa memakai inai).
Kedua, sebaliknya ada pihak yang terlalu sederhana dalam menentukan
homonimi, sehingga kata ”cangkul” misalnya disebut sebagai bentuk yang

4
homonimi, sebab ada ”cangkul” yang berupa kata benda, dan ada cangkul
yang lain yang berupa kata kerja, hanya berdasarkan pada bahwa kata cangkul
bisa digunakan dalam kalimat perintah (sebagai kata kerja) dan kalimat berita
(sebagai kata benda). Di antara kedua sikap ekstrim itu, mana yang patut kita
ikuti, tentunya tergantung pada persepsi kita terhadap konsep homonimi dan
polisemi. Apabila dalam nas terdapat lafaz musytarak, maka jika ia adalah
musytarak antara makna kebahasaan dan makna terminologi secara syar‟i,
maka lafazh itu wajib dibawa kepada makna syar‟inya. Jika ia adalah
musytarak antara dua makna atau lebih dari makna kebahasaan, maka ia wajib
dibawakan kepada salah satu maknanya dengan suatu dalil yang
menentukannya.

Jadi lafaz musyatarak adalah lafaz yang diletakkan untuk dua makna
atau lebih dengan peletakkan yang bermacam-macam, dimana lafaz itu
menunjukkan makna yang ditetapkan secara bergantian, artinya lafaz itu
menunjukkan makna ini atau makna itu. Apa pun yang menjadi sebab-sebab
persekutuan makna dalam lafazh menurut bahasa, maka sesungguhnya lafaz
yang musytarak antara dua makna atau lebih tidaklah sedikit di dalam bahasa,
dan terdapat dalam nash-nash al-Quran maupun Hadits Nabi.3

B. Macam-macam musytarak
Berikut ini adalah macam-macam musytarak (homonim) dalam bahasa
Arab :

1. Musytarak lafdzi
Musytarak lafdzi adalah tulisan dan pengucapannya sama, akan
tetapi maknanya berbeda. Sedangkan musytarak lafdzi dalam bahasa
Indonesia sama dengan makna homonimi.4
Kata musytarak berakar dari syin ra kaf (syaraka) yang bermakna
berserikat, bersekutu, bercampur. Musytarak di sini menurut DR. Zain

3
Yatmi,2010,(ANALISIS MUSYTARAK (HOMONIM) DALAM AL-QUR‟AN TERJEMAHAN
H.B JASSIN, YATMI-FAH.PDF, 5-Oct-2012,).Hal. 11.
4
Yatmi,2010,(ANALISIS MUSYTARAK (HOMONIM) DALAM AL-QUR‟AN TERJEMAHAN
H.B JASSIN, YATMI-FAH.PDF, 5-Oct-2012,).Hal. 13.

5
bin Ali bin Mahdi Maharisy dalam kitabnya shuwarul musytarak
allafdzi fil qur‟anil karim wa atsaruha fil ma‟na, adalah,” satu lafadz
yang memiliki banyak arti yang berbeda dan tidak ada hubungannnya
satu sama lainnya”, dari sini bisa dipahami bahwa musytarak lafdzi
dalam al qur‟an adalah setiap kata yang ada dalam al qur‟an yang
memiliki banyak makna yang beragam, dan antara makna yang ada itu
tidak ada hubungannya.
Banyak perbedaan penafsiran yang terjadi karena perbedaan
mereka dalam memahami kata musytarak ini, misalnya dalam surat al
mudatsir: 51, mengenai arti “qaswarah”

ْ َ‫فَ َّشثْ ٍِ ِْ ق‬
‫ﺴ َى َس ٍة‬

Dimaksud di sini adalah “ orang yang melempar “ tetapi bisa juga yang
dimaksud adalah “ singa”, juga berarti “ suara – suara orang “ juga
berarti “gelapnya malam”.
Begitu juga dengan surat at takwir: 17, mengenai kata “ „as‟as”

‫س‬
َ َ‫ﺴﻌ‬ َ ‫َوﺍىيَّ ٍْ ِو إِرَﺍ‬
ْ ‫ع‬

Yang dimaksud bisa berarti “ menjelang malam “ atau “ berakhirnya


malam”.
Seperti halnya yang disebutkan oleh at Thabari mengenai surat an
nahl: 72

ِ ‫ﺴ ُن ٌْ أ َ ْص َوﺍ ًجا َو َجﻌَ َو ىَ ُن ٌْ ٍِ ِْ أَ ْص َو‬


ً‫ﺍج ُن ٌْ بٍََِِْ َو َحفَ َذة‬ ِ ُ‫َّللاُ َجﻌَ َو ىَ ُن ٌْ ٍِ ِْ أ َ ّْف‬
َّ ‫َو‬

Kata “hafadah” memiliki banyak arti diantaranya adalah: pembantu


dan penolong, anak-anak bawaan istri dari suaminya dahulu, juga
hubungan kekerabatan karena perkawinan, juga berarti cucu-cucu,
semua ini termasuk dalam arti hafadah.

6
Juga seperti yang dijelaskan oleh Abu Ishaq az zujaj, mengenai surat ar
rahman: 6.

ُ‫َﺍ‬
ِ ‫ﺴ ُجذ‬ َّ ‫وﺍىَّْجْ ٌُ َوﺍى‬
ْ ٌَ ‫شج َُش‬

Kata “ an najm” di sini menurut mayoritas ahli bahasa dan tafsir adalah
semua yang tumbuh di permukaan tanah tetapi tidak memiliki batang.
Sedangkan “ asy syajar “ adalah yang memiliki batang. Tetapi bisa
juga berarti bintang di langit yang juga bersujud kepada Allah
sebagaimana Allah sebutkan dalam surat an nahl: 49.

ِ ‫ث َو ٍَا فًِ ْﺍْلَ ْس‬


‫ض‬ ِ ‫اوﺍ‬
َ ََ ‫ﺴ‬
َّ ‫ﺴ ُج ُذ ٍَا فًِ ﺍى‬
ْ ٌَ ِ‫َو ِ َّّلِل‬

Contoh lain misalnya kata “shalawat” dalam surat albaqarah:157

َُ‫صيَ َىﺍثٌ ٍِ ِْ َس ِّب ِه ٌْ َو َسحْ ََتٌ َوأُوىَ ِئلَ ُه ٌُ ﺍ ْى َُ ْهت َ ُذو‬


َ ٌْ ‫عيٍَ ِْه‬
َ َ‫أوىَ ِئل‬

Kata “shalawat” dari Allah di sini artinya bisa berarti rahmat, bisa pula
berarti pujian dan pengormatan, bisa pula berarti memperhatikan
urusannya. Al alusi dalam tafsirnya memilih arti pujian dan ampunan
dari Allah,
Begitu juga kata yang memiliki arti berlawanan juga bagian dari
musytarak ini, misalnya kata “ dhann” dalam bahasa Arab berarti “
ragu dan yaqin”, kata “ raja “ bisa berarti “takut dan ambisi”. Kata
“qur‟un” sebagaimana contoh di awal yang bermakna “ haidh dan suci
“.
Kata “dhann” yang berarti “yakin” misalnya dalam surat al baqarah: 46

ِ ‫ظُّْىَُ أََّّ ُه ٌْ ٍُ ََلقُى َسبِّ ِه ٌْ َوأََّّ ُه ٌْ إِىَ ٍْ ِه َس‬


َُ‫ﺍجﻌُى‬ ُ ٌَ ٌَِ‫ﺍىَّ ِز‬

7
Sedangkan “dhann” yang berarti “ragu” bisa dilihat dalam surat al
jatsiyah: 32

ُ َّ ُْ ِ‫ﺴاعَتُ إ‬
ْ َُ ‫ظُِّ إِ ََّّل َظًّْا َو ٍَا َّحْ ُِ ِب‬
ٍَِِْ‫ﺴتَ ٍْ ِق‬ َّ ‫قُ ْيت ُ ٌْ ٍَا َّذ ِْسي ٍَا ﺍى‬

Ath thahir bin „Asyur mengatakan makna “duluk syams” dalam surat
al Isra: 78 bisa berarti tiga makna:

ْ ٍَ َُ‫ق ﺍىيَّ ٍْ ِو َوقُ ْشآَُ ﺍ ْى َفجْ ِش إَُِّ قُ ْشآَُ ﺍ ْىفَجْ ِش مَا‬


‫ش ُهىدًﺍ‬ ِ ‫ﺴ‬ َ ‫ش َْ ِس إِىَى‬
َ ‫غ‬ ِ ُ‫أَقِ ٌِ ﺍىصََّلةَ ِى ُذى‬
َّ ‫ىك ﺍى‬

dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam


dan (dirikanlah pula shalat) subuh . Sesungguhnya shalat subuh itu
disaksikan (olehmalaikat).
Kata “duluk: disini berarti: 1) tergelincirnya matahari dari tengah busur
ke arah barat yakni waktu dhuhur, 2) tergelincirnya sebesar tiga
perempat yakni waktu asar, 3) tenggelamnya matahari.
Bahkan musytarak ini juga terkaita atara arti hakiki dan arti majaz,
maka sangat diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai arti
kata-kata yang ada dalam al qur‟an ini sehingga kita mendapatkan
pemahaman yang benar.

Sebagai contoh perbedaan arti hakiki dan majaz ini adalah kata
“bakhil” dalam surat an nisa‟: 37.

ٌَِ‫ض ِي ِه َوأ َ ْعتَ ْذ َّا ِى ْينَافِ ِش‬


ْ َ‫َّللاُ ٍِ ِْ ف‬ َ َّْ ‫ﺍىَّ ِزٌَِ ٌَ ْب َخيُىَُ َوٌَأ ْ ٍُ ُشوَُ ﺍى‬
َّ ٌُ ‫اس بِا ْىبُ ْخ ِو َوٌَ ْنت ُ َُىَُ ٍَا آتَا ُه‬
‫عزَﺍبًا ٍُ ِهًٍْا‬ َ

( yaitu) orang-orang yang kikir, danmenyuruh orang lain berbuatkikir,


danMenyembunyikankarunia Allah yang telahdiberikan-Nya
kepadamerekadan Kami telahmenyediakanuntuk orang-orang
kafirsiksa yang menghinakan.

8
Dalam ayat ini makna “bakhil” adalah bukan bakhil dalam harta benda,
karena agama apapun, kepercayaan apapun, budaya apapun dahulu
kala dan sekarang ini memandang sikap bakhil dalam harta merupakan
perbuatan tercela. Tetapi bakhil dalam ayat ini berarti majaz yakni “
bakhil “ dalam ilmu, maksudnya adalah bahwa Allah telah
memberitahukan akan adanya nabi terakhir yakni nabi Muhammad r,
pemberitahuan ini sudah disampaikan oleh Allah dalam kitab-kitab
mereka, tetapi mereka menyembunyikan informasi ini sehingga
banyak orang tidak mengetahui, sebagaimana dipahami bahwa orang-
orang sebelum Islam mendominasi pemahaman kitab hanya oleh para
pendeta dan rahib – rahib saja. 5

2. Musytarak makna
Musytarak makna adalah kata atau frasa yang tulisan dan
pengucapannya berbeda, akan tetapi maknanya sama. Sedangkan
dalam bahasa Indonesia sama dengan makna polisemi.
Contoh : Wanita dan Perempuan
Maksud dari contoh di atas adalah kalau di lihat dari makna biologis
bahwa kata Wanita dan Perempuan memiliki kesamaan yaitu memiliki
cirri-ciri yang sama, akan tetapi di lihat secara bentuk sosial Wanita itu
mempunyai makna negative dan Perempuan mempunyai makna
positif.6

C. Hukum Musytarak
Yang dimaksudkan dengan hukum musytarak. Disini adalah tentang boleh
tidaknya menggunakan lafaẓ musytarak. Tentang hal ini para ulama berselisih,
pendapat satu pihak membolehkan, sedang di pihak lain sebaliknya.
Menurut jumhur ulama adalah :

5
https://assalaam.or.id/blog/2014/07/03/musytarak-lafdzi/ diakses pada tanggal 12 november 2020
6
Yatmi,2010,(ANALISIS MUSYTARAK (HOMONIM) DALAM AL-QUR‟AN TERJEMAHAN
H.B JASSIN, YATMI-FAH.PDF, 5-Oct-2012,).Hal. 14.

9
‫اِسْت ْعمال ْالمثْتر ِك فِي م ْعن ْي ِو يج ْوز‬

Artinya: Menggunakan lafaẓ musytarak dalam dua makna atau beberapa


makna adalah boleh.”

Mereka ini beralasan dengan firman Allah swt. (QS. Al-Haj: 18):
َّ ‫س َوٱ ْىقَ ََ ُش َوٱىُّْ ُجى ًُ َوٱ ْى ِج َبا ُه َوٱى‬
‫ش َج ُش‬ ُ ََّْ ‫ض َوٱىش‬ ِ ‫ث َو ٍَِ فِى ْٱْلَ ْس‬ ِ ‫ﺴ َٰ ََ َٰ َى‬
َّ ‫ﺴ ُج ُذ ىَ ۥهُ ٍَِ ِفى ٱى‬ َّ ََُّ‫أَىَ ٌْ ت َ َش أ‬
ْ ٌَ َ‫ٱّلِل‬
َّ َُِّ‫ٱّلِلُ فَ ََا ىَ ۥهُ ٍِِ ٍُّن ِْش ًٍ إ‬
‫ٱّلِلَ ٌَ ْف َﻌ ُو ٍَا‬ ُ َ‫عيَ ٍْ ِه ٱ ْىﻌَز‬
َّ ِِ ‫ﺍب ۗ َو ٍَِ ٌُ ِه‬ َ ‫ق‬ َّ ‫ٍش َح‬ ِ َّْ‫ٍش ِ ٍَِّ ٱى‬
ٌ ِ‫اس ۖ َو َمث‬ ٌ ِ‫َوٱىذ ََّوﺍ ُّٓب َو َمث‬
‫شا ٓ ُء‬
َ ٌَ

Atrinya: Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa
yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-
pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada
manusia?

Lafaẓ sujud adalah musytarak, karena bisa berarti meletakkan dahi di


tanah dan bisa berarti tunduk. Dan dalam ayat tersebut ditujukan pada manusia
dan makhluk yang tidak berakal seperti bumi, langit, bulan dan lain-lain.
Disamping itu, memang ada juga Ulama yang beranggapan bahwa
menggunakan lafaẓ musytarak dalam dua makna atau lebih adalah tidak
boleh.7

D. Pengertian Lafadz Muradhif


Muradif menurut bahasa artinya adalah: membonceng atau ikut
serta. Muradif yang dimaksudkan oleh ahli uṣul fiqih adalah:
“beberapa lafaẓ terpakai untuk satu
Contoh : Aman
Janahu
Dimmah

7
MISS. KHOLEEFAH JUKENG,2016,(RAGAM UNGKAPAN DAMAI DALAM AL-QURĀN
Kajian Lafaẓ Muradif dan Musytarak Fi Ulumil Al-Qurān, Banda Aceh, 13 Juli 2016).Hal. 82.

10
Salam
Sulu
Hudnah
*Yang bermakna damai

Musytarak artinya menurut bahasa adalah, berserikat,


berkumpul. Musytarak dalam uṣul fiqih adalah : “lafaẓ yang
dibentuk untuk dua arti atau lebih yang berbeda-beda”.8

Contoh : Lafaz yang diartikan dengan damai


 Amān (Sebuah keadaan yang tenang)
 Janaḥū (kecenderungan kepada perdamain)
 Dhimmah (Memberi perlindungan)
 Salām (Memberi ketentraman)
 Ṣulḥu (Menyelesaikan perselisihan)
 Hudnah (Menghentikan peperangan)

Muradif ialah lafaẓ-nya banyak sedang artinya sama (sinonim).


Musytarak, ialah suatu lafaẓ yang mempunyai dua arti
yang sebenarnya dan arti-arti tersebut berbeda-beda. Seperti
lafaẓ laun yang artinya putih atau hitam. Apabila arti yang
sebenarnya hanya satu dan yang lain arti majaz, maka tidak
dikatakan musytarak.9

E. Hukum Lafadz Muradhif


Hukum muradif yang dimaksudkan disini adalah tentang timbulnya
persoalan yang dikarenakan adanya lafaẓ-lafaẓ muradif, dalam hal
demikian, para ulama mempersoalkan hukumnya, seperti misalnya
apakah boleh satu lafaẓ diganti dengan lafaẓ lain yang maknanya sama.
Seperti lafaẓ ‫ جىحىا‬diganti dengan lafaẓ ‫هدوه‬. Para ulama umumnya

8
Basiq Djalil, Ilmu Uṣul Fiqih(satu dan dua) (Jakarta: Kencana, 2010), 116-117.
9
Syafi‟i Karim, Fiqih/ Uṣul Fiqih (Bandung: Pustia Studio, 1997), 195.

11
berpendirian bahwa bacaan Al-Qurān yang bersifat ta’budi, tidak
boleh diganti dengan lafaẓ muradif-nya karena Al-Qurān dan seluruh
lafaẓ nya adalah mengandung mukjizat, sedang muradif satu lafaẓ

dalam Al-Qurān bukanlah teks Al-Qurān yang dengan sendirinya tidak


mengandung mu‟jizat.
Sehubungan dengan masalah muradif ada juga para ulama yang
berselisih pendapat dalam hal-hal tertentu, seperti dalam masalah zikir.
Dalam masalah zikir itu pun bagi golongan yang membenarkan
muradif, memberikan dua syarat yang harus dipenuhi, yakni :

1). Boleh dipakai lafaẓ muradif, bila penggantian lafaẓ muradif


tersebut tidak mendapat halangan dari Agama, baik secara jelas atau
samar-samar.
2). Boleh dipakai lafaẓ muradif, bila penggantian lafaẓ boleh dipakai lafaẓ
muradif-nya itu berasal dari satu bahasa, yakni sama-sama bahasa Arab.10

F. Kaidah Muradhif

“Mendudukkan dua muradhif itu pada tempat yang sama itu diperbolehkan
jika tidak ditetapkan oleh syara‟.”
Mempertukarkan dua muradif satu sama lain itu diperbolehkan jika
dibenarkan oleh syara‟. Namun kaidah ini tidak berlaku bagi Al Qur‟an,
karena ia tidak boleh diubah. Bagi mazhab malikiah, takbir shalat tidak
boleh dilakukan kecuali dengan lafal “Allah akbar.” Imam Syafi‟i
membolehkan dengan lafal “Allahu Akbar”. Sementara imam Abu
Hanifah membolehkan lafal “Allah Akbar” diganti dengan lafal “Allah Al-
Azim” atau “Allah Al-Ajal”.

10
Syafi‟i Karim, Fiqih/ Uṣul Fiqih , 120.

12
Ulama‟ yang tidak membolehkan beralasan karena adanya
halangan syar‟i yaitu bersifat ta‟abudi (menerima apa adanya tidak boleh
diubah). Sedang yang membolehkan, beralasan karena adanya kesamaan
makna dan tidak mengurangi maksud ibadah tersebut.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Musyatarak adalah lafaz yang diletakkan untuk dua makna atau lebih
dengan peletakkan yang bermacam-macam, dimana lafaz itu menunjukkan
makna yang ditetapkan secara bergantian, artinya lafaz itu menunjukkan
makna ini atau makna itu. Apa pun yang menjadi sebab-sebab persekutuan
makna dalam lafazh menurut bahasa, maka sesungguhnya lafaz yang
musytarak antara dua makna atau lebih tidaklah sedikit di dalam bahasa, dan
terdapat dalam nash-nash al-Quran maupun Hadits Nabi.
Macam-macam musytarak :
 Musytarak lafdzi adalah tulisan dan pengucapannya sama, akan tetapi
maknanya berbeda. Sedangkan musytarak lafdzi dalam bahasa Indonesia
sama dengan makna homonimi
 Musytarak makna adalah kata atau frasa yang tulisan dan pengucapannya
berbeda, akan tetapi maknanya sama. Sedangkan dalam bahasa Indonesia
sama dengan makna polisemi.
Yang dimaksudkan dengan hukum musytarak adalah tentang boleh
tidaknya menggunakan lafaẓ musytarak. Tentang hal ini para ulama berselisih,
pendapat satu pihak membolehkan, sedang di pihak lain sebaliknya.
Disamping itu, memang ada juga Ulama yang beranggapan bahwa
menggunakan lafaẓ musytarak dalam dua makna atau lebih adalah tidak boleh.

Muradif menurut bahasa artinya adalah: membonceng atau ikut


serta. Muradif yang dimaksudkan oleh ahli uṣul fiqih adalah: “beberapa
lafaẓ terpakai untuk satu
Contoh : Aman
Janahu
Dimmah

14
Salam
Sulu
Hudnah
*Yang bermakna damai

Hukum muradif yang dimaksudkan disini adalah tentang timbulnya


persoalan yang dikarenakan adanya lafaẓ-lafaẓ muradif, dalam hal
demikian, para ulama mempersoalkan hukumnya, seperti misalnya apakah
boleh satu lafaẓ diganti dengan lafaẓ lain yang maknanya sama. Seperti
lafaẓ ‫ جىحىا‬diganti dengan lafaẓ ‫هدوه‬. Para ulama umumnya
berpendirian bahwa bacaan Al-Qurān yang bersifat ta’budi, tidak boleh
diganti dengan lafaẓ muradif-nya karena Al-Qurān dan seluruh lafaẓ nya
adalah mengandung mukjizat, sedang muradif satu lafaẓ
Mempertukarkan dua muradif satu sama lain itu diperbolehkan jika
dibenarkan oleh syara‟. Namun kaidah ini tidak berlaku bagi Al Qur‟an, karena
ia tidak boleh diubah. Bagi mazhab malikiah, takbir shalat tidak boleh
dilakukan kecuali dengan lafal “Allah akbar.” Imam Syafi‟i membolehkan
dengan lafal “Allahu Akbar”. Sementara imam Abu Hanifah membolehkan
lafal “Allah Akbar” diganti dengan lafal “Allah Al-Azim” atau “Allah Al-
Ajal”.

B. Saran
Demikian pembahasaan dari makalah kami. Kami berharap semoga
pembahasan dalam makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi
pembaca. Dan kami pun berharap pula kritik dan saran dari para pembaca
untuk kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya. Sekian dan terimakasih.

15
DAFTAR PUSTAKA

Yatmi. 2010. “ANALISIS MUSYTARAK (HOMONIM) DALAM AL-QUR‟AN


TERJEMAHAN H.B JASSIN”. Skripsi. FAKULTAS ADAB DAN
HUMANIORA, TARJAMAH, UIN SYARIF HIDAYATULLAH,
JAKARTA.

KHOLEEFAH JUKENG, MISS. 2016. “RAGAM UNGKAPAN DAMAI


DALAM AL-QURĀN Kajian Lafaẓ Muradif dan Musytarak Fi Ulumil
Al-Qurān”. Skripsi. Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Ilmu Al-Qurān dan
Tafsir, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM, BANDA ACEH.

Hammam. 2020. ANALISIS LAFADZ MUSYTARAK DALAM AL QURAN


DAN PENGARUHNYA DALAM TAFSIR AHKAM. MAKALAH.
Dalam: Konferensi Nasional Bahasa Arab VI (KONASBARA) di
Malang, 4 Oktober.

Luqman. 2018. AL-MUSYTARAK AL-LAFZY MENDEKONSTRUKSI


ARGUMEN TAFSIR TEKSTUAL. Jurnal Studi Al-Qur‟an dan Tafsir.
3: 189-200.

Yusuf, Wakid. 2017. " USHUL FIQH 11 | MUSYTARAK | MACAM-MACAM


MUSYTARAK”.
(https://wakidyusuf.wordpress.com/2017/02/05/musytarak-macam-
macam-musytarak/ ). Diakses pada tanggal 12 november 2020 jam 15.30
WITA.

Assalam.or.id. (2014, 3 Juli). MUSYTARAK LAFDZI. Diakses pada tanggal 12


november 2020 jam 15.30 WITA. Dari
(https://assalaam.or.id/blog/2014/07/03/musytarak-lafdzi/ )

16

Anda mungkin juga menyukai