Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH JURNALISTIK

Dosen Pembimbing: Drs. Agusman Damanik

DISUSUN OLEH KELOMPOK :

Galuh Palupi (0403181018)


Mira Santika Hasibuan (04031810)
Nurista ()

PRODI ILMU ALQURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


2019-2020
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah atas segala limpah karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Atas
izin-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Tak lupa kami kirimkan
shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad Shalallahu Wassalam. Beserta
keluarganya, para sahabatnya, dan seluruh ummatnya yang senantiasa istiqamah hingga akhir
zaman.

Penulisan makalah ini umtuk memenuhi tuga kelompok mata kuliah Jurnalistik
dengan judul Sejarah Jurnalistik. Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami
upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.

Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Karena itu kami mengharapkan saran dan kritik konstruktif demi perbaikan makalah ini masa
mendatang. Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memenuhi harapan
berbagai pihak. Aamiin.

Medan, 31 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1

C. Tujuan...............................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Jurnalistik........................................................................................................3

B. Sejarah Jurnalistik.............................................................................................................4

C. Sejarah Jurnalistik Indonesia............................................................................................6

BAB III PENUTUP.............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegiatan jurnalistik sebenarnya sudah lama dikenal manusia di dunia ini, karena
selalu hadir di tengah-tengah kita, seiring dengan kegiatan pergaulan hidup manusia yang
dinamis, terutama sekali di era informasi dan komunikasi dewasa ini.
Pada zaman dahulu, kegiatan jurnalistik tentu saja masih sangat sederhana dan
medianya belum berupa koran, tabloid, majalah, radio, televisi, apalagi internet. Seiring
perubahan dan perkembangan zaman, kegiatan jurnalistik pun mengalami proses yang sangat
dinamis. Dengan munculnya media internet, kegiatan dan cabang jurnalistik pun turut
berubah.
Media massa cetak yang mapan pun harus menyesuaikan diri dengan perubahan dan
perkembangan tersubut, yang ditandai dengan munculnya versi online mereka. Misalnya
harian Kompas (Jakarta), harian Media Indonesia (Jakarta), harian Jawa Pos (Surabaya),
harian Kedaulatan Rakyat (Yogyakarta), harian Pikiran Rakyat (Bandung), harian Suara
Merdeka (Semarang), tabloid olahraga Bola (Jakarta), dan harian Fajar (Makassar). Mereka
kini juga muncul dengan versi online yang berita-beritanya dapat diakses secara gratis lewat
internet.
Media cetak yang tidak punya versi online akhirnya tertinggal dan lama-kelamaan
bisa mati digilas oleh perubahan itu. Sebutlah misalnya harian Pedoman Rakyat di Makassar
yang terbit sejak 1 Maret 1947, akhirnya mati dan tidak terbit lagi sejak 3 Oktober 2007.
Entah bagaimana kegiatan jurnalistik dan bentuk media massa ke depan. Yang pasti,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memaksa manusia melakukan atau mengikuti
perubahan. Jika kita tidak berubah, maka yakinlah, kita pasti akan digilas oleh perubahan itu.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Jurnalistik?

2. Bagaimana Sejarah Jurnalistik?

3. Bagaimana Sejarah Jurnalistik Indonesia?


C. Tujuan

1. Untuk mengetahhui pembahasan tentang Jurnalistik.

2. Untuk mengetahui pembahasan tentang Sejarah Jurnalistik.

3. Untuk mengetahui pembahasan tentang Sejarah Jurnalistik Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN JURNALISTIK
Pengertian atau definisi jurnalistik sangat banyak. Secara etimologi, jurnalistik berasal
dari dua suku kata, yakni jurnal dan istik. Jurnal berasal dari bahasa Perancis, jounal, yang
berarti catatan harian. Dalam bahasa Latin, juga ada kata yang hampir sama bunyi dan
upacannya dengan journal yakni diurna, yang mengandung arti hari ini.
Pada zaman Kerajaan Romawi Kuno saat Julius Caesar berkuasa, dikenal istilah acta
diurna yang mengandung makna rangkaian akta (gerakan, kegiatan, dan kejadian). Kata istik
merujuk pada istilah estetika yang berarti ilmu pengetahuan tentang keindahan.
Keindahan dimaksud adalah mewujudkan berbagai produk seni dan atau keterampilan
dengan menggunakan bahan-bahan yang diperlukan, seperti kayu, batu, kertas, cat, atau
suara. Dalam hal ini meliputi semua macam bangunan, kesusastraan, dan musik.
Hasil seni dan atau keterampilan dimaksud mengandung nilai-nilai yang bisa diminati
dan dinikmati manusia pengagumnya, karena keindahan tersebut mengandung makna yang
luas, serta mencakup sifat-sifatnya yang obyektif dan subyektif.
Dengan demikian, secara etimologis, jurnalistik dapat diartikan sebagai suatu karya
seni dalam hal membuat catatan tentang peristiwa sehari-hari. Karya seni dimaksud memiliki
nilai keindahan yang dapat menarik perhatian khalayaknya (pembaca, pendengar, pemirsa),
sehingga dapat dinikmati dan dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya.
Di dalam istilah jurnalistik juga terkandung makna sebagai suatu seni dan atau
keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan informasi dalam bentuk
berita secara indah agar dapat diminati dan dinikmati, sehingga bermanfaat bagi segala
kebutuhan pergaulan hidup khalayak.
Secara lebih luas, pengertian atau definisi jurnalistik adalah seni dan keterampilan
mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun, dan menyajikan berita tentang peristiwa
yang terjadi sehari-hari secara indah, dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani
khalayaknya, sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pendapat, dan perilaku khalayak sesuaia
dengan kehendak para jurnalisnya. (Kustadi Suhandang, 2004 : 21)
Masih banyak definisi atau pengertian jurnalistik, antara lain kejadian pencatatan dan
atau pelaporan, serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari (Astrid S. Susanto, 1986,
Komunikasi Massa, Hal. 73).
Onong Uchjana Effendy (1981: 102) menyatakan bahwa jurnalistik merupakan
kegiatan pengolahan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan
sampai penyebarluasannya kepada masyarakat.
A.W. Widjaja (1986: 27) menyebutkan bahwa jurnalistik merupakan suatu kegiatan
komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai
berbagai peristiwa atau kejadian sehari-hari yang aktual dan faktual dalam waktu secepat-
cepatnya.
Ensiklopedi Indonesia secara rinci menerangkan bahwa jurnalistik adalah
bidangprofesi yang mengusahakan penyajian informasi tengang kejadian dan atau kehidupan
sehari-hari secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada.
Secara harfiah, jurnalistik artinya kewartawanan atau hal-ikhwal pemberitaan.
Menurut kamus, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan
menulis di surat kabar, majalah, dan media massa lainnya.
B. Sejarah Jurnalistik
Sejarah yang pasti tentang jurnalistik tidak begitu jelas sumbernya, namun yang pasti
jurnaliatik pada dasarnya sama yaitu diartikan sebagai laporan.

Suhandang dalam bukunya menerangkan sejarah Nabi Nuh terutama dalam


Menyinggung tentang kejurnalistikan. Dikisahkan bahwa pada waktu itu sebelum Allah SWT
menurunkan banjir yang sangat hebat kepada kaum yang kafir, maka datanglah malaikat
utusan Allah SWT kepada Nabi Nuh agar ia memberitahukan cara membuat kapal sampai
selesai. Kapal yang akan dibuatnya sebagai alat untuk evakuasi Nabi Nuh beserta sanak
keluarganya, seluruh pengikutnya yang shaleh dan segala macam hewan masing-masing satu
pasang. Tidak lama kamudian, seusainya Nabi Nuh membuat kapal, hujan lebat pun turun
berhari-hari tiada hentinya. Demikian pula angin dan badai tiada henti, menghancurkan
segala apa yang ada di dunia kecuali kapal Nabi Nuh. Dunia pun dengan cepat menjadi lautan
yang sangat besar dan luas. Saat itu Nabi Nuh bersama oranng-orang yang beriman lainnya
dan hewan-hewan itu telah naik kapal, dan berlayar dengan selamat diatas gelombang lautan
banjir yang sangat dahsyat.

Hari larut berganti malam, hingga hari berganti hari, minggu berganti minggu. Namun
air tetap menggenang dalam, seakan-akan tidak berubah sejak semula. Sementara itu Nabi
Nuh beserta lainnya yang ada dikapal mulai khawatir dan gelisah karena persediaan makanan
mulai menipis. Masing-masing penumpang pun mulai bertanya-tanya, apakah air bah itu
memang tidak berubah atau bagaimana? Hanya kepastian tentang hal itu saja rupanya yang
bisa menetramkan karisuan hati mereka. Dengan mengetahui situasi dan kondisi itu mereka
mengharapkan dapat memperoleh landasan berfikir untuk melakukan tindak lanjut dalam
menghadapi penderitaanya, terutama dalam melakukan penghematan yang cermat.
Guna memenuhi keperluan dan keinginan para penumpang kapalnya itu Nabi Nuh mengutus
seekor burung merpati ke luar kapal untuk meneliti keadaan air dan kemungkinan adanya
makanan. Setelah beberapa lama burung itu terbang mengamati keadaan air, dan kian kemari
mencari makanan, tetapi sia-sia belaka. Burung merpati itu hanya melihat daun dan ranting
pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun di patuknya dan
dibawanya pulang ke kapal. Atas datangnya kembali burung itu dengan membawa ranting
zaitun. Nabi Nuh mengambil kesimpulan bahwa air bah sudah mulai surut, namun seluruh
permukaan bumi masih tertutup air, sehingga burung itu pun tidak menemukan tempat untuk
istirahat demikianlah kabar dan berita itu disampaikan kepada seluruh anggota
penumpangnya.
Atas dasar fakta tersebut, para ahli sejarah menamakan Nabi Nuh sebagai seorang pencari
berita dan penyiar kabar (wartawan) yang pertama kali di dunia. Bahkan sejalan dengan
teknik-teknik dan caranya mencari serta menyiarkan kabar (warta berita di zaman sekarang
dengan lembaga kantor beritanya). Mereka menunjukan bahwa sesungguhnya kantor berita
yang pertama di dunia adalah Kapal Nabi Nuh.
Berdasarkan catatan sejarah jurnalistik, awal mula lahirnya jurnalistik dimulai sekitar 3000
tahun silam. Saat itu Firaun, Amenhotep III, di Mesir mengirimkan ratusan pesan kepada para
perwiranya yang tersebar di berbagai provinsi untuk mengabarkan apa yang terjadi di
ibukota. Inilah yang menjadi dasar konsep jurnalistik, yaitu menyampaikan berbagai pesan,
informasi, atau berita.

Menurut Onong Uchjana Effendy, kegiatan jurnalistik sudah berlangsung sangat tua,
dimulai zaman Romawi Kuno ketika Julius Caesar berkuasa. Waktu itu ia mengeluarkan
peraturan agar kegiatan-kegiatan Senat setiap hari diumumkan kepada khalayak dengan
ditempel pada semacam papan pengumuman yang disebut dengan Acta Diurna.

Berita di “Acta Diurna” kemudian disebarluaskan. Saat itulah muncul para


“Diurnarii”, yakni orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat
senat dari papan “Acta Diurna” itu setiap hari, untuk para tuan tanah dan para hartawan.
Dari kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata “Diurnal”
dalam Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari.” Diadopsi ke dalam bahasa Prancis
menjadi “Du Jour” dan bahasa Inggris “Journal” yang berarti “hari”, “catatan harian”, atau
“laporan”. Dari kata “Diurnarii” muncul kata “Diurnalis” dan “Journalist” (wartawan).
Pada waktu itu pembaca yang datang kepada media berita tersebut. Sebagian khalayak yang
merupakan tuan tanah/hartawan yang ingin mengetahui informasi menyuruh budak-budaknya
yang bisa membaca dan menulis untuk mencatat segala sesuatu yang terdapat pada Acta
Diurna. Dengan perantaraan para pencatat yang disebut Diurnarii para tuan tanah dan
hartawan tadi mendapatkan berita-berita tentang Senat.

Pengumuman sejenis itu dilanjutkan oleh Julius Caesar pada zaman kejayaannya.
Caesar mengumumkan hasil persidangan senat, berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-
peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya, dengan jalan
menuliskannya pada papan pengumuman berupa papan tulis pada masa itu. (60 SM) dikenal
dengan acta diurna dan diletakkan di Forum Romanum (Stadion Romawi) untuk diketahui
oleh umum. Terhadap isi acta diurna tersebut setiap orang boleh membacanya, bahkan juga
boleh mengutipnya untuk kemudian disebarluaskan dan dikabarkan ke tempat lain.

Perkembangan selanjutnya pada Diurnarii tidak terbatas kepada para budak saja,
tetapi juga orang bebas yang ingin menjual catatan harian kepada siapa saja yang
memerlukannya. Beritanya pun bukan saja kegiatan senat, tetapi juga hal-hal yang
menyangkut kepentingan umum dan menarik khalayak. Akibatnya terjadilah persaingan di
antara Diurnarii untuk mencari berita dengan menelusuri kota Roma, bahkan sampai keluar
kota itu.

Persaingan itu kemudian menimbulkan korban pertama dalam sejarah jurnalistik.


Seorang Diurnarii bernama Julius Rusticus dihukum gantung atas tuduhan menyiarkan berita
yang belum boleh disiarkan (masih rahasia). Pada kasus itu terlihat bahwa kegiatan jurnalistik
di zaman Romawi Kuno hanya mengelola hal-hal yang sifatnya informasi saja.
Tetapi kegiatan jurnalistik tidak terus berkembang sejak zaman Romawi itu, karena setelah
Kerajaan Romawi runtuh, kegiatan jurnalistik sempat mengalami kevakuman, terutama ketika
Eropa masih dalam masa kegelapan (dark ages). Pada masa itu jurnalistik menghilang.
Surat kabar pertama kali terbit di Cina tahun 911, yaitu Kin Pau. Surat Kabar ini milik
pemerintah ketika zaman Kaisar Quang Soo. Tidak berbeda dengan di Jaman Caesar, Kin Pau
berisi keputusan rapat, hasil musyawarah dan berbagai informasi dari Istana.
Di Eropa tidak jelas siapa pelopor pertamanya. Namun, padi 1605, Abraham Verhoehn di
Antwerpen Belgia mendapat izin mencetak Nieuwe Tihdininghen. Akhirnya, pada 1617,
selebaran ini dapat terbit 8 hingga 9 hari sekali.

Beranjak ke Jerman, di tahun 1609, terbitlah surat kabar pertama bernama Avisa
Relation Order Zeitung. Pada 1618, muncul surat kabar tertua di Belanda bernama Coyrante
uytItalien en Duytschland. Surat kabar ini diterbitkan oleh Caspar VanHilten di Amsterdam.
Kemudian surat kabar mulai bermunculan di Perancis tahun 1631, di Itali tahun 1636 dan
Curant of General newsterbit, surat kabar pertama di Inggris yang terbit tahun 1662.
Di Amerika Serikat ilmu persuratkabaran mulai berkembang sejak tahun 1690 M dengan
istilah journalism dan saat itu telah terbit surat kabar dalam bentuk yang modern, Publick
Occurences Both Foreign and Domestick, di Boston yang dimotori oleh Benjamin Harris
(Brend D Ruben, 1992: 22).

Pada abad ke-17 John Milton memimpin perjuangan kebebasan menyatakan pendapat
di Inggris yang terkenal dengan Areopagitica, A Defence of Unlicenced Printing. Sejak saat
itu jurnalistik bukan saja menyiarkan berita (to inform), tetapi juga mempengaruhi
pemerintah dan masyarakat (to influence). Perjuangan John Milton kemudian diikuti oleh
John Erskine pada abad ke-18 dengan karyanya yang berjudul “The Right of Man”. Pada
abad ke-18 ini pula lahir sistem pers liberal mengantikan sistem pers otoriter.

Di Universitas Bazel, Swiss jurnalistik untuk pertama kali dikaji secara akademis oleh
Karl Bucher (1847 – 1930) dan Max Weber (1864 – 1920) dengan nama Zeitungskunde pada
tahun 1884 M. Sedangkan di Amerika mulai dibuka School of Journalism di Columbia
University pada tahun 1912 M/1913 M dengan penggagasnya bernama Joseph Pulitzer (1847
– 1911

Sepanjang tahun 1960-an di Amerika Serikat muncul para perintis jurnalisme baru
yang merasa bosan dengan tatakerja jurnalisme lama yang dianggap kaku dan membatasi
gerak wartawan pada tehnik penulisan dan bentuk laporan berita. Mereka melakukan inovasi
dalam penyajian dan peliputan berita yang lebih dalam dan menyeluruh. Pada era jurnalisme
baru saat ini para wartawan dapat berfungsi menciptakan opini public dan meredam konflik
yang terjadi di tengah masyarakat.

C. Sejarah Jurnalistik di Indonesia

Di Indonesia sendiri, kegiatan dunia jurnalistik sudah ada sejak zaman penjajahan
Belanda. Pada masa-masa sebelum kemerdekaan, jurnalistik malah dipakai sebagai media
propaganda yang sangat efektif dan intelek. ”Pertempuran” ide atau gagasan lebih leluasa
disampaikan secara tertulis melalui media cetak.

Sejak tahun 1930-an sampai 1960-an muncul berbagai terbitan surat kabar dan majalah,
seperti Pujangga Baru, Suara Umum, Pewarta Deli, Wasita, Mimbar Indonesia, Suara Umum,
Bintang Timur, Berita Indonesia, Sinar Harapan, Warta Bakti, Harian Rakyat, dan masih
banyak lagi.

Sekarang, perkembangan dunia jurnalistik semakin maju dan modern. Surat kabar dan
majalah bersaing dengan media elektronik, seperti televisi dan internet. Akses informasi
media elektronik tersebut bisa lebih cepat dibanding surat kabar. Malah, televisi atau radio
bisa menyiarkan informasi atau berita tentang peristiwa yang terjadi secara langsung. Hal ini
sulit dilakukan oleh media cetak.

Beberapa tokoh jurnalistik pun memiliki peran terhadap perkembangan jurnalistik Indonesia.
Setidaknya kita mengenal nama Mochtar Lubis. Dia seorang sastrawan sekaligus wartawan
senior. Sutan Takdir Alisjahbana yang pernah menjadi kepala redaksi Balai Pustaka dan
pimpinan majalah Pujangga Baru.

Taufiq Ismail yang menggagas majalah Horison, Adinegoro yang pernah sekolah
jurnalistik di Jerman dan menjadi Pemred Pewarta Deli. Sutomo yang pernah menerbitkan
majalah Suluh Indonesia, Suluh Rakyat Indonesia, dan harian Suara Umum. Rosihan Anwar
yang merupakan wartawan dan penulis senior dan produktif sampai sekarang.
Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-koran ini dilarang. Akan
tetapi pada akhirnya ada lima media yang mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar
Baru, Sinar Matahari, dan Suara Asia.

Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi jurnalisme. Pemerintah Indonesia


menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai media komunikasi. Menjelang
penyelenggaraan Asian Games IV, pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun
1962 inilah Televisi Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih.
Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembreidelan media massa. Kasus Harian
Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan
ini. Kontrol ini dipegang melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI). Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Independen yang
mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa aktivisnya
dimasukkan ke penjara.

Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto.
Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya
organisasi profesi.
Seperti juga di belahan dunia lain, pers Indonesia diwarnai dengan aksi pembungkaman
hingga pembredelan. Haryadi Suadi mencatat, pemberedelan pertama sejak kemerdekaan
terjadi pada akhir 1940-an. Tercatat beberapa koran dari pihak Front Demokrasi Rakyat
(FDR) yang dianggap berhaluan kiri seperti Patriot, Buruh, dan Suara Ibu Kota dibredel
pemerintah. Sebaliknya, pihak FDR membalas dengan membungkam koran Api Rakjat yang
menyuarakan kepentingan Front Nasional. Sementara itu pihak militer pun telah memberedel
Suara Rakjat dengan alasan terlalu banyak mengkritik pihaknya.

Jurnalisme kuning pun sempat mewarnai dunia pers Indonesia, terutama setelah
Soeharto lengser dari kursi presiden. Judul dan berita yang bombastis mewarnai halaman-
halaman muka koran-koran dan majalah-majalah baru. Namun tampaknya, jurnalisme kuning
di Indonesia belum sepenuhnya pudar. Terbukti hingga saat ini masih ada koran-koran yang
maasih menyuguhkan pemberitaan sensasional semacam itu.

Teknologi Dalam Jurnalisme


Kegiatan jurnalisme terkait erat dengan perkembangan teknologi publikasi dan informasi.
Pada masa antara tahun 1880-1900, terdapat berbagai kemajuan dalam publikasi jurnalistik.
Yang paling menonjol adalah mulai digunakannya mesin cetak cepat, sehingga deadline
penulisan berita bisa ditunda hingga malam hari dan mulai munculnya foto di surat kabar.
Pada 1893 untuk pertama kalinya surat-surat kabar di AS menggunakan tinta warna untuk
komik dan beberapa bagian di koran edisi Minggu. Pada 1899 mulai digunakan teknologi
merekam ke dalam pita, walaupun belum banyak digunakan oleh kalangan jurnalis saat itu.

Pada Tahun 1920-an, surat kabar dan majalah mendapatkan pesaing baru dalam
pemberitaan, dengan maraknya radio berita. Namun demikian, media cetak tidak sampai
kehilangan pembacanya, karena berita yang disiarkan radio lebih singkat dan sifatnya sekilas.
Baru pada 1950-an perhatian masyarakat sedikit teralihkan dengan munculnya televisi.
Perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat pada era 1970-1980 juga ikut
mengubah cara dan proses produksi berita. Selain deadline bisa diundur sepanjang mungkin,
proses cetak, copy cetak yang bisa dilakukan secara massif, perwajahan, hingga iklan, dan
marketing mengalami perubahan sangat besar dengan penggunaan komputer di industri
media massa.
Memasuki era 1990-an, penggunaan teknologi komputer tidak terbatas di ruang redaksi saja.
Semakin canggihnya teknologi komputer notebook yang sudah dilengkapi modem dan
teknologi wireless, serta akses pengiriman berita teks, foto, dan video melalui internet atau
via satelit, telah memudahkan wartawan yang meliput di medan paling sulit sekalipun.
Selain itu, pada era ini juga muncul media jurnalistik multimedia. Perusahaan-perusahaan
media raksasa sudah merambah berbagai segmen pasar dan pembaca berita. Tidak hanya
bisnis media cetak, radio, dan televisi yang mereka jalankan, tapi juga dunia internet, dengan
space iklan yang tak kalah luasnya.

Setiap pengusaha media dan kantor berita juga dituntut untuk juga memiliki media
internet ini agar tidak kalah bersaing dan demi menyebarluaskan beritanya ke berbagai
kalangan. Setiap media cetak atau elektronik ternama pasti memiliki situs berita di internet,
yang updating datanya bisa dalam hitungan menit. Ada juga yang masih menyajikan edisi
internetnya sama persis dengan edisi cetak.

Sedangkan pada tahun 2000-an muncul situs-situs pribadi yang juga memuat laporan
jurnalistik pemiliknya. Istilah untuk situs pribadi ini adalah weblog dan sering disingkat
menjadi blog saja.
Memang tidak semua blog berisikan laporan jurnalistik. Tapi banyak yang memang berisi
laporan jurnalistik bermutu. Senior Editor Online Journalism Review, J.D Lasica pernah
menulis bahwa blog merupakan salah satu bentuk jurnalisme dan bisa dijadikan sumber
untuk berita.
Dalam penggunaan teknologi, Indonesia mungkin agak terlambat dibanding dengan media
massa dari negara maju seperti AS, Prancis, dan Inggris. Tetapi untuk saat ini penggunaan
teknologi di Indonesia –terutama untuk media televisi– sudah sangat maju. Lihat saja
bagaimana Metro TV melakukan laporan live dari Banda Aceh, selang sehari setelah tsunami
melanda wilayah itu. Padahal saat itu aliran listrik dan telefon belum tersambung.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan catatan sejarah jurnalistik, awal mula lahirnya jurnalistik dimulai sekitar 3000
tahun silam. Saat itu Firaun, Amenhotep III, di Mesir mengirimkan ratusan pesan kepada para
perwiranya yang tersebar di berbagai provinsi untuk mengabarkan apa yang terjadi di
ibukota. Inilah yang menjadi dasar konsep jurnalistik, yaitu menyampaikan berbagai pesan,
informasi, atau berita. Yang selanjutnya terus di kembangkan oleh para Jurnalis berikutnya
hingga sampai sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai