DISUSUN OLEH:
Kelompok 3
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena telah
melimpahkan Berkah dan Rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya. Sholawat serta salam tidak lupa
kita kirimkan kepada junjungan Nabi Besar, Nabi panutan kita yakni Nabiullah
Muhammad SAW., Semoga kita di catat sebagai ummatnya Aamiin Ya Allah.
Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen pengampu Mata Kuliah Psikologi
Dakwah Ibu Dr.St. Rahmatiah, S.Ag., M.Sos.I. Yang telah memberikan dukungan
serta bimbingannya pada mata kuliah ini. Juga kepada teman-teman atas
kerjasamanya, serta beberapa pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu-persatu.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman.
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ............................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
A. Sejarah Perkembangan Psikologi .......................................................................... 2
B. Sejarah Perkembangan Dakwah ........................................................................... 6
C. Pemikiran Ke Arah Psikologi Dakwah ................................................................. 10
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah kita ketahui bersama bahwa sebenarnya tidak ada suatu ilmu
pengetahuan pun yang bersifat umum dalam arti tanpa berhubungan atau tanpa
mendapatkan bantuan dari ilmu pengetahuan lainnya. Sebenarnya, ilmu
pengetahuan-ilmu pengetahuan itu saling melengkapi, saling mengisi kekurangan-
kekurangan yang ada di dalamnya dan saling terkait satu dengan yang lainnya.
Dakwah merupakan ilmu yang berhubungan dengan kejiwaan manusia. Sehingga
dapat di katakan bahwa dakwah adalah ilmu yang di gunakan memahami gejala
kejiwaan mad'u khayalak agar bisa mendapat kan hasil yang efektif dan efesien.
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
manusia melalui pikiran dalam usaha mencapai ide tersebut manusia didorong oleh
kekuatan rohaninya yang disebut kehendak yang ingin kembali ke alam ide
tersebut.1
Jiwa dan tubuh adalah dua kenyataannya, berbeda jiwa adalah sesuatu yang
dikodrat yang berasal dari dunia ide dan bersifat kekal. Sedangkan tubuh dalam
pandangan Plato merupakan penjara bagi jiwa, agar jiwa terlepas dari penjaranya
maka manusia harus berusaha mendapatkan pengetahuan yang menjadikan
manusia dapat melihat ide-ide itu, di mana ide tertinggi dalam pandangan Plato
adalah Tuhan.
Menurut Plato jiwa memiliki tiga fungsi, fungsi rasional yang dihubungkan
dengan kebijaksanaan. Fungsi kehendak atau keberanian yang dihubungkan dengan
kegagahan / ketangkasan dan fungsi keinginan atau nafsu yang dihubungkan
dengan pengendalian diri kekuatan-kekuatan jiwa ini dikenal dengan istilah"
trikotomi "yaitu kekuatan pikiran yang terletak di kepala keberanian berada di
dada, dan keinginan yang terletak di perut. 2
3
2. Anima sensitiva, yakni tingkat hidup kejiwaan dengan fungsi
pengindraan dan melaksanakan nafsu untuk bergerak/berbuat. Ini adalah
tingkat hidup kejiwaan pada binatang.
3. Anima intelektiva, yakni tingkat hidup manusiawi di mana fungsi
berpikir dan menghendaki merupakan kemampuan pokok rohaniahnya.
Pada abad XVlll, atau sebelum XIXI muncul berbagai aliran yang pada
umumnya terpengaruh oleh ilmu alam atau fisika sehingga metode sekualitif mulai
ditinggalkan. Hal ini jugalah yang membedakan corak psikologis sebelum abad
XVIII dan sesudah abad XVIII, atau antara aliran lama dan aliran modern dalam
psikologi.4
Diantara ahli pikir pada masa ini adalah Thomas Thomas aquinas dan Johan
locke. Dalam pandangan Thomas aquinas, manusia adalah satu kesatuan yang
berdiri sendiri yang terdiri dari bentuk (jiwanya) dan materi dalam kurung
(tubuhnya). Jiwalah yang memberikan perwujudan kepada tubuh sebagai materi.
Menurut Thomas aquinas, tiap perbuatan adalah perbuatan segenap pribadi
manusia, perbuatan "aku" sebagai kesatuan. jiwa memiliki lima daya jiwani yaitu
4
H.M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia, hlm. 36.
5
Yusuf Murad, Mabadi’Ilmal-Nafsal-Am’ (Kairo:Daral-Ma’årif, Cet.111,tt), hlm. 3-4.
4
daya jiwa vegetatif, daya sensitif, daya menggerakkan, daya berpikir, dan daya
untuk mengenal.6
Mulai abad XVII lelah tampak pengaruh cara berpikir ilmu alam ke dalam
psikologi sejarah tidak langsung. Pada zaman ini perkembangan psikologi banyak
dipengaruhi oleh cara berpikir induktif dan deduktif terutama yang diterapkan
dalam ilmu pengetahuan. Adapun corak psikologi yang terpengaruh oleh ilmuwan
diantaranya, psikologi asosiasi psikologi sosial yang mempelajari hidup kejiwaan
manusia dari segi unsur-unsurnya. Metode yang dipergunakan dalam mempelajari
kejiwaan manusia adalah metode analisis sintesis (menganalisisi, menguraikan, dan
menyewakan atau memadukan). Menurut pandangan psikologi menurut pandangan
psikologi asosiasi jiwa adalah kumpulan dari tanggapan-tanggapan dan kumpulan
dari unsur-unsur kumpulan dari unsur-unsur gejala kejiwaan sebenarnya
merupakan persenyawaan dari elemen-elemen jiwa yang memiliki sifat-sifat yang
berlainan dengan sifat dari masing-masing elemen-elemen tersebut. Metode analitis
sintesis yang dipergunakan oleh psikologi asosiasi adalah metode dalam ilmu alam,
karena jiwa dianggap pasif, tidak memiliki kemampuan dari dalam yang dapat
bekerja sendiri.8
6
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Hlm. 109.
7
Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), hlm. 40.
8
H.M. Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 31.
5
menentukan tingkah laku manusia. Sejak permula abad XX psikologi makini
berkembang arah penggususan studi tentang aspek-aspek kehidupan jiwa manusia
yang masing-masing memiliki ciri khas yang membedakan satu dengan yang
lainnya adapun pengkhususan tersebut dapat dikemukakan dalam beberapa aliran
sebagai berikut.
a. psikoanalisi
Suatu tentang proses hidup kejiwaan manusia dari aspek bawah sadar
manusia salah satu tokoh aliran ini adalah Sigmund Freud dasar teori Freud tentang
ketidaksadaran adalah bahwa harapan yang tidak dapat diterima (yang dilarang
dihukum) pada masa kanak-kanak keluar dari kesadaran menjadi bagan
ketidaksadaran, di manalah hal tersebut dalam kurung walaupun keluar dari
kesadaran balas kurung tetap berpengaruh ketidaksadaran ini tertekan dan mencari
jalan keluarnya terjadilah dalam berbagai cara seperti mimpi, salah ucap dan
tindakan yang tidak disadari, bahkan gangguan kejiwaan.9 Lapisan bawah sadar
manusia dipandang sangat penting dalam proses kehidupan manusia baik sebagai
makhluk individual maupun makhluk sosial.
Psikologi individual adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa manusia dari
segi individualitas (pribadi). pribadi adalah kesatuan yang tidak dapat dipisah-
pisahkan bukan hanya bukan hanya mengenai tingkah lakunya yang dapat diamati
saja tetapi mencakup juga seluruh segi individu gratis termasuk sikap, sifat, watak,
dan temperamen manusia.10
Alfred Adle adalah tokoh aliran ini berpendapat bahwa hidup kejiwaan itu
adalah tidak statistik dinamis yang berpusat pada Setiap tujuan segala aktivitas
kejiwaan seperti berpikir, berkemauan, berbuat, dan sebagainya, itu bukanlah
merupakan akibat pengaruh faktor-faktor psikologis dari dari masa silam akan
tetapi oleh karena adanya tujuan titik setiap orang mempunyai cita-cita
9
Rita Atikson, et al., Introduction to Phychology, hlm. 439.
10
Ngali. Poerwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1984), hlm. 140.
6
menggerakkan perbuatannya, oleh karena itu, bila mana kita ingin mengetahui
makna dari manifestasi kejiwaan seseorang memakai lebih dahulu kita harus
mengetahui tujuan orang yang bersangkutan.
c. Konalitis
Suatu aliran ilmu jiwa yang berusaha mempelajari kehidupan jiwa Bmanusia
dari segi kesadaran dan ketidaksadaran. Kesadaran berkecenderungan kearah luar
yang disebut ekstraversi, sedangkan ketidaksadaran cenderung ke arah dalam yang
disebut introversi kedua sifat tersebut pada hakikatnya merupakan kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan karena terbentuk sejak lahir namun demikian, setiap
manusia memiliki watak atau kecenderungannya yang berbeda-beda sesuai dengan
kondisi kejiwaan yang terdapat dalam dirinya bilamana kesadaran yang lebih kuat
maka ia menjadi di ekstraver (mudah bergaul terbuka pada orang lain dan
sebagainya). Bila mana yang lebih kuat adalah ketidak sadarannya, maka ia
menjadi introvert yang berwatak tertutup pada dunia luar.
Tokoh aliran ini antara lain C.G. Jung, seorang penyakit jiwa Jerman di
Zurichd (192). Ia memisahkan diri dari aliran Freud dan membentuk teorinya
sendiri dalam buku psychologische Typen di mana ia membahas masalah struktur
kepribadian, struktur kesadaran, struktur ketidaksadaran, kompleks mimpi, bayang-
bayang, proyeksi dan lain-lain.11
11
H.M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniah Manusia, hlm. 48.
7
diutusnya Nabi Muhammad SAW. Namun para sarjana Islam yang membahas
tentang sejarah dakwah, lebih cenderung membahasnya pada tataran Islam dengan
makna universal yang mencakup dakwah Nabi Nuh hingga Nabi Isa AS. 12
Pada periode pertama, semenjak Nabi Nuh AS hingga Nabi Isa AS, para ahli
sejarah Islam sepakat bahwa mereka merupakan para Da’I utusan Allah yang
mengajak kepada ketauhidan (pengesaan Tuhan) serta memerangi kemusyrikan,
menyuruh kepada ketaatan, dan mencegah perbuatan maksiat. 13
Dakwah para nabi pada periode ini lebih bersifat lokal, di mana Para nabi
diutus hanya kepada kaum tertentu, sesuai dengan Kebutuhan dan kecenderungan
masing-masing kaum. Dalam menjalankan dakwah, para nabi dibekali dengan
kemampuan luar biasa yang disebut dengan mu’jizat sebagai legitimasi kebenaran
yang mereka bawa. Al-Qur’an juga menjelaskan tentang perjalanan dan metode
dakwah mereka, di samping kendala dan cobaan-cobaan yang dihadapi, serta
kesabaran dan istiqamah mereka dalam Menghadapi kaumnya.
12
Mohammad Abûal-Futuhal-Bayånûni, al-Madkhalilâ ’Ilm alDa’wat, hlm. 14.
13
Muhammad Abual-Futuhal-Bayânuni, al-Madkhalila’Ilmal-Da’wat, hlm. 70.
8
karunia Allah, menjelaskan sifat-sifat kesempurnaan yang ada pada-Nya dengan
argumen-argumen yang logis, dengan membuat permisalan-permisalan atau dengan
merenungi diri manusia itu sendiri dan cakrawala alam semesta.
Dengan kata-kata yang bijaksana dan argumen yang benar itulah para rasul
menyampaikan dakwah kepada kaumnya. Tidak ada yang berbeda antara utusan
yang satu dengan yang lain. Mereka meyakinkan risalah dan kerasulannya dengan
menampakkan sikap jujur, karena setiap nabi dan rasul memiliki sifat itu.
Sejarah dakwah Nabi Muhammad SAW dapat dibagi menjadi dua fase, fase
Mekkah dan fase Madinah, fase Mekkah dimulai semenjak Rasulullah SAW
menerima wahyu pertama di gua Hira, dan dimulai dari kalangan tertentu dari
9
keluarga, saudara, dan kerabat terdekat beliau, seperti Khadijah, Abû Bakar, Ali
bin Abi Thâlib dan Zaid bin Hâritsat, kemudian diikuti oleh beberapa sahabat
lainnya, seperti Utsmân bin “Affân, Zubair bin al-‘Awâm, “Abd al-Rahman bin
‘Auf, dan lain-lain.14
Dakwah ini mendapat tantangan yang sangat keras terutama dari pamannya
Abu Lahab dan orang- orang Quraisy. Namun penghinaan dan siksaan yang
dilancarkan oleh orang-orang Quraisy tidak mampu menghentikan langkah Nabi
Muhammad SAW dan para pengikutnya.
Pada fase ini, Nabi Muhammad SAW melakukan beberapa langkah yang
dianggap sangat penting untuk kelanjutan dakwah Islam, di antaranya adalah
konsentrasi beliau terhadap pendidikan dan penyucian diri bagi mereka yang
menerima Islam (memeluk Islam) dengan jalan pembelajaran dan penerapan nilai-
nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari serta memperdalam arti solidaritas antar
sesama muslim.
14
‘Abd al-Mâlik bin Hisvâm, Sirat an-Nabi, (Beirut: al-Maktabahal-Islâmi, Cet. Ill,1988), JilidI,
240246.
10
Pada fase ini, Rasulullah SAW masih tetap berkonsentrasi untuk
menyampaikan dakwah atau risalah İslam dengan jalan pembacaan ayat-ayat Al-
Qur’an, mengajarkan makna-makna Al Qur’an dan hukum-hukumnya, mendirikan
masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam, mempersaudarakan antara orang-orang
Muhajirin dan Anshar, menegakkan hukum-hukum syariat, dan lain-lain.15
Pada masa ini, aktivitas dakwah secara intern dilaksanakan dengan khotbah
dan diskusi-diskusi keagamaan, baik antar para sahabat ataupun dengan mereka
yang baru memeluk Islam (Muallaf). Secara ekstern, dakwah semakin menggeliat
dengan semakin luasnya daerah-daerah yang dikuasai oleh umat muslim terutama
pada masa khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affân,
sedangkan pada masa Ali bin Abi Thâlib laju dakwah agak tertahan karena
menghadapi gejolak politik yang terjadi antara beliau dengan ‘Aisyah dan
pendukungnya, serta dengan Mu’awiyah yang banyak memakan korban. 17
Pada masa Abû Bakar terjadi peperangan melawan orang orang murtad dan
orang-orang yang enggan mengeluarkan zakat, serta memerangi Musailamah al-
Kazzâb (seseorang yang mengaku nabi). Pada masa ini juga Al-Qur’an untuk
pertama kali dikumpulkan sebagai reaksi dan ketakutan Abu Bakar dengan
15
Muhammad Abu al-Futuh al Bayanuni, al-Madkhal ila ‘Ilm al-Da’wat, hlm. 85-88.
16
Jalâl al-Din al-Suyutlii, Tarikh al-Khulafá, (Beirut: Dâr Sliadir, 1997 M/1417 H), hlm. 24-25.
17
Muhammad Abu al-Futuh al Bayanuni, al-Madkhal ila ‘Ilm al-Da’wat, hlm. 90.
11
meninggalnya sebagian besar para sahabat yang hafal Al-Qur’an dalam
peperangan.
Pada masa Umar bin Khattâb banyak daerah yang dapat ditaklukkan, di antaranya
Damaskus, Azerbijan, al-Ahwaz, Palestina (Bait al-Maqdis), dan lain-lain. Umar
juga adalah khalifah pertama kali yang mengumpulkan umat muslim untuk shalat
Tarawih berjamaah. 18
Secara umum, dakwah pada masa ini semakin bergairah, baik berupa
gerakan-gerakan keilmuwan ataupun pendidikan dan pembelajaran. Pada periode
ini Al-Qur’an dikumpulkan untuk pertama kali pada masa Abû Bakar dan
kemudian pada masa Utsmân bin Affân. Gerakan dakwah juga semakin luas
dengan banyaknya daerah yang telah dikuasai oleh umat Islam dan berbondong-
bondongnya orang yang ingin memeluk Islam dan menjadikannya sebagai
pedoman hidup, karena mereka melihat kebaikan di dalamnya.
Pada masa ini para ulama ahli fiqh, tafsir, dan hadits dikirim ke daerah-
daerah yang telah ditaklukkan untuk menyebarkan dan menjelaskan agama Islam
dan ajaran-ajarannya untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari hari.
Demikian juga dibangun perpustakaan dan pusat-pusat ilmu pengetahuan yang
tersebar di berbagai tempat, seperti Mesir, Baghdad, dan Iran, pada periode ini,
ilmu-ilmu keislaman, seperti filsafat, teologi, hükum-hükum İslam, dan mistik
18
Jalal al-Din al-Suyûtlii, Tarikh al-Khulafá, (Beirut: Dâr Sliadir, 1997 M/1417 H), hlm. 159-160.
19
Sir Thamas W. Arnold, al-Da’wat ila al-Islâm, alih bahasa oleh Masan Ibrahim Hasan, et al,
(Kairo: Maktabat al-Nahdat al-Mishriyyat, 1970), hlm, 25-26.
12
berkembang dengan pesat. Dalam bidang filsafat dikenal al-Kindi, al-Fârâbi, ibn
Sinâ. Dalam bidang teologi dikenal Imâm Hasan al-Asy’arî, al-Ghazâlî, dan lain-
lain. Dalam bidang hükum Islam dikenal Imâm Hanafi, Imâm Mâlik, Imâm Syafi’I,
dan Imâm İbn Hambal.
Namun secara garis besar, proses dakwah pada periode ini baik yang berupa
penyampaian (tabligh) dan penyebaran Islam serta kegiatan belajar mengajar masih
tetap berjalan, walau pun proses dakwah mendapat tantangan dan rintangan,
apalagi setelah runtuhnya Dinasti Utsmânî yang merupakan simbol kekuatan Islam
dan terbagi-baginya daerah yang masuk ke dalam kedaulatan Islam menjadi
daerah-daerah kecil yang dikuasai oleh imperialis (penjajah). Pergerakan dakwah
pada periode ini juga mengambil bentuk yang bermacam-macam, ada yang
berdakwah secara personal, ada juga yang bergerak secara berkelompok yang
kemudian mengambil bentuk pergerakan dakwah berupa institusi formal dan non-
formal dalam bentuk pergerakan politik, pemikiran dan sosial dengan menerapkan
metode-metode yang sesuai dengan pergerakan masing-masing serta sarana-sarana
dan prasarana yang berbeda-beda.20
20
Muhammad Abu al-Futuh al Bayanuni, al-Madkhal ila ‘Ilm al-Da’wat, hlm. 91-95.
13
C. Pemikiran Ke Arah Psikologi Dakwah
Psikologi dakwah membantu para Da'i dan penerang agama memahami latar
belakang hidup naluriah manusia sebagai makhluk individual maupun sebagai
makhluk sosial. Dengan pemahaman tersebut Da'i akan mampu memperhitungkan,
mengendalikan serta mengarahkan perkembangan modernisasi masyarakat
berdasarkan pengaruh teknologi modern yang positif. Psikologi dakwah juga dapat
membantu para Da'i dalam menerangkan tingkah laku yang baik dan dalam
menerangkan manfaat-manfaat keimanan dan keberagamaan seseorang. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Yusuf Qardhawi mengutip ungkapan psikiater
Amerika, Henry Lunk, dalam bukunya berjudul Kembali Kepada Iman sebagai
kumpulan pengalamannya mengobati 73.000 orang yang sakit jiwa. Beliau
menyimpulkan seperti berikut: "Orang yang berpegang teguh kepada agama, atau
selalu tekun beribadah, menikmati kepribadian yang jauh lebih kuat dan lebih baik
ketimbang orang yang tidak beragama, atau tidak suka beribadah".21 Filsuf
kenamaan Amerika, William James, juga pernah mengatakan: "Sesungguhnya
induk obat keguncangan jiwa pastilah iman (keyakinan). 22 Dengan psikologi
dakwah juga akan lebih memungkinkan seorang Da'i atau peneliti memahami
rahasia-rahasia hukum syara, sehingga dapat menjadikannya lebih yakin akan
21
Yusuf Qardhawi, Tsaqafat al-Da’iyat, alih bahasa oleh Nabhan Husein, Kritik dan Saran untuk
Para Da’i (Jakarta: I.I E.S.O, 1985), HLM. 185.
22
Yusuf Qardhawi, Tsaqafat al-Da’iyat, hlm. 185
14
kesempurnaan dan keadilan Allah SWT dan dapat menerangkan dan menetapkan
hukum-hukum dengan baik dan benar kepada masyarakatnya. Psikologi dakwah
juga dapat membantu Da'i untuk memahami keadaan jamaah atau masyarakatnya,
tentang minat maupun kadar pengaruh ajaran yang disampaikan kepada mereka.
Dengan memahami psikologi seorang Da'i akan bijaksana menetapkan materi
dakwah dan tingkatannya, dengan harapan tidak membosankan Mad'u.
15
BAB III
KESIMPULAN
16
DAFTAR PUSTAKA
17