Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH ULUMUL QURAN DAN ULUMUL HADIST

HADIST DHAIF DAN MAUDHU

Disusun oleh Kelompok 12 :

A.F. RIYADHUL ATHAYA (170208024)

AINUN MASYRIFAH HUTAGALUNG (170208032)

DOSEN PEMBIMBING :Wardatul Fajriah M.Ag

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2017
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kesempatan
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa kehendak-NYA
mungkin kami tidak dapat menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar kita dapat memahami Hadist Dhaif dan
Maudhu yang akan kami tulis berdasarkan sumber buku dan sumber internet.
Makalah ini kami susun tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan banyak
tantangan yang kami temukan. Namun dengan usaha,kemauan, kerja keras dan
atas kehendak-NYA kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini memuat tentang Hadist Dhaif dan Maudhu

kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen dan semua pihak yang
terkait yang telah banyak membantu kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan banyak informasi,


pengetahuan dan wawasan keislaman kita agar lebih mencintai dan mengamalkan
al-quran dan al-hadist yang lebih luas kepada kita semua, saya tahu bahwa
makalah ini mempunyai kelebihan dan kekurangan maka dari itu kami mohon
kritik dan saran yang membangun. Terima kasih.

Banda Aceh, 30 September 2017

Penulis

I
DAFTAR ISI

Kata pengantar ...............................................................................................i

Daftar isi .......................................................................................................ii

Bab I pendahuluan ........................................................................................1

A. Latar belakang ..........................................................................................1

B. Rumusan masalah ......................................................................................1

C. Tujuan Penulisan ........................................................................................2

Bab II Pembahasan............................................................................................3

A.Hadist Dhaif................................................................................................3

a. Pengertian Hadist Dhaif.......................................................................3

b. Sejarah Hadist Dhaif.............................................................................6

c. Sebab-sebab Munculnya Hadits Dhaif.10

d. Klasifikasi hadist dhaif....11

B.Hadist Maudhu...........................................................................................19

a. Pengertian Hadist Maudhu19

b. Sejarah Hadist Maudhu.20

c. Sebab-sebab Munculnya Hadist Maudhu..22

Bab III Penutup..................................................................................................27

A.Kesimpulan......................................................................................................27
B.Daftar pustaka..................................................................................................28

II
Bab I

PENDAHULUAN

a.1. Latar Belakang


Salah satu diantara sederetan musibah atau fitnah besar yang
pernah menimpa umat islam sejak abad pertama hijriyah adalah
tersebarnya hadist-hadist dhaif dan maudhu dikalangan umat.Hal itu juga
menimpa para ulama kecuali sederetan pakar hadist dan kritikus yang
dikehendaki oleh Allah SWT seperti Imam Ahmad, Bukhari, Ibnu Muin,
Abi Hatim Ar-Razi, dan lain-lain.Tersebarnya hadist-hadist semacam itu
di seluruh wilayah islam telah meninggalkan dampak yang sangat luar
biasa.Dia antaranya adalah terjadinya perusakan segi aqidah terhadap hal-
hal ghaib, segi syariah, dan sebagainya.
Hadist merupakan pedoman yang dianut umat islam setelah Al-
quran. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran Islam setelah
Al-Quran yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan
penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Quran,
maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu, hadits
merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan
suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Quran.
Untuk itu kualitas hadist sangatlah penting agar kita tidak salah
menganut suatu hadist.Hadist yang bisa kita yakini adalah hadist yang
telah terjamin keshahihan dan kehasanannya.

a.2. Rumusan Masalah


a) Apa pengertian hadist dhaif dan maudhu ?
b) Bagaimana Sejarah hadist dhaif dan maudhu?
c) Apa saja faktor-faktor hadist dhaif dan maudhu?
d) Apa saja klasifikasi hadist dhaif ?

a.3. Tujuan Penulisan


a) Untuk mengetahui pengertian hadist dhaif dan maudhu
b) Untuk mengetahui sejarah hadist dhaif dan maudhu
c) Untuk memgetahui faktor-faktor hadist dhaif dan maudhu.

1
d) Untuk mengetahui klasifikasi hadist dhaif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

I.Hadist Dhaif

a. Pengertian Hadist Dhaif

Dhaif menurut lughat adalah lemah, lawan dari qawi (yang kuat).
Sedangkan secara istilah yaitu:
.

,
Apa yang sifat dari hadits hasan tidak tercakup (terpenuhi) dengan cara
hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadits hasan.
Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu
menjadi tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua
atau tiga syarat maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhaif yang
sangat lemah. Oleh karena itu, sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar
hukum.
Adapun menurut Muhaditsin,


.




.
Hadits dhaif adalah semua hadits yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat
bagi hadits yang diterima menurut pendapat kebanyakan ulama; hadits dhaif
adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadits shahih dan hasan.
Contoh hadits dhaif adalah sebagai berikut:

3
Hadits ini dhaif. Ia diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya I/26l,
Imam Ahmad III/21, Baghawi dalam hadits Ali bin Jad IX /93, dan Ibnu Sunni
(hadits nomor 83), dari sanad Fudhail bin Marzuq.Lemahnya sanad riwayat
tersebut dari dua hal:

1. Fudhailb in Marzuq dinyatakan kuat oleh sekelompok ulama, tetapi


sekelompok lain menganggapnya lemah. Dan tidak benar tuduhan orang bahwa
yang menyatakan Fudhail lemah hanya Abu Hatim saja, sebab masih banyak lagi
sederetan pakar hadits yang menganggapnya lemah. Ketika ditanya rentang
Fudhail apakah dapat dijadikan hujjah, Nasai menjawab, Tidak, ia lemah..Al-
Hakim juga mengatakan, Fudhail tidak meminuhi syarat kesahihan.

Selain mereka adalah Ibnu Hibban yang dalam menyatakan perawi-perawi


kuat mengatakan, Fudhail banyak melakukan kesalahan dalam meriwayatkan.
Ringkasnya, kecaman terhadap Fudhail lebih didahulukan daripada yang
menguatkannya.

2. Di samping itu, Fudhail meriwayatkannya dari Athilyah al_Alufi yang


juga dinyatakan lemah oleh pakar hadits. Dem ikianlah yang diungkapkan oleh
para huffadh. Dengan demikian, seperti yang masyhur dalam ilmu Mushthalah
Hadtts, jarh (kecaman) lebih didahulukan (diutamakan) ketimbang tadil
(pengakuan baik). Di sampingi itu, tentang penguatan dhaifnya Ibnu Shalah ini
datang dari banyak ulama tsiqah (dapat dipercaya), seperti Ibnu Adi dan lain-
lainnya. Bahkan Ibnu yunus mengatakan, Banyak diriwayatkan darinya hadits-
hadits munkar.Daruquthni mengatakan, Ia (Ibnu shalah) itu lemah dalam
meriwayatkan hadits.

Hadits ini dha'if. Telah diriwayatkan oleh Tirmidzi II/555, oleh Baihaqi
IX/271, dan oleh Imam Ahmad II/444 dari sanad Usman bin Waqid, dari Kadam

4
bin Abdur Rahman dari Abi Kabasi. Tirmidzi berkata bahwa hadits ini gharib
(asing). Maksudnya, dha'if.Kelemahan hadits tersebut juga dinyatakan oleh Ibnu
Hajar dalam Fathhul Bari X/12 dengan berkata bahwa hadits tersebut lemah
sanadnya. Bahkan oleh Ibnu Hazem dalam al-Muhalla VII/365 dinyatakan bahwa
Utsman bin Waqid dan Kadam bin Abdur Rahman adalah majhul.

Imam Bukhari berkata bahwa selain Utsman bin Waqid ada yang
meriwayatkan hadits senada secara mauquf sanadnya sampai kepada Abu
Harairah r.a. Lafazhnya menyatakan (artinya), "Telah datang Jibril kepadaku pada
hari raya Qurban. Maka kutanyakan kepadanya, 'Bagaimana engkau lihat
peribadatan kami?' Jibril menjawab, 'Sungguh sangat menggembirakan Ahlus-
Sama' (para malaikat, penj.). Dan ketahuilah wahai Muhammad, bahwasanya
domba jantan itu lebih baik daripada unta betina ataupun lembu. Kalau saja
diketahui Allah ada yang lebih baik daripadanya (domba jantan lagi muda)
pastilah Ibrahim akan berkurban dengannya.'"

Kemudian ia menyatakan bahwa dalam sanadnya terdapat Ishaq bin


Ibrahim al-Hunaini. Menurut Imam Baihaqi, orang ini meriwayatkan secara
tunggal dan dha'if. Bahkan oleh para pakar hadits telah disepakati lemahnya

Hadits ini dha'if. Telah diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam Musnadnya
II/126, juga oleh al-Lalika'i dalam as-Sunnah I/202, dari sanad Muammal bin
Ismail dari Hamad bin Zaid dari 'Amr bin Malik an-Nakri dari Abil Jauza dari

5
Ibnu Abbas. Adapun al-Mundziri dengan mengikuti pendapat al-Haitsimi berkata,
"Hadits ini sanadnya hasan."

Menurut saya, pendapat yang mengatakan sanadnya hasan itu perlu ditilik
kembali, sebab tak seorang pun dan para pakar hadits menganggap Amr bin Malik
ini tsiqat, kecuali Ibnu Hibban. Padahal, kita sangat mengenal Ibnu Hibban ini
sebagai orang yang sangat gampang mengakui kekuatan rawi. Jadi, dalam hal ini
Ibnu Hibban tidak menenteramkan hati. Terlebih Ibnu Hajar dalam kitabnya at-
Tahdzib II/212, mengutip Ibnu Hibban tentang Malik ini sambil berkata, "Banyak
salah.

b. Sejarah Hadist Dhaif

Hadits dhoif tidaklah sama dengan hadits maudhu. Hadits dhoif bukan
hadits yang dikarang-karang atau yang dibuat-buat oleh sembarang manusia.
Hanya saja salah satu pemangkunya (sanadnya) ada yang terputus sehingga hadits
itu menjadi dhoif, tapi tetap saja hadits dhoif bukan hadits palsu.
Zaman awal Islam mulai berkembang, hadits tidaklah dituliskan oleh para
sahabat Nabi. Hal ini terjadi karena nabi melarang menuliskan hadits-hadits
baginda yang mulia. Rasul bersabda: La taktubul hadits! Janganlah kamu
menuliskan hadits, Uktubul Quran! Tuliskanlah al Quran. (HR Muslim).

Dengan demikian, maka hadits hanya beredar di kalangan sahabat melalui


hafalan dari satu orang ke orang lain. Hal ini berlangsung sampai tahun ke-100
Hijriyah. Saat itu, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mulai khawatir akan
perkembangan hadits. Ada jutaan orang yang sudah memeluk agama islam, dan
generasi pun telah berubah, tidak lagi terdiri dari sahabat-sahabat Nabi yang
terkenal sangat jujur, tapi juga telah muncul orang-orang di luar komunitas Arab
yang sama sekali tidak jumpa Nabi. Dan, di antara mereka ada yang kurang
mujahadah dalam agama. Saat itu, mulailah muncul tukang-tukang penjual cerita
yang di antara mereka bahkan berani mengarang-ngarang hadits, dan mengatakan
bahwa hadits karangannya itu berasal dari Nabi. Hal ini ini membuat para Ulama

6
mulai khawatir.
Akhirnya dibuatlah sebuah tindakan bidah hasanah oleh Khalifah Umar
bin Abdul Aziz dengan memerintahkan ditulisnya hadits-hadits Nabi, sesuatu yang
sebelumnya merupakan hal yang sangat dilarang oleh Baginda Nabi. (Ini
membuktikan bahwa para Ulama zaman Tabiin, yakni orang yang sempat
bertemu dengan Sahabat Nabi, telah sepakat bahwa ada bidah yang hasanah alias
bidah yang baik dan akan diberi pahala oleh Allah orang yang melakukannya.
Salah satunya adalah dilakukannya penulisan dan pengumpulan hadits. Hal ini
sangat bertentangan dengan faham sekelompok kecil umat Islam yang
mengatakan bahwa semua bidah itu adalah sesat dan semua para pelakunya kelak
akan dicampakkan ke dalam neraka).
Alhamdulillah muncullah ilmu baru dalam dunia Islam yakni ilmu
Musthalah Hadits. Di antaranya adalah ilmu sanad hadits, yakni memeriksa suatu
hadits itu dari orang-orang yang menghafal dan menyampaikannya terus diurut ke
atas sampai kepada shahabat dan bersumber kepada Nabi. Jika para pemangkunya
(sanadnya) tidak terputus, terus bersambung kepada Nabi, dan secara matan juga
bagus maka hadits itu dinyatakan sebagai hadits shohih. Namun, jika ada sanad
yang terputus maka hadits tersebut disebut hadits dhoif.
Saat itu jenis hadits hanya ada tiga saja, pertama hadits shohih, kedua
hadits dhoif, dan ketiga disebut hadits maudhu, yang pada hakekatnya hadits
palsu.Kelak Ilmu Hadits makin maju dan berkembang dan istilah derajat hadits
pun bertambah pula. Ada hadits shohih, hadits hasan lidzatihi, hadits hasan
lighoirihi, hadits mutawatir lafdzi, mutawatir manawi, hadits dhoif, munkar, dan
maudhu dll.

Semua madzhab Imam yang Empat yakni Imam Hanafi, Imam Maliki,
Imam Syafii dan Imam Hambali sepakat bahwa hadits dhoif tidak boleh dibuang
semuanya, karena hadits dhoif adalah hadits Rasulullah yang berderajat dhoif,
bukan hadits maudhu. Imam Hambali, madzhab beliau dipakai di Saudi Arabia
dalam Mahkamah Syariah di sana, memutuskan bisa mengambil hukum dengan
bersandar pada hadits dhoif sekalipun, jika saja tidak didapati ada hadits yang

7
shohih dalam perkara tersebut. Imam Syafii memakai hadits dhoif sebagai
penyemangat dalam beramal (fadhoilul amal). Demikian juga halnya Imam
Hanafi dan Imam Maliki.

Sebagai contoh: Imam Hambali mengambil hukum bersentuhnya kulit


antara pria dan wanita dewasa yang bukan mahrom membatalkan wudhu.
Padahal hadits ini kedudukannya dhaif, diriwayatkan dari Aisyah ra. Meskipun
demikian ulama empat mazhab tidak pernah menyesatkan Imam Hambali atas
tindakan beliau yang mengutip hadits dhaif sebagai dalil untuk menegakkan
hukum (hujjah).

Kenapa hadits dhoif tidak serta merta dibuang? Logikanya begini!

Imam Hambali umpamanya. Beliau menghafal ratusan ribu mungkin


jutaan hadits lengkap dengan sanad-sanadnya. Namun kenyataannya, hadits yang
beliau hafal itu hanya sempat dituliskan sebanyak 27.688 buah hadits. Nah,
kemana perginya yang 970 ribuan hadits lagi? Semua yang tersisa itu Tentu
karena TIDAK DAPAT DITULISKAN, BUKAN KARENA DIBUANG begitu
saja. Hal ini disebabkan karena kesibukan sang Imam dalam mengajar sehari-hari,
menjawab pertanyaan masyarakat, memberi fatwa dan juga beribadah untuk
dirinya sendiri. Sebagaimana diriwayatkan bahwa Imam Hambali setiap malam
melakukan sholat sekitar 300 rakaat banyaknya. Belum lagi karena keterbatasan
peralatan saat itu. Kertas belum banyak, juga tinta dan pena masih sangat
sederhana. Sementara mesin ketik, alat cetak, apalagi computer sama sekali belum
ada. Sebab itulah sedikit sekali hadits yang beliau hafal itu yang sempat ditulis
dan sampai kepada kita.

Namun demikian, tidaklah serta merta hadits-hadits yang tidak sempat


ditulis itu terbuang dan hilang begitu saja.Para murid yang setiap hari bergaul
dengan sang guru pasti sempat memperhatikan dan menghafal setiap gerak
langkah sang guru. Dan, gerak langkah sang guru ini pastilah sesuai dengan
tuntunan sejuta hadits yang beliau hafal di dadanya. Sehingga kelak setelah sang
guru wafat para muridnya mulai menulis dalam berbagai masalah dengan rujukan

8
perilaku atau fiil sang guru tersebut. Prilaku sang guru tersebut kemudian hari
dituliskan juga sebagai hadits yang terwarisi oleh kita sehingga kini.
Dalam rangka memilah dan memilih hadits dhaif para ulama hadits empat
mazhab membagi-baginya dalam berbagai bagian. Ada yang membaginya ke
dalam 42 bagian, ada yang membaginya menjadi 49 bagian dan ada yang
membaginya ke dalam 89 bagian. Hadits-hadits inilah yang dipilah dan dipilih dan
sebagiannya dapat diamalkan juga karena dhaifnya tidak keterlaluan.

Ulama hadits bukanlah sembarangan orang. Mereka memiliki ukuran


tersendiri agar masuk ke dalam golongan ulama hadits. Ada ulama hadits yang
sampai derajat hafizh, yakni mereka yang telah menghafal 100 ribu hadits lengkap
dengan sanad-sanadnya. Di atas derajat hafizh ada yang disebut ulama hujjah,
yakni mereka yang menghafal 300 ribu hadits beserta sanad-sanadnya. Di atas
kedua derajat ini ada lagi yang dinamai hakim, yakni yang kemampuannya diatas
hafizh dan hujjah. Dahsyat bukan?

Sayangnya, ada segelintir manusia akhir zaman, yang mana dia bukan
seorang hafizh, bukan pula seorang hujjah apalagi seorang hakim, tetapi anehnya
mereka berani bersuara lantang mengkritik dan menuduh sesat amal serta
keputusan ulama-ulama hadits terdahulu. Kata mereka hadits ini dhoif, hadits itu
mauhdu, hadits ini munkar menyalahi pendapat ahli hadits tempo dulu, padahal
mereka tidak pernah sekalipun bertemu dengan salah seorang pemangku (sanad)
dari hadits yang mereka kritik itu. Sementara yang mereka caci itu justru orang-
orang yang pernah kenal, bertemu dan bergaul langsung dengan para sanad
tersebut. Lantas, ketika mereka sudah mengatakan sanad ini dan sanad itu
terpercaya, tiba-tiba muncul manusia yang lahir entah zaman kapan dan hanya
bermodal membaca buku di perpustakaan, seenaknya saja menyalahkan ulama-
ulama hadits tempo dulu, dan merasa paling benar. Innalillahi wa inna ilaihi
rajiun! . Lalu mereka yang manakah yang patut kita percaya?

Sebagai contoh sebuah persoalan adalah masalah qunut shubuh. Imam


SyafiI, Imam Hakim, Imam Daruquthni, dan Imam Baihaqi sepakat mengatakan

9
bahwa hadits qunut shubuh adalah shahih, sanadnya bagus, dan mengamalkannya
adalah sunat. Tiba-tiba muncul manusia zaman sekarang dengan modal nekat
berani mengatakan qunut shubuh itu bidah, dan seluruh pelakunya akan
dicampakkan ke dalam neraka. Padahal, seluruh ulama Imam Empat Madzhab
tidak pernah mengatakan qunut shubuh itu bidah meskipun mereka tidak
mengamalkannya.

c. Sebab-sebab Hadits Dhaif

Adapun penyebab kedhaifannya karena beberapa hal:

1) Sebab terputusnya sanad

Ketidakbersambungnya sanad, dikarenakan adalah seorang rawi atau lebih,


yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.

2) Sebab penyakit pada rawi

Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilan maupun ke-


dhabit-annya (hafalan). Adapun cacat pada keadilan dan ke-dhabit-annya rawi itu
ada sepuluh macam, yaitu sebagai berikut:

a. Dusta

b. Tertuduh dusta

c. Fasik

d. Banyak salah

e. Lengah dalam menghafal

f. Menyalahi riwayat orang kepercayaan

g. Banyak waham (purba sangka)

h. Tidak diketahui identitasnya

i. Penganut bidah

10
j. Tidak baik hafalannya

d. Klasifikasi Hadits Dhaif

a. Dhaif karena tidak bersambung sanadnya

1) Hadits Muallaq

Muallaq, menurut bahasa adalah isim maful yang berarti terikat dan
tergantung. Sanad seperti ini disebut muallaq karena hanya terikat dan
tersambung pada bagian atas saja, sementara bagian bawahnya terputus sehingga
menjadi seperti sesuatu yang bergantung pada atap dan yang semacamnya.
Sementara itu, menurut istilah, hadits muallaq adalah hadits yang seorang
rawinya atau lebih gugur dari awal sanad secara berurutan.

Di antara bentuknya adalah bila semua sanad digugurkan dan dihapus,


kemudian dikatakan, Rasulullah bersabda atau dengan menggugurkan semua
sanad, kecuali seorang sahabat, atau seorang sahabat tabiin.

Contohnya: Bukhari meriwayatkan dari Al-Majisyun dari Abdullah bin


Fadhl dari Abu Salamah dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw bersabda:

Janganlah kalian melebih-lebihkan di antara para nabi.

Pada hadits ini, Bukhari tidak pernah bertemu Al-Majisyun.

2) Hadits Mudhal

Mudhal secara bahasa adalah sesuatu yang dibuat lemah dan lebih.
Disebut demikian, mungkin karena para ulama hadits dibuat lelah dan letih untuk
mengetahuinya karena beratnya ketidakjelasan dalam hadits itu. Adapun menurut
istilah muhaditsin, hadits mudhal adalah hadits yang putus sanadnya dua orang
atau lebih secara berurutan.

11
Contohnya diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitab Marifat Ulum Al-
Hadits dengan sanadnya kepada Al-Qanaby dari Malik bahwa dia
menyampaikan, bahwa Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda,

Seorang hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaian sesuai


kadarnya dengan baik dan tidak dibebani pekerjaan, melainkan apa yang dia
mampu mengerjakannya.

Al-Hakim berkata, Hadits ini mudhal dari Malik dalam kitab Al-
Muwatha.

Hadits ini yang kita dapatkan bersambung sanadnya pada kita, selain Al-
Muwatha, diriwayatkan dari Malik bin Anas dari Muhammad bin Ajlan, dari
bapaknya, dari Abu Hurairah. Letak ke-mudhalan-nya karena gugurnya dua
perawi dari sanadnya, yaitu Muhammad bin Ajlan dan bapaknya. Kedua rawi
tersebut gugur secara berurutan.

3) Hadits Mursal

Mursal, menurut bahasa, isim maful, yang berarti yang dilepaskan.


Adapun hadits mursal menurut istilah adalah hadits yang gugur rawi dari
sanadnya setelah tabiin, baik tabiin besar maupun tabiin kecil. Yang dimaksud
dengan gugur di sini, ialah nama sanad terakhir tidak disebutkan. Padahal sahabat
adalah orang yang pertama menerima hadits dari Rasul Saw. Seperti bila seorang
tabiin mengatakan, Rasulullah Saw bersabda begini atau berbuat seperti ini.

Contoh hadits mursal, Dari Malik, dari Abdillah bin Abi Bakr bin Hazm,
bahwa surat yang Rasulullah saw. tulis kepada Amr bin Hazm (tersebut): Bahwa
tidak menyentuh Quran melainkan orang yang bersih.

Seperti telah kita ketahui bahwa dalam hadits mursal itu, yang digugurkan
adalah sahabat yang langsung menerima berita dari Rasulullah Saw, sedangkan
yang menggugurkan dapat juga seorang tabiin atau sahabat kecil. Oleh karena itu,

12
ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan segi sifat-sifat pengguguran
hadits, hadits mursal terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.

1.Mursal Jali, yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi
(tabiin) jelas sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang yang
menggugurkan itu tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan
yang mempunyai berita.

2.Mursal Shahabi, yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada


Nabi Muhammad Saw, tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri
apa yang ia beritakan, Karena pada saat Rasulullah hidup, ia masih kecil
atau terakhir masuknya ke dalam agama Islam. Hadits mursal shahabi ini
dianggap shahih karena pada galib-nya ia tiada meriwayatkan selain dari
para sahabat, sedangkan para sahabat itu seluruhnya adil.

3. Mursal Khafi, yaitu hadits yang diriwayatkan tabiin, di mana tabiin yang
meriwayatkan hidup sezaman dengan shahabi, tetapi ia tidak pernah
mendengar sebuah hadits pun darinya.

4) Hadits Munqathi

Hadits munqathi adalah hadits yang gugur seorang rawinya sebelum


sahabat di satu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan
tidak berturut-turut. Atau pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak
dikenal namanya.

Hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrazak dari ats-Tsauri dari Abi Ishak
dari Zaid bin Yutsaii dari Hudzaifah secara marfu: Apabila kalian menyerahkan
perkara itu kepada Abu Bakar, maka ia adalah orang yang kuat lagi terpercaya.

Dalam hadits ini terdapat satu orang sanad yang gugur dan terletak di
pertengahan sanad. Ia adalah Syurik, yang gugur (dan letaknya) antara ats-Tsauri
dan Abi Ishak. Ats-Tsauri tidak mendengar secara langsung haditsnya dari Abu
Ishak, melainkan mendengarnya dari Syurik. Syurik mendengar haditsnya dari
Abu Ishak.

13
Macam- macam pengguguran (inqitha) sebagai berikut.

a. Inqitha dilakukan dengan jelas sekali, bahwa si rawi meriwayatkan hadits


dapat diketahui tidak sezaman dengan guru yang memberikan hadits
padanya atau ia hidup sezaman dengan gurunya, tetapi tidak mendapat
ijazah (perizinan) untuk meriwayatkan haditsnya.

b. Inqitha dilakukan dengan samar-samar, yang hanya dapat diketahui oleh


orang yang mempunyai keahlian saja.

c. Diketahui dari jurusan lain, dengan adanya kelebihan seorang rawi atau
lebih dalam hadits riwayat orang lain.

5) Hadits Mudallas

Hadits mudallas adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang


diperkirakan bahwa hadits itu tidak bernoda. Rawi yang berbuat demikian
disebutmudallis. Hadits yang diriwayatkan oleh mudallis disebut hadits mudallas,
dan perbuatannya disebut dengan tadlis.

Hadits yang dikeluarkan Imam Ahmad (4/289), Abu Daud (5212) dan
Tirmidzi (2727) dan Ibnu Majah (3703) dari jalan periwayatan: Abu Ishaq as-
Sabiie dari Baro bin Azib, dia berkata: Rasulullah bersabda:

Tidaklah dua orang muslim bertemu kemudian mereka berjabat tangan,


kecuali mereka telah diampuni dosa mereka sebelum berpisah.

Abu Ishaq as-Sabiie adalah Amr bin Abdullah, dia adalah rawi yang
tsiqah dan banyak meriwayatkan hadits, hanya saja dia melakukan tadlis. Dia
banyak mendengar hadits-hadits dari Baro bin Azib radiyallahu 'anhu, namun
hadits yang ia riwayatkan dari Baro ini ia riwayatkan dengan lafadz yang
muhtamal (berkemungkinan mendengar atau tidak), dan dia tidak mendengar
langsung dari Baro bin Azib. Dia hanya mendengar dari Abu Daud al-Ama, yaitu
namanya Nufai bin Harits, dia adalah rawi yang tidak dipakai dan tertuduh dusta.

14
Di antara yang menunjukkan hal tersebut adalah bahwa Ibnu Abi Dunya
mengeluarkan hadits tersebut dalam kitab al-Ikhwan (hal: 172) dari jalan Abu
Bakr Iyasy dari Abu Ishaq dari Abu Daud yang mendengar dari baro bin Azib dan

Imam Ahmad mengeluarkan hadits tersebut dalam Musnadnya (4/289) dari


jalan: Malik bin Migwal dari Abu Daud dari Baro bin Azib. Maka hadits Abu
Ishaq dari Baro bin Azib adalah hadits mudallas.

Macam-macam tadlis sebagai berikut.

1.Tadlis Isnad, yaitu bila seorang rawi yang meriwayatkan suatu hadits
dari orang yang pernah bertemu dengan dia, tetapi rawi tersebut tidak pernah
mendengar hadits darinya. Agar rawi tersebut dianggap mendengar dari rawi yang
digunakan, ia menggunakan lafadzh menyampaikan hadits dengan an fulanin
(dari si Fulan) atau anna fulanan yaqulu (bahwa si Fulan berkata).

2.Tadlis Syuyukh, yaitu bila seorang rawi meriwayatkan sebuah hadits


yang didengarkan dari seorang guru dengan menyebutkan nama kuniyah-nya,
nama keturunannya, atau menyifati gurunya dengan sifat-sifat yang belum/tidak
dikenal oleh orang banyak.

3. Tadlis Taswiyah (Tajwid), yaitu bila seorang rawi meriwayatkan hadits


dari gurunya yang tsiqah, yang oleh guru tersebut diterima dari gurunya yang
lemah, dan guru yang lemah ini menerima dari seorang guru tsiqah pula, tetapi si
mudallis tersebut meriwayatkan tanpa menyebutkan rawi-rawi yang lemah,
bahkan ia meriwayatkan dengan lafadzh yang mengandung pengertian bahwa
rawinya tsiqah semua.

b. Dhaif karena tiadanya keadilan

1) Hadits Maudhu

Hadits maudhu adalah hadits yang dicipta serta dibuat oleh seseorang
(pendusta), yang ciptaan itu dinisbatkan kepada Rasulullah Saw secara palsu dan
dusta, baik disengaja maupun tidak.

15
2) Hadits Matruk

Hadits matruk adalah hadits yang pada sanadnya ada seorang rawi yang
tertuduh dusta.

Rawi yang tertuduh dusta adalah seorang rawi yang terkenal dalam
pembicaraan sebagai pendusta, tetapi belum dapat dibuktikan bahwa ia sudah
pernah berdusta dalam membuat hadits. Seorang rawi yang tertuduh dusta, bila ia
bertaubat dengan sungguh-sungguh, dapat diterima periwayatan haditsnya.

Contoh hadits matruk, Telah datang kepadamu suku Adzi, orang-orang


yang paling bagus wajahnya, paling manis mulutnya, dan paling sungguh-
sungguh dalam perjumpaan.

3) Hadits Munkar

Hadits munkar adalah hadits yang pada sanadnya terdapat rawi yang jelek
kesalahannya, banyak kelengahannya atau tampak kefasikannya. Lawannya
dinamakan maruf. Hadits munkar juga merupakan hadits yang diriwayatkan oleh
orang yang lemah (perawi yang dhaif) yang bertentangan dengan periwayatan
orang yang lebih terpercaya.

Contoh hadits munkar, Permulaan bulan Ramadhan adalah rahmat,


pertengahannya adalah ampunan dan terakhirnya adalah pembebasan dari (siksa)
neraka.

c. Dhaif karena tiadanya dhabit

1) Hadits Mudraj

Hadits mudraj adalah hadits yang menampilkan (redaksi) tambahan,


padahal bukan (bagian dari) hadits.

2) Hadits Maqlub

16
Hadits Maqlub adalah hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau
sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).

3) Hadits Mudhtharib

Hadits Mudhtharib menurut As-Suyuthi yaitu: hadits yang diriwayatkan


dengan bentuk yang berbeda-beda padahal dari satu perawi, dua atau lebih, atau
dari dua perawi atau lebih yang berdekatan (dan tidak bisa ditarjih)

4) Hadits Mushahhaf

Hadits Mushahhaf yaitu terjadinya perubahan redaksi hadits dan


maknanya.

Contoh tashif al-matan ini adalah hadits Abu Ayyub Al-Anshary:


Bahwasanya Nabi Saw bersabda: Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian
diikuti dengan puasa 6 hari pada bulan Syawal, maka ia seperti puasa sepanjang
masa.

Perkataan sittan yang artinya enam oleh Abu Bakr Al-Shauly dirubah
menjadi syaian yang berarti sedikit. Dengan demikian rusaklah maknanya.

Adapun tashif pada sanad misalnya saja nama sanad yang sesungguhnya
Ibnu Al-Badzar diubah dengan Ibnu Al-Nadzar.

5) Hadits Muharraf

Yaitu hadits yang perbedaanya terjadi disebabkan karena perubahan syakal


kata dengan masih tetapnya bentuk tulisannya.

)( Contoh pada makna:

Bahwa Rasulullah Saw sembahyang pada anazah.

Abu Musa Muhammad Ibn Al-Mutsanna menyangka, bahwa makna


Al-Anazah tersebut adalah salah satu suku masyhur Di Arab.

17
d. Dhaif karena kejanggalan dan kecacatan

1) Hadits Syadz

Hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang
maqbul, akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang
kualitasnya lebih utama.

Contoh hadits syadz ini adalah Kata abu Daud telah menceritakan
kepada kami, Ibnu-Sarah, telah menceritakan kepada kami, ibnu Wahb, telah
mengabarkan kepada kami, Yunus dari Ibnu Syihab, dari Amrah binti
Abdirrahman, telah mengabarkan dari Aisyah istri Nabi Saw, bahwa Rasulullah
Saw berkurban untuk keluarga Muhammad (istri-istrinya) pada haji wada seekor
sapi betina.

2) Hadits Muallal

Hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang di dalamnya terdapat
cacat yang tersembunyi.

Contoh hadits muaallal ini adalah hadits Yala bin Ubaid: Dari Sufyan
Al-Tsauri, dari Amr Ibn Dinar dari Ibn Umar dari Nabi Saw ia bersabda,

Si penjual dan si pembeli boleh memilih, selama belum berpisahan.

Illat ini terdapat pada Amr Ibn Dinar. Seharusnya bukan ia yang
meriwayatkan, melainkan Abdullah Ibn Dinar. Hal ini diketahui dari riwayat-
riwayat lain yang juga melalui sanad tersebut.

e. Dhaif dari segi matan

Para ahli hadits memasukkan ke dalam kelompok hadits dhaif dari sudut
persandarannya ini adalah hadits yang mauquf dan yang maqthu.

18
1) Hadits Mauquf

Hadits mauquf ialah hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, baik
berupa perkataan, perbuatan, atau taqrirnya. Periwayatannya, baik bersambung
atau tidak.

Dikatakan mauquf, karena sandarannya terhenti pada thabaqah sahabat.


Kemudian tidak dikatakan marfu, karena hadits ini tidak dirafakan atau
disandarkan kepada Rasulullah Saw.

Ibnu Shalah membagi hadits mauquf kepada dua bagian:

(a) Mauquf al-maushul

(b) Mauquf ghair al-maushul.

2) Hadits Maqthu

Hadits maqhtu yaitu hadits yang diriwayatkan dari tabiin dan disandarkan
kepadanya, baik perkataan maupun perbuatannya.

II.Hadist Maudhu

A. Pengertian Hadist Maudhu

Secara etimologi kata maudhu adalah isim maful dari kata wadhaa yang
berarti al-isqath (menggugurkan), al tark (meninggalkan) al-iftira wa iltilaq
(mengada ada atau membuat buat). Sedangkan secara terminologi menurut Ibn Al-
Shalah dan ikuti oleh Al Nawawi.

Hadis Maudhu berarti: Yaitu sesuatu (hadist) yang


diciptakan dan dibuat.

Yaitu hadis yang


dinisbahkan (disandarkan) kepada Rasulullah SAW, yang sifatnya di buat buat dan

19
di ada adakan, karena Rasulullah SAW sendiri tidak mengadakannya,
memperbuat, maupun menetapkanya.

Dari definisi di atas, terlihat sederhana Ibn Al-Shalah menyatakan bahwa


Hadis Maudhu adalah , yaitu hadis yang diciptakan dan di buat buat
atas nama Rasulullah SAW, dan oleh karena itu Hadis Maudhu tersebut adalah
hadis yang paling buruk statusnya di antara hadis hadis dhaif, dan karena itu pula
tidak di benarkan dan bahkan haram hukumnya untuk meriwayatkannya dengan
alasan apapun kecuali disertai dengan penjelasan tentang kemaudhu-annya.

Definisi definisi di atas juga menjelaskan bahwa Hadis Madhu pada dasarnya
adalah kebohongan atau sengaja di ada-adakan yang selanjutnya di nisbahkan oleh
pembuatnnya kepada Rasullah SAW, dengan maksud dan tujuan tertentu.

B. Sejarah Hadist Maudhu

Sejarah munculnya hadits maudhu tidak bisa dipastikan secara jelas


karena banyaknya perbedaan pendapat para ulama tentang munculnya hadits
maudhu.Ada yang mengatakan hadits ini muncul saat Rasulullah masih hidup
dan ada juga yang mengatakan bahwa hadits ini muncul saat masa kekhalifahan
Ali Ibnu Abi Thalib. Untuk itu kami merangkum beberapa pendapat para ulama
tentang munculnya hadits maudhu sebagai berikut:

1) Sebagai para ahli berpendapat bahwa pemalsuan hadis sudah terjadi sejak
masa Rasulullah SAW masih hidup. Pendapat ini, di antaranya, dikemukakann
oleh Ahmad Amin (w. 1373 H/1954 m). Argumen yang dikemukan oleh Ahmad
Amin adalah hadis Nabi Rasulullah SAW, bahwa barang siapa yang secara
sengaja membuat berita bohong dengan mengatas namakan Nabi, maka hendaklah
orang itu bersiap-siap menepati tempat duduknya di neraka.

2]

Hadis tersebut, menurut Ahmad Amin, memberikan gambaran bahwa


kemungkinan besar telat terjadi pemalsuan hadis pada zaman Nabi SAW.Akan
tetapi, Ahmad Amin tidak memberikan bukti-bukti, seperti contoh hadis palsu

20
yang ada pada masa Nabi SAW, untuk mendukung dugaannya tentang telah
terjadinya pemalsuan hadis ketika itu. Dan,

sekalipun hadis yang dikemukakannya sebagai argumennya tersebut adalah


merupakan hadis Mutawatir, namun karena sandaran pendapatnya hanya kepada
pemahaman (yang tersirat) pada hadis tersebut, hal itu tidaklah kuat untuk
dijadikan dalil bahwa pada zaman nabi telah terjadi pemalsuan hadis.

2) Shalah Al-Dhin Al-Adabi berpendapat bahwa pemalsuan hadis yang


sifatnya semata-mata melakukan kebohongan terhadap Nabi SAW, atau dalam
pengertiannya yang pertama mengenai Al-Wadh sebagai mana telah di uraikan di
buka, dan berhubungan dengan masa lah keduniawian telah terjadi pada zaman
Nabi, dan hal itu dilakukan oleh orang munafiq. Sedangkan pemalsuan hadis yang
berhubungan masalah agama atau dalam pengertiannya kedua mengenai Al-
Wadh, belum pernah terjadi pada masa Nabi SAW.[4]

Al-Adabi menjadikan hadis yang diriwayatkan oleh Al-Thahawi (w. 321 H/933 m)
dan Al-Thabrani (w. 360 H/971 m) sebagai argumen untuk mendukung
pendapatnya. Kedua riwayat tersebut menyatakan bahwa pada masa Nabi SAW
ada seseorang yang telah membuat berita bohong dengan mengatas namakan
Nabi. Orang tersebut mengaku telah di beri kuasa oleh Nabi SAW untuk
menyelesaikan suatu masalah pada kelompok masyarakat tertentu di sekitar
Madinah. Orang tersebut telah melamar seorang gadis dari masyarakat itu, namun
lamaran tersebut tenyata ditolat. Karena merasa curiga masyarakat tersebut
mengutus seseorang kepada Nabi untuk mendapat konfirmasi tentang kebenaran
utusan yang datang kepada mereka. Orang yang mengatas namakan Nabi tersebut
ternyata bukanlah utusan Nabi, dan karenannya Nabi SAW memerintahkan
sahabat beliau untuk membunuh orang yang telah berbohong tersebut, dan apabila
ternyata yang bersangkutan telah meninggal dunia, maka Nabi SAW
memerintahkan agar jasad orang tersebut di bakar.Hadis yang dipergunakan
sebvagai dalil oleh Al-Adabi, berdasarkan penelitian para ahli hadis ternyata
sanadnya lemah dan oleh karenannya tidak bisa di jadikan dalil.

21
3) Kebanyakan ulama hadis berpendapat, bahwa pemalsuan hadis baru terjadi
untuk pertama kalinya adalah setelah tahun 40 H,Pada masa kekhalifahan Ali
Ibnu Abi Thalib, yaitu setelah terjadinnya perpecahan politik antara kelompok
Ali di satu pihak dan Muawiyah dengan pendukungnnya di pihak lain, serata
kelompok ke tiga yaitu kelompok Khawarij yang pada awalnya adalah pengikut
Ali, namun ketika Ali menerima tahkim,

mereka keluar dari, bahkan terbalik menentang, kelompok Ali di samping


juga menentang Muawiyah.[8]Masing-masing kelompok berusaha untuk
mendukung kelompok mereka dengan berbagai argumen yang di cari mereka dari
Al-Quran dan Hadist, dan ketika mereka tidak mendapatkannya, maka
merekapun membuat hadis-hadis palsu.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa belum terdapat bukti yang
kuat tentang telah terjadinya pemalsuan hadis pada masa Nabi SAW, demikian
juga pada masa-masa sahabat sebelum pemerintahan Ali Ibnu Abi Thalib. Hal
demikian adalah karena begitu kerasnya peringatan yang di berikan Nabi SAW
terhadap mereka yang mencoba-coba untuk melakukan dusta atas nama beliau.

C.Faktor-Faktor yang Menyebabkan Munculnya Hadist Maudhu

Tidak seperti halnya Al Quran, Hadits merupakan lahan yang amat strategis
sebagai ajang pengkaburan, pembauran, dan pemalsuan oleh kelompok-kelompok
yang tidak bertanggung jawab, lantaran penulisan dan pengumpulannya harus
tertunda karena ada semacam kekawatiran mengalami kerancuan antara Hadits
dan Al Qurtan juga secara tersurat dalam Al Quran Allah tidak menyatakan
secara jelas untuk memelihara Hadits sebagaimana Dia, Allah akan memelihara Al
Quran setelah menurunkannya atau mewahyukannya kepada Rasulullah SAW.

Pada mulanya, yang menyebabkan atau menjadi factor tinbulnya pemalsuan


hadits adalah urusan politik, namun sebab-sebab atau factor-faktor itu kian hari
kemudian kian bertambah juga. Maka jika dikumpulkan sebab-sebab pemalsuan
itu, terdapatlah dalam garis besarnya sebagai tersebut di bawah ini:

22
1. Pertentangan Politik

Sebagaimana keterangan di atas bahwa awal timbulnya hadits maudhu


adalah akibat dampak konflik intern ummat Islam awal yang kemudian menjadi
terpecah ke beberapa sekte. Dalam sejarah sekte pertama yang menciptakan hadits
maudhu adalah syiah. Hal ini diakui oleh orang Syiah sendiri, misalnya seperti
kata Ibnu Abu Al Hadids dalkam Syarah Nahju Al Balaghh, bahwa asal usul
kebohongan dalam hadits-hadits tentang keutamaan adalah sekte Syiah, mereka
membuat beberapa hadits maudhu untuk memusuhi lawan-lawan politiknya.
Setelah hal itu diketahui oleh kelompok Bakariyah, merekapun membalasnya
dengan membuat hadits maudhu pula.( Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag.,2002 :
201).

Untuk menarik simpati golongannya, kaum Syiah menciptakan hadits


tentang kelebihan Ali, karena dalam doktrin Syiah, Ali ra. Adalah orang yang
paling pantas menggantikan Rasulullah saw. Sebagai pemimpin, baik agama
maupun pemerintah, yakni sebuah hadits yang artinya: Barang siapa ingin
melihat ilmu Nabi Adam, ketakwaan Nabi Nuh, ketabahan Nabi Ibrahim,
keperkasaan Nabi Musa dan ibadah Nabi Isa, maka lihatlah Ali.( Prof. Dr. Muh.
Zuhri, tt : 68 ).

Golongan jumhur yang tidak menginsafi akibat dari pemalsuan hadits,


mengimbangi tindakan-tindakan kaum Syiah, membuat hadits palsu pula, seperti:
Artinya; Tak ada sebatang pohon pun di dalam surga, yang tidak bertulis pada
daunnya; La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah, Abu Bakar Ash Shiddieqy,
Umar Al Faruq, dan Usaman Dzun Nurain.( T.M. Hasbi Ash Shiddiqy, 1974 : 247
).

2. Dendam Musuh Islam

Setelah Islam merontokkan dua Negara super power yakni kerajaan Romawi
dan Persia, Islam tersebar ke segala penjuru dunia, sementara musuh-musuh Islam
tersebut tidak mampu melawannya secara terang-terangan, maka mereka meracuni

23
Islam melalui ajarannya dengan memasukkan beberapa hadits maudhu ke
dalamnya yang dilakukan oleh kaum zindiq.

Hal ini dilakukan agar ummat Islam lari dari padanya dan agar mereka
melihat, bahwa ajaran-ajaran Islam itu menjijikkan, misalnya: Artinya, Bahwa
segolongan orang Yahudi dating kepada Rasulullah saw. Bertanya: Siapakah yang
memikul Arsy? Nabi menjawab: yang memikulnya adalah singa-sianga dengan
tanduknya sedangkan bimasakti di langit keringat mereka. Mereka menjawab:
Kami bersaksi bahwa engkau utusan Allah. ( H. Abdul Majid Khon, M.Ag., 2002
: 203 ).

3. Fanatisme Kabilah, Negeri atau Pemimpin

Umat Islam pada masa sebagian Daulah Umayah sangat menonjol fanatisme
Arabnya sehingga orang-orang muslim nonarab merasa terisolasi dari
pemerintahan, maka diantara mereka ada yang ingin memantapkan posisinya
dengan membuat hadits maudhu.

Misalnya seseorang yang fanatic pada kabilah Persia merasa Persialah yang
paling baik, demikian juga bahasanya seraya mengatakan: Artinya;
Sesungguhnya bahasa makhluk di sekitar Arasy dengan bahasa Persia. Untuk
mengimbangi hadits maudhu di atas muncullah dari lawannya yang fanatic
bahasa Arab mengatakan : Artinya; Bahasa yang paling dimurkai Allah adalah
bahasa Persia dan bahasa penghuni surga adalah bahasa Arab.

4. Qashshash ( Tukang Cerita )

Sebagian Qashshash ( ahli cerita atau ahli dongeng ) ingin menarik


perhatian para pendengarnya yaitu orang-orang awam agar banyak pendengar,
penggemar, dan pengundangnya dengan memamfaatkan frofesinya itu untuk
mencari uang, dengan cara memasukkan hadits maudhu ke dalam
propagandanya.

Qashshash ini popular pada abad ke 3 H. yang duduk di mesjid-masjid dan


di pinggir-pinggir jalan, di antara mereka terdiri dari kaum Zindiq dan orang-

24
orang yang berpura-pura menjadi orang alim. Tetapi pada tahun 279 H. masa
pembaiatan Khalifah Abbasiyah Al Mutasim m,ereka itu dilarang berkeliaran di
masjid-masjid dan di jalan-jalan tersebut.

5. Mendekatkan dengan Kebodohan

Diantara tujuan mereka membuat hadits maudhu adalah agar umat cinta
kebaikan dan menjauhi kemungkaran, mencintai akhirat, dan menakut-nakuti dari
azab Allah. Hal ini terjadi pada sebagian orang bodoh dalam agama tetapi saleh
dan zuhud. Di antara mereka adalah Ghulam Khalil, nama lengkapnya Ahmad bin
Muhammad bin Ghalib Al-Bahili seorang yang terkenal zahid ( w.275 H ).

Ketika dikonfirmasi oleh Abu Abdullah An Nahawandi tentang ciptaan


haditsnya ,ia menjawab: Aku buat hadits ini agar lunak hati orang umum.
Mereka ini sangat berbahaya karena mereka orang saleh dan sebagian periwayatan
haditsnya diterima oleh sebagian orang. Kelompok pemalsu hadits jenis ini, bila
ditanya mereka menjawab; Kami tidak mendustakan atasnya ( Rasul ),
sesungguhnya kami dustakan untuknya. ( H. Abdul Majid Khon, M.Ag., 2002 :
206 ).

6. Mendekatkan Diri kepada Pembesar

Untuk memperoleh penghargaan yang baik dari para pembesar, teristimewa


dari para Khalifah, maka beberapa ulama Su membuat hadits palsu. Satu contoh
yang dilakukan oleh Ghiyats bin Ibrahim An Nakhai krtika masuk ke istana Al
Mahdi yang sedang bermain burung merpati. Ghiyats berkata Rasulullah saw.
Bersabda yang artinya; Tidak ada perlombaan kecuali pada anak panah atau unta
atau kuda dan atau pada burung.

Pada mulanya ungkapan itu memang hadits dari Rasulullah tetapi aslinya
tidak ada kata burung. Karena ia melihat Khalifah sedang bermain burung
merpati, maka ditambah atau burung merpati. Al Mahdi ketika mendengar
hadits palsu itu memberi hadiah 10.000 dirham kepadanya, tetapi setelah
mengetahui bahwa Ghiyats pendusta, burung tersebut disembelih dan berkata:

25
Aku bersaksi pada tengkokmu bahwa ia adalah tengkok pendusta pada Rasulullah
saw. ( H.Abdul Majid Khon, M.Ag.,2002 : 206 ).

7. Perbedaan ( Khilafiyah ) dalam Madzhab

Masalah khilafiyah baik dalam fikih atau teologi juga mendorong terbuatnya
hadits maudhu yang dilakukan oleh sebagian pengikut madzhab yang fanatik
dalam madzhabnya masing-masing. Misalnya kelompok yang membenci Imam
Syafii mencipta hadits sebagai berikut: Artinya; Akan lahir di kalangan umatku
kelak seorang pria yang bernama Muhammad ibnu Idris, ia lebih berbahaya
ketimbang iblis. dan seterusnya... ( Dr. Muh. Zuhri, tt : 72 ).

26
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadits dhaif merupakan hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-
syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan. Hadits dhaif ini memiliki
penyebab mengapa bisa tertolak, di antaranya dengan sebab-sebab dari segi sanad
dan juga dari segi matan. Kriteria hadits dhaif adalah karena sanadnya ada yang
tidak bersambung, kurang adilnya perawi, kurang dhobitnya perawi dan ada syadz
dalam hadits tersebut.
Hadits maudhu merupakan buatan pendusta yang dinisbahkan pada Nabi
Saw, padahal tidak berasal darinya, maka pada hakikatnya bukan hadits tetapi
pernyataan selain Allah. Hadits maudhu merupakan hadits palsu sehingga tidak
baik / cocok untuk dijadikan sebuah landasan / pegangan dalam kehidupan sehari-
hari untuk menentukan suatu hukum.

27
DAFTAR PUSTAKA

Solahudin, Agus dan Agus Suyadi. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia
http://sulfiana22.blogspot.com/2014/04/hadis-dhoif-beserta-contoh-
contohnya.html
http://nhuroelkmuetz.blogspot.com/2012/01/makalah-hadis-maudhu.html
http://mugnisulaeman.blogspot.com/2013/03/makalah-hadits-shahih-hasan-dan-
dhaif-serta-contohnya.html
AL-ALBANY,muhammad nashiruddi.1998.Silsilah Hadist Dhaif dan Maudhu.
Jakarta:Gema Insani Press.

28

Anda mungkin juga menyukai