2017
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kesempatan
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa kehendak-NYA
mungkin kami tidak dapat menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar kita dapat memahami Hadist Dhaif dan
Maudhu yang akan kami tulis berdasarkan sumber buku dan sumber internet.
Makalah ini kami susun tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan banyak
tantangan yang kami temukan. Namun dengan usaha,kemauan, kerja keras dan
atas kehendak-NYA kami dapat menyelesaikan makalah ini.
kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen dan semua pihak yang
terkait yang telah banyak membantu kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Penulis
I
DAFTAR ISI
Bab II Pembahasan............................................................................................3
A.Hadist Dhaif................................................................................................3
B.Hadist Maudhu...........................................................................................19
A.Kesimpulan......................................................................................................27
B.Daftar pustaka..................................................................................................28
II
Bab I
PENDAHULUAN
1
d) Untuk mengetahui klasifikasi hadist dhaif.
2
BAB II
PEMBAHASAN
I.Hadist Dhaif
Dhaif menurut lughat adalah lemah, lawan dari qawi (yang kuat).
Sedangkan secara istilah yaitu:
.
,
Apa yang sifat dari hadits hasan tidak tercakup (terpenuhi) dengan cara
hilangnya satu syarat dari syarat-syarat hadits hasan.
Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu
menjadi tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua
atau tiga syarat maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhaif yang
sangat lemah. Oleh karena itu, sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar
hukum.
Adapun menurut Muhaditsin,
.
.
Hadits dhaif adalah semua hadits yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat
bagi hadits yang diterima menurut pendapat kebanyakan ulama; hadits dhaif
adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadits shahih dan hasan.
Contoh hadits dhaif adalah sebagai berikut:
3
Hadits ini dhaif. Ia diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya I/26l,
Imam Ahmad III/21, Baghawi dalam hadits Ali bin Jad IX /93, dan Ibnu Sunni
(hadits nomor 83), dari sanad Fudhail bin Marzuq.Lemahnya sanad riwayat
tersebut dari dua hal:
Hadits ini dha'if. Telah diriwayatkan oleh Tirmidzi II/555, oleh Baihaqi
IX/271, dan oleh Imam Ahmad II/444 dari sanad Usman bin Waqid, dari Kadam
4
bin Abdur Rahman dari Abi Kabasi. Tirmidzi berkata bahwa hadits ini gharib
(asing). Maksudnya, dha'if.Kelemahan hadits tersebut juga dinyatakan oleh Ibnu
Hajar dalam Fathhul Bari X/12 dengan berkata bahwa hadits tersebut lemah
sanadnya. Bahkan oleh Ibnu Hazem dalam al-Muhalla VII/365 dinyatakan bahwa
Utsman bin Waqid dan Kadam bin Abdur Rahman adalah majhul.
Imam Bukhari berkata bahwa selain Utsman bin Waqid ada yang
meriwayatkan hadits senada secara mauquf sanadnya sampai kepada Abu
Harairah r.a. Lafazhnya menyatakan (artinya), "Telah datang Jibril kepadaku pada
hari raya Qurban. Maka kutanyakan kepadanya, 'Bagaimana engkau lihat
peribadatan kami?' Jibril menjawab, 'Sungguh sangat menggembirakan Ahlus-
Sama' (para malaikat, penj.). Dan ketahuilah wahai Muhammad, bahwasanya
domba jantan itu lebih baik daripada unta betina ataupun lembu. Kalau saja
diketahui Allah ada yang lebih baik daripadanya (domba jantan lagi muda)
pastilah Ibrahim akan berkurban dengannya.'"
Hadits ini dha'if. Telah diriwayatkan oleh Abu Ya'la dalam Musnadnya
II/126, juga oleh al-Lalika'i dalam as-Sunnah I/202, dari sanad Muammal bin
Ismail dari Hamad bin Zaid dari 'Amr bin Malik an-Nakri dari Abil Jauza dari
5
Ibnu Abbas. Adapun al-Mundziri dengan mengikuti pendapat al-Haitsimi berkata,
"Hadits ini sanadnya hasan."
Menurut saya, pendapat yang mengatakan sanadnya hasan itu perlu ditilik
kembali, sebab tak seorang pun dan para pakar hadits menganggap Amr bin Malik
ini tsiqat, kecuali Ibnu Hibban. Padahal, kita sangat mengenal Ibnu Hibban ini
sebagai orang yang sangat gampang mengakui kekuatan rawi. Jadi, dalam hal ini
Ibnu Hibban tidak menenteramkan hati. Terlebih Ibnu Hajar dalam kitabnya at-
Tahdzib II/212, mengutip Ibnu Hibban tentang Malik ini sambil berkata, "Banyak
salah.
Hadits dhoif tidaklah sama dengan hadits maudhu. Hadits dhoif bukan
hadits yang dikarang-karang atau yang dibuat-buat oleh sembarang manusia.
Hanya saja salah satu pemangkunya (sanadnya) ada yang terputus sehingga hadits
itu menjadi dhoif, tapi tetap saja hadits dhoif bukan hadits palsu.
Zaman awal Islam mulai berkembang, hadits tidaklah dituliskan oleh para
sahabat Nabi. Hal ini terjadi karena nabi melarang menuliskan hadits-hadits
baginda yang mulia. Rasul bersabda: La taktubul hadits! Janganlah kamu
menuliskan hadits, Uktubul Quran! Tuliskanlah al Quran. (HR Muslim).
6
mulai khawatir.
Akhirnya dibuatlah sebuah tindakan bidah hasanah oleh Khalifah Umar
bin Abdul Aziz dengan memerintahkan ditulisnya hadits-hadits Nabi, sesuatu yang
sebelumnya merupakan hal yang sangat dilarang oleh Baginda Nabi. (Ini
membuktikan bahwa para Ulama zaman Tabiin, yakni orang yang sempat
bertemu dengan Sahabat Nabi, telah sepakat bahwa ada bidah yang hasanah alias
bidah yang baik dan akan diberi pahala oleh Allah orang yang melakukannya.
Salah satunya adalah dilakukannya penulisan dan pengumpulan hadits. Hal ini
sangat bertentangan dengan faham sekelompok kecil umat Islam yang
mengatakan bahwa semua bidah itu adalah sesat dan semua para pelakunya kelak
akan dicampakkan ke dalam neraka).
Alhamdulillah muncullah ilmu baru dalam dunia Islam yakni ilmu
Musthalah Hadits. Di antaranya adalah ilmu sanad hadits, yakni memeriksa suatu
hadits itu dari orang-orang yang menghafal dan menyampaikannya terus diurut ke
atas sampai kepada shahabat dan bersumber kepada Nabi. Jika para pemangkunya
(sanadnya) tidak terputus, terus bersambung kepada Nabi, dan secara matan juga
bagus maka hadits itu dinyatakan sebagai hadits shohih. Namun, jika ada sanad
yang terputus maka hadits tersebut disebut hadits dhoif.
Saat itu jenis hadits hanya ada tiga saja, pertama hadits shohih, kedua
hadits dhoif, dan ketiga disebut hadits maudhu, yang pada hakekatnya hadits
palsu.Kelak Ilmu Hadits makin maju dan berkembang dan istilah derajat hadits
pun bertambah pula. Ada hadits shohih, hadits hasan lidzatihi, hadits hasan
lighoirihi, hadits mutawatir lafdzi, mutawatir manawi, hadits dhoif, munkar, dan
maudhu dll.
Semua madzhab Imam yang Empat yakni Imam Hanafi, Imam Maliki,
Imam Syafii dan Imam Hambali sepakat bahwa hadits dhoif tidak boleh dibuang
semuanya, karena hadits dhoif adalah hadits Rasulullah yang berderajat dhoif,
bukan hadits maudhu. Imam Hambali, madzhab beliau dipakai di Saudi Arabia
dalam Mahkamah Syariah di sana, memutuskan bisa mengambil hukum dengan
bersandar pada hadits dhoif sekalipun, jika saja tidak didapati ada hadits yang
7
shohih dalam perkara tersebut. Imam Syafii memakai hadits dhoif sebagai
penyemangat dalam beramal (fadhoilul amal). Demikian juga halnya Imam
Hanafi dan Imam Maliki.
8
perilaku atau fiil sang guru tersebut. Prilaku sang guru tersebut kemudian hari
dituliskan juga sebagai hadits yang terwarisi oleh kita sehingga kini.
Dalam rangka memilah dan memilih hadits dhaif para ulama hadits empat
mazhab membagi-baginya dalam berbagai bagian. Ada yang membaginya ke
dalam 42 bagian, ada yang membaginya menjadi 49 bagian dan ada yang
membaginya ke dalam 89 bagian. Hadits-hadits inilah yang dipilah dan dipilih dan
sebagiannya dapat diamalkan juga karena dhaifnya tidak keterlaluan.
Sayangnya, ada segelintir manusia akhir zaman, yang mana dia bukan
seorang hafizh, bukan pula seorang hujjah apalagi seorang hakim, tetapi anehnya
mereka berani bersuara lantang mengkritik dan menuduh sesat amal serta
keputusan ulama-ulama hadits terdahulu. Kata mereka hadits ini dhoif, hadits itu
mauhdu, hadits ini munkar menyalahi pendapat ahli hadits tempo dulu, padahal
mereka tidak pernah sekalipun bertemu dengan salah seorang pemangku (sanad)
dari hadits yang mereka kritik itu. Sementara yang mereka caci itu justru orang-
orang yang pernah kenal, bertemu dan bergaul langsung dengan para sanad
tersebut. Lantas, ketika mereka sudah mengatakan sanad ini dan sanad itu
terpercaya, tiba-tiba muncul manusia yang lahir entah zaman kapan dan hanya
bermodal membaca buku di perpustakaan, seenaknya saja menyalahkan ulama-
ulama hadits tempo dulu, dan merasa paling benar. Innalillahi wa inna ilaihi
rajiun! . Lalu mereka yang manakah yang patut kita percaya?
9
bahwa hadits qunut shubuh adalah shahih, sanadnya bagus, dan mengamalkannya
adalah sunat. Tiba-tiba muncul manusia zaman sekarang dengan modal nekat
berani mengatakan qunut shubuh itu bidah, dan seluruh pelakunya akan
dicampakkan ke dalam neraka. Padahal, seluruh ulama Imam Empat Madzhab
tidak pernah mengatakan qunut shubuh itu bidah meskipun mereka tidak
mengamalkannya.
a. Dusta
b. Tertuduh dusta
c. Fasik
d. Banyak salah
i. Penganut bidah
10
j. Tidak baik hafalannya
1) Hadits Muallaq
Muallaq, menurut bahasa adalah isim maful yang berarti terikat dan
tergantung. Sanad seperti ini disebut muallaq karena hanya terikat dan
tersambung pada bagian atas saja, sementara bagian bawahnya terputus sehingga
menjadi seperti sesuatu yang bergantung pada atap dan yang semacamnya.
Sementara itu, menurut istilah, hadits muallaq adalah hadits yang seorang
rawinya atau lebih gugur dari awal sanad secara berurutan.
2) Hadits Mudhal
Mudhal secara bahasa adalah sesuatu yang dibuat lemah dan lebih.
Disebut demikian, mungkin karena para ulama hadits dibuat lelah dan letih untuk
mengetahuinya karena beratnya ketidakjelasan dalam hadits itu. Adapun menurut
istilah muhaditsin, hadits mudhal adalah hadits yang putus sanadnya dua orang
atau lebih secara berurutan.
11
Contohnya diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitab Marifat Ulum Al-
Hadits dengan sanadnya kepada Al-Qanaby dari Malik bahwa dia
menyampaikan, bahwa Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda,
Al-Hakim berkata, Hadits ini mudhal dari Malik dalam kitab Al-
Muwatha.
Hadits ini yang kita dapatkan bersambung sanadnya pada kita, selain Al-
Muwatha, diriwayatkan dari Malik bin Anas dari Muhammad bin Ajlan, dari
bapaknya, dari Abu Hurairah. Letak ke-mudhalan-nya karena gugurnya dua
perawi dari sanadnya, yaitu Muhammad bin Ajlan dan bapaknya. Kedua rawi
tersebut gugur secara berurutan.
3) Hadits Mursal
Contoh hadits mursal, Dari Malik, dari Abdillah bin Abi Bakr bin Hazm,
bahwa surat yang Rasulullah saw. tulis kepada Amr bin Hazm (tersebut): Bahwa
tidak menyentuh Quran melainkan orang yang bersih.
Seperti telah kita ketahui bahwa dalam hadits mursal itu, yang digugurkan
adalah sahabat yang langsung menerima berita dari Rasulullah Saw, sedangkan
yang menggugurkan dapat juga seorang tabiin atau sahabat kecil. Oleh karena itu,
12
ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan segi sifat-sifat pengguguran
hadits, hadits mursal terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut.
1.Mursal Jali, yaitu bila pengguguran yang telah dilakukan oleh rawi
(tabiin) jelas sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang yang
menggugurkan itu tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan
yang mempunyai berita.
3. Mursal Khafi, yaitu hadits yang diriwayatkan tabiin, di mana tabiin yang
meriwayatkan hidup sezaman dengan shahabi, tetapi ia tidak pernah
mendengar sebuah hadits pun darinya.
4) Hadits Munqathi
Hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrazak dari ats-Tsauri dari Abi Ishak
dari Zaid bin Yutsaii dari Hudzaifah secara marfu: Apabila kalian menyerahkan
perkara itu kepada Abu Bakar, maka ia adalah orang yang kuat lagi terpercaya.
Dalam hadits ini terdapat satu orang sanad yang gugur dan terletak di
pertengahan sanad. Ia adalah Syurik, yang gugur (dan letaknya) antara ats-Tsauri
dan Abi Ishak. Ats-Tsauri tidak mendengar secara langsung haditsnya dari Abu
Ishak, melainkan mendengarnya dari Syurik. Syurik mendengar haditsnya dari
Abu Ishak.
13
Macam- macam pengguguran (inqitha) sebagai berikut.
c. Diketahui dari jurusan lain, dengan adanya kelebihan seorang rawi atau
lebih dalam hadits riwayat orang lain.
5) Hadits Mudallas
Hadits yang dikeluarkan Imam Ahmad (4/289), Abu Daud (5212) dan
Tirmidzi (2727) dan Ibnu Majah (3703) dari jalan periwayatan: Abu Ishaq as-
Sabiie dari Baro bin Azib, dia berkata: Rasulullah bersabda:
Abu Ishaq as-Sabiie adalah Amr bin Abdullah, dia adalah rawi yang
tsiqah dan banyak meriwayatkan hadits, hanya saja dia melakukan tadlis. Dia
banyak mendengar hadits-hadits dari Baro bin Azib radiyallahu 'anhu, namun
hadits yang ia riwayatkan dari Baro ini ia riwayatkan dengan lafadz yang
muhtamal (berkemungkinan mendengar atau tidak), dan dia tidak mendengar
langsung dari Baro bin Azib. Dia hanya mendengar dari Abu Daud al-Ama, yaitu
namanya Nufai bin Harits, dia adalah rawi yang tidak dipakai dan tertuduh dusta.
14
Di antara yang menunjukkan hal tersebut adalah bahwa Ibnu Abi Dunya
mengeluarkan hadits tersebut dalam kitab al-Ikhwan (hal: 172) dari jalan Abu
Bakr Iyasy dari Abu Ishaq dari Abu Daud yang mendengar dari baro bin Azib dan
1.Tadlis Isnad, yaitu bila seorang rawi yang meriwayatkan suatu hadits
dari orang yang pernah bertemu dengan dia, tetapi rawi tersebut tidak pernah
mendengar hadits darinya. Agar rawi tersebut dianggap mendengar dari rawi yang
digunakan, ia menggunakan lafadzh menyampaikan hadits dengan an fulanin
(dari si Fulan) atau anna fulanan yaqulu (bahwa si Fulan berkata).
1) Hadits Maudhu
Hadits maudhu adalah hadits yang dicipta serta dibuat oleh seseorang
(pendusta), yang ciptaan itu dinisbatkan kepada Rasulullah Saw secara palsu dan
dusta, baik disengaja maupun tidak.
15
2) Hadits Matruk
Hadits matruk adalah hadits yang pada sanadnya ada seorang rawi yang
tertuduh dusta.
Rawi yang tertuduh dusta adalah seorang rawi yang terkenal dalam
pembicaraan sebagai pendusta, tetapi belum dapat dibuktikan bahwa ia sudah
pernah berdusta dalam membuat hadits. Seorang rawi yang tertuduh dusta, bila ia
bertaubat dengan sungguh-sungguh, dapat diterima periwayatan haditsnya.
3) Hadits Munkar
Hadits munkar adalah hadits yang pada sanadnya terdapat rawi yang jelek
kesalahannya, banyak kelengahannya atau tampak kefasikannya. Lawannya
dinamakan maruf. Hadits munkar juga merupakan hadits yang diriwayatkan oleh
orang yang lemah (perawi yang dhaif) yang bertentangan dengan periwayatan
orang yang lebih terpercaya.
1) Hadits Mudraj
2) Hadits Maqlub
16
Hadits Maqlub adalah hadits yang terbalik yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh perawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau
sebaliknya baik berupa sanad (silsilah) maupun matan (isi).
3) Hadits Mudhtharib
4) Hadits Mushahhaf
Perkataan sittan yang artinya enam oleh Abu Bakr Al-Shauly dirubah
menjadi syaian yang berarti sedikit. Dengan demikian rusaklah maknanya.
Adapun tashif pada sanad misalnya saja nama sanad yang sesungguhnya
Ibnu Al-Badzar diubah dengan Ibnu Al-Nadzar.
5) Hadits Muharraf
17
d. Dhaif karena kejanggalan dan kecacatan
1) Hadits Syadz
Hadits syadz adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang
maqbul, akan tetapi bertentangan (matannya) dengan periwayatan dari orang yang
kualitasnya lebih utama.
Contoh hadits syadz ini adalah Kata abu Daud telah menceritakan
kepada kami, Ibnu-Sarah, telah menceritakan kepada kami, ibnu Wahb, telah
mengabarkan kepada kami, Yunus dari Ibnu Syihab, dari Amrah binti
Abdirrahman, telah mengabarkan dari Aisyah istri Nabi Saw, bahwa Rasulullah
Saw berkurban untuk keluarga Muhammad (istri-istrinya) pada haji wada seekor
sapi betina.
2) Hadits Muallal
Hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadits yang di dalamnya terdapat
cacat yang tersembunyi.
Contoh hadits muaallal ini adalah hadits Yala bin Ubaid: Dari Sufyan
Al-Tsauri, dari Amr Ibn Dinar dari Ibn Umar dari Nabi Saw ia bersabda,
Illat ini terdapat pada Amr Ibn Dinar. Seharusnya bukan ia yang
meriwayatkan, melainkan Abdullah Ibn Dinar. Hal ini diketahui dari riwayat-
riwayat lain yang juga melalui sanad tersebut.
Para ahli hadits memasukkan ke dalam kelompok hadits dhaif dari sudut
persandarannya ini adalah hadits yang mauquf dan yang maqthu.
18
1) Hadits Mauquf
Hadits mauquf ialah hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, baik
berupa perkataan, perbuatan, atau taqrirnya. Periwayatannya, baik bersambung
atau tidak.
2) Hadits Maqthu
Hadits maqhtu yaitu hadits yang diriwayatkan dari tabiin dan disandarkan
kepadanya, baik perkataan maupun perbuatannya.
II.Hadist Maudhu
Secara etimologi kata maudhu adalah isim maful dari kata wadhaa yang
berarti al-isqath (menggugurkan), al tark (meninggalkan) al-iftira wa iltilaq
(mengada ada atau membuat buat). Sedangkan secara terminologi menurut Ibn Al-
Shalah dan ikuti oleh Al Nawawi.
19
di ada adakan, karena Rasulullah SAW sendiri tidak mengadakannya,
memperbuat, maupun menetapkanya.
Definisi definisi di atas juga menjelaskan bahwa Hadis Madhu pada dasarnya
adalah kebohongan atau sengaja di ada-adakan yang selanjutnya di nisbahkan oleh
pembuatnnya kepada Rasullah SAW, dengan maksud dan tujuan tertentu.
1) Sebagai para ahli berpendapat bahwa pemalsuan hadis sudah terjadi sejak
masa Rasulullah SAW masih hidup. Pendapat ini, di antaranya, dikemukakann
oleh Ahmad Amin (w. 1373 H/1954 m). Argumen yang dikemukan oleh Ahmad
Amin adalah hadis Nabi Rasulullah SAW, bahwa barang siapa yang secara
sengaja membuat berita bohong dengan mengatas namakan Nabi, maka hendaklah
orang itu bersiap-siap menepati tempat duduknya di neraka.
2]
20
yang ada pada masa Nabi SAW, untuk mendukung dugaannya tentang telah
terjadinya pemalsuan hadis ketika itu. Dan,
Al-Adabi menjadikan hadis yang diriwayatkan oleh Al-Thahawi (w. 321 H/933 m)
dan Al-Thabrani (w. 360 H/971 m) sebagai argumen untuk mendukung
pendapatnya. Kedua riwayat tersebut menyatakan bahwa pada masa Nabi SAW
ada seseorang yang telah membuat berita bohong dengan mengatas namakan
Nabi. Orang tersebut mengaku telah di beri kuasa oleh Nabi SAW untuk
menyelesaikan suatu masalah pada kelompok masyarakat tertentu di sekitar
Madinah. Orang tersebut telah melamar seorang gadis dari masyarakat itu, namun
lamaran tersebut tenyata ditolat. Karena merasa curiga masyarakat tersebut
mengutus seseorang kepada Nabi untuk mendapat konfirmasi tentang kebenaran
utusan yang datang kepada mereka. Orang yang mengatas namakan Nabi tersebut
ternyata bukanlah utusan Nabi, dan karenannya Nabi SAW memerintahkan
sahabat beliau untuk membunuh orang yang telah berbohong tersebut, dan apabila
ternyata yang bersangkutan telah meninggal dunia, maka Nabi SAW
memerintahkan agar jasad orang tersebut di bakar.Hadis yang dipergunakan
sebvagai dalil oleh Al-Adabi, berdasarkan penelitian para ahli hadis ternyata
sanadnya lemah dan oleh karenannya tidak bisa di jadikan dalil.
21
3) Kebanyakan ulama hadis berpendapat, bahwa pemalsuan hadis baru terjadi
untuk pertama kalinya adalah setelah tahun 40 H,Pada masa kekhalifahan Ali
Ibnu Abi Thalib, yaitu setelah terjadinnya perpecahan politik antara kelompok
Ali di satu pihak dan Muawiyah dengan pendukungnnya di pihak lain, serata
kelompok ke tiga yaitu kelompok Khawarij yang pada awalnya adalah pengikut
Ali, namun ketika Ali menerima tahkim,
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa belum terdapat bukti yang
kuat tentang telah terjadinya pemalsuan hadis pada masa Nabi SAW, demikian
juga pada masa-masa sahabat sebelum pemerintahan Ali Ibnu Abi Thalib. Hal
demikian adalah karena begitu kerasnya peringatan yang di berikan Nabi SAW
terhadap mereka yang mencoba-coba untuk melakukan dusta atas nama beliau.
Tidak seperti halnya Al Quran, Hadits merupakan lahan yang amat strategis
sebagai ajang pengkaburan, pembauran, dan pemalsuan oleh kelompok-kelompok
yang tidak bertanggung jawab, lantaran penulisan dan pengumpulannya harus
tertunda karena ada semacam kekawatiran mengalami kerancuan antara Hadits
dan Al Qurtan juga secara tersurat dalam Al Quran Allah tidak menyatakan
secara jelas untuk memelihara Hadits sebagaimana Dia, Allah akan memelihara Al
Quran setelah menurunkannya atau mewahyukannya kepada Rasulullah SAW.
22
1. Pertentangan Politik
Setelah Islam merontokkan dua Negara super power yakni kerajaan Romawi
dan Persia, Islam tersebar ke segala penjuru dunia, sementara musuh-musuh Islam
tersebut tidak mampu melawannya secara terang-terangan, maka mereka meracuni
23
Islam melalui ajarannya dengan memasukkan beberapa hadits maudhu ke
dalamnya yang dilakukan oleh kaum zindiq.
Hal ini dilakukan agar ummat Islam lari dari padanya dan agar mereka
melihat, bahwa ajaran-ajaran Islam itu menjijikkan, misalnya: Artinya, Bahwa
segolongan orang Yahudi dating kepada Rasulullah saw. Bertanya: Siapakah yang
memikul Arsy? Nabi menjawab: yang memikulnya adalah singa-sianga dengan
tanduknya sedangkan bimasakti di langit keringat mereka. Mereka menjawab:
Kami bersaksi bahwa engkau utusan Allah. ( H. Abdul Majid Khon, M.Ag., 2002
: 203 ).
Umat Islam pada masa sebagian Daulah Umayah sangat menonjol fanatisme
Arabnya sehingga orang-orang muslim nonarab merasa terisolasi dari
pemerintahan, maka diantara mereka ada yang ingin memantapkan posisinya
dengan membuat hadits maudhu.
Misalnya seseorang yang fanatic pada kabilah Persia merasa Persialah yang
paling baik, demikian juga bahasanya seraya mengatakan: Artinya;
Sesungguhnya bahasa makhluk di sekitar Arasy dengan bahasa Persia. Untuk
mengimbangi hadits maudhu di atas muncullah dari lawannya yang fanatic
bahasa Arab mengatakan : Artinya; Bahasa yang paling dimurkai Allah adalah
bahasa Persia dan bahasa penghuni surga adalah bahasa Arab.
24
orang yang berpura-pura menjadi orang alim. Tetapi pada tahun 279 H. masa
pembaiatan Khalifah Abbasiyah Al Mutasim m,ereka itu dilarang berkeliaran di
masjid-masjid dan di jalan-jalan tersebut.
Diantara tujuan mereka membuat hadits maudhu adalah agar umat cinta
kebaikan dan menjauhi kemungkaran, mencintai akhirat, dan menakut-nakuti dari
azab Allah. Hal ini terjadi pada sebagian orang bodoh dalam agama tetapi saleh
dan zuhud. Di antara mereka adalah Ghulam Khalil, nama lengkapnya Ahmad bin
Muhammad bin Ghalib Al-Bahili seorang yang terkenal zahid ( w.275 H ).
Pada mulanya ungkapan itu memang hadits dari Rasulullah tetapi aslinya
tidak ada kata burung. Karena ia melihat Khalifah sedang bermain burung
merpati, maka ditambah atau burung merpati. Al Mahdi ketika mendengar
hadits palsu itu memberi hadiah 10.000 dirham kepadanya, tetapi setelah
mengetahui bahwa Ghiyats pendusta, burung tersebut disembelih dan berkata:
25
Aku bersaksi pada tengkokmu bahwa ia adalah tengkok pendusta pada Rasulullah
saw. ( H.Abdul Majid Khon, M.Ag.,2002 : 206 ).
Masalah khilafiyah baik dalam fikih atau teologi juga mendorong terbuatnya
hadits maudhu yang dilakukan oleh sebagian pengikut madzhab yang fanatik
dalam madzhabnya masing-masing. Misalnya kelompok yang membenci Imam
Syafii mencipta hadits sebagai berikut: Artinya; Akan lahir di kalangan umatku
kelak seorang pria yang bernama Muhammad ibnu Idris, ia lebih berbahaya
ketimbang iblis. dan seterusnya... ( Dr. Muh. Zuhri, tt : 72 ).
26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits dhaif merupakan hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-
syarat hadits shahih dan syarat-syarat hadits hasan. Hadits dhaif ini memiliki
penyebab mengapa bisa tertolak, di antaranya dengan sebab-sebab dari segi sanad
dan juga dari segi matan. Kriteria hadits dhaif adalah karena sanadnya ada yang
tidak bersambung, kurang adilnya perawi, kurang dhobitnya perawi dan ada syadz
dalam hadits tersebut.
Hadits maudhu merupakan buatan pendusta yang dinisbahkan pada Nabi
Saw, padahal tidak berasal darinya, maka pada hakikatnya bukan hadits tetapi
pernyataan selain Allah. Hadits maudhu merupakan hadits palsu sehingga tidak
baik / cocok untuk dijadikan sebuah landasan / pegangan dalam kehidupan sehari-
hari untuk menentukan suatu hukum.
27
DAFTAR PUSTAKA
Solahudin, Agus dan Agus Suyadi. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia
http://sulfiana22.blogspot.com/2014/04/hadis-dhoif-beserta-contoh-
contohnya.html
http://nhuroelkmuetz.blogspot.com/2012/01/makalah-hadis-maudhu.html
http://mugnisulaeman.blogspot.com/2013/03/makalah-hadits-shahih-hasan-dan-
dhaif-serta-contohnya.html
AL-ALBANY,muhammad nashiruddi.1998.Silsilah Hadist Dhaif dan Maudhu.
Jakarta:Gema Insani Press.
28