Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PERJALANAN CAGAR BUDAYA ACEH

Nama : Ainun Masyrifah Hutagalung

NIM : 170208032

Lokasi:

1. Makam Sultan Iskandar Muda


2. Museum Aceh
Alamat: Peuniti, Baiturrahman, Banda Aceh

A. Makam Sultan Iskandar Muda

Makam Iskandar Muda berada di dekat Krueng Daroy, bersebelahan


dengan Meuligoe Aceh, kediaman resmi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam,
berdampingan dengan Museum Aceh. Makam ini sempat dihilangkan jejaknya
oleh Belanda ketika berlangsung perang Aceh.

Baru pada 19 Desember 1952 lokasi Makam Sultan Iskandar Muda itu bisa
ditemukan kembali, berkat petunjuk yang diberikan oleh bekas permaisuri salah
seorang Sultan Aceh yang bermana Pocut Meurah.

Sultan Iskandar Muda memerintah Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun


1607-1636, dan membawanya pada puncak kejayaan. Pada abad ke-17 itu,
Kerajaan Aceh berada di peringkat terbesar kelima di antara kerajaan-kerajaan
Islam di dunia. Banda Aceh ketika itu telah menjadi bandar perniagaan
internasional, disinggahi kapal-kapal asing yang mengangkut hasil bumi dari
kawasan Asia ke benua Eropa.

Sultan Iskandar Muda juga dikenal sebagai raja yang adil, termasuk
kepada keluarganya sendiri. Salah satu puteranya yang bernama Meurah Pupok
dipancungnya di depan umum karena melakukan kesalahan yang berat. Makam
Murah Pupok berada di dalam kompleks KerKhoff Peutjoet.

Peristiwa itu memunculkan ucapan kebanggaan orang Aceh: Adat bak Po


Temeuruhoom, Hukom bak Syiah Kuala, yang artinya “Adat dipelihara Sultan,
hukum ada pada Syiah Kuala”. Syiah Kuala adalah nama lain dari Tengku Abdul
Rauf As Singkili, seorang ulama besar Aceh abad ke-17 yang terkenal ahli di
bidang ilmu hukum dan keagaaman. 1
Dimakam Sultan Iskandar Muda tersebut kita sebelum masuk mengisi
daftar nama pengunjung yang disediakan, makam iskandar muda tersebut terletak
sebelah kanan setelah gerbang masuk dan dekat dengan gedung juang dengan
arsitektur belanda. Makam beliau kurang terawat dan kurang bersih, terdapat
pagar pembatas yang mengelilingi makam Sultan Iskandar Muda ini serta
ditambah atap yang memiliki tingkat tiga menambah kesan makam ini sangat
megah. Bangunan makam yang berwarna putih dan pinggirnya berwarna hijau
tua. Ukiran-ukiran kaligrafi bertuliskan zikir berwarna kuning emas yang terdapat
sepanjang sisi makam menambah kesan islami yang pernah berjaya pada masa
kepemimpinannya.

1
http://disbudpar.acehprov.go.id/makam-sultan-iskandar-muda/
Di luar pagar makam tepatnya disamping makam terdapat pohon besar
yang rindang, membuat suasana sekitar tetap sejuk. Di bawah pohon terdapat pula
meriam yang diletakkan menghadap ke arah depan jalan masuk makam,
menambah kesan betapa hebatnya Sultan Iskandar Muda ini dalam masa
kepemimpinannya.
Di depan pintu masuk makam terdapat tugu yang menceritakan kisah
singkat tentang makam Sultan Iskandar Muda sebagai pahlawan nasional dan dari
lapangannya yang sudah di beri keramik ini terlihat jelas nama Sultan Iskandar
Muda pada tugu di sebelah kanan bangunan.
Kebanyakkan dari wisatawan yang berkunjung ketempat ini bertujuan
untuk berziarah untuk mengenang seorang tokoh besar baik dalam bidang agama
ataupun pahlawan di kota yang memiliki julukkan serambi mekah ini. Tak hanya
berziarah, tentunya mereka juga mengirimkan doa kepada sang Sultan.
Makam ini, juga berdampingan dengan beberapa makam pahlawan
lainnya, jadi selain berziarah ke makam sang Sultan, anda juga bisa mengunjungi
makam dari anggota keluarga kerajaan.
Gambar diatas bernama gedung juang dengan arsitektur Belanda adalah
salah satu simbol perjuangan berdirinya Republik Indonesia. Di sinilah sang saka
merah putih pertama kali dikibarkan setelah kemerdekaan diproklamirkan.
Gedung dibangun oleh Pemerintah Belanda tahun 1883, hampir seangkatan
dengan selesainya pembangunan Pendopo yang berada di seberangnya yang
dinding diatas pintu masuknya tertulis “UDEPP SAREE MATEE SJAHID”.
Dibangun dengan beton kokoh dan kayu bermutu tinggi, gedung ini dulunya
difungsikan sebagai Kantor Gubernur Belanda. Sekarang menjadi Gedung Badan
Pembina Rumpun Iskandar Muda (Baperis).
Ketika Jepang masuk ke Aceh pada 1942, gedung ini dijadikan kantor
pemerintahan militernya atau Residen Aceh (Shu-chokan). Di sinilah rakyat Aceh
mengibarkan bendera Merah Putih pertama kali pada 24 Agustus 1945, usai
mendapat kabar Soekarno-Hatta memproklamirkan Indonesia. Pengibaran bendera
dilakukan setelah terlibat bentrokan dengan Pasukan Jepang.
Disamping gendung juang terdapat kantor Lembaga Zuriat Kesultanan
Atjeh Darussalam, dikantor tersebut terdapat dokumen-dokumen peninggalan
kerajaan aceh berbentuk foto yang dikumpulkan. Sebenarnya peninggalan-
peninggalan kerajaan aceh itu banyak tersebar dibeberapa negara.
B. Museum Aceh
Lingkup tempat di Museum Aceh yang dikunjungi ada tiga bagian yaitu:
1. Rumoh Aceh
2. Museum Aceh
3. Perpustakaan

1. Rumoh Aceh

Untuk dapat memasuki rumah aceh pertama kali harus membayar tiket
masuk sebesar 2000 per individu yang datang berkelompok tetapi kalau datang
per individu tanpa berkelompok harus membayar 5000. Biaya tersebut sudah
termasuk dari biaya untuk memasuki museum aceh.Di rumah aceh itu kita dapat
bertanya-tanya tentang bangunan Rumoh Aceh dengan pemandunya. Rumoh
Aceh tersebut dibangun oleh orang luar negeri yaitu orang Belanda yang tinggal
di Aceh dan diresmikan menjadi museum pada 13 Juli 1915. Bangunan rumoh
tersebut belum pernah direnovasi kecuali atap dari rumoh, jadi bangunan tersebut
masih asli seperti dahulu awal dibangun. Pondasi bangunan Rumoh Aceh tersebut
terdiri atas tiang-tiang kayu yang tebal, kuat dan kokoh sebanyak 44 tiang. Rumoh
Aceh tersebut bisa dibongkar pasang dan pernah dibawa ke semarang untuk
mengikuti lomba setelah itu dibawa kembalilagi ke Aceh. Pintu masuknya ada
dibawah rumoh dan pintu yang seperti itu zaman sekarang jarang ditemui, Rumoh
Aceh zaman sekarang kebanyakan pintunya melalui depan bukan bawah. Rumoh
Aceh terdiri atas tiga bagian yaitu serambi depan, tengah, dan belakang.

Serambi depan itu berfungsi sebagai tempat pertemuan atau


bermusyawarah kalau masa sekarang ini disebut dengan ruang keluarga.
Serambi tengah itu kamar tidur yang dimana serambi tengah itu tidak bisa
dimasuki orang yang bukan mukhrim dari pemilik rumah minimal itu hanya dapat
berdiri didepan pintu serambi tengah itu saja, jadi biasanya jika ada tamu laki-laki
akan tidur di serambi depan.

Terakhir serambi belakang berfungsi sebagai dapur tempat memasak dan


tempat mengayun bayi. Rumoh Aceh zaman sekarang dapat kita temui di daerah
perkampungan yang adat nya masih kental seperti Aceh Besar untuk kota Banda
Aceh sendiri sangat jarang ditemui rumoh aceh karena kebanyakan ditemui
rumah-rumah yang berarsitektur modern.
2. Museum Aceh

Setelah dari Rumoh Aceh selanjutnya mengunjungi Museum Aceh terdiri


atas tiga lantai. Koleksi museum Aceh tergolong atas tiga klasifikasi besar, yaitu
koleksi anorganik, organik dan campuran. Klasifikasi tersebut terbagi lagi dalam
10 jenis disiplin ilmu.

Geologika
Biologika

Etnografika

Arkeologika

Historika
Numismatika & Heraldika

Filologika

Keramono-
logika

Seni Rupa

Teknologika

Lantai pertama kita dapat melihat koleksi hewan-hewan yang telah


diawetkan seperti harimau, ular, kerbau berkepala dua, dan lain-lain. Lantai kedua
kita dapat melihat melihat koleksi-koleksi mata uang, jenis-jenis batu, gambar-
gambar masjid dari sebelum tsunami sampai sesudah tsunami dan lain-lain. Lantai
ketiga kita melihat sejarah-sejarah kerajaan Aceh dari zaman penjajahan sampai
merdeka dalam bentuk ilustrasi gambar, alat-alat perang, biodata-biodata
pahlawan Aceh dan juga penjajah yang pernah menjajah Aceh, baju adat Aceh,
alal-alat yang dipakai pada zaman dahulu dari alat pemutar musik dan lain-lain.

3. Perpustakaan

Perpustakaan berada di tengah-tengah Rumoh Aceh dan Museum Aceh.


Pertama kali kita lakukan setelah memasuki perpustakaan kita harus terlebih
dahulu mengisi daftar nama pengunjung perpustakaan. Perpustakaan menyediakan
buku yang telah usang atau lama dan ada juga buku yang baru terbit. Kebanyakan
buku-buku koleksi tentang buku sejarah tentang Aceh dari yang berbahasa Jerman
sampai berbahasa Indonesia, hukum-hukum syariat islam, dan buku-buku
kehidupan sosial masyarakat Aceh itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai