Anda di halaman 1dari 12

BAB III

PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI


DI BIDANG MUSEUM
KESEJARAH JAKARTA

Pada minggu pertama pelaksaan PRAKERIN , para peserta diberikan informasi seputar
sejarah-sejarah yang ada pada MUSEUM KESEJARAHAN seperti Museum Sejarah Jakarta,
Museum Taman Prasasti, Gedung Joang’45 , dan Museum Thamrin.

Berikut adalah sejarah singkat tentang Museum Kesejarahan Jakarta dan beberapa koleksinya:

1.Museum Sejarah Jakarta


Museum Fatahillah memiliki nama resmi Museum Sejarah Jakarta adalah sebuah
Museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah Nomor 1, Jakarta Barat, dengan luas lebih dari
1.300 meter persegi. Bangunan ini dahulu merupakan Balai Kota Batavia (Bahasa Belanda:
Stadhuis van Batavia) yang dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jenderal
Joan Van Hoorn. Bangunan ini menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan
utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan
sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.
Pada tanggal 30 Maret 1974, bangunan ini kemudian diresmikan oleh bapak Ali Sadikin sebagai
Museum Sejarah Jakarta.

3 Koleksi yang ada di Museum Sejarah Jakarta

1.Meriam Si Jagur

Meriam Si Jagur dibuat oleh orang Portugis bernama Manoel Tavares Baccaro di Macau,
China, yang kemudian oleh Portugis dibawa ke Melaka. Di Macau, meriam ini oleh Portugis
ditempatkan di benteng St. Jago de Barra (St. Jago = nama orang suci, de Barra = dekat pantai,
karena itu kemudian mendapat julukan "Si Jagur").Jagur dipindahkan dari Macau ke Malaka
pada suatu waktu di abad ke-16. Kemudian dibawa ke Batavia oleh Belanda setelah merebut
Malaka pada 1641.

Pada awalnya oleh VOC meriam tersebut ditempatkan di Benteng Batavia, untuk
menjaga pelabuhan. Kemudian dipindahkan ke magasin artileri dekat Jalan Tongkol.
Setelah Kasteel Batavia dihancurkan oleh Daendels tahun 1809 dipindahkan ke Museum Oud
Batavia (Museum Wayang). Namun kemudian dipindahkan lagi dan ditempatkan di bagian utara
Taman Fatahillah, diantara gedung kantor pos Jakarta Kota dan Kafe Batavia. Moncong meriam
diarahkan ke arah Pasar Ikan, lurus ke arah Jl. Cengkeh, membelakangi Balai Kota (Stadhuis).
Awalnya Meriam Si Jagur terletak di dekat Kota Intan. Namun pada masa Gubernur Ali Sadikin,
meriam tersebut dipindah ke halaman utara Museum Fatahillah.

Konon pula Meriam Si Jagur memiliki kembaran Meriam Ki Amuk milik Kesultanan


Banten yang saat ini meriam tersebut berada di halaman Masjid Agung Banten Si Jagur memiliki
panjang 3,85 m dan kaliber 25 cm. Berat meriam adalah 3,5 ton.

2.Patung Dewa Hermes


Patung Dewa Hermes berasal dari mitologi Yunani. Dewa Hermes dipercaya sebagai
tanda dari keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang. patung ini terletak di depan
bekas penjara bawah tanah masa penjajahan. Patung Dewa Hermes berbentuk patung perunggu.
Mukanya mengarah ke langit-langit, sedangkan kakinya mengangkat satu sembari membawa
tongkat yang dililit ular. Pada awalnya, patung ini merupakan milik seorang warga negara
Belanda yang menjual barang logam dan pecah belah. Kemudian ia membeli patung Hermes dari
Jerman pada tahun 1920-an. Singkat cerita, patung tersebut diberikannya kepada pemerintah
Batavia. Oleh pemerintah Hindia Belanda, patung ini dipasang di jembatan Harmoni. Terakhir,
patung Hermes ini dipindahkan atas izin Gubernur Sutiyoso. Hingga akhirnya, patung Dewa
Hermes yang asli sekarang berada di halaman belakang Museum Fatahilah.
3.Kamar Diponegoro
Dipan kayu beralaskan daun pandan dengan kelambu berada di sudut sebuah ruangan
Museum Fatahillah, Jakarta. Di sebelahnya, ada kursi dan meja dengan dubang, tempat meludah
sirih pinang di atasnya. Ada juga, kandang burung serta payung-payung khas kerajaan. Benda-
benda itu berada di lantai dua Museum Fatahillah, dengan pencahayaan yang cukup terang.
Untuk menuju ruangan tersebut, setiap orang harus melewati tangga yang cukup terjal. Ruangan
di lantai dua, tempat benda-benda itu dipamerkan berukuran sekitar 4x5 meter. Suasana tersebut
adalah rekonstruksi bentuk kamar saat Pangeran Diponegoro berada selama 26 hari di Batavia
mulai 8 April 1830. Di ruang yang gerah itu, Pangeran Diponegoro sehari-sehari menghabiskan
waktu untuk menunggu keputusan akhir pengasingannya.

2.Museum Taman Prasasti

Museum Taman Prasasti merupakan sebuah museum cagar budaya yang menjadi
peninggalan masa kolonial Belanda. Museum Taman Prasasti adalah sebuah museum cagar
budaya peninggalan masa kolonial Belanda yang berada di Jalan Tanah Abang No. 1, Jakarta
Pusat. Museum ini memiliki koleksi prasasti nisan kuno serta beberapa miniatur makam khas
dari 27 provinsi yang ada di Indonesia, selain itu juga terdapat koleksi kereta jenazah yang
terlihat antik. Museum seluas 1,2 ha ini merupakan sebuah museum terbuka yang mampu
menampilkan suatu karya seni di masa lampau mengenai kecanggihan dari para pengrajin
patung, pemahat, kaligrafer, dan sastrawan yang menyatu. Pada mulanya Museum Taman
Prasasti yang terletak di Jalan Tanah Abang 1 ini merupakan sebuah area pemakaman umum
yang bernama Kebon Jahe Kober dengan luas 5,5 ha dan dibangun pada tahun 1795 untuk
menggantikan kuburan lainnya dimana ada di samping Gereja Nieuw Hollandsche Kerk, dan
sekarang ini berubah nama menjadi Museum Wayang. Tepat pada tanggal 9 Juli tahun 1977,
pemakaman Kebon Jahe Kober ini dijadikan sebagai museum, yang kemudian dibuka untuk
umum dengan beberapa koleksi prasasti, nisan, dan makam sebanyak 1.372 yang terbuat dari
batu alam, marmer, dan perunggu. Dikarenakan perkembangan kota yang semakin pesat, maka
luas dari museum ini menyusut hingga hanya mencapai 1,3 ha saja.
3 Koleksi yang ada di Museum Taman Prasasti:

1.Monumen JJ.Perrie
Sebuh Batu nisan yang berbentuk seperti katedral berwarna hijau. Batu nisan ini dibuat
untuk Panglima Perang bernama J. J. Pierrie karena jasanya yang dianggap besar oleh
pemerintah. Pengunjung juga akan melihat batu nisan berbentuk seperti tugu monumen. Dibuat
oleh arsitek dari New York bernama R. E. Launitz, batu nisan ini merupakan milik Direktur
Jenderal Finansial Hindia Belanda bernama L. Launy. Nisan berbentuk seperti tembok besar
dengan kepala tengkorak tertancap di atasnya. Selain itu, juga terdapat batu nisan berbentuk
seperti tembok besar dengan kepala tengkorak tertancap di atasnya. Batu nisan ini merupakan
replika dari tembok peringatan yang dulu ada di daerah Pangeran Jayakarta, Jakarta Pusat.
Tembok tersebut dibangun untuk memperingati mendiang R. Bervelt. Dia adalah orang Belanda
keturunan Jerman Siam yang menjadi pemberontak pemerintah dan ingin melakukan
pembunuhan massal saat malam tahun baru. "Namun, rencananya telanjur ketahuan oleh
pemerintah Belanda. Akhirnya dia dihukum dengan ditarik tubuhnya oleh empat ekor kuda," ujar
Eko. Kemudian, lanjut Eko, dibangun tembok di tempat Brevelt tewas untuk memberi peringatan
kepada pemberontak lain bahwa mereka akan mendapat hukuman yang sama jika melakukan
pemberontakan. Pemerintah Belanda juga melarang masyarakat untuk membangun apapun di
sekitar tanah tempat tembok tersebut berdiri. Selain itu, pengunjung juga akan melihat patung
laki-laki berwarna cokelat. Konon, menurut Eko, itu adalah patung seorang pastur yang
mendirikan yayasan Vincentius di Jakarta. Masih terdapat beberapa tokoh penting lain yang
terdapat batu nisannya di sana. Salah satunya adalah Dr. H. F. Roll yang merupakan kepala
sekolah Dokter Jawa—kemudian berganti nama jadi STOVIA lalu berubah menjadi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

2.Makam Soe Hok Gie


Soe Hok Gie lahir pada tangga 17 Desember 1942. Soe Hok Gie merupakan seorang
aktivis gerakan mahasiswa era 60-an dan juga pendiri Mapala UI (Mahasiswa Pecinta Alam
Universitas Indonesia). Bagi kalangan pendaki gunung Indonesia, beliau sangat dikenal baik
karena kiprahnya di alam bebas dan karyakarya tulisannya yang terus memperjuangkan keadilan.

Karakternya yang kuat, tegas, dan sangat idealis banyak mempengaruhi para penggiat
alam bebas di Indonesia. Sok Hok Gie meninggal dunia pada usia ke 27, sehari sebelum hari
kelahirannya pada 16 Desember 1969 karena menghirup gas beracun di puncak Gunung
Semeru (Mahameru). Jenazahnya setelah dimakamkan beberapa tahun di TPU Kebon Jahe
Kober, kerangkanya diangkat kemudian dikremasi dan abunya di tabur ke dalam kawah
Mandalawangi Gunung Pangrango Jawa Barat. Hal ini diwujudkan karena kecintaan mendiang
kepada alam dan hobinya sebagai seorang pendaki gunung juga konsistensinya terhadap
komunitas Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Indonesia (MAPALA UI).

Meski tubuh Soe Hok Gie sudah dikremasi, namun sebagai bentuk penghormatan atas
jasa yang dibuat untuk Indonesia, namanya tetap tertulis dalam batu nisan di Museum Taman
Prasasti yang berada di Jalan Tanah Abang I, Gambir, Jakarta Pusat.

Untuk menemukan keberadaan makam Soe Hok Gie di antara ribuan prasasti dan patung di
Museum Taman Prasasti bukanlah hal yang mudah. Butuh pemandu untuk mengantarkan ke
sana.

Prasasti nisan Soe Hok Gie tidak mencolok. Hampir terlihat sama di antara yang lainnya.
Salah satu penanda yang membedakan makam Soe Hok Gie dengan lainnya adalah adanya
patung malaikat perempuan kecil yang berdiri di atas nisan. Malaikat kecil tersebut terlihat
seperti sedang mendoakan Soe Hok Gie. Makam Soe Hok Gie di Museum Taman Prasasti kini
menjadi salah satu tempat tujuan para pendaki. Menyempatkan waktu akhir pekan sambil
menyusuri jejak Soe Hok Gie akan membuat namanya terus terkenang.
3.Patung The Crying Lady
Patung The Crying Lady ialah patung pertama yang akan dilihat pada saat awal
memasuki Museum Taman Prasasti. Patung The Crying Lady atau yang biasa disebut Si Cantik
Menangis merefleksikan kesedihan dan penderitaan seorang pengantin yang harus kehilangan
sang suami dikarenakan wabah malaria di Batavia. Akibat terlalu sedih, dan sakit hati, akhrnya ia
memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri.

Penyakit Malaria kala itu adalah pentakit yang sangat mematikan dan banyak memakan
korban. Tidak sanggup menahan kesedihan ditinggal pergi suaminya saat awal–awal pernikahan
mereka, perempuan tersebut meninggal bunuh diri. Namun, cerita tersebut sampai sekarang
masih belum diketahui kebenarannya.

3.Gedung Joang’45
Gedung Joang '45 atau Museum Joang 45 merupakan salah satu museum yang berada di
Jakarta. Saat ini pengelolaannya dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
DKI Jakarta. Museum ini terletak di Jalan Menteng Raya 31, Kelurahan Kebon Sirih, Kecamatan
Menteng, Jakarta Pusat. Museum ini diresmikan pada tahun 1974 oleh Presiden Soeharto, setelah
dilakukan renovasi. Gedung yang dibangun pada sekitar tahun 1920-an yang saat ini
dipergunakan sebagai Museum Joang 45 ini pada mulanya adalah hotel yang dikelola oleh
keluarga “ L.C. Schomper”, seorang berkebangsaan Belanda yang sudah lama tinggal di Batavia.
Hotel ini diberi nama Hotel Schomper. Ketika Jepang masuk ke Indonesia (1942-1945) dan
menguasai Batavia, hotel tersebut diambil alih oleh para pemuda Indonesia dan beralih fungsi
sebagai kantor yang dikelola Ganseikanbu Sendenbu (Jawatan Propaganda Jepang) yang
dikepalai oleh seorang Jepang, “Simizu”. Di kantor inilah kemudian diadakan program
pendidikan politik yang dimulai pada tahun 1942 untuk mendidik pemuda-pemuda Indonesia dan
dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah Jepang.

3 Koleksi yang ada di Gedung Joang’45

1.Mobil Dinas Resmi Presiden Pertama RI


Mobil hitam bermerk Buick yang diproduksi pada tahun 1939, dahulunya menjadi
kendaraan resmi bagi Presiden ke-1 RI, Ir Soekarno.Tertampang jelas pada bagian depan mobil
ini plat bernomor REP-1. Mobil ini diserahkan pihak istana dan keluarga Bung Karno (Rumah
Tangga Kepresidenan) kepada Dewan Harian Nasional 45 untuk menjadi koleksi Museum Joang
45 pada tanggal 19 Mei 1979.

Awalnya mobil ini ditemukan pada tahun 1945 di belakang kantor Departemen
Perhubungan Masa Pendudukan Jepang yang kini menjadi kantor Direktorat Jendral
Perhubungan Laut, Jalan Merdeka Timur, Jakarta. Mobil ini ditemukan Sudiro, ketua Barisan
Banteng. Saat itu mobil tersebut dikatakan satu-satunya yang terbagus di Jakarta, maka Sudiro
mencoba mendekati sang sopir. Kemudian Sudiro membujuknya agar mau pulang ke
kampungnya di Kebumen, serta meminta kunci. Dari sana mobil tersebut diberikan kepada
Soekarno. Mobil dengan pelat nomor Rep 1 tersebut lantas menemani Soekarno sejak 1945
hingga 1949. Kemudian pada 16 Mei 1979, pihak Istana dan keluarga Bung Karno menyerahkan
mobil ini untuk diabadikan di Museum Joang 45 Jakarta hingga kini.

2.Mobil Dinas Resmi Wakil Presiden Pertama RI


Mobil putih bermerk Desoto buatan Amerika yang diproduksi pada tahun 1938,
dahulunya
digunakan oleh Drs. Mohammad Hatta saat menjalankan tugas sebagai wakil Presiden ke-1 RI.
Pada tanggal 17 Agustus 1975, mobil Rep-2 ini pun diserahkan untuk diabadikan di Museum
Joang 45. Mobil kedua merupakan DeSoto Convertible yang lahir dari tangan Walter Chrysler
pada 4 Agustus 1928. Mobil ini kemudian dipasarkan satu tahun setelahnya pada 1929.

Sedan berkelir putih buatan 1938 ini menggunakan pelat Rep 2 yang bisa diartikan
menjadi mobil dinas dari wakil Soekarno, yakni Hatta. Disebutkan bila mobil ini bukan berasal
dari pengadaan negara. Melainkan pemberian dari seorang pengusaha di Jakarta, Djohan Djohor
yang kebetulan merupakan paman dari Hatta.Mobil ini kemudian diserahkan ke Gedung Joang
ada 1975. Dalam sejarah global mobil tersebut eksis sejak 1928-1961, dengan total produksi
mencapai 2 juta unit.

3.Mobil Peristiwa Cikini


Mobil berwarna biru gelap bermerk Imperial ini merupakan mobil yang digunakan
Soekarno pada saat mengantarkan anaknya, Megawati Soekarnoputri, ketika menghadiri acara
baazar Sekolah Perguruan Cikini (PERCIK). Karena kejadiannya di sana maka mobil ini dikenal
juga sebagai Mobil Peristiwa Cikini. Peristiwa pelemparan granat tersebut merupakan upaya
percobaan pembunuhan kepada Soekarno pada tanggal 30 November 1957. Akibat ledakan
granat tersebut, 9 orang meninggal dunia dan 55 orang mengalami luka-luka, termasuk pegawai
Presiden Soekarno dan beberapa murid Perguruan Cikini.

4.Museum MH Thamrin

Gedung Mohammad Hoesni Thamrin dibangun pada abad ke-20. Pada mulanya, gedung
yang kini menjadi Museum M.H. Thamrin ini dibangun oleh orang Belanda bernama Meneer
Has. Gedung difungsikan sebagai rumah pemotongan hewan serta tempat penampungan
buahbuahan dari Australia untuk didistribusikan ke instansi-instansi Belanda di Batavia. Pada 12
Maret 1927, M.H. Thamrin membeli gedung ini dari Meneer Has. Pada 1928, gedung ini dibeli
oleh Mohammad Hoesni Thamrin. Kemudian gedung ini diserahkan untuk kaum pergerakan
kebangsaan yang tergabung dalam Organisasi Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI). Baru pada 1972 gedung ini akhirnya dinobatkan sebagai bangunan sejarah
yang dilindungi Undang-undang,dan pada 11 Januari 1986 diresmikan sebagai Gedung M.H.
Thamrin oleh R. Soeprapto. Museum ini memiliki koleksi foto reproduksi, radio dan
barangbarang milik, serta kepustakaan tentang kiprah perjuangan Mohammad Hoesni Thamrin
dalam pergerakan nasional Indonesia. Gedung M.H. Thamrin berlokasi di Jl. Kenari 2 No.15,
RW.4, Kenari, Kec. Senen, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10430.

3 Koleksi yang ada di Museum MH Thamrin

1.Patung MH Thamrin

Begitu masuk melewati gerbang museum, pengunjung akan disambut oleh patung MH
Thamrin besar berwarna emas. Tingginya sekitar 2 meter, berdiri kokoh di tengah halaman
museum. Patung emas tersebut menghadap ke gerbang masuk, layaknya seorang pemilik
rumah saat menyambut tamu yang hendak berkunjung atau menyambangi rumahnya. Patung
ini menggambarkan sosok tokoh nasional Mohammad Husni Thamrin yang sedang melangkah
membawa buku dengan jari yang menunjuk lurus ke depan, dan di bawah patung terdapat
pernyataan MH. Thamrin.

2.Diorama Gementee Read atau Rapat Dewan Kotapraja


Diorama ini mengisahkan tentang suasana rapat Gementee Raad sebelum MH Thamrin
bergabung dengan Volkstraad. Tahun 1927, ia menjadi anggota Volkstraad, dan terpilih menjadi
pembantu walikota pada tahun 1929. Tahun 1939, Thamrin mengajukan mosi dalam Volksraad
agar pemerintah menggunakan kata Indonesia dan Indonesier sebagai pengganti kata Nederlands
Indie. Bukan itu saja dalam pidatonya ia juga menuntut "Indonesia Berparlemen". Pemerintah
menolak usul itu dengan alasan pembicaraan tentang pemerintah dalam hubungan dengan usul
itu tidak diadakan. Pemerintah Hindia Belanda menganggap Thamrin sudah cukup berbahaya
sehingga pada 6 Januari 1941, ia dikenakan tahanan rumah. Tanggal 11 Januari 1941 beliau
meninggal dunia. Masyarakat Jakarta mengenang jasa-jasa Thamrin sepanjang masa dan
memberinya nama kesayangan yaitu Abang Betawi.

3.Radio Jadul
Di museum ini juga terdapat 2 buah radio konvensional dengan desain klasik yang sering
digunakan MH Thamrin untuk mencari informasi. Pada saat itu, tidak ada alat secanggih
sekarang. Apabila beliau ingin mencari informasi selalu mendengarkan dari radio. Baik
informasi dalam negri maupun luar negri. Sampai sekarang radio ini masih aktif. Untuk radio
berukuran besar, beliau letakkan di ruang tengah, sedangkan yang berukuran kecil diletakkan di
kamarnya.

Sebelum melaksanakan prakerin para peserta mengerjakan sebuah tugas online yang
diberikan oleh Kepala Museum Kesejarahan dimulai dari tugas online menggunakan file yang
berbentuk PDF, membuat sejarah museum menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris
yang akan menjadi tempat para peserta prakerin. lalu tugas online menggunakan file yang
berbentuk PDF selanjutnya adalah membuat pelayanan ticketing di Museum Kesejarahan, berisi
tentang peraturan yang harus dilakukan sebelum masuk kedalam Museum Kesejarahan,fasilitas
ticketing museum,fungsinya dan berisi harga untuk masuk ke dalam Museum Kesajarahan
Jakarta. Setelah dikirim via grup whatsaap para peserta membuat list sesuai grup/kelompok yang
telah ditentukan pihak museum.
Pada minggu ke 2 para peserta prakerin ditugaskan untuk membuat video menjadi
seorang Tour Guide yang menjelaskan tentang sejarah salah satu Museum Kesajarahan Jakarta
dan koleksi-koleksinya menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Selain itu para
peserta prakerin juga dilatih menjelaskan sejarah singkat tentang Museum Sejarah Jakarta
menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris satu per satu oleh Bapak Amat Kusaini Al
Alexs.

Pada minggu ke 3 dan ke 4 para peserta Prakerin diperbolehkan untuk menjadi tour guide
kepada pengunjung yang ada di Museum,melayani pengunjung,dan membuat dokumentasi pada
salah satu pengunjung tersebut.

Jadwal para peserta saat melaksanakan prakerin sesuai dengan jam operasional Museum

Museum Kesejarahan Buka dari jam 09.00-14.00 setiap hari Senin libur

# S1=Museum Sejarah Sesi 1


(09.00-12.00)
# S2=Museum Sejarah Sesi 2
(12.00-15.00)
# P=Museum Prasasti
(09.00-14.00)
# J=Museum Joang
(09.00-14.00)
# T=Museum Thamrin
(09.00-14.00)

Seragam dan peraturan para perserta saat melaksanakan prakerin sesuai hari yang
telah ditentukan
# Selasa- Rabu:
Kemeja warna putih/warna terang, bawah dan sepatu warna gelap
# Kamis-Jumat:
Batik bebas, bawah dan sepatu warna gelap
# Sabtu-Minggu:
Boleh mengunakan Kaos berkerah/Kemeja warna apa saja bawah boleh jeans dan sepatu bebas
# Tidak boleh: Menggunakan seragam sekolah/ pakaian yg ada logo/nama sekolah dan harus
mengunakan masker, sesuai SOP Prokes Covid-19
menuliskan tentang sejarah museum tempat kalian PKL, jika kalian di tempatkan di 4 museum, maka
harus di laporkan semuanya, dan kegiatan apa saja yang penulis lakukan saat melakukan PKL.
Tolong perhatikan per su bab nya .misalnya bab 3, berarti per sub bab nya 3.1 , 3.2 dst, begitu pul jika
persub bab memiliki bab kecil,maka di tulis sbg contoh : 3.1.1 atau 3.1.2 atau bisa juga 3.2.1 dst

Anda mungkin juga menyukai