Anda di halaman 1dari 8

Monumen Nasional

http://id.wikipedia.org/wiki/Monumen_Nasional

Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan


Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan
setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan untuk
mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia
untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial
Hindia Belanda. Pembangunan monumen ini dimulai pada
tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Sukarno,
dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975. Tugu ini
dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang
melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala.
Monumen Nasional terletak tepat di tengah Lapangan Medan
Merdeka, Jakarta Pusat. Monumen dan museum ini dibuka
setiap hari mulai pukul 08.00 - 15.00 WIB. Pada hari Senin
pekan terakhir setiap bulannya ditutup untuk umum.

Gambar 1. Tugu Monas

Bab 1. Sejarah
Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya
berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul pengakuan kedaulatan Republik
Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949, Presiden Sukarno mulai memikirkan
pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di
depan Istana Merdeka. Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan
perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan
inspirasi dan semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang.
1.1 Sayembara
Pada tanggal 17 Agustus 1954 sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan
monumen nasional digelar pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya
satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite,
antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad.
Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang
memenuhi kriteria. Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya
kepada Sukarno. Akan tetapi Sukarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan
monumen itu berbentuk lingga dan yoni. Silaban kemudian diminta merancang monumen

dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga
biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi
ekonomi saat itu cukup buruk. Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil, dan
menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik. Sukarno kemudian
meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu. Soedarsono memasukkan
angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu. Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun
di areal seluas 80 hektare. Tugu ini diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan R. M. Soedarsono,
mulai dibangun 17 Agustus 1961.

1.2 Pembangunan
Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama, kurun 1961/1962 - 1964/1965 dimulai
dengan dimulainya secara resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Sukarno
secara seremonial menancapkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton digunakan sebagai
fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah
nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962. Dinding museum
di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan
akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun
1966 hingga 1968 akibat terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G-30-S/PKI) dan upaya
kudeta, tahap ini sempat tertunda. Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan
menambahkan diorama pada museum sejarah. Meskipun pembangunan telah rampung, masalah
masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen secara resmi
dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia
Soeharto. Lokasi pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan
Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada,
Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, dua
buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur Medan
Merdeka dipenuhi pengunjung yang berekreasi menikmati pemandangan Tugu Monas dan
melakukan berbagai aktivitas dalam taman.

1.3 Rancang Bangun Monumen


Rancang bangun Tugu Monas berdasarkan pada konsep pasangan universal yang abadi; Lingga
dan Yoni. Tugu obelisk yang menjulang tinggi adalah lingga yang melambangkan laki-laki,
elemen maskulin yang bersifat aktif dan positif, serta melambangkan siang hari. Sementara
pelataran cawan landasan obelisk adalah Yoni yang melambangkan perempuan, elemen feminin
yang pasif dan negatif, serta melambangkan malam hari. Lingga dan yoni merupakan lambang
kesuburan dan kesatuan harmonis yang saling melengkapi sedari masa prasejarah Indonesia.
Selain itu bentuk Tugu Monas juga dapat ditafsirkan sebagai sepasang "alu" dan "Lesung", alat
penumbuk padi yang didapati dalam setiap rumah tangga petani tradisional Indonesia. Dengan
demikian rancang bangun Monas penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Monumen

terdiri atas 117,7 meter obelisk di atas landasan persegi setinggi The 17 meter, pelataran cawan.
Monumen ini dilapisi dengan marmer Italia.
Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bagian dari
sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas. Di dekatnya terdapat
kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kudanya, terbuat
dari perunggu seberat 8 ton. Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato sebagai
sumbangan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario Bross di Indonesia. Pintu masuk Monas
terdapat di taman Medan Merdeka Utara dekat patung Pangeran Diponegoro. Pintu masuk
melalui terowongan yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk
pengunjung menuju tugu Monas. Loket tiket berada di ujung terowongan. Ketika pengunjung
naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung dapat melanjutkan berkeliling
melihat relief sejarah perjuangan Indonesia; masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui
pintu di sudut timur laut, atau langsung naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift
menuju pelataran puncak monumen.

Bab 2. Ruang-Ruang dan Bagian Penting Monumen Nasional


2.1 Relief Sejarah Indonesia
Pada halaman luar mengelilingi monumen, pada tiap sudutnya terdapat relief timbul yang
menggambarkan sejarah Indonesia. Relief ini
bermula di sudut timur laut dengan mengabadikan
kejayaan
Nusantara
pada
masa
lampau;
menampilkan sejarah Singhasari dan Majapahit.
Relief ini berlanjut secara kronologis searah jarum
jam menuju sudut tenggara, barat daya, dan barat
laut. Secara kronologis menggambarkan masa
penjajahan Belanda, perlawanan rakyat Indonesia
dan pahlawan-pahlawan nasional Indonesia, Gambar 2. Relief Sejarah
terbentuknya
organisasi
modern
yang
memperjuangkan Indonesia Merdeka pada awal
abad ke-20, Sumpah Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perang Dunia II, proklamasi kemerdekaan
Indonesia disusul Revolusi dan Perang kemerdekaan Republik Indonesia, hingga mencapai masa
pembangunan Indonesia modern. Relief dan patung-patung ini dibuat dari semen dengan
kerangka pipa atau logam, sayang sekali beberapa patung dan arca mulai rontok dan rusak akibat
hujan dan cuaca tropis.

2.2 Museum Sejarah Nasional


Di bagian dasar monumen pada kedalaman 3 meter di bawah permukaan tanah, terdapat Museum
Sejarah Nasional Indonesia. Ruang besar museum sejarah perjuangan nasional dengan ukuran

luas 80 x 80 meter, dapat menampung pengunjung sekitar 500 orang. Ruangan besar berlapis
marmer ini terdapat 48 diorama pada keempat sisinya dan 3 diorama di tengah, sehingga menjadi
total 51 diorama. Diorama ini menampilkan sejarah Indonesia sejak masa pra sejarah hingga
masa Orde Baru. Diorama ini dimula dari sudut timur laut bergerak searah jarum jam menelusuri
perjalanan sejarah Indonesia; mulai masa pra sejarah, masa kemaharajaan kuno seperti Sriwijaya
dan Majapahit, disusul masa penjajahan bangsa Eropa yang disusul perlawanan para pahlawan
nasional pra kemerdekaan melawan VOC dan pemerintah Hindia Belanda. Diorama berlangsung
terus hingga masa pergerakan nasional Indonesia awal abad ke-20, pendudukan Jepang, perang
kemerdekaan dan masa revolusi, hingga masa Orde Baru pada masa pemerintahan Suharto.

2.3 Ruang Kemerdekaan


Di bagian dalam cawan monumen terdapat Ruang Kemerdekaan berbentuk amphitheater.
Ruangan ini dapat dicapai melalui tangga berputar di dari pintu sisi utara dan selatan. Ruangan
ini
menyimpan
simbol
kenegaraan
dan
kemerdekaan Republik Indonesia. Diantaranya
naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
yang disimpan dalam kotak kaca di dalam gerbang
berlapis emas, lambang negara Indonesia, peta
kepulauan Negara Kesatuan Republik Indonesia
berlapis emas, dan bendera merah putih, dan
dinding yang bertulis naskah Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia. Di dalam Ruang
Kemerdekaan Monumen Nasional ini digunakan Gambar 3. Ruang Kemerdekaan
sebagai ruang tenang untuk mengheningkan cipta
dan bermeditasi mengenang hakikat kemerdekaan dan perjuangan bangsa Indonesia. Naskah asli
proklamasi kemerdekaan Indonesia disimpan dalam kotak kaca dalam pintu gerbang berlapis
emas. Pintu mekanis ini terbuat dari perunggu seberat 4 ton berlapis emas dihiasi ukiran bunga
Wijaya Kusuma yang melambangkan keabadian, serta bunga Teratai yang melambangkan
kesucian. Pintu ini terletak pada dinding sisi barat tepat di tengah ruangan dan berlapis marmer
hitam. Pintu ini dikenal dengan nama Gerbang Kemerdekaan yang secara mekanis akan
membuka seraya memperdengarkan lagu "Padamu Negeri" diikuti kemudian oleh rekaman
suara Sukarno tengah membacakan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945. Pada sisi selatan
terdapat patung Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia terbuat dari perunggu seberat 3,5
ton dan berlapis emas. Pada sisi timur terdapat tulisan naskah proklamasi berhuruf perunggu,
seharusnya sisi ini menampilkan bendera yang paling suci dan dimuliakan Sang Saka Merah
Putih, yang aslinya dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Akan tetapi karena kondisinya
sudah semakin tua dan rapuh, bendera suci ini tidak dipamerkan. Sisi utara diding marmer hitam
ini menampilkan kepulauan Nusantara berlapis emas, melambangkan lokasi Negara Kesatuan
Republik Indonesia.Semua itu sangat indah.

2.4 Pelataran Puncak dan Api Kemerdekaan


Sebuah elevator (lift) pada pintu sisi selatan akan membawa pengunjung menuju pelataran
puncak berukuran 11 x 11 meter di ketinggian 115 meter dari permukaan tanah. Lift ini
berkapasitas 11 orang sekali angkut. Pelataran puncak ini dapat menampung sekitar 50 orang,
serta terdapat teropong untuk melihat panorama Jakarta lebih dekat. Pada sekeliling badan
elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi. Dari pelataran puncak tugu Monas,
pengunjung dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kota Jakarta. Bila kondisi cuaca
cerah tanpa asap kabut, di arah ke selatan terlihat dari kejauhan Gunung Salak di wilayah
kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang laut lepas dengan pulau-pulau kecil.
Di puncak Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang nyala lampu perunggu yang
beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 Kilogram. Lidah api atau obor ini berukuran
tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Lidah api ini
sebagai simbol semangat perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Awalnya
nyala api perunggu ini dilapisi lembaran emas seberat 35 kilogram, akan tetapi untuk menyambut
perayaan setengah abad (50 tahun) kemerdekaan Indonesia pada tahun 1995, lembaran emas ini
dilapis ulang sehingga mencapai berat 50 kilogram lembaran emas. Puncak tugu berupa "Api
Nan Tak Kunjung Padam" yang bermakna agar Bangsa Indonesia senantiasa memiliki semangat
yang menyala-nyala dalam berjuang dan tidak pernah surut atau padam sepanjang masa.
Pelataran cawan memberikan pemandangan bagi pengunjung dari ketinggian 17 meter dari
permukaan tanah. Pelataran cawan dapat dicapai melalui elevator ketika turun dari pelataran
puncak, atau melalui tangga mencapai dasar cawan. Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 meter,
sedangkan rentang tinggi antara ruang museum sejarah ke dasar cawan adalah 8 m (3 meter
dibawah tanah ditambah 5 meter tangga menuju dasar cawan). Luas pelataran yang berbentuk
bujur sangkar, berukuran 45 x 45 meter, semuanya merupakan pelestarian angka keramat
Proklamasi Kemerdekaan RI (17-8-1945).
Sebanyak 28 kg dari 38 kg emas pada obor monas tersebut merupakan sumbangan dari Teuku
Markam, seorang pengusaha Aceh yang pernah menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia.
Tabel 1: Data dan Fakta Tugu Monas
1
Berat lapisan emas obor/lidah api (asli)
2
Tinggi lapisan emas obor/lidah api
3
Diameter lapisan emas obor/lidah api
4
Berat lapisan emas obor/lidah api (lapis ulang 1995)
5
Tinggi pelataran cawan
6
Tinggi antara ruang museum sejarah ke dasar cawan
7
Luas Pelataran

35 kg
14 m
6m
50 kg
17 m
8m
45 m2

Bab 3. Kegiatan (Indonesia Travel Tourism Website)


3.1 Mengunjungi Monas
Sebelum menuju puncak monumen, Anda akan disajikan 51 diorama di lantai dasarnya yang
dikenal sebagai Museum Sejarah Nasional Indonesia. Museum berukuran 80x80 meter ini
memperlihatkan sejarah Indonesia mulai dari masa pra sejarah hingga masa pemerintahan orde
baru.
Di dalam cawan monumen terdapat ruang kemerdekaan yang menampilkan Naskah Teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dalam sebuah kotak kaca. Ada pula lambang negara
Indonesia, peta kepulauan Indonesia yang berlapis emas, bendera merah putih, dan dinding yang
bertuliskan Naskah Proklamasi Indonesia.
Anda dapat menggunakan lift untuk menuju puncak Monumen Nasional. Pelatarannya dapat
menampung 50 orang dan tersedia teropong untuk menikmati pemandangan seluruh sudut Kota
Jakarta. Saat cuaca cerah dimungkinkan untuk melihat Gunung Salak dan Kepulauan Seribu.
Di sekeliling Monaster dapat air mancur yang berliuk-liuk sesuai alunan musik. Kolam tersebut
menarik untuk dinikmati pada malam hari. Terkadang dalam acara tertentu dipertunjukkan pula
laser berwarna-warni di bagian air mancurnya dan tugunya disorot lampu dari bawah.
Di Taman Monas seluas 80 hektar berkeliaran rusa-rusa di antara pepohonan rindang. Taman ini
terbuka gratis untuk umum. Di bagian selatannya tersedia taman refleksi, yaitu batu-batuan yang
dapat diinjak untuk pijat refleksi.
Anda dapat pula berolahraga di kawasan ini karena tersedia beberapa lapangan futsal dan basket
yang bisa digunakan siapapun.
Puncak pelataran Monas menjadi tujuan paling dinantikan pengunjung. Lebih tepat untuk naik ke
atasnya saat menjelang senja untuk melihat Matahari terbenam dan gedung-gedung pencakar
langit Ibu Kota dengan lampu-lampu yang menyala. Akan tetapi, perhatikan kondisi cuaca
terutama saat angin kencang dan turun hujan yang dapat membuat suasana di atas pelataran
tersebut kurang nyaman karena terpaan angin cukup kencang.

3.2 Transportasi
Tersedia beragam transportasi yang dapat Anda gunakan untuk mengunjungi Monas. Apabila
ingin memanfaatkan kereta api maka gunakan KRL Jabodetabek yang berhenti di Stasiun
Gambir. Menggunakan Bus Trans Jakarta bisa menjadi pilihan tepat. Apabila Anda menggunakan
kendaraan pribadi maka tersedia parkir khusus di IRTI denganakses masuk melalui pintu masuk
di sekitar patung Pangeran Diponegoro atau pintu masuk di pelataran bagian utara.

3.3 Destinasi Terkait (kota tua Batavia dan Pelabuhan Sunda Kelapa)
Kota Tua Batavia dengan Pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal bakal dari kota Jakarta saat ini.
Melintasi wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat, kawasan ini memiliki luas sekira 139 hektar
yang didominasi bangunan arsitektur Eropa dan China dari abad ke-17 hingga awal abad ke-20.

Ketika penjelajah legendaris asal Inggris yaitu James Cook menyambangi kota ini tahun 1770
maka ia pun sontak terpesona lalu menjulukinya sebagai "The Pearl of Orient" atau "Mutiara
dari Timur". Cook terpukau dengan keindahan bangunan dan struktur tata ruang kota ini yang
dianggap mirip Kota Amsterdam di negeri Belanda. Kota ini memang dipersiapkan untuk
menjadi salinan ibu kota negeri kincir angin tersebut sehingga dilabeli sebagai "Koningen van
Oosten" atau "Ratu dari Timur".

Kota Batavia didirikan di sebuah wilayah dulunya bernama Jayakarta (1527-1619). Daerah ini
berdekatan dengan pelabuhan Kesultanan Banten yang bernama Sunda Kalapa. Jauh
sebelumnya, pelabuhan tersebut sudah dirintis oleh Kerajaan Sunda sebagai sarana perdagangan
antarpulau di Nusantara.
Pelabuhan Sunda Kelapa dan Jayakarta diserang tahun 1610 oleh perusahaan dagang Belanda
VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) pimpinan Jan Pieterzoon Coen. Berikutnya tahun
1620, VOC membangun kota yang baru tepat di atas reruntuhan Kota Jayakarta tersebut hingga
selesai dibangun tahun 1650.

VOC menamai kota baru itu sebagai Batavia dengan pusat kotanya tepat berada di sekitar Taman
Fatahillah sekarang. Dari sinilah VOC mengendalikan semua kegiatan perdagangan, militer,
dan politiknya selama menguasai Nusantara hingga dilanjutkan berikutnya oleh Pemerintahan
Hindia Belanda. Nama Batavia digunakan sejak 1621 hingga tahun 1942 saat Jepang
menaklukkannya. Jepang berikutnya mengganti nama Batavia menjadi Jakarta dan tidak berubah
hingga saat ini.

Awalnya areal kota Batavia seluas 139 hektar tetapi kemudian diperluas menjadi 846 hektar
dimana termasuk di dalamnya Pelabuhan Sunda Kelapa, Pasar Ikan, hingga ke arah selatan yaitu
Pecinan Glodok. Akan tetapi, wilayah inti kawasan kota tua sendiri meliputi Bangunan
Balaikota atau Museum Fatahillah serta sekitarnya.
Tabel 2. Obyek / Kantor Penting di Sekitar Monas
1
Istana Negara
8
2
Istana Merdeka
9

Kementerian Pertahanan
Kementerian BUMN

3
4
5
6
7

Mahkamah Konstitusi
Museum Nasional
Sekertariat Negara
Kementerian Perhubungan
Kementerian Kominfo

10
11
12
13
14

Kementerian Pariwisata
Mahkamah Agung
Kementerian Dalam Negeri
Kantor Gubernur DKI
Stasiun KA Gambir

Anda mungkin juga menyukai