http://id.wikipedia.org/wiki/Monumen_Nasional
Bab 1. Sejarah
Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya
berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950 menyusul pengakuan kedaulatan Republik
Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949, Presiden Sukarno mulai memikirkan
pembangunan sebuah monumen nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di
depan Istana Merdeka. Pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan
perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan
inspirasi dan semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang.
1.1 Sayembara
Pada tanggal 17 Agustus 1954 sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan
monumen nasional digelar pada tahun 1955. Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya
satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite,
antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad.
Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang
memenuhi kriteria. Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya
kepada Sukarno. Akan tetapi Sukarno kurang menyukai rancangan itu dan ia menginginkan
monumen itu berbentuk lingga dan yoni. Silaban kemudian diminta merancang monumen
dengan tema seperti itu, akan tetapi rancangan yang diajukan Silaban terlalu luar biasa sehingga
biayanya sangat besar dan tidak mampu ditanggung oleh anggaran negara, terlebih kondisi
ekonomi saat itu cukup buruk. Silaban menolak merancang bangunan yang lebih kecil, dan
menyarankan pembangunan ditunda hingga ekonomi Indonesia membaik. Sukarno kemudian
meminta arsitek R.M. Soedarsono untuk melanjutkan rancangan itu. Soedarsono memasukkan
angka 17, 8 dan 45, melambangkan 17 Agustus 1945 memulai Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, ke dalam rancangan monumen itu. Tugu Peringatan Nasional ini kemudian dibangun
di areal seluas 80 hektare. Tugu ini diarsiteki oleh Friedrich Silaban dan R. M. Soedarsono,
mulai dibangun 17 Agustus 1961.
1.2 Pembangunan
Pembangunan terdiri atas tiga tahap. Tahap pertama, kurun 1961/1962 - 1964/1965 dimulai
dengan dimulainya secara resmi pembangunan pada tanggal 17 Agustus 1961 dengan Sukarno
secara seremonial menancapkan pasak beton pertama. Total 284 pasak beton digunakan sebagai
fondasi bangunan. Sebanyak 360 pasak bumi ditanamkan untuk fondasi museum sejarah
nasional. Keseluruhan pemancangan fondasi rampung pada bulan Maret 1962. Dinding museum
di dasar bangunan selesai pada bulan Oktober. Pembangunan obelisk kemudian dimulai dan
akhirnya rampung pada bulan Agustus 1963. Pembangunan tahap kedua berlangsung pada kurun
1966 hingga 1968 akibat terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G-30-S/PKI) dan upaya
kudeta, tahap ini sempat tertunda. Tahap akhir berlangsung pada tahun 1969-1976 dengan
menambahkan diorama pada museum sejarah. Meskipun pembangunan telah rampung, masalah
masih saja terjadi, antara lain kebocoran air yang menggenangi museum. Monumen secara resmi
dibuka untuk umum dan diresmikan pada tanggal 12 Juli 1975 oleh Presiden Republik Indonesia
Soeharto. Lokasi pembangunan monumen ini dikenal dengan nama Medan Merdeka. Lapangan
Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan Ikada,
Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat taman, dua
buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari libur Medan
Merdeka dipenuhi pengunjung yang berekreasi menikmati pemandangan Tugu Monas dan
melakukan berbagai aktivitas dalam taman.
terdiri atas 117,7 meter obelisk di atas landasan persegi setinggi The 17 meter, pelataran cawan.
Monumen ini dilapisi dengan marmer Italia.
Kolam di Taman Medan Merdeka Utara berukuran 25 x 25 meter dirancang sebagai bagian dari
sistem pendingin udara sekaligus mempercantik penampilan Taman Monas. Di dekatnya terdapat
kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kudanya, terbuat
dari perunggu seberat 8 ton. Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato sebagai
sumbangan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario Bross di Indonesia. Pintu masuk Monas
terdapat di taman Medan Merdeka Utara dekat patung Pangeran Diponegoro. Pintu masuk
melalui terowongan yang berada 3 m di bawah taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk
pengunjung menuju tugu Monas. Loket tiket berada di ujung terowongan. Ketika pengunjung
naik kembali ke permukaan tanah di sisi utara Monas, pengunjung dapat melanjutkan berkeliling
melihat relief sejarah perjuangan Indonesia; masuk ke dalam museum sejarah nasional melalui
pintu di sudut timur laut, atau langsung naik ke tengah menuju ruang kemerdekaan atau lift
menuju pelataran puncak monumen.
luas 80 x 80 meter, dapat menampung pengunjung sekitar 500 orang. Ruangan besar berlapis
marmer ini terdapat 48 diorama pada keempat sisinya dan 3 diorama di tengah, sehingga menjadi
total 51 diorama. Diorama ini menampilkan sejarah Indonesia sejak masa pra sejarah hingga
masa Orde Baru. Diorama ini dimula dari sudut timur laut bergerak searah jarum jam menelusuri
perjalanan sejarah Indonesia; mulai masa pra sejarah, masa kemaharajaan kuno seperti Sriwijaya
dan Majapahit, disusul masa penjajahan bangsa Eropa yang disusul perlawanan para pahlawan
nasional pra kemerdekaan melawan VOC dan pemerintah Hindia Belanda. Diorama berlangsung
terus hingga masa pergerakan nasional Indonesia awal abad ke-20, pendudukan Jepang, perang
kemerdekaan dan masa revolusi, hingga masa Orde Baru pada masa pemerintahan Suharto.
35 kg
14 m
6m
50 kg
17 m
8m
45 m2
3.2 Transportasi
Tersedia beragam transportasi yang dapat Anda gunakan untuk mengunjungi Monas. Apabila
ingin memanfaatkan kereta api maka gunakan KRL Jabodetabek yang berhenti di Stasiun
Gambir. Menggunakan Bus Trans Jakarta bisa menjadi pilihan tepat. Apabila Anda menggunakan
kendaraan pribadi maka tersedia parkir khusus di IRTI denganakses masuk melalui pintu masuk
di sekitar patung Pangeran Diponegoro atau pintu masuk di pelataran bagian utara.
3.3 Destinasi Terkait (kota tua Batavia dan Pelabuhan Sunda Kelapa)
Kota Tua Batavia dengan Pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal bakal dari kota Jakarta saat ini.
Melintasi wilayah Jakarta Utara dan Jakarta Barat, kawasan ini memiliki luas sekira 139 hektar
yang didominasi bangunan arsitektur Eropa dan China dari abad ke-17 hingga awal abad ke-20.
Ketika penjelajah legendaris asal Inggris yaitu James Cook menyambangi kota ini tahun 1770
maka ia pun sontak terpesona lalu menjulukinya sebagai "The Pearl of Orient" atau "Mutiara
dari Timur". Cook terpukau dengan keindahan bangunan dan struktur tata ruang kota ini yang
dianggap mirip Kota Amsterdam di negeri Belanda. Kota ini memang dipersiapkan untuk
menjadi salinan ibu kota negeri kincir angin tersebut sehingga dilabeli sebagai "Koningen van
Oosten" atau "Ratu dari Timur".
Kota Batavia didirikan di sebuah wilayah dulunya bernama Jayakarta (1527-1619). Daerah ini
berdekatan dengan pelabuhan Kesultanan Banten yang bernama Sunda Kalapa. Jauh
sebelumnya, pelabuhan tersebut sudah dirintis oleh Kerajaan Sunda sebagai sarana perdagangan
antarpulau di Nusantara.
Pelabuhan Sunda Kelapa dan Jayakarta diserang tahun 1610 oleh perusahaan dagang Belanda
VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) pimpinan Jan Pieterzoon Coen. Berikutnya tahun
1620, VOC membangun kota yang baru tepat di atas reruntuhan Kota Jayakarta tersebut hingga
selesai dibangun tahun 1650.
VOC menamai kota baru itu sebagai Batavia dengan pusat kotanya tepat berada di sekitar Taman
Fatahillah sekarang. Dari sinilah VOC mengendalikan semua kegiatan perdagangan, militer,
dan politiknya selama menguasai Nusantara hingga dilanjutkan berikutnya oleh Pemerintahan
Hindia Belanda. Nama Batavia digunakan sejak 1621 hingga tahun 1942 saat Jepang
menaklukkannya. Jepang berikutnya mengganti nama Batavia menjadi Jakarta dan tidak berubah
hingga saat ini.
Awalnya areal kota Batavia seluas 139 hektar tetapi kemudian diperluas menjadi 846 hektar
dimana termasuk di dalamnya Pelabuhan Sunda Kelapa, Pasar Ikan, hingga ke arah selatan yaitu
Pecinan Glodok. Akan tetapi, wilayah inti kawasan kota tua sendiri meliputi Bangunan
Balaikota atau Museum Fatahillah serta sekitarnya.
Tabel 2. Obyek / Kantor Penting di Sekitar Monas
1
Istana Negara
8
2
Istana Merdeka
9
Kementerian Pertahanan
Kementerian BUMN
3
4
5
6
7
Mahkamah Konstitusi
Museum Nasional
Sekertariat Negara
Kementerian Perhubungan
Kementerian Kominfo
10
11
12
13
14
Kementerian Pariwisata
Mahkamah Agung
Kementerian Dalam Negeri
Kantor Gubernur DKI
Stasiun KA Gambir