Anda di halaman 1dari 7

Monumen Nasional

13-08-2008 09:38
By Rubbi Widiantoro
Anda suka artikel ini

Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah
salah satu dari monumen peringatan yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan
perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajah Belanda. Monumen Nasional yang terletak di
Lapangan Monas, Jakarta Pusat, dibangun pada dekade tahun 1961an.
Tugu Peringatan Nasional dibangun di areal seluas 80 hektar. Tugu ini dirancang oleh
Soedarsono dan Frederich Silaban, dengan konsultan Ir. Rooseno, mulai dibangun Agustus
1959, dan diresmikan 17 Agustus 1961 oleh Presiden RI Soekarno. Monas resmi dibuka
untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.
Pembagunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa
Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terbangkitnya inspirasi dan semangat
patriotisme generasi saat ini dan mendatang.
Tugu Monas yang menjulang tinggi dan melambangkan lingga (alu atau anatan) yang penuh
dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Semua pelataran cawan melambangkan Yoni
(lumbung). Alu dan lumbung merupakan alat rumah tangga yang terdapat hampir di setiap
rumah penduduk pribumi Indonesia.
Lapangan Monas mengalami lima kali penggantian nama yaitu Lapangan Gambir, Lapangan
Ikada, Lapangan Merdeka, Lapangan Monas, dan Taman Monas. Di sekeliling tugu terdapat
taman, dua buah kolam dan beberapa lapangan terbuka tempat berolahraga. Pada hari-hari
libur, Minggu atau libur sekolah banyak masyarakat yang berkunjung ke sini.
Bentuk Tugu peringatan yang satu ini sangat unik. Sebuah batu obeliks yang terbuat dari
marmer yang berbentuk lingga yoni simbol kesuburan ini tingginya 132 m. Di puncak
Monumen Nasional terdapat cawan yang menopang berbentuk nyala obor perunggu yang
beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35kg. Lidah api atau obor ini sebagai simbol
perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan.
Pelataran puncak dengan luas 1111 dapat menampung sebanyak 50 pengunjung. Pada
sekeliling badan elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi. Dari pelataran
puncak tugu Monas, pengunjung dapat menikmati pemandangan seluruh penjuru kota
Jakarta. Arah ke selatan berdiri dengan kokoh dari kejauhan Gunung Salak di wilayah
kabupaten Bogor, Jawa Barat, arah utara membentang laut lepas dengan pulau-pulau kecil
berserakan. Bila menoleh ke Barat membentang Bandara Soekarno-Hatta yang setiap waktu
terlihat pesawat lepas landas.
Dari pelataran puncak, 17 m lagi ke atas, terdapat lidah api, terbuat dari perunggu seberat
14,5 ton dan berdiameter 6 m, terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Pelataran puncak tugu
berupa Api Nan Tak Kunjung Padam yang berarti melambangkan Bangsa Indonesia agar
dalam berjuang tidak pernah surut sepanjang masa. Tinggi pelataran cawan dari dasar 17 m
dan ruang museum sejarah 8 m. Luas pelataran yang berbentuk bujur sangkar, berukuran
4545 m, merupakan pelestarian angka keramat Proklamasi Kemerdekaan RI (17-8-1945).
Pengunjung kawasan Monas, yang akan menaiki pelataran tugu puncak Monas atau museum,
dapat melalui pintu masuk di seputar plaza taman Medan Merdeka, di bagian utara Taman
Monas. Di dekatnya terdapat kolam air mancur dan patung Pangeran Diponegoro yang
sedang menunggang kuda, terbuat dari perunggu seberat 8 ton.
Patung itu dibuat oleh pemahat Italia, Prof. Coberlato sebagai sumbangan oleh Konsulat
Jendral Honores, Dr Mario di Indonesia. Melalui terowongan yang berada 3 m di bawah
taman dan jalan silang Monas inilah, pintu masuk pengunjung ke tugu puncak Monas yang
berpagar Bambu Kuning.
Landasan dasar Monas setinggi 3 m, di bawahnya terdapat ruang museum sejarah perjuangan
nasional dengan ukuran luas 8080 m, dapat menampung pengunjung sekitar 500 orang.
Pada keempat sisi ruangan terdapat 12 jendela peragaan yang mengabdikan peristiwa sejak
zaman kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia. Keseluruhan dinding, tiang dan lantai
berlapis marmer. Selain itu, ruang kemerdekaan berbentuk amphitheater yang terletak di
dalam cawan tugu Monas, menggambarkan atribut peta kepulauan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, Kemerdekaan RI, bendera merah putih dan lambang negara dan pintu gapura yang
bertulis naskah Proklamasi Kemerdekaan RI.
Di dalam bangunan Monumen Nasional ini juga terdapat museum dan aula untuk
bermeditasi. Para pengunjung dapat naik hingga ke atas dengan menggunakan elevator. Dari
atau Monumen Nasional dapat dilihat kota Jakarta dari puncak monumen.
Share
(No Ratings Yet)

Loading ...
Berita Terkait :
Peringatan Kesaktian Pancasila
Munarman Dicari Pihak Polisi
10.000 Aparat Keamanan Siap Amankan Demo di Ibukota
Deklarasi Gerakan Nasional Tolak Politisi Busuk
Bentrok Antara Massa FPI dan AKK-BK Di Silang Monas
Presiden Afrika Selatan Mengundurkan Diri
Anwar Ibrahim Menangkan Pemilu Sela

1 Comments For This Post
1. devie Says:
December 21st, 2009 at 9:51 pm
ft0 na keyen abies y
Q slut bnget,
c0z Q bkan anak jakarte !!!
..heE..heeeeee
Yang Baru (Terlihat) dari Monas
REP
Sylvana Toemon
| 22 November 2010 | 00:04

260

3
Nihil.

tulisan di depan pintu masuk
Di suatu siang yang mendung, aku mengunjungi Tugu Monumen Nasional alias
Monas. Monas telah lama menjadi ikon Kota Jakarta ini. Baru tersadar juga, selama ini
tinggal di Jakarta, rasanya baru 2 kali menjejakkan kaki di tugu itu. Pertama kali waktu masih
kecil, masih SD. Yang kedua rasanya pas kuliah. Selebihnya pernah ke taman di bawahnya
untuk kegiatan lain.
Saat itu, yang aku ingat dari Tugu Monas adalah puncaknya yang terbuat dari emas
dan bagian dalamnya ada museumnya. Namanya juga tidak direncanakan berkunjung ke
sana, jadi belum sempat browsing informasi (apalagi mengingat-ingat). Dimulailah
kunjungan yang akhirnya membuka mata lebih lebar tentang tugu ini.
Presiden pertama kita Soekarno yang berjiwa seni tinggi merencanakan untuk
membangun sebuah monumen nasiolal yang setara dengan Menara Eiffel di Paris. Mengutip
dari Wikipedia pembangunan tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan
bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi
dan semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang. Entahlah apakah tujuan
proklamator kita itu berhasil saat ini. Kalau diukur dengan warga negara yang namanya sama
dengan penulis artikel ini, yang seumur-umur batu 2 kali ke Monas, ada yang gak ngerti pula
maksudnya apawah.sepertinya tujuannya belum tercapai.
Sudah bukan rahasia lagi kalau kebanyakan warga ibukota Jakarta ini tidak terlalu
tertarik berkunjung ke monumen sejarah dan museum. Pusat perbelanjaan dan hiburan lain
jauh lebih banyak pengunjungnya. Apalagi saat film penyihir remaja dari Hogwart diputar
serentak, kalah pamor tak bisa ditampik. Warga Negara Indonesia pun sepertinya lebih
bangga untuk punya potret diri berlatar Menara Eiffel atau Petronas (seperti beberapa foto
profil di Facebook). Saat aku berkunjung ke sana di hari yang mendung itu, yang datang
justru banyak yang tidak berbahasa Indonesia.
Tiket masuk ke Monas cukup murah, hanya Rp 2.500 per orang, masih lebih murah
dibanding tiket bus Transjakarta yang katanya sudah murah itu. Untuk masuk ke dalam
museum, kita harus masuk lewat pintu sebelah utara, turun dengan tangga, menyusuri lorong
panjang dan akhirnya tiba di loket. Sebaiknya membayar dengan uang pas, karena kalau tidak
kita harus berkeliling mencari tukar uang logam gopek (Rp. 500). Para penjaga loket hanya
menunggu dengan muka nyaris tanpa ekspresi dengan memegang lembaran tiket untuk segera
dirobek.
Untuk masuk ke dalam tugu, ada pemeriksaan tiket lagi sebelum naik ke tangga
kuning di dasar tugu.
Are you a tourist? Tanya pak penjaga tiket.
Iya, mau liat-liat nih Kataku bersamaan dengan disobeknya lembaran tiket itu.
Lah? Orang Indonesia tho? Kirain dari Jepang ato Korea. Biasanya gak terlalu
banyak orang kita yang jalan-jalan sendiri, pasti rombongan. Kata Bapak itu lagi.
Kurang sipit pak kalo jadi orang sono. Kapan-kapan saya ke sini lagi rombongan
deh, bawa tikar ama rantang hehehe Aku berkata sambil berlalu. (Kumpul-kumpul makan
bersama > Indonesia banget)
Monumen ini dirancang oleh Friedrich Silaban dan R. M. Soedarsono dengan bentuk
dasar lingga yoni yang merupakanlambang kesuburan. Lingga yoni juga menjadi dasar
pembangunan candi-candi dan bangunan lainnya dan sepertinya juga sesuai dengan selera
pimpinan tertinggi negara kita saat itu.
Di bagian dasar monumen pada kedalaman 3 meter di bawah permukaan tanah,
terdapat Museum Sejarah Nasional Indonesia. Ruang besar museum sejarah perjuangan
nasional dengan ukuran luas 80 x 80 meter. Ruangan besar berlapis marmer ini terdapat 48
diorama pada keempat sisinya dan 3 diorama di tengah, sehingga menjadi total 51 diorama.
Diorama ini menampilkan sejarah Indonesia sejak masa pra sejarah hingga masa Orde Baru.
Diorama ini dimula dari sudut timur laut bergerak searah jarum jam menelusuri perjalanan
sejarah Indonesia; mulai masa pra sejarah, masa kemaharajaan kuno seperti Sriwijaya dan
Majapahit, disusul masa penjajahan bangsa Eropa yang disusul perlawanan para pahlawan
nasional pra kemerdekaan melawan VOC dan pemerintah Hindia Belanda. Diorama
berlangsung terus hingga masa pergerakan nasional Indonesia awal abad ke-20, pendudukan
Jepang, perang kemerdekaan dan masa revolusi, hingga masa Orde Baru di masa
pemerintahan Suharto. (Copas dari Wikipedia)
Di bagian dalam cawan monumen terdapat Ruang Kemerdekaan berbentuk
amphitheater. Nah kalau yang ini aku gak sempat datangin. Di ruangan ini terdapat naskah
asli proklamasi.
Untuk naik ke pelataran puncak tugu, harus naik lift sempit dengan kapasitas 10 orang
penumpang, 11 dengan juru pencet tombol lift. Lift itu hanya mempunyai 3 tombol lantai
dimana saat-saat dari lantai 2 ke 3 terasa sangat lama dan kita dapat mendengar suara napas
orang lain (atau karena beberapa orang menahan napas ya? Jadi yang kedengeran hanya yang
berani bernapas). Untuk bisa naik ke atas, kita harus beli tiket lagi, harganya Rp 7.500.
Dari pelataran setinggi 115 m dari permukaan tanah itu kita bisa melihat ke segala
penjuru Jakarta. Ruang seluas 11 x 11 meter itu juga dilengkapi dengan teropong yang bisa
digunakan dengan menggunakan koin seharga Rp 2.000,-.
Kunjungan tak direncanakan ini pun tidak bisa lebih lama lagi karena langit sudah
bersiap menurunkan hujan dan angin kencang plus cipratan air telah sukses mengibarkan
rambut pengunjung di pelataran puncak itu.

monas di saat mendung




Sebarkan Tulisan:
Laporkan Tulisan
Beri Tanggapan
Beri Nilai
o Aktual
o Inspiratif
o Bermanfaat
o Menarik
o Menghibur
o Biasa
o Basi
o Tidak Penting
o Asal Tulis
o Plagiat
o Provokatif
<p>Your browser does not support iframes.</p>
Tanggapan Tulisan
Suray An
22 November 2010 00:15:34

0
saya belum pernah naik ke atas, padahal kalau ke Jakarta pas na


Home
Bak air dibangun di bawah Monas
03 Jul 2010
Nasional
Pos Kota
SEBAGAI tugu kebanggan masyarakat Indonesia, Monumen Nasional (Monas) pun tidak
liput dari genangan air setelah hujan. Penyebabnya meski banyak ditumbuhi tanaman, taman
kota ini merupakan lahan jenuh sehingga tidak mudah menyerap air. Dengan karakter tanah
demikian, pembuatan drainase juga kerap tidak optimal karena karena penyerapan yang tidak
optimal. Untuk mengatasi hal ini Pemprov DKI telah menganggarkan dana Rp8 miliar untuk
membangun reservoir berupa tempat penampungan air di bawah tanah serta perbaikan
drainase yang ada saat ini. Proyek pembuatan bak air " tersebut diharapkan mampu
menemukan solusi terkait genangan air di kawawan Monas.
"Dana sekitar delapan miliar tersebut sudah dianggarkan dalam APBD DKI Tahun 2010,"
jelas Sisca Hermawanti, Kepala Seksi Perencanaan dan Pelayanan Masyarakat Sudin PU Tata
Air Jakpus. Rencananya reservoir dibangun di empat sisi kawasan Monas yaitu Barat,
Selatan, Timur dan Utara. Namun, kepastiannya masih menunggu hasil pengkajian dari
konsultan perencanaan, di lokasi mana yang tanahnya mengalami kejenuhan sehingga tidak
bisa menyerap air. "Mengenai bentuk dan besarnya reservoir serta di lokasi mana akan
dibangun masih menunggu pengkajian dari konsultan perencanaan. Saat ini konsultannya
belum menetapkan karena masih dalam proses lelang. Mudah-mudahan minggu depan ada
keputusannya," ucap Siska, kemarin.
MULAI AGUSTUS
Adanya tempat penampungan air di bawah tanah diharapkan air yang tidak terserap dapat
masuk ke tempat penampungan. Di mana nantinya bisa dialirkan melalui saluraniar yang ada
menuju ke Kali Krukut dan Kali Ciliwung.
Sebelum membangun, pihak Sudin PU Tata Air juga akan berkoordinasi dengan Dinas Tata
Ruang untuk mengetahui program jangka menengah di kawasan Monas sehingga nantinya
pembangunannya tidak mubazir.
Saluran air di dalam kawasan Monas juga perlu perbaikan danpembenahan. Karena, saluran
yang ada saat ini sejak awal dibangun belum pernah diperbaiki, hanya dilakukan pengurasan.
Apalagi diameter salurannya kecil hanya sekitar 40 cm sehingga kurang berfungsi optimal.
"Diharapkan lelang fisiknya selesai Juli dan pengerjaan fisiknya di mulai Agustus 2010.
(tarta/guruh/ak)
Entitas terkaitApalagi | Bak | Dana | Diharapkan | Mengenai | Monas | Penyebabnya |
Proyek | Rencananya | Saluran | Sisca | Timur | Kali Krukut | Monumen Nasional |
MULAI AGUSTUS | Pemprov DKI | APBD DKI Tahun | Dinas Tata Ruang | Kepala
Seksi Perencanaan | Sudin PU Tata Air | Pelayanan Masyarakat Sudin PU Tata Air |
Ringkasan Artikel Ini

Anda mungkin juga menyukai