DISUSUN OLEH
ANNISA MUTIA ZAHRA
SMK NEGERI 1 BOGOR
PESERTA PKL
UP MUSEUM KESEJARAHAN JAKARTA
BAB 1
MUSEUM SEJARAH JAKARTA
SEJARAH GEDUNG
Selain sebagai Balaikota, gedung ini juga berfungsi sebagai Pengadilan, Kantor
Catatan Sipil, tempat warga beribadah di hari Minggu, dan Dewan Kotapraja
(College van Scheppen). Pada tahun 1925-1942 gedung ini juga dimanfaatkan
sebagai Kantor Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pada tahun 1942-1945
dipakai untuk kantor pengumpulan logistik Dai Nippon. Tahun 1952 dipakai
sebagai Markas Komando Militer Kota (KMK) I yang kemudian menjadi Kodim
0503 Jakarta Barat. Setelah itu pada tahun 1968 gedung ini diserahkan kepada
Pemda DKI Jakarta dan kemudian dijadikan sebagai Museum pada tahun 1974.
1. Meriam Si Jagur
4. Prasasti Ciaruteun
Patung Dewa Hermes ini dibuat pada abad ke-18 oleh orang Eropa. Patung ini
dibuat dari perunggu dan tembaga berdasarkan kisah pada mitologi Yunani. Patung
dewa Hermes ini melambangkan kesuksesan dalam kehidupan. Patung ini memiliki
berat 120 kg dengan tinggi sekitar 2 meter.
Dalam mitologi Yunani, Hermes adalah nama anak Dewa Zeus. Hermes adalah
dewa untuk para pedagang, pejalan kaki, dan atlet. Hermes digambarkan seperti
sedang berlari. Ini merupakan simbol dari kecepatan.
SEJARAH GEDUNG
Pada mulanya Museum Taman Prasasti yang letaknya ada di Jalan Tanah Abang
Nomor 1, Jakarta Pusat tersebut merupakan sebuah area pemakaman umum yang
bernama Kebon Jahe Kober dengan luas 5,5 hektar dan juga dibangun pada tahun
1795 untuk bisa menggantikan kuburan yang lainnya dimana ada di samping Gereja
Nieuw Hollandsche Kerk, dan sekarang ini berubah nama menjadi Museum
Wayang yang memang sudah penuh.
Makam baru tersebut memiliki koleksi nisan dari tahun yang sebelumnya karena
memang sebagian besar dipindahkan dari pemakanan lain yaitu Nieuw Hollandse
Kerk di awal abad 19. Untuk nisan yang dipindahkan sendiri ditandai dengan sebuah
tulisan HK atau singkatan atau inisial dari Hollandsche.
Di tanggal 9 Juli tahun 1977, pemakaman Kebon Jahe Kober ini sendiri dijadikan
sebagai sebuah museum, yang kemudian dibuka untuk umum dengan
beberapa koleksi prasasti. Kemudian nisan dan juga makam dengan jumlah 1.372
terbuat dari batu alam, marmer serta perunggu. Dikarenakan perkembangan kota
yang semakin pesat, maka luas dari museum ini sendiri menyusut hingga hanya
mencapai 1,3 hektar saja
Patung wanita tertelungkup sambil menangis yang berukuran besar yang berada di
tengah–tengah museum. Konon wanita tersebut menangis karena ditinggal sang
suami yang meninggal karenan penyakit Malaria.
Peti tersebut digunakan membawa jenazah Soekarno dari rumah sakit ketempat
persemayamannya terakhir di Wisma Yaso. Peti yang lainnya adalah peti yang
mengantarkan Bung Hatta dari Rumah Sakit Dr. Tjitpto Mangunkusumo (RSCM) ke
Tempat Pemakaman Umum (TPU) Tanah Kusir. Peti tersebut terbuat dari kayu jati
berwarna coklat keemasan dengan ukiran.
Di antara seribuan lebih makam dan nisan yang ada di Museum Taman Prasasti,
beberapa di antaranya menjadi tempat peristirahatan terakhir beberapa tokoh
terkenal semasa Pemerintahan Belanda dan juga dari Indonesia. Salah satunya
adalah makam keluarga A.J.W Van Delden, yang berbentuk seperti rumah. Van
Delden sendiri diketahui pernah menjadi Ketua Perdagangan VOC dan juru tulis di
Indonesia Timur.
Raffles adalah letnan gubernur Inggris yang menjadi tokoh terkemuka periode
singkat penjajahan Inggris atas kepulauan Hindia ini (1811-1816). Istri Raffles
bernama Olivia Mariamne, meninggal pada usia 43 tahun, dimakamkan di Kerkhof
Laan, Batavia. Batu nisan Olivia Mariamne Raffles tampak bersih terawat, begitu
juga lingkungan di sekitarnya.
Batu nisannya cukup besar, menyerupai panggung, berpagar besi bercat hijau. Di
atas nisan, ada tulisan berbahasa Inggris:
"Sacred, to the memory of Olivia Mariamne, wife of The Hon'ble Thomas Stamford
Raffles, Lieutenant Governor of Java and it's dependencies, who departed this life at
Buitenzorg the 26 day of November 1814.
MUSEUM JOANG’45
SEJARAH GEDUNG
Museum Joang 45 adalah salah satu museum yang berada di Jakarta. Saat ini
pengelolaannya dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI
Jakarta. Museum ini terletak di Jalan Menteng Raya 31, Kelurahan Kebon Sirih,
Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat. Museum ini diresmikan pada tahun 1974 oleh
Presiden Soeharto, setelah dilakukan direnovasi.
Museum yang terletak di dalam Gedung Joang '45, Jl. Menteng Raya 31, Jakarta ini
menyimpan sejumlah catatan sejarah mengenai berbagai peristiwa menjelang
kemerdekaan RI. Terdapat pula beberapa diorama, antara lain yang
menggambarkan suasana Gedung Menteng 31 pada masa kemerdekaan dan orasi
Soekarno dalam Rapat Besar di Lapangan IKADA pada 19 September 1945. Ada
pula arsip dokumentasi berupa foto-foto dan patung dada dari para tokoh
pergerakan kemerdekaan. Koleksi lainnya yang terdapat di museum ini adalah tiga
kendaraan kepresidenan yang digunakan Presiden dan Wakil Presiden pertama RI.
Bangunan kamar penginapan yang tersisa saat ini tinggal beberapa yang ada di sisi
utara gedung utama, saat ini dipergunakan sebagai ruang perpustakaan, ruang
kreativitas anak (children room) dan kantor Wirawati Catur Panca.
- Mobil Rep-1 merk Buick buatan Amerika tahun 1939 digunakan oleh Ir.Soekarno
dalam menjalankan tugas sebagau Presiden RI. Mobil ini pertama kali dimiliki oleh
Kepala Departemen Perhubungan, kemudian Sudiro ketua Barisan Pelopor
mendekati supir tersebut dan meminta mobil itu secara diplomasi. Setelah dibawa ke
Pegangsaan Timur No.56, mobil itu pun diserahkan kepada Bung Karno sambil
berkata "Iki loh Bung Mobil Sing Pantas Kanggo Presiden RI". Kemudian pada
tanggal 16 Mei 1979, pihak Istana dan keluarga Bung Karno menyerahkan mobil
tersebut untuk diabadikan di Museum Joang’45
- Mobil Rep-2 Merk Desoto buatan Amerika tahun 1938 yang digunakan oleh Drs.
Mohammad Hatta saat menjalankan tugas sebagai wakil Presiden RI. Mobil ini
awalnya milik Djohan Djohor, seorang pengusaha di Jakarta yang merupakan
paman dari Bung Hatta. Kemudian mobil tersebut diserahkan kepada Bung Hatta
untuk membantu mobilisasi perjuangannya. Pada tanggal 17 Agustus 1975, mobil
Rep-2 ini pun diserahkan untuk diabadikan di Museum Joang 45.
Patung ini merefleksikan sosok Chaerul Saleh, seorang Tokoh yang bergelar Datuk
Paduko Rajo, namun lebih dikenal dengan nama Chaerul Saleh. Lahir di Sawahlunto
pada 13 September 1916. Dikenal sebagai Mahasiswa Hukum yang aktif dalam
kegiatan Kepemudaan, juga menonjol dalam menunjukkan pandangan
perjuangannya yang bersifat Nasionalis. Ia kemudian, bergabung dengan Gerakan
Pemuda dari Asrama Menteng Raya 31.
2. Samurai Gunto
Guntō (軍刀, pedang militer) adalah nama yang digunakan untuk Pedang
Jepang yang diproduksi untuk digunakan oleh tentara dan angkatan
laut Jepang setelah berakhirnya Samurai pada tahun 1868. Dalam Zaman
Meiji (1868-1912) zirah samurai, senjata dan lainnya secara yang
berhubungan dengan Samurai bertahap diganti dengan perlengkapan
bergaya Barat yang dipengaruhi oleh seragam, senjata dan taktik. Pada
tahun 1872, Jepang mengembangkan wajib militer sehingga samurai
kehilangan status mereka dan ditahan selama ratusan tahun sebagai
pelindung Jepang. Dengan diproduksinya secara massal, pedang gunto
menjadi perlengkapan standar dalam militer baru, mengambil tempat pedang
yang dikenakan oleh kelas samurai selama era feodal.
Pada Tahun 1995 pula, karya Lukis ini, menjadi koleksi Museum Joang 45 melalui
pembelian dari sang Pelukis, Sochieb. Dan saat ini di simpan di Ruang Storage
Museum Joang 45, Jalan Menteng Raya No. 31, Menteng Jakarta Pusat.
M.Sochieb yang pada saat itu berusia 14 tahun, bersama Arek-arek Suroboyo ikut
berperang dan mengangkat senjata pada pertempuran 10 November 1945 di
Surabaya. Berdasarkan pengalaman nya itulah, dalam karya lukis ini, Ia berusaha
mengungkapkan suasana pada masa Perang Kemerdekaan. Saat Tentara Pembela
Tanah Air (PETA) yang dibantu penduduk, bersatu padu dalam berjuang
mempertahankan Kemerdekaan melawan penjajah.
Pada Tahun 1985, karya lukis ini, resmi menjadi koleksi Museum Joang 45 melalui
pembelian dari sang Pelukis, Sochieb. Sochieb adalah seorang anak muda yang
pada masa Perang Kemerdekaan, ikut menyingsingkan lengan baju untuk bela
Negara. Ia berusaha menggambarkan suasana pada masa itu.
BAB IV
MUSEUM MH. THAMRIN
SEJARAH GEDUNG
Museum ini memiliki koleksi foto reproduksi, radio dan barang-barang milik,
serta kepustakaan tentang kiprah perjuangan Mohammad Hoesni
Thamrin dalam pergerakan nasional Indonesia.
1. Patung MH Thamrin
Patung tokoh Jakarta berbahan perunggu karya pematung Ketut Winata ini
diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo. terkait peringatan Hari Jadi
Jakarta yang ke-485. Pembuatannya menelan biaya Rp 2 Miliar yang seluruhnya
dari donatur. Nama-nama donatur ditulis di bagian belakang pondasi patung. Patung
Mohammad Husni Thamrin yang menghadap ke arah Barat ini berdiri tegak setinggi
4,5 m, diletakkan di atas pondasi setinggi 2,5 m. Tokoh MH Thamrin digambarkan
dengan memakai jas, kepalanya ditutup kopiah, dan tangan kiri memegang kertas.