Abstrak: Begitu banyak bangunan bersejarah di Jakarta yang menjadi saksi bisu
peristiwa sejarah. Berawal dari penamaan nama kota Jakarta dari Sunda Kelapa,
Jayakarta, lalu Batavia. Akibat dari masa kolonialisme dan masa kemerdekaan,
begitu banyak perkembangan dari segi arsitektur bangunan di Jakarta, contohnya
pada bangunan Kota tua, Monumen nasional Indonesia, Tugu proklamasi, Monas,
Gereja katedral Jakarta dan Masjid istiqlal. Dengan mempelajari serta mengunjungi
bangunan bersejarah diharapkan kita para generasi muda dapat melestarikan
bangunan tersebut agar tidak melupakan identitas bangsa sendiri, dengan dibantu
peran pemerintah dalam pelestariannya.
Kata kunci: bangunan bersejarah, kota Jakarta, sejarah Jakarta
PENDAHULUAN
Bicara tentang bangunan bersejarah, Jakarta menjadi saksi bisu dari
peristiwa sejarah yang terjadi dari zaman penjajahan, masa proklamasi, masa
reformasi hingga saat ini. Dibuktikan dari adanya bangunan yang bercorak Eeropa
dimana saat itu Indonesia sedang dijajah oleh bangsa Eropa, seperti Portugis,
Spanyol, Belanda dan juga Inggris.
Awalnya Jakarta adalah sebuah pelabuhan yang dinamai dengan Sunda
Kelapa, kemudian berganti nama menjadi Jayakarta di tahun 1527, lalu berganti
lagi menjadi kota Batavia di tahun 1619 sampai 1942 karena pada saat itu Belanda
mulai menjajahi Sunda Kelapa. Akibat dari penjajahan tersebut tidak hanya dari
segi sosial politiknya yang berkembang, tetapi juga perkembangan arsitektur
bangunan di kota Jakarta.
Tahun 1596 Belanda pertama kali datang ke Indonesia dibawah pimpinan
Cornelis de Houtman, dan mendarat di pelabuhan Banten. Tetapi di usir oleh
masyarakat Banten karena Belanda bersikap sombong. Kemudian datang kembali
di tahun 1598 dipimpin oleh Jacob van Heck. Tahun 1602 Belanda mendirikan
kongsi dagang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) dan gubernur
pertamanya di Indonesia adalah Pieter Both dan membangun kantor dagang di
Ambon, gubernur keduanya adalah Jan Pieterzoon Coen yang memindahkan kantor
pusat VOC dari Ambon ke Jayakarta.
Alasan Pieter Both memilih Jayakarta adalah karena pada waktu itu Banten
telah bayak kantor pusat perdagangan orang Eropa lain, sedangkan pada saat itu
Jayakarta hanya sebuah pelabuhan kecil. Setelah mendapat izin untuk membangun
kantor dagang di Jayakarta, Belanda juga membangun komples perkantoran,
gudang dan tempat tinggal. Sejak saat itulah bentuk arsitektur di Jayakarta
terakulturasi dengan budaya Belanda.
Nama Batavia diambil dari suatu bangsa di Belanda yaitu bangsa
Batavieren. Bangsa tersebut adalah suku Jermanik yang pernah mendiami tepi
sungai Rhein. Bangsa Belanda dan sebagian bangsa Jerman adalah keturunan
bangsa ini. Setelah pendudukan Jepang di tahun 1942, nama Batavia diganti jadi
Jakarta oleh Jepang untuk menarik hati penduduk untuk ikut pada perang dunia II.
Jakarta dikenal sebagai pelabuhan internasional karena di pelabuhan ini
orang dari berbagai macam warna kulit, latar belakang yang berbeda dan keyakinan
yang berbeda ditemukan disini. Hampir semua orang yang datang dari timur dan
barat, meninggalkan jejak mereka. Hal ini yang menciptakan special flavour of
Jakarta (Heuken SJ, 1997:14).
Akibat dari pertemuan bangsa-bangsa di pelabuhan tersebut, perkembangan
arsitektur bangunan pun berkembang, ada bangunan bercorak Eropa, Cina hingga
Arab. Pada artikel kali ini, bangunan yang akan dibahas adalah monumen nasional,
kota tua, tugu proklamasi, museum nasional indonesia, gereja katedral jakarta dan
masjid istiqlal.
PEMBAHASAN
1. Monumen Nasional
Biasa disebut Monas adalah monumen yang didirikan untuk mengenang
perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari Belanda.
Berpusat di jantung kota, Bangunan setinggi 132 meter ini dibangun pada
tanggal 17 agustus 1961 dan resmi dibuka pada 12 juli 1975. Ada sebuah
kalimat seperti “belum ke Jakarta kalau belum ke Monas” itu menandakan
bahwa Monas adalah ikon bagi Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia.
Tentunya Jakarta sebagai ibukota menyediakan berbagai fasilitas yang bisa
dijangkau di Monas, mulai dari transportasi seperti transjakarta, disediakan pula
air mancur menari, lapangan olahraga yang bisa diakses sepuasnya juga terdapat
kawasan rusa yang didatangkan dari istana Bogor.
Dibalik indah dan megahnya banguan Monas, terdapat sejarah dalam
pembangunannya. Untuk mewujudkan dan mengapresiasi perjuangan bangsa
Indonesia, Soekarno menginginkan dibuatkan bangunan yang mampu
mengingatkan kita akan perjuangan bangsa kita. Diselenggarakanlah sebuah
sayembara yang diprakarsai oleh Komisi Monumen Nasional yang diketuai oleh
Sarwoko Martokusumo.
Sayembara dilakukan dua kali, yang pertama pada tahun 1955 dimenangkan
oleh Frederick Silaban. Kemudian hasil rancangan Silaban diserahkan ke
Soekarno tetapi ditolak, karena Soekarno menginginkan bentuk monas seperti
Lingga dan Yoni karena diambil dari kebudayaan hindu dan budha, juga
rancangan milik Silaban memakan banyak anggaran dimana pada saat itu
Indonesia belum memiliki anggaran yang besar.
Sayembara kedua dilakukan pada tahun 1960 tetapi komisi tidak
menemukan karya yang sesuai kriteria. Akhirnya Soekarno meminta
Soedarsono untuk melanjutkan rancangan tersebut. Soedarsono memasukkan
angka 17, 8 dan 45 melambangkan proklamasi kemerdekaan Indonesia dalam
rancangannya. Tugu rancangan Frederick dan Soedarsono mulai dibangun pada
tanggal 17 agustus 1961 di tanah seluas 80 hektar.
Pembangunan Monas berlangsung dalam tiga tahapan yaitu tahap pertama
(1961-1965) ketika Soekarno menancapkan pasak beton pertama. kedua
dimulai tahun 1966 sampai 1968, akibat terjadinya gerakan 30 september
sehingga mengalami kelesuan. Pada tahap ketiga dari tahun 1969 hingga 1976,
ditambahkan diorama (miniatur tokoh tiga dimensi) ke Museum Sejarah.
Di setiap sudut pelataran yang mengelilingi monumen terdapat relief yang
menggambarkan sejarah Indonesia. Relief dimulai dari sudut timur laut dengan
mengabadikan kejayaan Nusantara pada masa lampau hingga mencapai masa
pembangunan Indonesia modern. Lalu ada ruang kemerdekaan berbentuk
amfiteater. Ruangan ini menyimpan naskah asli Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang disimpan dalam kotak kaca di dalam gerbang berlapis emas.
Lalu Lidah api merupakan simbol semangat juang bangsa Indonesia untuk
meraih kemerdekaan. Sebanyak 28kg dari 38kg emas di obor Monas itu
merupakan sumbangan dari Teuku Markam, seorang pengusaha Aceh. Total
dana yang dikeluarkan sejak tahun 1961 hingga 1965 adalah sebesar Rp 58
milliar rupiah dari anggaran negara.