Anda di halaman 1dari 21

Contoh Makalah Budaya Lokal di

Indonesia Ciri
Ditulis oleh : Admin

Budaya Lokal di Indonesia - Pada awal pembentukan disiplin antropologi di


Indonesia, para ahli etnografi berusaha untuk mendeskripsikan berbagai macam
kebudayaan yang tersebar luas di tanah air. Penelitian tersebut ditulis dalam buku
Manusia dan Kebudayaan di Indonesia karangan Koentjaraningrat yang berisi esai
atau kumpulan tulisan mengenai laporan etnografi kebudayaan suku bangsa di
Indonesia.
1. Konsep Budaya Lokal
Budaya lokal biasanya didefinisikan sebagai budaya asli dari suatu kelompok
masyarakat tertentu. Menurut J.W. Ajawaila, budaya lokal adalah ciri khas budaya
sebuah kelompok masyarakat lokal. Akan tetapi, tidak mudah untuk merumuskan
atau mendefinisikan konsep budaya lokal. Menurut Irwan Abdullah, definisi
kebudayaan hampir selalu terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas.
Misalnya, budaya Jawa yang merujuk pada suatu tradisi yangberkembang di Pulau
Jawa. Oleh karena itu, batas geografis telah dijadikan landasan untuk merumuskan
definisi suatu kebudayaan lokal. Namun, dalam proses perubahan sosial budaya
telah muncul kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan. Hal
itu dipengaruhi oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi
secara global sehingga tidak ada budaya lokal suatu kelompok masyarakat yang
masih sedemikian asli.

Baca: Makalah Budaya Asing


Pengaruh dalam Era Globalisasi

di

Indonesia

dan

Menurut Hildred Geertz dalam bukunya Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia,
di Indonesia saat ini terdapat lebih 300 dari suku bangsa yang berbicara dalam 250
bahasa yang berbeda dan memiliki karakteristik budaya lokal yang berbeda pula.
Wilayah Indonesia memiliki kondisi geografis dan iklim yang berbeda-beda.
Misalnya, wilayah pesisir pantai Jawa yang beriklim tropis hingga wilayah
pegunungan Jayawijaya di Provinsi Papua yang bersalju. Perbedaan iklim dan
kondisi geografis tersebut berpengaruh terhadap kemajemukan budaya lokal di
Indonesia.
Pada saat nenek moyang bangsa Indonesia datang secara bergelombang dari
daerah Cina Selatan sekitar 2000 tahun sebelum Masehi, keadaan geografis
Indonesia yang luas tersebut telah memaksa nenek moyang bangsa Indonesia
untuk menetap di daerah yang terpisah satu sama lain. Isolasi geografis tersebut
mengakibatkan penduduk yang menempati setiap pulau di Nusantara tumbuh
menjadi kesatuan suku bangsa yang hidup terisolasi dari suku bangsa lainnya.

Setiap suku bangsa tersebut tumbuh menjadi kelompok masyarakat yang disatukan
oleh ikatan-ikatan emosional serta memandang diri mereka sebagai suatu kelompok
masyarakat tersendiri. Selanjutnya, kelompok suku bangsa tersebut mengembangkan kepercayaan bahwa mereka memiliki asal-usul keturunan yang sama
dengan didukung oleh suatu kepercayaan yang berbentuk mitos-mitos yang hidup di
dalam masyarakat.
Kemajemukan budaya lokal di Indonesia tercermin dari keragaman budaya dan adat
istiadat dalam masyarakat. Suku bangsa di Indonesia, seperti suku Jawa, Sunda,
Batak, Minang, Timor, Bali, Sasak, Papua, dan Maluku memiliki adat istiadat dan
bahasa yang berbeda-beda. Setiap suku bangsa tersebut tumbuh dan berkembang
sesuai dengan alam lingkungannya. Keadaan geografis yang terisolir menyebabkan
penduduk setiap pulau mengembangkan pola hidup dan adat istiadat yang berbedabeda. Misalnya, perbedaan bahasa dan adat istiadat antara suku bangsa Gayo-Alas
di daerah pegunungan Gayo-Alas dengan penduduk suku bangsa Aceh yang tinggal
di pesisir pantai Aceh.

Baca: Hubungan AntarBudaya di Indonesia Asing dan


Lokal
Menurut Soekmono dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan In- donesia I, masyarakat
awal pada zaman praaksara yang datang pertama kali di Kepulauan Indonesia
adalah ras Austroloid sekitar 20.000 tahun yang lalu. Selanjutnya, disusul
kedatangan ras Melanosoid Negroid sekitar 10.000 tahun lalu. Ras yang datang
terakhir ke Indonesia adalah ras Melayu Mongoloid sekitar 2500 tahun SM pada
zaman Neolithikum dan Logam. Ras Austroloid kemudian bermigrasi ke Australia dan
sisanya hidup di di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Ras Melanesia Mongoloid
berkembang di Maluku dan Papua, sedangkan ras Melayu Mongoloid menyebar di
Indonesia bagian barat. Ras-ras tersebut tersebar dan membentuk berbagai suku
bangsa di Indonesia. Kondisi tersebut juga mendorong terjadinya kemajemukan
budaya lokal berbagai suku bangsa di Indonesia.
Menurut James J. Fox, di Indonesia terdapat sekitar 250 bahasa daerah,
hukum adat, aneka ragam kebiasaan, dan adat istiadat. Namun, semua
daerah dan dialek itu sesungguhnya berasal dari sumber yang sama, yaitu
dan budaya Melayu Austronesia. Di antara suku bangsa Indonesia yang
jumlahnya itu memiliki dasar persamaan sebagai berikut.

Gambar Berbagai suku bangsa di Indonesia

daerah
bahasa
bahasa
banyak

Asas-asas yang sama dalam bentuk persekutuan masyarakat, seperti bentuk


rumah dan adat perkawinan.
Asas-asas persamaan dalam hukum adat.
Persamaan kehidupan sosial yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Asas-asas yang sama atas hak milik tanah.
2. Ciri Budaya Lokal
Ciri-ciri budaya lokal dapat dikenali dalam bentuk kelembagaan sosial yang dimiliki
oleh suatu suku bangsa. Kelembagaan sosial merupakan ikatan sosial bersama di
antara anggota masyarakat yang mengoordinasikan tindakan sosial bersama antara
anggota masyarakat. Lembaga sosial memiliki orientasi perilaku sosial ke dalam
yang sangat kuat. Hal itu ditunjukkan dengan orientasi untuk memenuhi kebutuhan
anggota lembaga sosial tersebut. Dalam lembaga sosial, hubungan sosial di antara
anggotanya sangat bersifat pribadi dan didasari oleh loyalitas yang tinggi terhadap
pemimpin dan gengsi sosial yang dimiliki. Bentuk kelembagaan sosial tersebut dapat
dijumpai dalam sistem gotong royong di Jawa dan di dalam sistem banjar atau ikatan
adat di Bali. Gotong royong merupakan ikatan hubungan tolong-menolong di antara
masyarakat desa. Di daerah pedesaan pola hubungan gotong royong dapat terwujud
dalam banyak aspek kehidupan. Kerja bakti, bersih desa, dan panen bersama
merupakan beberapa contoh dari aktivitas gotong royong yang sampai sekarang
masih dapat ditemukan di daerah pedesaan. Di dalam masyarakat Jawa, kebiasaan
gotong royong terbagi dalam berbagai macam bentuk. Bentuk itu di antaranya
berkaitan dengan upacara siklus hidup manusia, seperti perkawinan, kematian, dan
panen yang dikemas dalam bentuk selamatan.

Gambar Gotong Royong


Antropologia
Clifford Geertz, seorang antropolog dari Amerika Serikat yang banyak menulis
mengenai kebudayaan Bali dan Jawa menguraikan gambaran acara selamatan
dalam masyarakat Jawa dalam karya monumentalnya The Religion of Java
(Abangan, Santri, dan Priyayi ). Karya ini memberikan gambaran bahwa salah satu
aspek dari kebudayaan masyarakat Jawa yang tak lekang dimakan usia adalah
budaya selamatan. Sampai sekarang, kita masih bisa menemukan acara selamatan
meskipun dalam kemasan yang berbeda di daerah perkotaan dan pedesaan.
Karyanya mengenai kebudayaan Bali yang begitu detail dan kaya akan data
lapangan serta interpretasi yang mengagumkan ditulis dalam buku NEGARA The
Theatre State in Nineteenth Century Bali (Negara Teater: Kerajaan-Kerajaan di Bali
Abad Sembilan Belas).
Di dalam masyarakat Jawa, pelaksanaan selamatan ada yang dilakukan secara
individual ataupun secara kolektif. Tujuannya adalah untuk memperkuat ikatan sosial
masyarakat yang dilakukan oleh suatu kelompok sosial tertentu. Misalnya, keraton
Yogyakarta dan Surakarta adalah kelompok masyarakat yang paling sering
melakukan ritual selamatan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan, seperti

gerebeg, sedekah bumi, upacara apeman, dan gunungan yang masih dilaksanakan
sampai sekarang.

Baca: Makalah Keberagaman Budaya di Indonesia


Di daerah Bali, beberapa bentuk kebudayaan lokal masih dilaksanakan sampai saat
ini. Misalnya, mebanten atau membuat sesaji setiap hari sebanyak tiga kali oleh
masyarakat Bali sebagai perwujudan rasa syukur, hormat, dan penyembahan
kepada Tuhan. Konsep kepercayaan masyarakat Bali yang menjadi budaya adalah
adat untuk melilitkan kain berwarna hitam dan putih pada batang pohon yang besar,
tiang, dan bangunan di setiap daerah di Pulau Bali. Selain itu, contoh budaya lokal
adalah upacara Ngaben yang saat ini menjadi tontonan para wisatawan yang
datang ke Bali. Ngaben adalah upacara tradisi membakar jenazah orang yang
sudah meninggal sebagai bentuk penghormatan terhadap orang yang sudah
meninggal.
Gambar Upacara ngabend di Pulau Bali
Salah satu aktivitas masyarakat Bali yang diikat oleh prinsip kebudayaan lokal
adalah sistem pengairan di Bali yang disebut Subak. Subak adalah salah satu bentuk
gotong royong atau sistem pengelolaan air untuk mengairi lahan persawahan
berbentuk organisasi yang anggotanya diikat oleh pura subak. Di dalam sistem
subak terdapat pembagian kerja berdasarkan hak dan kewajiban sebagai anggota
subak. Oleh karena itu, apabila ada warga yang tidak menjadi anggota maka ia tidak
berhak atas jatah air untuk mengairi sawahnya dan mengurus pura serta bebas dari
semua kewajiban di sawah dan pura.
Budaya lokal di Indonesia mempunyai berbagai perbedaan. Suku- suku bangsa
yang sudah banyak bergaul dengan masyarakat luar dan bersentuhan dengan
budaya modern, seperti suku Jawa, Minangkabau, Batak, Aceh, dan Bugis memiliki
budaya lokal yang berbeda dengan suku bangsa yang masih tertutup atau terisolasi
seperti suku Dayak di pedalaman Kalimantan atau suku bangsa Wana di Sulawesi
Tengah.

Baca: Pengertian Penokohan Dalam Drama Teater


Perbedaan budaya tersebut bisa menimbulkan konflik sosial akibat adanya
perbedaan perilaku yang dilandasi nilai-nilai budaya yang berbeda. Oleh karena itu,
diperlukan konsep budaya yang mengandung nilai kebersamaan, saling
menghormati, toleransi, dan solidaritas antar- warga masyarakat yang hidup dalam
komunitas yang sama. Misalnya, para mahasiswa yang tinggal di rumah indekos di
Yogyakarta. Para mahasiswa tersebut berasal dari berbagai daerah di Indonesia
yang memiliki budaya dan adat istiadat yang berbeda-beda. Perbedaan budaya
tersebut bisa menimbulkan konflik sosial dalam kehidupan sehari-hari apabila tidak
dikelola dengan baik. Oleh karena itu, diperlukan rasa toleransi dan saling
menghormati antarpenghuni rumah indekos. Sikap toleransi antarpenghuni rumah
indekos tersebut akan muncul apabila didasari prinsip relativisme budaya yang
memandang bahwa setiap kebudayaan tersebut berbeda dan unik serta tidak ada

nilai-nilai budaya suatu kelompok yang dianggap lebih baik atau buruk dibanding
kelompok lainnya.

BUDAYA LOKAL/DAERAH DAN


NASIONAL PROBEMATIKA
PEDAGOGIS PMK DI INDONESIA
2.1 Pendidikan Multikultural
Menurut Ainulyakin dalam windakutubuku.blogdetik.com pendidikan multikultural pada
awalnya bertujuan agar populasi mayoritas dapat toleran terhadap para imigran baru dan
sebagai alat kontrol sosial penguasa terhadap warganya, agar kondisi negara aman dan
stabil.
Indonesia adalah negara multikultur terbesar karena kondisi geografis dan budaya yang
beragam. Selain itu beragamnya agama dan berbagai macam aliran kepercayaan
masyarakatnya juga menyebabkan Indonesia menjadi negara multikultur.

1. Kroeber dan Kluckhohn

Budaya menurut definisi deskriptif:


cenderung melihat budaya sebagai totalitas komprehensif yang menyusun
keseluruhan hidup sosial sekaligus menunjukkan sejumlah ranah (bidang kajian)
yang membentuk budaya

Budaya menurut difinisi historis :


cenderung melihat budaya sebagai warisan yang dialihturunkan dari generasi
satu ke generasi berikutnya

Budaya menurut definisi normatif:


bisa mengambil 2 bentuk. Yang pertama, budaya adalah aturan atau jalan hidup
yang membentuk pola-pola perilaku dan tindakn yang konkret. Yang kedua,
menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu pada perilaku

Budaya menurut definisi psikologis:


cenderung memberi tekanan pada peran budaya sebagai piranti pemecahan

masalah yang membuat orang bisa berkomunikasi, belajar, atau memenuhi


kebutuhan material maupun emosionalnya

Budaya menurut definisi struktural:


mau menunjuk pada hubungan atau keterkaitan antara aspek-aspek yang
terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi
yang berbeda dari perilaku konkret

Budaya dilihat dari definisi genetis:


definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu bisa eksis atau
tetap bertahan. Definisi ini cenderung melihat budaya lahir dari interaksi antar
manusia dan tetap bisa bertahan karena ditransmisikan dari satu generasi ke
generasi berikutnya

1. Lehman, Himstreet, dan Batty


Budaya diartikan sebagai sekumpulan pengalaman hidup yang ada dalam
masyarakat mereka sendiri. Pengalaman hidup masyarakat tentu

2. saja sangatlah banyak dan variatif, termasuk di dalamnya bagaimana perilaku


dan keyakinan atau kepercayaan masyarakat itu sendiri
3. Mofstede
Budaya diartikan sebagai pemrograman kolektif atas pikiran yang membedakan
anggota-anggota suatu kategori orang dari kategori lainnya. Dalam hal ini, bisa
dikatan juga bahwa budaya adalah pemrograman kolektif yang menggambarkan
suatu proses yang mengikat setiap orang segera setelah kita lahir di dunia
4. Bovee Dan Thill
Budaya adalah system sharing atas simbol simbol, kepercayaan, sikap, nilainilai, harapan, dan norma-norma untuk berperilaku
5. Murphy Dan Hildebrandt
Budaya diartikan sebagai tipikal karakteristik perilaku dalam suatu kelompok.
Pengertian in juga mengindikasikan bahwa komunikasi verbal dan non verbal
dalam suatu kelompok juga merupakan tipikal dari kelompok tersebut dan
cenderung unik atau berbeda dengan yang lainnya

6. Mitchel
Budaya merupakan seperangkat nilai-nilai inti, kepercayaan, standar ,
pengetahuan, moral hukum, dan perilaku yang disampaikan oleh individu
individu dan masyarakat, yang menentukan bagaimana seseorang bertindak,
berperasaan, dan memandang dirinya serta orang lain.
Dari beberapa definisi budaya menurut para ahli diatas, bisa diambil kesimpulan tentang
beberapa hal penting yang dicakup dalam arti budaya yaitu: sekumpulan pengalaman
hidup, pemrograman kolektif, system sharing, dan tipikal karakteristik perilaku setiap
individu yang ada dalam suatu masyarakat, termasuk di dalamnya tentang bagaimana
sistem nilai, norma, simbol-simbol dan kepercayaan atau keyakinan mereka masingmasing.
Budaya Lokal
Dalam wacana kebudayaan dan sosial, sulit untuk mendefinisikan dan memberikan
batasan terhadap budaya lokal atau kearifan lokal, mengingat ini akan terkait teks dan
konteks, namun secara etimologi dan keilmuan, tampaknya para pakar sudah berupaya
merumuskan sebuah definisi terhadap local culture atau local wisdom ini. berikut
penjelasannya:

Superculture, adalah kebudayaan yang berlaku bagi seluruh masyarakat. Contoh:


kebudayaan nasional;

Culture, lebih khusus, misalnya berdasarkan golongan etnik, profesi, wilayah atau
daerah. Contoh : Budaya Sunda;

Subculture, merupakan kebudyaan khusus dalam sebuah culture, namun


kebudyaan ini tidaklah bertentangan dengan kebudayaan induknya. Contoh :
budaya gotong royong

Counter-culture, tingkatannya sama dengan sub-culture yaitu merupakan bagian


turunan dari culture, namun counter-culture ini bertentangan dengan kebudayaan
induknya. Contoh : budaya individualisme

Dilihat dari stuktur dan tingkatannya budaya lokal berada pada tingat culture. Hal ini
berdasarkan sebuah skema sosial budaya yang ada di Indonesia dimana terdiri dari
masyarakat yang bersifat manajemuk dalam stuktur sosial, budaya (multikultural)
maupun ekonomi.

Dalam penjelasannya, kebudayaan suku bangsa adalah sama dengan budaya lokal atau
budaya daerah. Sedangkan kebudayaan umum lokal adalah tergantung pada aspek
ruang, biasanya ini bisa dianalisis pada ruang perkotaan dimana hadir berbagai budaya
lokal atau daerah yang dibawa oleh setiap pendatang, namun ada budaya dominan yang
berkembang yaitu misalnya budaya lokal yang ada dikota atau tempat tersebut.
Sedangkan kebudayaan nasional adalah akumulasi dari budaya-budaya daerah.
Definisi Jakobus itu seirama dengan pandangan Koentjaraningrat (2000).
Koentjaraningrat memandang budaya lokal terkait dengan istilah suku bangsa, dimana
menurutnya, suku bangsa sendiri adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh
kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan. Dalam hal ini unsur bahasa
adalah ciri khasnya.
Menurut Judistira (2008:141), kebudayaan lokal adalah melengkapi kebudayaan
regional, dan kebudayaan regional adalah bagian-bagian yang hakiki dalam bentukan
kebudayaan nasional.
Dalam pengertian yang luas, Judistira (2008:113) mengatakan bahwa kebudayaan
daerah bukan hanya terungkap dari bentuk dan pernyataan rasa keindahan melalui
kesenian belaka; tetapi termasuk segala bentuk, dan cara-cara berperilaku, bertindak,
serta pola pikiran yang berada jauh dibelakang apa yang tampak tersebut.
Contoh Budaya Lokal
Suku Sunda merupakan suku yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Suku sunda adalah
salah satu suku yang memiliki berbagai kebudayaan daerah, diantaranya pakaian
tradisional, kesenian tradisional, bahasa daerah, dan lain sebagainya.
Diantara sekian banyak kebudayaan daerah yang dimiliki oleh suku sunda adalah
sebagai berikut :
1. Pakaian Adat/Khas jawa Barat
Suku sunda mempunyai pakaian adat/tradisional yang sangat terkenal, yaitu kebaya.
Kebaya merupakan pakaian khas Jawa Barat yang sangat terkenal, sehingga kini
kebaya bukan hanya menjadi pakaian khas sunda saja tetapi sudah menjadi pakaian
adat nasinal. Itu merupakan suatu bukti bahwa kebudayaan daerah merupakan bagian
dari kebudayaan nasional.
2. Kesenian Khas Jawa Barat

1. Wayang Golek
Wayang Golek merupakan kesenian tradisional dari Jawa Barat yaitu kesenian
yang menapilkan dan membawakan alur sebuah cerita yang bersejarah. Wayang
Golek ini menampilkan golek yaitu semacam boneka yang terbuat dari kayu yang
memerankan tokoh tertentu dalam cerita pawayangan serta dimainkan oleh
seorang Dalang dan diiringi oleh nyanyian serta iringan musik tradisional Jawa
Barat yang disebut dengan degung.
2. Jaipong
Jaipong merupakan tarian tradisional dari Jawa Barat, yang biasanya
menampilkan penari dengan menggunakan pakaian khas Jawa Barat yang
disebut kebaya, serta diiringi musik tradisional Jawa Bart yang disebut Musik
Jaipong.
Jaipong ini biasanya dimainkan oleh satu orang atau sekelompok penari yang
menarikan berakan gerakan khas tari jaipong.
3. Degung
Degung merupakan sebuah kesenian sunda yang biasany dimainkan pada acara
hajatan. Kesenian degung ini digunakan sebagai musik pengiring/pengantar.
Degung ini merupakan gabungan dari peralatan musik khas Jawa Barat yaitu,
gendang, goong, kempul, saron, bonang, kacapi, suling, rebab, dan sebagainya.
Degung merupakan salah-satu kesenian yang paling populer di Jawa Barat,
karena iringan musik degung ini selalu digunakan dalam setiap acara hajatan
yang masih menganut adat tradisional, selain itu musik degung juga digunakan
sebgai musik pengiring hampir pada setiap pertunjukan seni tradisional Jawa
Barat lainnya.
4. Rampak Gendang
Rampak Gendang merupakan kesenian yang berasal dari Jawa Barat. Rampak
Gendang ini adalah pemainan menabuh gendang secara bersama-sama dengan
menggunakan irama tertentu serta menggunakan cara-cara tertentu untuk
melakukannya, pada umumnya dimainkan oleh lebih dari empat orang yang telah
mempunyai keahlian khusus dalam menabuh gendang. Biasanya rampak
gendang ini diadakan pada acara pesta atau pada acara ritual.
5. Calung
Di daerah Jawa Barat terdapat kesenian yang disebut Calung, calung ini adalah
kesenian yang dibawakan dengan cara memukul/mengetuk bambu yang telah

dipotong dan dibentuk sedemikian rupa dengan pemukul/pentungan kecil


sehingga menghasilkan nada-nada yang khas.
Biasanya calung ini ditampilkan dengan dibawakan oleh 5 orang atau lebih.
Calung ini biasanya digunakan sebagai pengiring nyanyian sunda atau pengiring
dalam lawakan
6. Pencak Silat
Pencak silat merupakan kesenian yang berasal dari daerah Jawa Barat, yang kini
sudah menjadi kesenian Nasional.
Pada awalnya pencak Silat ini merupakan tarian yang menggunakan gerakan
tertentu yang gerakannya itu mirip dengan gerakan bela diri. Pada umumnya
pencak silat ini dibawakan oleh dua orang atau lebih, dengan memakai pakaian
yang serba hitam, menggunakan ikat pinggang dari bahan kain yang diikatkan
dipinggang, serta memakai ikat kepala dari bahan kain yang orang sunda
menyebutnya Iket.
Pada umumnya kesenian pencaksilat ini ditampilkan dengan diiringi oleh musik
yang disebut gendang penca, yaitu musik pengiring yang alat musiknya
menggunakan gendang dan terompet.
7. Sisingaan
Sisingaan merupakan kesenian yang berasal dari daerah Subang Jawa barat.
Kesenian ini ditampilkan dengan cara menggotong patung yang berbentuk seperti
singa yang ditunggangi oleh anak kecil dan digotong oleh empat orang serta
diiringi oleh tabuhan gendang dan terompet. Kesenian ini biasanya ditampilkan
pada acara peringatan hari-hari bersejarah.
8. Kuda Lumping
Kuda Lumping merupakan kesenian yang beda dari yang lain, karena dimainkan
dengan cara mengundang roh halus sehingga orang yang akan memainkannya
seperti kesurupan. Kesenian ini dimainkan dengan cara orang yang sudah
kesurupan itu menunggangi kayu yang dibentuk seperti kuda serta diringi dengan
tabuhan gendang dan terompet. Keanehan kesenian ini adalah orang yang
memerankannya akan mampu memakan kaca serta rumput. Selain itu orang
yang memerankannya akan dicambuk seperti halnya menyambuk kuda. Biasanya
kesenian ini dipimpin oleh seorang pawang.
Kesenian ini merupakan kesenian yang dalam memainkannya membutuhkan
keahlian yang sangat husus, karena merupakan kesenian yang cukup berbahaya.

9. Bajidoran
Bajidoran merupakan sebuah kesenian yang dalam memainkannya hampir sama
dengan permainan musik modern, cuma lagu yang dialunkan merupakan lagu
tradisional atau lagu daerah Jawa Barat serta alat-alat musik yang digunakannya
adalah alat-alat musik tradisional Jawa Barat seperti Gendang, Goong, Saron,
Bonang, Kacapi, Rebab, Jenglong serta Terompet.
Bajidoran ini biasanya ditampilkan dalam sebuah panggung dalam acara
pementasan atau acara pesta.
10. Cianjuran
Cianjuran merupakan kesenian khas Jawa Barat. Kesenian ini menampilkan
nyanyian yang dibawakan oleh seorang penyanyi, lagu yang dibawakannya pun
merupakan lagu khas Jawa Barat. Masyarakat Jawa Barat memberikan nama lain
untuk nyanyian Cianjuran ini yaitu Mamaos yang artinya bernyanyi.
11. Kacapi Suling
Kacapi suling adalah kesenian yang berasal dari daerah Jawa Barat, yaitu
permainan alat musik tradisional yang hanya menggunakan Kacapi dan Suling.
Kacapi suling ini biasanya digunakan untuk mengiringi nyanyian sunda yang pada
umumnya nyanyian atau lagunya dibawakan oleh seorang penyanyi perempuan,
yang dalam bahasa sunda disebut Sinden.
12. Reog
Di daerah Jawa Barat terdapat kesenian yang disebut Reog, kesenian ini pada
umumnya ditampilkan dengan bodoran, serta diiringi dengan musik tradisional
yang disebut Calung. Kesenian ini biasanya dimainkan oleh beberapa orang yang
mempunyai bakat melawak dan berbakat seni. Kesenian ini ditampilkan dengan
membawakan sebuah alur cerita yang kebanyakan cerita yang dibawakan adalah
cerita lucu atau lelucon.

Pengertian Budaya Nasional


Budaya Nasional adalah gabungan dari budaya daerah yang ada di Negara tersebut. Itu
dimaksudkan budaya daerah yang mengalami asimilasi dan akulturasi dengan dareah
lain di suatu Negara akan terus tumbuh dan berkembang menjadi kebiasaan-kebiasaan
dari Negara tersebut. Misalkan daerah satu dengan yang lain memang berbeda, tetapi

jika dapat menyatukan perbedaan tersebut maka akan terjadi budaya nasional yang kuat
yang bisa berlaku di semua daerah di Negara tersebut walaupun tidak semuanya dan
juga tidak mengesampingkan budaya daerah tersebut. Contohnya Pancasila sebagai
dasar negara, Bahasa Indonesia dan Lagu Kebangsaan yang dicetuskan dalam Sumpah
Pemuda 12 Oktober 1928 yang diikuti oleh seluruh pemuda berbagai daerah di
Indonesia yang membulatkan tekad untuk menyatukan Indonesia dengan menyamakan
pola pikir bahwa Indonesia memang berbeda budaya tiap daerahnya tetapi tetap dalam
satu kesatuan Indonesia Raya dalam semboyan bhineka tunggal ika.
Kebudayaan Nasional adalah gabungan dari kebudayaan daerah yang ada di Negara
tersebut. Kebudayaan Nasional Indonesia secara hakiki terdiri dari semua budaya yang
terdapat dalam wilayah Republik Indonesia. Tanpa budaya-budaya itu tak ada
Kebudayaan Nasional. Itu tidak berarti Kebudayaan Nasional sekadar penjumlahan
semua budaya lokal di seantero Nusantara. Kebudayan Nasional merupakan realitas,
karena kesatuan nasional merupakan realitas. Kebudayaan Nasional akan mantap
apabila di satu pihak budaya-budaya Nusantara asli tetap mantap, dan di lain pihak
kehidupan nasional dapat dihayati sebagai bermakna oleh seluruh warga masyarakat
Indonesia (Suseno; 1992).
Pembatasan atau perbedaan antara budaya nasional dan budaya lokal atau budaya
daerah menjadi sebuah penegasan untuk memilah mana yang disebut budaya nasional
dan budaya lokal baik dalam konteks ruang, waktu maupun masyarakat penganutnya.

Dengan pelaksanaan pendidikan multikultural dalam proses pembelajaran diharapkan


dapat membangun karakter peserta didik agar mampu bersikap demokratis, humanis
dan pluralis dalam lingkungan mereka. Selain itu diharapkan peserta didik selalu
menjunjung tinggi moralitas, kedisiplinan, kepedulian humanistik, dan kejujuran dalam
berperilaku sehari-hari. Perbedaan yang ada pada masyarakat yang multikultur perlu
diterima sebagai suatu kewajaran dan bukan untuk membedakan, sehingga diperlukan
sikap toleransi agar bisa hidup berdampingan secara damai baik dalam sekala lokal,
regional, nasional dan internasional.
Tekait dengan multikultur yang dimiliki bangsa Indonesia, UU No 20 tahun 2003 tentang
SISDIKNAS menghendaki bahwa pendidikan diselenggarakan:

1. Secara demokratis, berkeadilan serta tidak diskriminatif serta menjunjung tinggi HAM,
nilai: religi, kultural, dan keberagaman suku bangsa.

2. Sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multi makna.
Apalagi tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap
simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang
berbeda. Menurut Imron Mashadi dalam windakutubuku.blogdetik.com pendidikan
multikultural bertujuan mewujudkan sebuah bangsa yang kuat, maju, adil, makmur dan
sejahtera tanpa perbedaan etnik, ras, agama dan budaya. Dengan semangat
membangun kekuatan di seluruh sektor sehingga tercapai kemakmuran bersama,
memiliki harga diri yang tinggi dan dihargai bangsa lain
2.2 Problematika Pendidikan Multikultural di Indonesia
Pembelajaran Berbasis Budaya atau pendidikan multikultural dalam aplikasi maupun
pada tahap persiapan tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang terdapat dalam
setiap komponen pembelajaran.
Beberapa permasalahan pada tahap persiapan awal menurut Dikti pada Sutarno, antara
lain:
1) Guru kurang mengenal budayanya sendiri, budaya lokal maupun budaya peserta
didik;
2) Guru kurang menguasai garis besar struktur dan budaya etnis peserta didiknya,
terutama dalam konteks mata pelajaran yang akan diajarkannya;
3) Rendahnya kemampuan guru dalam mempersiapkan peralatan yang dapat
merangsang minat, ingatan, dan pengenalan kembali peserta didik terhadap khasanah
budaya masing-masing dalam konteks budaya masing-masing dalam konteks
pengalaman belajar yang diperoleh.
Pada kenyataannya berbagai dimensi dari keberagamaan budaya Indonesia dapat
menimbulkan masalah dalam proses pembelajaran, terutama dalam kelas yang budaya
etnis peserta didiknya sangat beragam (Banks, 1997), antara lain:
1) Masalah seleksi dan integrasi isi (content selection and integration) mata pelajaran:

Sejauh mana guru mampu memilih aspek dan unsur budaya yang relevan
dengan isi dan topik mata pelajaran.

Sejauh mana guru dapat mengintegrasikan budaya lokal dalam mata pelajaran
yang diajarkan, sehingga pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik.

2) Masalah proses mengkonstruksikan pengetahuan (the knowledge construction


process)
a. aspek budaya manakah yang dapat dipilih sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memahami konsep kunci secara lebih tepat.
b. bagaimana guru dapat menggunakan frame of reference dari budaya tertentu dan
mengembangkannya dalam perspektif ilmiah
c. bagaimana guru tidak bias dalam mengembangkan persepektif itu. Misalnya kincir air
diambil sebagai frame of reference dari khasanah budaya lokal (tradisional), tetapi dapat
dipakai untuk menjelaskan PLTA.
3) Masalah mengurangi prasangka (prejudice reduction)
a. bagaimana agar peserta didik yang belum mengenal budaya yang dijadikan media
pembelajaran menjadi tidak berprasangka bahwa guru cenderung mengutamakan unsur
budaya kelompok tertentu. Dalam perlakuan ini muncul masalah kesetaraan status
budaya peserta didik yang budayanya jarang dijadikan media pembelajaran.
b. bagaimana agar guru dapat mengusahakan kerjasama (cooperation) dan pengertian
bahwa strategi pemakaian budaya tertentu bukan merupakan kompetisi, tetapi sebuah
kebersamaan. Contoh jika guru memilih Bagong (tokoh wayang di Jawa Tengah) untuk
pembelajaran, maka guru harus menjelaskan siapa Bagong dan mampu mengidentifikasi
tokoh serupa seperti Cepot (Jawa Barat), Sangut (Bali), Dawala dan Bawok (pesisir
utara Jawa). Dengan mengambil contoh yang sepadan, di samping guru dapat
menghindari prasangka bahwa dia mengutamakan unsur budaya tertentu. Situasi
tersebut mendorong kebersamaan antar peserta didik dan saling memperkaya unsur
budaya masing-masing.

4) Masalah kesetaraan pedagogy (equity paedagogy)

Masalah ini muncul apabila guru terlalu banyak memakai budaya etnis atau kelompok
tertentu dan (secara tidak sadar) menafikan budaya kelompok lain. Untuk
mempersiapkan atau memilih unsur budaya membutuhkan waktu, tenaga dan referensi
dari berbagai sumber dan pustaka, mencari tahu dari tokoh sehingga guru dapat
melaksanakan kesetaraan pedagogi. Guru harus memiliki khasanah budaya mengenai
berbagai unsur budaya dalam tema tertentu, termasuk Tionghoa dan yang lainnya.
Misal:
a. Sastra Hikayat Rakyat dengan tema durhaka. Contoh; Malin Kundang (Minangkabau),
Tangkuban Perahu (Sunda), Loro Jonggrang (Yogyakarta).
b. Obat-obatan : jamu (Jawa), minyak kayu putih (Maluku).
c. Tekstil/tenun : batik (Jawa), kain ikat (Nusa Tenggara), songket (Melayu Deli,
Palembang, Kalimantan, Lombok, dan Bali).
d. Perahu Layar: Phinisi (Bugis-Makasar), Cadik (Madura), Lancang Kuning (Melayu).
e. Seni teater: Ludruk (Jawa Timur), Wayang Wong (Jawa Tengah), Lenong (Betawi),
Ketoprak (Yogyakarta).
f. Tokoh Pahlawan: Dewi Sartika (Sunda), Cut Nyak Dien, Cut Meutia (Aceh), Kartini
(Jawa Tengah).

2.3 Peran Guru pada Pelaksanaan Pendidikan Multikultural


Pendidikan multikulturalisme sebagaimana dijelaskan di atas memerlukan pengenalan
terhadap beragam kebudayaan yang dimiliki oleh umat manusia dari beragam suku
bangsa, ras atau etnis, dan agama. Pada pelaksanaannya, pendidikan multikultural di
Indonesia memiliki beberapa tantangan yang diharapkan dapat dicapai, diantaranya:
1. Bagaimana pendidikan mampu meningkatkan produktivitas kerja nasional serta
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi sebagai upaya meningkatkan dan memelihari
pembangunan bekelanjutan
2. Bagaimana membangun kemampuan melakukan research/kajian secara
komprehensif di era reformasi dalam membangun kualitas sumber daya manusia

3. Bagaimana kemampuan meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan


karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan
penguasaan IPTEK dan seni dalam persaingan global
4. Bagaimana kemampuan menghadapi globalisasi bidang politik dan ekonomi
5. Bagaimana mempertahankan ideologi bangsa/mentalitas bangsa dalam berinteraksi
dengan ideologi secara global
Beberapa petunjuk berikut didesain untuk membantu kita lebih baik dalam
mengintegrasikan isi tentang kelompok etnis ke dalam pembelajaran dalam Pendidikan
Multikultural:
1. Guru adalah variabel yang amat penting dalam mengajarkan materi etnis. Jika
kita sebagai guru sudah memiliki pengetahuan, sikap, dan ketrampilan yang
diperlukan, ketika kita menghadapi materi rasial di dalam bahan pelajaran atau
mengobservasi rasisme dalam pernyataan dan perilaku siswa, kita dapat
menggunakan situasi ini untuk mengajarkan pelajaran penting tentang
pengalaman kelompok etnis tertentu.
2. Pengetahuan tentang kelompok etnis diperlukan untuk mengajarkan materi etnis
secara efektif. Baca paling sedikit satu buku utama yang mensurvei sejarah dan
budaya kelompok etnis.
3. Sensitiflah dengan sikap, perilaku rasial kita sendiri dan pernyataan yang kita
buat sekitar kelompok etnis di kelas. Pernyataan seperti Duduk bersimpuh
seperti orang Jawa adalah stereotipe orang Jawa.
4. Yakinkan bahwa kelas kita membawa citra positif tentang berbagai kelompok
etnis. Kita dapat melakukan ini dengan menayangkan majalah dinding, poster,
dan kalender yang memperlihatkan perbedaan rasial dan etnis dalam
masyarakat.
5. Sensitiflah terhadap sikap rasial dan etnis dari siswa kita dan jangan menerima
keyakinan bahwa anak-anak tidak melihat ras, kelompok kaya/miskin, warna
kulit. Karena hal ini disangkal oleh riset. Semenjak riset pertama oleh Lasker
pada tahun 1929, peneliti telah mengetahui bahwa anak yang muda sekali sadar
akan perbedaan rasial dan bahwa mereka cenderung menerima penilaian atas
berbagai kelompok ras yang normatif dalam masyarakat luas. Jangan mencoba

mengabaikan perbedaan ras dan etnis yang Anda lihat; cobalah merespon
perbedaan ini secara positif dan sensitif.
6. Bijaksanalah dalam pilihan kita dalam menggunakan materi pelajaran. Sebagian
materi mengandung stereotipe yang halus maupun mencolok atas kelompok
etnis. Menjelaskan pada siswa kalau suatu kelompok etnis seringkali
distereotipkan, atau menggambarkan materi dari sudut pandang tertentu.
7. Gunakan buku, film, video, dan rekaman yang dijual di pasaran untuk pelengkap
buku teks dari kelompok etnis dan menyajikan perspektif kelompok etnis pada
siswa kita. Beberapa sumber ini mengandung gambaran yang kaya dan kuat atas
pengalaman dari orang kulit berwarna. Siaran di televisi saat ini sudah banyak
yang mengisahkan berbagai peristiwa budaya di tanah air.
8. Berikan sentuhan warisan budaya dan etnis kita sendiri. Dengan berbagi kisah
etnis dan budaya dengan siswa, kita akan menciptakan iklim berbagi di kelas. Hal
ini akan membantu memotivasi siswa mendalami akar budaya dan etnis dan akan
menghasilkan pembelajaran yang kuat bagi siswa kita.
9. Sensitiflah dengan kemungkinan sifat kontroversial dari sebagian materi studi
etnis. Jika kita telah jelas dan paham tentang tujuan pengajaran, kita dapat
menggunakan buku yang kurang kontroversial untuk mencapai tujuan yang sama.
10. Sensitiflah dengan tahap perkembangan dari siswa kita jika kita memilih konsep,
materi, dan aktivitas yang berkaitan dengan kelompok etnis. Konsep dan aktivitas
belajar bagi anak TK dan SD seharusnya spesifik dan kongkrit. Siswa di sekolah
dasar seharusnya diajari konsep seperti persamaan, perbedaan, prasangka, dan
diskriminasi daripada konsep yang lebih tinggi seperti rasisme dan penjajahan.
Visi dan biografi merupakan wahana yang bagus untuk memperkenalkan konsep
ini pada siswa di Taman Kanak-kanak dan sekolah dasar. Kita bisa kenalkan
bagaimana seorang yang memiliki kekurangan dalam segi pendengaran dan
terkucilkan dari lingkungan seperti Thomas Alfa Edison mampu menghasilkan
karya yang spektakuler. Siswa berkembang berangsur-angsur, mereka dapat
dikenalkan konsep, contoh, dan aktivitas yang lebih kompleks.
11. Memandang siswa kelompok minoritas kita sebagai pemenang. Siswa dari kelompok
minoritas ingin mencapai tujuan karier dan akademis yang tinggi. Mereka membutuhkan
guru yang meyakini bahwa mereka dapat berhasil dan berkemauan untuk membantu

keberhasilan mereka. Baik riset maupun teori menunjukkan bahwa siswa lebih mungkin
mencapai prestasi akademis tinggi jika guru mereka memiliki harapan akademis yang
tinggi untuk siswa-siswanya.
12. Ingatlah bahwa orang tua dari siswa kelompok minoritas amat berminat dalam
pendidikan dan ingin anak-anak mereka berhasil secara akademis sekalipun orang tua
mereka terpinggirkan dari sekolah. Jangan menyamakan pendidikan dengan
persekolahan. Cobalah memperoleh dukungan dari orang tua dan menjadikan mereka
partner dalam pendidikan bagi anak-anak mereka.
13. Gunakan teknik belajar yang kooperatif dan kerja kelompok untuk meningkatkan
integrasi ras dan etnis di sekolah dan di kelas. Riset menunjukkan bahwa jika kelompok
belajar itu berkumpul dari berbagai ras, siswa dapat mengembangkan lebih banyak
teman dari kelompok rasial yang lain dan dapat memperbaiki hubungan rasial di sekolah.
14. Yakinkan bahwa permainan sekolah, pemandu sorak, publikasi sekolah, kelompok
informal dan formal yang lain berintegrasi secara rasial. Juga yakinkan bahwa berbagai
kelompok etnis dan rasial memiliki status yang sama di penampilan dan presentasi
sekolah. Dalam sekolah multirasial, jika semua pemegang peran pembimbing di sekolah
diisi oleh karakter Kulit putih, pesan penting dikirimkan pada siswa dan orang dari siswa
kulit berwarna betapa pun pesan itu diintensifkan atau tidak.

Unsur Unsur Budaya dan Contoh Budaya Lokal Indonesia


Rahmad Hidayat IPS Kebudayaan 12:57 PM

Unsur Unsur Budaya dan Contoh Budaya Lokal Indonesia - Kata


"Budaya" berasal dari kata Budayah yang merupakan bentuk jamak dari kata
budhhi (sansekerta). Kata budhhi ini mempunyai arti budi atau akal. Budi
mempunyai arti akalm sedangkan daya mempunyai arti usaha atau upaya.
Budaya versi inggris dikenal dengan "culture" yang mempunyai arti mengolah
atau mengerjakan tanah.

Pada kesempatan sebelumnya kita sudah membahas tentang pengertian


budaya lokal dan budaya nasional. Bila anda belum mengetahui definisi dari
budaya lokal dan budaya nasional, anda dapat membaca terlebih dahulu

artikel tersebut. Setelah mengerti maka anda akan mudah memahami unsurunsur budaya berikut ini.

Unsur-unsur budaya
Berikut ini adalah 7 unsur-unsur budaya yang mana kami mohon maaf tidak
dapat kami jelaskan satu persatu, dan hanya kami sebutkan saja :

religi atau kepercayaan

kekerabatan dan organisasi sosial

mata pencaharian

peralatan hidup

bahasa

kesenian

pengetahuan

Contoh budaya lokal Indonesia


Setelah membahas tentang contoh budaya lokal di Indonesia, sekarang akan
kami berikan contoh tentang contoh-contoh budaya lokal yang terdapat di
Indonesia ini :

1. Tradisi upacara labuhan merapi

Contoh budaya lokal yang pertama adalah tradisi upacara labuhan merapi.
Tradisi ini dilaksanakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono ke 10 setiap tanggal
30 rajab.

2. Tadisi Ngaben

Tradisi Ngaben di Bali - budaya lokal Indonesia

Contoh yang kedua adalah tradisi ngaben. Tadisi ini merupakan suatu upacara
pembakaran mayat yang dilakukan oleh mereka para penganut agama Hindu
di Bali.

3. Tradisi Batapung tawar maayun


Contoh budaya lokal yang ketiga adalah batapung tawar maayun, tradisi ini
dilakukan oleh masyarakat Martapura, Amuntai, Kandangan dan Banjarmasin
sebagai upacara untuk memanjatkan puji syukur kepada Allah swt karena
telah dikarunia anak. Ada juga yang mengatakan bahwa tradisi ini adalah
penyerahan bayi dari bidan ke ibunya.

4. Tradisi era-era tu urau

Contoh budaya lokal yang ke-empat adalah tradisi era-era tu urau. Tradisi ini
adalah upacara tindik telinga untuk anak perempuan atau gadis yang akan
menginjak dewasa. Tradisi ini dilaksanakan di daerah Waropen, Irian Jaya.

5. Tradisi adat jawa


Contoh budaya lokal yang selanjutnya datang dari jawa, atau pulau jawa. Ada
beberapa contoh tradisi adat jawa, dan berikut ini adalah contohnya :

Brokohan, merupakan suatu upacara kelahiran bayi tujuannya sebagau


ucapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Selapanan, upacara pemberian nama pada bayi yang baru berusia 35


hari setelah kelahiran, tujuannya sebagai wujud syukur dan mendoakan si
bayi agar diberi kesehatan, dan menjadi pribadi yang baik.

Tedhak sinten, yaitu tradisi adat jawa yang merupakan upacara bagi
bayi yang usianya 5 - 6 bulan saat pertama turun ke tanah. Tujuan dari
tradisi ini adalah agar si anak menjadi pribadi yang mandiri dan sukses
ketika besar nanti.

Tetesan, yaitu suatu tradisi adat jawa yang merupakan upacara


khitanan untuk putri raja yang usianya telah 8 tahun.

Supitan, yaitu tradisi adat jawa berupa upacara khitanan untuk putra
bangsawan yang usianya sudah 8 tahun.

Tarapan, yaitu tradisi adat jawa yang merupakan inisiai haidh pertama
kali untuk anak perempuan atau gadis.

6. Tradisi perkawinan batak toba


7. Dan masih banyak lagi contoh-contoh budaya lokal di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai