Anda di halaman 1dari 10

DINAMIKA ISLAM DAN BUDAYA JAWA DI ERA MODERN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Budaya Jawa

Dosen Pengampu : M. Abdul kohar, S.Kom.I., M.A.

Di susun oleh :

Khoid Nur Kholis (191221141)

Siti I’anatun Nafi’ah (191221142)

Arumdapta Etika Salsabiela (191221143)

Sonia Anindia Wardani Putri (191221144)

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Modernisasi menjadi fenomena yang sangat umum dan hampir seluruh pelosok
dunia, terutama pada negara-negara berkembang. Seperti yang dapat dilihat bahwa proses
ini memberikan dampak terhadap berbagai lingkup tatanan duni terutama kehidupan
manusia, tidak terkecuali dengan kebudayaan manusia yang juga terpengaruhi.
Perkembangan kebudayaan ini terus berlanjut seiring dengan laju peradaban manusia
sesuai dengan berkembangannya pengetahuan manusia untuk menciptakan suatu hal yang
baru.

Seperti halnya peradaban manusia yang berkembang secara bertahap dari zaman
prasejarah hingga sekarang. Kebudayaan juga berkembang secara bertahap mengikuti
arus perkembangan zaman. Modernisasi dalam bidang kebudayaan dapat dilihat dengan
semakin mudahnya masyarakat dunia mengenal suatu kebudayaan dari suatu daerah,
terutama Jawa yang notabene adalah plot area dimana banyak orang dari berbagai
wilayah berkumpul. Masyarakat juga memiliki kecenderungan selalu berubah – ubah dan
berkembang, dan perubahan tersebut akan selalu terjadi. Seperti yang diungkapan oleh
Anthony Giddens bahwa modernitas meruntuhkan jarak antar ruang dan waktu.

Modernisasi selalu melibatkan globalisasi dan berimplikasi pada perubahan


tatanan sosial dan intelektual, karena dibarengi oleh masuknya budaya impor kedalam
masyarakat tersebut. Namun, modernisasi di satu sisi menawarkan keuntungan dan
kemudahan, akan tetapi juga membawa pada implikasi – implikasi negative.

Kita patut bersyukur bahwa sejak dahulu budaya Jawa tumbuh sebagai budaya
yang memiliki sansibilitas dan fleksibilitas yang tinggi terhadap perubahan-perubahan di
sekitarnya. Nilai-nilai serta pemikiran-pemikiran yang terkandung didalamnya tak pernah
langka oleh waktu, menjadikannya sebagai budaya yang kokoh menghadapi
perkembangan zaman. Namun, tentu itu semua tak lantas kita terbebas dari kewajiban
kita dalam menjaga kebudayaan dalam budaya Jawa. Disinilah tantangan dimana
masyarakat Jawa dituntut untuk dapat mempertahankan kebudayaannya namun juga
harus bisa mengimbangi perkembangan teknologi yang ada sehingga tidak ketinggalan
zaman. Masa modern ini kebudayaan Islam Jawa senantiasa berkembang sesuai seiring
perkembangan ilmu teknologi. Tentu saja bukan hal mudah untuk merubah tradisi-tradisi
tersebut namun setidaknya bisa disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi saat ini.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami menyajikan beberapa rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Kebudayaan Jawa dan globalisasi
2. Modernisasi dalam budaya Jawa
3. Dinamika Islam dan budaya Jawa dalam menghadapi modernitas
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui kebudayaan jawa dan globalisasi
2. Untuk mengetahui modernisasi dalam budaya jawa
3. Untuk mengetahui dinamisak islam dan budaya jawa dalam mengahdapi modernitas
BAB II

PEMBAHASAN

A. BUDAYA JAWA DAN GLOBALISASI

Kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti
kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat atau keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang
menjadi tingkah lakunya. Dapat pula dikatakan bahwa kebudayaan adalah suatu alat(media)
beradaptasi dengan lingkungan( alam, sosial). Kebudayaan dibuat oleh manusia .

Dalam kehidupan berkebudayaan sangat dimungkinkan akan terjadinya akulturasi


budaya, degradasi budaya, dan asosiasi budaya. Faktor yang menyebabkan terjadinya
perpaduan nilai-nilai budaya Jawa dengan Islam adalah budaya Jawa memiliki ciri yang
lentur dan terbuka sikap toleran para walisongo dalam menyampaikan ajaran Islam di tengah
masyarakat Jawa yang telah memiliki keyakinan pra Islam yang sinkretis itu.

Sedikit demi sedikit budaya Jawa yang begitu mengakar kuat sejak zaman dahulu
kala hingga kini tak dapat ditampik akan terkena juga dampak globalisasi. Globalisasi adalah
proses masuknya ke ruang lingkup dunia. Berbagai bentuk perubahan sosial yang menyertai
era globalisasi tersebut pada gilirannya mempengaruhi cara pandang manusia terhadap
kehidupan. Pada era global nilai, norma, dan cara hidup berganti begitu cepat menjadi
tatanan baru yang semakin menjauhkan manusia dari kepastian moral dan nilai luhur yang
telah dipegang teguh sebelumnya. Adanya kecenderungan globalisasi di bidang budaya yang
hendak mengikis jati diri budaya bangsa, dan mengganti dengan nilai-nilai baru yang berasal
dari suatu peradaban tertentu mengancam identitas suatu bangsa.

Sikap masyarakat yang mulai menganggap remeh dan kuno budaya Jawa saat ini
berdampak terhadap keterpurukan budaya Jawa. Keengganan tersebut dipicu perasaan
masyarakat yang merasa bahwa budaya Jawa memiliki pola hidup dan sikap yang kurang
tepat untuk dijunjung di era globalisasi pada saat ini, ketidakpedulian inilah yang
melatarbelakangi semakin pudarnya kebudayaan Jawa, mengalirnya budaya asing di tengah
masyarakat terhadap perkembangan budaya Jawa yang menjunjung tinggi nilai-nilai
keluhuran.

Maka masyarakat harus mengadakan enkulturasi (pembudayaan) budaya Jawa yang


secara terus menerus dilakukan melalui tradisi lisan maupun tertulis. Maka sejak kecil,
seseorang telah diperkenalkan dengan unsur-unsur budaya yang hidup di tengah keluarga
maupun masyarakat. Hal ini membawa pada proses internalisasi nilai budaya dalam
kehidupan setiap individu sehingga tertanam secara mantap dalam pribadinya. Kuatnya adat
istiadat yang melekat dalam sanubari seseorang menyebabkan sulitnya merubah adat yang
telah mengakar di masyarakat. Selain itu, perlunya ditingkatkan tameng diri agar tidak
terbawa kearah kebobrokan, yaitu dengan kita menggunakan filsafat Jawa. Sehingga orang
Jawa tidak kehilangan kepribadiannya.

Adapun potensi falasafah Jawa yang dapat digunakan sebagai tameng diri adalah
sebagai berikut:

1. Ajining diri saka lathi, ajining seliro soko busana artinya nilai diri seseorang terletak
pada gerakan lidahnya, nilai badaniah seseorang terletak pada pakaiannya, harga diri
seseorang terletak pada ucapannya.
2. Aja dhumuko, aja gumun, aja kagetan, artinya jangan sombong, jangan mudah
terkagum-kagum, jangan mudah terkejut.
3. Aja dhumeh, tepo seliro, ngerti kuwalat artinya jangan merasa hebat, tergantung rasa,
tahu karma. Dimanapun kita berada, jangan merasa hebat, berbuat semaunya.
4. Sugih tanpa bandha, digdoyo tanpa aji, ngalurung tanpa bala, menang tanpa
ngasarake artinya kaya tanpa harta, sakit tanpa azimat, menyerang tanpa bala tentara,
menang tanpa merendahkan.
B. MODERNISASI DALAM BUDAYA JAWA

Daerah kebudayaan Jawa itu luas, yaitu meliputi seluruh bagian tengah dan timur dari
Pulau Jawa meskipun demikian ada juga daerah-daerah yang bercirikan kejawen, sebelum
terjadi perubahan status wilayah daerah itu meliputi: Banyumas, Kedu, Yogyakarta,
Surakarta, Madiun dan Kediri. Daerah di luar daerah tersebut dinamakan pesisir dan ujung
timur. Dua daerah bekas jajahan Kerajaan Mataram sebelum terpecah pada tahun 1755, yaitu
Yogyakarta dan Surakarta yang merupakan pusat dari Kebudayaan Jawa.

Masalah pembangunan dan modernisasi, yaitu suatu kelemahan dari mental rakyat
pedesaan di Jawa yang menjadi penghambat besar dalam hal pembangunan adalah sikapnya
yang pasif terhadap hidup. Kesukaan orang Jawa pada ilmu kebatinan, sikap nerima,
ketabahan yang ulet dalam hal nerima tetapi lemah dalam hal berkarya.

Nilai budaya Jawa Islam yang sulit berubah di masa modern ini adalah yang terkait
dengan keyakinan keagamaan dan adat istiadat, seperti kehidupan spiritual di era modern ini
tampak mengalami peningkatan termasuk dalam kalangan masyarakat Jawa. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar orang mulai merasakan dampak atau pengaruh negative
dari budaya modern yang menonjolkan logika dan materi, tetapi kurang dalam nilai spiritual.

Nilai spiritual itu terlihat pada acara selametan dan wetonan dengan membuat bubur
abang putih. Ketenangan batin mereka terusik jika tidak melakukan selametan, apalagi yang
berkaitan dengan siklus kehidupan. Kehidupan spiritual di era modern ini secara umum
memang tampak mengalami peningkatan, termasuk di kalangan masyarakat jawa. Hal ini di
sebabkan karena sebagian besar orang mulai merasa pengaruh negatif dari budaya modern
yang hanya menonjolkan logika dan materi, tetapi kering akan nilai spiritual. Mereka
cenderung mengutamakan hal yang bersifat materi dan rasional., tetapi melupakan nilai
sosial dan batiniah. Sejalan dengan hal itu, maka banyak orang merindukan ketenangan batin
dan larilah mereka ke ajaran agama dan kehidupan spiritual termasuk spiritualitas jawa islam,
yang mulai banyak dilirik kembali oleh masyrakat modern. Kehidupan spiritual di butuhkan
pula oleh manusia modern di saat terjadi persaingan ketat yang menuntut profosionalisme
dan kualitas tinggi di berbagai bidang. Hal ini menyebabkan banyak orang yang stres, dan
mereka mencari ketenangan batin, di antaranya dengan kembali pada tradisi spiritual jawa
islam. Tidak mengherankan jika di era moderen ini upacara yang sejak dulu telah mengakar
di masyarakat, yang bersifat religius magis banyak dilakukan lagi, seperi ruwatan untuk
membuang sial.
Adapun adat istiadat Jawa yang telah mengalami pergeseran nilai dan dipandang
tidak magis lagi, tetapi sekedar bernilai seni, misalnya rangkaian acara dalam pernikahan,
seperti tarub, siraman, midoduren, kacar-kucur, dan sebagainya. Dengan sifat budaya yang
lentur, diharapkan nilai-nilai budaya Jawa Islam yang luhur masih dapat bertahan sewaktu
harus berhadapan dengan unsur budaya modern yang global
C. DINAMIKA ISLAM DAN BUDAYA JAWA MENGHADAPI MODERNITAS

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dinamika berarti gerak (dari dalam); tenaga
yang menggerakkan; semangat. Jadi dinamika adalah gerak masyarkat secara terus menerus
yang menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan. Dinamika
adalah suatu proses terjadinya perubahan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat yang
meliputi perubahan sikap, pola pikir dan tingkah laku. Dengan dinamika tersebut cenderung
berakses pada terjadinya pergeseran nilai dalam tatanan kehidupan masyarakat, yang
berimplikasi pada terciptanya sebuah tatanan baru dalam kehidupan. Dinamika tersebut
merupakan suatu konsekuensi yang dialami dan mesti terjadi dalam suatu kelompok
masyarakat bahkan kepada seluruh manusia.

Wujud budaya tidak lepas dari situasi tempat dan waktu dihasilkannya unsur budaya
tersebut. Oleh karenanya dalam kebudayaan dikenal adanya perubahan. Dengan terjadinya
globalisasi di era modern ini ada unsur budaya lokal yang memiliki nilai universal dan
ditemukan pada bangsa-bangsa yang ada di belahan dunia lainnya.

Dalam proses perubahan kebudayaan ada unsur-unsur kebudayaan yang mudah


berubah dan yang sukar berubah. Berkaitan dengan hal ini, Linthon membagi kebudayaan
menjadi inti kebudayaan (covert culture) dan perwujudan kebudayaan (overt culture). Bagian
inti terdiri dari sistem budaya keyakinan keagamaan yang dianggap keramat, beberapa adat
yang telah mapan dan telah tersebar luas di masyarakat. Bagian inti kebudayaan sulit berubah
seperti keyakinan agama, adat istiadat, maupun sistem nilai budaya. Sementara itu wujud
kebudayaan yang merupakan bagian luar atau fisik dari kebudayaan seperti alat-alat atau
benda hasil seni budaya mudah untuk berubah.

Dengan menggunakan kerangka teori tersebut maka nilai budaya Jawa Islam sulit
berubah di masa modern ini karena berkaitan dengan keyakinan keagamaan dan adat istiadat.
Dalam konteks terjadinya perubahan ke arah modernisasi yang berciri nasionalistis,
matrealistis, egaliter maka nilai budaya Jawa dihadapkan pada tantangan budaya global yang
memiliki nilai dan perwujudan yang pluralistik. Di antara nilai keuniversalan budaya Jawa
itu terletak pada nilai spiritual yang relegius magis. Jadi, penganut budaya Jawa Islam, tidak
dapat meninggalkan tradisi spiritualnya seperti selametan, mitoni, dan sebagainya. Namun,
dalam kenyataannya, ada adat istiadat Jawa yang telah mengalami pergeseran sehingga
dipandang tidak memiliki nilai magis lagi, tetapi sekedar bernilai seni.

Islam adalah agama damai yang tidak mengenal sistem kasta seperti Hindu-Budha.
Namun pada realitanya terdapat beberapa golongan yaitu golongan santri, abangan dan
priyayi. Golongan ini bukan untuk membedakan status sosial seseorang, tapi untuk
mengetahui mana yang lebih pemahamannya tentang agama. Dengan demikian, di Jawa
belum bisa dijadikan Islam murni karena terhalang oleh penjajahan. Umat diarahkan untuk
berjuang dan berjuang melawan orang-orang Barat sehingga umat Islam Indonesia dan Jawa
khususnya belum sempat menciptakan peradaban, belum sempat membenahi ke dalam..

Dengan sifat budaya Jawa yang lentur, diharapkan nilai-nilai budaya Jawa Islam yang
luhur masih dapat bertahan, sewaktu harus berhadapan dengan unsur budaya modern yang
global. Dalam komunikasi antar budaya yang pernah terjadi antara budaya Jawa dengan
budaya Hindu, Budha, dan Islam, ternyata tidak menyebabkan budaya Jawa luntur, tetapi
justru diperkaya dan diperhalus, melalui proses asimilasi maupun akulturasi.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pada masa sekarang sikap masyarakat yang mulai menganggap remeh dan kuno
budaya Jawa saat ini berdampak terhadap keterpurukan budaya Jawa. Keengganan tersebut
dipicu perasaan masyarakat yang merasa bahwa budaya Jawa memiliki pola hidup dan sikap
yang kurang tepat untuk dijunjung di era globalisasi pada saat ini, ketidakpedulian inilah
yang melatarbelakangi semakin pudarnya kebudayaan Jawa. Maka masyarakat harus
mengadakan enkulturasi (pembudayaan) budaya Jawa yang secara terus menerus dilakukan
melalui tradisi lisan maupun tertulis.

Masalah pembangunan dan modernisasi, yaitu suatu kelemahan dari mental rakyat
pedesaan di Jawa yang menjadi penghambat besar dalam hal pembangunan adalah sikapnya
yang pasif terhadap hidup. Kehidupan spiritual di era modern ini secara umum memang
tampak mengalami peningkatan, termasuk di kalangan masyarakat jawa. Hal ini di sebabkan
karena sebagian besar orang mulai merasa pengaruh negatif dari budaya modern yang hanya
menonjolkan logika dan materi, tetapi kering akan nilai spiritual. Adapun adat istiadat Jawa
yang telah mengalami pergeseran nilai dan dipandang tidak magis lagi, tetapi sekedar
bernilai seni, misalnya rangkaian acara dalam pernikahan, seperti tarub, siraman, midoduren,
kacar-kucur, dan sebagainya.

Dalam proses perubahan kebudayaan ada unsur-unsur kebudayaan yang mudah


berubah dan yang sukar berubah. Bagian inti kebudayaan sulit berubah seperti keyakinan
agama, adat istiadat, maupun sistem nilai budaya. Sementara itu wujud kebudayaan yang
merupakan bagian luar atau fisik dari kebudayaan seperti alat-alat atau benda hasil seni
budaya mudah untuk berubah. Dengan menggunakan kerangka teori tersebut maka nilai
budaya Jawa Islam sulit berubah di masa modern ini karena berkaitan dengan keyakinan
keagamaan dan adat istiadat.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Darori. 2000. Islam dan Kebudayan Jawa. Jogjakata: Gama Media

Hatma, Pajar. 2012. Dinamika Pola Pikir Orang Jawa Di Tengah Arus Moderenisasi.
Yogyakarta: E-jurnal UIN Sunan Kalijaga

Makhmudah, Siti. Dinamika Tantangan Masyarakat Islam Di Era Moderenisasi. Jurnal Lemtera

Anda mungkin juga menyukai