oleh :
DHEVI ENLIVENA
NIM. 492/S2/KS/11
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT SENI INDONESIA
SURAKARTA
2012
I. Rangkuman
Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya (Hingga Dekade
1970) Jilid II merupakan kelanjutan dari buku jilid pertama, berisi tujuh bab yang
terdiri dari bab XI hingga bab XVII setelah sepuluh bab yang awal sudah
dimuat dalam buku jilid pertama. Ketujuh bab tersebut membahas, antara lain :
1. Bentuk-bentuk pengelompokan dalam masyarakat, ritual peralihan
2. Freud, Jung, Cassirer, lambang sebagai bentuk pernyataan
3. Malinowski, Fungsionalisme
4. Aliran Leiden dan Radcliffe-Brown tentang Relasi Kebudayaan
Permasalahan Kekerabatan
5. Strukturalisme, Claude Levi-Strauss
6. Etnologi Amerika sesudah 1930
7. Religi, manusia dan masyarakat dalam antropologi budaya sesudah
perang. Permasalahan subyek manusia
Seperti yang termuat dalam pendahuluannya, karya Baal merupakan teks
kuliah teori antropologi budaya yang sudah dikoreksi selama tahun 1976 yang
diberikan pada sejumlah kecil ahli antropologi Indonesia yang datang ke negeri
Belanda untuk studi paska-akademial. Menurut Baal sendiri, buku ini tidaklah
dibuat sebagai suatu sejarah teori yang bulat.
Pada bab ketujuh, Baal mengangkat kembali mengenai bentuk-bentuk
pengelompokan dalam masyarakat, serta menyinggung seputar ritual peralihan.
Pembahasan kembali hal tersebut karena mengingat bahwa pengelompokan
kekerabatan memberikan kepada masyarakat primitif bentuk-bentuk organisasi
yang sangat penting. Namun agar lebih komprehensif, pada bab dibatasi empat
bentuk pengelompokan lainselain pengelompokan kekerabatan yang sudah
dibahas sebelumnyayakni : (1) pengelompokan lokal; (2) pengelompokan
politik; (3) pengelompokan jenis kelamin; dan (4) pengelompokan umur.
Mengenai
pengelompokan
lokal,
Baal
mendefinisikannya
sebagai
kesatuan teritorial yang paling kecil yang meliputi lebih dari satu keluarga atau
dapat disebut sebagai keluarga yang diperluas, dan yang bertempat tinggal
bersama secara demikian, sehingga dimungkinkan setiap hari terjadi kontak
secara teratur (Inggris : face-to-face contact). Perkataan yang paling kecil
mempunyai arti bahwa kelompok lokal itu selalu merupakan bagian dari suatu
kesatuan teritorial yang lebih luas, seperti desa, anak-suku atau suku, distrik,
rakyat atau apa pun juga. (Baal, 1988:2)
Selanjutnya Baal banyak membahas mengenai nomadenisme, seperti
yang terdapat pada tiga kelompok orang Indian Amerika Utara. Selain
pembahasan mengenai bangsa pengembara, juga dimasukkan mengenai
bangsa yang tinggal menetap. Dalam akhir tulisannya mengenai hal ini, Baal
menarik kesimpulan bahwa prinsip teritorial mempunyai peranan penting
bahkan sedemikian pentingnya, sehingga dalam masyarakat yang sangat
sederhana pun kadang-kadang keterikatan tersebut ternyata lebih penting
daripada prinsip keturunan.
Prinsip teritorial juga dapat memainkan peranan dengan cara lain dalam
mengatur perkawinan. Pemilihan seorang istri tidak selalu harus digantungkan
pada hubungan dengan kelompok-kelompok genealogis; itu bisa juga didasarkan
atas hubungan dengan kelompok-kelompok teritorial. Kadang-kadang hubungan
kelompok sendiri lebih suka diperluas dengan sebanyak mungkin kelompok lain
dan hal itu mungkin sekali adalah kelompok-kelompok teritorial (tetapi bisa juga
kedua-duanya sekaligus) (Baal, 1988:8)
Sementara pada sub-bab Pengelompokan Politik, Baal menyatakan
bahwa studi tentang pengelompokan politik selama dua puluh tahun terakhir ini
telah tumbuh menjadi suatu spesialisasi tersendiri, antropologi politik. Dalam
tulisannya kali ini, Baal lebih banyak membahas mengenai kekuasaan dan
kepemimpinan. Beberapa pemikiran Baal yang menarik antara lain mengenai
kekuasaan pemimpin politik yang merupakan fungsi dari tiga faktor, yaitu :
1. Kekuasaan kelompok;
2. Mandat yang diberikan kepadanya (pemimpin) oleh kelompok, artinya
sesuai dengan wewenang untuk bertindak yang diberikan oleh
kelompok; dan
3. Kekuasaannya sendiri, kekuasaan perorangan.
Pada sub-bab selanjutnya, Baal membahas mengenai pengelompokan
seks dimana hal tersebut didasarkan pada perbedaan jenis kelamin yang dengan
berbagai cara dinyatakan secara kultural seperti pembagian fungsi-fungsi
masyarakat, pembagian pekerjaan antara kedua jenis kelamin. Karena lazimnya
wanita mencurahkan perhatian pada pemeliharaan, primer pada pemeliharaan
anak dan sekunder pada pengurusan suami. Ini membuat pembagian tugas
menjadi suatu keharusan, dan dengan sendirinya pembagian itu ada sangkutpautnya dengan kenyataan, bahwa pria lebih besar dan lebih kuat daripada
wanita.
Pada sub-bab selanjutnya, Baal membahas mengenai pengorganisasian
berdasarkan umur, dengan berbagai contoh yang diulas di sepanjang tulisan.
Menarik dalam tulisan Baal kali ini adalah bahwa perbedaan umur berperan
dalam setiap masyarakat. Dengan pengelompokan umur dibatasi dan diatur
secara cermat, maka pembahasan akan mengalir terkait kelas-kelas umur dan
tingkat-tingkat umur.
Menurut Baal, kelompok umur di seluruh dunia terbagi menjadi:
1. Bayi, anak yang belum dapat berjalan;
2. Anak kecil, anak yang masih sangat muda yang sudah bisa berjalan
dan umum juga sudah bisa bicara;
3. Anak, yaitu anak lelaki dan perempuan; sudah mulai menguasai
bahasa secara penuh sampai puber;
4. Remaja (pemuda dan pemudi dalam bahasa Belanda ada istilah
jongelingan dan meisjes, sedangkan perkataan jongerdochter sudah
tidak digunakan dalam bahasa Belanda), kadang-kadang dimasukkan
dalam kelompok yang sama dengan pria dan wanita yang tidak kawin;
5. Yang sudah bersuami/beristri;
6. Orang yang lanjut usia.
Terakhir dalam bab ini, Baal menuliskan mengenai beberapa teori tentang
kelompok, jenis kelamin, dan kelompok usia dari beberapa ahli seperti
Eisenstadt, Schurtz, dan Van Gennep. Banyak pemikiran-pemikiran penting dari
ketiga tokoh tersebut yang dibahas oleh Baal. Seperti tulisan Eisenstadt yang
dianggap membuka kembali studi mengenai usia; ulasan Schurtz terkait
perbedaan kelamin yang memiliki peran penting dalam dasar organisasi; hingga
pemikiran Van Gennep yang membahas kenyataan fundamental dari fungsi
totemisme yang berkaitan dengan kelompok.
Pada bab kedua belas dalam buku ini, Baal memaparkan mengenai
pemikiran beberapa tokoh, antara lain Freud, Jung, dan Cassirer. Pada bagian
awal, Baal membahas mengenai Sigmund Freud, dimana tokoh ini adalah yang
mengawali studi yang sistematis tentang pernyataan kehidupan jiwa yang tidak
disadari atau tidak jelas disadari. Penemuan besarnya adalah bahwa impian
manusia tidak hanya merupakan sisa-sisa isi kesadarannya, yang pada siang
harinya dilakukan secara intensif (apa pun persoalannya), tetapi sering juga
pernyataan dari angan-angan dan pikiran-pikiran yang pada siang harinya telah
dicoba untuk dilupakan.
Selain itu, Baal juga turut menyertakan pemikiran-pemikiran Freud yang
lain, terangkum dalam empat tulisan Freud yang terbit pada tahun 1912 dan
1913. Empat tulisan tersebut antara lain :
1. Tulisan yang membahas mengenai tabu insest. Kebencian emosional
yang kuat terhadap insest menunjukkan, bahwa yang menjadi
persoalan bukan kebencian yang besar terhadap insest tetapi
terhadap nafsu yang terdesak.
2. Tulisan mengenai tabu dan perasaan ambivalensi. Disitu Freud
menggambarkan tabu sebagai perbuatan terlarang yang cenderung
kuat untuk melaksanakannya, tetapi dibawah sadar.
3. Tulisan berjudul Animisme, Magie en Almacht der Gedachten.
Pemikiran Freud yang menarik dalam tulisan ini adalah bahwa orangorang
berpikir
secara magis.
Mereka
memaksakan kejadian.
mulai
memproyeksikan
sebagian
dari
aspirasi
dan
yang
berangkat
kepada
beberapa
hubungan
yang
bermanfaat
dengan
tidak
memuaskanmengejar
tujuan-tujuan
yang
samar-samar
dalam
totemismemenurut
Levi-Strausspersoalannya
ialah
sistematisasi relasi antara alam dan manusia, suatu relasi yang ia rumuskan
lebih lanjut sebagai suatu relasi yang disistematisasikan antara alam dan
kebudayaan (manusia). Setelah uraian yang panjang, Levi-Strauss sampai pada
pendapat bahwa dalam totemisme setiap kali ada kemiripan dari perbedaan
antara satu kategori (jenis) dari alam dan satu kelompok dari kebudayaan
(manusia).
Terakhir,
menutup
bab
tentang
Levi-Strauss,
Baal
memasukkan
pemikirannya terkait dengan mitologi. Dimana Baal menulis bahwa tujuan LeviStrauss ialah membuktikan secara meyakinkan, bahwa pemikiran manusia
dikuasai oleh struktur, yakni struktur yang memang memberikan kemungkinan
untuk
memilih
(seperti
halnya
dalam
bahasa
juga
leksikon
diberikan
10
11
12
Kekurangan
Sebagai sebuah buku jilid kedua, tentu buku ini tidak bisa berdiri sendiri
dan selalu terikat pada buku pertamanya sebagai suatu kesatuan yang utuh dan
berkelanjutan. Hal ini terlihat dari beberapa pernyataan dalam buku ini yang
mengacu pada pembahasan di bab sebelumnyayang kadang bab tersebut
berada pada buku pertamanya.
Sehingga ada kalanya tanpa buku pertamanya, pembaca akan kesulitan
untuk memahami arah bahasan. Saran saya untuk kedepannya, buku jilid kedua
ini dengan jilid pertamanya dapat disatukan dan dicetak kembali menjadi sebuah
buku yang utuh.
Sama dengan buku pertamanya, buku jilid kedua ini juga masih
mempertahankan ukuran huruf yang relatif kecil yang masih kurang nyaman
untuk dibaca.
13