Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERAN KERAJAAN ISLAM DALAM PERLUASAN ISLAM DI JAWA


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Budaya Jawa.
Dosen pengampu : M. Abdul Kohar, S.Kom. I.,M.A.

Oleh:
1. Alifia Natasya Widia Putri :191221115
2. Indah Novita :191221116
3. Isnaini Puji Widyasari :191221117

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Pulau Jawa ada beberapa kerajaan Islam yang ikun serta berperan untuk
menyebarluaskan ajaran agama Islam. Setiap kerajaan mempunyai peran masing-
masing. Kerajaan-kerajaan tersebut di antaranya : Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang,
Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, dan Kerajaan Banten. Kerajaan-kerajaan
tersebut menjalin kerjasama untuk menyebarluaskan ajaran Islam. Sejak abad ke-5
jawa sudah mengenal pemeritahan yang saat itu dinamai kerajaan. Perkembangan dan
penyebaran islam dinusantara dapat dianggap sudah terjadi pada tahun-tahun awal
abad ke-12. Kebudayaan baru didalam kepustakaan antara lain dikenal sebagai masa
peralihan.

Menurut thome pires diungkapankannya dalam suma oriental, yaitu dengan


dua cara, dengan suka rela dan terpaksa. Menurut cara yang pertama adalah yang
tertua, dimana pada saat itu bangsawan yang kafir/non islam yang memeluk agma
islam dianggap maratabatnya akan menjadi lebih tinggi. Proses islamisasi secara
sukarela ini banyak terjadi di daerah pantai utara jawa timur, islamisasi kota tuban
adalah contohnya. Cara yang kedua adalah dengan kekerasan/ paksaan, di pantai utar
jawa tengah. Diman penguasa/bangsawan mendirikan perkampungan di bandar
sebagai kubu-kubu pertahann, islmisasi ini banyak terjadi di kota jepara dan demak.
Kerajaan Mataram melakukan konfrontasi ke Surabaya dan Batavia. Di Batavia tidak
hanya merebut kekuasaan tetapi juga untuk mengusir Belanda.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana proses Islamisasi di Kerajaan Demak ?
b. Bagaimana pengaruh perkembangan Islam di Kerajaan Pajang?
c. Bagaimana peran kerajaan Mataram dalam penyebaran Islam?
d. Bagaimana proses pengislaman di Kerajaan Cirebon?
e. Apa peranan Kerajaan Banten dalam penyebaran agama Islam?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui proses Islamisasi di Kerajaan Demak
b. Untuk mengetahui pengaruh perkembangan Islam di Kerajaan Pajang
c. Untuk mengetahui peranan Kerajaan Mataram dalam penyebaran Islam
d. Untuk mengetahui proses pengislaman di Kerajaan Cirebon
e. Untuk mengetahui peranan Kerajaan Bnaten dalam penyebaran agama Islam

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerajaan Demak
Sejak masuknya islam dijawa pada abad 15, Pantai utara laut jawa
dijadikan sebagai pusat perdagangan dan pelayaran yang menghubungkan antara
malaka, indonesia bagian barat dengan kepulauan rempah-rempah di maluku.
Islamisasi di kota atu bandar-bandar menurut thome pires diungkapankannya
dalam suma oriental, yaitu dengan dua cara, dengan suka rela dan terpaksa.
Menurut cara yang pertama adalah yang tertua, dimana pada saat itu bangsawan
yang kafir/non islam yang memeluk agma islam dianggap maratabatnya akan
menjadi lebih tinggi. Proses islamisasi secara sukarela ini banyak terjadi di daerah
pantai utara jawa timur, islamisasi kota tuban adalah contohnya. Cara yang kedua
adalah dengan kekerasan/ paksaan, di pantai utar jawa tengah. Dimana
penguasa/bangsawan mendirikan perkampungan di bandar sebagai kubu-kubu
pertahann, islmisasi ini banyak terjadi di kota jepara dan demak
Kisah berdirinyaa kerajaan Demak mirip dengan kisah berdirinya kerajaan
Majapahit yang digantikannya. Babad Tanah Jawi mengkisahkan bahwa Raden
Fattah atas petunjuk Sunan Ampel membuka hutan di Gelaga Wangi dan Kota
Baru itu lalu diberi nama Bintara.
B. Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang merupakan kerajaan Islam yang ada di Pulau
Jawa,tepatnya di Jawa Tengah. Kerajaan Pajang dipimpin olej Joko Tingkir.
Joko Tingkir berasal Pengging, di lereng Gunung Merapi. Oleh Raja
Demakketiga,Sultan Trenggono, Jaka Tingkir diangkat menjadi penguasa
Pajang. JokoTingkir merupakan Raja pertama dari Kerajaan Pajang. Joko
Tingkir juga dikenal dengan nama Raden Mas Karebet. Selanjutnya Joko Tinkir
mendapat gelar Sultan Hadiwijaya.
Islam yang semula berpusat di pesisir utara Jawa (Demak) dipindahkan
ke pedalaman membawa pengaruh yang besar dalam penyebarannya. Selain
Islam yang mengalami perkembangan, politik juga mengalami perkembangan.
Pada masanya, Jaka Tingkir memperluas kekuasaannya ke arah timur hingga
Madiun di area pedalaman tepi aliran sungai Bengaawan Solo. Pada tahun 1554
Jaka Tingkir mampu menduduki Blora dan Kediri pada 1577.
Pada masa kepemimpinan Sultan Hadiwijaya, kejayaan yang sudah
dikembangkan pada masa Kerajaan Demak dapat dikenal di pedalaman dan
berkembang pesat di dalamnya seperti kesenian, kesusastraan dan penyebaran
agama Islam. Jaka Tingkir memimpin hingga tahun 1587 dan meninggal pada
tahun yang sama. Pasca meningglnya sultan Pajang tersebut, estafet kekuasaan
jatuh pada Aria Pengiri yakni menantunya yang juga adalah anak dari Sultan
Prawoto. Aria Pengiri pada saat itu mendapat kekuasaan di Demak bersama
para pejabat bawaannya pindah ke Pajang untuk menjadi pengganti Jaka
Tingkir, sementara anak dari Jaka Tingkir yakni Pangeran Benowo mendapat
kekuasaan di Jipang yang sekarang bernama Bojonegoro.
Pangeran Benowo merasa tidak puas dengan hasil yang diterimanya
yakni menjadi penguasa di Jipang, alhasil Pangeran Benowo meminta bantuan
Senopati pemimpin Mataram untuk mengusir raja baru di Pajang tersebut.
Hingga akhirnya pada tahun 1588 Kerajaan Pajang mampu dikuasinya. Sebagai
ungkapan terimakasih, Pangeran Benowo menawarkan untuk menyerahkan
haknya yakni warisan dari sang ayah untuk Senopati. Tetapi, Senopati ingin
tetap tinggal di Mataram akhirnya Senopati hanya meminta pusaka kerajaan
saja. Berhubung Mataram pada saat itu sedang dalam proses menjadi kerajaan
besar, Pangeran Benowo dikukuhkan menjadi raja Pajang selanjutnya dan
Kerajaan Pajang sepakat berada di dalam wilayah Kerajaan Mataram.
Riwayat kerajaan Pajang berakhir tahun 1618. Kerajaan Pajang waktu
itu memberontak terhadap Mataram yang ketika itu dibawah Sultan Agung
namun akhirnya dihancurkan.

C. Kerajaan Mataram
Pusat kebupatian Mataram ialah Kota Gede, dekat Yogya sekarang.
Perhubungan Ki Gede Pamanahan secara pribadi amat rapat dengan Adiwijaya
sehingga putra Ki Gede yang bernama Raden Bagus.
Pada Tahun 1575, wafatlah Ki Gede Pamanahan. Tidak pelak lagi, segala jabatan
ayahnya diberikannya kepada Raden Bagus, yang oleh sang panembahan menjadi
bupati untuk Mataram dan menjadi kepala prajurit pengawal pribadi baginda.
Akhirnya dinaikkan menjadi panglimaperang, seluruhnya diberi gelar senopati.
1. Meneruskan politik Ekspansi Senapati
Sampai pada saat meninggalnya pada tahun 1601 Senapati telah berhasil
meletakkan dasar-dasar kekuasaan Mataram atas Jawa Tengah dan sebagian
besarJawa Timur. Namun kekuasaan Mataram ini, terutama atas Jawa Timur
belum mantap benar. Polarisasi kekuasaan antara pesisir dan pedalaman yang
terjadi sejak runtuhnya Majapahit berkembang menjadi konflik politik yang
berkepanjangan, terlebi setelah kekuasaan politik di Jawa berpusat di
pedalaman, yakni di Pajang dan di Mataram. Stabilitas kekuasaan pemerintah
pusat atas daerah-daerah pesisir tersebut sangat bergantung kepada kuatnya
kekuasaan para penguasa pusat, pasang-surutnya kekuasaan pemerintah pusat
yang berada di Jawa Tengah itu akan membawa akibat bahwa setiap kali
daerah-daera taklukkan di pesisir itu berusaha melepaskan diri dan bertindak
merdeka. Dipandang dari segi sosial-ekonomi, politik ekspansi Mataram
sebenarnya mengandung aspek “penghancuran diri”, namun dipandang dari
segi sosial-kultural mempunyaidampak jangka panjang yang mendukung
proses integrasi.`
Politik ekspansi Senapati dilanjutkan oleh pengganti-penggantinya,yaitu Mas
Jolang dan lebi-lebih oleh Sultan Agung.
Mas Jolang atau Panembahan Krapyak (Seda-ing-Krapyak) tahun 1601-
1613 lebih banyak menggunakan waktu pemerintahannya untuk
mempertahankan daerah-daerah taklukan yang diwariskan dari ayahnya,
karena seperti dikatakan di atas saat-saat pergantian tahta senantiasa
digunakan oleh daerah-daerah vasal untuk memberontak dan melepaskan diri.
Pemberontakan-pemberontakan terhadap Mas Jolang justru datang dari
kalanagan keluarga dinasti sendiri, ialah Pangeran Puger di Demakdan
Pangeran Jayaraga di Panaraga.

2. Kenaikan Tahta Raja Besar Sultan Agung (1613-1645)


Sepeninggal Mas Jolang (Panembahan Krapyak) tampillah Raden Mas
Jatmika atau Raden Mas Rangsang sebagai raja menggantikan ayahnya
dengan gelar Prabu Pandhita Anyakrakusuma dan kemudian Sultan Agung
Senapati Ing Ngalaga Ngabdurahman Sayidin Pranatagama atau lebih dikenal
dengan nama Sultan Agung. Sebenarnya Mas Jolang dalam masa hidupnya
telah menjanjikanRaden Mas Wuryah atau Raden Mas Martapura sebagai
calon penggantinya,sehinnga diapula yang diangkat sebagai Pangeran Adipati
Anom. Namun sebagai dikatakan Babad Tanah Jawi kemudian Mas Jolang
menerima wangsit (pesan illahi) bahwa Raden Rangsang telah ditakdirkan
menjadi raja besar pembawa kejayaan Mataram. Gelar-gelar kebesaran yang
diberikan kepada Raden Mas Rangsang pada saat penobatannya memang akan
terbuktu dikemusian hari.
Konsep kenegaraan yang hendak dibangun oleh Sultan Agung adalah
konsep kenegaraan yang didasarkan pada hak illahi (drive right) raja. Menurut
konsep itu Raja dipandang sebagai khalifah, wali Tuhan (Allah) di
dunia.Meskipun dalam teologi Islam kedudukan raja khalifatullah
penempatannya tidak sama atau sejajar dengan kedudukan raja-dewa seperti
halnya dalam konsep India-Hindu.
3. Politik Ekspansi Mataram
Untuk mempersatukan seluruh Jawa di bawah Mataram sebagai
perwujudan konsep ajaran “Kenegaraan Agung Binthara” maka seluruh masa
pemerintahan Sultan Agung ditandai dengan ekspedisi dan peperangan. Sultan
Agung mengambil strategi yang seimbang dalam politik ekspansinya, ialah
dengan mengarahkan politik ekspansinya baik ke arah timur maupun ke arah
barat. Sasaran Politik ekspansi Sultan Agung iala ke arah timur dipusatkan
untuk menguasai Surabaya dan ke Barat dipusatkan untuk merebut dan
mengusir Belanda dari Batavia.
a. Konfrontasi melawan Surabaya (1620-1625)
Surabaya merupakan saingan utama Mataram di Jawa Timur. Berkat
kedudukannya Surabaya memiliki posisi yang yang sangat kuat dibidang
ekonomi maupun politik.
Untuk mematahkan Surabaya Strategi Mataram pertama-tama ialah
memisahkan Surabaya dari sekutu-sekutunya. Setelah pada 1614
Mataramdapat menaklukkan daerah-daerah seperti Madiun, Kediri,
Malang, Renong, Lumanjang, dan masih banyak daerah yang dapat
ditaklukkan oleh Mataram.
b. Konfrontasi Melawan Batavia (1628-1629)
Setelah Surabaya jatuh, tinggal Banten, Batavia, dan Cirebon yang
belum mengakui kedaulatan Mataram sebagai penguasa tertinggi kerajaan
Jawa. Banten dapat berkembang menjadi saingan Mataram berkat
perdaganga lada. Batavia dalam kebutuhan beras banyak tergantung pada
Mataram. Dengan Cirebon sebenarnya sudah terjalin hubungan baik sejak
awal berdirinya Mataram.
4. Struktur dan Sistem Pemerintahan Mataram
Menurut pola lingkaran konsentris tersebut maka wilayah Mataram terbagi
menjadi lingkaran wilayah ;
a. Kutanagara atau disingkat Kutagara : Keraton maupun titik pusat, sedang
keraton bersama Nagara atau Kutagara adalah lingkaran wilayah pertama
yang merupakan pusat kerajaan yang berfungsi sebagai ibu kota negara.
b. Nagara Agung : lingkaran wilayah di sekitar Kutagara yang masih
termasuk inti kerajaan (ibu kota besar) yang berisi tananh lungguh
(jabatan) para bangsawan dan pejabat tinggi kerajaan yang tinggal di
Kutanagara.
c. Mancanagara : lingkaran wilayah paling luar dalam Kerajaan Mataram,
Wilayah ini tidak dibagi-bagi sebagai tanah lungguh para bangsawan atau
pejabat kerajaan tetapi khusus diperuntukkan sebagai sumber pemasukkan
pajak bagi keraton.
D. Kerajaan Cirebon

Sejak sebelum kerajaan Demak menjadi kerajaan islam sebenarnya telah


terdapat hasrat yang kuat untuk memperluas kekuasaan ekonomi kearah Barat.
Hasil padi yang sangat besar yang dihasilkan oleh dataran rendah alluvial yang
subur sepanjang pantai utara Cirebon dan Kendal, merupakan hasil tambahan
yang cukup penting bagi perdagangan beras demak dengan perdagangan-
perdagangan dari seberang laut. Berita Tome Pires mengenai telah dibangunnya
Factorij bagi perdagangan beras Demak di daerah Cirebon yang ada di bawah
kekuasaan Raja Sunda-Hindu di Galuh menunjukan bahwa Kerajaan Galuh itu
sudah lama kehilangan kemerdekaannya.

Hubungan Demak dengan Cirebon diselenggarakan dengan kapal-kapal


pantai. Berita Tome Pires menyebutkan pula bahwa pelabuhan-pelabuhan yang
penting antara Demak dan Cirebon antara lain adalah Semarang, Tegal dan Losari.
Berita Portugis yang mengatakan bahwa beberapa kota pelabuhan di Jawa Barat
yang masih dikuasai oleh Pajajaran menolak kedatangan orang-orang Moor
(islam) memberikan petunjuk secara tidak langsung bahwa perkampungan islam
di Cirebon yang di dirikan oleh pedagang-pedagang islam dari Demak masih
merupakan perkampungan-perkampungan yang baru. Tidak menolak
kemungkinan pula bila diantara pendiri perkampungan islam itu memiliki asal-
usul keturunan Cina. Mengingat Tome Pires meningglkan Jawa kira-kira pada
1515, dapatlah diduga mengenai awal pesatnya perdagangan laut di Cirebon kira-
kira dimulai abad ke-15 atau pada permulaan abad ke-16. Dari pemberitaan itu
dapat disimpulkan pula bahwa antara perkampungan atau kelompo pedagang
islam yang ada di Demmak dan di Cirebon terdapat saling hubungan satu dengan
lainnya.

Pegislaman dan berdirinya kerajaan islam di Cirebon tak terlepas dari


pengaruh Demak. Fatahillah mengislamkan dan mendirikan kerajaan Islam di
Cirebon juga atas nama Raja Demak. Fatahillah adalah ipar dari Sunan
Trenggana, karena mengawini saudara perempuan Raja Demak itu. Peranan yang
cukup besar, tidak saja dalam agama, tetapi lebih-lebih juga dalam militer,
rupanya menyebabkan dia mendapatkan kepercayaan dari Sultan Trenggana untuk
mengadakan ekpansi ke Jawa Barat. Setelah berhasil merebut Banten sebagai
pangkal tolak pengislaman di Jawa Barat. Maka Ftahillah segera merebut dan
mengislamkan seluruh pantai uata Jawa Barat sampai di Cirebon, Sunda Kelapa,
Bandar Pajajaran, yang dapat menjadi saingan, direbut pada tanggal 1527, dan
sebagai bagian dari Banten diberinya nama Jayakarta.

E. Kerajaan Banten
Menjelang datangnya islam peranan Banten mulai berarti. Nama
Wahanten Girang sebagai disebut-sebut dalam kitab Carita Parahyangan
kiranya dapat dihubungkan dengan Banten. Sudah dapat dipastikan bahwa
Banten pada waktu itu masih dibawah kekuasaan kerajaan Hindu-Sunda
Pajajaran yang berpusat di Pakuan dekat Bogor sekarang.
Portugis sangat berkepentingan dengan kedua pelabuhan yang dekat
dengan kerajaan Banten. Kerajaan Pajajaran pun memandang Portugis akan
dapat membantunya dalam menghadapi orang Islam yang di Jawa Tengah
telah berhasil mengambil alih kekuasaan dari tangan raja-raja bawahan
Majapahit. Karenanya pada 1522 raja Pajajaran bersedia mengadakan
perjanjian persahabatan dengan Portugis yang diwakili oleh panglima
Hendrique leme namun sebelum orang-orang Portugis sempat mengambil
manfaat dari perjanjian yang menguntungkan mereka. Yaitu mendirikan pos
perdagangan lada, kedua pelabuhan pajajaran itu telah diduduki oleh orang-
orang islam Nurulah atau Fatahillah yang kemudian bergelar Sunan Gunung
Djati menduduki Banten beberapa tahun sesudah 1522 dan 1527 berhasil pula
merebut Bandar Sunda Kelapa.
Jatuhnya kerajaan Hindu terakhir di Jawa Barat ini bagi generasi
berikutnya tidak memiliki makna yang cukup berarti seperti halnya jatuhnya
kerajaan Majapahit bagi raja-raja islam di Demak. Pajajaran tidak pernah
menjadi pusat kebudayaan seperti halnya Majapahit. Demikianlah maka, raja-
raja Banten islam tidak penah memandang dirinya sebagai pengganti dan
penerus kerajaan pajajaran, pendhulunya sebagai mana halnya raja-raja
Demak di Jawa Tengah terhadap raja-raja Majapahit.
Dalam peperangan yang terjadi antara Banten dan Japara gugurlah
Demang Laksamana Japara karena kehilangan abdinya yang diandalkan maka
pangeran Arya Japara mengurungkan niatnya untuk merebut Banten dan
kembalilah ke Japara.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kerajaan-kerajaan tersebut menjalin kerjasama untuk menyebarluaskan ajaran
Islam. Sejak abad ke-5 jawa sudah mengenal pemeritahan yang saat itu dinamai
kerajaan. Perkembangan dan penyebaran islam dinusantara dapat dianggap sudah
terjadi pada tahun-tahun awal abad ke-12. Kebudayaan baru didalam kepustakaan
antara lain dikenal sebagai masa peralihan. Kerajaan-kerajaan tersebut di antaranya :
Kerajaan Demak, Kerajaan Pajang, Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, dan
Kerajaan Banten.
Kisah berdirinyaa kerajaan Demak mirip dengan kisah berdirinya kerajaan
Majapahit yang digantikannya. Babad Tanah Jawi mengkisahkan bahwa Raden Fattah
atas petunjuk Sunan Ampel membuka hutan di Gelaga Wangi dan Kota Baru itu lalu
diberi nama Bintara. Kerajaan Pajang merupakan kerajaan Islam yang ada di Pulau
Jawa,tepatnya di Jawa Tengah. Kerajaan Pajang dipimpin olej Joko Tingkir. Pusat
kebupatian Mataram ialah Kota Gede, dekat Yogya sekarang. Perhubungan Ki Gede
Pamanahan secara pribadi amat rapat dengan Adiwijaya sehingga putra Ki Gede yang
bernama Raden Bagus. Sejak sebelum kerajaan Demak menjadi kerajaan islam
sebenarnya telah terdapat hasrat yang kuat untuk memperluas kekuasaan ekonomi
kearah Barat. Menjelang datangnya islam peranan Banten mulai agak berarti. Nama
Wahanten Girang sebagai disebut-sebut dalam kitab Carita Parahyangan kiranya
dapat dihubungkan dengan Banten.
DAFTAR PUSTAKA

Hamka.2016.Sejarah Umat Islam Pra-Kenabian hingga Islam di


Nusantara.Depok:Gema Insani.

Daliman A.2012. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di


Indonesia.Yogyakarta:Penerbit Ombak.

Adhim Alik Al.2012. Kerajaan Islam di Jawa.Surabaya:Jepe Press Media Utama

Yatim Badri.2019.Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II.Jakarta:PT


RajaGrafindo Persada.

Amarseto, Binako. 2015. Ensiklopedia Kerajaan Islam Di Indonesia. Yogyakarta :


Istana Media.

Anda mungkin juga menyukai