Anda di halaman 1dari 83

www.datukkhairil.

com

SEJARAH
KERAJAAN SUNGGAL

Disusun oleh:
Datuk Khairil Anwar, S.E., M.H.
Keturunan Kerajaan Sunggal

Medan, 2008

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 1
www.datukkhairil.com

Datuk Badiuzzaman Sri Indra Pahlawan Surbakti


Pejuang Penentang Penjajahan Belanda
1872 – 1895

I. Datuk Baduzzaman Seorang Tokoh Sejarah


Data Pribadi Datuk Baduzzaman
Tempat/ Tgl Lahir : Sunggal (Kecamatan Medan Sunggal Propinsi) tahun 1845
Nama Ayah : Datuk Abdullah Ahmad Surbakti Sri Indera Pahlawan
Nama Ibu : Tengku Kemala Inasun Bahorok
Istri : Aja Uncu Besar
Nama Anak-Anak :
1. Datuk Mohd. Munai Surbakti
2. Datuk Mohd. Inggot Surbakti
3. Datuk Ralit Surbakti
4. Datuk Kinu Surbakti
5. Aja Itam Buruk Br. Surbakti
6. Aja Itam Merah Br. Surbakti
7. Aja Loyah Br. Surbakti
Nama Saudara :
1. Datuk Mohd.Mahir Surbakti,
2. Datuk Mohd. Lazim Surbakti,
3. Datuk Mohd Darus Surbakti,
4. Datuk Alang Muhammad Bahar Surbakti,
5. Datuk Mohd. Alif,
6. Aja Amah/Olong Br. Surbakti, dan
7. Aja Ngah Haji Surbakti

Pendidikan
1. Belajar Bahasa Melayu di Sunggal dengan guru kerajaan di bawah bimbingan
pamannya Datuk Mohd. Abdul Jalil Surbakti dan Datuk Mohd. Dini Surbakti.
2. Mendalami ilmu agama Islam di berbagai tempat, seperti di daerah Sunggal, Kota
Bangun, dan Aceh. Ia menguasai Bahasa Arab dan Ilmu Tauhid, serta hukum

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 2
www.datukkhairil.com

syariat Islam, belajar pada beberapa guru dan ulama, salah satunya bernama Syekh
Maulana Muchtar penasihat spiritual kerajaan Sunggal zaman Datuk Abdullah Ahmad Sri
Indra Pahlawan Surbakti.
3. Menguasai Bahasa Melayu dengan baik dan Bahasa Karo sebagai bahasa leluhurnya.
Datuk Badiuzzazman Sri Indra Pahlawan Surbakti sebagai putra seorang Penguasa
Sunggal sangat tekun mempelajari adat istiadat Karo/Melayu di daerah Sunggal, Jejabi,
Kinangkung, dan Desa Gajah di bawah bimbingan tokoh-tokoh adat Melayu dan Karo
yang sebagian merupakan keturunan dari Ator Surbakti dan Adir Surbakti.
5. Prinsip dasar seorang pemimpin rakyat dan jiwa seorang kesatria/pahlawan oleh
ayahnya. Datuk Ahmad Sri Indra Pahlawan Surbakti Raja Urung Sunggal Serbanyaman
VIII selalu mengajarinya tentang sifat-sifat seorang pahlawan yang harus dimilikinya,
yakni
Bila ia bersungut maka ia bersungut dawai
Bila ia memandang maka ia bermata kucing
Bila ia memegang, maka ia bertangan besi
Bila ia merasa maka ia berhati waja
Bila ia berkarib setia ia tiada bertukar
Bila ia berjuang maka pantang surut ia biar selangkah
Bila ia menjumpai maut, mati ia berkapan cindai 1
Pesan itu hendak mengatakan bahwa seorang pahlawan harus bersikap pantang menyerah,
pantang surut biar selangkah pun, tetap setia sikap dan prinsip hidupnya. Bila ia mati
maka namanya akan tetap harum, karena hidupnya ditaburi dengan semangat
pengorbanan, rela berkorban, sikap tanpa pamrih pribadi yang diwujudkan dalam
perjuangannya.

II. Keteladanan Datuk Badiuzzaman


Sebagai sosok tokoh masyarakat, Datuk Budiuzzaman yang berjiwa besar dan rela
berkorban memberi keteladanan:

1
Menurut T. Luckman Sinar dalam bukunya Perang Sunggal (1996: 3), sifat kepahlawanan itu
dipesankan Datuk Kecil kepada Datuk Badiuzzaman. Tapi versi keluarga besar Puak Sunggal menyatakan
ajaran itu langsung disampaikan oleh ayahnya kepada anak-anaknya, termasuk Datuk Badiuzzaman.
Terlepas dari perbedaan ini, yang pasti adalah Datuk Badiuzzaman telah mengenal sejak kecil dan
mendalami bagaimana sebenarnya sifat pahlawan itu.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 3
www.datukkhairil.com

1. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, seperti keadilan, keselamatan, dan


kesejahteraan rakyat Sunggal;
2. Selalu membina persatuan dan kesatuan lintas etnik, yakni Karo, Melayu, Aceh, Gayo,
dan lainnya dalam upaya mempertahankan wilayah Sunggal dari penjajahan Belanda;
3. Menerapkan prinsip musyawarah dan mufakat dalam mencapai suatu tujuan;
4. Konsisten dalam perjuangan untuk mencapai kebebasan;
5. Menjaga persatuan “bangsa” atau kaumnya;
6. Pantang menyerah dalam perjuangan;
7. Rela mengorbankan hidupnya dalam perjuangan membela kebebasan dan
kesejahteraan rakyat dan masyarakatnya hingga mengalami pembuangan dan terpisah
dari keluarganya sampai wafatnya.

III. Kerajaan Sunggal Serbanyaman


Kerajaan Sunggal Serbanyaman yang didirikan oleh keluarga besar Puak Sunggal
diawali dengan tokoh Jolol Karo-Karo Surbakti yang mempunyai anak bernama Sirukati
Surbakti. Sirukati Surbakti mempunyai dua orang anak, yakni Kebal Surbakti dan
Sirsir/Serser Surbakti. Sirsir/Serser Surbakti mempunyai saudara empat orang, salah
satunya bernama Kebal Surbakti yang berasal dari Pak Pak (Dairi). Keduanya melakukan
perjalanan dari daerah Pak Pak/Dairi turun gunung ke daerah Tanah Karo dan Gayo Alas.
Kebal Surbakti kemudian membuat perkampungan di Lingga dan Sirsir mengembara
sampai ke Tanah Alas di Lingga Raja, terus ke Torong dan membuat perkampungan di
sana. Sirsir kemudian menikah dengan seorang Putri yang dipercayai sebagai penjelmaan
dari seekor gajah maka anaknya kemudian dinamai Gadjah Surbakti.
Gadjah Surbakti kemudian membuat kampung di Sitelu Kuru dan dinamakan
Kampung Gadjah. Dengan demikian, tidak heran apabila terjadi hubungan yang erat
antara masyarakat di Sitelu Kuru, Penghulu Gadjah, Penghulu Lingga, dan marga
Surbakti. Gadjah Surbakti mempunyai tiga orang anak, yakni Ator Surbakti, Nangmelias
Br Surbakti, dan Adir Surbakti.
Adir Surbakti kemudian mendirikan kampung di Sembuaikan di kaki Gunung
Sibayak dan menamakan Songgal. Atas pengaruh Datuk Kota Bangun, ia kemudian
memeluk Agama Islam tahun 1632. Adir mempunyai anak sepuluh orang anak, yaitu

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 4
www.datukkhairil.com

sembilan laki-laki dan seorang wanita bernama Nang Baluan. Di antara anak laki-lakinya
bernama Mahbub dan Borang. Adir adalah pendiri Kerajaan Sunggal yang ketika itu
kekuasaanya cukup kuat meliputi bekas wilayah kerajaan Aru II di Deli Tua. Ia
memerintah dari 1629-1651. Ketika Aceh menaklukkan Deli tahun 1612, Sultan Aceh
menempatkan seorang wakilnya di Deli, yaitu Gotjah Pahlawan. Melihat Sunggal begitu
kuat pengaruhnya di daerah Deli Tua dan orang-orang Karo di Pegunungan, maka ia
mengawini Nang Baluan sebagai akses untuk dapat memengaruhi Raja Raja Urung di
Tanah Karo. Dari perkawinannya itu kemudian lahir raja-raja Deli dan Serdang. Pada
masa itu dibuatlah kesepakatan yang dinamakan Konfederasi Deli. Deli menjadi Anak
Beru Sunggal dan Sunggal berperan sebagai Ulon Janji.
Di antara anak laki-laki Adir adalah Mahbub Surbakti yang menggantikannya sebagai
raja. Pusat kekuasaan Kerajaan Sunggal dipindahkan ke Kinangkung. Ia mempunyai dua
orang anak, yakni Bubud Surbakti dan Tobo Surbakti. Mahbub Surbakti memerintah dari
tahun 1651-1667 yang kemudian digantikan oleh anaknya Bubud Surbakti. Bubud
Surbakti memerintah Sunggal dari tahun 1667 sampai 1792. Ia memindahkan pusat
kekuasaannya di Tanjung Selamat. Bubud Surbakti mempunyai dua orang anak
yaitu Andan/Undan Surbakti dan Nang/Dayan Sermaini Br. Surbakti. Nang Sermaini
menikah dengan Panglima Magedar Alam dari Deli. Pada 1723 terjadi perebutan takhta
di Kesultanan Deli, setelah Panglima Paderap meninggal dunia. Seorang putranya
bernama Umar terusir dari Deli dan kemudian menemui Raja Sunggal yang merupakan
Kalimbubu untuk melaporkan situasi di Deli. Raja Sunggal kemudian memanggil Raja
Urung Sinembah, Tanjung Morawa, dan Utusan Aceh. Dari musyawarah itu ditetapkan
bahwa Umar menjadi Raja Serdang dengan Gelar Tuanku Umar. Oleh karena itu, baik
bangsawan Deli maupun Serdang adalah anak cucu Raja Urung Sunggal Marga Surbakti.
Andan/Undan Surbakti menggantikan ayahnya Bubud Surbakti yang memerintah
antara tahun 1792 – 1891, dan memindahkan pemerintahannya ke Tanjung Selamat. Ia
mempunyai enam orang anak laki-laki, yaitu Datuk Amar laut, Datuk Jalaluddin, Datuk
Keteng, Datuk Kojat, Datuk Bajing, Datuk Nahu, dan dua orang perempuan, yaitu Aja
Manyak dan Aja Gadih.
Datuk Amar Laut Surbakti adalah penerus takhta Sunggal yang memindahkan pusat
pemerintahannya ke Jejabi. Ia memerintah dari tahun 1821-1845,

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 5
www.datukkhairil.com

mempunyai empat orang anak, 3 laki-laki dan seorang perempuan. Mereka adalah Datuk
Abdullah Ahmad Surbakti, Datuk Abdul Jalil Surbakti, dan Datuk Muhammad Dini
Surbakti. Datuk Abdul Jalil mempunyai sembilan orang anak, yaitu Datuk Sulung Barat,
Datuk Riaw, Datuk Lintang Siak, Datuk Lingga, Datuk Segel, Datuk Long Putra,
Aja Dembam, Aja Noor, Aja Intan Lara. Datuk Abdullah Ahmad mempunyai delapan
orang anak. Datuk Mohammad Dini gelar Datuk Kecil mempunyai anak Olong Hasym,
Datuk Ali Syafar, Datuk Ali Usman (Datuk Torong), Aja Iting. Pada masa
pemerintahannya, Sunggal melepaskan semua ikatan yang pernah dibuat dengan Deli dan
Aceh. Sunggal mempunyai bendera sendiri, yaitu merah dan kuning, dengan
cap berlambang gajah. Datuk Amar Laut meresmikan Sunggal merdeka. Pada masa ini
Panglima Magedar Alam berusaha menaklukkan Sunggal tetapi gagal.
Datuk Abdullah Ahmad Surbakti naik takhta pada 1845 –
1857 menggantikan ayahnya dan memindahkan pusat pemerintahan ke Sunggal
yang letaknya sekarang adalah di sekitar Jalan PAM Tirtanadi, Kecamatan Medan
Sunggal, Medan. Ia diberi gelar Datuk Indera Pahlawan. Beliau mempunyai delapan
orang anak, 6 laki-laki dan 2 perempuan, yakni Datuk Mohd. Mahir, Datuk Mohd. Lazim,
Datuk Mohd. Darus, Datuk Badiuzzaman, Datuk Mohd. Alang Bahar, Datuk Mohd. Alif,
Aja Amah/Olong, dan Aja Ngah Haji. Pada masa pemerintahan Datuk Mohammad Bahar
Sunggal diresmikan dengan nama lain, yaitu Serbanyaman. Ikatan dengan Deli dan Aceh
dibangun kembali, termasuk institut Ulon Janji. Datuk Mohd. Lazim mempunyai anak
delapan orang, yaitu Aja Itam (Olong), Aja Cermin, Datuk Mohd. Gazali, Aja Tipah,
Datuk H. Mustafa, Aja Totop, Aja Ramsiah, Aja Nambok. Datuk Mohamad Mahir
mempunyai empat orang anak, yaitu Aja Sukma, Aja Saerah, Datuk Man, dan Datuk
Yusuf. Ketika Datuk Akhmad meninggal dunia pada 1857, Datuk Badiuzzazman masih
berusia 12 tahun, maka atas musyawarah keluarga, Datuk Kecil ditugaskan untuk
memangku Kerajaan Sunggal sampai Datuk Badiuzzazman dewasa. Datuk Kecil
memimpin Sunggal sampai tahun 1866. Datuk Badiuzzazman Surbakti diangkat menjadi
raja Sunggal/Serbanyaman tahun 1866 dengan Gelar Datuk Sri Diraja Indra Pahlawan
sampai tahun 1895.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 6
www.datukkhairil.com

IV. Perjuangan Datuk Badiuzzaman Melawan Belanda


Masyarakat di Indonesia sebelum kedatangan kolonialisme Belanda adalah
masyarakat agro-maritim. Masyarakat tidak hanya hidup dari usaha pertanian untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi juga perdagangan antarpulau, bahkan dengan
negara-negara tetangga. Pedagang-pedagang dari pantai utara
Jawa, seperti Jepara, Demak, Rembang, atau Tuban berlayar ke arah timur menuju
Maluku, Nusa Tenggara, untuk menukar berasnya dengan kayu cendana, damar, pala,
merica untuk dijual ke Tumasik (Singapura) atau ke pasar internasional di Malakka.
Kesultanan Aceh sudah membina hubungan diplomatik yang rapat dengan Kerajaan
Turki Ottoman, Inggris, maupun Cina. Sementara itu, pedagang-pedagang dari Sumatera
Barat juga sangat akrab dengan Malakka yang waktu itu menjadi pusat perdagangan.
Struktur masyarakat adalah struktur feodal atau kerajaan dengan raja, panembahan, atau
datuk beserta keluarga berperan sebagai elite yang memimpin
masyarakatnya. Ketika kekuatan kolonialisme Belanda datang, golongan atau kelas
pedagang belum sempat mengalami transformasi menjadi kelas menengah yang
membawa perubahan masyarakat yang lebih egaliter dan modern dengan
budaya industri. Masyarakat pesisir yang hidup dari perdagangan sedikit demi
sedikit tersisih, karena kedaulatan daerah pesisir diserahkan kepada kekuasaan Kompeni
Belanda. Penyerahan itu dilakukan sebagai kompensasi atas bantuan militer dalam perang
suksesi raja-raja maupun sebagai ganti rugi atas kekalahan perang terhadap kekuasaan
kolonial. Sementara itu, masyarakat pedalaman yang umumnya agraris dengan pola
ekonomi swasembada dan elite kerajaan yang memerintah harus menghadapi perubahan-
perubahan radikal, karena penguasaan kolonialisme Belanda atas sumberdaya alam
maupun sumberdaya manusia demi keuntungan negara induknya, dengan liberalisasi dan
swastanisasi hampir di semua aspek kehidupan. Struktur pemerintah tradisional
dengan raja atau bupati tetap dipertahankan tetapi hanya sekadar perpanjangan
tangan kebijakan kolonial. Di daerah yang tradisinya kuat, seperti di Jawa maka sistem
pemerintahan tidak langsung (indirect rule) dijalankan oleh Belanda. Sementara untuk
lingkungan masyarakat yang lebih egaliter, seperti di daerah Sumatera Timur dan
Utara, Belanda menerapkan pemerintahan langsung (direct rule).

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 7
www.datukkhairil.com

Menghadapi kekuatan modal dan kekuasaan politik asing yang luar biasa, reaksi
masyarakat itu bermacam-macam, ada yang takluk menyesuaikan diri, bergabung dengan
penguasa baru yang datang, atau menolak dengan cara melawan kekuatan kolonial itu.
Sikap, usaha, dan perjuangan mereka yang menolak kekuatan asing untuk mengatur dan
mengeksploitasi penduduk dan sumberdaya alam serta lingkungannya itu merupakan
embrio bagi semangat nasionalisme yang menjadi dasar bagi pembentukan suatu
bangsa. Perjuangan dan jerih payah serta pengorbanan mereka yang luar biasa
memiliki nilai simbolis sebagai bagian dari tahapan kelahiran bangsa Indonesia. Dalam
cita-cita, jerih payah, dan pengorbanan harta serta jiwa raga merekalah, bangsa ini
dilahirkan dan dibesarkan hingga saat sekarang.
A. Politik Kolonial Belanda di Sumatera Abad XIX
Liberalisme sebagai ideologi yang melanda Eropa Barat ternyata juga sangat
memengaruhi politik kolonial terhadap tanah jajahan. Sistem Tanam Paksa (Cultuur
Stelsel) yang ditetapkan dalam Regering Reglement (Peraturan Pemerintah)
tahun 1836 oleh Gubernur Jenderal van den Bosch telah membuat Negeri Belanda yang
semula defisit bisa menikmati surplus yang besar (batig slot). Pada waktu itu belum ada
pemisahan antara kas Belanda dan kas Hindia Belanda, sehingga uang dari Hindia
Belanda terus masuk kas di negeri Belanda. Antara 1836 -
1887 mencapai jumlah besar, yaitu f. 823 juta. Perlu diketahui pada tahun 1920-an, buruh
atau kuli dapat hidup (makan dan minum) dengan uang “sebenggol” (0,5 sen) sehari.
Untuk mempertahankan keuntungan yang besar dari tanah jajahan, pemerintah kolonial
mengundang sektor swasta untuk menanamkan modalnya. Lewat usaha para penanam
modal itu, ekspor dari sektor swasta yang besarannya hanya sepertiga dari keseluruhan
ekspor pada 1856 dapat ditingkatkan menjadi separo pada 1865. Tanah dapat disewakan
dalam jangka panjang mulai dari 20 tahun hingga 75 tahun atau lebih. Sayangnya pada
masa itu harga-harga komoditas mengalami fluktuasi yang sukar diprediksi. Fluktuasi
atau naik turunnya harga itu dipicu oleh kemajuan komunikasi dengan dibukanya
Terusan Suez pada 1869 dan penggunaan kapal uap yang kemampuan jelajahnya lebih
cepat dari kapal layar biasa. Harga gula dan kopi jatuh. Ekspor kopi mengalami
kemerosotan, sementara pabrik gula menjadi sulit karena penyakit sereh yang melanda
tanahaman tebu tahun 1882.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 8
www.datukkhairil.com

Harga gula juga turun drastis karena persaingan ketat dengan gula biet dan gula dari
Amerika. Meskipun sempat mengalami booming ekspor, tanaman kopi juga diserang
habis oleh hama tanaman sehingga perlu mendatangkan jenis kopi lain, yaitu
coffea Arabica dengan coffea Liberea dan kemudian dengan coffea Robusta. Tanaman
lain yang mulai dicoba adalah tanaman karet yang tidak menarik bagi rakyat jajahan
karena di samping memerlukan modal besar juga bersifat jangka panjang. Seperti
diketahui, karet bisa dipanen atau disandap setelah berusia 8 tahun ke atas. Untuk
mengatasi keadaan itu, pemerintah mengadakan proses diversifikasi ekspor, tidak
mengherankan bila pada 1885 ada 115 jenis barang ekspor, dan pada 1905 terdapat 229
jenis. Di antara jenis baru yang menonjol, seperti Kina sejak 1880, Karet sejak 1890;
Kopra sejak 1885.
Arus liberalisasi itu mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk
mencari peluang industri pertambangan, seperti batubara, timah (1865), minyak tanah
(1890), dan batu pualam sebagai alternatif dari sektor pertanian atau agribisnis
yang sudah mendapat saingan berat di pasaran dunia. Pemerintah kolonial melihat
keuntungan yang bisa ditangguk bukan hanya di produksi komoditas ekspor (planter),
tetapi juga dari monopoli sektor perkapalan dan perdagangan yang semula hanya
dipandang sebagai usaha sampingan. Dalam perkembangan kenaikan barang ekspor
terlihat bahwa semakin besar hasil-hasil yang dieksploitasi dari daerah luar Jawa.
Tanaman pangan (food crops) makin tersisih dengan pertumbuhan tanaman untuk ekspor
yang dijual (cash crops). Pemerintah Kolonial memang lebih berpaling ke daerah luar
Jawa, karena mobilisasi tenaga di daerah pedesaan Jawa akan menghadapi
banyak kesulitan yang muncul akibat ikatan desa dan ikatan feodal masih mengekang
tenaga rakyat, Heeren-diensten (kewajiban untuk raja), pancen diensten (kewajiban untuk
menyerahkan sebagian hasil bumi kepada pejabat pemerintah), dan desa diensten
(kewajiban gotong royong desa) sudah sangat melembaga. Ikatan-ikatan itu hanya dapat
dikurangi atau dihapuskan dalam waktu lama. Di Jawa Tengah, misalnya, wajib kerja
dikaitkan dengan hak menguasai tanah, di Jawa Timur, Madura, dan Jawa Barat, wajib
kerja lebih dihubungkan dengan keluarga (cacah).
Penanaman modal dalam industri yang gencar dijalankan itu dibarengi dengan
kapitalisasi finansial dengan munculnya perusahaan-perusahaan swasta. Usaha

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 9
www.datukkhairil.com

perusahaan itu diperlancar lewat kemudahan pembebasan tanah dengan UU


Agraria tahun 1870 dan murahnya upah buruh lewat Koeli Ordonantie tahun 1880 (tepat
10 tahun setelah perdagangan budak resmi dihapus atau dilarang) yang
mengatur hubungan antara buruh atau kuli dengan majikan, khususnya untuk daerah
perkebunan di Sumatera Timur dan daerah luar Jawa pada umumnya. Pada tahun-tahun
itu juga dibuka banyak bank yang dapat memberi kredit bagi perusahaan-perusahaan
swasta. Gubernemen juga mengeluarkan modal untuk membangun infrastruktur
seperti kereta api, irigasi, dan pelabuhan. Pada tahun 1878 UU Gula menghapus tanam
paksa gula sehingga gula menjadi komoditas yang secara bebas diperdagangkan. Pola dan
sistem pertanian yang pada masa sebelumnya lebih bersifat swadaya (self
suffieciency) diubah total menjadi pertanian yang melulu mengabdi pada komoditas
ekspor. Tanah jajahan hanya menjadi sumber tenaga buruh yang murah dan wahana
eksploitasi sumberdaya alam untuk memperoleh keuntungan dalam pasaran dunia.
Perdagangan hanya menguntungkan negara industri yang menjajah dan cikal bakal
“industri” pribumi di pedesaan terdesak bahkan mati. Dalam tahap ini pemiskinan negara
jajahan dimulai. Tanaman pangan yang menjadi andalan swasembada desa atau daerah
terdesak dan bahkan tidak mendapat tempat, karena merajalelanya tanaman ekspor yang
digalakkan dan bila perlu dipaksakan oleh pemerintah. Pemerintah kolonial mendapat
peluang untuk mendukung eksploitasi tanah jajahan dengan proses swastanisasi itu dalam
banyak sektor kehidupan, diiringi dengan pemantapan administrasi birokrasinya. Dalam
kaitan itu, pada 1855 didirikan departemen keuangan, pertambangan dan
perkebunan, departemen hasil-hasil tanaman dan pergudangan, departemen
kultur gubernemen, dan pekerjaan umum. Disusul juga dengan pendirian
beberapa departemen lain pada 1866 dan 1870, seperti departemen administrasi,
pendidikan, agama, industri, departemen kehakiman.

Perluasan Wilayah Kolonial Belanda


Perjanjian antara Kerajaan Inggris dan Belanda yang disebut Traktat London tahun 1824
menyepakati bahwa Belanda dapat mengambil alih kembali tanah jajahannya di Hindia
Belanda dengan tetap menghormati kedaulatan politik Aceh, Bali, dan kerajaan-kerajaan
lain, seperti Siak, Deli, Sunggal, dan Serdang. Dengan kerjaan Aceh pun Belanda

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 10
www.datukkhairil.com

mengikat perjanjian damai pada tahun 1857. Langkah Belanda itu juga dibarengi dengan
diplomasi ke kerajaan Siak, sehingga tahun 1858 dicapai Traktat Siak. Dalam perjanjian
itu Sultan Siak meletakkan kerajaannya di bawah pemerintahan Hidnia Belanda. Sebagai
imbalannya Belanda mengakui (pasal 2 ayat 2) kekuasaan Siak berlaku atas kesultanan
Deli, Serdang dan Asahan. Traktak Siak dipakai Belanda untuk menarik sultan-
sultan Deli, Serdang, dan Asahan secafra terus terang mengakui Sultan Siak sebagai raja
mereka. Dengan pengakuan atas Sultan Siak itu secara tidak langsung mereka mengakui
kekuasaan Belanda. Tindakan Belanda itu oleh Sultan Aceh Alauddin Ibrahim Mansur
Syah dianggap melanggar kedaulatan kerajaan Aceh, karena Aceh mempunyai hak-hak
(meskipun tidak di seluruh Siak) di perbataasan bagian Utara, yaitu Deli, Serdang,d an
Asahan yang merupakan daerah pengaruh kesultanan Aceh. Gubernur Jenderal di Batavia
juga mengirim surat perintah kepada Residen Riau, Schiff yang isinya untuk perintah
untuk mengusahakan agar kekuasaan Belanda berlaku di daerah-daerah pesisir Sumatera
Timur yang oleh Sultan Aceh masih dianggap sebagai wilayahnya secara tidak
langsung. Untuk melaksanakan perintah itu , Residen datang ke Deli, Serdang, dan
Asahan guna membujuk kepala-kepala derah tersebut. Hanya Sultan Deli yang langsung
menerima mau tunduk di bawah kekuasaan Belanda. Oleh karena itu,
sejak pertengahan tahun 1862 Belanda menempatkan pasukannya di Deli, Langkat,d an
Batu Bara.
Abad 19 dalam sejarah Indonesia merupakan abad terjadinya penetrasi birokrasi dan
kekuasaan kolonial Belanda yang dibarengi dengan semangat kapitalisme di beberapa
wilayah Hindia Belanda. Setelah Verenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
dibubarkan 31 Desember 1799, peran VOC diambil alih Pemerintah Hindia Belanda.
Kerajaan Belanda menempatkan Gubernur Jenderal di Batavia sebagai perpanjangan
tangannya. Melalui Gubernur Jenderallah intensifikasi perdagangan dan
eksploitasidigiatkan demi mengisi kas kerajaan Belanda yang defisit 2 , termasuk
pengiriman ekspedisi militer dan sipil ke luar Pulau Jawa. Pada pertengahan abad 19,
sejumlah pengusaha Belanda dan Eropa lainnya telah membuka perkebunan tembakau

2
T. Ibrahim Alfian. “ Kiras Bangun (Garamata) Pejuang Dari Tanah Karo”. Makalah Seminar
Garamata, 2003, hlm 3-4

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 11
www.datukkhairil.com

yang besar di daerah Sumatera Timur, tepatnya di tanah Deli. 3 Melalui perkebunan,
masyarakat Sumatera Timur (Deli) diperkenalkan dengan nilai-nilai kapitalisme modern
dan terjadilah interaksi antara masyarakat yang daerahnya dipergunakan sebagai areal
tanaman tembakau dengan berbagai kehidupan perkebunan yang didiami bangsa Eroipa.
Interaksi ini sebenarnya berlangsung dalam suasana yang tidak seimbang, yakni antara
dua sisitem social yang sama sekali berbeda. Interaksi ini pada gilirannya menimbulkan
benturan antara masyarakat Sumatera Timur (Deli) dengan para pendatang/pengusaha
perkebunan orang-orang Eropa, khususnya Belanda. Benturan itu sering terjadi karena
pihak perkebunan membutuhkan banyak tanah-tanah konsesi yang secara tradisional
adalah milik para datuk/raja Urung mereka.
Keberhasilan perusahaan perkebunan mencari tanah karena adanya dukungan politik dari
Sultan Deli dan Pemerintah Kolonial Belanda. Pemerintah Belanda dan Sultan Deli
memiliki kepentingan tersendiri. Pemerintah Belanda berusaha menciptakan kawasan
Sumatera Timur/Deli menjadi daerah penghasil komoditi perdagangan untuk pasar Eropa.
Tujuan ini sesuai dengan politik pintu terbuka (opendoor politiek) yang sedang
dijalankan pemerintah Belanda mulai 1870. Opendoor Politiek dijalankan dengan maksud
mencari investor asing agar mau menanamkan modalnya dalam industri perkebunan di
Indonesia. Untuk mencapai ambisi besar itu ada dua kebijakan penting yang diambil
pemerintah kolonial yakni pertama, menerapkan Undang-Undang Agraria 1870 –
perangkat hukum untuk memperoleh akses tanah konsesi - dan menjaga “rust en orde”
(stabilitas keamanan dan ketertiban) di wilayah Hindia Belanda, termasuk Deli. Sultan
Deli juga memiliki kepentingan ekonomi dan politik atas upaya-upaya pembangunan
perkebunan di Sumatera Timur. Secara ekonomi besarnya uang sewa yang didapatkan
sangat menaikkan gengsi dan martabatnya dan sekaligus secara juridis-politis wilayah
kekuasaanya diakui pemerintah Belanda. Sebuah usaha yang sebelum masuknya Belanda
sudah dilakukan oleh Kesultanan Deli baik secara damai (kawin politik) maupun secara
kekerasan (perang 1822) untuk menguasai wilayah Sunggal.
Sebaliknya adanya skenario besar dari dua kekuasaan itu menimbulkan
malapetaka bagi rakyat Sunggal. Datuk Sunggal tidak dilibatkan dalam urusan sewa

3
Jan Bremen, Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial pada awal abad ke20. Jakarta: Pustaka
Grafiti, 1977, hlm. 48-53.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 12
www.datukkhairil.com

tanah dan inilah yang menimbulkan konflik terbuka dengan pemerintah Belanda. Konflik
ini sesungguhnya juga merupakan ekses terjadinya kontak langsung antara masyarakat
dengan tatanan tradisional dengan sistem ekonomi modern/kapitalisme. Konflik terbuka
antara rakyat Sunggal dibawah Datuk Badiuzzaman dengan Belanda dikenal dengan
Perang Sunggal terjadi 15 Mei 1872, tepat dua tahun setelah undang-undang Agraria
diterapkan di Hindia Belanda. Ini membuktikan bahwa konflik itu (latar belakang
perjuangan Datuk Badiuzzaman) erat sekali kaitannya dengan masalah tanah. Menurut
para tuan kebon yang pertama, pada dasarnya para penguasa pribumi itu sebetulnya
adalah orang-orang biasa yang tidak jauh berbeda dengan para kawulanya. Semula
kekuasaanya mereka terbatas, tetapi kemudian kekuasaannya mereka menjadi besar
setelah menyerahkan lahan kepada para pengusaha Eropah untuk digunakan dalam
jangka panjang, mereka menyerobot hak kepemilikan tanah atas tanah yang sebelumnya
tidak mereka punyai.4
Dengan Traktat Siak, pemerintah kolonial Belanda menemukan jalan pintas
untuk menuju daerah Aceh. Lewat bujukan Belanda dapat masuk ke Deli, dan
dengan kekerasan (Sunggal, Serdang,d an Asahan) kerajaan-kerajaan itu hendak
ditaklukkan. Penaklukan itu untuk mengepun kesultanan Aceh, dari sebelah
Barat infiltrasi militer bermarkas di Padang (Gubernur Sumatra Barat) dan dari sebelah
timur penyerangan dipusatkan di Riau di bawah pimpinan Residen Riau, Schiff. Guna
mengamankan diri dalam kancah diplomasi inetrnasional, Belanda mengadakan
perjanjian dengan Kerajaan Inggris, sehingga disepakati Traktat Sumatera yang dibuat
bersama Inggris tahun 1874 pemerintah Belanda mendapat keleluasaan untuk
memperluas kekuasaannya di Pulau Sumatera, yaitu Dengan traktat
itu pemerintahan kolonial Belanda dibenarkan untuk melakukan—menurut istilah
mereka--pasifikasi” (usaha memperdamaikan dari kekacauan, baik karena ada pihak-
pihak yang bertikai dan berseteru maupun “pembudayaan” karena penduduk pribumi
dipandang masih “terbelakang”) di seluruh kerajaan-kerajaan di Sumatera. Konflik itu
menyangkut masalah tanah. Para pemimpin bumiputera, baik para raja, bupati, pemimpin
tradisonal, atau elite lokal sebetulnya menghadapi masalah yang sama seperti rakyatnya.
Semula kekuasaanya mereka terbatas atas tanah mereka, tetapi kemudian kekuasaan

4
Ibid.., hlm. 22.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 13
www.datukkhairil.com

mereka menjadi besar setelah menyerahkan lahan kepada para pengusaha Eropa untuk
digunakan dalam jangka panjang, berkat uang sewa yang mereka peroleh. Seturut UU
Agraria tahun 1870, semua tanah yang bukan milik masyarakat pribumi (kerajaan
tradisonal) adalah ranah pemerintah Hindia Belanda (domein van de staat). Jadi, tanah-
tanah yang ada bisa disebut “tanah bebas” yang bisa disewa oleh baik warga negara
Belanda di Nederland maupun yang berada di Hindia Belanda atau kepada perusahaan
yang terdaftar di Hindia Belanda. Areal maksimal yang disewa sebesar 500 bau dengan
sewa antara f.1 sampai f.6. Tanah pribumi yang dikuasai berdasarkan hukum adat hanya
dapat disewa selama 5 tahun, sedangkan tanah milik mereka untuk 20 tahun.
Selanjutnya perjanjian harus terdaftar. Suatu akibat dari peraturan itu adalah adanya
kecenderungan menjadikan status tanah yang disewakan diubah menjadi milik yang
menyewa, sehingga para pengusaha atau oknum aparat pemerintah, baik pihak
bumiputera maupun orang Belanda, dapat menekan biaya sewa tanah atau memperoleh
kekayaan lewat pencaplokan tanah-tanah rakyat itu. Keadaan itu dengan aneka permainan
dan trik khusus untuk menguasai tanah menjadi sumber konflik sosial yang besar.
Konflik atau pergolakan di daerah, seperti daerah Deli dan Sunggal merupakan akibat
langsung dari proliferasi masyarakat di Indonesia. Artinya, interaksi masyarakat
Indonesia demikian majemuk dari suku, kepentingan, budaya, maupun agama dalam
dirinya sendiri mudah atau rentan terhadap konflik yang sebetulnya internal. Sultan Deli
dan Datuk Sunggal karena berbeda kepentingan dan “pandangan politik” menjadi
berseberangan dalam menghadapi kekuasaan Belanda. Oleh karena itu, dalam setiap
konflik selalu ada peluang bagi Belanda untuk mempasifikasikan dan menanamkan
kekuasaan serta mengatur pemerintahannya. Dapat dikatakan, tanpa politik divide et
impera (membagi dan menguasai) pun, masyarakat di Indonesia yang terdiri dari aneka
suku, agama, kebudayaan, adat-istiadat, dan kebudayaan rawan akan konflik sosial.
Apalagi dengan kehadiran kekuatan asing yang memang memanfaatkan secara optimal
konflik-konflik itu agar lebih mudah mengadakan eksploitasi tanah jajahan bagi
kepentingan negera induknya. Di Sumatera Utara pada 1850 timbul pergolakan maka
Belanda bertindak cepat dengan menyusun pemerintahan secara langsung. Setelah
membuka perkebunan di Besuki, Jawa Timur sejak 1861 Nienhuys pada bulan
Juli tahun 1863 pergi ke Sumatera untuk memperluas usahanya di daerah itu. Dengan

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 14
www.datukkhairil.com

percobaan sederhana dia membuka 75 ha perkebunan tembakau di Deli. Daerah


Deli terletak di Sumatera Timur antara Aceh dan Asahan; atau tepatnya daerah antara
Serdang, Tanah Karo, dan Langkat. Daerah itu merupakan dataran rendah
(aluvium) yang meninggi sampai 700 m di atas permukaan laut sehingga ada sebagain
daerah itu yang merupakan dataran tinggi. Sungai-sungai daerah itu bermuara di Selat
Malakka. Di daerah itu tidak dikenal musim kering, karena sepanjang tahun tetap bisa
turun hujan. Dengan suhu udara sedang sekitar 26,7 derajat Celcius maka daerah ini
cocok untuk daerah pertanian. Hasil kerja Nienhuys di tanah Deli mewujudkan satu
muatan tembakau pertama sampai di Rotterdam pada bulan Maret 1864,
setelah mengalami dan mengatasi berbagai kesulitan dan kegagalan. Usaha itu berhasil
berkat dukungan perusahaan, seperti van den Arend dan Mathieu & Co pada 1865 dapat
dikirim 189 bal tembakau. Untuk produksi itu Nienhuys telah mengerahkan tenaga kerja
Cina dari Singapura sebanyak 120 orang. Ia mengusulkan investasi pembukaan
perkebunan kopi, cokelat, dan kelapa. Sayangnya, usulan tersebut waktu itu belum
dipandang memiliki prospek yang baik sehingga tidak ada yang mau menerima. De
Munnick sebagai pengganti Nienhuys sebagai pimpinan usaha perkebunan pada 1887
mulai membuat kontrak untuk 99 tahun tanah perkebunan sebesar 2.000 bau. Sementara
itu, datang juga pengusaha perkebunan baru Moss dan Baker dari Swiss dan von Mach
dari Jerman. Kecuali perkebunan tembakau mereka juga tertarik mengusahakan pala dan
kelapa. Tanah untuk kedua tanaman itu disewa langsung dari rakyat. Rupanya usaha
pengusaha kebun itu berhasil. Dari hasil ekspor dari Kesultanan Deli antara tahun 1863-
1867 diketahui bahwa ekspor tembakau dan lada mengalami peningkatan yang signifikan,
sementara untuk lada hitam dan buah pinang yang dalam lima tahun terakhir mengalami
penurunan. Setelah berhasil mengumpulkan modal kembali, Nienhuys kembali ke
Sumatera Utara dan membuka perkebunan yang terletak antara Sungai Deli dan Sungai
Percut. Hasil ekspornya pada 1868 memberi keuntungan 100% lebih besar, maka
dibentuk N.V. Deli Maatschappij dengan separo modalnya dari Nederlandsch Handels
Maatschapij. Kisah sukses Nienhuys itu mengudang banyak pemodal Eropa datang,
seperti perkebunan Carlsruhe, Vesuvius, Catsburg, dan Hospitality. Deli Maatschapij
memperluas usahanya dengan membuka perkebunan kopi pada 1880 dan karet pada 1901.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 15
www.datukkhairil.com

Daerah operasinya meliputi Deli, Serdang, dan Langkat dengan luas arealnya bertambah
dari 7000 ha menjadi 180.000 ha.
Kisah sukses Deli Maatschapij itu tidak lepas dari dukungan Sultan Deli yang
memiliki kepentingan ekonomi dan politik atas upaya-upaya pembangunan perkebunan
di kawasan itu. Secara ekonomi besarnya uang sewa yang didapatkan sangat menaikkan
pendapatan, kekayaan, dan juga martabatnya sebagai seorang sultan. Secara juridis-politis,
wilayah kekuasaanya diakui pemerintah Belanda dan dengan kesamaan
kepentingan ekonomi itu, lebih mudah beraliansi politik dan militer dalam menghadapi
kerajaan tetangganya, yaitu Sunggal. Usaha untuk menguasai Kerajaan Sunggal sudah
dijalankan oleh para sultan Deli sebelum Belanda masuk ke wilayah itu, baik usaha
secara damai lewat politik perkawinan keluarga kedua kerajaan itu, maupun secara
kekerasan lewat perang pada 1822 agar dapat menguasai wilayah Sunggal.
Sebaliknya, kekuasaan Belanda dan Deli yang berkolaborasi menimbulkan masalah bagi
rakyat Sunggal. Datuk Sunggal dengan sengaja tidak dilibatkan dalam urusan sewa tanah
dan inilah yang menimbulkan konflik terbuka dengan pemerintah Belanda. Konflik ini
sesungguhnya juga merupakan akibat dari kontak langsung antara masyarakat dengan
tatanan tradisional dan sistem ekonomi kapitalistik yang datang dengan modal besar dan
didukung oleh kekuatan hukum dan politik yang kuat. Konflik terbuka antara rakyat
Sunggal di bawah Datuk Badiuzzaman dengan Belanda dikenal dengan Perang Sunggal,
dimulai pada tanggal 15 Mei 1872, tepat dua tahun setelah undang-undang Agraria
diterapkan di Hindia Belanda. Pada awalnya prosesnya begitu gampang. Residen Riau
yang ketika itu membawahi Sumatera Timur secara terbuka menawarkan Deli sebagai
daerah untuk perkebunan swasta. Sejalan dengan itu, maka pada 1866 Sultan Mahmud
dari Deli menyerahkan tanah yang sangat luas memanjang dari Mabar sampai ke hulu
Deli Tua, antara Sungai Deli dan Percut (sekitar 12.000 bau) untuk masa sewa selama 99
tahun tanpa pajak kepada Nienhuys dan dua orang Swiss dan seorang Jerman untuk
ditanami tembakau.
Pada masa awalnya proses budidaya tembakau masih tetap menggunakan cara
tradisional, yakni memberikan “uang muka” (voorscot) pada orang Batak Karo untuk
mau menanami lebih banyak tembakau di lahan konsesi untuk mereka. Akan tetapi,
upaya ini tidak membawa hasil yang memuaskan. Nienhuys akhirnya memutuskan untuk

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 16
www.datukkhairil.com

membuka perkebunan sendiri dengan menggunakan tenaga kuli, namun orang Melayu
dan Batak tidak bersedia menjadi tenaga kuli. Kesulitan akan tenaga kerja kemudian
dapat diatasi dengan merekrut tenaga kuli Cina dari luar. Awalnya para kuli ini menerima
uang muka dari sejumlah uang yang akan diberikan oleh Nienhuys pada waktu musim
tanam berakhir, yang besarnya sangat tergantung pada jumlah dan mutu tembakau yang
dipanen. Pada waktu itu, sistem kerja upahan belum berlaku. Yang ada adalah sistem
kerja borongan. Para mandor dari kelompok kuli Cina bertindak sebagai pemborong.
Kepadanya diberikan sebidang tanah dan bibit yang pada akhir musim tanam harus dijual
kepada pemberi borongan.
Sejak 1870 mulailah dibuat kontrak langsung dengan masing-masing kuli dan para
mandor diangkat sebagai pengawas. Adanya campur tangan langsung pengusaha dalam
pengorganisasian produksi menandai terjadinya peralihan ke kapitalisme industri yang
sesungguhnya di Sumatera Timur. Tidak lama kemudian terbukti bahwa tembakau Deli
merupakan produk yang paling menguntungkan di pasar Eropa. Untuk usaha budidaya
tembakau dalam skala besar dibutuhkan modal yang banyak. Atas keberhasilan Nienhuys
maka para pemodal Eropa berlomba menanam investasi di industri perkebunan tembakau
di Deli. Jumlah perkebunan meningkat dari 13 pada 1873 menjadi 23 pada 1874 dan
hingga 1876 sudah ada 40 perkebunan yang beroperasi di Deli, Sumatera Timur. Sejalan
dengan itu, berbagai bangsa berada di kawasan ini, seperti Belanda, Swiss, Jerman,
Polandia, Inggris, Denmark, Cina, Keling, dan Jawa.5 Orang Cina bahkan telah mencapai
7.600 orang atau rata-rata kurang dari 200 orang di tiap perkebunan. Keberhasilan para
pemodal Eropa di industri perkebunan tembakau ternyata membawa konflik bagi
masyarakat Sunggal. Hubungan Sunggal dengan Deli memang sudah tidak harmonis
sejak Deli menyerang Sunggal pada 1822. Kini, dengan kehadiran usaha perkebunan itu,
hubungan kedua kerajaan itu semakin buruk. Permasalahannya adalah karena, sebagian
besar tanah yang diserahkan Sultan Deli kepada para perusahaan perkebunan adalah
wilayah kekuasaan Sunggal dan bahkan jauh masuk ke wilayah Datuk Sepuluh Dua Kuta
dan Datuk Sukapiring. Tindakan Sultan Deli ini telah menimbulkan kegelisahan dan
tantangan rakyat. Berbagai keberatan yang diajukan tidak digubris oleh Sultan Deli.
Bahkan pada 1870, kembali Sultan Deli memberikan konsesi tanah kepada perusahaan

5
Ibid., hlm. 26

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 17
www.datukkhairil.com

De Rotterdam. Rakyat dilarang menanam tembakau atau tanaman lainnya, padahal tanah
itu adalah tanah adat yang sudah mereka miliki selama berabad-abad secara turun
temurun. Akhirnya hubungan Deli dan Sunggal memanas.
Datuk Sunggal juga tidak begitu senang dengan kehadiran orang-orang Cina di
perkebunan-perkebunan yang masuk wilayah kekuasaan Sunggal, karena kehadiran
mereka sangat mengancam kelangsungan perekonomian rakyat Sunggal dan secara tidak
langsung merusak moral masyarakat. Sebagaimana dikatakan Datuk Kecil ketika ia
diinterogasi di penjara Tanjung Pinang Riau bahwa, “Mereka tidak setuju tanah rakyat
yang subur dibagi-bagi begitu saja seenaknya oleh Sultan Deli kepada perkebunan-
perkebunan Belanda”. Dengan datangnya orang “Belanda kebon” (pengusaha Belanda
yang bergerak dalam usaha perkebunan), juga berduyun-duyun masuk orang Cina yang
kemudian diberi monopoli pachter berdagang garam, candu, dan membuka tempat-
tempat perjudian di mana-mana. Sebagai contoh dikemukakan bahwa penjualan candu
diborongkan di Sunggal saja naik dari $50,- menjadi $600.-dalam dua tahun saja.6
Kehadiran pengusaha perkebunan yang kapitalistik dan orang-orang Cina sangat
mengancam jiwa kewirausahaan (enterpreneurship) orang-orang Batak Karo yang
memang sudah tertanam sejak lama. Semangat kewirausahaan itu kini mendapat
tantangan dari pendatang baru yang didukung secara tidak fair oleh kekuatan kolonial
Belanda yang memanfaatkan orang-orang Cina itu untuk kepentingan mereka. Konversi
tanah yang dikuasai perseorangan menjadi tanah yang dikuasai tuan
perkebunan, berarti tanah masuk dalam objek komersialisasi. Campur tangan orang-orang
pemerintahan atau gubernemen ke desa-desa mencakup pernyataan domein (domein
verklaring) yang sering mengabaikan hak-hak rakyat menurut hukum adat, sehingga
rakyat tidak dapat lagi memperluas tanah garapannya lagi. Dengan Aturan Pembukaan
(Ontginning Ordonantie) yang diberlakukan pada 1874, setiap pembukaan tanah baru
memerlukan izin pemerintah, sedangkan berdasarkan UU Agraria banyak tanah
yang belum terbuka tersedia seluas-luasnya bagi perusahaan asing dengan kapitalismenya.
Perlawanan masyarakat Karo segera terjadi secara sporadis sehingga mempersulit para
pengusaha untuk begitu saja membuka dan menguasai lahan baru. Kesulitan pengusaha

6
Tengku Luckman Sinar, Perang Sunggal 1872-1895. Cet. Kedua Medan: Tanpa Penerbit, 1996,
hlm. 32.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 18
www.datukkhairil.com

Nienhuys mengelola budi daya tembakau pada masa-masa awal kehadirannya di Deli
tidak bisa dilepas dari faktor kuatnya usaha orang-orang Karo tersebut. Sudah sejak awal
abad XIX orang-orang Batak Karo sudah membuka kebon lada dan menanam tembakau.
Bakat mereka sebagai pengusaha sangat tampak, menyebabkan mereka sejak awal tidak
bersedia menjadi kuli di perkebunan tembakau. Karl J. Pelzer menyatakan bahwa “[...]
Bakat orang Batak Karo sebagai pengusaha memang menonjol. Dengan kecerdasan yang
patut dipuji, beberapa pemimpin mereka mampu menemukan jalan dan cara untuk
mengorganisasikan industri yang baru disertai sistematisasi produksi dan pemasarannya.
7
” Kehadiran orang Cina di Sunggal selalu dicurigai dan bahkan ada yang ditangkap oleh
Datuk Badiuzzaman dan dipenjara atas tuduhan melakukan kegiatan mata-mata dan
8
menjual candu. Penangkapan inilah yang kemudian menjadi argumentasi kuat
Pemerintah Belanda untuk menggempur Sunggal. Karena melalui penjelasan Orang Cina
(bernama Anton) inilah diketahui bahwa ada mobilisasi kekuatan bersenjata yang tiap
hari dilakukan oleh Datuk Sunggal. Namun sebetulnya, penyebab konflik itu secara
kultural dapat dijelaskan karena terjadinya perubahan yang demikian cepat di Deli.
Hanya dalam tempo delapan tahun sejak 1864, hubungan-hubungan sosial tradisional
terganggu oleh hadirnya kapitalisasi perkebunan. Perubahan itu bahkan lebih cepat dari
yang apa yang dapat diperhitungkan orang-orang pribumi. Akibatnya, bila di daerah lain,
kemajuan secara bertahap dapat diterima oleh masyarakatnya secara bertahap pula, maka
di Deli perubahan itu demikian cepat sehingga mengganggu orde tradisional.9 Dengan
demikian, semakin dalam penetrasi birokrasi kolonial memengaruhi struktur sosial
ekonomi-politik komunitas bumiputra, semakin mendasar pula konflik kepentingan yang
diakibatkan.

Antara Sunggal dan Deli


Sunggal dan Deli sebetulnya bukanlah dua kerajaan yang terpisah sama sekali. Hubungan
kedua kerajaan itu dapat dirunut mulai dari Adir Surbakti si pendiri kerajaan Sunggal.
Adir mempunyai anak sepuluh orang, yaitu sembilan laki-laki dan seorang wanita

7
Karl Pelzer. Planter and Peasent: Colonial policy and The agrarian struggle in East- Sumatra
1863-1947, s`Gravenhage, 1978. Terj. Toean Keboen dan Petani: Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria
di Sumatera Timur1863-1947, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hlm. 57.
8
Politiek Verslag Residen Riau, 1872, hlm. 4.
9
Ibid., hlm. 61.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 19
www.datukkhairil.com

bernama Nang Baluan. Kekuasaan Kerajaan Sunggal ketika itu cukup kuat, meliputi
bekas wilayah kerajaan Aru II di Deli Tua. Ia memerintah dari 1629-1651. Ketika Aceh
menaklukkan Deli tahun 1612, Sultan Aceh menempatkan seorang wakilnya di Deli,
yaitu Gotjah Pahlawan. Sebenarnya, sebelum Aceh menempatkan Gotjah Pahlawan di
Deli, di daerah Deli ada kekuasaan empat wilayah hukum Suku Karo yang dikenal
dengan Urung (federasi beberapa kampung). Keempat Urung itu adalah Sunggal,
Sinembah, XII kota, dan Sukapiring. 10 Melihat Sunggal begitu kuat pengaruhnya di
daerah Deli Tua dan orang-orang Karo di Pegunungan, maka ia mengawini Nang Baluan
sebagai akses untuk dapat memengaruhi Raja Raja Urung di Tanah Karo. Dari
perkawinannya ini kemudian lahir raja-raja Deli dan Serdang. Sesuai dengan adat Karo,
maka Deli adalah “anak beru” dari Sunggal dan sebagai hadiah perkawinan diserahkan
Raja Urung Sunggal jalur wilayah yang terletak di tepi pantai antara Kuala Belawan dan
Kuala Percut sebagai daerah yang diperintah langsung oleh Deli. Secara ketatanegaraan
Deli setaraf dengan wilayah-wilayah Urung, tetapi karena Deli menguasai pantai dan
muara-muara Sungai yang vital bagi impor dan ekspor hasil bumi, ditambah posisi
Gotjah Pahlawan sebagai wakil Aceh di Deli, maka posisi Deli akhirnya menjadi lebih
menonjol. Pada masa itu dibuatlah kesepakatan semacam konfederasi antarkerajaan itu.
Pertama, Sri Paduka Gotjah Pahlawan dan kemudian keturunan-keturunannya raja-raja
Deli bertindak sebagai “Yang Dipertuan Agung” dan “Arbiter” (hakim tertinggi) yang
memutus semua sengketa keluar dan ke dalam. Kedua, diberi posisi sebagai “Ulon Janji”
(De Voornaamste Onderhandelaar) sekaligus mertua dan Mahapatih. Oleh karena ia
yang paling utama di antara raja-raja Urung di Deli, maka ia berhak membacakan
penabalan/pengesahan raja-raja Deli. Ketiga, masing-masing raja Urung (Datuk ber-
Empat) merdeka dalam wilayah masing-masing.11
Dalam perjalanannya, hubungan Deli dan Sunggal mengalami pasang surut. Pada
1822, Deli di bawah Sultan Panglima Magedar Alam merasa kuat dan berusaha
menaklukkan Sunggal dengan cara melakukan perkawinan politik, yakni menyunting
Dajan Sermaidi (Sermaini) anak Datuk Undan raja Sunggal saat itu. Akan tetapi, cara
seperti ini tidak membuat Sunggal menjadi bawahan Deli hingga akhirnya pada 1822

10
Ratna. “Aveh, Deli dan Perang Sunggal”. Makalah Seminar Perang Sunggal, Medan, 2004,
hlm.1
11
Tengku Luckman Sinar, op. cit,., hlm. 5.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 20
www.datukkhairil.com

Deli menyerang Sunggal. Tindakan Sultan Deli menyerang Sunggal sangat


menjengkelkan Datuk Amar Laut Surbakti sebagai Raja Urung Sunggal
masa itu. Serangan ini bukan membuat Sunggal menjadi lemah, tapi malah berakibat
buruk bagi Deli, yakni Deli kehilangan pengaruh atas keempat raja-raja Urung di Deli
dan pedalaman Karo. Akibatnya, hubungan menjadi semakin buruk dan Sunggal di
bawah Datuk Amar Laut (1823)
memutuskan menonaktifkan konfederasi Deli (ketika itu pun Deli takluk pada Kerajaan
Siak). Datuk Amar Laut kemudian memproklamasikan Sunggal merdeka dengan
mengeluarkan bendera sendiri berwarna merah dan kuning, dengan cap/lambang gajah.
Tindakan Sultan Deli menyerang Sunggal sangat menjengkelkan Datuk Amar Laut
Surbakti sebagai Raja Urung Sunggal masa itu. Dalam pertemuannya dengan John
Anderson12 di Sunggal, Datuk Amar Laut yang telah berusia 45 tahun ditemani ketiga
putranya, masing-masing Abdul Hamid, Abdul Jalil, dan Mahini, menjelaskan bahwa ia
baru saja selesai berperang melawan Sultan Deli dan ia menyalahkan tindakan Sultan
Deli. Ia merasa tidak senang dengan Sultan Deli. Oleh karena itu, meski telah ada
perdamaian, menurut Anderson, konflik akan kembali terjadi antara Sunggal dan Deli.
Ketika itu Sunggal merupakan pusat aktivitas perdagangan yang ramai dikunjungi orang-
orang Batak Karo dari gunung yang menjual hasil-hasil buminya. Datuk Amar Laut
mengusulkan pada Anderson, bila Inggris hendak membuka perdagangan dengan
Sunggal, maka perlu dibuat Pos Pengamanan di Pulau Pangkor untuk mencegah aksi
bajak laut yang selalu merampok perahu-perahu dagang dari Sunggal menuju Penang.13
Dengan begitu, Sunggal memang sebuah negeri yang merdeka dan menjadi tempat transit
hasil-hasil pertanian yang akan diekspor ke Pulau Penang di Semenanjung Malaysia.
Posisi Sunggal yang strategis ini menarik perhatian utusan Inggris itu sehingga perlu
dibangun hubungan perdagangan dan politik. Namun, ketika Sunggal di bawah
kepemimpinan Datuk Akhmad (1845-1857) dan Deli di bawah Sultan Mahmud,
hubungan Deli-Sunggal berubah lagi. Konfederasi Deli diaktifkan kembali. Sejalan
dengan semakin kuatnya pengaruh Belanda di daerah Sumatera Timur (Deli), ambisi Deli

12
Jhon Anderson adalah seorang utusan Gubernur Inggris di Penang yang dikirim ke Pantai Timur
Sumatera pada tahun 1823 untuk menjalin hubungan perdagangan dan politik dengan para penguasa di
Sumatera Timur.
13
Jhon Anderson, Mission to East Cast of Sumatra in 1823, London: Oxford University Press, 1971.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 21
www.datukkhairil.com

untuk menaklukkan Sunggal terbuka lebar. Datuk Akhmad bahkan diberi gelar Datuk
Indra Pahlawan Wazir Serbanyaman Ulon Janji. Pada masa inilah diresmikan nama
Serbanyaman sebagai pengganti Sunggal. Ketika Sultan Deli menyewakan tanah-tanah
subur di daerah Sunggal bagi kepentingan industri perkebunan/pemerintah kolonial
Belanda, maka hubungan Deli-Sunggal kembali memburuk, hingga meletuslah
perlawanan rakyat Sunggal tahun 1872-1875. Perang itu, bagi Deli adalah upaya klasik
untuk melemahkan kekuasaan Datuk Sunggal. Sebaliknya, bagi Sunggal adalah upaya
mempertahankan hak dan kedaulatannya atas wilayah dan kemerdekaan rakyat Sunggal
yang sudah dimiliki sejak lama, bahkan sebelum adanya Kerajaan Deli.
Datuk Ahmad Surbakti menggantikan ayahnya sebagai raja Sunggal pada 1845-1857.
Ia memindahkan pusat pemerintahannya ke Sunggal (sekarang terletak di Jalan PAM
Tirtanadi, Kecamatan Medan Sunggal, Medan.) Ia mempunyai delapan orang anak: 6
laki-laki dan 2 perempuan, yakni Datuk Mohd. Mahir, Datuk Mohd. Lazim, Datuk Mohd.
Darus, Datuk Badiuzzaman, Datuk Mohd. Alang Bahar, Datuk Mohd. Alif, Aja
Amah/Olong, dan Aja Ngah Haji. Datuk Akhmad mempunyai saudara Datuk Jalil, Datuk
Muhammad Dini (Datuk Kecil) dan seorang perempuan. Datuk Jalilb kawin dengan
puteri Kejeruan Selesai dari Langkat dan mempunyai anak bernama Sulong Barat, Sulong
Putra, dan seorang perempuan. Sementara, Datuk Muhammad Dini (Kecil) kawin dengan
puteri Selesai dan mempunyai dua orang anak Suman dan seorang perempuan. Ketika
Datuk Akhmad meninggal dunia pada 1857, Datuk Badiuzzaman masih berusia 12 tahun,
maka atas musyawarah keluarga, Datuk Kecil ditugaskan untuk memangku kerajaan
Sunggal sampai Datuk Badiuzzaman dewasa. Datuk Kecil memimpin Sunggal sampai
tahun 1866. Dia adalah seorang yang sangat anti Belanda dan sekaligus anti Deli. Karena
bertindak sebagai pemangku Sunggal selama 9 tahun, tidak heran bila ia mempunyai
pengaruh yang kuat di Sunggal, termasuk kepada kemenakannya Datuk Badiuzzazman.
(Ketika perlawanan meletus kontak antara Datuk Badiuzzaman di Sunggal dengan Datuk
Djalil dan Datuk Kecil di desa Gajah dilakukan dengan melalui kurir). 14
Sebagaimana sudah dijelaskan, perluasan penanaman tembakau demikian cepat dan
membutuhkan begitu banyak lahan subur di wilayah kekuasaan Urung Sunggal. Dengan
dukungan perangkat hukum Undang-Udang Agraria, pihak perusahaan perkebunan

14
Politiek Verslag, 1872, hlm. 1

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 22
www.datukkhairil.com

secara sah menurut hukum bisa meyewa tanah dengan jangka waktu yang sangat lama,
yakni 99 tahun (kemudian diubah 75 tahun). Undang-undang ini memang sengaja
diciptakan untuk mengantisipasi perkembangan cepat penanaman tembakau di Deli yang
sudah mulai terkenal di pasaran Eropa. Daun tembakau Deli merupakan yang terbaik
mutunya di dunia saat itu sebagai pembalut cerutu. Budidaya tembakau memang
membutuhkan lahan yang luas dan subur dengan masa rotasi tanam yang lama. Sebuah
lahan yang habis dipanen harus dihutankan kembali agar menjadi subur untuk kemudian
ditanami kembali. Oleh karena itu, dalam masa rotasi ini diperlukan lahan yang lain agar
produksi perkebunan tembakau tidak berhenti. Bila berhenti, maka pasokan untuk ekspor
akan kekurangan dan itu pada gilirannya akan mengurangi arus pemasukan dalam kas
keuangan pemerintah Hindia Belanda.
Pihak pemerintah kolonial Belanda karena kekurangan dana, ketika melakukan
gerakan fasifikasi ke Deli, sangat membutuhkan bantuan para inverstor asing untuk
15
membangun daerah yang baru dikuasainya itu. Akibatnya, perusahaan perkebunan
menjadi bertindak semena-mena karena didukung oleh kebijakan politik kolonial dan
tradisonal (Sultan Deli). Perubahan cepat yang terjadi di Deli akibatnya mencemaskan
para penguasa Sunggal. Oleh karena itu, pada bulan Desember 1871 Datuk Badiuzzaman
Surbakti sebagai Raja Urung Sunggal Serbanyaman beserta seluruh kerabat dan orang-
orang dekatnya, termasuk orang-orang Batak Karo dari pegunungan mengadakan rapat di
sebuah kebun lada.16 Rapat itu dihadiri oleh Datuk Kecil (Mahini), Datuk Jalil, Datuk
Sulong Barat, Nabung Surbakti sebagai komandan pasukan Karo dari pegunungan, dan
Tuanku Hasyim mewakili Panglima Nyak Makam sebagai komandan Lasykar Aceh, Alas,
Gayo.
Hasil rapat itu memutuskan untuk melakukan perlawanan terhadap Sultan Deli dan
Pemerintah Belanda. Datuk Sunggal Badiuzzaman mengatakan bahwa “perselisihan
sesama kita selama ini lenyapkan dari pikiran dan marilah kita bersama-sama melawan
Belanda yang hendak merampas tanah kita…”. Sementara Datuk Kecil berkata, “kalau

15
Ann Laura Stoler. Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatera, 1870-1979.
Yogyakarta: Karsa, 2005, Hlmn. 25.
16
Dalam Politik Verslag, 1872, disebutkan bahwa Datuk Djalil mempunyai sebuah kebun lada di
dekat Timbang Langkat yang dikawal oleh beberapa orang Batak Karo. Kemungkinan besar rapat itu
dilakukan di kebon lada milik Datuk Djalil

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 23
www.datukkhairil.com

kita tak turut kita akan diusir Belanda”. Lalu putranya Sulong Barat menimpalinya bahwa
“Belanda dan Sultan Deli setali tiga uang belaka, merampas tanah rakyat demi
kepentingannya sendiri.” Rapat itu memutuskan (a) Sunggal, Karo, dan Aceh (Alas,
Gayo) sepakat membina persatuan dan kesatuan dan segala perselihan yang dilakukan
Belanda dengan politik pecah belahnya harus dilenyapkan; (b) Sunggal, Karo, dan Aceh
(Alas, Gayo) sepakat menentang Belanda serta mempertahankan setiap jengkal tanah
warisan leluhur untuk masyarakat; (c) Sunggal. Karo, dan Aceh (Alas, Gayo) secara
bersama-sama mengusir setiap penjajah yang menjajah daerahnya. 17 Untuk merealisasi
hasil pertemuan itu, dibentuklah sebuah Badan yang dipusatkan di Kampung
Gadjah/Sitelu Kuru Tanah Karo. Badan ini berfungsi untuk memobilisasi pasukan perang
yang terdiri dari orang yang kuat dan mempunyai ilmu dengan kebatinan yang tinggi dan
mempersiapkan logistik lainnya. Badan ini dipimpin oleh Datuk Mahini (Kecil) dengan
mendudukkan wakilnya di Tanah Karo. Badan ini bertanggung jawab langsung kepada
Datuk Badiuzzaman. Orang-orang Sunggal yang ditugaskan mengurusi badan ini di
Kampung Gadjah adalah beragama Islam. Selama bertugas di Kampung Gadjah, mereka
bertemu dengan saudara-saudaranya marga Surbakti. Hingga sekarang masih ada tempat
pemandian mereka yang dikenal dengan “tapian jawi” (pemandian orang Islam).

Datuk Badiuzzaman dan Perang Sunggal Mei - Oktober 1872


Dukungan masyarakat Sunggal terhadap rencana perlawanan Datuk Badiuzzaman
terhadap Belanda demikian besar. Dukungan itu tampak dengan banyaknya sumbangan
uang dari setiap rumah tangga di Sunggal sebesar 2 sampai 10 dollar yang digunakan
18
untuk mempersiapkan basis pertahanan perang. Para pejuang Sunggal kemudian
menempelkan pernyataan perang yang menurut kebiasaan orang Karo dinamakan “musuh
beringin” pada tempat-tempat tertentu yang menyatakan bahwa kepada mereka yang
berpihak kepada Sultan Deli dan Belanda akan dibakar. Melalui Datuk Kecil, Datuk Jalil
dan Sulong Barat sebagai komandan yang langsung menggerakkan perlawanan rakyat di
lapangan terus dilakukan persiapan. Timbang Langkat dijadikan basis pertahanan dengan

17
H. Biak Ersada Ginting, Sejarah Perjuangan Suku Karo Dan Dari Perang Medan Area Hingga
Sipirok Area, Cetakan I, Medan: Ravi Bina, 2002, hlm 36-37
18
Surat Residen Riau, Schiff kepada Gouverneur General, Batavia, No 1184/1 tanggal 7 Mei 1872.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 24
www.datukkhairil.com

diperkuat oleh 1500 pasukan. Bukan hanya itu, koordinasi dengan Kejeruan Selesai dan
Bahorok di Langkat terus digalakkan. Koordinasi ini relatif mudah karena ada hubungan
kekeluargaan antara para pembesar Sunggal dan kedua Kejeruan tersebut, yakni istri
Datuk Kecil dan Datuk Jalil adalah putri dari Kejeruan Selesai. Kekuatan para pejuang
Sunggal sudah mencapai 1000 orang Karo dan 500 orang Melayu. Sebagian besar mereka
dipersenjatai dengan senapan pemburas (senapan locok). Dukungan masyarakat Karo
sebenarnya bukannya hanya dari Sunggal, tetapi juga dari Tanah Tinggi Karo.
Sebagaimana dijelaskan di bagian depan, bahwa sebagai Raja-Raja Urung Sunggal
adalah bermarga Surbakti dari Kampung Gadjah di Tanah Karo, maka tidak
mengherankan jika kecintaan orang-orang Karo terhadap Datuk Badiuzzaman demikian
tinggi. Bagi orang Karo, marga Surbakti memiliki nilai lebih daripada orang Karo lainnya.
Terutama sejak Datuk Badiuzzaman Sri Indra Pahlawan Surbakti mengambil sikap
menentang penjajahan Belanda. Masyarakat Karo di Tanah Tinggi Karo memiliki strategi
dan cara tersendiri dalam memberikan bantuan kepada perjuangan Datuk Badiuzzaman.
19
Dalam memberikan bantuan tersebut, menurut Tampak Sebayang, ada enam jalur
perjuangan yang secara tradisional dipergunakan masyarakat Karo. Jalur perjuangan ini
sebenarnya juga adalah jalur budaya dan perdagangan yang secara tradisional digunakan
orang-orang Karo sejak dahulu untuk berdagang dan bersilaturahmi dengan saudara-
saudaranya di daerah Deli, Langkat, Serdang, dan Aceh.
Jalur dagang itu secara rinci adalah sebagai berikut. Dari Desa Gadjah (Kampung
Surbakti) -Kawar-Pamah Sembilir-Telagah-ke Langkat/Binjai. Dari Lau Sigedang-
mengikuti aliran Sungai Bingai- terus ke Subekan-Tanduk Benua-ke Binjai. Dari
Sibolangit-ke Tanduk Benua. Dari Sembahe-ke Tanduk Benua. Dari Talun Kenas- Deli
Tua-Rumah Bacang- Pancur Batu- Sungai Belawan- Tanjung Selamat - ke Sunggal. Dari
Tamiang (Aceh)- Berandan-Tajung Pura-Binjai-Namu Ukur- Tanjung Gunung-Sawit-
Subeikan- Tanduk Benua. Jalur-jalur inilah yang dipakai para pejuang Sunggal dalam
membantu perjuangan; melawan Belanda. Melalui jalur inilah mengalir bantuan berupa
lasykar/pasukan dan logistik perang lainnya.

19
Wawancara dengan Bapak Kol. Purn. Tampak Sebayang, Mantan Bupati Tanah Karo 1978-
1989, Padang Bulan, 5 Juni 2006. Tampak Sebayang adalah ketrurunan langsung dari Pangaring Sebayang
seorang asisten Nabung Surbakti,. Ia mendapatkan keterangan tentang perjuangan Datuk Badiuzzaman
melalui cerita turun temurun dari nenek-neneknya.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 25
www.datukkhairil.com

Sebagaimana disebut sebelumnya bahwa salah satu pasukan dari Tanah Karo adalah
Nabung Surbakti (Pulu Jumaraja), dan ada lagi bernama Pa Blegah dan Pa Tolong.
Nabung Surbakti mempunyai seorang asisten bernama Pangaring (Rasyid) Sebayang.
Dengan demikian, salah satu yang berperan sebagai kurir dalam menyampaikan pesan-
pesan perjuangan dan koordinasi perlawanan adalah Pangaring Sebayang. Di samping itu,
ada juga kurir-kurir yang berperan sebagai pedagang garam. Kurir-kurir itulah orang-
orangnya Datuk Badiuzzaman yang sekaligus sebagai penyampai pesan (musuh beringin),
logistik, dan juga pasukan. Peranan kurir dalam perang Sunggal demikian penting, karena
bagi orang Karo pesan yang disampaikan melalui seorang kurir itu lebih berharga
daripada melalui surat saja. Dengan cara itu Datuk Badiuzzaman melakukan kontak
dengan semua pasukan pejuang Sunggal yang berada di Aceh, Tanah Karo, Langkat, dan
20
Serdang sehingga ia mendapat bantuan logistik dan pasukan. Persiapan untuk
melakukan perlawanan sudah matang. Setiap hari sebagaimana dikatakan orang Cina
yang bernama Anton (pedagang Candu) yang ditangkap oleh Datuk Sunggal dan
kemudian dilepaskan, rakyat sudah dipersenjatai secara besar-besaran di Sunggal,
di bawah pimpinan Panglima Dalam Sunggal. Ia juga menjelaskan bahwa Datuk
Badiuzzaman terus berhubungan dengan Datuk Jalil dan Datuk Kecil melalui surat atau
kurir. 21 Sebagaimana disebutkan kontrolir Deems dalam laporannya tangal 12 Juni 1872,
selain putra-putra Datuk Jalil, Sulong Barat, Sulong Putra, Bintang Siak, juga turut Wan
Musa dari Sinembah dan Tengku Sulong Hebar, putra Kejeruan Selesai. Di samping itu,
Kejuruan Bahorok, Kejeruan Stabat Tan Mahidin, dan orang-orang Batak dari hulu
Langkat mendukung para pejuang Sunggal setelah mereka mengadakan rapat di
22
Tanjung Jati. Setelah rapat itu, para pejuang Sunggal mulai membakari bangsal-
bangsal tembakau dan rumah-rumah tuan kebon Belanda. Akibatnya, produksi tembakau
berhenti. Para Tuan Kebon itu berlarian membawa anak dan istrinya mengungsi ke
Labuhan Deli. Sunggal benar-benar dalam keadaan kacau balau. Residen Riau Schifft
melaporkan kepada Gubernur Jenderal di Batavia bahwa ia telah menerima surat dari

20
Ibid
21
Politiek Verslag, 1872, hlm. 1.
22
Tengku Luckman Sinar, op. cit, hlm. 12.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 26
www.datukkhairil.com

seorang Tuan Kebon di Deli bernama Hagge Lies, yang menyatakan para pejuang
Sunggal sudah memasuki Langkat dan Deli dan sebanyak 40 keluarga Tuan Kebon dari
Deli dan Langkat telah diungsikan ke pelabuhan. 23
Sementara pada April 1872 Tuan Munnick melaporkan bahwa kuli Tuan H.H.
Schlatte dan Peijer yang sedang membangun jalan menuju Langkat harus menghentikan
pekerjaan mereka karena diancam oleh 40 orang Batak Karo atas perintah dari Datuk
Sunggal. 24 Dalam sebuah pertemuan antara Sultan Deli, Komandan Kapal Bangka, dan
Kontrolir Deems diketahui bahwa sejak Agustus 1871 di wilayah Sunggal sebenarnya
sudah terjadi oposisi terhadap kekuasaan Sultan Deli dan perusahaan perkebunan.
Oposisi itu sebenarnya dipimpin oleh Datuk Badiuzzaman yang mendapat pengaruh dan
dukungan kuat dari Datuk Kecil dan saudaranya Datuk Djalil, yang walaupun sudah
25
berusia lanjut masih berusaha memerdekakan Sunggal dari Deli dan Langkat.
Sebenarnya usaha Sultan Deli untuk membujuk Datuk Sunggal, Datuk Jalil, dan Datuk
Kecil sudah dilakukan, tetapi selama ini mengalami kegagalan. Para Datuk dari Sunggal
tetap tidak mau menghadiri undangan Sultan Deli untuk berunding. Datuk Kecil menolak
datang ke Deli dengan alasan bahwa Sunggal adalah tanah airnya dan bahwa ia tidak ada
urusan apa-apa dengan Sultan Deli dan memprotes tindakan kontrolir Deems yang
melarang masuknya mesiu dan timah. 26 Menanggapi situasi yang membahayakan bagi
kepentingan perkembangan perkebunan tembakau dan mengancam keamanan dan
ketertiban (rust en orde) di Deli maka Kontrolir Deli, Deems, memanggil Datuk
Badiuzzaman sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap keamanan dan
ketertiban di Sunggal ke Labuhan Deli. Datuk Badiuzzaman memenuhi panggilan itu dan
ia ditanyai seputar berita-berita yang sedang terjadi di Sunggal. Datuk Badiuzzaman
menjelaskan bahwa Sultan telah bertindak kasar dan telah menahannya, tetapi tentang
mempersenjatai para pengikutnya ia tidak memberikan komentar sedikit pun. Pemerintah
Belanda akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan operasi menghancurkan
kekuatan pejuang Sunggal. Dengan agak tergesa-gesa, sebuah ekspedisi militer gabungan

23
Ibid, hlm. 11.
24
Politiek Verslag 1872, hlm. 4.
25
Ibid, hlm. 6-7
26
Tengku Luckman Sinar, op. cit., hlm. 11.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 27
www.datukkhairil.com

dari kesatuan Angkatan Darat (Infantri, Artileri dari Garnizun Tanjung Pinan) dan Korp
Marinir Angkatan Laut dari Kapal perang Bangka, dan Den Briel di bawah pimpinan
Kapten W. Koops tiba di Labuhan Deli dan langsung menuju Sunggal pada 15 Mei 1872.
Pasukan Belanda dibantu oleh 200 orang prajurit Sultan Deli di bawah pimpinan Raja
Muda Sulaiman dan beberapa ratus prajurit Pangeran Langkat di bawah pimpinan
Tengku Hamzah dan Datuk Laksemana, dibantu oleh beberapa ratus buruh perkebunan
tembakau untuk mengangkut logistik dan persenjataan. 27 Pasukan Belanda ini langsung
menuju perkebunan Arendsburg (Klumpang) dan Rotterdam. Sementara itu, pasukan
pejuang Datuk Sunggal sudah menempati kawasan Timbang Langkat memanjang ke
Hamparan Perak-Tanduk Benua-Sapo Uruk-Sunggal. Mereka juga didukung oleh
pasukan Aceh yang berkedudukan di sepanjang pesisir Langkat hingga ke Pulau Kampai.
Pasukan Karo menempati daerah dari Bukum- Buluhawar-Pariama-Tuntungan-Padang
Bulan-Sunggal. Dalam kontak tembak tanggal 17 Mei 1872 para pejuang Sunggal
berhasil menewaskan dua orang serdadu Belanda bernama Angelink dan Schoon dan
melukai beberapa orang, termasuk Letnan Lange Komandan Marinir Belanda. Pada
tanggal 24 Juni 1872, pasukan Datuk Sulong Barat berhasil menghancurkan pasukan
Belanda di Sapo Uruk dan Tanduk Benua. Tiga hari kemudian pasukan Infantri Belanda
di bawah pimpinan Kapten Koops dan Altileri di bawah pimpinan Van de Meurs diserang
para pejuang Sunggal. Pasukan Belanda mengundurkan diri menuju kebon Enterprise
(Kampung Lalang), di seberang Sungai Sunggal dengan meninggalkan beberapa orang
korban. 28
Mengingat perlawanan demikian hebat dari pejuang Sunggal maka Pemerintah
Belanda melalui Assisten Residen Riau, Locker de Bruijne, berusaha memutuskan
hubungan koordinasi antara Datuk Badiuzzaman dengan para komandan pasukan di
daerah Timbang Langkat dan hutan pegunungan. Beberapa Kepala Kampung Karo
dikumpulkan dan Datuk Badiuzzaman dipaksa untuk menyerahkan para pejuang Sunggal
dan memerintahkan agar orang-orang Melayu yang ikut bertempur di hutan-hutan agar
kembali ke rumah masing-masing. Oleh karena Datuk Badiuzzaman tidak bersedia
bekerja sama maka ia dikenakan tahanan kota di Labuhan Deli. Sultan Deli tanggal 8 Juni

27
Ibid., hlm. 12-13, Politiek Verslag 1872, hlm. 4-10
28
T. Luckman Sinar, op. cit., hlm. 15.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 28
www.datukkhairil.com

1872 juga mengumpulkan para penghulu kampung Karo dan memerintahkan kepada
mereka agar dalam tempo paling lama 9 hari menangkap para pemimpin pejuang Sunggal,
yaitu Datuk Kecil dan kawan-kawannya di lapangan. Bahkan Sultan menjanjikan hadiah
sebesar $400 bila berhasil menangkap semuanya dan $120 untuk seorang. Tapi usaha ini
juga tidak berhasil. Bahkan para pejuang Sunggal malah menyerang Belanda di Kebon
Enterprise dan Perkebunan Padang Bulan. Pasukan Belanda kemudian mengungsikan
29
semua keluarga orang kulit putih (Eropa) ke Labuhan. . Pada 10 Juli 1872 Kebon
Kampung Lalang diserang lagi, meskipun Letkol van Hombracht sudah mengambil alih
pimpinan pasukan Belanda di perkebunan itu. Letkol van Hombracht luka parah. Pada 20
Agustus 1872, pasukan Belanda dipukul mundur di Rimbun. Mayor van Stuwe yang
membawahi 350 pasukan infantri dan artileri termasuk 14 orang perwira mendapat
30
serangan dahsyat di sepanjang Lau Margo. Oleh karena upaya membujuk Datuk
Badiuzzaman, Penghulu Gadjah, beberapa penghulu kampung Karo lainnya tidak
berhasil maka Belanda menggempur markas pejuang Sunggal di Lau Margo. Kuatnya
perlawanan rakyat Sunggal terbukti dalam tahun 1872 sudah 3 kali ekspedisi militer
Belanda31 dengan bantuan langsung dari Batavia untuk mematahkan perlawanan rakyat
Sunggal. Belanda sebenarnya tidak mampu secara militer menangkap para pimpinan
pejuang Sunggal. Datuk Badiuzzaman sebenarnya adalah sosok penguasa Urung/Sunggal
yang secara sembunyi-sembunyi terus melakukan kontak rahasia dengan para komandan
lapangan (Datuk Kecil dkk). Sebagaimana dikatakan Sultan Deli, “Hampir setiap malam
melalui para kurir orang Karo Datuk Sunggal menerima pesan-pesan dari Datuk Kecil
dkk”. Semua kerabat Datuk Sunggal secara terang-terangan telah membenci Belanda.

29
F.A.W. Jeeger, De Expeditie naar Deli, hlm. 348.
30
Laporan lengkap tentang serangan-serangan pejuang Sunggal dan ekspedisi militer Belanda di
Sunggal, dijelaskan dalam Politiek Verslag, 1872 dan 1873.
31
Ekspedisi Militer I dibawah pimpinan Kapten W. Koops sampai di Deli tanggal 15 Mei 1872
dengan 111 pasukan infantry, 19 pasukan altileri, dan 82 orang mariner angkatan laut. Ekspedisi Militer II
dibawah pimpinan Letnan Kolonel Van Hombeacht datang tanggal 5 Juli 1872 dengan kekuatan 3 kompi
infantry, 40 pasukan altileri dan dibantu 120 kuli-kuli perkebunan. Ekspedisi Militer III dibawah pimpinan
Mayor H.W.C. van Huwe masuk tanggal 23 September 1872 dengan kekuatan 14 orang Opsir, 339 bintara
dari Bataliaon IX Infantri dan altileri dan dibantu 105 kuli beserta para mandornya. W. Hogemboom,
Kridjsbedrijven van het Rechter half 11 de Batalion Infantrie in het Rijk van den Sultan van Deli van den
11 den July tot den 6 November 1872, Militaire Spectator, 3e serie 19e deel 1874 ; Surat Residen Riau
(Schriff) kepada Panglima Komando Militer Perarian Riau di Tanjung Pinang, No. 1182/1 tanggal 6 Mei
1872.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 29
www.datukkhairil.com

Perjuangan lewat Perang dan Perundingan


Medan perang yang sangat luas dan keterbatasan personel, membuat Belanda
berusaha menawarkan perdamaian. Residen Riau Schiff juga melalui kurir sering
menawarkan perdamaian dengan Datuk Kecil dan rekan-rekannya dan juga kepada Datuk
Badiuzzaman. Dengan menggunakan Sultan Deli, Belanda menawarkan gencatan senjata
dan bersedia menarik pasukannya. Mengingat Sultan Deli merupakan anak beru Sunggal
maka untuk kedua kalinya Datuk Badiuzzaman mau berunding dengan Sultan Deli.
Datuk Sunggal rupanya masih menaruh harapan akan penyelesaian konflik yang
tidak serta merta harus diakhiri dengan kekerasan atau perang. Lewat perundingan dapat
dicapai penyelesaian yang baik dari sisi rakyat bumiputera Sunggal maupun bagi Belanda
dan Sultan Deli.
Perundingan ini harus dilakukan di tempat netral, yakni di sekitar Kampung Lalang
32
dan Belanda harus melucuti pasukannya. Berdasarkan kesepakatan itu maka Datuk
Badiuzzaman dengan rombongan diiringi musik serdadu Belanda (tanpa senjata) daan
diantar Datuk Sulong Barat, menyampaikan kesepakatan tersebut kepada Datuk Mohd.
Jalil dan Datuk Kecil yang saat itu sedang sakit di Kampung Gadjah. Pada 20 Oktober
tibalah rombongan Datuk Kecil dengan diiringi pasukan pengawalnya di Sunggal.
Kemudian, dengan dikawal pasukan Belanda di bawah pimpinan Letnan Ponstein
rombongan Datuk Badiuzzaman dan Datuk Kecil menuju tempat perundingan di
perkebunan Arensburg (Klumpang) tempat tinggal sementara Schifft, Residen Riau.
Rupanya harapan Datuk Badiuzzaman yang masih menaruh harapan akan niat baik
Belanda dalam perundingan antara pihak yang bertikai sebagai pihak yang “berdiri sama
tinggi dan duduk sama rendah” tidak terjadi. Ketika perundingan sedang berlangsung, 25
Oktober 1872, tiba-tiba Residen Riau memerintahkan kepada para Datuk Sunggal itu
untuk minta ampun pada Gubernur Jenderal di Batavia.
Datuk Kecil kemudian menjawab bahwa mereka tidak melakukan kesalahan apa-apa
dan tidak perlu minta ampun. Namun, Residen Riau kemudian menyatakan bahwa
mereka sekarang telah menjadi tawanan dan memerintahkan kepada Letnan Kolonel van
Stuwe untuk melucuti semua pasukan pejuang Sunggal. Para pengawalnya orang-orang
Batak Karo disuruh kembali ke Sunggal, yang lainnya dibawa ke Labuhan Deli. Datuk

32
Surat Residen Riau (Schifft) kepada Goueverneur Generaal, Batavia, 20-10-1872

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 30
www.datukkhairil.com

Kecil, Datuk Mohd. Jalil, Sulong Barat, dan empat pengawalnya selanjutnya dibawa naik
kapal “Den Briel” ke Tanjung Pinang dan kemudian ke Batavia tanggal 4 November
1872. Sementara Datuk Badiuzzaman, Datuk Alang Muhammad Bahar, dan beberapa
33
pejuang lainnya diinterogasi dan kemudian dilepas. Datuk Badiuzzaman tetap
melanjutkan perlawanan dengan jalan memerintahkan berbagai aksi sabotase di
Perkebunan Tembakau 1874-1895. Berdasarkan laporan resmi Departemen Pertahanan
Hindia Belanda pada 4 Nopember 1872, korban tewas dari militer Belanda sebanyak 31
orang dan luka-luka sebanyak 592 orang. Ini tidak termasuk korban dari pasukan Sultan
Deli dan Langkat dan para kuli kebon. 34 Setelah Datuk Kecil, Datuk Mod. Jalil, dan
Sulong Barat dibuang ke Jawa, kondisi keamanan di Deli pada tahun 1873 realtif aman.
Kontrak-kontrak tanah untuk perusahaan perkebunan mulai ditata kembali dengan
lebih memperhatikan kesejahteraan para penduduk pribumi. Sewa tanah dalam kontrak-
kontrak yang dilakukan oleh para pengusaha bangsa Eropa, seluruhnya diperuntukkan
bagi Datuk empat suku di Deli, sepanjang tanah-tanah itu masih masuk wilayahnya. Pada
14 Juni 1873, peraturan ini diperkuat dengan akte baru. Para penghulu Batak Karo yang
terlibat dalam perang telah diberi amnesti, tapi mereka tetap menunggu dilakukannya
35
pesta perdamaian sesuai dengan adat Karo sebagai tanda adanya perdamaian.
Meskipun demikian, kondisi keamanan di Deli kembali tidak aman bagi para
pengusaha perkebunan Eropa dan para pejabat Belanda. Masih dalam bulan Mei 1873,
ada informasi bahwa sejumlah orang Alas dari orang-orang Aceh yang berdiam di
Perbatasan Langkat Hulu (Atas) telah menerima surat dari Sultan Aceh yang isinya
mengajak untuk berperang melawan Belanda. Surat seperti itu pun beredar di Kampung
Sitelu Kuru, tempat asal-usul raja-raja Urung Sunggal Serbanyaman. Berita-berita itu
malah sampai ke para pengusaha perkebunan dan sangat mencemaskan dengan adanya
10.000 pasukan dari Deli Atas dan Langkat akan turun ke Deli Bawah menyerang orang-

33
Tengku Luckman Sinar, op. cit., hlm. 30-31; Surat Letkol Van Stuwe kepada Gouverneur
Generaal te Batavia, ddo, 19 Januari 1874
34
W. Hogemboom, Kridjsbedrijven van het Rechter half 11 de Batalion Infantrie in het Rijk van
den Sultan van Deli van den 11 den July tot den 6 November 1872, Militaire Spectator, 3e serie 19e deel
1874, hlm. 265-266.
35
Politiek Verslag 1873, hlm. 8-10.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 31
www.datukkhairil.com

orang Eropa. 36 Ternyata berita ini memang sangat dibesar-besarkan, sehingga Belanda
tidak jadi mengirim bantuan pasukan dari Tanjung Pinang. Tetapi kontrolir Kroesen
dibuat sibuk dengan melakukan kunjungan ke daerah-daerah Langkat Atas. Memang
berita itu bisa saja dibesar-besarkan, tapi ketenteraman di Deli, khususnya keselamatan
para tuan kebon Eropa dan perkebunannya belum sepenuhnya aman.
Datuk Badiuzzaman, setelah Datuk Kecil dan rekan-rekannya, ditangkap kemudian
mengubah pola perjuangan dari perang frontal menjadi serangan sporadis ke bangsal-
bangsal tembakau milik perusahaan perkebunan Eropa dengan tujuan memberikan rasa
tidak aman bagi Tuan Kebon Eropa bersama keluarganya dan menghentikan produksi
perkebunan dan ekspansi areal perkebunan. Tembakau yang disimpan di bangsal-bangsal
dan siap untuk diekspor dibakar sebagai tindakan balasan terhadap aksi penyerobotan
tanah-tanah rakyat Sunggal oleh perusahaan perkebunan tembakau dan dilindungi
pasukan Belanda yang ditempatkan di setiap emplasmen perkebunan. Setiap bangsal
tembakau yang akan diserang/dibakar ditempelkan terlebih dahulu tanda adat “musuh
beringin”. Dalam sebuah pertemuan antara Assisten Residen Siak, Locker de Bruijne,
Sultan Deli, dan Datuk-Datuk Empat Suku, bulan April 1873, Locker de Bruijne secara
tegas memperingatkan Datuk Badiuzzaman apabila masih ada gangguan keamanan dan
ketertiban di wilayahnya, maka yang harus bertanggung jawab adalah Datuk
Badiuzzaman. 37 Rapat ini dilakukan karena keamanan mulai terganggu lagi, apalagi
setelah utusan dagang Sultan Deli hilang tidak diketahui rimbanya. Kejadian itu
membuktikan bahwa perlawanan rakyat Sunggal tidak berhenti, bahkan semangat
perlawanan itu terus membara dan ditebarkan oleh Datuk Badiuzzazman.

Tetap Menolak Tunduk


Di bawah pimpinan Datuk Badiuzzaman dan adiknya Datuk Alang Muhammad
Bahar, rapat-rapat rahasia sering dilakukan dengan pemuka masyarakat di beberapa
tempat, termasuk di Kampung Pagar Batu atau Pancur Batu. Dalam rapat itu mereka tetap
tidak mau mengakui kekuasaan Sultan Deli atas Sunggal dan membahas cara melakukan
serangan terhadap perkebunan. Pimpinan penyerangan dan pembakaran bangsal-bangsal

36
Ibid
37
Tengku Luckman Sinar, op. cit., hlm. 34.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 32
www.datukkhairil.com

tersebut diserahkan kepada adik kandungnya, Datuk Alang Muhammad Bahar. Keadaan
di Deli semakin gawat dengan munculnya bahaya kelaparan. Keadaan ini terjadi karena
adanya aksi pemboikotan rakyat petani yang turut bersimpati dengan perjuangan Datuk
Sunggal tidak dan mau menjual berasnya kepada Belanda. Akibatnya, Belanda
mengimpor beras dari Rangon (Birma).
Hingga tahun 1866, gerakan pengacauan di perkebunan tembakau terus berlangsung.
Schadee melaporkan bahwa para pemilik perkebunan beserta keluarganya di beberapa
tempat mati terbunuh. Mereka yang selamat menjadi panik dan melarikan diri ke Medan.
Gerakan pengacauan ini semakin meluas sehingga hampir semua bangsal perkebunan
milik orang Eropa tidak dapat diselamatkan. Setahun kemudian, tepatnya bulan Agustus
1876, Tuan Van Der Sluis dkk pemilik perkebunan Sungai Tawar yang terletak di
Babalan Langkat, diserang oleh orang-orang Gayo. Administratur Perkebunan terluka
dan rumahnya dibakar. Sebulan kemudian, September 1876, Perkebunan Tandem dekat
Sungai Bingei milik Tuan Peyer en Van Gulich juga diserang orang-orang Gayo. Dalam
serangan itu seorang Eropa meninggal dan beberapa orang kuli terluka. Pada Bulan
Oktober 1876, sebuah perkebunan Sungai Diski giliran mendapat serangan dari orang-
orang Gayo dan Melayu dari Kampung Sialang Moeda. Istri pemilik perkebunan J.
Lohmann dan dua putranya mati dibunuh dan beberapa orang yang tinggal serumah
mengalami luka-luka. Pemerintah Belanda segera mengambil tindakan untuk melindungi
perkebunan.
Polisi segera berhasil menangkap para pelaku penyerangan, yakni empat orang Batak
Karo dan dua orang Melayu ditembak mati, enam orang lainnya dihukum kerja paksa.
Pemimpin utamanya bernama Razal dipenjara. Setelah dilakukan aksi pembersihan oleh
Belanda, ternyata diketahui bahwa serangan-serangan itu diperintahkan oleh Panglima
Selan, seorang Batak Karo yang memiliki pengaruh di kalangan orang-orang Gayo yang
bermarkas di Si Umpih-Umpih (kira-kira 10 jam perjalanan dari Timbang Langkat). Ia
memang sudah sering membuat keonaran dan setelah itu ia menghimpun sejumlah orang
sekampungnya untuk menyerang perkebunan Ajer Tawar. Pada bulan November 1887
markasnya digempur pasukan militer Belanda, tetapi Selan dan pengikutnya sudah

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 33
www.datukkhairil.com

38
meninggalkan tempat itu. Namun demikian, semua barang yang menurut Belanda
merupakan hasil rampasan dalam tiap aksi penyerangannya berhasil ditemukan Militer
Belanda di Sungai Diski. Berbagai penyerangan yang dilakukan Panglima Sekalian
sebenarnya merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjuangan Datuk Badiuzzaman
menentang kolonialisme Belanda, sebagai startegi meneruskan perjuangan setelah
paman-pamannya Datuk Kecil, Datuk Jalil, dan Sulong Barat dibuang Belanda ke Jawa.
Panglima Selian sebenarnya adalah anak buah Datuk Alang Bahar. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa semua aksi pembakaran perkebunan di Tandem, Sungai Mencirim,
Diski, Gedong Johor, dan penghadangan pasukan militer Belanda adalah atas perintah
Datuk Badiuzzaman dan adiknya, Datuk Alang Bahar. 39
Mengingat semakin seringnya aksi-aksi pembakaran terhadap perkebunan maka
Belanda mulai merencanakan strategi Kristenisasi melalui lambaga Alkitab Belanda
(Zending) untuk memecah belah persatuan antara orang Melayu dan Karo Sunggal.
Mereka mendukung kegiatan zending untuk membendung pengaruh Melayu/Islam di
kalangan orang Batak Karo yang non-Islam. Wujud tindakan memecah kesatuan antara
orang Melayu dan Karo juga tampak dalam berbagai laporan pemerintah kolonial
Belanda yang selalu menyebut aksi-aksi pembakaran perkebunan dilakukan oleh orang
Batak, tidak disebutkan oleh orang Karo.
Politik pecah belah itu tidak berhasil dan bahkan persatuan antara orang Karo/Melayu
Sunggal dengan Batak Karo di Pegunungan makin kuat untuk membebaskan daerahnya
dari penjajahan Belanda. Bagaimanapun, aksi pembakaran bangsal-bangsal tembakau
membuat produksi perkebunan menurun dan pada gilirannya mempengaruhi
perekonomian Hindia-Belanda. Belanda akhirnya berusaha keras untuk mengatasi aksi-
aksi sabotase tersebut, termasuk dengan mempergunakan mata-mata yang disusupkan ke
Sunggal. Upaya ini berhasil. Berdasarkan seorang mata-mata wanita bernama Lelau,
didapat sebuah dokumen yang menjelaskan bahwa sebenarnya otak dari segala aksi-aksi
pembakaran bangsal-bangsal tembakau itu adalah Datuk Badiuzzaman. Oleh karena itu,
dalam sebuah pertemuan pada 1894, yang digagas untuk mencari jalan keluar atas

38
W.H.M. Schadee, Geschiedenis van Sumatra`s Oostkust deel I. Amsterdam: Ooskust van
Sumatra Instituut, 1919, hlm. 16-17 dan 108.
39
Datuk Muhammad Hitam, “Tarombo Raja-Raja Urung Sunggal”, Medan, 29 april 1983.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 34
www.datukkhairil.com

kemelut yang terjadi di Deli, Assisten Residen Siak mengusulkan agar Datuk
Badiuzzaman segera disuruh ke Batavia menemui Gubernur Jenderal dalam rangka
mengatasi masalah di Deli. Usul ini diterima Datuk Badiuzzaman dengan hati bersih.
Dengan didampingi Datuk Alang Muhammad Bahar (adiknya), Datuk Mahmud
(sekretarisnya) dan Daim (ajudannya) berangkatlah menuju Batavia meninggalkan
seluruh anak dan istrinya di Sunggal. Sesampainya di Batavia, ternyata, Datuk
Badiuzzaman belum juga dipertemukan dengan Gubernur Jenderal dan ia tidak
diperbolehkan pulang ke Sunggal. Hingga suatu ketika, seorang pengacara yang
menemuinya menyatakan sebenarnya mereka telah menjadi orang buangan. Sadarlah
Datuk Badiuzzaman bahwa mereka telah ditipu oleh Belanda. Mereka bisa ditolong asal
mau mohon ampun atas kesalahannya pada saat hari ulang tahun Raja Belanda, lewat
Gubernur Jenderal di Batavia. Akan tetapi, Datuk Badiuzzaman tetap pada pendiriannya
bahwa sampai mati pun ia tidak akan mau berjongkok atau merunduk di hadapan
penjajah, apalagi minta ampun pada Belanda karena itu adalah sebuah pantangan dari
nenek moyangnya. Akhirnya, Datuk Badiuzzaman dan sang adik, Datuk Alang Mohd.
Bahar dipenjara di Bengkalis, Riau.
Kemudian melalui Surat Keputusan Gubernur Jenderal No. 3 Tanggal 20 Januari
1895 mereka dihukum buang seumur hidup. Datuk Badiuzzaman dibuang ke Cianjur dan
Datuk Alang Mohd. Bahar dibuang ke Banyumas. Mendengar kabar itu, rakyat Sunggal
berkabung selama 3 bulan sebagai tanda hormat dan setia pada pemimpin mereka. Ketika
sholat Jumat, selama tiga bulan berturut-turut mereka mendoakan para pejuang rakyat
Sunggal. 40 Sama seperti yang dialami pamannya, Datuk Kecil dan Datuk Mohammad
Jalil, Datuk Badiuzzaman juga tidak pernah lagi melihat anak-istri dan keluarganya
sampai meninggal di pembuangan. Datuk Badiuzzaman dikuburkan di Cianjur dan
makamnya dikenali masyarakat setempat dengan nama “Makam Istana Deli”. 41 Datuk
Alang Mohd. Bahar dikebumikan di Desa Lampui, Kecamatan Jombang, Banyumas,
Jawa Tengah. Dengan demikian, hampir 2/3 hidupnya diabdikan untuk menentang
penjajahan Belanda di Deli/Sumatera Timur. Ia tetap menggelorakan semangat anti

40
Datuk Akhtar Bay, Taromba dan Sejarah Keluarga Besar Puak Sunggal/Serbanyaman. Medan:
Tanpa Penerbit, 1973.
41
Tengku Luckman Sinar, “Perang Besar dalam Kampung Kecil, Riwayat Perjuangan Rakyat
Sunggal” dalam Prisma, No. 8 Agustus 1980 Thn. IX, Jakarta LP3ES, 1980, hlm. 37.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 35
www.datukkhairil.com

Belanda dan anti Deli di kalangan rakyatnya dan konsisten tanpa mau menyerah pada
tekanan Belanda.

Sunggal Sepeninggal Datuk Badiuzzaman


Pembuangan Datuk Badiuzzaman ke Pulau Jawa menyebabkan takhta Sunggal kosong.
Oleh karena Putra Datuk Badiuzzaman, Datuk Muhammad Munai, masih kecil maka
berdasarkan musyawarah keluarga ditunjuklah Datuk Muhammad Alif, pamannya,
sebagai pemangku kerajaan Sunggal selama enam tahun dari 1895-1901. Datuk
Muhammad Munai diangkat menjadi Raja Sunggal tahun 1901. Ia mempunyai 6 orang
anak, yakni Datuk Muhammad Jalib, Datuk Muhammad Hasan, Datuk Muhammad
Hitam, Datuk Muhammad Bagus, Datuk Muhammad Nur, dan Datuk Hermasnyah. Datuk
Mohd. Hasan mempunyai 5 orang anak, yaitu Aja Nazariun, Datuk Saifi Ichsan, Aja
Sachila, Aja Herlila, dan Aja Masitah. Datuk Muhammad Hitam mempunyai lima orang
anak, yaitu Aja Miliunnah, Datuk Ahmad Neil, Aja Mahnon, Aja Nurulaini, dan Datuk
Agustin. Datuk Mod. Bagus mempunyai sembilan orang anak, yaitu Datuk Zulkarnaen,
Datuk Harmaen, Aja Arfah, Datuk Muaz, Datuk Hundri, Aja Chalizah, Aja Chairiah,
Datuk Musa, dan Aja Elfira. Datuk Mohd. Nur mempunyai tujuh orang anak, yaitu Datuk
Alisyah, Datuk Arifin, Aja Nurlian, Datuk Helmi, Datuk Aswadi, Datuk Alman, dan Aja
Mahyun. Datuk Hermasyah mempunyai empat orang anak, yaitu Aja Mariamah, Aja
Syafinat, Datuk Nazeli, dan Datuk Amansyah. Beliau memerintah selama 7 tahun sampai
1907. Takhta Sunggal kemudian digantikan oleh Datuk Muhammad Jalib, namun
mengingat ia masih kecil maka Sunggal kembali dipangku oleh Datuk Yusuf. Datuk
Yusuf memerintah Sunggal sampai tahun 1914.
Datuk Muhammad Jalib naik takhta tahun 1914 dan diberi gelar Datuk Johan Sri
Indra dan memegang pemerintahan sampai tahun 1923. Atas kehendaknya sendiri ia
kemudian menyerahkan kekuasaannya kepada adiknya, Datuk Muhammad Hasan, yang
bergelar Datuk Sri Indra Pahlawan. Datuk Muhammad Hasan memegang pemerintahan
sampai tahun 1945. Sejalan dengan masa revolusi kemerdekaan maka di Sumatera Timur
bergeloralah semangat revolusioner yang akhirnya menimbulkan peristiwa Maret 1946,
sebuah peristiwa penghancuran terhadap kekuasaan tradisional. Kekerasan bermula dari
Sunggal, ketika beberapa unit laskar rakyat (Barisan Harimau Liar) menyerang markas

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 36
www.datukkhairil.com

Persatuan Anak Deli Islam (PADI)/Pasukan V di dekat rumah Datuk Hitam. Datuk Hitam
dan sejumlah tokoh bangsawan melarikan diri ke Medan. Empat puluh keluarga
bangsawan Sunggal ditangkap dan ditawan oleh Volksfront (Front Rakyat) Cabang
42
Sunggal. Akibat aneka kerusuhan itu Kerajaan Sunggal/Serbanyaman yang telah
dibangun oleh Adir Surbakti berakhir.

V. Makna Perjuangan Datuk Badiuzzaman bagi Bangsa Indonesia


Perlawanan terhadap kekuasaan Belanda sebagai advokasi atau pembelaan kepentingan
rakyat kecil, yaitu para petani atau pengusaha perkebunan bumiputera,
merupakan inti perjuangan Datuk Badiuzzaman. Pemodal asing atau pemerintah kolonial
dilawan bukan karena melulu orangnya, tetapi lebih-lebih karena tindakan atau
perbuatannya yang tidak memenuhi rasa keadilan. Pada masanya, semangat juang itu
memengaruhi jiwa dan semangat bagi perlawanan rakyat yang terjadi di Simalungun di
bawah pimpinan Sanggar Baru dan Raja Aing. Di tanah Karo dipimpin oleh Pahlawan
Nasional Raja Sisingamangaraja XII (1849 – 1907), dan gerakan Tiga O di Tapanuli yang
dipimpin oleh Tuan Manulang. Tentu saja, belum dapat dikatakan bahwa perlawanan dan
perjuangan rakyat itu menjadi satu-satunya sumber inspirasi dari perjuangan itu.
Akan tetapi, perlawanan-perlawanan yang muncul itu ada benang merahnya yang sama,
yaitu suatu gerakan emansipasi atau persamaan hak dan status masyarakat bumiputera
terhadap tekanan dan penindasan asing yang diwakili oleh kekuasaan Kompeni Belanda.
Perang yang dipimpin oleh Datuk Badiuzzaman atau Perang Sunggal memang
berakhir pada 1895, tetapi bukan berarti perlawanan rakyat itu berakhir. Dengan berbagai
cara dan tindakannya sendiri, rakyat meneruskan perlawanan menentang kolonialisme
dan ekspansi pemodal asing yang mengisap kekayaan alam bumi
Indonesia. Lewat gangguan pada pemukiman para kuli dan pembakaran bangsal
penggilingan tembakau, rakyat menunjukkan bahwa perlawanan itu masih terus
berlangsung. Gerakan Aron yang merupakan gambaran gejolak para petani di Deli yang
terus bergerak dan berjuang bahkan sampai saat tentara Jepang menduduki Nusantara,
juga menjadi bukti semangat juang itu tidak berhenti. Kerja sama yang digalang oleh

42
Michael van Lanngenberg, “National Revolution in North Sumatra: Sumatera Timur and
Tapanuli 1942-1950”, Disertasi Doktor, University of Sidney, 1976, hlm. 433.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 37
www.datukkhairil.com

Datuk dari Sunggal itu antara lain dengan pemimpin dan rakyat di Tanah Karo, dengan
kesultanan Aceh, menjadi lahan yang menyuburkan semangat nasionalisme yang anti
penjajahan.
Perlawanan Datuk Badiuzzaman dapat dipatahkan lewat konspirasi dan kolusi
pemodal swasta asing dengan pemerintah Belanda, dibantu oleh elite tradisional yang
tidak memiliki jiwa nasionalistik. Meskipun berbeda kepentingan dan pandangan politik
dengan Sultan Deli, dalam rangka menjalin semangat perjuangan “bangsa” atau kaumnya,
Datuk Badiuzzaman tetap meneruskan tali silaturahmi dengan tetap mau diajak
berunding. Perundingan sebagai niat baik sang datuk pun bisa ditunggangi
oleh kepentingan Belanda, tetapi datuk tetap tidak mundur. Melihat kekuatan lawan, pasti
Datuk Sunggal bisa memperhitungkan hasilnya, bahwa perjuangan itu tidak mudah,
namun dia tidak mau menyerah. Ia dengan rela menanggung risiko atas prinsip
perjuangan yang dipikulnya dengan hukuman pembuangan hingga akhir hayatnya.
Memang, perjuangan untuk masyarakat mewujudkan keadilan, persatuan, dan
kemerdekaan tidak mudah, bahkan pada masa sekarang pun. Usaha itu memerlukan
perjuangan panjang yang menuntut pengorbanan besar, baik waktu, materi, bahkan
pengorban jiwa. Perjuangan Datuk Badiuzzaman telah menjadi inspirasi dan semangat
bagi masyarakat pada zamannya dan bagi warga negara Indonesia pada masa kini, bahwa
cita-cita emansipasi dan mewujudkan kesejahteraan bangsa ini tidak akan pernah selesai.
Dalam konteks itulah, bangsa Indonesia menghargai dan tetap menjunjung
tinggi semangat dan perjuangan Datuk dari Sunggal ini untuk diaktualisasikan pada masa
kini.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 38
www.datukkhairil.com

A. PROSEDING SEMINAR NASIONAL DATUK BADIUZZAMAN SRI


INDERA PAHLAWAN SURBAKTI PEJUANG PENENTANG
PENJAJAHAN BELANDA 1872-1895 , HOTEL ASEAN, 15 April 2006

MC
Ibrahim Nainggolan, SH

Baiklah, masuklah kita pada acara yang paling ditunggu, seminar Nasional Datuk
Badiuzzaman Sri Indera Pahlawan Surbakti Pejuang Penentang Penjajahan Belanda
1872-1895, yang akan dipandu oleh Bapak Prof. DR. Runtung Sitepu, SH, M.Hum,
kepada bapak kami persilahkan.

Moderator
Prof. DR. Runtung Sitepu, SH, M.Hum

Bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, pada pagi menjelang siang ini kita akan
mendengarkan pemaparan dari tiga narasumber. Yaitu bapak Prof. DR. Payung Bangun,
bapak Prof. DR. Anhar Gonggong, bapak Prof. DR. Ahmad Samin Siregar. Namun untuk
kesempatan yang pertama kita mengharapkan pemaparan dari bapak Prof. DR. Payung
Bangun. Sebelum beliau menyampaikan makalahnya, baiklah saya bacakan terlebih
dahulu biodata dari beliau.

Nama : Payung Bangun


Lahir : Payung, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo
Tanggal : 23 Februari 1932

Pendidikan : 1. Sarjana Pendidikan Sejarah Budaya FKIP Unpad tahun 1960


2. Magister of Art a Science Studies University of California tahun
1970
3. DR Antropoligi dari Fakultas Sastra UI Jakarta tahun 1981

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 39
www.datukkhairil.com

Jabatan
Akademik : 1. Asisten Jurusan Sejarah Budaya FKIP Unpad Bandung dari 1958-
1960
2. Dosen di FKIP Universitas Andalas Padang dari 1960-1962
3. Dosen di IKIP Negeri Fakutlas Sastra dan FISIP USU Jurusan
Sejarah, FKIP UISU Fakultas Sastra Sosial Universitas Darma
Agung dan FISIP Universitas Darma Agung di Medan
4. Guru Besar IKIP Medan 1980-1997
5. Guru Besar tidak tetap pada PPs USU sampai dengan 1997
6. Guru Besar Universitas Kristen Jakarta 1997-sekarang

Baiklah dari kami memberikan waktu kepada bapak Prof. DR. Payung Bangun untuk
menyampaikan makalahnya.

Prof. DR. Payung Bangun


Sejarahwan
Baiklah ibu-ibu dan bapak-bapak yang saya hormati, sebenarnya apa yang akan saya
paparkan di sini adalah paparan ulang. Jadi sebenarnya secara intinya tidak berbeda
dengan apa yang telah pernah saya kemukakan dalam pertemuan yang sama dengan ini.
Sebenarnya sasarannya juga sama di tahun 2004 lalu yang diselenggarakan oleh Yayasan
K.B. Datuk Sunggal di Hotel Tiara pada waktu itu. Hanya memang judulnya berbeda tapi
tidak ada perbedaan secara mendasar. Pada judulnya hanya Perang Sunggal Sebuah
Analasis Berdasarkan Pendekatan Budaya kalau untuk kali ini menjadi lebih panjang dan
inilah yang memang diminta oleh pantia untuk tahun 2006 ini.
Oleh karena itu maka saya hanya akan memulai dengan mengemukakan beberapa pokok-
pokok pendapat saya yang sudah saya ungkapkan itu. Yaitu yang pertama; bahwa perang
Sunggal itu tidak perlu lagi diperdebatkan yaitu bahwa itu memang perang jadi bukan
perang perorangan bukan perang karena ambisi perorangan dan juga bukan perang yang
artinya hanya untuk kepentingan suatu golongan. Tetapi adalah ungkapan peran yang
dilakukan, didukung oleh rakyat, jadi benar itu adalah perang rakyat.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 40
www.datukkhairil.com

Yang kedua; perang tentunya memerlukan pemimpin, dan pemimpin itu adalah Datuk
Badiuzzaman yaitu Datuk yang memegang kendali pemerintahan. Kepemimpinannya
diterima dan dihormati rakyat oleh karena menurut pemahaman saya Datuk itu pada
hakekatnya adalah seorang yang dituakan oleh masyarakatnya. Jadi bagi saya Datuk itu
lebih merupakan salah seorang dari pemimpin-pemimpin yang ada pada waktu itu.

Yang ketiga; dalam menjalankan perannya Datuk Badiuzzaman menjalin kerjasama yang
didasarkan pada hubungan pertemanan dengan saudara-saudaranya yang berasal dari
suku bangsa yang sama. Kenyataannya ini kita lihat hubungannya dengan orang-orang
kampung dan ada juga yang seideologi dengan orang-orang yang seiman. Inilah yang
menyebabkan adanya kerjasama yang erat.

Yang keempat; perang ini bagi saya sebagai yang disebabkan adanya ekspansi, kekuasaan
dan teritorial dari penjajah, Belanda. Jadi yang menyangkut golongan lain dari bangsa
Indonesia saya kira bukan persoalan yang untuk diperdebatkan. Ada saja yang pro dan
kontra dan sebagainya yang terjadi pada kemerdekaan kita pada tahun 1945-1949 yang
lalu. Tidak seluruh bangsa Indonesia ini pro Republik ada juga yang tidak jadi tidak perlu
dipersoalkan. Dengan catatannya seperti itu maka menurut saya perang Sunggal yang
dipimpin oleh Datuk Badiuzzaman adalah perang melawan dari bangsa yang merdeka
yang berdaulat melawan nafsu, melawan agresi dari kekuasaan yang mau kedaulatan dan
yang mau meniadakan bangsa yang sebenarnya pada waktu itu, itulah yang syah.

Itulah yang mendasari sehingga saya mengemukakan bahwa karakteristik dari perang ini
memang kalau kita analisis bisa kita katakan ada tiga pihak yaitu Sunggal, Deli dan
Belanda. Tapi kalau kita dalami lebih jauh sebenarnya hanya ada dua pihak yaitu pihak
Sunggal dan Belanda. Tadi saya kemukakan bahwa ini adalah perang penjajahan, perang
yang dilandasi oleh upaya penyerobotan, upaya agresi terhadap kedaulatan yang syah,
itulah sebenarnya intinya.

Selanjutnya, pada penyelesaian apa yang tim saya kemukakan maka kalau dikaitkan
dengan apa-apa yang saya kemukakan dengan yang sudah saya kemukakan di tahun 2004.
Maka ada kesimpulan setidak-tidaknya yang bisa kita ungkap yaitu yang pertama bahwa

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 41
www.datukkhairil.com

Datuk Badiuzzaman yang memimpin perang Sunggal dilandasi oleh ideologi


nasionalisme. Dalam pengertian memberikan nilai yang tinggi kepada kemerdekaan dan
keadulatan yang harus dipertahankan, meskipun dengan tetesan darah dan sekaligus
pengorbanan jiwa. Berlakulah ungkapan arif lebih baik mati berkalang tanah daripada
hidup berkalang besi, ini adalah tekad dari Datuk Badiuzzaman.

Yang saya pakai di sini adalah ideologi nasionalisme dan ini memang sengaja saya
tonjolkan tentunya pengertian nasionalisme ini tidak sama persis dengan pengertian
nasionalisme yang kita pahami bersama sekarang ini. Akan tetapi bagaimanapun kalau
kita usut-usut pengertian nation, bangsa itu, masyarakat yang dipimpin oleh Datuk
Badiuzzaman juga sebenarnya memenuhi persyaratan satu nation, pada waktu itu setidak-
tidaknya, kalau sekarang kita katakan suku bangsalah itu.
Kemudian yang kedua; untuk itu budaya damai yang sering kita katakan dan kita terima
bahwa budaya damai itu adalah budaya yang kita junjung tinggi. Bangsa Indonesia
menjunjung tinggi nilai damai tapi bagaimana bisa budaya damai berubah menjadi
perang, orang yang mau berperang. Nah ini yang saya kemukakan pada kesimpulan hari
ini untuk tidak budaya damai terlebih dalam hubungan kekerabatan. Karena saya lihat
ada hubungan kekerabatan antara Deli dan Sultan dan juga dalam berhubungan dengan
orang lain yang digolongkan tamu biasanya damai-damai.

Biasanya tamu sangat dihormati tapi terpaksa ini dikorbankan meskipun Sultan Deli
adalah kerabat dan Belanda dapat ditanggapi sebagai tamu. Tetapi demi kemerdekaan dan
keutuhan kedaulatan semuanya terpaksa diabaikan jadilah perang itu. Sehingga perang
Sultan yang dipimpin oleh Datuk Badiuzzaman adalah perang rakyat yang mampu
menggerakkan kekuatan rakyat daerah Sunggal dan memperoleh bantuan dari para
keluarga yang berada di luar daerah yaitu dari Karo dan Aceh.

Issu menolak invansi perkebunan yang menjadi kasus Deli dan Sunggal dapat pula
dikemukakan sebagai issu yang mendasari perlawanan rakyat yang terjadi di Simalungun
di bawah pimpinan Sanggar Baru dan Raja Aing. Di Karo yang dipimpin pahlawan
nasional Raja Sisingamangaraja XII dan gerakan tiga O di Tapanuli yang dipimpin oleh

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 42
www.datukkhairil.com

Tuan Manulang. Saya lihat ada benar merahnya, saya belum begitu berani untuk
mengatakan bahwa apa yang dilakukan Datuk Badiuzzaman itu merupakan sumber
inspirasi bagi gerakan-gerakan, perjuangan-perjuangan yang saya sebutkan tadi. Tapi
saya melihat ada benar merahnya, jadi sebenarnya ini adalah suatu gerakan, perjuangan
yang memang sesuai dengan keinginan jiwa yang berkembang pada waktu itu.

Perang yang dipimpin oleh Datuk Badiuzzaman atau perang Sunggal memang berakhir
pada tahun 1895 namun usainya perang bukan berarti perlawanan ikut berakhir. Dengan
berbagai cara dan tindakan, rakyat meneruskan perlawanan menentang kolonialisasi,
eksvansi perkebunan. Gangguan pada permukiman para kuli dan pembakaran bangsal
penggilingan tembakau adalah diantara cara dan tindakan perlawanan selanjutnya. Antara
perang yang dipimpin oleh Datuk Badiuzzaman dan perlawanan rakyat sesudahnya dapat
ditemukan benang merah penghubungnya. Sudah sejak perang pecah terjadi kerjasama
dan saling dukung antara Sunggal dan daerah sekitarnya sebagaimana juga dengan
pemimpin dan rakyat di Tanah Karo. Kerjasama yang dilandasi oleh semangat atau
ideology-ideologi yang sama itu yaitu anti penjajahan dan anti penjualan wilayah tanah
air tidak hilang atau padam.
Meskipun perang telah usai tetapi Badiuzzaman dan para pemimpin lainnya dibuang.
Benang merahnya sebenanya dapat dilihat sampai ke dalam gerakan Aron yang
merupakan gambaran petani di Deli dulu yang bergerak sampai ke tangan tentara
pendudukan Jepang pada tahun 1942. Demikian pokok-pokok yang bisa saya sampaikan
ke hadirin yang saya hormati, terima kasih.

Moderator
Terima kasih kepada Prof. DR. Payung Bangun, saya mencatat ada beberapa hal penting
dari makalah Prof. DR. Payung Bangun yaitu yang menegaskan bahwa perang Sunggal
itu adalah perang rakyat. Kemudian perang rakyat itu jelas-jelas Prof. DR. Payung
Bangun pemimpinnya adalah Datuk Badiuzzaman. Dan dalam memimpin perang selalu
didasarkan kepada kekerabatan dan perang di pimpin oleh Datuk Badiuzzaman adalah
jelas-jelas melawan penjajahan. Itu beberapa hal yang saya garis bawahi mungkin

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 43
www.datukkhairil.com

diantara kita banyak hal yang mungkin mau dibantah atau mau ditegaskan lagi pandangan
dari Prof. DR. Payung Bangun. Tapi karena kita ini akan melakukan pertanyaan maka
pertanyaan dan tanggapan dari bapak, ibu sekalin disimpan dulu dan kita dengarkan dulu
pemaparan dari pembicara-pembicara lain.
Untuk pembicara yang kedua ini bapak Anhar Gonggong, lahir pada tangal 14 Agustus
1943, pendidikan sarjana muda, BA tentang sejarah ASEAN dari UGM pada tahun 1967
kemudian menyelesaikan studi S1, Drs dari universitas yang sama pada tahun 1976.
kemudian juga mengikuti kuliah orientasi system politik di negara-negara berkembang,
Jurusan Ilmu Politik dari Universitas Legan tahun 1980 dan kemudian
menyelesaikan/memperoleh gelar Doktor dari UI pada tahun 1990. pekerjaan beliau
adalah Guru SMA Negeri di SMA Muhammadiyah Metro Lampung, kemudian PNS dari
tahun 1967-2003 dan juga banyak mengajar di berbagai universitas diantaranya: Dosen di
Universitas Atmajaya dari tahun 1984-sampai sekarang. Dosen di Lemhanas dari tahun
1986-sampai sekarang dan juga di UI Pascasarjana dari tahun 1991-sampai sekarang.

Baiklah kesempatan selanjutnya kami berikan kepada bapak Anhar Gonggong untuk
menyampaikan pokok-pokok pikiran.

Prof. DR. Anhar Gonggong


Sejarahwan UGM
Assalamu’alaikum wr. wb, salah sejahtera untuk kita semua. Merupakan kehormatan bagi
saya untuk berada di sini bersana dengan hadirin untuk membicarakan sesuatu yang
sebenarnya memang memerlukan kejernihan pikiran. Karena sering kita salah di dalam
memakai sesuatu. Saya berikan contoh saja pidato rekan saya sekretaris daerah tadi
Muchyan Tambuse ada salah kaprah dalam mengukit tentang pahlawan itu. Dan itu
sebenarnya kata-kata Bung Karno yang semua orang salah di dalam mengulangi
kalimatnya. Bukan hanya di sini termasuk di Jogja, di Jakarta dan juga banyak ditulis
oleh wartawan-wartawan yang tepat tapi salah, karena salah mengutip ungkapan.

Tadi dikatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawan-
pahlawannya. Seakan-akan itu benar tapi salah yang benar adalah dan kata-kata ini

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 44
www.datukkhairil.com

sebenarnya adalah diberikan oleh bung Karno ketika memberikan catatan terhadap
Cokroaminoto sebagai pahlawan nasional. Dan kata-kata itu adalah hanya bangsa yang
menghargai pahlawan-pahlawannya dapat menjadi bangsa yang besar. Kan sudah
berbeda maknanya, kalau tadi dikatakan bahwa bangsa besar yang memberikan
penghargaan kepada pahlawan-pahlawannya. Kata-kata bung Karno mengatakan secara
jelas kita harus menghargai pahlawan itu kalau mau menjadi bangsa yang besar. Itu
makna yang dikatakan oleh bung Karno bukan bangsa besarnya dulu yang diceritakan
atau dikatakan. Hal-hal seperti ini banyak yang salah juga termasuk di dalam memaknai
paparan ini.

Pak Menteri secara sangat bagus, secara terus terang mengatakan kepada kita bahwa
sebenarnya bangsa kita ini adalah bangsa yang rapuh dalam proses mempersatukan diri.
Bahkan sekarang harus juga diakui coba aja anda lihat Maluku sampai sekarang masih
marah, Irian masih marah, Aceh baru saja berhenti dan mudah-mudahan berhenti
seterusnya untuk marah. Artinya apa, itu bertanda yang harus diamati betul untuk
mencari alat-alat perekat untuk menghadapi kenyataan-kenyataan ke depan. Sebab kalau
kita tidak cari ya kita ini dulu tidak bangsa Indonesia, kita ini baru berproses menjadi
bangsa Indonesia abad ke 20. Apa yang dilakukan oleh Sultan ini bukan untuk Indonesia
tapi untuk melawan ketidak adilan dari penjajahan itu dan itu yang kita hargai.
Jadi ada perbedaan-perbedaan tertentu yang harus kita pahami ketika kita mau
memberikan gelar-gelar pahlawan itu dengan makna yang kita berikan dalam prosesi itu.
Abad 17-18-19 belum ada Indonesia tapi banyak orang yang melakukan perlawan kepada
Belanda dan itu yang kita hargai. Apa yang kita hargai di situ adalah bahwa orang-orang
ini adalah orang-orang yang berbuat dan bersedia melampaui dirinya. Sultan ini mungkin
sadar kalau dia melakukan perlawanan dia mati, kalah. Dibanding dengan kekuatan
Belanda dengan kekuatan dia berapa? Tapi dia harus menjawab tantangan itu, dia harus
melakukan perbuatan untuk membela orang lain tanpa harus melihat dirinya. Ini yang
kurang sekarang, kita mikirin diri kita semua, kita lupakan orang lain termasuk banyak
politik kita yang melakukan hal seperti itu. Dia mementingkan diri dia sendiri, dia teriak-
teriak ketika ingin dipilih, rakyat yang dijual setelah terpilih nggak juga mementingkan
rakyat.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 45
www.datukkhairil.com

Nah pemimpin yang akan angkat pahlawan ini adalah orang yang melampui dirinya,
orang yang mengatakan mungkin saya berbuat ini untuk kepentingan kalian, mungkin
saya mati, itu makna yang mau diberikan dalam kepahlawanan itu. Amir sebagai contoh,
tadi saya katakan pak Datuk kita ini mungkin dia sadar kalau melakukan perlawanan
pasti kalah. Dia sadar itu tapi dia harus memberikan jawaban terhadap krisis yang
dihadapi. Nah nilai kepahlawananya disitu, dia langsung memberikan jawaban. Dia sadar
bahwa jawaban itu belum tentu menyelesaikan pada persoalan yang dihadapinya. Tetapi
oleh karena tuntutan dirinya sebagai seorang pemimpin tentu harus melakukan itu dan dia
mati, di tertangkap.

Contoh lain, kalaulah seorang Bung Karno, kalaulah seorang Hatta dia Ir, yang Drs
Ekonomi pertama mau bekerjasama dengan Belanda dapat 500 Goulden pada waktu itu
mudah buat dia. Tapi kenapa dia pilih keluar masuk penjara karena dia melampaui
dirinya untuk kepentingan orang lain, nilai ini yang harus kita tangkap dari beliau. Inilah
salah satu makna dalam proses kita mencari perekat-perekat, mencari pemimpin-
pemimpin, mencari nilai-nilai dalam proses menghadapi tantangan kita ke depan dan
sekarang. Sehingga kita perlukan yang namanya pahlawan itu dengan nilai. Itu catatan
pertama yang ingin saya sampaikan kepada hadirin yang saya hormati dalam acara ini.

Yang kedua, catatan kedua yang ingin saya katakan adalah bahwa ketokohan seseorang,
kepemimpinan seseorang adalah sebuah pertanda zaman yang tidak bisa disamai oleh
orang lain dalam proses menghadapi tantangan ini. Jadi tidak akan mungkin ada orang
yang menyamai seorang Datuk Badiuzzaman ketika dia memberikan jawabannya. Ketika
dia bersedia untuk memberikan kesadaran-kesadaran terhadap masyarakat agar supaya
masyarakatnya bangkit bersama untuk menghadapi ketidakadilan yang harus dihadapinya.
Tidak ada samanya, tidak ada duanya dalam proses bagaimana krisis yang dihadapi.
Karena krisis yang dihadapi itu adalah berbeda sehingga ketika memberikan jawaban
juga harus menemukan jawaban-jawaban yang menurut dia tepat. Sehingga dia mampu
mensosialisasikan jawaban itu sehingga dia mampu memperoleh pengikut sekian banyak
orang dan dengan itu secara bersamaan memberikan jawaban itu.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 46
www.datukkhairil.com

Dan ini juga adalah nilai kepemimpinan yang ada di dalam diri seseorang. Seorang
pemimpin bukanlah seorang yang enak ketika aman. Seorang pemimpin justru ditentukan
kepemimpinannya disaat krisis, ketika dia mampu memberikan jawaban. Diambil sebagai
contoh, banyak anda tahu kehebatan pak Harto bagaimana? Dia cuma seorang Mayor
Jenderal yang tidak diperhitungkan oleh orang lain, PKI tidak memperhitungkan dia.
Tapi kehebatannya apa, gagasannya adalah ketika dia mengambil sikap dan semua orang
ikut. Di tengah-tengah krisis tidak ada orang yang mau mengatakan begitu. Dia
mengatakannya dan ketika dia mengatakan PKI yang melakukan ini dengan sebuah
tanggung jawab dengan memberikan dukungan. Artinya apa? Pemimpin dengan
kepemimpinannya tidak ditentukan disaat aman tetapi ditentukan di saat krisis dengan
kemampuan untuk memberikan jawaban, itu yang namanya pemimpin.

Sekarang pemimpinnya pada lari di saat krisis, bukan mencari jawaban terhadap krisis itu.
Justru dia lari berlindung di jendela sampai melihat kesempatan untuk melompat dan
menjadi pahlawan. Nah bukan pemimpin seperti itu yang kita cari tapi pemimpin yang
mampu memberikan keyakinan kepada orang lain. Pemimpin yang mampu memberikan
keyakinan kepada masyarakat bahwa dia harus berbuat seperti itu dan orang itu harus ikut
padanya. Itu yang namanya pemimpin yang mampu memberikan jawaban terhadap krisis
dan aktif di tengah-tengah krisis. Itu catatan kedua yang saya ingin sampaikan kepada
hadirin yang amat saya hormati.

Nah catatan ketiga yang ingin saya katakan adalah bahwa di mana letak perlunya, di
mana letaknya sehingga orang atau tokoh-tokoh seperti Datuk Badiuzzaman, seperti Cut
Nyak Dien dan sebagainya, seperti Imam Bonjol dan sebagainya. Ada hal yang penting di
saat-saat mereka melakukan atau mengakhiri perlawanan oleh karena kekalahan dan
sebagainya. Dan saya ingin mengatakan bahwa kalau kita mau jujur melihat tetapi
dengan catatan saya ingin mengatakan kepada anda saya hanya ingin mengatakan ini
bukan berarti saya tidak menghargai dia. Saya hanya ingin memberikan perspektif
histories kepada anda semua juga.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 47
www.datukkhairil.com

Abad ke 17, 18 dan 19 Belanda tidak pernah tidur dan pemberontakan yang satu ke
pemberontakan yang lain di berbagai tempat di wilayah yang ketika itu disebut dengan
Hindia Belanda. Ada Sultan Hasanuddin di Sulawesi Selatan, ada Imam Bonjol dsb. Jadi
di seluruh wilayah itu adalah wilayah Hindia Belanda terjadi pemberontakan, perlawanan
terhadap ketidakadilan yang diberikan oleh Belanda. Jawaban mereka adalah melakukan
pemberontakan itu, tetapi anda harus ingat tak satupun diantara mereka yang menang, itu
fakta. Di Ponegoro kalah, Sultan Hasanuddin kalah, entah kalah bagaimana, ditipu seperti
yang terjadi pada diri Badiuzzaman ini, tertipu dia lalu di bawa dan dibuang.

Tetapi jangan anda anggap bahwa kekalahan tidak memiliki makna tertentu dalam proses
tidak hanya dalam bentuk perlawanan itu tetapi ketika akhir dari perlawanan itu.
Sebenarnya dia di buang ke Sumedang pak Badiuzzaman di buang ke Cianjur, apa
maknanya. Maknanya ialah sejak dahulu wilayah ini antar warga sebenarnya sudah saling
kenal dalam bentuk lain, dalam integrasi dalam konteks waktu sekarang. Apa makna
makam Cut Nyak Dien, apa makna makam Badiuzzaman di Cianjur sana dalam rangka
mengurangi interaksi minimal dalam pikiran kita. Artinya bahwa ada seorang dari
Sumatera Utara dibuang ke tempat sana dan dalam konteks sekarang dia mempunyai
tempat dalam kerangka Indonesia, walau dia tidak berjuang untuk Indonesia.

Tapi anak-anak, cucu-cucu yang ada di sini mengatakan ada suatu proses kebanggaan
bahwa orang-orang Sumatera Utara bahwa dia punya pahlawan di tempatkan di sana dan
itu adalah ikatan batin antara warga Indonesia. Itu terjadi pada Imam Bonjol, itu terjadi
pada Diponegoro dsb, sehingga dalam pemahaman integrasi keutuhan Republik ini
diperlukan makna-makna seperti ini. Dan itu salah satu hal yang penting mengapa kita
harus berbicara banyak dalam hal seperti ini dalam proses untuk ke depan dengan melihat
kelampauan. Artinya apa menghidupkan kembali makna kelampauan untuk ke kinian dan
hari esok kita. Dan kalau kita berbicara tentang kelampauan kita sekarang itu tidak berarti
bahwa kita berbicara tentang kelampauan itu saja tapi kita berbicara tentang kelampauan
dengan makna kekinian dan keesokan harinya.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 48
www.datukkhairil.com

Di situ makna daripada proses-proses yang dahulu dia tidak berjuang untuk Indonesia
tetapi kita yang memberikan makna itu. Kita yang hidup sekarang ini mengatakan bahwa
mereka yang dulu melawan itu adalah orang-orang yang memberikan makna kepada kita
agar supaya Republik ini tetap hidup bersama di Era ini yang secara impriotik harus
diperjuangkan. Itu makna yang harus kita tangkap dalam pertemuan-pertemuan seperti ini.
Saya belajar sejarah bukan untuk belajar masa lampau, apa artinya masa lampau, yang
sudah jadi untuk apa musingi kepala untuk mikirin itu.

Kalau sekedar saya melihat faktanya, tapi fakta itu saya berikan interpretasi untuk
memberikan sebuah keyakinan tertentu bahwa proses kesejarahanan manusia adalah
sebuah kehidupan yang tidak pernah berhenti. Dan oleh karena itu saya hanya bisa
mendapatkan makna-makna itu dari kelampauan untuk saya bawa kekinian kita. Nah tiga
catatan inilah yang ingin saya sampaikan kepada anda semua. Mudah-mudahan anda
mampu menangkapnya dan kita dapat melihat bahwa apa yang kita bicarakan, tokoh yang
kita bicarakan ini meninggalkan makna walau beliau sudah hilang lebih dari seratus tahun
yang lalu. Terima kasih atas perhatiannya, assaslamu’alaikum wr. wb.

Moderator

Terima kasih kepada bapak Anhar Gonggong, saya melihat dari substansi apa yang
disampaikan oleh Anhar Gonggong dia tidak menyinggung secara langsung terhadap
Datuk Badiuzzaman tetapi dia menunjukkan kriteria-kriteria dari seorang pahlawan itu
bagaimana. Jadi bagi kita nanti, apa yang digambarkan oleh pak Anhar Ginggong ini tadi
betul-betul ada pada perjuangan dari Datuk Badiuzzaman, itu yang akan kita
perbincangkan nanti. Selanjutnya kepada bapak Prof. Ahmad Samin Siregar, namun
sebelum beliau menyampaikan pokok pikirannya, saya bacakan dulu biodata singkat
beliau.

Nama lengkap : Prof. H. Ahmad Samin Siregar


Tempat/
Tanggal Lahir : Batang Tolo, 14 Mei 1945

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 49
www.datukkhairil.com

Pekerjaan : Guru Besar USU, Dosen Fakultas Sastra


Pengalaman : Menjadi pelaksana dan pemakalah dalam seminar Pengusulan Menjadi
Pahlawan Nasional atas Nama Kirat Bangun atau lebih dikenal dengan
Jaramata, yang kedua Ahmat Tahir, ketiga Datuk Badiuzzaman
Surbakti dan yang keempat Maraden Pangabean. Dan sekarang sedang
menyiapkan seminar serta pengusulan pahlawan nasional untuk mister
Muhammad Hasan, Gubernur Sumatera masa pada perjuangan di
Indonesia. Kedua mau memberikan makalah kerta kerja mengenai
masalah seni, budaya dan sastra di berbagai negara seperti Malaysia,
Singapura, Thailand, Afrika Selatan, Brune Darussalam, Madagaskar
dan berbagai kota di Indonesia.

Demikian biodata singkat beliau dan kepada bapak Prof. H. Ahmad Samin Siregar kami
persilahkan.

Prof. H. Ahmad Samin Siregar


Sejarahwan USU

Terima kasih moderator, assalamu’alaikum wr. wb. Oleh panitia diminta kepada saya
oleh keluarga untuk membicarakan tentang dua hal tentang Datuk Badiuzzaman. Pertama;
tentang kecintaannya kepada rakyat dan kedua; tentang kegigihannya dalam
perjuangannya. Kalau tadi pak Payung Bangun dan Anhar Gonggong sudah menceritakan
apa sebenarnya yang perlu kita perhatikan, apa sebenarnya yang harus kita gali dari
perjuangan ini. Dari perjuangan Datuk Badiuzzaman untuk menjadi pahlawan nasional
maka pada kesempatan ini kebetulan saya diberikan langsung untuk membicarakan Datuk
Badiuzzaman. Jadi tidak lagi berbicara tentang permasalahan dan bagaimana latar
belakangnya tetapi kepada saya diminta untuk menyampaikan ini.

Ada dua hal yang diminta kepada saya yaitu pertama; tentang bagaimana kecintaan
rakyat terhadap Datuk Badiuzzaman sebagai pemimpin pada masanya. Dan kedua;
bagaimana kegigihannya dalam perjuangannya menentang penjajahan Belanda yang

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 50
www.datukkhairil.com

dilakukan lebih kurang setengah abad, seperti yang disebut-sebut 1872-1895. Itu
makanya dalam makalah ini kami tidak berbicara lagi tentang siapa sebenarnya yang
perlu dianggap pahlawan nasional dsb. Tadi sudah disampaikan oleh pak Anhar
Gonggong lebih detail, lebih rinci kepada kita tentang hal ini. Dan juga oleh pak Payung
Bangun sudah disampaikan mengapa ini menarik perhatian tentang Datuk Badiuzzaman.
Itu makanya makalah kami langsung membicarakan kedua hal ini. Walaupun di bagian
pengantar kami sudah singgung juga tentang beberapa hal yang berhubungan dengan
perjuangannya selama hayatnya. Yang di dalam hal ini beliau mendapat Datuk
Badiuzzaman Sri Indah pahlawan Surbakti. Datuk agak berbeda sedikit dengan Datuk
Melayu untuk dapat diperbincangkan dalam hal yang lain.

Dalam masa beliau terkenal dengan sebutan Perang Sunggal tapi pada kesempatan ini
kita tidak bicara tentan Perang Sunggal. Tapi kita pada kesempatan kali ini
membicarakan tentang ketokohan tentang seorang yang bernama Datuk Badiuzzaman
Surbakti ini di dalam memimpin rakyatnya sehingga timbul kecintaan rakyatnya
kepadanya dan bagaimana dia berjuang. Kegigihannya berjuang menentang penjajahan
Belanda.

Kalau kita perhatikan kecintaan rakyat kepada Datuk Badiuzzaman maka kami
memberikan 4 butir yang barangkali perlu kita perhatikan dan perlu amati secara lebih
mendalam. Beliau memerintah hanya memerintah 29 tahun dari tahun 1866-1895 jadi
tidak terlalu lama sebenarnya tapi juga tidak terlalu singkat. Selama 29 tahun beliau
memerintah di Sunggal maka beliau sangat dicintai oleh rakyatnya dan banyak bukti-
bukti yang menunjukkan kecintaan rakyat kepada beliau. Karena salah satu kecintaan itu
muncul karena beliau tidak tahan dengan rakyatnya mendapat tekanan dari Belanda
ketika itu karena mau menguasai tanah yang ada di Sunggal untuk dijadikan perkebunan.

Di dalam makalah kami kami sebutkan bahwa beliau itu pro kepada rakyatnya karena
memang beliau membela rakyatnya sehingga rakyat di Sunggal menimbulkan perlawanan
yang terkenal dengan Perang Sunggal. Namun karena kita tidak membicarakan tentang
Perang Sunggal di sini kita lebih banyak membicarakan tentang tokoh dan ketokohan

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 51
www.datukkhairil.com

Datuk Badiuzzaman Surbakti. Kecintaan rakyat Sunggal jelas kita lihat ketika rakyat ikut
mendukung semua perjuangan apa yang disampaikan oleh Datuk Badiuzzaman. Ketika
tanah itu mau dikuasai maka terjadilah peperangan dan peperangan ini berkepanjangan.
Salah satu perang yang cukup panjang adalah Perang Sunggal ini di dalam sejarah
berdirinya Republik Indonesia. Walaupun jauh sebelum ada negara Republik Indonesia
ini.

Kemudian yang kedua; kerjasamanya dengan mati-matian mempertahankan tumpah


darahnya ini yang ingin menguasai tanah kelahirannya daerah Sunggal untuk dijadikan
perkebunan tembakau. Itu memperlihatkan kepada kita bahwa beliau bukan
mempertahankan kepentingan ribadi tetapi mempertahankan kepentingan rakyat. Dalam
mempertahankan hak dirinya dan hak rakyatnya tadi tentu memerlukan pengorbanan. Ini
semua muncul seperti yang saya katakan tadi masalah yang pertama tadi juga
bersangkutan dengan yang ini. Adalah kecintaannya kepada rakyat sehingga timbul rasa
persatuan dan kesatuan. Di dalam perjuangannya dia tidak pernah terlepas dari rakyatnya.
Dengan kata lain bukan mempertahankan tanah hak wilayahnya dia tapi adalah
mempertahankan tanah air dan kepentingan rakyat yang ada di Sunggal. Itu sebenarnya
latar belakang yang kami lihat dan diperjuangkan oleh Datuk Badiuzzaman.

Kemudian yang ketiga; ketika masih muda beliau sudah memberikan keteladanan dan
pemimpin yang selalu memperhatikan rakyatnya. Kuat dalam ilmu agama, sangat dekat
dengan rakyatnya oleh karena itu dia sangat disayangi oleh saudara-saudaranya bahkan
juga disayangi oleh rakyatnya. Ketika dia mengatakan bahwa ini harus kita lawan apa
yang dilakukan Belanda ketika itu. Dan mungkin makalah kami juga dikatakan bahwa
tanah itu sebenarnya diberikan oleh Sultan Deli kepada Belanda. Maka dia singkirkan
kepentingan pribadi, dia lihat kepentingan rakyatnya. Untung ketika berjuang dia banyak
mendapat bantuan dari berbagai suku yang ada di sekitarnya. Dia berasal dari suku Karo
tentunya terlibat dalam perang ini bahkan bukan hanya orang Karo juga orang Melayu,
orang Gayo, Alas Gayo, Aceh dan Jawa. Jawa itu merupakan ekstern Belanda ketika itu
yang menjadi tentara dari pasukan Datuk Badiuzzaman.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 52
www.datukkhairil.com

Jadi kalau kita lihat masalah Sunggal ketika itu masalah yang sepele saja, kecil saja di
daerah Sunggal itu tetapi sudah meluas ke daerah lain. Karena waktu itu dari Aceh
langsung dikirim seorang Panglima untuk membantu perjuangan Datuk Badiuzzaman.
Jadi ini suatu lintas daerah sebenarnya perjuangan yang dilakukan oleh Datuk
Badiuzzaman ketika itu. Hal inilah yang membuat seperti apa yang saya katakan adanya
kesatuan dan persatuan, adanya rasa nasionalisme tidak hanya di lingkungan daerah
Sunggal saja tapi sudah meluas ke daerah lain. Dan ini terjadi dalam catatan sejarah kita
lihat nanti ada pertempuran-pertempuran tetapi tentu tidak kita bicarakan dalam
kesempatan ini. Karena saya ingin berbicara bagaimana kegigihannya, bagaimana cinta
rakyat kepada Datuk Badiuzzaman.

Kemudian yang keempat; Datuk Badiuzzaman ini sangat dekat dengan rakyatnya
sehingga mampu mengajak rakyatnya untuk berjuang melawan penjajahan. Mereka
membakar bangsal tembakau yang ada di Sunggal karena waktu itu seperti dikatakan tadi
bahwa sebenarnya dia ini tidak mempunyai kekuatan yang besar dibandingkan dengan
tentera Belanda ketika itu yang mempunyai perlengkapan militer yang besar. Tetapi
dengan semangat juangnya dia membawa rakyatnya dengan mengadakan politik bumi
hangus. Bahwa apa hasil-hasil Belanda yang akan mendatangkan uang untuk memerangi
mereka. Itu yang harus dimusnahkan dahulu maka terjadilah pembakaran-pembakaran
bangsal ketika itu yang dilaksanakan oleh pasukan Datuk Badiuzzaman. Akibatnya orang
Belanda menjadi panik, ketakutan karena merasa keselamatan mereka tidak terjamin lagi.
Gerakan ini meluas dan terjadi secara serentak di berbagai tempat di sekitar Sunggal
ketika itu. Sehingga Belanda mengalmai kesulitan untuk memadamkan pemberontakan
ini.

Dalam sejarah Perang Sunggal beberapa ekspedisi militer sempat dikerahkan ketika itu
untuk mengatasi masalah-masalah yang dialami oleh penjajah Belanda ketika itu. Itulah
empat hal yang membuat dan dapat saya simpulkan mengapa rakyat mau membela mati-
matian Datuk Badiuzzaman. Dengan kata lain bahwa perjuangan Datuk Badiuzzaman
bukanlah perjuangan pribadi tetapi perjuangan didukung sepenuhnya oleh rakyat Sunggal
bahkan beberapa daerah-daerah disekitarnya. Bahkan di Aceh ikut mendukung

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 53
www.datukkhairil.com

perjuangan untuk membebaskan diri dari penjajahan Belanda. Atau katakanlah


perjuangan untuk melepaskan diri dari tekanan-tekanan terhadap pengambil alihan
wilayah yang ada pada kerajaan atau wilayah Sunggal ini menjadi perkebunan.

Kemudian dalam kegigihan Datuk Badiuzzaman bukan saya bicara tentang 2 hal ini saja
yang kebetulan diberikan maka ada 4 catatan saya. Pertama; Belanda sudah bertekad
kalaupun tidak dapat secara damai ini harus diambil secara paksa. Hal ini sudah di dengar
oleh Datuk Badiuzzaman ketika itu maka ditimbulkannya para pemimpin, para pihak-
pihak yang bersangkutan dengan masalah tanah ketika itu. Ada tiga, pertama; rakyat
Sunggal, kedua; Namung Surbakti, Komanda pasukan Karo yang ada di daerah
pegunungan, kemudian yang ketiga; Tuanku Hasyim dari Aceh. Untuk membicarakan
bagaimana nanti kalau Belanda mengambil paksa tanah kita di sini untuk dijadikan
perkebunan. Nah rapat itu memutuskan tidak mau seperti yang saya sebutkan dalam
makalah saya pada halaman 5 itu.

Ada tiga yang bersatu ketika itu, ini barangkali suatu hal yang juga menunjukkan
bagaimana kepemimpinan Datuk Badiuzzaman ketika itu. Tiga daerah yang bersatu itu
adalah Sunggal, Karo dan Aceh, mereka sepakat dalam tiga hal. Pertama; membina
persatuan dan kesatuan serta perselisihan dengan Belanda dengan politik adu domba
(politik pecah belah). Itu harus dilenyapkan jangan timbul perpecahan antara orang Karo,
masyarakat Sunggal yang waktu itu juga pemimpimnya Surbakti dari Karo dan kemudian
dengan Aceh.

Kemudian yang kedua; menentang Belanda serta mempertahankan setiap jengkal tanah
untuk kepentingan masyarakat masing-masing wilayah. Jadi mereka ini sudah bertekad
sejangkal tanah dan setiap daerah harus dipertahankan mati-matian, tiga wilayah ini
Sunggal, Karo dan Aceh. Kemudian yang ketiga; Sunggal, Karo dan Aceh sepakat agar
secara bersama-sama mengusir setiap penjajah yang mencoba menguasai dan menjajah
daerah masing-masing wilayah tersebut. Jadi ketika itu sudah mulai terasa bahwa akan
ada yang mencoba menjajah, akan ada yang mencoba mengambil alih wilayah mereka.
Maka mereka bertiga, pemimpin wilayah ini yang tadi saya sebutkan Datuk Badiuzzaman

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 54
www.datukkhairil.com

dan beberapa teman laskar serta penasehatnya Datuk Muhammad Jalil dan Datuk
Muhammad bin Surbakti. Bersama dengan mewakili masyarakat Karo pada waktu itu
berprinsip dalam tiga hal ini tadi yaitu mengenai Sunggal, Karo dan Aceh. Keputusan ini
membuat kerjasama diantara ketiga wilayah ini dalam menghadapi penjajahan Belanda.

Di sinilah salah satu jasa besar dari Datuk Badiuzzaman. Ketika orang belum lagi ada
antar daerah membicarakan masalah ini yang mempertahankan dan memperjuangkan
aerahnya dari masalah-masalah yang berhubungan dengan penjajahan ini. Beliau Datuk
Badiuzzaman sudah mencoba menghimpun supaya tidak terjadi hal-hal seperti itu tadi.
Itu yang pertama, yang kedua; kegigihan Datuk Badiuzzaman juga nampak banyak
bersama rakyatnya menentang penjajahan Belanda dengan mengangkat senjata untuk
berperang. Beliau dibantu oleh dua orang adiknya pertama Datuk Alam Muhammad
Bahar Surbakti dan kedua oleh pamannya Datuk Abdul Jalil dan Datuk Muhammad Bin
dan Datuk Surung Mahar. Perjuangan mereka ini bukan perjuangan hanya masyarakat
dari daerah Sunggal saja tetapi didukung oleh masyarakat Karo dan masyarakat Aceh.

Kerjasama ini membuat perlawanan rakyat Sunggal dengan kepemimpinan Datuk


Badiuzzaman amat sukar untuk bisa dipadamkan oleh pihak Belanda. Oleh karena itu
berkepanjangan hampir 25 tahun dalam sejarah perjuangan bangsa. Jadi kalau dikatakan
tadi bahwa ada latar belakang mengapa terjadi perang ini. Di berbagai daerah juga lihat
ada latar belakang mengapa terjadi, umumnya karena ingin menentang pengambil alihan
daerah, penguasaan daerah yang dilakukan oleh penjajahan Belanda. Dan kemudian yang
ketiga; Datuk Badiuzzaman gigih sekali memerangi penjajahan Belanda sehingga
memperoleh hasil yang sangat menggembirakan. 17 Maret 1872 pasukan Sunggal
berhasil menewaskan serdadu Belanda, korban-korbannya bisa kita lihat. Bagaimana
beberapa orang tentara Belanda bahkan seorang Letnan yang pada waktu itu pangkat
Letnan sudah dianggap pangkat tinggi yang cukup menentukan di dalam suatu pasukan
itu tewas dalam beberapa serangan-serangan oleh pasukan yang dipimpin Datuk
Badiuzzaman dengan para panglimannya itu.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 55
www.datukkhairil.com

Kemudian yang keempat; kegigihan Datuk Badiuzzaman berjuang menentang penjajahan


Belanda sampai-sampai memerlukan waktu yang cukup panjang dan cukup lama. Tapi
saya katakan lebih kurang 23 tahun ¼ abad, perjuangan ini bukan perjuangan yang
pendek tetapi cukup panjang dan melelahkan. Itubukan terakhir seperti yang sudah
disinggung tadi dia tidak menyerah begitu saja tetapi sejenis kena tipu oleh Belanda.
Makanya selalu kita dengar orang sekarang mengatakan ‘jangan contoh-contoh itu
Belanda’ karena tipu Belanda ini adalah tipu yang paling banyak mencelakakan
perjuangan bangsa Indonesia.

Jadi dia memerlukan waktu yang panjang, dalam waktu yang panjang itulah beliau
berjuang sehingga banyak hal-hal yang membuat Belanda mengalami kerugian yang
besar. Kemudian yang terakhir adalah tentang non komprominya, sikap tidak mau
bekerjasama dengan penjajah Belanda bahkan dengan Kesultanan Deli, karena ada
keinginan untuk menguasai tanah ini. Non kompromi tidak mau bekerjasama atau non
koparatif, 32 tahun dia melakukan pemerintahan tapi selama itu dia tidak pernah mau
bekerjasama dengan Belanda sampai dia dibuang ke Cianjur, Jawa Barat oleh penjajah
Belanda, ini sudah tentu pasti dijadikan contoh teladan.

Inilah yang menjadi gambaran dari kepemimpinan, kegigihan Datuk Badiuzzaman


menentang penjajahan Belanda. Dari apa yang saya uraiakan tadi barangkali saya ingin
membacakan sedikit kesimpulan saya dari apa yang sudah saya tulis di makalah itu.
Datuk Badiuzzaman adalah seorang putra terbaik dari tanah Sunggal dan seorang pejuang
gigih, ulet dan pantang menyerah. Oleh karena itu Datuk Badiuzzaman pantas menjadi
contoh teladan dan dapat dijadikan pula sebagai panutan di dalam menjunjung tinggi rasa
cinta tanah air. Dengan begitu Datuk Badiuzzaman sekarang ini bukan hanya milik
masyarakat Melayu di Sumatera Utara tetapi sudah menjadi milik masyarakat bangsa
Indonesia.

Jadi sepantasnyalah Datuk Badiuzzaman dapat diangkat menjadi pahlawan nasional.


Usaha ini kiranya perlu dilakukan dengan terencana dan terarah serta dengan sepenuh
hati, pikiran dan tenaga sampai tujuan yang dimaksud ini tercapai. Semuanya ini tentu

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 56
www.datukkhairil.com

berpulang kembali kepada setiap warga Indonesia yang cinta akan pahlawannya. Seperti
kata pepatah ‘bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya’.
Lagi pula dalam kesempatan kali ini sangat pantas dan sangat perlu direnung dan diingat
lalu dihayati tentang pesan-pesan yang disampaikan oleh Datuk Abdullah Ahmad Sri
Indra Pahlawan Surbakti ‘Urung gelapkan Sunggal sampai nyaman’ kepada cucu
anaknya Datuk Abdullah Ahmad Sri Indra Pahlawan Surbakti dan Datuk Alam
Muhammad Sri Pahlawan Surbakti yang berbunyi sebagai berikut: ‘taukah engkau sifat
pahlawan bila ia bersungut maka ia bersungut damai bilai ia memadang maka ia bermata
kucing, bilai ia memegang maka ia bertangan besi bila ia berarif setia ia tiada bertukar,
bila ia berjuang pantang surut ia biar selangkah, bila ia menjumpai mau mati dia tetap
akan mencintainya’.

Sifat kepahlawan yang disampaikan oleh orang tuanya itu yang sangat sakral, terpuji dan
terhormat. Itu pulalah yang menjadi pegangan tetap serta menjadi sikap dan tingkah laku
Datuk Badiuzzaman Surbakti ketika memimpin wilayah Sunggal. Inilah isi makalah saya
yang saya sampaikan kalau tadi saya mengutip ‘bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai bangsa pahlawannya’ itu bukan dari kata-kata Bung Karno. Tapi itu adalah
ungkapan yang muncul di tengah masyarakat, kalau tadi kata Bung Karno yang salah
yang diberikan oleh pak Anhar Gonggong. Kritik kesalahan ini, tapi saya tidak
mengambil dari Bung Karno tetapi saya mengambil ungkapan yang muncul di tengah-
tengah masyarakat. ‘Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai bangsa
pahlawannya’. Terima kasih.

Moderator

Terima kasih pak Ahmad Samin, demikian kita sudah mendengarkan maka dari dua yang
telah menjelaskan banyak tentang Datuk Badiuzzaman. Sebenarnya penilaian dari mereka
bertiga maka SK tentang kepahlawanan Datuk Badiuzzaman sudah gol. Tapi kalau kita
tanya tentu masih banyak berharap masukan juga karena dari pak Bahtiar Chamsah
katanya kalau perjuangan itu tidak terputus kalau sempat terputus maka tidak layak untuk
diberikan. Mungkin ada catatan-catatan pula dari daerah Jawa yang melihat ada terputus

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 57
www.datukkhairil.com

perjuangan ini, mungkin bisa kita ungkapkan di sini. Tetapi karena jam kita sudah sampai
menjelang satu kurang lima menit lagi maka kita makan siang dulu dan setelah makan
siang baru kita akan bertanya jawab. Saya kira akan kita skor acara ini, selamat makan
siang dan sholat, assalamu’alaikum wr. wb.

MC
Ibrahim Nainggolan

Kepada bapak dan ibu untuk melaksanakan sholat dan makan, kita melaksanakan ishoma
sekitar 30 menit setelah itu kita kembali untuk melanjutkan. Kepada bapak-bapak dan
ibu-ibu kami persilahkan.

Tanya jawab

Moderator
Pertama yang sebelah kiri dan yang kedua sebelah kanan dan yang ketiga di tengah. Jadi
yang pertama kami persilahkan kepada bapak yang sebelah kiri.

Indra Afgan
Fakultas Sastra Jurusan Sejarah USU

Assalamu’alaikum wr. Wb. Terima kasih kepada bapak moderator, ada dua pertanyaan
yang akan saya tujukan kepada bapak narasumber. Pertanyaan yang pertama adalah
kapankah Datuk Badiuzzaman itu lahir dari makalah yang saya dapat ini tidak saya
temukan Cuma ada sebuah gambaran bahwa masa pemerintahan Datuk Badiuzzaman
tahun 1866. Pertanyaan apakah tahun 1866 itu Datuk.. lahir atau masa pemerintahannya.
Dan selanjutnya pada tahun 1872 mulai Perang Sunggal kalau tahun 1872 dimulai Perang
Sunggal maka usia Datuuk Badiuzzaman adalah 6 tahun. Lalu dari data yang saya dapat

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 58
www.datukkhairil.com

lagi pada tahun 1871 Datuk .. memimpin rapat rahasia. Apakah dalam usia 5 tahun
mampu memimpin rapa. Ini dari segi histories, mungkin narasumber bisa menjawab.
Seperti pada sebuah lagu ‘jangan ada dusta diantara kita’.

Pertanyaan yang kedua; ini mungkin khusus saya tujukan kepada Anhar Gonggong, guru
saya. Secara filosofis memang seorang pahlawan itu selalu berjuang melampaui dirinya.
Ini sangat filosofis, seorang petugas pemadam kebakaranpun dia bertugas melampaui
dirinya. Kalau keluarlah SK menjadi pahlawan nasional apakah nanti bisa kalau tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi keracuan, bisakah dialunir soal pahlawan itu,
terima kasih.

Moderator

Terima kasih kepada pak Indra, selanjutnya kepada bapak ketua kami Tampak Sebayang,
kami persilahkan.

Tampak Sebayang

Saya bukan langsung menghidmatkan diri dalam tanya jawab tetapi saya ingin mewarni
apakah pertanyaan nanti atau bagaimana terserah kepada moderator, yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan sejarah yang dipaparkan oleh makalah dari ketiganya, menurut saya ada tiga;
Kegiatan atau pertempuran oleh Datuk Badiuzzaman di lapangan yaitu konvensional,
kedua; perang politik, keiga; perang gerilya, begitulah saya mewarnai percakapan dari
tiga pemakalah itu. Jadi saya merasakan baik dalam konvensional maupun juga dalam
gerilya maupun juga dalam perjuangan politik. Benar-benar gencar, di lapangan manakah
oleh bapak betiga bisa mengatakan, kalau tidak bisa mengatakan katakan ada saja sudah
cukup. Karena itu adalah kunci kehebatan dari perjuangan itu, jadi gambaran perjuangan
politik yang gencar dalam diplomasi dengan Belanda.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 59
www.datukkhairil.com

Kedua; pertempuran dengan Belanda atau dengan siapa yang berseberangan dengan
Datuk Badiuzzaman dan yang ketiga gerilya, sudah berapa bangsal yang sudah dibakari
oleh datuk dan anak buahnya sekalian yang dikatakan oleh pak Samin ada tiga kekuatan
Karo dan Melayu. Berapa juta hektarkah klaim tanah itu, nah dari pertanyaan saya ini
menggencarkan sejarah itu?

Moderator
Terima kasih pak Tampak Sebayang, mungkin ini sasaran terus langsung ke bapak Samin,
selanjutnya yang ketiga bapak yang ditengah tadi.

Drs. H. M. TWH
Ketua Umum Yayasan Pers Sumut
Assalamu’alaikum wr. Wb, kami telah mencermati dan menyimak makalah ketiga
pemakalah tadi. Bahwa apa yang dikemukakan oleh pak Payung Bangun bahwa
perjuagan dengan melakukan sabotase yang dipimpin datuk memang betul kenyataannya
ada. Tetapi apa yang dilakukan di tahun 18.. juga terjadi di tahun 1949, para pejuang
dengan teman kita pak Payung Bangun di daerah Langkat dan Deli Serdang ada 38
bangsal yang dibakar sehingga Belanda kalang kabut. Kemudian apa yang diberikan oleh
bapak Anhar Gonggong memang cukup memberi arti bagi sebagian pahlawan.

Kemudian apa yang diuraikan oleh pak Samin bahwa adanya perjuangan antar daerah,
memang benar karena dalam masa Perang Sunggal banyak berjuang di daerah Sunggal.
Malah pada satu saat dalam tahun 1865-1866 barangkali pernah direbut daerah Bahorok
dan di daerah Bohorok di cari oleh surat kabar pertama yang terbit di Medan yaitu Deli
Koran disiarkan bahwa bendera Aceh ditarik di Bahorok yaitu bendera Merah Putih.
Dalam kaitan ini kami ingin bertanya kepada bapak Anhar Gonggong kami ingin
mendapat ilustrasi mengenai sejarah dari Merah Putih. Karena menurut Haji Muhammad
Said, masa Belanda pun tahun 1886 bendera Merah Putih telah dikibarkan di Sumatera
Utara ini.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 60
www.datukkhairil.com

Yang kedua; kepada panitia, kita ingin membicarakan mengenai Datuk Badiuzzaman
tetapi kami tidak melihat bagaimana wajah atau bentuk dari calon pahlawan yang ingin
kita ajukan. Untuk itu kami ingin sarankan kalau sudah ada foto-fotonya supaya
dipaparkan dan kemudian diperbanyak. Kalau sekiranya foto ini diperoleh di negeri
Belanda, sudah bagus sekali karena pahlawan nasional Sisingamangaraja pun sebenarnya
tidak ada fotonya tetapi oleh Asbani dilukis mirip dengan pahlawan Sisingamangajara
demikian juga dengan Guru Patimpus. Demikianlah pertanyaan dari saya dan mohon
penjelasan, terima kasih, assalamu’alaikum.

Moderator

Ini sudah ada tiga penanya dan mungkin nanti pertanyaan yang pertama ini, kalau
seandainya para narasumber ini punya kesulitan terutama menentukan tahun lahir.
Karena memang dulu lahirnya dihubungkan dengan tanda-tanda, lahir pada waktu
gunung meletus dan macam-macam. Jadi untuk itu mungkin ada di sini keturunan yang
paling dekat dengan Datuk Badiuzzaman kami juga akan meminta penjelasan dari beliau.
Tapi untuk sementara ini kami serahkan dulu kepada narasumber dan kelihatan dari
pertanyaan yang pertama, kedua dan ketiga ini pada umumnya mengarahkan kepada pak
Ahmad Samin dan pak Payung Bangun, kami persilahkan dulu pak Payung Bangun untuk
memberikan jawaban/penjelasannya, silahkan pak.

Payung Bangun

Kalau masalah lahir saya juga kurang tahu, tapi nanti kalau ada naskah atau sumber yang
mengatakan 1866 kemudian tahun 1872 sudah mulai memimpin perjuangan. Rasa-
rasanya tidak masuk akal tapi mungkin tahunnya 1866 ini yang perlu didalami lagi.
Kebetulan di sini ada pak Anhar. Di sejarah kuno yang lama-lama juga ada yang begitu,
di tahun 1222 yang seharusnya 12 tahun sehingga si anak pun bisa membalas dendam
atas kematian anaknya. Jadi ada dua sumber yang mengatakan tahun yang berbeda
bahkan kalau ada sumber yang seperti itu lebih baik kita mencari logikanya saja, makna
sebenarnya sudah mungkin melakukan ini. Mungkin dari pak Indra tadi dari umurnya 12

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 61
www.datukkhairil.com

tahun dan saya lihat foto copynya memang usianya masih muda. Juga barangkali kalau
dikatakan umur 12 tahun, apa mungkin. Kita jangan lupa bahwa struktur pada waktu itu
bahwa setiap yang memegang kedaulatan/kekuasaan itu selalu dikelilingi oleh panasehat-
penasehat.
Ini belum kata putus, karena betul yang dikatakan oleh moderator tadi bagaimana pun
yang tau persis itu, yang bisa dipercayai adalah klarifikasi dari pihak keluarga. Kemudian
abang saya ini, terima kasih dibagi lagi soal perang menjadi tiga, saya tidak kepikiran
sampai kesitu, memang ada kelebihan dari orang yang lebih senior. Saya sebenarnya
ingin mengemukakan terutama sekali dari segi politik dari apa yang dilakukan oleh datuk.
Maka itu saya bicara tentang kedaulatan dan harga diri. Jadi bagi saya seorang yang
memperjuangkan dan mempertahankan kedaulatan itulah. Kalau hitung-hitungan, tadi
betul itu, tapi terima kasih kepada bapak Drs. H. M. TWH, katanya 38 bangsal, jadi
masukan bagi kita. Saya kira itu dulu, terima kasih.

Moderator

Ya baik, silahkan langsung saja ke Bapak Anhar Gonggong

Anhar Gonggong

Saya barusan mendapatkan informasi bahwa beliau lahir pada tahun 1845, ketika dia lahir
pada waktu itu ketika menjadi raja sudah 21 tahun, dia punya penasehat jadi sudah bisa
memimpin rapat. Tapi kalau 6 tahun pasti nggak, tapi kalau 12 tahun itukan dikelilingi
oleh, saya tidak tau apakah di sini sistem kerajaannya ada sistem perwalian. Jadi sebelum
diangkat dia tetap diangkat menjadi raja tapi pelaksananya adalah sejumlah orang yang
sudah dewasa yang dianggap sebagai perwalian. Tapi kalau dia sudah berumur 21 tahun
saya yakin dia mempunyai kemampuan tertentu untuk menjadi pemimpin.

Jadi kepada panitia yang akan merumuskan ini dan disampaikan ke Departemen Sosial,
tolong hari kelahiran ini jelas untuk memperlihatkan. Memberikan kita data yang bisa
dipercaya bahwa dia memimpin di dalam usia yang memang pantas untuk menjadi

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 62
www.datukkhairil.com

pemimpin, itu sumbangan yang diberikan oleh penanya. Tetapi apakah bisa dianulir
secara teoritis, bisa aja ditinjau kembali. Tapi sepanjang yang saya ingat belum pernah
dan saya sendiri terus terang sepanjang saya berada di Departemen Pendidikan paling
tidak saya pernah menerima 4 surat yang mempertanyakan mengapa si A, si B, si C dan
si D jadi pahlawan nasional padahal dia sudah punya SK. Maka dia menujukkan beberapa
data bahwa orang ini tidak pantas jadi pahlawan nasional, tapi saya diamkan saja. Itu
sebabnya mengapa kita harus sangat hati-hati berdasarkan aturan yang ada untuk sebelum
Presiden menandatanganinya. Dai jadi pahlawan itu betul-betul bisa dipercaya semua
prosesnya, dari proses awal sampai yang terakhir.

Ada contoh, biasanya nama yang diajukan oleh Panitia Pahlawan Pusat kepada Presiden
pasti diterima. Tetapi ada kasus terjadi, Presiden Megawati meminta agar supaya
Trunajoyo ditinjau jadi tidak langsung diterima. Kalau biasanya langsung, kalau kita
mengajukan 7 atau 8 orang biasanya Presiden setuju. Setelah kita bicarakan lagi memang
terdapat dokumen-dokumen yang paling sedikit panitia bisa mengambil kesimpulan
bahwa minimal kita bisa katakan untuk saat ini tentang Trunajoyo masih perlu dilakukan
penelitian ulang untuk kemudian kalau bisa diajukan, tapi kalau memang tidak bisa ya
tidak bisa. Ketika kita belajar sejarah tentang Pangeran Trunajoyo selalu ada di buku
sejarah kehebatannya melawan Sultannya tapi ternyata tidak bisa langsung. Oleh karena
Presiden sendiri dan saya kira patut dihargai juga bahwa Presiden tidak langsung
menerima dan percaya dari Panitia.

Jadi jangan bapak menyangka bahwa setelah dari kita langsung selesai tidak, karena dari
Depsos dan Panitia hasil Depsos ini dikirim ke Presiden dan Presiden punya Dewan
Tanda-tanda Kehormatan lagi. Jadi nanti yang akan menentukan apakah Presiden akan
tanda tangan atau tidak terserah Presiden. Tapi kemarin, 2 tahun yang lalu adalah
Trunajoyo tidak langsun ditanda tangani oleh Presiden, saya kira kasus pertama. Dan
saya senang kita harus hati-hati betul karena bapak bisa bayangkan kalau nanti jadi
pahlawan ada orang Belanda yang menulis dengan fakta yang ada. Oh itu penghianat,
konotasi kita bahwa dia pernah bekerjasama dengan Belanda padahal sudah ditanda
tangani SK nya.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 63
www.datukkhairil.com

Saya ambil contoh ketika itu saya masih di Depdikbud kebetulan saya meniliti seorang
tokoh besar yang sepanjang hidupnya adalah pejuang. Tapi ada cacat pada tahun 1946,
dia berjuang sejak zaman pergerakan nasional, tokoh lagi, tiba-tiba pada tahun 1946
tokoh ini saya temukan dokumennya dan arsip yang ditulis oleh Belanda ketahuan kalau
orang itu pernah bekerjasama dengan Belanda. Saya tulislah dan tidak jadi pahlawan kan,
lalu suatu ketika oleh seorang atasan saya, saya dipanggil. Saudara Anhar bisa tidak
saudara menghilangkan satu hal ini, yang menyuruh katanya Sekjen Depertemen
Pendidikan ketika itu dan Sekjen ini juga diminta oleh orang yang lebih di atas lagi, jadi
bertingkat permintaan.

Karena saya menulis maka tentu saja mereka tidak bisa potong begitu saja lalu mereka
bilang pada saya. Saudara Anhar bisa nggak itu dihilangkan sampai dua kali dia datang,
jawaban saya sederhana, saya bilang tolong kirim surat ke Rektor UGM untuk menarik
gelar Drs Sejarah saya baru anda bisa potong itu. Kalau tidak jangan karena nanti Drs
Sejarah yang saya peroleh dari Gajah Mada itu memalukan Gajah Mada bukan saya yang
malu tapi Gajah Mada yang malu. Jadi cabut dulu Drs saya dari Gajah Mada itu baru bisa
dipotong. Akhirnya sampai sekarang orang itu nggak pernah datang dan sampai sekarang
tokoh itu tidak menjadi pahlawan.

Saya sudah dua kali minta kepada pak Menteri agar saya tidak usah ikut lagi, pusing
apalagi kalau yang dicalonkan itu keluarga teman, keluarga saya sendiri apalagi kalau di
Sulawesi Selatan itu rata-rata keluarga saya. Makanya saya sengaja nggak datang di
undang oleh pak Mansyur kalau berbicara tentang keluarga saya. Jadi sangat susah,
karena faktor perasaan, ada orang datang ke kita segala macam, ada teman akrab yang
nelpon berkal-kali dan itu tidak mudah. Apalagi dalam zaman reformasi sekarang, salah
mengambil keputusan bukan saja ditertawai, digebuki. Zaman sekarang orang pinter
gebuk kalau dulu paling-paling dimaki-maki, sekarang ini digebuki atas nama demokrasi.

Hal-hal seperti ini sekedar informasi bagi bapak-bapak semua saya harapkan supaya
kalau ingin mengajukan tokoh harus betul-betul bisa dipercaya, tulisan-tulisan, sumber-

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 64
www.datukkhairil.com

sumbernya yang bisa dipercaya untuk meyakinkan. Karena panitia juga berdebat,
berkelahi dalam tand kutip antar anggota panitia untuk menentukan baru ketuanya
ngomong anda setuju atau tidak. tapi sebelumnya berdasarkan sumber berkelahi juga
dalam tanda petik, jadi sangat tidak mudah. Oleh karena itu nanti saran saya kalau mau
diajukan tolong dikumpulkan data-data yang sebanyak-banyaknya dengan catatan,
sumber itu adalah sumber yang dapat dipercaya untuk mengatakan ini pantas atau tidak
pantas. Hasil seminar ini oke, tapi setelah itu panitia pengusul juga harus mencari arsip-
arsip yang bisa dipercaya dan arsip-arsip itu dicek oleh kita. Sumber yang anda berikan
kepada kita dicek ulang lagi ke arsip bahkan mungkin kita bisa kirim surat ke arsip
Belanda untuk mendapat akurasi terhadap tokoh ini.

Saya kira hanya itu yang bisa saya jawab tentang hal yang berkaitan dengan apa yang
dikatakan oleh yang terhomat oleh pak Tampak Sebayang. Saya kira teman-teman di sini
lebih tau dari saya jadi saya tidak berhak untuk menjawab.
Moderator

Terima kasih pak Anhar selanjutnya pak Samin Siregar.

Ahmad Samin Siregar

Terima kasih, jadi menurut catatan panitia dan tim yang sudah melacak ini dan gambar
ada ini, jadi kalau nampaknya anak-anak, memang masih muda. Nanti saya coba
menerangkan sedikit bagaimana silsilahnya, apa yang udah disusun oleh panitia. Di
makalah saya disebut-sebut nama Datuk Abdul Ahmad Sri Indah Pahlawan Surbakti Raja
dan memberikan nasehat. Nasehat itu diberikan kepada dua orang anaknya pertama
Datuk Badiuzzaman Sri Indah Pahlawan yang kita angkat pahlawan sekarang, yang
kedua Datuk Alam Muhammad Bahar Sri Indah Pahlawan, jadi mereka adik kakak.

Datuk Abdullah Ahmad Surbakti Sri Indah Pahlawan ini adalah anak dari Datuk Ahmad
Laut Surbakti. Datuk Ahmad Laut Surbakti ini memerintah ini memerintah 1821-1845,
dia punya dua orang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Tiga orang anak laki-

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 65
www.datukkhairil.com

laki itu adalah Datuk Abdullah Ahmad Surbakti, kemudian yang kedua Datuk Abdul Jalil
Surbaki dan yang ketiga Datuk Muhammad Dini Kecil Surbakti. Kenapa perlu kami
sampaikan, karena usia Datuk Badiuzzaman masih belum bisa menjadi raja karena
berusia 12 tahun. Karena dia lahir tahun 1845 maka pada tahun 1757 pamannya itu yang
diangkat menjadi raja namanya Datuk Muhammad Din. Jadi silsilahnya itu harus kita
ketahui baru kita tau maka terjadi ini.

Kenapa diangkat? Karena waktu itu masih berumur 12 tahun Datuk Badiuzzaman, jadi
Datuk Muhammad Dini atau Datuk Muhammad kecil Surbakti memerintah pada kerajaan
Sunggal ini pada tahun 1857 karena 1857 itu umur Datuk Badiuzzaman baru 12 tahun.
Oleh karena itu dia tidak diangkap menjadi raja. Bila dia lahir maka dia lahir pada tahun
1845, kalau terjadi peperangan Sunggal ini pada tahun 1872 maka dia sudah berumur 27
tahun. Jadi dia sudah jadi raja dan sudah dewasa memang dan dia memang punya
penasehat-penasehat, panglima-panglima seperti yang kita sebutkan tadi.

Datuk Ahmad Laut Surbakti yang punya tiga orang anak tadi, Datuk Abdullah Ahmad
Surbakti dan Datuk Jalil Surbakti. Oleh Datuk Ahmad Laut Surbakti yang memerintah
1821-1845 pada 1845-1857 diserahkan pemerintahan itu kepada anaknya yang tertua,
Datuk Abdullah Ahmad Surbakti, inilah ayah dari Datuk Badiuzzaman, Datuk Abdullah
Ahmad Surbakti yang saya sebutkan memberikan nasehat kepada anaknya mempunyai 8
orang anak, 6 orang anak laki-laki, dan 2 orang anak perempuan. Jadi dari anak laki-laki
yang salah satu diantaranya adalah Datuk Badiuzzaman, ketika Datuk Abdullah Ahmad
Surbakti menyerahkan kepemimpinannya pada tahun 1857 umur Datuk Badiuzzaman
baru berumur 12 tahun. Waktu diserahkannya umur anakya ini masih 12 tahun. Oleh
karena itu diserahkan kepada pamannya bukan kepada anaknya. Itulah pamannya yang
bernama Datuk Muhammad Dini Kecil. Dia memerintah dari tahun 1857-1866 baru 1866
Datuk Badiuzzaman memegang pemerintahan itu ketika dia sudah berusia 21 tahun. 6
tahun kemudian baru terjadi Perang Sunggal jadi sudah 27 umurnya. Jadi sudah cukup
dewasa walaupun belum terlalu dewasa karena baru umurnya.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 66
www.datukkhairil.com

Inilah barangkali jawaban, jadi bukan 6 tahun dia memerintah baru terjadi perang, ketika
umurnya 27 tahun. Ini klarifikasi kita tentang hal ini tadi supaya lebih jelas, mengapa hal-
hal seperti itu kadang-kadang bisa menjadi masalah. Namun tentu tahun kelahirannya dan
silsilahnya harus dicari juga kembali, ini yang sudah kita susun mencadi buku dan
gambarnya juga waktu diangkat sudah berumur 21 tahun masih nampak terlalu muda
ketika diangkat menjadi raja pertama kali. Saya tidak mengerti apakah gambar ini gambar
diangkat pertama kali menjadi raja atau gambar ini dibuat ketika dia masih muda belia.
Dibuat ketika dia berumur 15, 16, 17 tahun karena nampaknya umurnya belum sampai 21
tahun. Tapi mungkin juga ini sudah 21 tahun, orang dulu 21 tahun masih muda-muda
nampaknya. Tidak persis karena gambar ini didapat seperti apa yang disebutkan oleh
keluarganya.

Jadi ada gambar satu lagi yang sudah agak tua, barangkali itu gambar yang lalu. Karena
waktu seminar yang lalu yaitu ada pada keluarga, itu sudah agak lebih tua, gambar itu
seperti apa adanya. Inilah keterangan kita terhadap apa yang dipertanyakan tentang tahun
tahun kelahirannya itu tadi. Kemudian ada lagi pertanyaan-pertanyaan dari pak Tampak
Sebayang tadi sudah dijawab 38 bangsal yang dibakar. Tidak kami sebutkan di sini
jumlah bangsal, banyak bangsal. Jadi pak Tampak minta supaya jelas berapa bangsalnya,
ada 38 bangsal yang dibakar.

Kemudian mengenai klaim tanah berapa banyak, ini juga dulu tidak ada diukur-ukur,
katakana saja daerah Sunggal, entah berapa hektar itu wilayah Sunggal itu. Jadi tidak
jelas memang tapi daerah Sunggal. Kalau ditanya bagaimana perjuangan politiknya
dalam pemerintahan tentu sebagai seorang raja. Seperti yang saya katakana tadi, dia
mengadakan persidangan mengundang dari Aceh, dari Karo. Ini sebenarnya yang
dikatakan politik, bagaimana di dengarnya kabar bahwa tanah Sunggal itu mau dijadikan
perkebunan. Lalu dikumpulkan rakyatnya, dikumpulkan wakil-wakil dari daerah
sekitarnya Aceh dan Karo, munculah tiga keputusan yang kami sebutkan tadi.

Menyangkut nama dan itu menjadi masalah juga bagi kita kenapa waktu itu Belanda itu
mengalahkan Sunggal. Sunggal itu seakan-akan sama tahannya dengan Karo dan Aceh

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 67
www.datukkhairil.com

jadi sering disebut Sunggl, Karo, Aceh bersikap begini; ‘tidak menyebut Melayu tetapi
menyebut Sunggal, Karo, Aceh’. Karo dan Aceh ini menyebut nama suku tapi ketika itu
disejajarkan. Kenapa? Karena daerah ini yang menjadi basis tempat mereka untuk
berkumpul untuk membicarakan bagaimana nasib tanah Sunggal ini, jadi itu politiknya.
Sedangkan pertempuran dan gerilya, tadi sudah digambarkan pula tentu walaupun saya
tidak menggambarkan secara fisik bagaimana pertempuran Sunggal itu. Karena kalau
seminar pertempuran Sunggal tentu dibicarakan dalam seminar pertempuran Sunggal.

Barangkali itu saja jawaban kami terhadap ini, kami ucapkan terima kasih kepada
Muhammad TWH yang akan juga menjadikan Muhammad Hasan untuk mengusulkan
menjadi pahlawan nasional. Walaupun dia ini orang Aceh tetapi basis perjuangannya
adalah di Medan. Oleh karena itu akan diselenggarakan oleh Pemda Propinsi Sumatera
Utara. Ini saja yang dapat kami sampaikan, terima kasih.

Moderator

Terima kasih pak Ahmad Samin, terhadap pemaparan dari narasumber tadi, apakah dari
kerabat terdekat dari Datuk Badiuzzaman yang memberikan klarifikasi atau tambahan
keterangan tentang tanggal kelahiran Datuk Badiuzzaman kami persilahkan.

Datuk Khairil
Keturunan Datuk Badiuzzaman

Terima kasih, dari literature yang kami dapatkan dan tarombo/silsilah keturunan Sirsir
Surbakti, Datuk Badiuzzaman merupakan keturunan ke IX memerintah di Sunggal pada
tahun 1866 s/d 1895,lahir pada tahun 1845 dan ayahnya wafat pada tahun 1857, pada
waktu itu atas permufakatan keluarga diangkat Datuk Mahini menjadi pemangku pada
tahun 1857 s/d 1866 ,dalam Polititiek Verslag Resident Riouw 5 Pebruari 1873 dikatakan
Datuk Badiuzzaman memerintahkan kepada komandan pasukan rakyat Sunggal untuk
menambahkan daerah perang terutama di daerah Karo. Kepada mereka yang berpihak
kepada Sultan Deli dan Belanda akan ditangkap. Hasutan Sultan Deli untuk

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 68
www.datukkhairil.com

merenggangkan hubungannya dengan Datuk Badiuzzaman dan pamannya tidak berhasil.


Kemudian pada tahun 1873 juga seorang Cina pedagang candu di tangkap oleh Datuk
Badiuzzaman setelah beberapa bulan dilepaskan dari penjara dan dilarang masuk ke
Sunggal menjual candu kepada rakyat, jadi dia sudah memerintah pada waktu itu. Jadi ini
saja keterangan dari kami, terima kasih.

Moderator
Terima kasih kepada Datuk Khairil, saya kira sudah jelas ya walaupun tanggal, tahun
lahir itu tadi tidak ada diklarifikasi tetapi tahun perjuangan-perjuangannya dia sudah
menjadi raja, banyak data yang bisa kita rujuk untuk membuktikan bahwa ia sudah
menjadi raja dan berjuang di tahun-tahun yang disebutkan tadi. Saya kira untuk sesi
pertama ini sudah cukup jelas, baik dari narasumber juga dari pihak kerabat dari Datuk
Badiuzzaman sendiri. untuk sesi kedua juga untuk tiga orang penanya kami beri
kesempatan. Satu untuk ibu yang di tengah, satu yang belakang dan satu yang disamping.
Jadi pertama ibu yang di tengah dipersilahkan.
Fitriati Harahap
Fakultas Sastra Jurusan Sejarah USU

Assalamu’alaikum wr. wb, pertanyaan untuk Prof. Samin; sejarah tidak terlepas dari
waktu, tempat dan pelaku. Waktu dan tempat sudah diketahui cuma waktunya masih
rancu, dari keterangan yang telah kita perbincangkan dari tadi tahun 1845 diperkirakan
dia lahir tahun 1857 ketika ayahnya meninggal dia diangkat Datuk lalu 1866 dia
memerintah kemudian 1872 terjadi Perang Sunggal. Tetapi pada tahun 1895 dia dibuang
ke Cianjur, 1872-1895, supaya memperkuat Datuk Badiuzzaman menjadi pahlawan apa
peran yang beliau lakukan. Kenapa dia ditangkap, kemudian untuk pak Prof. Payung
Bangun, ada beberapa kajian diterangkan oleh bapak mengenai peran Datuk
Badiuzzaman kemudian yang mau saya tanyakan peranan dari Datuk Badiuzzaman yang
lebih detail sehingga beliau ini tidak susah untuk kita angkat menjadi pahlawan nasional.

Kemudian untuk Prof. Anhar Gonggong kebetulan kakak kelas saya karena saya juga
berasal dari UGM. Sejarah memang merupakan hasil interprestasi dari sejarahwan, tetapi

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 69
www.datukkhairil.com

interpretasi dari sejarahwan itu harus dan wajib ada fakta. Jadi yang saya tanyakan
kepada pak Anhar, apa dari kepahlawanan dari Datuk Badiuzzaman dihubungkan dengan
interprestasi sejarahwan karena tidak mungkin kita mengangkat seorang pahlawan.
Kemudian saya memberikan masukan kepada panitia ada Nederland Institute for War of
Documentasi. Dokumentasi tentang perang-perang yang ada di Indonesia ini disimpan di
sana. Jadi mudah-mudahan kalau panitia kekurangan data atau fakta sejarah silahkan saja
hubungi, terima kasih, assalamu’alaikum.

Moderator
Selanjutnya kepada ibu yang paling belakang.

Ratna
Fakultas Sastra Jurusan Sejarah USU

Pertama, pertanyaan saya satu hampir sama dengan bu Fitri, saya ingin mengkritisi, maaf
saya mohon maaf sebesar-besarnya tentang tahun perjuangan Datuk Badiuzzaman yang
ditulis tahun 1872-1895. kebetulan dalam penulisan sejarah Indonesia di Jakarta,
kebetulan bahwa penulisan sejarah Indonesia di Jakata, saya termasuk orang yang disuruh
menulis tentang Perang Sunggal. Saya menulis Perang Sunggal pada periode 1872 dan
tokoh yang paling amat sangat, saya kira lebih hebat dari Kiyai Fattah adalah Datuk Kecil.

Di dalam laporan-laporan Belanda kebetulan ada di arsip nasional dan kemudian di dalam
laporan ekspedisi Nardedi yang ditulis oleh Jeger dia tidak ada menyebut, maaf Datuk
Badiuzzaman pada tahun 1872. Dia menyebut tiga nama; 1) Datuk Kecil, 2) Sultan Laut,
3) saya lupa, tiga nama itu yang dikejar-kejar oleh Belanda sampai ke Tanah Karo.
Setelah periode 1872, saya nggak tau apa yang terjadi tapi kalau kita baca buku Lukman
Sinar, dia ada menulis beberapa kejadian tapi kejadian itu per daerah. Dia tidak ada
menyebut tentang apa yang dilakukan oleh Datuk Badiuzzaman setelah Datuk Kecil
ditangkap. Saya kira yang mau memberikan masukan, coba kita lihat kenapa Datuk
Badiuzzaman sampai ditangkap, apa yang dilakukannya setelah meninggalnya Datuk
Kecil.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 70
www.datukkhairil.com

Memang ada laporan di situ bahwa rumah Datuk Badiuzzaman dipakai untuk pertemuan-
pertemuan untuk mendukung perang. Tapi apakah misalnya ada rumah tokoh A, dia
dipanggil sebagai ini, apa mungkin dia diangkat sebagai pahlawan nasional. Itu saja, ada
kajian khusus tentang itu, kalau memang ada saya juga setuju beliau diangkat, cuma saya
harap kita harus teliti tentang hal ini.

Kedua, tadi pak Samin sebutkan kita hanya ingin melampirkan tokoh tapi kalau kita
melampirkan tokoh kita harus tau, tokoh itu muncul kenapa tapi terkait tetap dengan
Perang Sunggal. Saya kira tidak mungkin terkait dengan Perang Sunggal. Saya kira tidak
mungkin tidak terkait dengan Perang Sunggal, Perang Sunggal kapan itu terjadi. Setahu
saya sampai 1872, 1895 saya nggak tau perang apa namanya itu tapi mungkin Sunggal
cuma itu yang kita kaji.

Ketiga, saya melihat makalah yang kita siapkan dari Seminar pertama kemudian yang
ketiga, tidak ada tambahan sumber yang benar-benar mendukung persoalan ini. Masih
itu-itu saja, padahal banyak sumber Belanda, nggak usah jauh-jauh sampai ke Negeri
Belanda, di arsip saya sudah lihat. Yang terakhir, saya ingin mengatakan tanpa pahlawan
sejarah berjalan terus tapi tanpa pahlawan alangkah sepinya hari ini, terima kasih,
assalamu’alaikum.

Moderator

Terima kasih, bapak yang sebelah kanan.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 71
www.datukkhairil.com

Nasrul Hamdani
Alumni Jurusan Sejarah USU/Sejarahwan Partikel sedang mendokumentasikan
fakta-fakta keras di Sumut.

Tadi saya sepakat dengan pak Anhar harus ada fakta yang lebih baru tentang peristiwa ini.
sampai sekarang tahun 2006 hanya ada satu literature yang membahas tentang perang
Sunggal ini. Oleh karena itu saya pikir penting sekali untuk mencari arsip baru yang saya
kira masih banyak. Yang kedua, saya berpikir bahwa seminar ini adalah usaha untuk
memancing ingatan kita siapa Datuk Badiuzzaman Tapi ketika saya dengarkan ada unsur
pembesaran dan itu di mana Datuk Kecil. Padahal sebelum 1817 Datuk Kecil adalah
mampu berdasarkan keterangan laporan tahunan. Jadi penting sekali di lihat, jadi jangan
kita mengangkat orang tapi menginjak orang lain. Datuk Kecil harus masuk, Datuk
Sunggal itu lembaganya, Datuk Badiuzzaman menjabatnya, siapa yang menjabat Datuk
Sunggalkah atau Datuk Badiuzzaman, siapa Datuk Kecil itu?.

Yang ketiga, saya agak sedikit gregetan juga dengan kutipan pak Samin tentang prosa
atau pantun itu. Prosa itu menurut Ibnu Masinah pesan dari Datuk Kecil kepada Datuk
Badiuzzaman kita boleh memutar balik tetapi fakta baru itu manipulasi. Kita ingin
nantinya Datuk yang dijadikan pahlawan ini dianulir sebagai Datuk Ibrahim Tan Malaka.
Datuk Ibrahim Tan Malaka adalah pahlawan yang dianulir. Saya pikir sebelum lebih
lanjut penting adanya penelitian yang lebih intensif tentang Datuk Badiuzzaman, siapa itu
Datuk Badiuzzaman apa perannya. Karena pembuangan Datuk Badiuzzaman ke Cianjur
tidak lebih dari usaha untuk mematikan gerak rakyat Sunggal pada waktu itu. Baik saya
pikir itu saja dan pantas untuk dipikirkan lebih intensif tentang Datuk Badiuzzaman

Moderator

Terima kasih kepada pak Nasrul Hamdani, sudah ada tiga pertanyaan dan juga masukan
untuk didiskusikan. Pertama; kami persembahkan kepada Prof. Payung Bangun, silahkan.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 72
www.datukkhairil.com

Payung Bangun

Terima kasih, mengenai peran yang lebih rinci dari Datuk Badiuzzaman sebenarnya tadi
sudah saya kemukakan memang bukan lebih rinci tetapi lebih terfokus barangkali. Saya
melihat bahwa perang itu pertama adalah yang berkaitan langsung dengan perang itu
sendiri yaitu yang sedang memimpin perang. Supaya perang itu bisa terselenggara
dengan baik, maksud saya bahwa supaya perlawanan terhadap agresi Belanda itu bisa
cukup besar maka perlu koordinasi kekuatan. Selain daripada itu tentunya oleh karena
Datuk Badiuzzaman adalah seorang pemimpin negeri memegang kendali pemerintahan
negeri, ini yang saya lihat pertama. Kemudian bagian yang kedua perangnya itu adalah
bagaimana sebenarnya seseorang itu harus mempertahankan harga diri. Nah inilah yang
saya lihat adalah mengapa sebenarnya ekspansi pertemuan itu tidak begitu disukai oleh
Datuk Badiuzzaman Ini yang harus kita kembalikan kepada barangkali kepada apa
sebenarnya fungsi tanah bagi masyarakat yang ada di daerah Sunggal itu.

Tanah adalah lambang dari status, lambang dari harga diri, bila tanah itu jatuh ke tangan
kekuasaan orang lain berarti harga diri pemilik tanah Sunggal itu akan hilang, tradisinya
begitu. Kalau kita setuju untuk lebih memperluas persoalan harga diri maka di situlah kita
bisa temukan unsur nasionalisme. Maka perang yang kedua adalah setidak-tidaknya
menyadarkan sekaligus nasionalisme yang ada pada waktu itu. Nasionalisme dalam
konteks kehidupan masyarakat pada waktu perjuangan itu tejadi. Itu barangkali yang
perlu saya terangkan, tapi ada tidak ada yang baru karena di makalah saya yang kedua
saya katakan adalah sebenarnya sekedar penajaman daripada apa yang saya kemukakan
tahun 2004 lalu di Hotel Tiara. Memang perlu dilakukan lagi penggalian-penggalian atau
pembaca-pembacaan baru, terima kasih.

Moderator

Terima kasih pak Payung Bangun, selanjutnya kepada pak Anhar.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 73
www.datukkhairil.com

Anhar Gonggong

Terima kasih, tentu saja bahwa ada fakta-fakta itu tidak akan berbicara kalau tidak akan
di interprestasikan, interprestasi tidak boleh melampaui batas. Saya kira yang sangat
diperlukan adalah fakta-faktanya agar tersambung cerita faktual itu memang ada perlu
cerita. Sebenarnya yang diperlukan untuk pencalonan itu bukan analisa tapi fakta-fakta
yang akurat, lain lagi kalau yang menarik dari tokoh ini misalnya kalau dikaitkan. Karena
kebetulan saya mengajar sejarah Ekologi di Atmajaya dan salah satu yang saya berikan
kepada murid saya adalah bagaimana kaitan antara perkembangan perkebunan termasuk
di Sumatera Timur dengan perkembangan Kapitalisme.

Menarik untuk melihat kalau hal ini tidak dalam rangka pencalonan dia tapi mungkin ada
juga. Dalam arti kata untuk memperlihatkan bagaimana sikap tokoh kita ini terhadap
penetrasi kapitalisme lewat pemerintah kolonial dengan kasus pemberontak itu. Karena
memang pemberontakan di perkebunan itu sangat banyak, termasuk di sini. Saya punya
bukunya ada 15-an judul tentang perkebunan yang menyangkut itu. Saya baru sadar
bahwa ini menarik kalau saya bicara tentang perkebunan di Sumatera dalam kaitan
dengan pemberontakan. Maka tampaknya tokoh Datuk Badiuzzaman menarik dan tentu
juga tokoh yang lainnya sehingga akan lebih menarik untuk ditampakkan sebagai
perannya dalam kaitannya dalam perkembangan perkebunan. Penolakannya terhadap
rencana Belanda untuk mengambil tanah dan dijadikan perkebunan. Nah menariknya di
situ kalau mau dianalisa bisa menjadi tesis S3 kalau ada yang mau.

Nah apa yang dikemukakan oleh bu Ratna tadi yang menarik bahwa ada tokoh-tokoh lain
tentu saja, jangan disembunyikan itu. Tokoh-tokoh lain ini dan kalau perlu dua-duanya
dicalonkan kasih aja SK nya dan nanti panitia itu yang akan menentukan dua-duanya
boleh masuk, ya masuk. Jadi saya hal ini menarik juga tetapi tidak berarti masuknya
tokoh ini akan mengurangi posisi dari tokoh yang akan diajukan itu. Ini yang harus
diingat tetapi jangan seperti kata pak Nasrul ada manipulasi, saya kira itu harus dihindari
betul jangan sampai ada manipulasi data. Tetapi juga karena orang-orang yang menjadi

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 74
www.datukkhairil.com

panitia itu adalah orang-orang yang tau juga sejarah, manipulasi itu tentu dalam batas
tertentu akan ketahuan.

Tidak benar kalau kepahlawanan Tan Malaka dianulir tidak pernah ada SK yang
menganulir itu, yang terjadi adalah bahwa selama orde baru berkuasa riwayat hidup Tan
Malaka tidak boleh ditulis dan itu bukan perintah tertulis. Saya tau benar karena saya
berada pada posisi di lembaga itu, jadi Tan Malaka sampai saat ini sejak diangkat pada
tahun 1964 kalau tidak salah tetap pahlawan nasional. Hanya oleh karena dia dianggap
sebagai orang yang PKI yang sebenarnya salah juga. Karena PKI pada awalnya tetapi
kemudian berlawanan dengan PKI dan kemudian membentuk aliran basis yang lain yang
nasionalis dan Adam Malik adalah muridnya Tan Malaka wakil presiden juga. Jadi
jangan salah hanya situasi yang menyebabkan Tan Malaka pernah namanya tidak
ditampilkan hanya itu saja tapi tidak dianulir. Melihat sampai saat ini tetap pahlawan
nasional dan saya pastikan dan Departemen Sosial pasti akan memanggil saya karena
memang ada yang mau dianulir. Saya kira yang lainnya harus ada fakta dan segala
macam, terima kasih.

Moderator

Terima kasih pak Anhar, ini yang paling berat tentu pak Ahmad Samin terutama sekali
tentang menjelaskan perjuangan pada tahun 1872-1895, pernah ada catatan yang berbeda
dengan itu. Tapi mungkin juga pak Ahmad Samin menulis berdasarkan fakta-fakta yang
akurat, jad kami berikan kesempatan untuk menjelaskan.

Ahmad Samin Siregar


Terima kasih, pertama mengenai tahunnya ini, sebenarnya seperti yang saya terangkan
tadi, jadi ketika dia berumur 12 belum diangkat menjadi raja karena masih dianggap
anak-anak. Oleh karena itu digantikan dengan pamannya Datuk Kecil Surbakti, ini jelas
terlihat dalam makalah kami dan juga pada makalah-makalah yang lalu sebenarnya hal
ini sudah dibicarakan. Bahkan sudah menjadi laporan ke Departemen Sosial tapi laporan
ini dianggap masih kurang memadai maka diadakan kembali seminar ini.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 75
www.datukkhairil.com

Kebetulan saya tidak dapat bidang itu pada waktu kesempatan itu, tapi sudah saya
terangkan sebenarnya ketika saya pertama sekali mendapat tugas adalah kecintaan rakyat
kepada Datuk Badiuzzaman dan kegigihan Datuk Badiuzzaman dalam perjuangan
menentang. Itu sebenarnya yang menjadi pokok pembicaraan saya, kalau pokok
pembicaraan mengenai sejarahnya sebenarnya itu lebih banyak diminta ahli sejarah
seharusnya bukan kepada saya. Jadi saya berbicara tentang hal yang seperti itu, jadi
saudara mengatakan ada menyinggung tentang tahun-tahun sejarah di dalam makalah ini,
itu betul. Tapi itu kita ambil dari hasil laporan-laporan yang lalu yang sudah dilaporkan
Departemen.

Sebenarnya hirarki itu sudah saya terangkan bagaimana, pada umur 12 tahun sebenarnya
Datuk Muhammad Dini itu yang menjadi raja 1857-1866, baru 1866 Datuk Badiuzzaman
resmi menjadi penguasa Sunggal. Sekarang siapa yang mengucapkan kata-kata itu, ada
dua pendapat, di buku Perang Sunggal yang mengatakan itu adalah pamannya Datuk
Muhammad Dini. Tetapi di dalam laporan yang disampaikan oleh panitia yang
mengatakan itu adalah ayahnya kepada anaknya masalahnya ayahnya itulah yang paling
lebih dekat kepada anaknya daripada pamannya kepada anaknya. Itu saja yang dapat kita
pegang tapi tidak ada yang mengatakan pasti, yang mengatakan itu adalah pamannya
kepada kemanakannya atau ayahnya kepada anaknya, kedua-duanya ada pendapat itu.

Jadi kalau saya melihat jalur keluarga lebih dekat ayah ke anak maka saya pilih yang
laporan dari panitia yang mengatakan bahwa ini adalah kata-kata dari Datuk Abdullah
Ahmad Sri Indah Pahlawan Surbakti Raja Gonggong ke 18 Sunggal. Jadi bukan Raja ke
19 karena kalau Gonggong ke 19 adalah Datuk Muhammad Dini itulah datuk kecil tadi,
itu pamannya. Menyangkut apa yang dikatakan tadi mengenai mengapa namanya di sini
apakah ini dimanipulasi, ini tidak dimanipulasi. Jadi pendapat itu masih ada kedua-
duanya, pendapat yang disampaikan oleh Tuanku Lukman Sinaga di dalam bukunya
tentang Perang Sunggal yang ada mengatakan dari pamannya kepada kemanakannya dan
panitia mengatakan bahwa ini adalah dari ayahnya kepada anaknya. Saya lebih condong
ayahnya kepada anaknya daripada pamannya kepada kemenakannya karena ayahnya

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 76
www.datukkhairil.com

harus memberikan nasehat kepada anaknya. Tapi kemungkinan pamannya itu bisa saja
terjadi namun buktinya sampai sekarang belum ada yang mana diantara kedua itu. Itu
jawaban sekaligus untuk pertanyaan yang diajukan tadi.

Kemudian mengenai Perang Sunggal ada satu istilah lagi ini barangkali perlu diperjelas
lagi oleh orang jurusan sejarah. Pengertian Perang Sunggal dengan Batak Oorlog karena
selalu disebut Perang Sunggal itu adalah Batak Oorlog padahal terjadinya di Sunggal.
Mungkin karena orang Karo dianggap orang Karo itu juga Batak atau disebut Batak
Oorlog. Oorlog itu berlangsung sepanjang seperti yang kita sebutkan tadi. Jadi kalau
disebut hanya tahun 1872 itu hanya setahun saja tapi berlanjut terus sampai 1895 sampai
di buang itu terjadi perang terus. Jadi cukup panjang 28 tahun bukan hanya setahun dan
ini yang harus diperjelas. Apakah 25 tahun itu Perang Sunggal yang terjadi atau Batak
Oorlog, apakah Perang Sunggal itu hanya setahun saja. Kalau setahun saja itu tetap masa
pemerintahan Datuk Badiuzzaman karena 1872 Datuk Badiuzzaman yang menjadi raja di
Sunggal.

Jadi ini yang perlu kami perhatikan tentang hal-hal yang seperti ini dan saya seperti yang
disampaikan oleh pak Anhar tadi sangat setuju sekali bahwa bertambah banyak pahlawan
nasional untuk kita usulkan menjadi pahlawan nasional, ya bertambah baik. Kenapa tidak
Datuk Kecil umpamanya dari daerah lain juga banyak, sudah beberapa orang yang
mengusulkan pahlawan-pahlawan nasional. Jadi ini bisa saja terjadi karena pada masa
yang akan datang orang melihat Datuk Kecil lebih banyak sumbangannaya dalam
menentang penjajahan Belanda.

Kemudian tentang hal-hal lain yang ada di dalam makalah kami itu sebenarnya memang
lebih banyak seperti pak Payung Bangun, kami lebih banyak mengulang-ulang kembali
apa yang terjadi. Cuma dalam seminar yang lalu kita lebih banyak bercerita tentang
Perang Sunggalnya. Ada permintaan dari keluarga, jangan cerita tentang Perang
Sunggalnya lagi tapi cerita tentang ketokohannya, itu makanya tadi saya sebut. Kita
berbicara tentang ketokohan sekarang bukan bercerita tentang Perang Sunggal. Kalau
cerita Perang Sunggal yang lalu lebih banyak kita bicarakan tentang Perang Sunggal,

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 77
www.datukkhairil.com

sudah laporan ke Departemen beberapa waktu yang lalu. Jadi coba kita lihat di mana
ketokohannya, kebetulan pada saya diminta dua hal ini tadi, pertama soal kecintaan
Datuk Sunggal kepada rakyatnya kedua mengenai perjuangan menentang penjajahan
Belanda.

Itulah butir-butir yang saya sebutkan 4-5 yang saya sampaikan kepada kita bersama yang
dapat saya lihat dari butir itu. Sudah tentu butir ini hanya sebagian dari apa yang ada pada
perjalanan sejarah. Ini harus lebih diungkapkan lebih jauh lagi oleh para pakar kita untuk
melihat dan harus disampaikan pada kesempatan ini. Barangkali ini masalah-masalah
yang ingin saya sampaikan pada kesempatan ini soal kita pro atau kontra dalam
mengusulkan ini adalah masalah pro dan kontra yang biasa terjadi di mana-mana pun.
Pasti ada yang tidak setuju, pasti ada setuju di mana pun pasti ada tapi keluarga dari
Datuk Badiuzzaman mencoba ingin menyampaikan. Kalau ada keluarga ahli dari Datuk
Kecil atau Datuk Sulung mau menyampaikan ini lebih top lagi daripada apa yang kita
sampaikan. Bertanya pahlawan nasional dari Sumatera Utara tentu memperbanyak jasa-
jasa para pahlawan kita di Sumut untuk menegakkang kemerdekaan di Republik yang
kita cintai.

Barangkali ini latar belakangnya, jadi saya tidak akan berbicara tentang Datuk Kecil,
Datuk Sulung dsb karena yang diminta di sini adalah Datuk Badiuzzaman, jadi kalau ada
usul-usul seperti itu, ya kita silahkan saja. Jangankan yang berperang jauh-jauh hari yang
berperang pada kemerdekaan saja kita sudah coba usulkan walaupun masih menjadi
masalah. Seperti Ahmad Tahir dan Maraden Pangabean itu sudah kita bicarakan tapi
semampu kita. Saya tau persis, ini juga yang menjadi halangan kepada kita pada waktu
yang lalu sehingga terjadi seminarnya sampai 3 kali sampai diulang-ulang. Yang terakhir
di Berastagi hanya 7 orang yang hadir banyak yang tidak hadir, dari Jakarta juga tidak
bisa hadir. Jadi silahkan saja kita diskusikan tapi itulah gambaran, saya hanya mencatata
tentang gambaran kecintaan Datuk Badiuzzaman kepada rakyatnya dan gambaran Datuk
Badiuzzaman menentang penjajahan Belanda, saya kembalikan kepada moderator.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 78
www.datukkhairil.com

Moderator

Terima kasih pak Ahmad Samin, ini memang masih mungkin dari bu Fitriati dan ibu
Ratna belum puas tetapi karena masalah tahun-tahun perjuangan itu katanya sudah jauh
dibahas pada masa-masa yang lalu. Kalau memang ada data yang lebih akurat tentang
tahun-tahun perjuangan dan bagaimana keterlibatan Datuk Badiuzzaman tadi panitia
sangat mengharapkan data yang lebih akurat. Tetapi di sini kita tidak membahas
berpanjang lebar tapi satu hal yang perlu kita sama-sama ingat bahwa tadi dari pertama
kali narasumber mengatakan bahwa kalau dari Sunggal dua orang pahlawan saya kira
sulit. Karena perjuangannya tidak ada sama atau melebihi yang lain jadi kalau begitu
hanya Perang Sunggal dua atau lebih itu hanya ada satu yang lebih dari yang lain. Jadi ini
perlu juga menjadi pemikiran bagi kita semua karena dia berjuang tidak ada yang sama
atau melebihi. Kalau tidak salah dari awal seminar kita ini, itu sementara untuk sesi yang
kedua ini.
Saya kira karena memang panitia masih memberikan waktu kepada kita kalau masih ada
dari kita mau menyampaikan pertanyaan atau tanggapan mungkin untuk dua oranglah
kita berikan kesempatan. Mungkin satu bapak yang pakai peci yang warna kuning dan
satu dari keluarga/kerabat dari Datuk Badiuzzaman. Pertama kepada bapak kami
persilahkan.

H. M. Yakub Ramli Siregar


Ketua Iprokom Sumut

Assalamu’alaikum wr. wb. Sebenarnya penjelasan dari para pakar ini sudah memuaskan.
Apakah pemerintah Aceh, apakah hanya dua atau tiga orang gembong-gembong dari
Aceh juga dari Karo, perlu juga disebutkan. Apakah tidak perlu kita sebutkan karena kita
yang hadir ini dari saya ingin seminar kita ini berhasil dan Datuk Badiuzzaman dapat
diberikan pahlawan nasional. Satu lagi tentang batas Sultan Deli yang menyetujui
diserahkan kepada Belanda tetapi tidak disetujui oleh Datuk Badiuzzaman. Apakah bisa
kita sebutkan batas-batasnya apakah berbatasan dengan Karo sekarang dan juga dengan
yang lain. Itu saja pertanyaan dari saya, assalamu’alaikum wr. wb.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 79
www.datukkhairil.com

Moderator

Selanjutnya kepada Datuk Khairil kami persilahkan.

Datuk Khairil
Keluarga/Kerabat Datuk Badiuzzaman

Saya hanya ingin mengklarifikasi saja sebenarnya antara Datuk Muhammad Dini dengan
Datuk Badiuzzaman tidak dapat dipisahkan karena mereka dari keluarga yang sama dan
tidak ada pertentangan keluarga.Kedatukan Sunggal adalah suatu institusi adat yang
mempunyai peminpin,dari sejarah berdirinya tidak pernah mereka berjuang sendiri-
sendiri tanpa berkoordinasi dengan yang lainnya.Apalagi dalam perjuangan melawan
Belanda semua mereka berjuang tetapi setiap perjuangan pasti mempunyai seorang
pemimpin,pemimpin perjuangan pada waktu itu adalah Datuk Badiuzzaman(Datuk
Sunggal) dengan dibantu dua orang pamannya sebagai penasehat Datuk Abdul Jalil dan
Datuk Mahini serta sepupunya Datuk Soelong Barat sampai dengan akhir Juni 1872 serta
adiknya Datuk Alang Muhammad Bahar dan seluruh rakyat Sunggal sampai tahun 1895.
Yang ada hanya semangat perjuangan untuk menjadikan mereka berjuang melampaui
batas dirinya dan keluarganya. perlu saya klarifikasi juga tentang pendapat pernyataan
pesan tersebut, peristiwa itu terjadi ketika Tengku Lukman mendatangi kakek saya Datuk
Muhammad Hitam(cucu Datuk Badiuzzaman) sekitar tahun 1977 dalam kaitan
pembuatan buku Perang Sunggal.Waktu itu disampaikan pesan turun-temurun Datuk
Amar Laut kepada Datuk Ahmad dan diturunkan kembali kepada Datuk Badiuzzaman ,
tentang pesan-pesan yang diberikan ayahnya. Nah inilah yang mungkin disampaikan oleh
Tengku Lukman dalam bukunya yang terselip cerita tentang Datuk Kecil yang juga
merupakan anak dari Datuk Ahmad dan sekaligus paman dari Datuk Badiuzzaman.

Kalau kita melihat ketika Belanda menangkap Datuk Abdul Jalil ,Datuk Mahini dan
Soelong Barat, pada saat itu Datuk Mahini ditandu karena usianya yang sudah tua dan
sakit. Jadi posisi kita pada saat ini adalah membicarakan tentang sejarah perjuangan
Datuk Badiuzzaman pada tahun 1872 s/d 1875 yang merupakan kekayaan khasanah

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 80
www.datukkhairil.com

bangsa ini secara bersama-sama.Sehingga terkumpul data dan fakta yang konkrit tentang
perjuangannya.Antara Datuk Badiuzzaman, Datuk Ahmad, Datuk Kecil, Datuk Sunggal
tidak untuk dipersoalkan karena memang mereka adalah bersaudara satu keturunan yang
tidak dapat dipisah-pisahkan, Belanda telah mencoba mengadu domba mereka tetapi
tidak pernah berhasil sejarah telah mencatatnya dan juga sejarah telah mencatat bahwa
mereka adalah pejuang-pejuang yang terhebat di negeri ini. Demikian atas kesempatan
yang diberikan, assalamu’alaikum wr. wb.

Moderator

Saya kira ada satu saja yang perlu diperjelas lagi yaitu dari bapak H.M. Yakub Ramli,
Aceh itu Aceh yang mana, Karo itu yang mana, dijelaskan orangnya, gembongnya. Jadi
ini kepada Prof. Payung Bangun kami persilahkan atau mungkin pak Ahmad Samin.

Payung Bangun
Sebenarnya di laporan panitia dulu itu sudah ada bahwa salah seorang tokoh Karo yang
terlibat dalam Perang Sunggal ini adalah Datuk Badiuzzaman Surbakti jadi ketika mau
berangkat kemari memperoleh telepon di Jakarta dari seorang teman, saya dengan bapak
mau ke Medan mau ada seminar mengenai keinginan mengusulkan Datuk Badiuzzaman
menjadi pahlawan nasional. Lantas dia bilang, kenapa hanya itu pak, itu Surbakti juga
cukup besar dan juga tewas di pertempuran di salah satu desa beberapa kilometer dari
Kabanjahe sebelah Kota Cane sana, Desa Kuala. Saya bilang persoalan itu nggak jadi
masalah kalau memang cukup bahan untuk itu dan cukup kuat apa salahnya Surbakti kita
usul untuk diperjuangkan. Karena bagi saya lebih dari satu orang menjadi pahlawan dari
satu perjuangan itu tidak jadi masalah.

Sentot Ali Basah itu pernah diusulkan menjadi pahlawan, saya tau persis itu, Sentot Ali
Basah memang ditolak karena cacat pada ujung perjuangannya yaitu dia ikut menyerang
pasukan Imam Bonjol. Jadi kalau kita analogikan ke situ, ya nggak apa-apa, nggak ada
masalah. Mengenai batasnya saya tidak tau persis di mana itu, tapi pernah saya baca tidak
disebutkan batas itu tapi terjadinya Oorlog Batak itu karena klaim dari dua kedaulatan

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 81
www.datukkhairil.com

yang ada di daerah ini mengklaim satu daerah yaitu Tanjung Langkat. Jadi berada
disekitar Tanjung Langkat, mana batas garisnya seperti sekarang Kabupaten Deli Serdang
dengan Kabupaten Langkat akan lebih jelas. Jadi nggak ada yang jelas batas-batasnya,
sampai ke mana pendudukan wilayah itu mampu menggarap tanah, ya sampai di situlah
batasnya, permainannya begitu.

Ahmad Samin Siregar

Dari pak Ramli, ada dua pertanyaan pertama mengenai dari Aceh dan Karo berapa orang
tapi dalam catatan sejarah memang belum ada terungkap berapa orang jumlahnya tapi
siapa-siapa pemimpinnya itulah yang saya sebut di dalam makalah saya pada halaman 4-
5. Jadi terdiri atas tiga bagian saja, pertama Rakyat Sunggal diwakili oleh 4 orang yaitu
Datuk Badiuzzaman Surbakti, Datuk Sulung Surbakti, Datuk Muhammad Jalil Surbakti
dan Datuk Kecil jadi mereka mengatasnamakan rakyat Sunggal. Kemudian Karo itu yang
disebutkan oleh pak Payung Bangun tadi … Surbakti dan kemudian dari Aceh yang
disebutkan namanya Tuanku Hasyim. Tuanku Hasyim ini mewakili panglimanya yang
bertindak sebagai komandan laskar Aceh Alas Jaya. Ini yang disebut-sebut dalam
beberapa catatan mengenai apa dan siapa, tetapi berapa banyak orang Aceh barangkali
masih luput dari catatan, banyak begitu saja.

Kemudian batas daerah, saya juga tidak mengetahuinya dengan jelas sama dengan pak
Payung Bangun. Saya tidak tau batas geografis tetapi yang seperti dikatakan pak Payung
Bangun memang dulu batas-batas itukan tidak ada secara wilayah inilah menurut
keputusan Camat, keputusan Bupati dsb tapi yang ada ini daerah kita. Malahan kadang-
kadang batasannya hanya sungai saja seperti itu, kalau sungai berpindah secara geografis
maka berpindahlah batas. Jadi tidak jelas batasnya, sekarang walaupun jelas batasnya
seperti kata pak Payung Bangun masih muncul masalah-masalah. Tapi nama Sunggal dan
Serbanyaman itu memang ada wilayahnya itu dicatat di dalam sejarah bangsa Indonesia
juga dalam cerita-cerita juga ada disebutkan nama Sunggal dan Serbanyaman ini.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 82
www.datukkhairil.com

Namun masukan seperti itu kalau perlu diperjelas tetapi sepanjang yang dapat dijadikan
pegangan dan kenyataan untuk menyusunan masalah-masalah perjuangan Datuk
Badiuzzaman. Barangkali ini saja yang dapat kami sampaikan, sekali lagi apa yang
diterangkan oleh Datuk Khairil tadi sebenarnya itulah keterangan yang kami ambil
mengapa seperti yang kami sebutkan tadi ada yang mempertanyakan ini sebenarnya
dimanipulasi. Saya tidak tau persis yang mana dimanipulasi, apakah yang ada di buku
pak Lukman atau apa yang diterangkan oleh Datuk Khairil tadi. Tapi saya lebih condong
bahwa ini adalah petuah ayahnya kepada anaknya, itulah maka saya ambil petuah raja itu
kepada anaknya walaupun anaknya waktu itu berumur 12 tahun. Bagaimana seorang
pahlawan itu sebenarnya harus dapat berjuang mempertahankan harga dirinya.
Barangkali ini saja, terima kasih.

Moderator

Terima kasih pak Ahmad Samin, saya kira diskusi kita sampai di sini saja, atas partisipasi
seluruh peserta dalam seminar ini kami dan sebagai moderator mengucapkan terima kasih.
Dan segala masukan yang telah banyak disampaikan oleh narasumber kita marilah kita
beri applus dan assalamu’alaikum wr. wb, selanjutnya acara ini saya serahkan kepada
panitia.

Dilarang mengutip sebahaagian maupun seluruh isi tulisan ini tanpa seijin penulis 83

Anda mungkin juga menyukai