Maharaja Toba
Berkuasa 1876–1907 M
Pendahulu Sisingamangaraja XI
Penerus -
Nama lengkap
Ayah Sisingamangaraja XI
Asal usul
Sisingamangaraja adalah keturunan seorang pejabat yang ditunjuk oleh raja Pagaruyung yang sangat
berkuasa ketika itu, yang datang berkeliling Sumatra Utara untuk menempatkan pejabat-pejabatnya.
[2]
Dalam sepucuk surat kepada Marsden bertahun 1820, Raffles menulis bahwa para pemimpin Batak
menjelaskan kepadanya mengenai Sisingamangaraja yang merupakan keturunan Minangkabau dan bahwa
di Silindung terdapat sebuah arca batu berbentuk manusia sangat kuno yang diduga dibawa
dari Pagaruyung.[3] Sampai awal abad ke-20, Sisingamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur
kepada pemimpin Minangkabau melalui perantaraan Tuanku Barus yang bertugas menyampaikannya
kepada pemimpin Pagaruyung.[butuh rujukan]
Perang melawan Belanda[sunting | sunting sumber]
Makam[sunting | sunting sumber]
Singamangaraja XII meninggal pada 17 Juni 1907 dalam sebuah pertempuran dengan Belanda di pinggir
bukit Lae Sibulbulen, di suatu desa yang namanya Si Onom Hudon, di perbatasan Kabupaten Tapanuli
Utara dan Kabupaten Dairi yang sekarang. [1] Sebuah peluru menembus dadanya, akibat tembakan pasukan
Belanda yang dipimpin Kapten Hans Christoffel. Menjelang napas terakhir dia tetap berucap, Ahuu
Sisingamangaraja. Turut gugur waktu itu dua putranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta putrinya
Lopian. Sementara keluarganya yang tersisa ditawan di Tarutung. Sisingamangaraja XII sendiri kemudian
dikebumikan Belanda secara militer pada 22 Juni 1907 di Silindung, setelah sebelumnya mayatnya diarak
dan dipertontonkan kepada masyarakat Toba. Makamnya kemudian dipindahkan ke Makam Pahlawan
Nasional di Soposurung, Balige sejak 14 Juni 1953, yang dibangun oleh Pemerintah, Masyarakat dan
keluarga. Sisingamangaraja XII digelari Pahlawan Kemerdekaan Nasional dengan Surat Keputusan
Pemerintah Republik Indonesia No. 590 tertanggal 19 Nopember 1961.
Warisan sejarah[sunting | sunting sumber]
Kegigihan perjuangan Sisingamangaraja XII ini telah menginspirasikan masyarakat Indonesia, yang
kemudian Sisingamangaraja XII diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Selain itu untuk
mengenang kepahlawanannya, nama Sisingamangaraja juga diabadikan sebagai nama jalan di seluruh
kawasan Republik Indonesia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sisingamangaraja_XII
Sejarah 18 Februari 1845: Lahirnya Raja Toba Sisingamangaraja XII Lukisan Sisingamangaraja XII
karya Augustin Sibarani. FOTO/Buku "Perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII" Oleh:
Iswara N Raditya - 18 Februari 2019 Dibaca Normal 1 menit Sejarah 18 Februari 1845 mencatat,
Sisingamangaraja XII dilahirkan. Raja Negeri Toba ini gigih melawan Belanda dan kelak ditetapkan
sebagai pahlawan nasional. tirto.id - Sisingamangaraja XII adalah Raja Negeri Toba (kini termasuk
wilayah Sumatera Utara) yang lahir tanggal 18 Februari 1845 atau 174 tahun silam. Pemerintah RI telah
menetapkan Sisingamangaraja XII sebagai pahlawan nasional yang tercatat dalam sejarah perjuangan
bangsa Indonesia. Salah satu yang masih menjadi perdebatan bahkan hingga saat ini adalah mengenai
agama Sisingamangaraja XII. Tidak sedikit yang meyakini ia beragama Nasrani, juga pernah dikabarkan
memeluk Islam. Namun, besar kemungkinan, Sisingamangaraja XII merupakan penganut kepercayaan
lokal, Parmalim. Yang jelas, Sisingamangaraja XII yang memerintah Negeri Toba sejak tahun 1876 ini
gigih melawan penjajah Belanda. Hingga akhirnya tokoh besar masyarakat Batak ini meninggal dunia
tanggal 17 Juni 1907 dalam usia umur 62 tahun. Pada 9 November 1961, pemerintah RI menetapkan
Sisingamangaraja XII sebagai pahlawan nasional. Berikut ini jejak-rekam perjuangan Sisingamangaraja
XII: 1845 Dilahirkan di Bakara, Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, dengan nama kecil Patuan
Bosar, pada 18 Februari 1845. Beberapa penelitian menyebut Sisingamangaraja XII merupakan keturunan
Minangkabau dari Sumatera Barat. 1873 Belanda berencana melakukan invasi militer ke Aceh.
Sisingamangaraja XII yang kala itu belum menjadi Raja Negeri Toba menentang rencana tersebut dan
menyatakan perang karena pihaknya bersahabat dengan Kesultanan Aceh Darussalam. Baca juga: Aceh
Pernah Digdaya di Zaman Sultan Iskandar Muda 1876 Sisingamangaraja XII naik takhta sebagai Raja
Negeri Toba. Negeri Toba kala itu masih menjadi wilayah taklukan Kerajaan Pagaruyung di Sumatera
Barat. Pusat pemerintahan Negeri Toba di bawah pimpinan Sisingamangaraja XII terletak di Bakara.
1877 Beberapa misionaris Kristen meminta bantuan kepada Belanda untuk melindungi mereka dari
ancaman pengusiran oleh Sisingamangaraja XII. Sisingamangaraja XII memang jarang mengizinkan
orang asing memasuki wilayahnya. Belanda menyanggupi, bahkan berencana menaklukkan seluruh
wilayah Toba. Baca juga: Misionaris Kristen Dibunuh di Tana Toraja 1878 Tanggal 6 Februari 1878,
Belanda mengirimkan pasukannya untuk membantu kaum misionaris, kemudian mendirikan benteng
pertahanan di wilayah kekuasaan Sisingamangaraja XII. Sebagai Raja Negeri Toba, Sisingamangaraja XII
tidak bisa menerima hal ini. Ia pun mengumumkan maklumat perang pada 16 Februari 1878. Pasukan
Belanda yang berjumlah ratusan orang menyerang Bakara pada 1 Mei 1878. Dua hari kemudian, pusat
pemerintahan Negeri Toba itu bisa diduduki Belanda. Beruntung, Sisingamangaraja XII beserta para
pengikutnya berhasil meloloskan diri, dan menerapkan strategi gerilya. Baca juga: Menerka Agama
Sisingamangaraja XII Setelah menaklukkan Bakara, Belanda yang memang lebih unggul jumlah personel
dan persenjataan berhasil menduduki beberapa wilayah Negeri Toba, termasuk Butar, Lobu Siregar, Naga
Saribu, Huta Ginjang, dan Gurgur. 1883-1884 Meskipun semakin terdesak, Sisingamangaraja XII pantang
menyerah dan terus melakukan perlawanan. Pada 1883, Sisingamangaraja XII mendapat bantuan pasukan
dari Kesultanan Aceh Darussalam kemudian menyerang beberapa pos Belanda. 1907 Setelah bertahun-
tahun terlibat peperangan dalam upaya mengusir Belanda dari tanah Toba, Sisingamangaraja XII wafat
tanggal 17 Juni 1907. Ia gugur dalam pertempuran melawan Belanda di kaki bukit Lae Sibulbulen,
tepatnya di Desa Si Onom Hudon yang sekarang terletak di perbatasan Kabupaten Tapanuli Utara dan
Kabupaten Dairi. Baca juga: Nortier Simanungkalit, Raja Mars dari Tapanuli Dada Sisingamangaraja XII
tertembus peluru dalam pertempuran itu. Dua putranya, Patuan Nagari dan Patuan Anggi, serta seorang
putrinya yang bernama Lopian, turut menjadi korban meninggal dunia. Keluarganya yang lain ditawan
Belanda. Jenazah Sisingamangaraja XII dimakamkan di Silindung. 1953-1961 Kuburan Sisingamangaraja
XII yang semula berada di Silindung dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Nasional di Soposurung,
Balige, pada 14 Juni 1953. Kemudian, tanggal 19 November 1961, Presiden Sukarno atas nama
pemerintah RI menetapkan Sisingamangaraja XII sebagai pahlawan nasional. Baca juga artikel terkait
SEJARAH INDONESIA atau tulisan menarik lainnya Iswara N Raditya (tirto.id - Humaniora) Penulis:
Iswara N Raditya Editor: Ivan Aulia Ahsan Subscribe Now Sisingamangaraja XII gugur dalam
pertempuran melawan Belanda bersama dua putra dan satu putrinya.
https://tirto.id/sejarah-18-februari-1845-lahirnya-raja-toba-sisingamangaraja-xii-dhg7
Lukisan Sisingamangaraja XII karya Augustin Sibarani. (Sampul buku "Perjuangan Pahlawan
Nasional Sisingamangaraja XII").
PADA 1954, Augustin Sibarani, pelukis dan karikaturis terkemuka Indonesia, menghadiri pertemuan
besar keluarga masyarakat Tapanuli yang diselenggarakan Panitia Sisingamangaraja XII di gedung Adhuc
Stadt (sekarang gedung Bappenas) di Menteng, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan itu hadir seorang tokoh
Batak yang sudah tua, Sutan Paguruban Pane, ayah pengarang terkenal Sanusi dan Armijn Pane. Waktu
Sisingamangaraja XII bergerilya di daerah Dairi, Sutan bekerja sebagai klerk (juru tulis) di kantor
pemerintah Hindia Belanda di Sibolga.
Panitia memutuskan agar Sibarani membuat gambar Sisingamangaraja XII berdasarkan keterangan dari
Sutan Paguruban Pane. Aneh memang, tidak ada foto Sisingamangaraja XII, sementara ayahnya,
Sisingamangaraja XI ada fotonya yang dibuat oleh Franz Wilhelm Junghuhn, naturalis asal Jerman. Ada
cerita bahwa tak ada foto Sisingamangaraja XII karena kesaktiannya membuat juru foto Belanda menjadi
kaku ketika hendak memotret jenazahnya, dan kameranya hangus terbakar.
Sibarani membuat lebih dari sepuluh sketsa Sisingamangaraja XII. Salah satunya, menurut Sutan
Paguruban Pane, sudah cukup mirip tapi dia meminta Sibarani untuk menyempurnakannya. Untuk itu,
Sutan menyuruh Sibarani untuk pergi ke Tapanuli, Sumatra Utara, menemui tokoh-tokoh lain yang
mengenal Sisingamangaraja XII.
“Ada sejumlah uang yang dikumpulkan oleh panitia untuk tujuan memberangkatkan saya ke Tapanuli.
Tapi uang itu tidak pernah sampai ke tangan saya, karena ada anggota panitia yang menyeleweng, karena
itu saya tidak jadi pergi ke Sumatra. Dan selama beberapa tahun kemudian persoalan pembuatan gambar
Sisingamangaraja dilupakan,” kata Sibarani dalam Perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja
XII.
Pada 1957, Joramel Damanik, tokoh Batak yang memiliki penerbitan, mengirim pelukis terkenal, Zaini,
ke Sumatra Utara untuk menemui keluarga Sisingamangaraja XII. Lukisan Sisingamangaraja XII yang
dibuat Zaini ditolak keluarga Sisingamangaraja XII karena kelihatan terlalu gemuk.
“Bila saja Zaini memakai logika sedikit, dia akan menyadari bahwa seorang pemimpin yang bergerilya
dan terus-menerus mengadakan long march di hutan belantara dan daerah berbatu di Dairi selama lebih
kurang 20 tahun, tidak mungkin berbadan gemuk atau bertubuh penuh lemak,” kata Sibarani.
Setelah itu, persoalan gambar Sisingamangaraja XII tidak bicarakan lagi sampai tahun 1961 ketika
Sisingamangaraja XII akan diangkat menjadi Pahlawan Nasional. Pada Agustus 1961, Sibarani
dikunjungi Kolonel Rikardo Siahaan, tokoh pejuang Medan Area, bersama Kapten Sinaga. Mereka
meminta Sibarani segera pergi ke Tapanuli untuk merampungkan lukisan Sisingamangaraja XII. Mereka
menyampaikan lukisan harus diserahkan kepada Presiden Sukarno pada Hari Pahlawan, 10 November
1961. Sibarani dibekali uang Rp6.000, jumlah yang cukup lumayan pada waktu itu.
Sibarani pergi ke Tapanuli ditemani pelukis Batara Lubis dan Amrus Natalsya. Sesampainya di Medan,
Sibarani didatangi pensiunan Bupati yang mengaku putra Raja Ompu Babiat Situmorang, raja yang
berjuang bersama Sisingamangaraja XII di daerah Dairi.
Sibarani mendatangi Raja Ompu Babiat Situmorang di Harianboho (Samosir) di tepi Danau Toba. Raja
itu menerangkan ciri-ciri Sisingamangaraja XII: tingginya sekitar dua meter, wajahnya agak lonjong,
tidak berkumis karena suka dicabutin pakai pinset, alisnya tebal, jenggotnya agak kemerahan pada ujung-
ujungnya dan agak mengarah ke atas, rambutnya yang panjang diikat seperti timpus (buntelan di belakang
kepala), dadanya yang bidang dipenuhi bulu yang agak kasar, hidungnya mancung tapi agak besar, dan
dahinya lebar.
Selain keterangan penting itu, Sibarani mendapatkan dua foto dari putri Sisingamangaraja XII, yaitu foto
Raja Buntal dan Raja Sabidan, putra Sisingamangaraja XII. Menurut Raja Ompu Babiat Situmorang,
kalau wajah Raja Buntal disatukan dengan wajah Raja Sabidan, maka Sibarani dapat melihat wajah
Sisingamangaraja XII.
Setelah mengetahui ciri-ciri Sisingamangaraja XII, Sibarani membutuhkan model. Dia mengunjungi Raja
Barita Sinambela sekaligus meminta restu untuk melukis ayahnya, Sisingamangaraja XII. Kebetulan di
rumahnya tinggal Patuan Sori, putra Raja Buntal, yang berusia 18 tahun dan masih duduk di SMA. Dia
memiliki alis mata yang tebal dan matanya agak besar mencekam sesuai dengan keterangan Raja Ompu
Babiat Situmorang.
“Putra dari Raja Buntal inilah, yaitu Patuan Sori, yang saya minta untuk menjadi model,” kata Sibarani.
Sibarani meminta bantuan seorang tua marga Sinambela untuk memakaikan pakaian kepada Patuan Sori.
Orang tua itu mengenal Sisingamangaraja XII sekaligus sebagai pengantar surat-surat Sisingamangaraja
XII kepada para panglimanya atau raja-raja lain.
Selama beberapa hari, Patuan Sori dengan memakai pakaian Sisingamangaraja XII berpose di hadapan
Sibarani. Sibarani menyelesaikan lukisan Sisingamangaraja XII di rumah iparnya di Medan yang tak jauh
dari rumah Raja Barita Sinambela. Setelah selesai, Raja Barita Sinambela dan seorang tua marga
Sinambela merestui lukisan Sisingamangaraja XII karya Sibarani.
Sibarani menyerahkan lukisan Sisingamangaraja XII kepada Kolonel Rikardo Siahaan untuk diserahkan
kepada Presiden Sukarno pada 10 November 1961. Namun, tidak jadi karena menunggu seorang ibu tua
berusia 72 tahun, anak Sisingamangaraja XII. Dia mengaku kakak dari Lopian, putri Sisingamangaraja
XII yang meninggal bersama ayahnya. Dia mengoreksi lukisan itu: bulu dada Sisingamangaraja XII tidak
begitu tebal, jenggotnya tidak terlalu panjang, hidungnya harus dibesarkan sedikit, dan alis matanya
terlalu tebal. Dia meminta Sibarani untuk mengubah lukisannya sebelum diserahkan kepada Presiden
Sukarno.
“Besoknya lukisan itu saya ubah lagi hingga lukisan Sisingamangaraja XII yang berdiri tegak memegang
tongkat itu pun selesai,” kata Sibarani.
Anggota panitia, tokoh-tokoh terkemuka sipil dan militer dan keluarga keturunan Sisingamangaraja XII
menghadiri upacara penyerahan lukisan Sisingamangaraja XII kepada Presiden Sukarno di Istana Negara
pada Desember 1961. Ketika lukisan itu diserahkan kepada Sukarno, ibu tua itu berteriak “Among
(ayah)” lalu pingsan.
“Semua tokoh yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan Sisingamangaraja XII menandatangani
suatu pernyataan bahwa mereka mengakui lukisan Sisingamangaraja yang saya buat,” kata Sibarani.
“Tapi sayang, ini semua tidak dapat saya hadiri sebagai pelukisnya karena saya tidak berada di Jakarta.
Saya sedang berada di Medan menghadiri perayaan hari ulang tahun ibu saya.”
https://historia.id/kultur/articles/cerita-di-balik-gambar-sisingamangaraja-xii-P1Bnl
Sisingamangaraja XII (lahir di Bakara, 18 Februari 1845 – meninggal di Dairi, 17 Juni 1907 pada umur
62 tahun) adalah seorang raja di negeri Toba, Sumatera Utara, pejuang yang berperang melawan Belanda.
Sebelumnya ia makamkan di Tarutung, lalu dipindahkan ke Balige, dan terakhir dipindahkan ke Pulau
Samosir.
Ia juga dikenal dengan Patuan Bosar Ompu Pulo Batu, naik tahta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya
Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Sohahuaon, selain itu ia juga disebut juga sebagai raja imam.
Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba bersamaan dengan dimulainya open
door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia-
Belanda, dan yang tidak mau menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatera terutama
Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka hubungan dagang dengan negara-negara
Eropa lainya. Di sisi lain Belanda sendiri berusaha untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan
tersebut. Politik yang berbeda ini mendorong situasi selanjutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang
berkepanjangan hingga puluhan tahun
Pada tanggal 6 Februari 1878 pasukan Belanda sampai di Pearaja, tempat kediaman penginjil Ingwer
Ludwig Nommensen. Kemudian beserta penginjil Nommensen dan Simoneit sebagai penerjemah pasukan
Belanda terus menuju ke Bahal Batu untuk menyusun benteng pertahanan. Namun kehadiran tentara
kolonial ini telah memprovokasi Sisingamangaraja XII, yang kemudian mengumumkan pulas (perang)
pada tanggal 16 Februari 1878 dan penyerangan ke pos Belanda di Bahal Batu mulai dilakukan.
Pada tanggal 14 Maret 1878 datang Residen Boyle bersama tambahan pasukan yang dipimpin oleh
Kolonel Engels sebanyak 250 orang tentara dari Sibolga. Pada tanggal 1 Mei 1878, Bangkara pusat
pemerintahan Si Singamangaraja diserang pasukan kolonial dan pada 3 Mei 1878 seluruh Bangkara dapat
ditaklukkan namun Singamangaraja XII beserta pengikutnya dapat menyelamatkan diri dan terpaksa
keluar mengungsi. Sementara para raja yang tertinggal di Bangkara dipaksa Belanda untuk bersumpah
setia dan kawasan tersebut dinyatakan berada dalam kedaulatan pemerintah Hindia-Belanda.
Walaupun Bangkara telah ditaklukkan, Singamangaraja XII terus melakukan perlawanan secara gerilya,
namun sampai akhir Desember 1878 beberapa kawasan seperti Butar, Lobu Siregar, Naga Saribu, Huta
Ginjang, Gurgur juga dapat ditaklukkan oleh pasukan kolonial Belanda.
Antara tahun 1883-1884, Singamangaraja XII berhasil melakukan konsolidasi pasukannya. Kemudian
bersama pasukan bantuan dari Aceh, secara ofensif menyerang kedudukan Belanda antaranya Uluan dan
Balige pada Mei 1883 serta Tangga Batu di tahun 1884.
Memasuki komplek makam Sisingamarngaraja XII, kita akan menemukan banyak terdapat rumah adat.
Suasana yang teduh karena membuat mamam ini selalu tampak adri. Karena sesungguhnya kompleks
makam ini merupakan Taman Makam Nasional dan dibiayai pemerintah maka para pengunjug tidak di
pungut biaya untuk datang ke lokasi ini. Kita bisa mengunjungi makam ini sambil mengunjungi Museum
Batak Balige.
Mungkin sedikit masyarakat yang mengetahui bahwa sesungguhnya Sisingamangaraj XII tidak
dimakamkan di Soposurung, melainkan di Torutung, Presiden Soekarnolah yang berinisiatif
memindahkan ke Balige.
Konon, pada saat berkunjung ke Balige pada tahun 1953 Presiden Soekarno dalam pidatonya di Lapangan
Balige ia berkata, "Bahwa Balige adalah daerah yang monumental bagi sejarah perjuangan Indonesia
melawan penjajah di tanah Batak, karena di Beligelah pertama kali meletus perang antara pasukan
Sisingamangaraja XII dan Belanda", seperti yang dilansir oleh direktori-wisata.com.
Lanjut Soekarno berujar. "Bahwa makam di Tarutung adalah makam yang dibuatkan Belanda kepada
Sisingamangaraja sebagai tawanan perang, tidak layak baginya yang seorang tokoh raja dan pahlawan
besar".
Makam Sisingamangaraja XII berlokasi di Jalan Siposurung, Kecamatan Balige, Toba Samosir,
Sumatera Utara. Tempatnya tidak jauh dari lokasi Museum Batak Belige, jarakya kira-kira 150
meter sebelum lokasi Museum Batak Balige.
Warisan Sejarah
Kegigihan perjuangan Sisingamangaraja XII ini telah menginspirasikan masyarakat Indonesia, yang
kemudian Sisingamangaraja XII diangkat sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Selain itu untuk
mengenang kepahlawanannya, nama Sisingamangaraja juga diabadikan sebagai nama jalan di seluruh
kawasan Republik Indonesia.
Selain itu, untuk mengukuhkan jasa beliau sebagai seorang pelawan penjajahan, beliau dianugerahi gelar
sebagai seorang Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang ditetapkan melalui SK Presiden RI No 590/1961
tanggal 9 November 1961 bersama dengan beberapa pahlawan lain seperti Oemar Said Tjokroaminoto,
Kiai Haji Samanhudi, Setiabudi dan Dr. G.S.S.J. Ratulangi
https://batak-network.blogspot.com/2016/01/raja-sisingamangaraja-xii-pahlawan.html
http://sosok-tokoh.blogspot.com/2016/05/biografi-singkat-sisingamangaraja-xii.html
https://pancaronasejarah.blogspot.com/2018/09/biografi-singkat-sisingamangaraja-xii.html