PARTISIPASI POLITIK
DISUSUN OLEH:
ANGGUN SUCITRA
190902083
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah senantiasa memberikan rahmat
hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan Critical Book Report, adapun tugas ini
dikerjakan untuk memenuhi mata kuliah Pengantar Ilmu Politik. Saya telah menyusun CBR
ini dengan sebaik baiknya tetapi mungkin masih ada kekurangan kekurangan untuk
mencapai kesempurnaan. Saya selaku penulis menerima berbagai kritik yang sifatnya
membangun agar CBR ini menjadi lebih baik
Selanjutnya saya berharap semoga CBR ini bisa memberikan manfaat serta menambah
wawasan bagi para pembaca. Semoga CBR ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
CBR ini.
Anggun Sucitra
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Manfaat Penulisan
1.4 Identitas Buku
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Critical book adalah hasil kritik/bandingan tentang suatu topik materi yang pada
umumnya di perkuliahan terhadap buku yang berbeda. Penulisan critical book ini pada
dasarnya adalah untuk membandingkan buku karangan dengan 2 buku yang akan
dijadikan sumber referensi. Setiap buku yang dibuat oleh penulis tertentu pastilah
mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kelayakan suatu buku dapat kita
ketahui jika kita melakukan resensi terhadap buku itu dengan perbandingan terhadap
buku lainnya. Suatu buku dengan kelebihan yang lebih dominan dibandingkan dengan
kekurangan nya artinya buku ini sudah layak untuk dipakai dan dijadikan sumber
referensi bagi khalayak ramai
Pertama, mencakup kegiatan kegiatan (perilaku politik yang nyata) akan tetapi tidak
sikap sikap.
Kedua, yang menjadi perhatian adalah kegiatan politik warga negara preman, yang lebih
tepat lagi, perorangan perorangan dalam peranan mereka sebagai warga negara preman.
Dengan demikian terdapat garis antara partisipasi partisipasi politik dan orang orang
profesional dibidang politik
Ketiga, yang menjadi pokok perhatian hanyalah kegiatan kegiatan yang dimaksudkan
untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatan yang demikian
difokuskan adalah terhadap pejabat pejabat umum.
Kelima, kami mendefinisikan partai politik sebagai mencakup tidakn hanya kegiatan yang
oleh pelakunya sendiri dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan pemerintah, akan
tetapi juga kegiatan yang oleh orang iain diluar si pelaku dimaksudkan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.
Pertama, partisipasi politik yang dimaksudkan berupa kegiatan atau perilaku luar
individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap
dan orientasi
Kedua, kegiatan itu dirahasiakan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan
pelaksana keputusan politik. Seperti kegiatan mengajukan alternatif kebijakan umum,
alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik, dan kegiatan mendukung ataupun
menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah
Ketiga, kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah
termasuk dalam konsep partisipasi politik
Keempat, kegiatan mempengaruhi pemerintah bisa dilakukan secara langsung ataupun
secara tidak langsung
Kelima, kegiatan mempengaruhi pemerintah bisa dilakukan melalui prosedur yang wajar
(konvensional) dan tanpa kekerasan (nonviolence) seperti ikut memilih dalam pemilihan
umum, mengajukan petisi, melakukan kontak tatap muka, dan menulis surat, mapun
dengan cara cara diluar prosedur yang wajar (tak konvensional) dan berupa kekerasan
(violence), seperti demonstrasi (unjuk-rasa) pembangkangan halus (seperti lebih memilih
kontak kosong daripada memilih calon yang disodorkan pemerintah), huru-hara, mogok,
pembangkangan sipil, serangan bersenjata, dan gerakan gerakan politik seperti kudeta dan
revolusi.
Partisipasi politik muncul dalam beberapa bentuk. Setiap bentuk bentuk partisipasi
politik akan berisi gaya, tuntutan, pelaku dan sampai pada tindakan tindakan yang
dilakukan warga negara dalam konteks politik. Selain itu berkenaan dengan jumlah orang
yang terlibat dalam bentuk bentuk partisipasi politik, tidah harus selalu dilakukan oleh
sekelompok orang, tetapi bisa juga dilakukan oleh satu orang saja.
Berdasarkan riset riset tentang partisipasi politik yang dilakukan di beberapa negara,
Huntington dan Nelson mengemukakan lima bentuk kegiatan utama yang dipraktikkan
dalam partisipasi politik. Bentuk bentuk itu diantaranya:
Suatu bentuk partisipasi yang paling mudah diukur adalah perilaku warga negara
dalam pemilihan umum, antara ialn melalui perhitungan persentase orang yang
menggunakan hak pilih nya ( voter turnout) dibanding dengan jumlah seluruh warga
negara yang berhak memilih. Peneliitian ini mengenai partisipasi politik diluar pemberian
suara dalam pemilihan umum yang dilakukan oleh Gabriel A.Almond dan Sidney Verba.
Dari hasil penelitiannya yang dituangkan dalam karya klasik Civic Culture ditemukan
beberapa hal yang menarik. Dibanding dengan warga negara di beberapa Eropa Barat,
orang Amerika tidak terlalu bergairah untuk memberi suara dalam pemilihan umum.
Akan tetapi mereka lebih aktif mencari pemecahan berbagai masalah masyarakat serta
lingkungan melalui kegiatan lain, dan menggabungkan diri dengan organisasi organisasi
seperti organisasi politik, bisnis, profesi, petani dan sebagainya.
Di negara negara otoriter seperti komunis pada masa lampau, partisipasi massa
umumnya diakui kewajarannya, karena secara formal kekuasaan ada ditangan rakyat.
Akan tetapi tujuan utama partisipasi massa dalam masa pendek masyarakat adalah
merombak masyarakat yang terbelakang menjadi masyarakat modern, produktif, kuat dan
berideologi kuat. Hal ini memerlukan disiplin dan pengarahan ketat dari monopoli partai
politik.
Terutama, persentase partisipasi yang tinggi dalam pemilihan umum dianggap dapat
memperkuat keabsahan sebuah rezim di mata dunia. Karena itu, rezim otoriter selalu
mengusahakan agar persentase pemilih mecapai angka tinggi. Uni Soviet merupakan
salah satu negara yang berhasil mencapai persentase voter turnout yang sangat tinggi.
Dibeberapa negara berkembang, partisipasi yang bersifat otonom, artinya lahir dari
diri mereka sendiri, masih terbatas. Berkaitan dengan gejala itu, jika hal itu terjadi di
negara negara maju seringkali dianggap sebagai tanda adanya kepuasan terhadap
pengelolaan kehidupan politik. Tetapi jika hal ini terjadi di negara berkembang tidak
selalu demikian halnya. Dibeberapa negara yang rakyatnya apatis, pemerintah
menghadapi masalah bagaimana meningkatkan partisipasi itu, sebab jika partisipasi
mengalami jalan buntu, dapat terjadi dua hal yaitu menimbulkan “anomi” atau justru
“revolusi”.
Akan tetapi setiap usaha pembangunan, terutama di negara yang menghadapi maslaah
kemiskinan dan sumber daya langka, akan selalu dibarengi dnegan gejolak gejolak sosial.
Hal ini akan mewarnai kehidupan politik di negara negara berkembang dan menjadikan
nya penuh dinamika. Kalaupun stabilitas berhasil dicapai, maka sifatnya mungkin akan
tetap kurang stabil dibandingkan negara negara yang sudah mantap kehidupan politiknya.
5. Partisipasi Politik Melalui New Social Movements (NSM) dan Kelompok Kelompok
Kepentingan
Social movements adalah tantangan kolektif oleh orang orang yang mempunyai
tujuan bersama berbasis solidaritas, (yang dilaksanakan) melalui interaksi secara terus
menerus dengan para elite, lawan lawannya dan pejabat pejabat. Gerakan ini merupakan
bentuk perilaku kolektif yang berakar dalam kepercayaan dan nilai nilai bersama.
Disamping itu, kelompok kepentingan adalah suatu organisasi yang berusaha untuk
memengaruhi kebijakan publik dalam suatu bidang yang penting untuk anggota
anggotanya.
Kelompok kelompok kepentingan muncul pertama kali pada awal abad ke 19.
Organisasi internal lebih longgar dibanding dengan partai politik. Mereka cenderung
memfokuskan diri pada satu masalah masalah tertentu saja. Keanggotaannya terutama
terdiri atas golongan golongan yang menganggap dirinya tertindas, seperti kaum buruh (di
Eropa Barat) dan golongan Afrika Amerika (di Amerika Serikat). Tujuan utama adalah
memperbaiki nasib dari masing masing golongan, terutama keadaan ekonominya.
Pada tahun 1960-an timbul fenomena baru, sebagai lanjutan dari gerakan sosial lama,
yaitu Gerakan Sosial Baru (New Social Moments atau NSM). Gerakan sosial baru ini
berkembang menjadi gerakan yang sangat dinamis terutama dengan timbulnya
pergolakan di negara nefara Eropa Timur yang ingin melepaskan diri dari otoritarianisme
menuju demokrasi.
NSM merupakan faktor yang paling penting dalam partisipasi politik pada masyarakat
demokrasi. Hal ini dinamakan demokrasi dari bawah (democracy from below). Mereka
bertindak sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat, terutama di tingkat akar
rumput ( grass roots) dengan memberikan masukan (input) kepada para pembuat
keputusan. Selain itu, mereka dapat menjadikan badan eksekutif dan anggota parlemen
lebih responsif dan akuntabel terhadap masyarakat. Dalam hal ini mereka dianggap
sebagai faktor yang sangat penting dalam proses demokratisasi.
Kelompok kelompok ini tidak mempunyai organisasi, tetapi individu individu yang
terlibat merasa mempunyai perasaan frustasi dan ketidakpuasan yang sama. Sekalipun
tidak terorganisir dengan rapi, dapat saja kelompok kelompok ini secara spontan
mengadakan aksi massal jika tiba tiba timbul frustasi dan kekecewaan mengenai suatu
masalah. Ketidakpuasan ini diungkapkan melalui demonstrasi dan pemogokan yang tak
terkontrol, yang kadang kadang berakhir dengan kekerasan.
b. Kelompok Nonasosiasional
Kelompok kepentingan ini tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara,
keluarga, kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis, dan pekerjaan. Kelompok kelompok
ini biasanya tidak aktif secara politik dan tidak mempunyai organisasi ketat, walaupun
lebih mempunyai ikatan daripada kelompok anomi.
c. Kelompok Institusional
Kelompok kelompok formal yang berada dalam atau bekerja sama secara erat dengan
pemerintahan seperti birokrasi dan pemilihan militer.
d. Kelompok Asosiasional
Terdiri atas serikat buruh, kamar dagang, asosiasi etnis dan agama. Organisasi
organisasi ini dibentuk dengan suatu tujuan yang eksplisit, mempunyai organisasi yang
baik dengan staf yang bekerja penuh waktu. Hal ini telah menjadikan mereka lebih efektif
daripada kelompok kelompok lain dalam memperjuangkan tujuannya.
Buku pertama yang berjudul “ Pengantar Ilmu Politik” merupakan buku karangan
Deden Faturohman dan Wawan Sobari yang membahas tentang semua konsep mengenai
dasar dasar ilmu politik. Buku ini diterbitkan oleh UMM Press dengan tebal buku 290
hlm.
Dalam buku ini saya mengkritik sub bab pada judul “Partisipasi Politik”. Dari segi isi
atau makna, buku ini sudah sangat bagus. Pada sub bab ini disajikan ada 4 materi yaitu
mulai dari konsep partisipasi politik, praktik partisipasi politik, tingkatan partisipasi
politik dan mengenai civil society. Selain itu isi sub bab nya juga disajikan dengan bahasa
yang sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca. Dengan penyajian yang sederhana itu
maka akan meningkatkan minat pembaca dalam buku ini, sebab mereka tidak akan
menemukan kata kata yang sulit untuk diinterpretasikan. Tetapi pada sub bab ini materi
yang dibahas menurut saya terlalu sedikit.
Buku kedua yang berjudul “ Dasar Dasar Ilmu Politik” merupakan buku
karangan Prof Miriam Budiardjo yang membahas konsep konsep seperti politik,
kekuasaan, dan pembuatan keputusan. Buku ini diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka
Utama dengan tebal buku 571 hlm. Dari segi fisik buku, buku ini agak besar dari pada
buku pertama pertama. Dan jumlah halaman nya pun lebih banyak daripada buku
pertama.
Dalam buku ini saya mengkritik sub bab judul “partisipasi politik” yang sama
sebelumnya dengan buku utama. Pada sub bab ini disajikan sangat lengkap, ada 6
materi yang disajikan. Mulai dari definisi, partisipasi politik di negara demokrasi,
negara otoriter, negara berkembang, melalui NSM dan beberapa jenis jenis kelompok
partisipasi politik. Walaupun isi nya terlalu banyak, namun bukan berarti penghalang
bagi pelajar atau mahasiswa yang ingin mengupas atau membahas buku ini. isi buku
ini ataupun pembahasan materi dalam buku ini, ditulis dengan tersusun secara
sistematis sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami nya. Tetapi pada buku
ini terdapat kata kata yang berkelit dan tidak langsung mudah dipahami oleh
pembacanya.Dalam penyajiannya, ketika membahas atau mendefinisikan suatu
masalah selalu mengemukakan berbagai pandangan dari para ahli, sehingga hal ini
sangat membantu para pembaca untuk menemukan referensi dan wawasan pembaca
yang lebih luas.
3.3 Perbandingan Buku Utama dan Buku Pembanding
Buku pengantar ilmu politik yang ditulis oleh Dedenn Faturohman dan Wawan
Sobari materi kajiannya lebih padat dan lebih sedikit. Materi pada buku ini lebih
dipersempit sehingga pembaca sulit memahaminya. Pada buku ini materi yang
disampaikan lebih terfokus pada konsep partisipasi politik. Bahasayang digunakan
sederhana sehingga pembaca mudah memahaminya. Dalam buku ini juga dilengkapi
oleh pertanyan pertanyaan.
Jika dibandingkan dengan buku yang ditulis oleh Prof Miriam Budiardjo terdapat
perbedaan yang sangat mencolok jika ditinjau dari materi kajian yang terdapat
didalam buku tersebut. Materi dalam buku ini cakupanya lebih luas.mengapa saya
katakan demikian karena buku ini mencakup banyak argument dari para tokoh
sehingga pembacca bisa mengetahui informasi dengan bervariasi. Penjelasan buku ini
lebih terperinci.
Kedua buku ini memiliki judul materi yang sama, yaitu mengenai “Partisipasi
Politik” tetapi didalam pembahasan nya tidak ada satupun judul materi yang sama.
Pada buku utama membahas mengenai konsep partisipasi politik, praktik partisipasi
politik, tingkatan partisipasi politik dan civil society (masyarakat madani). Sedangkan
buku pembanding membahas sifat dan definisi partisipasi politik, partisipasi politik di
negara demokrasi, partisipasi politik di negara otoriter, partisipasi politik di negara
berkembang, partisipasi politim melalui NSM dan beberapa jenis kelompok pada
partisipasi politik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama