Anda di halaman 1dari 17

CRITICAL BOOK REPORT

PARTISIPASI POLITIK
DISUSUN OLEH:
ANGGUN SUCITRA
190902083

PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah senantiasa memberikan rahmat
hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan Critical Book Report, adapun tugas ini
dikerjakan untuk memenuhi mata kuliah Pengantar Ilmu Politik. Saya telah menyusun CBR
ini dengan sebaik baiknya tetapi mungkin masih ada kekurangan kekurangan untuk
mencapai kesempurnaan. Saya selaku penulis menerima berbagai kritik yang sifatnya
membangun agar CBR ini menjadi lebih baik

Selanjutnya saya berharap semoga CBR ini bisa memberikan manfaat serta menambah
wawasan bagi para pembaca. Semoga CBR ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan
CBR ini.

Medan, 21 Oktober 2019

Anggun Sucitra
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Manfaat Penulisan
1.4 Identitas Buku

BAB II RINGKASAN BUKU


2.1 Ringkasan Buku Utama

2.2 Ringkasan Buku Pembanding

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Kritik Buku Utama

3.2 Kritik Buku Pembanding

3.3 Perbandingan Buku Utama dengan Buku Pembanding

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Critical book adalah hasil kritik/bandingan tentang suatu topik materi yang pada
umumnya di perkuliahan terhadap buku yang berbeda. Penulisan critical book ini pada
dasarnya adalah untuk membandingkan buku karangan dengan 2 buku yang akan
dijadikan sumber referensi. Setiap buku yang dibuat oleh penulis tertentu pastilah
mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Kelayakan suatu buku dapat kita
ketahui jika kita melakukan resensi terhadap buku itu dengan perbandingan terhadap
buku lainnya. Suatu buku dengan kelebihan yang lebih dominan dibandingkan dengan
kekurangan nya artinya buku ini sudah layak untuk dipakai dan dijadikan sumber
referensi bagi khalayak ramai

Keterampilan membuat CBR pada penulis dapat menguji kemampuan dalam


meringkas dan menganalisis sebuah buku serta membandingkan buku yang dianalisis
dengan buku yang lain, mengenal dan memberi nilai serta mengkritik sebuah karya tulis
yang dianalisis.

1.2 Tujuan Penulisan CBR


2. Pemenuhan akan tugas pokok mata kuliah Pengantar Ilmu Politik
3. Melatih pemikiran lebih kritis dan analitis
4. Membangkitkan minat untuk membaca secara seksama
5. Menghasilkan pembelajaran yang meningkatkan evaluasi dalam karya seseorang

1.3 Manfaat Penulisan CBR


2. Menambah wawasan pembaca tentang Pengantar Ilmu Politik
3. Menambah pengetahuan penyusun dan pembaca tentang critical book report
1.4 Identitas Buku
Buku utama (buku satu)

1. Judul Buku : Pengantar Ilmu Politik


2. Penulis : Deden Faturohman dan Wawan Sobari
3. Penerbit : UMM Press
4. Kota Terbit : Malang
5. Tahun Terbit : 2004
6. ISBN : 978-3021-47-0
7. Tebal Buku : 290 hlm

Buku Pembanding (buku kedua)

1. Judul Buku: Dasar Dasar Ilmu Politik


2. Penulis : Prof Miriam Budiardjo
3. Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
4. Kota Terbit: Jakarta
5. Tahun Terbit: 2008
6. ISBN: 978-979-22-3495-4
7. Tebal Buku: 517 hlm
BAB II
RINGKASAN BUKU
2.1 Ringakasan Buku Utama

A. Konsep Partisipasi Politik

Menurut Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson, konsep partisipasi pilitik


memiliki beberapa aspek definisi inti.

Pertama, mencakup kegiatan kegiatan (perilaku politik yang nyata) akan tetapi tidak
sikap sikap.

Kedua, yang menjadi perhatian adalah kegiatan politik warga negara preman, yang lebih
tepat lagi, perorangan perorangan dalam peranan mereka sebagai warga negara preman.
Dengan demikian terdapat garis antara partisipasi partisipasi politik dan orang orang
profesional dibidang politik

Ketiga, yang menjadi pokok perhatian hanyalah kegiatan kegiatan yang dimaksudkan
untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatan yang demikian
difokuskan adalah terhadap pejabat pejabat umum.

Keempat, definisi kami mencakup semua kegiatan yang dimaksdkan untuk


mempengaruhi pemerintah, tak peduli apakah kegiatan itu benar benar mempunyai efek
itu (tidak tergantung dari berhasil atau tidaknya kegiatan partisipasi politik.

Kelima, kami mendefinisikan partai politik sebagai mencakup tidakn hanya kegiatan yang
oleh pelakunya sendiri dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan pemerintah, akan
tetapi juga kegiatan yang oleh orang iain diluar si pelaku dimaksudkan untuk
mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.

Ramlan Surbakti mengemukakan rambu rambu konsep partisipasi politik sebagai


berikut:

Pertama, partisipasi politik yang dimaksudkan berupa kegiatan atau perilaku luar
individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap
dan orientasi

Kedua, kegiatan itu dirahasiakan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan
pelaksana keputusan politik. Seperti kegiatan mengajukan alternatif kebijakan umum,
alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik, dan kegiatan mendukung ataupun
menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah

Ketiga, kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah
termasuk dalam konsep partisipasi politik
Keempat, kegiatan mempengaruhi pemerintah bisa dilakukan secara langsung ataupun
secara tidak langsung

Kelima, kegiatan mempengaruhi pemerintah bisa dilakukan melalui prosedur yang wajar
(konvensional) dan tanpa kekerasan (nonviolence) seperti ikut memilih dalam pemilihan
umum, mengajukan petisi, melakukan kontak tatap muka, dan menulis surat, mapun
dengan cara cara diluar prosedur yang wajar (tak konvensional) dan berupa kekerasan
(violence), seperti demonstrasi (unjuk-rasa) pembangkangan halus (seperti lebih memilih
kontak kosong daripada memilih calon yang disodorkan pemerintah), huru-hara, mogok,
pembangkangan sipil, serangan bersenjata, dan gerakan gerakan politik seperti kudeta dan
revolusi.

B. Praktik Partisipasi Politik

Partisipasi politik muncul dalam beberapa bentuk. Setiap bentuk bentuk partisipasi
politik akan berisi gaya, tuntutan, pelaku dan sampai pada tindakan tindakan yang
dilakukan warga negara dalam konteks politik. Selain itu berkenaan dengan jumlah orang
yang terlibat dalam bentuk bentuk partisipasi politik, tidah harus selalu dilakukan oleh
sekelompok orang, tetapi bisa juga dilakukan oleh satu orang saja.

Berdasarkan riset riset tentang partisipasi politik yang dilakukan di beberapa negara,
Huntington dan Nelson mengemukakan lima bentuk kegiatan utama yang dipraktikkan
dalam partisipasi politik. Bentuk bentuk itu diantaranya:

(a) Kegiatan pemilihan, mencakupmemberikan suara sumbangan sumbangan untuk


kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon,
atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan
(b) Lobbying, mencakup upaya upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi
pejabat pejabat pemerintah dan pemimpin pemimpin politik, dengan maksud
mampengaruhi keputusan keputusan mereka mengenai persoalan persoalan yang
menyangkut sejumlah besar orang,
(c) Kegiatan organisasi, menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam
suatu organisasi, yang tujuannya yang utama dan eksplisit adalah mempengaruhi
pengambilan keputusan pemerintah.
(d) Mencari koneksi, merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap
pejabat pejabat pemerintah, dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat
bagi hanya satu orang atau segelintir orang
(e) Tindakan kekerasan, sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan
pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang orang atau
harta benda kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik,
mempengaruhi kebijakan pemerintah atau mengubah seluruh sistem politik.
C. Tingkatan Partisipasi Politik

Untuk menganalisis tingkat-tingkat partisipasi politik, Huntington dan Nelson


mengajukan dua kreteria penjelas. Pertama, dilihat dari ruang lingkup atau proporsi dari
suatu kategori warga negara yang melibatkan diri dalam kegiatan kegiatan partisipasi
politik. Kedua, intensitasnya atau ukuran, lamanya, dan arti penting dari kegiatan khusus
itu bagi sistem politik,

Hubungan antara dua kreteria ini cenderungdiwujudkan dalam hubungan”berbanding


terbalik”. Lingkup parsisipasi politik yang besar biasanya terjadi dalam intensitas yang
kecil atau rendah, misalnya partisipasi dalam pemilihan umum. Sebaliknya jika lingkup
partisipasi politik rendah atau kecil, maka intensitasnya semakin tinggi. Contoh kegiatan
aktivis aktivis partai politik. Jadi dalam hal ini, terjadi hubungan, “semakin luas ruang
lingkup partisipasi politik maka semakin rendah atau kecil intensitasnya, dan sebaliknya
semakin kecil ruang lingkup partisipasi politik, maka intensitasnya semakin tinggi”

Tingkatan tingkatan partisipasi politik ini disampaikan sebagai berikut:

1. Menduduki jabatan politik atau administratif


2. Mencari jabatan politik atau administratif
3. Keanggotaan aktif suatu organisasi politik
4. Keanggotaan pasif suatu organisasi politik
5. Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik
6. Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik
7. Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dan sebagainya
8. Partisipasi dalam diskusi politik informal minat umum dalam bidang politik
9. Voting

Tingkatan partisipasi politik ini mencerminkan kapasitas partisipan dalam


berpartisipasi politik. Semakin tinggi tingkatan yang ditempati seseorang atau
sekelompok orang, maka semakin tinggi pula tingkatan partisipasi politiknya. Namun
tidak demikian dengan lingkup partisipasi politiknya, semakin tinggi malah semakin
sedikit, artinya semakin mengerucut pada jumlah orang tertentu.

D. Civil Society (Masyarakat Madani)


Konsep masyarakat madani yang diabstraksikan para ahli memiliki beberapa
indikator sebagai identitas karakter yang dimiliki untuk bisa mengidentifikasi ada
tidaknya perkembangan masyarakat madani.
Pertama, sifat partisipatif. Masyarakat madani tidak akan menyerahkan
seluruh nasibnya pada negara, tetapi mereka menyadari bahwa yang akan dominan
menentukan masa depan mereka haruslah berasal dari diri sendiri.
Kedua, otonom. Selain sebagai masyarakat partisipatif, masyarakat madani
juga memiliki karakter mandiri, yaitu dalam mengembangkan dirinya tidak tergantung
dan menunggu “bantuan” negara.
Ketiga, tidak bebas nilai. Seluruh kompenen madani, memiliki keterikatan
terhadap nilai nilai yang merupakan kesepakatan hasil musyawarah demokratis
(bukan sekedar konsensus).
Keempat, merupakan bagian dari sistem dengan struktur non-dominatif
(pliral). Meskipun ekstensinya yang partisipatif dan otonom terhadap kekuatan
negara, namun masyarakat madani adalah bagian dari kompenen kompenen negara.
Kelima, termanifestasi dalam organisasi. Prinsip prinsip organisasi dipegang
oleh masyarakat madani, sebagai perwujudan identitasnya secara material. Artinya
masyarakat madani bukan merupakan individu individu yang partisipatif dan otonom
saja, tetapi terdiri dari sekumpulan individu warga negara yang tergabung dalam
asosiasi asosiasi yang memiliki tatanan yang mampu menjamin anggotanya untuk
mampu mengapresiasikan diri, mengembangkan minat, saling tukar informasi,
memediasi perbedaan perbedaan, dan menciptakan pola pola hubungan yang stabil.

2.2 Ringkasan Buku Pembanding

1. Sifat dan Definisi Partisipasi Politik


Secara umum partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk
ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, antara lain dengan jalan memilih
pimpinan negara dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan
pemerintah.
Di negara negara demokrasi konsep partisipasi politik bertolak dari paham bahwa di
kedaulatan ada di tangan rakyat, yang dllaksanakan melalui kegiatan bersama untuk
menetapkan tujuan tujuan serta masa depan masyarakat itu dan untuk menentukan orng
orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Jadi, partisipasi politik merupakan
penyelenggaraan politik yang absah oleh rakyat.

2. Partisipasi Politik di Negara Demokrasi

Kegiatan yang dapat dikategorikan partisipasi politik menunjukkan berbagai bentuk


dan intensitas. Biasanya diadakan pembedaan jenis partisipasi menurut frekuensi dan
intensitasnya. Orang yang mengikuti kegiatan secara tidak intensif, yaitu kegiatan yang
menyita waktu dan yang biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri (seperti memberikan
suara dalam pemilihan umum) besar sekali jumlahnya. Sebaliknya, kecil sekali jumlah
orang yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik. Kegiatan
sebagai aktivis politik ini mencakup antara lain menjadi pimpinan partai atau kelompok
kepentingan.

Suatu bentuk partisipasi yang paling mudah diukur adalah perilaku warga negara
dalam pemilihan umum, antara ialn melalui perhitungan persentase orang yang
menggunakan hak pilih nya ( voter turnout) dibanding dengan jumlah seluruh warga
negara yang berhak memilih. Peneliitian ini mengenai partisipasi politik diluar pemberian
suara dalam pemilihan umum yang dilakukan oleh Gabriel A.Almond dan Sidney Verba.
Dari hasil penelitiannya yang dituangkan dalam karya klasik Civic Culture ditemukan
beberapa hal yang menarik. Dibanding dengan warga negara di beberapa Eropa Barat,
orang Amerika tidak terlalu bergairah untuk memberi suara dalam pemilihan umum.
Akan tetapi mereka lebih aktif mencari pemecahan berbagai masalah masyarakat serta
lingkungan melalui kegiatan lain, dan menggabungkan diri dengan organisasi organisasi
seperti organisasi politik, bisnis, profesi, petani dan sebagainya.

Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering menimbulkan tuntutan tuntutan


yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.
Jenis partisipasi politik sangat erat dengan seberapa jauh demokrasi diterapkan dalam
pemerintahan. Negara yang stabil demokrasinya, maka biasanya tingkat partisipasi politik
warganya sangat stabil, tidak fluktuatif.

Dinegara demokrasi, partisipasi dapat ditunjukkan di berbagai kegiatan. Biasanya


dibagi bagi jenis kegiatan berdasarkan melakukan kegiatan tersebut. Ada kegiatan yang
tidak banyak menyita waktu dan besar sekali jumlahnya dibanding dengan jumlah orang
yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik. Kegiatan sebagai
aktivis politik ini mencakup antara lain menjadi pimpinan partai atau kelompok
kepentingan.

Di negara yang menganut paham demokrasi, bentuk partisipasi politik masyarakat


yang paling mudah diukur adalah ketika pemilihan umum berlangsung. Perilaku warga
negara yang dapat dihitung intensitasnya adalah melalui perhitungan persentase orang
yang menggunakan hak pilihnya (voter turnout) dibanding dengan warga negara yang
berhak memilih seluruhnya

3. Partisipasi Politik di Negara Otoriter

Di negara negara otoriter seperti komunis pada masa lampau, partisipasi massa
umumnya diakui kewajarannya, karena secara formal kekuasaan ada ditangan rakyat.
Akan tetapi tujuan utama partisipasi massa dalam masa pendek masyarakat adalah
merombak masyarakat yang terbelakang menjadi masyarakat modern, produktif, kuat dan
berideologi kuat. Hal ini memerlukan disiplin dan pengarahan ketat dari monopoli partai
politik.

Terutama, persentase partisipasi yang tinggi dalam pemilihan umum dianggap dapat
memperkuat keabsahan sebuah rezim di mata dunia. Karena itu, rezim otoriter selalu
mengusahakan agar persentase pemilih mecapai angka tinggi. Uni Soviet merupakan
salah satu negara yang berhasil mencapai persentase voter turnout yang sangat tinggi.

Dinegara negara otoriter yang sudah mapan menghadapi masalah bagaimana


memperluas partisipasi tanpa kehilanga kontrol yang dianggap mutlah diperlukan untuk
tercapainya masyarakat yang didambakan. Jika kontrol dikendorkan untuk meningkatkan
partisipasi, maka ada bahaya bahwa akan timbul konflik yang mengganggu stabilitas.
4. Partisipasi Politik di Negara Berkembang

Dibeberapa negara berkembang, partisipasi yang bersifat otonom, artinya lahir dari
diri mereka sendiri, masih terbatas. Berkaitan dengan gejala itu, jika hal itu terjadi di
negara negara maju seringkali dianggap sebagai tanda adanya kepuasan terhadap
pengelolaan kehidupan politik. Tetapi jika hal ini terjadi di negara berkembang tidak
selalu demikian halnya. Dibeberapa negara yang rakyatnya apatis, pemerintah
menghadapi masalah bagaimana meningkatkan partisipasi itu, sebab jika partisipasi
mengalami jalan buntu, dapat terjadi dua hal yaitu menimbulkan “anomi” atau justru
“revolusi”.

Negara negara berkembang yang non-komunis menunjukkan pengalaman yang


berbeda beda. Kebanyakan negara baru ini ingin cepat mengadakan pembangunan untuk
mengejar keterlatarbelakangannya, karena dianggap bahwa berhasil tidaknya
pembangunan banyak bergantung pada partisipasi rakyat.

Akan tetapi setiap usaha pembangunan, terutama di negara yang menghadapi maslaah
kemiskinan dan sumber daya langka, akan selalu dibarengi dnegan gejolak gejolak sosial.
Hal ini akan mewarnai kehidupan politik di negara negara berkembang dan menjadikan
nya penuh dinamika. Kalaupun stabilitas berhasil dicapai, maka sifatnya mungkin akan
tetap kurang stabil dibandingkan negara negara yang sudah mantap kehidupan politiknya.

5. Partisipasi Politik Melalui New Social Movements (NSM) dan Kelompok Kelompok
Kepentingan

Social movements adalah tantangan kolektif oleh orang orang yang mempunyai
tujuan bersama berbasis solidaritas, (yang dilaksanakan) melalui interaksi secara terus
menerus dengan para elite, lawan lawannya dan pejabat pejabat. Gerakan ini merupakan
bentuk perilaku kolektif yang berakar dalam kepercayaan dan nilai nilai bersama.

Disamping itu, kelompok kepentingan adalah suatu organisasi yang berusaha untuk
memengaruhi kebijakan publik dalam suatu bidang yang penting untuk anggota
anggotanya.

Kelompok kelompok kepentingan muncul pertama kali pada awal abad ke 19.
Organisasi internal lebih longgar dibanding dengan partai politik. Mereka cenderung
memfokuskan diri pada satu masalah masalah tertentu saja. Keanggotaannya terutama
terdiri atas golongan golongan yang menganggap dirinya tertindas, seperti kaum buruh (di
Eropa Barat) dan golongan Afrika Amerika (di Amerika Serikat). Tujuan utama adalah
memperbaiki nasib dari masing masing golongan, terutama keadaan ekonominya.

Pada tahun 1960-an timbul fenomena baru, sebagai lanjutan dari gerakan sosial lama,
yaitu Gerakan Sosial Baru (New Social Moments atau NSM). Gerakan sosial baru ini
berkembang menjadi gerakan yang sangat dinamis terutama dengan timbulnya
pergolakan di negara nefara Eropa Timur yang ingin melepaskan diri dari otoritarianisme
menuju demokrasi.

NSM merupakan faktor yang paling penting dalam partisipasi politik pada masyarakat
demokrasi. Hal ini dinamakan demokrasi dari bawah (democracy from below). Mereka
bertindak sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat, terutama di tingkat akar
rumput ( grass roots) dengan memberikan masukan (input) kepada para pembuat
keputusan. Selain itu, mereka dapat menjadikan badan eksekutif dan anggota parlemen
lebih responsif dan akuntabel terhadap masyarakat. Dalam hal ini mereka dianggap
sebagai faktor yang sangat penting dalam proses demokratisasi.

6. Beberapa jenis kelompok


a. Kelompok Anomi

Kelompok kelompok ini tidak mempunyai organisasi, tetapi individu individu yang
terlibat merasa mempunyai perasaan frustasi dan ketidakpuasan yang sama. Sekalipun
tidak terorganisir dengan rapi, dapat saja kelompok kelompok ini secara spontan
mengadakan aksi massal jika tiba tiba timbul frustasi dan kekecewaan mengenai suatu
masalah. Ketidakpuasan ini diungkapkan melalui demonstrasi dan pemogokan yang tak
terkontrol, yang kadang kadang berakhir dengan kekerasan.

b. Kelompok Nonasosiasional
Kelompok kepentingan ini tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara,
keluarga, kerabat, agama, wilayah, kelompok etnis, dan pekerjaan. Kelompok kelompok
ini biasanya tidak aktif secara politik dan tidak mempunyai organisasi ketat, walaupun
lebih mempunyai ikatan daripada kelompok anomi.

c. Kelompok Institusional
Kelompok kelompok formal yang berada dalam atau bekerja sama secara erat dengan
pemerintahan seperti birokrasi dan pemilihan militer.

d. Kelompok Asosiasional
Terdiri atas serikat buruh, kamar dagang, asosiasi etnis dan agama. Organisasi
organisasi ini dibentuk dengan suatu tujuan yang eksplisit, mempunyai organisasi yang
baik dengan staf yang bekerja penuh waktu. Hal ini telah menjadikan mereka lebih efektif
daripada kelompok kelompok lain dalam memperjuangkan tujuannya.

e. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia


Di Indonesia LSM sepandan dengan NSM serra kelompok kepentingannya, dan
dalam banyak hal terinspirasi oleh koleganya diluar negeri. Ideologi serta cara kerjanya
pun banyak miripnya. Secara historis di Indonesia LSM ada sejak abad ke 20. Ketika itu
umumnya LSM lahir sebagai cerminan dari kebangkitan kesadaran golongan masyarakat
menengah terhadap kemiskinan dan ketidakadilan sosial.
Sejak Indonesia merdeka, kehadiran LSM pertama kali terjadi pada tahun 1957
dengan berdirinya PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indonesia). Lembaga yang pada
akhirnya menjadi mitra pemerintah ini menjadikan pembinaan keluarga yang sehat
sebagai fokus kegiatannya.
Pada analisa Hope dan Timel yang kemudian dilengkapi dengan pemikiran Eldridge
dan Kothari serta analisis ideologi-ideologi utama dunia oleh Baradat, Roem
Topatimasang seorang Aktivis LSM senior di indonesia mengemukakan bahwa dilihat
dari sudut orientasi, LSM di Indonesia dapat dibagi dalam 5 kelompok paradigma yaitu
paradigma kesejahteraan, paradigma modernisasi, paradigma reformasi, paradigma
pembebasan, dan paradigma transformasi.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Kritik Buku Utama

Buku pertama yang berjudul “ Pengantar Ilmu Politik” merupakan buku karangan
Deden Faturohman dan Wawan Sobari yang membahas tentang semua konsep mengenai
dasar dasar ilmu politik. Buku ini diterbitkan oleh UMM Press dengan tebal buku 290
hlm.

Dalam buku ini saya mengkritik sub bab pada judul “Partisipasi Politik”. Dari segi isi
atau makna, buku ini sudah sangat bagus. Pada sub bab ini disajikan ada 4 materi yaitu
mulai dari konsep partisipasi politik, praktik partisipasi politik, tingkatan partisipasi
politik dan mengenai civil society. Selain itu isi sub bab nya juga disajikan dengan bahasa
yang sederhana dan mudah dipahami oleh pembaca. Dengan penyajian yang sederhana itu
maka akan meningkatkan minat pembaca dalam buku ini, sebab mereka tidak akan
menemukan kata kata yang sulit untuk diinterpretasikan. Tetapi pada sub bab ini materi
yang dibahas menurut saya terlalu sedikit.

3.2 Kritik Buku Pembanding

Buku kedua yang berjudul “ Dasar Dasar Ilmu Politik” merupakan buku
karangan Prof Miriam Budiardjo yang membahas konsep konsep seperti politik,
kekuasaan, dan pembuatan keputusan. Buku ini diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka
Utama dengan tebal buku 571 hlm. Dari segi fisik buku, buku ini agak besar dari pada
buku pertama pertama. Dan jumlah halaman nya pun lebih banyak daripada buku
pertama.

Dalam buku ini saya mengkritik sub bab judul “partisipasi politik” yang sama
sebelumnya dengan buku utama. Pada sub bab ini disajikan sangat lengkap, ada 6
materi yang disajikan. Mulai dari definisi, partisipasi politik di negara demokrasi,
negara otoriter, negara berkembang, melalui NSM dan beberapa jenis jenis kelompok
partisipasi politik. Walaupun isi nya terlalu banyak, namun bukan berarti penghalang
bagi pelajar atau mahasiswa yang ingin mengupas atau membahas buku ini. isi buku
ini ataupun pembahasan materi dalam buku ini, ditulis dengan tersusun secara
sistematis sehingga pembaca dapat dengan mudah memahami nya. Tetapi pada buku
ini terdapat kata kata yang berkelit dan tidak langsung mudah dipahami oleh
pembacanya.Dalam penyajiannya, ketika membahas atau mendefinisikan suatu
masalah selalu mengemukakan berbagai pandangan dari para ahli, sehingga hal ini
sangat membantu para pembaca untuk menemukan referensi dan wawasan pembaca
yang lebih luas.
3.3 Perbandingan Buku Utama dan Buku Pembanding

Buku pengantar ilmu politik yang ditulis oleh Dedenn Faturohman dan Wawan
Sobari materi kajiannya lebih padat dan lebih sedikit. Materi pada buku ini lebih
dipersempit sehingga pembaca sulit memahaminya. Pada buku ini materi yang
disampaikan lebih terfokus pada konsep partisipasi politik. Bahasayang digunakan
sederhana sehingga pembaca mudah memahaminya. Dalam buku ini juga dilengkapi
oleh pertanyan pertanyaan.

Jika dibandingkan dengan buku yang ditulis oleh Prof Miriam Budiardjo terdapat
perbedaan yang sangat mencolok jika ditinjau dari materi kajian yang terdapat
didalam buku tersebut. Materi dalam buku ini cakupanya lebih luas.mengapa saya
katakan demikian karena buku ini mencakup banyak argument dari para tokoh
sehingga pembacca bisa mengetahui informasi dengan bervariasi. Penjelasan buku ini
lebih terperinci.

Kedua buku ini memiliki judul materi yang sama, yaitu mengenai “Partisipasi
Politik” tetapi didalam pembahasan nya tidak ada satupun judul materi yang sama.
Pada buku utama membahas mengenai konsep partisipasi politik, praktik partisipasi
politik, tingkatan partisipasi politik dan civil society (masyarakat madani). Sedangkan
buku pembanding membahas sifat dan definisi partisipasi politik, partisipasi politik di
negara demokrasi, partisipasi politik di negara otoriter, partisipasi politik di negara
berkembang, partisipasi politim melalui NSM dan beberapa jenis kelompok pada
partisipasi politik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Partisipasi politik adalah hal yang sangat digunakan didalam kehidupan,


dengan berpartisipasi dalam politik kita bisa mengubah dan mempengaruhi suatu
kebijakan pemerintah. Selain itu dengan berpartisipasi politik kita telah melaksanakan
kewajiban kita sebagai warga negara, demi mewujudkan kehidupan yang lebih baik.

Kajian kajian partisipasi politik terutama banyak dilakukan di negara negara


berkembang, yang mana kondisi partisipasi politiknya masik dalam tahap
pertumbuhan.

4.2 Saran

Buku utama dan buku pembanding sebaiknya bisa saling mengisi


kekurangannya. Baik dari segi fisik ataupun isi yang kurang baik dapat diperbaiki
dengan melihat kelebihan dan kekurangan dari masing masing buku. Materi yang
kurang jelas pemahamannya didalam buku utama maupun pembanding hendaknya
agar diperluas.
DAFTAR PUSTAKA
Faturohman Deden& Wawan Sobari. 2004. Pengantar Ilmu Politik.Malang.UMM Press

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar Dasar Ilmu Politik. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama

Anda mungkin juga menyukai