Perhatian Bellah terhadap Jepang bukan karena Jepang satu-satunya negara bukan barat
yang mampu mengembangkan industrialisasinya pada ambang pintu mamasuki abad ke-20,
tetapi juga karena jepang memiliki satu pola industrialisasi yang khas.
Awal gerak gelombang industrialisasi di jepang pada akhir abad ke-19 tidak dimulai
dari langkah kaum industriawan, pengrajin, atau pedagang, melainkan oleh
kelas samurai. Kelas samurai inilah yang sesungguhnya membangun kembali masa kejayaan
kekaisaran Jepang, dan meletakkan dasar-dasar modernisasi Jepang.
Dengan mengikuti arah penelitian yang dikembangkan oleh Weber, Bellah mulai
tertarik untuk menguji ada tidaknya keterlibatan agama dalam kasus Jepang ini. Dengan kata
lain, “Apakah ada satu analogi fungsional dari etik protestan dalam agama Jepang?” yang
menimbulkan lahirnya masyarakat industri modern Jepang sekarang ini.
Agama Jepang
Dalam usahanya mengamati agama di Jepang, Bellah membuat dua klasifikasi
observasi.
Pertama, sekalipun memang terdapat banyak agama di Jepang, termasuk di dalamnya
Konfusianisme, Budhisme, dan Shinto. Hal ini tidak menghalangi untuk menganalisa
atau mengkategorikan agama-agama di Jepang tersebut sebagai entitas.
Agama di Jepang memang sudah berbaur dan sulit dibedakan secara lebih rinci lagi.
Agama satu dengan agama yang lainnya sama-sama mempengaruhi dan memiliki
hubungan. Sehingga bisa dikatakan bahwa Konfusianisme di Jepang sangat berbeda
dengan Konfusianisme di China dan Budhisme jepang berbeda dangan Budhisme
India.
Kedua, bahwa agama di Jepang membentuk nilai-nilai dasar masyarakat Jepang.
Dilihat dari sejarah, agama di Jepang bermula sebagai etika dari para pejuang
samurai, baru dikenal di masyarakat luas setelah melalui pengaruh agama
Konfusianisme dan Budhisme.
Bellah mengambil tiga keterkaitan antara agama dan pembangunan ekonomi di Jepang,
yakni:
a. Pengaruh Agama Secara Langsung Mempengaruhi Etika Ekonomi
b. Pengaruh Agama Terhadap Ekonomi Terjadi Melalui Pranata Politik
c. Pengaruh Agama Terjadi Melalui Pranata Kelurga
Sejak zaman Aristoteles hingga kini, teori-teori ilmu sosial memiliki kecenderungan
untuk menyatakan, bahwa ‘semakin baik derajat kehidupan ekonomis suatu negara, semakin
besar tersedia kemungkinan, bahwa negara tersebut akan memegang dan memelihara tatanan
demokrasi’.
Dalam hal ini Lipset hendak mencoba mencari bukti:
1. Pertama. Apakah hanya negara-negara atau masyarakat yang kaya saja yang mampu
mendukung dan menumbuhkan demokrasi?
2. Kedua. Apakah masyarakat miskin yang di dalamnya terdapat massa miskin yang
demikian banyak akan mendorong timbulnya pemerintahan oligarkis dan atau Tirani?