"state building” terjadi jika terbentuknya personel khusus, pengendalian atas wilayah,
loyalitas, dan keberlangsungan pemerintahan, lembaga tetap pada sebuah negara yang
tersentralisasi dan otonom menangani kerusuhan pada masyarakat tertentu."
Daftar Isi
1. Definisi
2. Membedakan "Nation Building", Intervensi Militer, Perubahan Rezim
3. Peace Building VS State Building
4. Struktur Negara Dalam Konsep State Building
5. Pendekatan State Building
5.1. Good governance
5.2. New Public Management
5.3. Desentralisasi
6. Contoh State Building
7. literatur
8. Referensi
Definisi
Terdapat dua teori pendekatan utama untuk mendefinisikan state building. Pertama,
state building dilihat dari aktivitas yang dilakukan aktor-aktor eksternal (negara
asing) yang berusaha untuk membangun, atau membangun kembali, institusi yang
melemah pasca konfilk atau Negara yang mengalami kegagalan. Ini dilihat dari luar
sudut pandang pendidikan state building sebagai kegiatan satu negara dalam
kaitannya dengan anot98990-0plopher, biasanya mengikuti beberapa bentuk
intervensi (seperti suatu operasi penjaga perdamaian PBB). Sebuah pendapat yang
muncul dimedia mengenai Irak dan Afghanistan dan telah mempengaruhi dokumen-
dokumen seperti laporan PBB: “Sebuah dunia yang lebih aman: tanggung jawab kita
bersama” laporan konferensi tingkat tinggi mengenai ancaman, Tantangan dan
Perubahan A/59/565, atau dalam RAND panduan mudah menuju Nation Building
(lihat diskusi tentang nation building vs state building).
Perselisihan dua teori yang umum dan menuliskan terdapat consensus yang lebih luas
yang dipelajari tentang bagaimana mendukung proses State-Building yang belum
dipahami sepenuhnya. Beberapa mempercayai dukungan terhadap State-Building
diperlukan bertambahnya legitimasi dan kelanjutan dari institusi Negara, namun
banyak yang setuju bahwa cara untuk mencapai hal itu belum sepenuhnya
dikembangkan. Sedikitnya dorongan pasca konflik menuju State-Building yang
selama ini dijalankan masih jauh dari keberhasilan. Dari sudut pandang exogenous
bisa dikatakan bahwa inti selanjutnya dalam mendukung State-Building cenderung
terjadi di Negara yang memiliki karakteristik masyarakat sipil yang brutal,
kehancuran ekonomi, lembaga, infrastruktur, lingkungan, mudahnya masyarakat
mendapatkan senjata, besarnya jumlah tentara yang tidak puas yang kemudian
bergabung dan dimobilisasi, atau etnis dan pemeluk agama yang dipecah belah.
Rintangannya terbentuk oleh sulitnya memasukkan dasar demokrasi dan nilai-nilai
hak asasi manusia kedalam Negara-negara yang memiliki perbedaan politik, budaya,
dan agama keturunan.
Keduanya aliran pemikiran ini menghasilkan kritik dan pelajaran guna menguji
proporsi yang dibuat. Endogenous model, dengan penekanan pada proses
pembentukan State-Building, akan memiliki implikasi yang besar terhadap program
donor, diplomasi dan menjaga perdamaian. Dilaporkan bahwa OECD telah menjadi
sponsor dalam pengujian beberapa pemikiran yang terkait dan DFID mengikuti
makalah asli dengan mengeluarkan daftar panduan bagi program yang dijalankannya.
Kritikan penting di kembangkan oleh NGO’s seperti Conciliation resources dan the
asia Foundation, dengan fokus utama pada whites proposisi sebuah persetujuan
politik mendorong State-Building. Juga terdapat upaya untuk menguji tesis dengan
melihat wilayah indivudi yang di sediakan oleh Negara, terutama dibidang kesehatan.
Bagian kedua dari pemikiran pribumi (sebuah proses adat dari hubungan state
society) memiliki nuansa kurang menekan dan membuat jelas bahwa kepemimpinan
nasional dan visi pusat penting. Memang, bagaimanapun, berpotensi meninggalkan
kesenjangan dalam hal strategi bagi masyarakat internasional untuk mendukung
positif state building di Negara-negara miskin, paska konflik dan Negara yang labil.
pekerjaan lebih lanjut diperlukan untuk mengubah ide dan model dari kedua aliran
pemikiran yang terkait kebijakan yang bersih untuk membantu negara-negara yang
terkena dampak konflik.
Demikian pula, State building (nation building) pada waktu yang lalu bercampur
dengan intervensi militer dan perubahan rezim (sering terjadi di Amerika). Sebagian
berasal dari aksi militer di German dan Jepang di perang dunia II dan Negara-negara
yang dihasilkannya, dan menjadi biasa terutama setelah intervensi militer di
Afganistan (oktober 2001) dan Irak (maret 2003). Bagaimanapun, penggabungan
kedua konsep ini sangat controversial, dan telah digunakan oleh kelompok oposisi
dan kekuatan politik sebagai sebuah pembenaran, atau penolakan terhadap
pendudukan militer yang illegal, atas tindakan di Iraq dan Afganistan. Oleh karena
itu, perubahan rezim dan tekanan dari luar harus dibedakan dari state building.
State building mungkin tidak secara otomatis menciptakan peace building dank arena
menuju state building secara inherent lebih bersifat politis, itu mungkin sesbenarnya
merupakan bagian dari konflik selanjutnya. Upaya-upaya yang dilakukan untuk
memuaskan atau ‘buy off’ kelompok kepentingan tertentu untuk kepentingan
perdamaian kemungkinan akann melemahkan state building, yang kemudian berujung
pada pembagian kekuasaan melalui mekanisme kesepakatan politis, namun lembaga
Negara menjadi tidak efektif. Turunnya peace building terkadang merupakan strategi
Negara dalam menciptakan pendamaian dan pembangunan dalam waktu yang lebih
cepat, misalnya, banyak NGO’s di Republik Demokratik Kongo sedang membangun
sekolah tanpa keterlibatan negara. Negara juga bisa mendapatkan masalah ketika ia
terlalu bergantung dengan actor internasional yang bisa memperburuk keadaan
disuatu Negara.
Struktur Negara Dalam Konsep State Building
Istilah Negara bisa digunakan untuk memaknai entitas geografis politik yang
berdaulat dengan penduduk, sebuah wilayah, pemerintahan, dan kapasitas dalam
hubungan antar negara, seperti yang didefinisikan oleh hukum internasional
(konvensi Montevideo tentang hak dan kewajiban negara, 26 Desember 1933, pasal
1), dalam satu set institusi sosial memonopoli penggunaan kekuatan yang sah
didaerah tertentu (Max weber, 1919).
Tujuan dari State-Building dilingkungan yang tidak stabil, sub-struktur Negara bisa
didefinisikan sebagai sebuah rezim politik (atau system pemerintahan), tata
pengelolaan pemerintahan (Konstitusi), dan perangkat institusi Negara (atau
organisasi) contohnya angkatan bersenjata, parlemen dan system peradilan. Kapasitas
Negara mengacu pada ketangguhan dan kemampuan lembaga negar. Secara
konvensional, bangsa mengacu pada penduduk itu sendiri, yang disatukan oleh
kesamaan identitas, sejarah, budaya dan bahasa.
Pendekatan terhadap State building
Meskipun terdapan banyak cara khusus yang menjadi strategi agar state building
berhasil terbentuk, terdapat tiga pendekatan khusus yang berhasil di identifikasi oleh
laporan UNRIST pada 2010 yang lalu. Ketiga pendekatan itu secara keseluruhan ada
dibawah teori yang berkaitan dengan peran internal, yaitu : Pemerintahan yang baik,
manajemen public yang baru, dan desentralisasi.
Pendekatan ini pertama kali muncul di selandia baru dan Inggris pada 1980-an. New
public manajemen menggunakan pasar selayaknya reformasi dalam pelayanan public
yang memberikan kekuatan kepada pemerintah untuk menjalankan rencan
pembangunan ekonomi yang dijalankan dengan dasar system pasar yang kompetitif
untuk merubah sector produksi masyarakat. Pada pendekatan ini pemerintah
memberikan kontrak yang berbasiskan kinerja kepada koorporasi swasta untuk
beroperasi dibidang industri. Hal ini meningkatkan terciptanya industri yang berdaya
saing namun tetap berada dibawah pengawasan pemerintah, sehingga bisa
mengefektifkan industri dan pengeluaran pemerintah. Salah satu kelemahan dari
pemerintaha yang labil. Jika perusahaan pribadi yang besar mengambil alih
kepentingan industri, pertumbuhan industri bisa terancam ditangan kepentingan
perusahaan swasta. Untuk melihat contoh dari State Building, singapura adalah
contohnya.
Desentralisasi
Contoh State-Building
1. Haiti 1995
2010- menyusul gempa bumi 2010, Haiti menjadi sebab kepopuleran pilantropi.
Negara anggota PBB menjanjikan dana 5,3 milyar dollar dalam jangka 18 bulan
menyusul terjadinya gempa bumi. Terdapat lebih dari 3000 NGO beroperasi di
Haiti. Ini bermanfaat untuk pemulihan jangka pendek, namun banyak
kekhawatiran terkait penolakan media yang juga menolak bantuan filantropi
kepada Negara yang diantaranya disebut “Republik NGO’s”. pemerintah bekerja
untuk mengorganisir bantuan yang datang kenegara menjadi rencana jangka
panjang yang dijalankan oleh pemerintah. Sebuah studi yang baru diserahkan oleh
RAND corporation memperlihatkan temuan para peneliti yang membahas tentang
apa yang dibutuhkan untuk investasi jangka panjang. Para peneliti mengutip
beberapa inisiatif penting yang perlu diambil dalam proses rebuilding: 1.
Menciptakan stabilitas melalui system peradilan yang tegas dan melindungi hak-
hak warga Negara, dan kepolisian yang kuat untuk menegakkan hukum. 2.
Administrasi yang transparant. Hal ini dapat berjalan dengan mencari prosedur
yang bersih bagi pegawai administrasi, memberikan insentif terkait kinerja, dan
memberikan pekerjaan yang jelas fungsinya. Ini akan menghapus setiap posisi
pemerintah yang tidak jelas dan menempatkan orang yang tanggung jawab
terhadap Negara, meningkatkan efisiensi kerja dalam pemerintahan. 3.
Membuang reruntuhan dari tengah-tengah port-au-prince untuk mengembalikan
kebanggaan nasional Negara ini. 4. Memudahkan pendaftaran untuk bisnis dan
property guna mempromosikan tatanan bisnis dan system kepemilikan property
yang stabil. 5. Di sector pendidikan dan kesehatan, pemerintah mengeluarkan
perjanjian terhadap banyak NGO’s yang beraktifitas di Haiti. Hal ini bukan hanya
terkait pemanfaatan sumber daya NGO’s, namun juga memberikan ijin kepada
pemerintah untuk mengontrol setiap tindakan, menciptakan tindakan yang
terkoordinir dalam pembangunan.