Anda di halaman 1dari 14

BAB 3

HUBUNGAN CIVICS DENGAN ILMU POLITIK DAN


PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (CIVIC EDUCATION)

Pendahuluan
Pendahuluan Pada bab sebelumnya (bab 1) telah dijelaskan asal usul
istilah vics dan bagaimana perkembangan istilah civics itu selanjutnya
Berdasarkan uraian tersebut istilah civics tidak dapat dipisahkan dengan istilah
politik. Sementara itu istilah Ilmu Kewargaan Negara (civics) sendiri sangat erat
hubungannya dengan sejarah timbulnya civics di Yunani. Oleh karena Civics dan
Ilmu Politik itu berkaitan erat, maka dipandang perlu kajian secara mendalam
tentang bagaimana hubungan antara civics dengan ilmu politik dan Pendidikan
Kewarganegaraan (civic education).
Selanjutnya, pada bab 3 ini akan diuraikan secara rinci tentang hubungan
antara civics dengan ilmu politik dan PendidikanKewarganegaraan (civic
education). Untuk memperoleh informasi yang menyeluruh tentang kajian
tersebut, berikut ini cakupan materinya: (a) definisi politik dan ilmu politik, (b)
partisipasi dan pendidikan politik, (c) hubungan civics dengan Pendidikan
Kewarganegaraan.S etelah membahas materi ini diharapkan mahasiswa memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. menjelaskan definisi politik dan ilmu politik;
2. menjelaskan pengertian dan pentingnya partisipasi dan
3. menjelaskan hubungan civics dengan Pendidikarn pendidikan politik
Kewarganegaraan (civic education).
Agar uraian materi bab 3 ini dapat dikuasai dengan baik, maka Anda
dituntut untuk memiliki disiplin yang tinggi dalam membaca dan henggali
informasi serta mengerjakan latihan-latihan.Di samping yang tak kalah penting
adalah Anda sangat dianjurkan untuk an memh huku-huku referensi atau buku
rujukan lainnya yang relevan dengan kajian ini untuk memperkaya wawasan.
1. Definisi Politik dan Ilmu Politik
Kata civics berasal dari bahasa latin kita yang memiliki arti penduduk
(warga negara) dari sebuah kota atau polis yang menerapkan praktek demokrasi
langsung di Athena Yunani. Penerapan demokrasi langsung konteks di Athena
Yunan sangat diperlukan karena (a) ju penduduknya relatif masih sedikit, ( b)
wilayah atau teritorial di mana penduduk itu tinggal relatif kecil. Oleh karena itu,
dapat secara mudah mengungkap pendapatnya secara langsung tentang masalah-
masalah kehidupan. Dengan kata lain tidak perlumelalui lembaga-lembaga
perwakilan untuk menyampaikan aspirasi atau harapan-harapan sebagai warga
negara.
Istilah "polis" sendiri apabila dihubungkan dengan istilah politik maka
terdapat persamaan. istilah "politik" dalam Webter Collegiaten Dictionary, berasal
dari kata "polis" yang artinya adalah negara kota atau dikenal dengan negara citi
state. Dalam perkemba selanjutnya, seorang ahli ilmu politik yang bernama Jean
B menggunakan istilah "ilmu politik" atau political science. Dalam perkembangan
selanjutnya, istilah politik diartikan secara luas yakni sebagai seni dari ilmu
pemerintahan (the art and science of government).
Ahli lain yang bernama Jacobar mengemuka ilmu politik sebagai berikut:
Political science is the science of the state, it deals with: 1) the relation of
individuals to one another in so far as the state regulates them by law, 2)
the relation of individuals or groups of individuals to the state, 3) the
relations of state to state.
Berdasarkan pengertian di atas, imlu politik diartikan sebagai ilmu negara
yang di dalamnya dibahas atau dikaji tentang hubungan sesama individu warga
negara yang diatur oleh hukum, hubungan antara individu dengan kelompok,
dengan negara, dan hubungan negara dengan negara.
Sedangkan Lipman mengemukakan pengertian ilmu politik adalah ilmu
negara yang di dalamnya bertalian dengan (a) hubun antara individu dengan
individu satu sama lain yang diatur oleh negara dengan undnag-undang, (b)
hubungan antara individu atau sebuah kelompok orang-orang dengan negara.
Selanjutnya, Miriam Budiardjo (1989) menjelaskan bahwa politik
(politics) merupakan bagian kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan
tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah
yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa
alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dip ilih
tersebut.
Roger F. Sultau dalam bukunya Introduction to politic menjelaskan bahwa
ilmu politik mempelajari negara, tujuan-tujuar negara dan lembaga-lembaga yang
akan melaksanakan tujuan-tujuarn hubungan antara negara dengan warga
negaranya serta dengan negara-negara lain. (Political science is the study of the
state, its aims and purpose... the institutions by which these are going to be
realized, its relations with individual members, and other state.
Sementara itu, pengertian ilmu politik dalam pandangan Barents adalah
ilmu yang mempelajari kehidupan negara,...yang merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat; ilmu politik mempelajari negara-negara itu melakukan
tugas-tugasnya.
Sementara itu, Harold Laswell dan Kaplan mengemukakan pengertian
ilmu politik dengan sangat singkat yaitu ilmu yang mempelajari tentang
pembentukan dan pembagian kekuasaan.
Apabila kita menelaah pengertian ilmu politik sebagaiman ikemukakan di
atas sangat bervariasi, menekankan pada aspek aspek yang berbeda. Keragaman
pengertian itu sangat wajar mengingat aspek-aspek tinjuan yang berbeda dari
setiap ahli. Oleh karena itu, penting kiranya kita menelusuri aspek-aspek kajian da
ilmu politik tersebut, yang meliputi: (a) negara (state), (b) kekuasaan (power), (c)
pengambilan keputusan (decision making), (d) kebijaksanaan (policy), dan (e)
pembagian dan alokasi (distribution and allocation).
Jean Blendel mengemukakan hal-hal yang dibahas dalam ilmu politik
modern, yaitu: Type of regimes, dan masalah yang timbul dalam pemerintahan.
Setiap yang berkuasa akan melahirkan masalah politik, dimana permasalahan
tersebut pada setiap negara berbeda sesuai dengan tipe pemerintahannya,
demokrasi atau autokrasi, monarkhi atau oligarkhi.
Participation. Hal ini berkenaan dengan bagaimana warga negara ikut serta
dalam kebijaksanaan. Dalam konteks ini pendidikan politik sangat terkait erta
dengan membina warga negara yang partisipatif.
The concept of pluralism. Hal ini lebih menekankan pada
keanekaragaman. Dalam konteks ini politik lahir untuk menjembatani
keankaragaman itu.
Desicion making. Dalam berhubungan dengan negara, setiap wrga negara
akan idhadapkan pada banyak permasalahan, oleh karena itu di tuntut untuk
mampu mengambil keputusan atau pilihan yang tepat.

Untuk lebih melengkapi referensi tentang kajian ilmu plitik, berikut


dikemukakan bidang-bidang kajian dalam ilmu politik, yaitu:
1. Teori Politik: (a) teori politik, (b) sejarah perkembangan ide-ide
politik.
2. Lembaga-lembaga politik: (a) Undang-Undang Dasar, (b) Pemerintah
Nasional, (c) Pemerintah Daerah dan Lokal, (d) fungsi ekonomi dan
sosial dari pemerintah, (e) perbandingan lembaga- lembaga politik.
3. Partai-partai, golongan-golongan dan pendapat umum: (a) partai
politik, (b) golongan-golongan dan asosiasi-asosiasi, (c) partisipasi
warga negara dalam pemerintahan dan administrasi, (d) pendapat
umum.
4. Hubungan internasional: (a) politik internasional, (b) organisasi
organisasi dan administrasi internasional, (c) hukum internasional.
Setelah menguraikan definisi politik dan ilmu politik sebagaimana
diuraikan di atas, sampailah kepada pokok permasalahan yakni di mana letak
hubungan civics dengan ilmu politik tersebut.
Patut dicamkan bahwa hubungan civics dengan ilmu politik tidak semata-
mata berkaitan dengan asal usul istilah civics yang berhubungan erat dengan
politik. Namun lebih jauh dari itu, hubungan civics dengan ilmu politik dapat
ditelaah atau dikaji dari sisi substansi atau isi pokok dari civics itu sendiri. Dalam
hal ini, patut diingat kembali pengertian civics sebagaimana dikemukakan an
Good, yakni The elements of political science or that branch of political science
dealing with rights and duties of citizens". Dari definisi tersebut jelas bahwa
civics merupakan elemen atau bagian bagian atau cabang-cabang dari ilmu politik
yang membahas tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara.
Bagian dari ilmu poliitk yang merupakan kajian dari icivic itu berkenaan
dnegan demokrasi politik, yang di dalamnya menyangkut hal-hal yaitu (a) konteks
ide demokrasi (b) konstitusi negara, (c) input system politik, (d) partai politik dan
elompok penekan, (e) pemilihan umum, (f) lembaga-lembag engambil keputusan,
(g) presiden sebagai kepala negara, h lembaga yudikatif, (i) output dari system
demokrasi politik, (G kesejahteraan umum dan pertahanan negara, (k) perubahan
sosia dan demokrasi politik.
Di lihat dari sisi tujuan civics atau ilmu kewarganegaraan, di mana civics
bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik to be good citizenship).
Civics sebagai bagian dari disiplin ilmu politik memiliki persyaratan-persyaratan
ilmu, walaupun belum sampai da teori-teori, sebab civics membahas tentang
hubungan manusia dengan manusia dan juga masalah-masalah individu. Dalam
kaitan civics sebagai ilmu, perlu diketahui bahwa setiap jenis pengetahuan
memiliki ciri-ciri spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi),
dan untuk apa (aksiologi). Ketiga ciri tersebut merupakan satu kesatuan dan saling
berkaitan serta saling ketergantungan. Jadi, ilmu merupakan alat yang digunakan
manusia untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang timbul dalam
kehidupannya. Civics menyelidiki manusia. Kita tentu sadar, bahwa manusia
adalah makhluk yang memiliki perasaan, emosi, akal, cita rasa, kemauan yang
berbeda-beda. Hal inilah yang menyebabkan kesulitan mengadakan pengukuran
terhadap perbuatan-perbuatan manusia pa terutama adanya faktor-faktor yang
rasional dan irrasional.
Selanjutnya, kembali kepada masalah tujuan pembelajaran civics yakni
pembentukan warga negara yang baik. Warga negara yang baik tersebut salah
satunya harus mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat dan negaranya.
Untuk membentuk warga negara partisipatif yakni warga negara yang mau dan
mampu melibat- kan diri dalam konteks pembangunan masyarakat, bangsa dan
negara maka pendidikan politik (political education) bagi setiap warga negara
merupakan syarat harus dipenuhi atau dilaksanakan dengan baik
2. Partisipasi dan Pendidikan Politik
Lazimnya partisipasi diartikan sebagai keterlibatan dan keikutsertaan
dalam suatu kegiatan tertentu. Dalam konteks politik, partisipasi diartikan sebagai
kegiatan warga negara untuk turut serta atau mengambil bagian dalam kegiatan-
kegiatan atau proses-proses politik.
Hal ini sesuai pandangan Huntington tentan pengertian partisipasi politik
yakni kegiatan warga negara preman (private citizen) yang bertujuan
mempengaruhi pengambila keputusan oleh pemerintah. Selanjutnya dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan warga negara preman di sini adalah sebagai
perorangan-perorangan sebagai warga negara yang mempunyai peranan-peranan
tertentu.
Myron Weiner, seperti dijelaskan oleh Mas'oed cAndrew (2000)
mengemukakan bahwa sedikitnya ada lima hal yang menyebabkan timbulnya
gerakan kearah partisipasi yang lebih dalam proses politik, yaitu proses
modernisasi; perubahan-perubahan struktur kelas sosial; pengaruh kaum
intelektual dankomunikasi massa modern; konflik diantara kelompok-kelompok
peminimpin politik; dan keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial.
Dalam suatu negara yang demokratis, partisipasi warga negara merupakan
syarat pokok atau utama yang mesti dilakukan oleh setip warga negaranya dalam
proses politik. Mewujudkan kehidup masyarakat yang demokratis dengan
sendirinya akan mengalami hambatan manakala warga negaranya tidak
partisipatif dalam kegiatan pengambilan keputusan negaranya. Namun sebaliknya
warga negara mampu melibatkan dirinya atau ikut serta dalam pengambilan
keputusan politik, maka akan terwuujudnya kehidupan masyarakat yang
demokratis.
Mengenai bentuk-bentuk partisipasi dikemukakan oleh Mas’oed dan
MacAndrew (2000) sebagaimana dikutip SapriYA (2004:185), secara garis besar
dibagi menjadi dua bentuk yaitu artisipasi yang konvensional dan bentuk
partisipasi yang non nvensional. Bagan berikut ini diharapkan dapat memperjelas
ntang bentuk-bentuk partisipasi politik:
Partisipasi konvensional Partisipasi non konvensional
1. Pemberian suara 1. Pengajuan petisi
2. Diskusi politik 2. Berdemonstrasi
3. Kegiatan kampanye 3. Konfrontasi
4. Membentuk dan bergabung 4. Mogok
5. Tindak kekerasan politik
dalam kelompok-kelompok
terhadap benda, seperti
kepentingan
5. Komunikasi individual dengan penjarahan, perusakan,
pejabat politik dan pengeboman, pembakaran
administrative 6. Tindak kekerasan politik
terhadap manusia: penculikan,
pembunuhan
7. Perang gerilya dan revolusi

Partisipasi politik yang dilakukan oleh warga negara mesti dilandasi


dengan kesadaran politik sebagai warga negara. Dan untuk menubuhkan kesadara
politik tersebut, pendidikan politik memiliki kedudukan yang sangat penting.
Pendidikan politik (political education) sebagai salah konsep dalam ilmu politik
warga negara atau masayarakat mengerti dan memahami politik.
Berikut dijelaskan pengertian pendidikan politik menurut para ahli:
Alfian (1986) menjelaskan makna pendidikan politik sebagai usaha sadar
untuk mengubah sosialisasi politik masyarakat hingga mereka memahami dan
menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang
ideal yang hendak dibangun. Berdasarkan pengertian ini pendidikan politik
diarahkan agar masyarakat memahami dan menghayati nilai-nilai dalam sistem
politik yang diterapkan/berlaku.
Sementara itu Sudiharto Djiwandono (1983) mengemukakan bahwa
pendidikan politik merupakan suatu proses penyampaian budaya politik bangsa,
mencakup cita-cita politik maupun norma-norma operasional dari sistem
organisasi politik yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, penting bagi seluruh
rakyat, bagi seluruh warga.
Pendidikan politik berfungsi untuk memberikan isi dan arah serta
pengertian kepada proses penghayatan nilai-nilai yang sedang berlangsung. Hal
ini berarti bahwa pendidikan politik menekankan ada upaya pemahaman tentang
nilai-nilai dan norma-norma yang rupakan landasan dan motivasi bangsa
Indonesia serta dasar untuk membina dan mengembangkan diri guna ikut serta da
mbangunan bangsa dan negara (Endang Sumantri, 2003).
Berdasarkan pengertian pendidikan politik sebagaimana diuraikan di atas,
dapat ditegaskan bahwa pendidikan politik adalah proses penurunan atau
pewarisan nilai-nilai dan norma-norma dari ideologi suatu negara yang dilakukan
dengan sadar organisir, terencana, dan berlangsung secara berkelanjutan dari satu
generasi kepada generasi berikutnya dalam rangka mbangun watak bangsa (nation
character building).
Dalam konteks negara kita, Indonesia, yang berdasarkan Pancasila, maka
pendidikan politik diarahkan agar warga negara memiliki pengetahuan serta
pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma dasra ideologi nasional yakni
Pancasila, sehingga mampu dilaksanakan dalam kehidupan nyata dalam
kehidupan sehari-hari secara nalar dan bertanggung jawab. Adapun tujuan dari
pendidikan politik meliputi:
 Sadar akan hak dan kewajiban serta tanggungjawab terhada kepentingan
bangsa dan negara yang diwujudkan melalui keteladan.
 Memiliki ketaatan terhadap hukum dan konstitusi yang dilandasi dengan
penuh kesadaran.
 Memiliki disiplin pribadi, sosial, dan nasiona.
 Memiliki visi atau pandangan ke depan serta tekad perjuangan untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik dan maju, yang didasarkan kepada
kemampuan objektif bangsa.
 Mendukung sistem kehidupan nasional yang demokratis secara sadar.
 Aktif dan kreatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
 Aktif menggalang persatuan dan kesatuan bangsa dengan kesadaran akan
keanekaragaman bangsa.
 Sadar akan pemeliharaan lingkungan hidup dan alam secara selaras, serasi,
dan seimbang.
 Mampu melaksanakan penilaian terhadap gagasan, nilai, serta ancaman
yang bersumber dari luar Pancasila dan UUD 1945 atas dasar pola pikiran
atau penalaran logis.
Pendidikan politik sangat penting untuk membangun kesadaran warga
negara untuk memiliki kemampuan berpartisipasi dalam pembangunan
masyarakat dan bangsanya. Pendidikan politik yang dilaksanakan dengan baik,
terencana, terkendali, terkoordinasi, akan berkontribusi positif bangsa
pengembangan kesadaran politik atau melek politik (political literacy), hakekat
pendidikan politik yaitu meningkatkan kesadaran rakyat atau warga negara akan
hak dan tanggungjwabnya sebagai warga negara.
3. Hubungan Civics dengan Pendidikan Kewarganegaraan
Civic dan civic education mempunyai hubungan yang sangat erat dan tak
dapat dipisahkan. Untuk mengetahui bagaimana hubungan keduanya, maka
penting untuk diketahui apa perbedaan dan persamaan dari keduanya. Penelaahan
hal penting agar kita bisa mendudukkan atau memposisikan keduanya dengan
benar dan tidak keliru dianalisis persamaanya terletak pada tujuan yang hendak
dicapai melalui kedunya yaitu untuk membentuk warga negara yang baik (to be
good citizenship). Sedangkan perbedaannya dapat diidentifikasi menyangkut hal
yaitu civics atau limu Kewarganegaraan merupakan ilmu, karenanya bersifat
teoretis. Pada sisi lain, Civic Education atau Pendidikan Kewarganegaraan lebih
menekankan kepada praktek. Perbedaan lain adalah bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan perluasan dari civics atau Ilmu Kewarganegaraan.
Sebagaimana hal ini dikemukakan Achmad Sanusi (1972) bahwa dengan
perubahan civics menjadi civic education, berarti civics telah memilih
orientasinya pada fungsi pendidikan dalam arti usaha-usaha dan proses pembinaan
warga negara,... Civics bertugas mendeskripsikan dan menganalisis bagaimana
adanya kontinum variable para warga negara menurut kontinum konstitusi,
sedangkan civic education bertugas meluruskan, memperluas, mengembangkan
dan membina kontinum variable tersebut pada kualitas dan taraf yang lebih tinggi
menunjukkan alternative jalan dan usaha kearah konstitusi.
Selanjutnya mengenai perbedaan dan persamaan antara Ilmu
Kewarganegaraan dengan Pendidikan Kewarganegaraan secara lebih rinci
diketengahkan oleh Nu'man Somantri (2001) sebagaimana divisualisasikan dalam
matrik di bawah ini:
Dari berbagai definisi civics yang telah dikemukakan menurut para ahli
pada dasarnya menekankan bahwa civics sebagai ilmu membicarakan tentang hak
dan kewajiban sebagai warga negara dalam tataran teoretis dan bukan praktis.
Sedangkan pendidikan kewarganegaraan justeru lebih menekankan kepada aspek
pengamalan atau praksis dari hak dan kewaiban tersebut sebagai warga negara,
misalnya bagaimana melaksanakan hak dan kewajiban tersebut di lingkungan
sekolah, maka disusunlah program kegiatan siswa untuk mengaktualisasikan hak
dan kewajiban siswa.
Ilmu kewarganegaraab (IKN) Pendidikan Kewarganegraan (PKN)
1. IKN merupakan sub disiplin 1. PKN merupakan bagian atau
ilmu yang diorganisasir salah satu tujuan Pendidikan Ilmu
secara ilmiah untuk Pengetahuan Sosial yang bahan-
memperkaya disiplin ilmu bahan pendidikannya diorganisisr
politik atau “body of secara terpadu dari berbagai
knowledge” ilmu politik disiplin ilmu sosial, humaniora,
2. Tingkat kesukaran IKN dokumen negara, dengan tekanan
adalah tingkat kesukan ilmu bahan pendiidkan negara yang
di universitas berkenaan dengan bela negara.
3. Tingkat ksukaran IKN 2. PKN adalah seleks adaptasi dari
adalah dimulai dari fakta, berbagai disiplin imlu-ilmu sosial,
konsep, generasi, humaniora, Pancasila, UUD 1945
teori/hukum dan dokumen negara lainnya yang
4. IKN dikembangkan lewat diorganisir dan disajikan secara
proses bertanya, ilmiah dan psikologi untuk tujuan
berhipotesis, pengumoulan pendidikan
data, analisis data, 3. PKN dikembangkan secara ilmiah
menyimpulkan, dan psikologis
generalisasi, teori, hukum 4. PKN menitikberatkan kepada
5. IKN tidak ada hubungan kemampuan dan keterampilan
langsung dengan tingkat berfikir aktif warga negara
pendidikan dasar dan generasi muda dalam
menengah menginternalisasikan nilai-nilai
6. Generalisasi IKN warga negara yang baik, dalam
mempunyai status “highly suasana demokrasi dalam
qualified statment” dan berbagai masalah kemasyarakatan
“powerful theories” (civic affais)
7. Sebagian besar ide 5. Dalam keputusan asing,
fundamental IKN bisa PKNsering disebut civic
digunakan untuk menyusun education yang salah satu
bahan PKN. batasannya dalah “seluruh
kegiatan sekolah, rumah, dan
masyarakat yang dapat
menumbuhkan demokrasi.

Menurut Nu’man Somantri (2001) timbulnya gerakan civic education


ditandai dengan cirri-cirinya sebagai berikut:
 Pelajar-pelajar pasti harus terlibat dengan bahan pelajaran
 Kegiatan dasar manusia (basic human activities) mclandasi bahan
pelajaran
 Bahan pelajaran civics harus dikorelasikan atau diintegrasikan dengan
bahan-bahan ilmu sosial, sains, teknologi, etika, agama agar bahan civics
itu fungsional.
 Bahan pelajaran civic education itu harus dapat menumbuhkan berpikir
kritis, analitis, kreatif agar para pelajar dapat melatih diri dalam berpikir,
bersikap, dan berbuat yang sesuai dengan perilaku demokratis.
Dengan kata lain, para pelajar akan dilatih dalam menila berbagai macam
masalah sosial, ekonomi, politik secara cerdas dan penuh tanggungjawab, agar
propaganda serta agitasi politik yang tidak bernilai dapat dihindarkar.
John Mahoney, dikutip Striakusumah (1992) mengemukakarn bahwa
pendidikan kewarganegaraan adalah
Civic Education includes and involves those teachings that type of
teaching method, those student acitivities, those administratives and
supervisory procedure which the school may utilize purposively to make
for better living together in the democratic way or (synonymously) to
develop better civic behavior
Menurut definisi tersebut pendidikan kewarganegaraar mencakup berbagai
kegiatans ekolah seperti metode mengajar, kegiatan siswa, masalah administrasi
dan prosedur pengawasan yang sesuai dengan tujuan sekolah yaitu membina
kehidupan bersama yang lebih dengan cara demokratis atau sinonim dengan
mengmbangkan perilaku waraga negara yang baik.
Dalam buku Encyclopedia of educational reasearh mengmukakan bahwa
pendidikan kewarganegaraan dapat ditelaah dalam arti sempit dan luas. Dalam arti
sempit pendidikan kewarganegaraan membahas tentang hak dan kewajiban.
Sedangkan dalam arti luas, pendidikan kewarganegaraan membahas masalah
moral, etika, sosial serta berbagai aspek kehidupan ekonomi.
Jack Allen merumuskan pengertian pendidikan kewarganegaran sebagai
berikut:
Civic Education, properly defined, as the product of the entire pro tne
school, certainly not simply of the social studies program, an not merely of
a course in civics. But civics has an importa function to perform. It
confront the young adolescent for the firs i his experience with a complete
view of citizenship function a assuredly rights and responsibilities in a
democralic context.
Definisi di atas menekankan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
mengembangkan keseluruhan program sekolah, di mana berbagai pengalaman,
minat serta kepentingan-kepentingan seperti kepentingan pribadi, masyarakat, dan
negara diwujudkan dalam kualitas pribadi seseorang,
Bahkan bahan-bahan civic education meliputi pengaru positif dari
pendidikan di rumah, pendidikan di sekolah, dan pendidikan di luar sekolah. Hal
ini perlu untuk dipertimbangka alam penyusunan bahan pelajaran civic education
agar tujua pemelajaran ini dapat dicapai dengan baik, yakni siswa dapat
memahami, mengapresiasi cita-cita nasional dan dapat mengambil keputusan yang
dapat dipertanggungjawabkan secara moral.
Nu'man Somantri (2001) mengartikan Pendidikan Kewarganegaraan
adalah seleksi, adaptasi dari lintas disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu
kewarganegaraan, humaniora, teknologi, agama egiatan dasar manusia (basic
human activities) yang diorganisir da sikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai
salah satu tujuan pendidikan ilmu pengetahuan sosial dan tujuan pendidikan
nasional.
Selaniutnya dikemukakan tujuan Pendidikan Kewarga NCSS (National
Council for the Social Studies) adalal:
 Pengetahuan dan keterampilan guna membantu memecahka masalah ini
 Kesadaran terhadap pengaruh sains dan tekhnologi pada peradaban serta
manfaatnya untuk memperbaiki nilai kehdupan,\
 Kesiapan guna kehidupan ekonomi yang efektif
 Kemmapuan untuk menyusun berbagai pertimbangan terhadap nilai-nilai
untuk kehidupan yang efektif dalam dunia yang selalu mengalami
perubahan
 Menyadari bahwa kita hidup dalam dunia yang terus berkembang yang
membutuhkan kesediaan untuk menerima fakta baru, gagasan baru, serta
tata cara hidup yang baru)
 peran serta dalam proses pembuatan keputusan melalui ernyataan pendapat
kepada wakil-wakil rakyat, para pakar, dan spesialis)
 keyakinan terhadap kebebasan individu serta persamaan hak banggaan
terhadap prestasi bangsa, penghargaan terhadap bagi setiap orang yang
dijamin oleh konstitusi
 kebagnggan terhadap prestasi bangsa, penghargaan terhadap sumbangan
yang diberikan bangsa lain serta dukungan untuk perdamaian dan
kerjasama
 menggunakan seni yang kreatif untuk mensensitifkan dirinya sendiri
terhadap pengalaman manusia yang universal serta pada keunikan individu
 mengasihani serta peka terhadap kebutuhan, perasaan, dan cita-cita umat
manusia lainnya
 pengembangan prinsip-prinsip demokrasi serta pelaksanaannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Baik civics atau Ilmu Kewarganegaraan maupun pendidikan
kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk warga negara yang baik, warga
negara yang kreatif, warga negara yang bertanggungjawab , warga negara yang
cerdas, warga negara yang kritis, dan warga negara yang partisipatif. Warga
negara yang bertanggungjawab (civic responsibilities) mengandung arti
bertanggungjawab terhadap dirinya, terhadap Tuhannya, terhadap manusia lain,
terhadap lingkungan alam, serta terhadap masyarakat dan bangsa serta negaranya.
Warga negara yang cerdas (civic intelligence) dalam arti cerdas secara moral,
spiritual, dan cerdas emosional. Warga negara yang kritis ialah warga negara yang
memiliki kepekaan tinggi terhadap berbagai masalah yang dihadapi dalam
kehidupan masyarakat dan negaranya, serta kemaun kuat untuk memberikan
alternatif pemecahan masalah tersebut. Kemudian warga negara yang atif yakni
warga negara dengan penuh kesadaran yang tinggi melibatkan diri atau ikut serta
dalam proses pengambilan keputusan, mengingat membuat keputusan merupakan
salah satu kompetensi atau kemampuan dasar warga negara. Adapun kemampuan
dasar yang lainnya adalah memperoleh informasi serta menggunakan informasi,
ketertiban, berkomunikasi, kerjasama, dan melakukan berbagai macam
kepentingan secara benar.
Dalam derap kehidupan jaman saat ini ditandai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang sangat pesat, sehingga berimplikasi
pada pola sikap, perilaku, dan tindakan manusia dalam kehidupannya. Sepanjang
implikasi yang timbul akibat perkembangan iptek tersebut bersifat positif, tentulah
tidak menjadi persolan yang serius atau krusial. Namun, jika yang terjadi adalah
sebaliknya di mana implikasi negatif muncul begitu dominan, maka tentu saja
perlu dicarikan berbagai alternatif pemecahan masalah yang timbul tersebut.
Dalam konteks inilah pendidikan, lebih-lebih ilmu pengetahuan sosial sangat
berperan penting untuk menyiapkan warga negara yang mampu berpikir cerdas,
analitis, dan kreatif untuk mengantisipasi berbagai dampak yang timbul dari
kemajuan ilmu pengatahuan dan teknologi yang terjadi dalam eskalasi yang
sangat cepat. Hal ini sejalan dengan tujuan dari ilmu pengatahuan sosial yakni
mengembangkan warga negara yang baik dengan cara:
 memberikan kepada para pelajar tentang pengetahuan yang diperlukan,
yaitu mengenai pemerintahan, sejarah, ilmu bumi, memberikan
kesempatan untuk praktek-praktek, gagasan demokratis di sekolah dan di
kelas untuk mengembangkan sosiologi, ekonomi, antropologi, dan
psikologi sosial
 memberikan kesempatan untuk praktek-praktek, gagasan demokratis di
sekolah dan dikelas untuk mengembangkan keterampilan berpartisipasi.
 Memberikan kesempatan untuk belajar dan mempraktekkan eterampilan
yang esensial guna belajar dan berpartisipasi dalam suatu masyarakat
demokratis
 Memberi kesempatan dan pengalaman untuk mengmbangkan faktor-faktor
yang kritis untuk belajar tentang bagaimana berpikir
 Memberikan kesempatan untuk belajar tentang nilai0nilai dan keyakinan
mengenai masyarakat dan memungkinkan siswa-siswa mengembangkan
sistem nilai dengan cara-cara rasional
 Memberikan kepada masing-masing sekolah dan kelas untuk mewujudkan
suasana kelas yang demokratis (Suriakusumah: 1992)

Anda mungkin juga menyukai