Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH ETIKA POLITIK A

MENGKAJI WEWENANG NEGARA


DALAM BIDANG MORAL
OLEH :

ANDI ACHMAD IBRAHIM HASBULLAH (E041201051)

Dosen Pengampuh : Prof. Dr. Armin, M.Si

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS HASANUDDIN
KOTA MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita
curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan
dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia.

Makalah ini saya susun dengan segala kemampuan saya dan semaksimal
mungkin. Namun, saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu
saya sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua
yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Etika Politik Kelas A
yang juga sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Hasanuddin sebagaimana yang sangat saya harapkan sebagai bahan koreksi untuk
diri saya pribadi dan banyak orang tentunya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 27 September 2021

Andi Achmad Ibrahim Hasbullah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………. i

DAFTAR ISI ………………………………………………………….... ii

BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………… 1

A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 1
C. Tujuan............................................................................................. 1

BAB II. PEMBAHASAN …………………………………………….... 2

A. Wewenang Negara dalam bidang Moral…………….................... 2


B. Negara dan Agama…………………...…….................................. 4
C. Ideologi Negara.............................................................................. 5

BAB III. PENUTUP ……………………………………………………. 7

A. Kesimpulan ................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber
dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur
budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam
berpikir, bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran,
amanah, keteladanan, sportifitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap
toleransi, rasa malu, tanggung jawab, menjaga kehormatan, dan martabat
diri sebagai warga negara. Dimensi etika mencakup etika sosial dan
budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika
penegakan hukum yang berkeadilan, etika keilmuan, serta etika
lingkungan.Mengaktualisasikan nilai- nilai agama dan budaya luhur
bangsa dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan
negara melalui pendidikan formal, nonformal, dan pemberian contoh
keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin bangsa, dan pemimpin
masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah tentunya pada kesempatan ini yakni untuk dapat :
1. Menjelaskan Wewenang Negara dalam bidang moral
2. Menjelaskan Negara dan Agama
3. Menjelaskan Ideologi Negara

C. Tujuan
Membuat makalah ini sangat bertujuan untuk mahasiswa dalam
memahami secara mendalam akan urgensi wewenang negara dalam bidang
moral

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Menjelaskan wewenang negara dalam bidang moral


Dalam penyelenggaraan jalannya sebuah pemerintahan
diperlukan adanya pedoman dalam bertindak, dalam menjalankan profesi
dengan dasar nilia-nilai yang berlaku untuk mengatur hal tersebut.
Moral sebenarnya berhubugan erat dengan nilai-nilai dasar yang
membimbing tiap individu dalam berpikir dan bertindak. Keberadaan
antara moral dan etika sering disamakan. Namun, berdasarkan prinsipnya,
moral dan etika memiliki kutub yang berbeda secara perspektif dan
pengertiannya.
Namun faktanya, negara tidak berhak menentukan segala-galanya,
terutama bagi penduduknya. Salah satu hal yang tidak dapat dipenuhi oleh
negara adalah untuk mengusahakan kebaikan moral seseorang dengan
membedakan moralitas dan legalitas. Menurut filsuf Immanuel Kant,
Moralitas merupakan kesesuaian sikap dan perbuatan atas dasar hukum
batin, yang kita pandang sebagai kewajiban. Moralitas akan tercapai
apabila ketaatan terhadap hukum akan membawa akibat yang
menguntungkan, dan nilai moral akan diperoleh melalui moralitas.
Agama pada awalnya adalah dimensi yang sangat privat, yang
dibedakan dengan tradisi. sebagai yang dikatakan oleh Cantwell Smith
(2004), bahwa faith merupakan ranah internal, tak mungkin dapat
dihindari (ineffable), transcendental, dimensi inwardly affairs. Sementara
tradition adalah dimensi luar dari agama, eksternal, observable, social, and
historical aspect of religiousness untuk setiap masyarakat beragama.
Jose Casanova dalam bukunya Public Religion in the Modern
Word (1994), membedakan antara ruang publik dengan ruang privat,
ruang publik adalah ruang di mana seseorang tanpa melihat agama, suku,

2
ras, maupun golongan dapat melakukan kontestasi secara bebas dan fair.
Kata kunci dalam ruang publik adalah kesamaan dan kesetaraan pola relasi
masing-masing pihak yang terlibat dalam kontestasi tersebut. Sedangkan
ruang privat adalah ruang di mana seseorang bisa hidup dalam dirinya
sendiri, tanpa campur tangan dan intervensi dari pihak lain. Ini wilayah
independent dan otonom di mana seseorang bebas untuk memilih atau
tidak memilih atas segala sesuatu. Dalam ruang tersebut dimungkinkan
seseorang mengembangkan potensi diri, tanpa adanya intervensi dari
institusi luar.
Politik menggagas ide-ide moral lewat alat atau tangga yang
bernama agama. Jika demikan,maka social function of religion dan
individual function of religion tidak bisa dipisahkan, tapi hanya bisa
dibedakan. Artinya, dengan mengikuti jalan pikian Casanov agama-agama
di Indonesia sekalipun ingin diperankan dalam wilayah publik bukan pada
konteks simbolnya tapi pada nilai substansinya.
Hakikatnya, masing-masing agama mempunyai nilai-nilai
universal yang bisa dinternalisasikan menjadi jiwa negara modern, seperti
dalam Agama Islam ada ide tentang keadilan, persatuan; Dalam Agama
Kristen ada nilai kasih pada yang lemah; Dalam Agama Hindu ada ajaran
dari Gandhi tentang anti kekerasan yang kesemuanya relevan dengan
negara modern. Begitu juga dalam Agama Budha dan agama-agama
lainnya. Ini menunjukkan dalam agama ada nilai universal yang
seharusnya nilai-nilai itu dapat diinternalisasikan ke dalam negara.
Demikianlah dalam konteks keindonesiaan, negara dengan model
simbiosis mutualisme menjadi sangat penting, karena nilai moral agama
akan menjadi perekat dan pijakan dalam setiap tindak warga negara.
Negara Indonesia memang berdasarkan ketuhanan yang mahaesa di
mana negara menjamin kebebasan beragama, melindungi agama, dan terus
memelihara agama; tetapi negara Indonesia bukanlah negara teokrasi yang
berada di bawah pimpinan agama. Menurut penganut paham ini, bahwa
agama dan negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

3
Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu (integrated). Paham ini
memberikan penegasan bahwa negara merupakan suatu lembaga politik
dan sekaligus lembaga agama. Konsep ini menegaskan kembali bahwa
tidak ada pemisahan antara lembaga agama dan lembaga negara.
B. Menjelaskan Negara dan Agama
Hubungan antara agama & Negara dalah tidak dapat dipisahkan.
Negara menyatu dengan agama, karena pemerintah dijalankan
berdasarkan firman-firman Tuhan. Segala tata kehidupan dalam
masyarakat, bangsa dan Negara dilakukan atas titah Tuhan. Norma
hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan
agama atau firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma
tersebut bertentangan dengan norma- norma agama.Kehidupan manusia,
dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat
Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis makhluk
manusia, dan agama merupakan keluhan makhluk tertindas Agama,
secara sederhana, pengertian agama dapat dilihat dari sudut kebahasaan
(etimologi) dan sudut istilah (terminology) menurutnya dalam masyarakat
indonesia selain dari kata agama, dikenal pula kata din dari bahasa Arab
dan kata religi dalam bahasa Eropa. Menurutnya, agama berasal dari kata
Sanskrit.
Pengertian agama yang dikutip sudah pasti tidak akan
mendapatkan kesepakatan dan hal ini sudah dapat diduga sebelumnya
karena sebagaimana dikatakan, bahwa kita sulit sekali atau mustahil
menjumpai definisi yang dapat diterima semua pihak negara, secara
literal istilah Negara merupakan terjemahan dari kata- kata asing, yakni
kata staat, state, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau
statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang
memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. Secara terminology, Negara
diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat

4
yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam daerah tertentu
dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
Hubungan Dalam praktik kehidupan kenegaraan masa kini,
hubungan antara agama dan negara dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
bentuk, yakni integrated (penyatuan antara agama dan negara),
intersectional (persinggungan antara agama dan negara), dan sekularistik
(pemisahan antara agama dan negara.Bentuk hubungan antara agama
dan negara di negara-negara Barat dianggap sudah selesai dengan
sekularismenya atau pemisahan antara agama dan negara. Paham ini
menurut The Encyclopedia of Religion adalah sebuah ideologi, dimana
para pendukungnya dengan sadar mengecam segala bentuk
supernaturalisme dan lembaga yang dikhususkan untuk itu, dengan
mendukung prinsip-prinsip non-agama atau anti-agama sebagai dasar
bagi moralitas pribadi dan organisasi sosial.
Hubungan antara agama dan negara terhadap moral memiliki
posisi yang saling membutuhkan dimana agama membutuhkan negara
sebagai instrumen dalam melestarikan dan mengembangkan dan juga
sebaliknya negara membutuhkan agama sebagai sumber moral, etika,
dan spiritualitas warga negaranya. Maka dari itu Indonesia menganut
ideologi Pancasila yaitu model simbiotik.gan."

C. Menjelaskan Tentang Ideologi Negara.

Dalam arti luas Ideologi Negara adalah pedoman hidup dalam


berfikir baik dalam segi kehidupan pribadi ataupun umum. Dalam arti
sempit ideologi adalah pedoman hidup baik dalam berfikir ataupun
bertindak dalam bidang tertentu. Hakikat ideologi Negara adalah nilai-nilai
dasar yang disepakati oleh mayoritas warga Negara dan yang ingin
diwujudnyatakan dalam kehidupan bernegara.

5
Ideologi adalah identitas dari sebuah bangsa, yang berfungsi
sebagai alat untuk memperkuat kedaulatan dan identitas suatu masyarakat
dalam sebuah negara. Ideologi mempunyai peran yang sangat penting
dalam sebuah negara, khususnya dalam pencegahan terjadinya konflik
antara tatanan masyarakat.

Dalam hal ini negara kita yaitu Indonesia menganut ideologi pancasila,
yang artinya bahwa Pancasila merupakan pedoman yang digunakan oleh
masyarakat Indonesia untuk menjalankan kehidupannya. Nilai-nilai yang
terkandung dalam lima asas Pancasila menjadi landasan masyarakat dalam
menjalankan kehidupan beragama, bersosialisasi, hak asasi dan dalam hal
gotong-royong.

Pancasila sebagai ideologi negara berperan sebagai pemersatu


masyarakat Indonesia yang mempunyai aneka ragam suku bangsa, adat
istiadat dan budaya. Dengan Pancasila, diharapkan tercipta kehidupan
bernegara yang baik, dengan penuh toleransi, saling gotong-royong, dan
bersatu padu menjaga kedaulatan negeri.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan Bacaan dan kajian teori di atas, maka dapat
disimpulkan narasi sebagai berikut :
1. Agama dan negara di Indonesia. Indonesia adalah Negara yang
tidak mendasarkan diri pada agama tertetu, tetapi juga tidak
meletakkan agama di luar negara. Buktinya di samping tegaknya
Pancasila dan UUD 45, juga ditunjukkan dengan adanya
departemen agama, pengadilan agama, dan undang-undang yang
mengurus urusan tertentu dari umat beragama, seperti UU
Perkawinan, dan lain-lain. Dengan adanya undang-undang
perkawinan, maka Indonesia tidaklah akan dapat menerima
komunitas GLTB (Gay, Lesbian, Bi-seks, Trans Gender) karena
dianggap bertentangan dengan Pancasila yang berdasarkan
Ketuhanan Yang Mahaesa.
2. Indonesia bukanlah negara sekuler, dan sekaligus juga bukan
negara agama, karena urusan agama tidak sama sekali dilepaskan
dan dipisahkan dari urusan negara. Negara terlibat dalam urusan
agama lewat memberikan fasilitas dan perundang-undangan, dan
agama dijadikan sumber moral dalam setiap keputusan negara.
3. Dalam menganut simbiosis mutualisme, Indonesia menjadikan
agama sebagai sumber pembentuk moral dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, sehingga keberadaan agama tidak bisa

7
dipisahkan dari kehidupan manusia Indonesia yang bertakwa
kepada Tuhan.Di sinilah urgensi agama dalam hubungnya dengan
negara. Urgensi agama akan tampak bila agama diterjemahkan
dalam kelompok-kelompok sosial, membentuk jaringan sosial, dan
membentuk kekuatan kolektif. Jadi agama tidak dipahami sebagai
kekuatan individual, melainkan sebagai kekuatan kolektif yang
terlihat dalam ekspresi publiknya.
4. Dalam simbiosis mutualisme tidak ada istilah peminggiran agama
dari kehidupan publik atau membatasi perannya terbatas pada
domain personal dan privat. Keseimbangan yang tepat dapat
dicapai dengan melakukan pembedaan bukan pemisahan urusan
agama dengan urusan negara, sehingga umat beragama bisa
mengajukan kepada negara agar mengadopsi moral-moral ajaran
agama sebagai dasar dalam menetapkan undang-undang atau
peraturan melalui suatu public reasoning yang bisa
dipertanggungjawabkan secara rasional.

8
DAFTAR PUSTAKA

http://ejournal.undwi.ac.id/index.php/widyaaccarya/article/view/669

https://scholar.ui.ac.id/en/publications/wewenang-negara-dalam-bidang-moral-
refleksi-kritis-atas-ideologi-

https://www.academia.edu/45614144/IDEOLOGI_NEGARA

Anda mungkin juga menyukai