NIM : 1403621058
Bab 13
STRUKTURALISME, POST-STRUKTURALISME, & KEMUNCULAN
TEORI SOSIAL POST-MODERN
1. STRUKTURALISME
Pemakaian istilah “modern” memiliki makna tersirat yang berusaha menyatakan adanya
sebuah perkembangan dalam mengikuti teori sosiologi modern. Dalam teori sosiologi, teori
modern (dan teori klasik) kerap kali dibahas pada seluruh halaman karena penting dan menonjol
dalam ilmu disiplin ini. Kemudian, post-modernisme makin penting pengaruhnya terhadap teori
sosiologi. Ketika sedang membahas post-modernisme, kita memang perlu melakukan
penggeseran terhadap teori sosiologi menuju teori sosial.
A. Strukturalisme
Pada strukturalisme ini lebih memusatkan pada sebuah struktur. Perbedaan antara
strukturalisme dan fungsionalis struktural, yaitu strukturalisme yang berfokus pada
struktur linguistik dan fungsionalis struktural berfokus pada struktur sosial.
1. Akarnya dalam Linguistik
Strukturalisme lahir dari bermacam-macam perkembangan dalam berbagai bidang
(Dosse, 1998). Sumber strukturalisme modern dan benteng terkuatnya hingga kini
adalah ilmu bahasa (linguistik). Terdapat perbedaan menarik antara langue dan
parole dari Saussure yang besar artinya bagi kita semua.
3. Marxisme Struktural
Strukturalisme jenis lain yang pernah sukses di Perancis (dan di bagian dunia lain)
adalah Marxisme struktural, terutama karya Louis Althusser, Nicos Poulantzas,
dan Maurice Godelier.
Meski telah dinyatakan bahwa strukturalisme modern berawal dari karya Saussure
dalam ilmu bahasa, namun ada yang mengatakan strukturalisme modern itu
berasal dari karya Marx. Walau Marxisme struktural dan strukturalisme pada
umumnya sama-sama memusatkan perhatian pada struktur, namun masing-
masing mengonseptualisasikan struktur secara berbeda.
2. POST-STRUKTURALISME
Masa ini diperkirakan terjadi pada awal tahun 1966, hal ini sebagaimana yang
disampaikan oleh Lemert. Dimana dirinya mengatakan bahwa alasan menjadikan
tahun tersebut sebagai awal tahun Post Strukturalisme ini ialah karena Jacques
Deridda yang menjadi pelopor utama masa ini memproklamirkan tahun tersebut
sebagai awal mula berlakuknya sistem masa post strukturalisme itu sendiri. Dan di
tahun yang sama dirinya juga mengatakan bahwa pengendalian individu ini tidak
disebabkan oleh struktur bahasa, oleh karenanya Deridda hanya menganggap bahasa
ini hanya sebatas tulisan yang tidak dapat memaksa penggunanya.
Teori Aktor-Jaringan
Teori terbaru dengan akar kuat dalam strukturalisme dan post-struktural isme adalah
teori aktor-jaringan (actor-network theory-ANT): “Teori aktor-jaringan adalah
aplikasi kasar dari semiotik, ia memberi tahu kepada kita entitas-entitas yang
mengambil bentuk dan mendapatkan sifatnya dari relasi mereka dengan entitas
lainnya. Dalam skema ini entitas tidak mempunyai kualitas inheren" (Law, 1999:3).
TOKOH-TOKOH POSTMODERNISME
Ada beberapa tokoh yang bisa disebut mewakili era Postmodernisme. Pertama, Jean-
Francois Lyotard, merupakan salah satu filsuf postmodernisme yang paling terkenal sekaligus
paling penting di antara filsuf-filsuf postmodernisme yang lainnya.
1. Lyotard
Pemikiran Lyotard tentang ilmu pengetahuan dari pandangan modernisme yang sebagai
narasi besar seperti kebebasan, kemajuan, dan sebagainya kini menurutnya mengalami
permasalahan yang sama seperti abad pertengahan yang memunculkan istilah religi, nasional
kebangsaan, dan kepercayaan terhadap keunggulan negara eropa untuk saat ini tidak dapat
dipercaya atau kurang tepat kebenarannya. Maka, postmodernisme menganggap sesuatu ilmu
tidak harus langsung diterima kebenarannya harus diselidiki dan dibuktikan terlebih
dahulu. Bagi Lyotard, ilmu pengetahuan postmodernisme bukanlah semata-mata menjadi alat
penguasa, ilmu pengetahuan postmodern memperluas kepekaan kita terhadap pandangan
yang berbeda dan memperkuat kemampuan kita untuk bertoleransi atas pendirian yang tak
mau dibandingkan (Maksum, 2014: 319-321).
2. Michel Foucault
Michel Foucault, adalah seorang tokoh postmodernisme yang menolak keuniversalan
pengetahuan. Ada beberapa asumsi pemikiran pencerahan yang ditolak oleh Foucault
yaitu:
1) Pengetahuan itu tidak ersifat metafisis, transendental, atau universal, tetapi khas
untuk setiap waktu dan tempat
2) Tidak ada pengetahuan yang mampu menangkap katakter objektif dunia, tetapi
pengetahuan itu selalu mengambil perspektif.
3) Pengetahuan tidak dilihat sebagai pemahaman yang netral dan murni, tetapi selalu
terikat dengan rezim-rezim penguasa (Maksum, 2014: 322).
Namun demikian, menurut Foucault, tidak ada perpisahan yang jelas, pasti, dan final
antara pemikiran pencerahan dan pasca-modern, atau antara modern dan pasca-modern.
Paradigma modern, kesadaran, dan objektivitas adalah dua unsur membentuk
rasionalotonom, sedangkan bagi Foucault pengetahuan bersifat subjektif.
3. Jacques Derrida.
Jacques Derrida identik dengan buah pikirannya tentang dekonstruksi. Istilah ini
merupakan salah satu konsep kunci postmodernisme. Secara etimologis, dekonstruksi adalah
berarti mengurai, melepaskan, dan membuka (Maksum, 2014: 331). Derrida menciptakan
sebuah pemikiran dekonstruksi, yang merupakan salah satu kunci pemikiran
postmodernisme, yang mencoba memberikan sumbangan mengenai teori-teori pengetahuan
yang dinilai sangat kaku dan kebenarannya tidak bisa dibantah, yang dalam hal ini pemikiran
modernisme. Derrida mencoba untuk meneliti kebenaran terhadap suatu teori pengetahuan
yang baginya bisa dibantah kebenarannya yang dalam arti bisa membuat teori baru asalkan
hal tersebut dapat terbukti kebenarannya dan dipertanggungjawabkan.
4. Jean Baudrillard.
Pemikirannya memusatkan perhatian kepada kultur, yang dilihatnya mengalami revolusi
besar-besaran dan merupakan bencana besar. Revolusi kultural itu menyebabkan massa
menjadi semakin pasif ketimbang semakin berontak seperti yang diperkirakan pemikir
marxis. Dengan demikian, massa dilihat sebagai lubang hitam yang menyerap semua makna,
informasi, komunikasi, pesan dan sebagainya, menjadi tidak bermakna. Massa menempuh
jalan mereka sendiri, tak mengindahkan upaya yang bertujuan memanipulasi mereka.
Kekacauan, apatis, dan kelebaman ini merupakan istilah yang tepat untuk melukiskan
kejenuhan massa terhadap tanda media, simulasi, dan hiperealitas (Maksum, 2014: 338).
Bagi Jean Baudrillard, karya-karyanya mempunyai sumbangan terhadap pemikiran teori
sosial untuk postmodernisme yang baginya bahwa objek konsumsi merupakan tatanan
produksi. Sehingga baginya masyarakat hidup dalam simulasi yang dicirikan dengan
ketidakbermaknaan. Karena manusia kehilangan identitasnya dan jati dirinya yang banyak
terjadi pada masa kontenporer. Tokoh inilah yang terkenal dengan menyebut dunia
postmodernisme sebagai kehidupan yang Hiperealitas.
5. Fedrick Jameson.
Ia merupakan salah satu kritikus literatur berhaluan marxis paling terkemuka. George
Ritzer dalam Postmodern Social Theori, menempatkan Jameson dengan Daniel Bell, kaum
feminis dan teoritis multikultur. Jameson menggunakan pola berfikir Marxis untuk
menjelaskan epos historis yang baru (postmodernisme), yang baginya bukan modification
dari kapitalisme, melainkan ekspansi darinya. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa
periode historis yang ada sekarang bukanlah keterputusan, melainkan kelanjutannya
(Maksum, 2014: 339).
Menurut Jameson, postmodernisme memiliki dua ciri utama, yaitu pastiche dan
schizofrenia. Jameson mulai dengan menjelaskan bahwa modernisme besar didasarkan pada
gaya yang personal atau pribadi. Subjek individual borjois tidak hanya merupakan subjek
masa lalu, tapi juga mitos subjek yang tidak pernah benar-benar ada, hanya mistifikasi, kata
Jameson, yang tersisa adalah pastiche. Pastiche dari pastiche, tiruan gaya yang telah mati.
Kita telah kehilangan kemampuan memposisikan ini secara historis. Postmodernisme
memiliki konsep waktu yang khas. Jameson, menjelaskan apa yang ia maksudkan dengan
menggunakan teori schizofrena lacan. Schizofrenik adalah pengalaman penanda material
yang terpisah, terisolir, dan gagal membentuk rangkaian yang koheren (Hidayat, 2008: 227).
3. Posisi Teoritis
Teori ini bepandangan bahwa perbedaan pandangan antara modernisme dan
postmodernisme bukan lagi dijadikan sebuah perdebatan, akan tetapai bagaimana keduanya
bisa saling bergandengan dan saling melengkapi. Kelompok ini berpendapat ketimbang
mempersoalkan modernisme dan postmodernisme sebagai era kesejarahan atau waktu, lebih
baik melihat modernisme dan postmodernisme sebagai kekuatan yang selalu menjalin
hubungan seiring sejalan satu sama lain. Dengah menempatkan postmodernisme secara
berkesinambungan berupaya untuk selalu menunjukkan keterbatasan–keterbatasan
modernisme. Posisi ketiga ini dapat dianggap sebagai alternatif di luar sikap yang
mendudukkan modernisme dan postmodernisme dalam kategori waktu. Representasi
terpenting dari aliran ini tak lain adalah JeanFrancois Lyotard (Norris, 2003: 7).
1. Teori post modern dikritik karena kegagalannya untuk berbuat sesuai dengan standar ilmiah
modern, standar yang dihindari oleh post-modern. Menurut modernis yang berorientasi
ilmiah adalah mustahil untuk mengetahui apakah pandangan post-modernis itu benar atau
tidak. Dalam Bahasa yang lebih formal, pada akhirnya segala sesuatu yang harus dikatakan
oleh post-modernis dengan para post-modernis dianggap salah, yaitu idenya tidak dapat
dibuktikan, khususnya dengan riset empiris (Flow, 1991; Kumar,1995). Tentu saja, kritik ini
mengasumsikan eksistensi model saintifik (ilmiah), eksistensi realitis, eksistensi pencarian,
dan eksistensi kebenaran. Semua asumsi ini tentunya akan ditolak oleh post-modernis.
2. Karena pengetahuan yang dihasilkan oleh post-modernis tidak dapat dilihat sebagai suatu
tubuh ide santifik, maka mungkin lebih baik untuk melihat teori sosial post-modern sebagai
ideologi (Kumar, 1995). Setelah kita melakukan, maka permasalahannya bukan lagi ide itu
benar atau salah, tetapi apakah kita percaya atau tidak. Orang-orang yang percaya kepada
seperangkat ide yang tidak mempunyai dasar untuk beragumen bahwa ide mereka adalah
lebih baik aau lebih buruk dibanding ide lainnya.
3. Karena mereka tidak dibatasi oleh norma-norma sains, post-modernis bebas untuk
melakukan apa yang meraka suka dengan berbagai macam ide. Sifat eksesif dari kebanyakan
diskursus post-modernis menyulitkan sebagian besar orang diluar perspektif untuk
menerima prinsip-prinsip dasarnya.
4. Ide-ide post-modern sering kali kabur dan abstraksehingga sulit untuk menghubungkannya
dengan dunia sosial (Calhoun, 1993). Maka, makna-makna dari konsep nya cenderung
berubah-ubah.
5. Meski propensitas mereka untuk mengkritik narasi besar dari teoritis modern, teoritis sosial
post-modern sering kali memberikan variasi narasi. Misalnya, Jameson sering kali dituduh
menggunnakan narasi besar dan totalitasasi Marxian.
6. Dalam analisisnya, teoritis sosial post-modern sering kali melancarkan kritik terhadap
masyarakat modern, namun kritis-kritik itu dapat dipertanyakan validatasnya karena pada
umumnya kekuarangan basis normative untuk membuat penilaian.
7. Dengan penolakannya terhadap minat kepada subjek dan subjektifitas, post-modernis sering
kali kekuarangan suatu teori tentang agen.
8. Teori sosial post-modern paling mengkritik masyarakat, tetapi kekurangan visi tentang
bagaimana masyarakat seharusnya.
9. Teori sosial post-modern cenderung pesimis.
10. Sementara teoritis sosial post-modern bergulat dengan apa yang mereka anggap isu sosial
utama, mereka seringkali mengabaikan hal-hal yang dianggap sebagai problem penting di
masa kita.
11. Seperti yang kita lihat di bab 9, kaum feminis secara khusus mengkritik dengan keras
masing-masing teori sosial post-modernis. Feminis cenderung kritis terhadap penolakan
post-modern terhadap subjek, penentangnya terhadap kategori lintas-kultural yang universal
(seperti gender dan penindasan gender).
5. RINGKASAN
Berbagai perkembangan penting dan saling berkaitan tentang teori sosiologi ini diawali
dengan adanya revolusi dalam ilmu bahasa hingga menimbulkan penelitian mengenai struktur
dari bahasa tersebut. Strukturalisme ini kemudian mempengaruhi bidang lainnya termasuk
antropologi dan juga pemikiran teoritisi sosial. Sehingga, kemudian melahirkan gerakan post-
Strukturalisme yang sangat terkenal. Tokoh Post-strukturalisme terpenting adalah Michel
Foucault, yang telah menghasilkan sejumlah buku pentingnya.
Adapaun teori terbaru yang diturunkan dari teori strukturalisme dan post-strukturalisme,
yaitu teori aktor-jaringan. Dimana, teori ini mengacu pada proses-proses sosial dan manusia
sebagai sesuatu yang unik yang karakteristiknya muncul melalui jaringan relasi.