Anda di halaman 1dari 14

3.

Evolusi Manusia Evolusionisme secara etimologis berasal dari kata "evolution " yang Ani evolusionisme berarti perubahan secara bertahap dalam waktu yang lama. Kata "isme" berarti aliran atau paham. Jadi evolusionisme dapat diartikan sebagai suatu aliran yang memandang bahwa manusia sebagai organisme, sebagai makhluk hidup, berubah dengan bertahap dalam jangka waktu lama secara progresif. Jika konsep evolusionisme digunakan dalam rangka memandang tingkah laku manusia secara hakiki, maka objek studi ini diarahkan khususnya kepada peaibahan budaya manusia dari tingkat yang paling sederhana menuju yang tertinggi Batasan ini penting dirumuskan mengingat banyak dan luasnya penggunaan istilah evolusi dalam berbagai objek pembahasan antropologi. Terdapat dua alur pemikiran antropologis/sosiologis mengenai manusia dan kebudayaannya: pertama, pikiran-pikiran yang mengkaji mengenai perkembangan penyebaran dan pertumbuhan manusia, (pendekatan sejarah) dan kedua pemikiran yang mengkaji mengenai integrasi, fungsi dan struktur kebudayaan makhluk manusia melalui pendekatan sosiologi Alur berpikir yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi atau saling, mengisi dalam studi tentang konsep manusia. Kedua pendekatan berpikir di atas mengakui adanya kesulitan untuk mengkaji pertumbuhan kebudayaan tanpa adanya bukti tertulis yang dapat dipercaya. Disadari bahwa kebudayaan manusia bersifat akumulatif, yang timbul, tumbuh, berkembang serta bertambah kompleks, sehingga untuk memperoleh pemahaman yang jelas tentang kebudayaan diperlukan bantuan pendekatan historis. Jika dari dua alur berpikir di atas, yakni pikiran-pikiran yang mengkaji perkembangan penyebaran manusia melalui proses sejarah memunculkan satu aliran besar yang disebut evolusionisme, maka pikiran-pikiran yang menelaah mengenai integrasi, fungsi dan struktur kebudayaan melahirkan satu aliran besar lainnya yang disebut difusionisme. Uraian ini akan dipusatkan kepada evolusionisme. Secara evolusi, dapat dibedakan antara manusia yang memiliki kebudayaan yang masih sederhana dan manusia yang memiliki kebudayaan yang kompleks Tetapi perbedaannya (idak dalam pengertian yang prinsipil melainkan dalam pengertian

giaduil. Perbedaan secara graduil ini disebabkan oleh stimulasi vang intensif dari pontensi mental dan kecerdasan manusia. Menurut kaum Behaviorisme dalam psikologi makin instensif stimulasi pada potensi mental dan kecerdasan manusia, makin kompleks kebudayaan yang dimiliki Itulah sebabnya kebudayaan di satu tempat dengan tempat lainnya berbeda tingkat kompleksitasnya, sebab itu kita dapat merentangkan mulai dan kebudayaan yang sedeihana sampai yang kompleks. Evolusionisme secara historis-kronologis dapat dibagi atas tiga bagian besar, yaitu 1). evolusionisme klasik dengan tokoh-tokohnya seperti L B Taylor dan L H Morgan; 2). evolusi uuiversil, tokoh-tokohnya V.Gordon Childe dan Lesly A White; dan 3). evolusi iimliiliitear, dengan tokohnya J.Steward. Dua evolusionisme terakhir disebut juga teori evolusi versi baru atau teori neo-evolusionisme Berikut mi akan dikemukakan tentang ketiga jenis evolusi tersebut a. Evolusionisme klasik Terdapat empat asumsi dasar dari evolusionisme klasik sebagai berikut: 1. Umat manusia itu adalah bagian daripada alam, dan bekerja sesuai dengan hukum alam pula. 2. Hukum alam itu menguasai perkembangan, dan tidak mengalami perubahan sepanjang zaman. 3. Alam itu bergerak secara progresif dari yang sederhana menuju ke arah yang lebih kompleks, dari yang tidak terorganisasikan menuju ke arah yang lebih terorganisasi secara lengkap 4. Manusia di seluruh dunia itu mempunyai potensi yang sama, akan tetapi berbeda secara fundamental dalam perkembangan kuantitatif mengenai inteligensi dan pengalamannya. Manusia di seluruh dunia mempunyai kesatuan psikis (Harsojo, 1967 :194). Berdasarkan atas empat asumsi dasar di atas, teori evolusi kebudayaan memandang perkembangan evolusi bergerak dalam setiap aspek kebudayaan secara psikologenis, yaitu satu jenis perkembangan yang bergerak dari satu alam biologis (alam nafsu) menuju alam pikiran yang terkendali.

Di dalam bahasan yang lebih detail memang studi tentang perubahan bentuk secara evolusi memerlukan studi tersendiri. Oleh karenanya studi tentang asa! mula dan proses evolusi makhluk manusia tidak dapat diabaikan karena, mampu memberi sumbangan bagi kejelasan hakikat manusia. Manusia saat ini adalah manusia yang dihasilkan dari proses evolusi yang sangat lama Koentjaraningrat (1980) mengatakan bahwa dalam proses evolusi bentuk-bentuk makhluk yang baru timbul karena proses pencabangan dari bentuk-bentuk yang lebih tua. Dalam proses pencabangan tersebut ciri-ciri biologi yang baai berwujud pada organisme suatu makhluk tertentu, dan menyebabkan timbulnya perbedaan bentuk organisme dari induk yang lama. Perubahan bentuk agak baru tersebut terus berlangsung, dan dalam jangka waktu yang cukup lama perbedaan bentuk organisme makhluk induk yang lama dengan makhluk cabang yang baru makin besar. Jadi untuk memahami manusia secara hakiki dengan hanya mempelajari manusia saat ini tidak akan sempurna. Perkembangan kebudayaan secara evolusi vang bergerak dari dimensi terendah manusia sebagai makhluk biologis sampai dengan dimensi tertinggi manusia sebagai makhluk berpikir memungkinkan dilakukan penvusunan satu skema secara kronologis dari sejarah intelektuil manusia. Dengan demikian, kebudayaan yang pernah ada dan sedang dimiliki oleh manusia dapat diprediksi kedudukannya berdasarkan urutan kebudayaan Sebelumnya. Penyusunan sejarah kebudayaan manusia ini tidak didasarkan pada data yang tertulis, melainkan didasarkan pada asumsi bahwa makin rasionil manusia makin tinggi kedudukannya pada tangga evolusi. Dua tokoh besar yang dipandang dapat mewakili aliran evolusionisme dalam kebudayaan adalah L H Morgan (1818 1881) dan E B Taylor (1832-1917). Morgan adalah pencetus pikiran tentang evolusi sosial dengan jelas. Menurut Morgan masyarakat berkebudayaan dipandang maju apabila peralatan teknis untuk pencahai ian hidup mengalami perbaikan Kegunaan peralatan teknis itu adalah untuk menguasai alam. Mulanya digunakan senjata dan alat-alat kerja yang sederhana yang terbuat dari kayu sampai dengan adanya alat terbuat dari besi yang menunjukkan bahwa budaya dan masyarakat itu telah maju.

Morgan mendeskripsikan perkembangan evolusi dari kebudayaan dan manusia yang sudah dan masih akan menyelesaikan proses evolusi secara graduil sebagai berikut: 1. Zaman Uar Tua, yang berlangsung dari masa muda ras manusia sampai dengan pertama kali ditemukan api Hidupnya dari mencari akaran-akaran dan tumbuh-tumbuhan liai lidak satupun bangsa saat itu yang masih hidup pada taraf ini. 2. Zaman Liar Madya, berlangsung dan masa penggunaan api dan menangkap ikan sampai dengan ditemukannya anak panah dan busur Dalam kondisi ini manusia mulai meninggalkan tempat asalnya dan menyebar ke daerahdaerah yang lebih luas. 3. Zaman Liar Muda, berlangsung sejak manusia menemukan panah dan busur sampai dengan zaman ditemukannya seni untuk membuat periuk. 4. Zaman Barhar Tua. Zaman ini membagi sejarah manusia antara tahap yang liar dan yang beradab Tingkat /aman ini tergolong manusia yang belum mengenal pembuatan periuk, sedangkan manusia yang telah mengenal pembuatan periuk tetapi belum mengenal tulisan digolongkan pada tingkat Barbar Zaman Barbai I'ua dimulai sejak manusia menemukan seni membuai periuk dan berakhir pada zaman manusia mulai beternak atau bertani. 5. Zaman Barbar Madya. Zaman ini dimulai dari pengenalan berlemak dan bercocok tanam dan irigasi sampai dengan /aman manusia pandai mencairkan biji besi. 6. Zaman Barhar Muda. Zaman ini dimulai dari manusia mengenal pembuatan besi sampai dengan manusia mengenal tulisan. 7. Zaman peradaban. Zaman ini dimulai dari manusia mengenal tulisan sampai dengan zaman sekarang ini Zaman ini dibagi atas dua masa, yaitu zaman peradaban kuno dan zaman peradaban modern (Harsojo, 1967). E.B. Taylor menempatkan konsep survival sangat penting dalam analisisnya. Pembagian zaman yang dilakukan oleh para ahli seperti yang dilakukan oleh Morgan di atas, menurut hasil penyelidikan Taylor tidak satupun dari masingmasing zaman seratus persen sesuai dengan keadaan masyarakatnya Sebab, selalu

terjadi adanya budaya-budaya yang masih survive dan sudah masuknya taraf budaya yang lebih tinggi. Taylor juga mengadakan studi tentang evolusi religi. Menurutnya, tidak ada satu bangsapun di dunia ini yang tidak mengenal religi. Setidak-tidaknya religi dalam arti animisme (Harsojo, 1967). Sebagai tambahan, Auguste Comte (1978-1857) menyebut zaman teologis sebagai salah satu zaman perkembangan pengetahuan manusia (zaman teologis, metafisis, dan zaman positif) Pada zaman teologis manusia percaya bahwa di belakang peristiwa-peristiwa gejala alam ada kekuasaan, kekuatan adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala- gejala tersebut. Zaman teologis ini terdiri atas tiga periode, yaitu : 1. Animisme, merupakan periode yang paling primitif Benda-benda dianggap mempunyai roh. 2. Politeisme, menjpakan periode selanjutnya setelah periode animisme. Pada periode ini manusia mengalami adanya dewa-dewa yang menguasai lapangan tertentu, misalnya dewa laut, dewa hujan, dan sebagainya. 3. Monoteisme, merupakan periode tertinggi pada zaman teologis. Pada periode ini manusia percaya bahwa hanya ada Tuhan yang mengalami segala sesuatunya (S Pradja, 1987) a. Evolusionisme Klasik Terdapat sejumlah kritik terhadap evolusionisme klasik, yakni: 1. Evolusionisme tidak dapat menjelaskan persamaan kebudayaan di berbagai tempat. 2. Metode komparatif sebagai metode evolusionisme diaplikasikan pada unsur kebudayaan yang dilihat lepas dari konteks keseluruhan. 3. Evolusionisme dalam menyusun konsep kurang memperhatikan faktor waktu dan tempat, sesuatu yang penting bagi studi perubahan budaya. penghubung yang hilang (missing liuk) antara kera dan manusia. Dengan kemajuan ilmu, konsep ini berubah Makhluk itu tidak dipandang sebagai makhluk yang berada di antara kera dan manusia, tetapi dipandang sebagai makhluk pendahuluan atau makhluk yang mendahului kera-kera besar maupun manusia.

Berikut ini dapat dilihat bagan konsepsi lama mengenai missing link dan konsepsi baru mengenai makhluk induk Konsepsi Lama Konsepsi Baru

Manusia Missing Link

Kera-kera besar Manusia Makhluk Induk

Kera

Makhluk Induk

(koentjaraningrat 1980:87) Makhluk Pithecantropus, Megantropus, Paleojavanicus, dianggap sebagai makhluk pendahulu manusia di kawasan Asia dan Asia Tenggara Makhluk ini telah mempergunakan alat-alat batu dan kayu, namun karena penggunaannya belum berpola secara mantap dan sadar, sehingga belum dapat dianggap berkebudayaan Makhluk Pithecantropus tenis berevolusi dalam waktu yang sangat panjang (lebih dari I 500 000 tahun) Komponen pembentuk bahasa tumbuh makin kompleks, sehingga terjadi bahasa Perkembangan bahasa dimotivasi oleh keinginan memiliki sistem komunikasi yang kompleks dan sistem komunikasai ini didorong kemudian oleh penyelenggaraan sistem pembagian kerja yang lebih beragam. Kemudian ditemukan lagi fosil pada tahun 1856 dalam gua di lembah sungai Neander Jerman, disebut Homo Neanderlalensis Umumnya fosil ini dan sejenisnya berdekatan dengan alat-alat batu yang beragam, menunjukkan bahwa makhluk ini telali berkebudayaan Homo Neandertalensis ini berevolusi dalam waktu lebih kurang 120 000 tahun menjadi manusia Homo Sapiens saat ini. D. Manusia Indonesia Membicarakan manusia Indonesia berarti membicarakan masyarakat Indonesia Indonesia. Gambaran umum masyarakat Indonesia adalah bahwa merupakan masyarakatnya merupakan masyarakat majemuk atau masyarakat pluralistis

masyarakat Kemajemukan masyarakat dapat dilihat dari segi horizontal seperti pluralistik perbedaan etnis, bahasa daerah, agama, dan geografis maupun dari segi vertikal, seperti perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi dan tingkat sosial budaya. Indonesia terdiri atas 17.667 pulau besar dan kecil Kepulauan Indonesia adalah negara yang paling tersebar di muka bumi ini. Sekalipun wilayah daratnya hanya seluas 735.000 mil persegi Untaian pulau-pulau itu memanjang sepanjang 3000 mil (Kari J Pelzer 1963, pp. 1-23; H.M Vlekk.e, 1943; Nena Vreeland, et.al, 1975, pp 4ff) (Eka Darmaputra, 1987). "Walaupun setiap bangsa Indonesia berbicara dalam satu bahasa nasional, terdapat 350 kelompok etnis, adat-istiadat dan cara-cara sesuai dengan kondisi-kondisi lingkungan'tertentunya (Country Report Indonesia, 1992). Kemajemukan ini merupakan karakteristik masyarakat Indonesia Letak Indonesia di antara Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik yang menjadi lalu lintas perdagangan sejak dahulu telah menimbulkan pluralitas agama dan kepercayaan Iklim dan struktur tanah yang berbeda- beda membuat pluralitas daerah pertanian ladang dan sawah. Pengaruh agama-agama dan budaya besar terhadap bangsa Indonesia seperti agama Hindu, Buddha, Islam dan Kristen, budaya Asia dan Eropa telah menimbulkan sifat pluralistik yang komplek karena percampuran, akulturasi, antara budaya asli dengan budaya asing, antara budaya dengan agama, pada sebagian masyarakat. Di dalam kehidupan sehari-hari ada anggapan bahwa budaya modern identik dengan budaya Barat. Pembangunan dan kemajuan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia tetap berada padagaris-garis kesesuaian kebudayaan nasional Maksudnya, pembangunan yang dilakukan dan kemajuan yang ingin dicapai tetap mempertahankan nilai-nilai budaya nasional bangsa Indonesia yang positif yang diidentifikasi dan dibanggakan oleh bangsa Indonesia. Pancasila sebagai nilai dasar kebudayaan mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai kebahagaian jika dapat dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, hidup.

Tetapi evoiusionisme klasik telah berjasa dalam hal

1. keberhasilannya membuat konsep tentang kebudayaan sebagai konsep ilmiah yang tersusun secara sitematis 2. Memberi kesadaran kepada orang bahwa mengenai pengertian tentang faktor-faktor kebudayaan dapat diteliti scc.nn tn pisah 3. Mengajarkan tentang prinsip kontinuitas k budaya.m yang melandasai pendekatan realiti dalam analisis masalah pembahan budaya. b. Evolusionisme Universil Tokoh-tokoh teori Evolusionisme univeral adalah. Gordon Childe dan lesly A White. Teori Gordon Childe mengenai evolusi universil secara singkat adalah sebagai berikut. 1. Manusia pada awal perkembangannya hidup mengembara, menggunakan peralatan sederhana dan hidup dan mengumpulkan bahan makanan 2. Evolusi universil. Evolusi yang beijalan dalam waktu yang sangat panjang menimbulkan bentuk-bentuk kebudayaan yang sangat fundamental silatnya. Proses ini disebut oleh childe sebagai revolusi kebudayaan. 3. Revolusi kebudayaan yang pertama disebut revolusi neolitik. Di sini masarakat hidup memproduksi bahan makanan, penduduk mulai bertambah dan alat - alat menjadi lebih sempurna terutama yang dibuat dari satu. 4. Revolusi kebudayaan yang kedua di sebut Revolusi kekotaan (urhan revolulion di sini mulai kelihatan adanya, lapisan pelapisan di masyarakat. 5. Revolusi kebudayaan ketiga adalah revolusi pengetahuan manusia, yakni timbulnya tulisan, dan 6. Revolusi industri.

c. Revolusi Multihnear

J. Steward berpendapat bahwa proses perkembangan semua kebudayaan bersifat unik. Namun ia mengakui bahwa proses perkembangan berbagai ebudayaan primerseperti sistem mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, dan sistem religi. Kesejajaran terjadi karena lingkungan tertentu memaksa perkembangan kearah tertentu Sedangkan pada unsur budayaan sekunder tidak ditentukan adanya proses perkembangan sang sepijar, melainkan perkembangan yang unik. Kalaupun kesejajaran unsur terjadi juga, lebih ditafsirkan sebagai hasil proses difusi kebudayaan d. Evolusi Primat dan Manusia Pemikiran Evolusionisme telah mengundang studi tentang evolusi manusia secara biologi, sosial dan kebudayaan Untuk memahami manusia secara jelas diperlukan pemahaman tentang evolusi primat dan manusia. Manusia dianggap oleh aliran ini sebagai jenis yang telah bercabang lewat proses evolusi dari makhluk primat. Dengan kata lain manusia merupakan cabang termuda dari makhluk primat. Oleh karenanya untuk mempelajari asal mula serta proses evolusi manusia tidak bisa lepas dari percabangan makhluk primat umumnya. Pope (1984 : 11) mengatakan: "Tak akan ada pemikiran tanpa otak. Demikian pula tak akan terbangun kota tanpa tangan manusia. Namun, evolusi tersebut tidak secara sadar "menciptakan" umat manusia Bahkan sebaliknya, organisme yang unik itu terjadi sebagai hasil perpaduan antara kekuatan - kekuatan alam dengar, keadaan yang menyebabkan terjadinya segala kehidupan Dengan demikian, apabila sudah dipahami yang menyebabkan terjadinya manusia, maka tidak mungkin orang hanya mempersoalkan fakta manusia saja Evolusi umat manusia hendaknya ditanggapi sebagai sesuatu bagian dari proses besar yang menciptakan bumi secara keseluruhan Dari sudut pandangan ini manusia baru akan paham mengenai posisinya dalam semesta " Pernyataan Pope di atas merupakan sudut pandang Antropologi Biologi terhadap sejarah alam tentang manusia. Menurut penelitian terakhir, makhluk pertama suku primat di muka bumi sudah ada kira-kira 70.000.000 tahun yang lalu yang disebut zaman kala Paleosen Tua. Primat

induk ini teais bercabang lebih khusus lagi, dia utaranya percabangan keluarga kera Pongit atau kera-kera besar, keluarga hominid sebagai anggota makhluk nenek moyang manusia. Cabang berikutnya timbul pada permulaan Kala Miosen kira-kira .20.000.000 tahun yang lalu, yaitu kera Pongopvgmeus atau orang utan. Cabang ketiga adalah adanya sejenis makhluk nenek moyang manusia yang hidup kira-kira 10.000.000 tahun yang lalu pada bagian terakhir Kala Miosen. Fosil ini berukuran badan raksasa. Cabang keempat adalah cabang-cabang kera Pongit lainnya, yaitu i'.oiilla dan simpanse, terjadi kira-kiraa 12.000.000 tahun yang lalu pada .ikhir Kala Miosen Siapakah nenek moyang manusia itu, sebenarnya masih tetap menjadi piitanyaan besar Upaya pertama diarahkan untuk mencari makhluk sebagai makhluk sosial, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan dan kebaharian rohaniah (BP-7 Pusat, 1991). Pembangunan nasional dilaksanakan dalam langka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia Pembangunan manusia Indonesia seutuhnya berarti bahwa pembangunan itu tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan dan sebagainya, atau kepuasan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, bebas mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab, rasa keadilan dan sebagainya, melainkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan di antara keduanya Bangsa Indonesia menghendaki keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara sesama manusia serta lingkungan alam sekitarnya, keserasian hubungan antara bangsa-bangsa dan juga keselarasan antara cita-cita hidup di dunia dan mengejar kebahagiaan di akhirat, karena kehidupan manusia dan masyarakat yang serba selaras adalah tujuan akhir Pembangunan Nasional (GBHN. 1988) Untuk mencapai tujuan akhir Pembangunan Nasional, ditentukan nilai sentral yang harus dicapai, yang dirumuskan dalam tujuan pendidikan Indonesia, yaitu meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian,

berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan Nasional juga harus mampu menumbuhkan dan memperdalam rasa cinta Tanah Air, mempertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan sosial (GBHN,1988). Tampak bahwa Pancasila sebagai nilai dasai budaya mengajarkan bahwa kebahagiaan dapat dicapai bila ada keseimbangan hidup manusia sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk berketuhanan dan sebagai makhluk yang menjadi bagian dari alam. Di dalam tujuan pembangunan nasional dikemukakan pula bahwa manusia Indonesia juga harus menjaga keseimbangan dan keserasian dengan bangsa-bangsa lain di dunia Sejalan dengan tujuan pembangunan nasional, tujuan pendidikan nasional Indonesia memperhatikan aspek-aspek ketuhanan, moral, sosial, kepribadian, kecerdasan dan kesehatan jasmani dan rohani Dapat disimpulkan bahwa manusia Indonesia menempatkan manusia sebagai makhluk individual, sosial, kultural, bio-fisik dan makhluk yang berketuhanan. Jabaran tingkah laku sebagai makhluk individual, sosial, kultural, biofisik, makhluk berketuhanan, ini dapat dinilai melalui 36 butir pengamalan Pancasila. Meskipun penilaian ini tidak mudah dilakukan, tetapi paling tidak menjadi dasar penilaian tentang bagaimana sebenarnya wujud manusia Indonesia itu. Ke 36 butir pengamalan Pancasila tersebut adalah: 1) Sila Ketuhanan Yang Maha Esa a. Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. b. Hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup. c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya. d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain. 2) Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. b. Saling mencintai sesama manusia. c. Mengembangkan sikap tenggang rasa. d. Tidak semena-mena terhadap orang lain. e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. g. Berani membela kegiatan kemanusiaan. h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain. 3) Sila Persatuan Indoensia a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara. c. Cinta Tanah Air dan Bangsa. d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika. 4) Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan: a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil kcputusan untuk kepentingan bersama. d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan. e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-

g. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan 5) Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia: a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. b. Bersikap adil. c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. d. Menghormati hak-hak orang lain. e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain. f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain. g. Tidak bersifat boros. h. Tidak bergaya hidup mewah. i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum j. Suka bekerja keras. k. Menghargai hasil karya orang lain. l. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial (BP-7 Pusat, 1991). Sebagai konsep ideal bangsa Indonesia sudah tentu diperlukan usaha untuk menyesuaikan setiap tingkah laku manusia Indonesia dengan konsep ideal tersebut dengan sebaik-baiknya Kodrat manusia sebagai makhiuk berakal budi memungkinkan adanya kebudayaan. Di samping kodrat akal budinya, manusia juga mempunyai kebutuhan, dorongan, kemauan, yang pemenuhan serta perwujudannya menimbulkan variasi budaya. Variasi budaya tersebut makin tinggi ditambah dengan adanya interaksi dengan lingkungan alam dan sosial (manusia). Mempelajari manusia sebagai makhluk kultural tidak lepas dari faktor-faktor determinan di atas. Sejak di dalam kandungan, janin telah menunjukkan tanda sebagai makhluk sosial melalui gerakan-gerakan yang meminta perhatian ibunya. Manusia tanpa lingkungan sosial tidak akan berkembang utuh, karena manusia membutuhkan lingkungan sosial yang mampu memberi respon (balikan) dalam

komunikasi dua arah. Tanpa rangsangan lingkungan sosial yang memadai, perkembangan sosial manusia akan terhambat, paling tidak berlangsung lambat. Manusia juga baru dapat memahami eksistensi dirinya bila berada di lingkungan manusia lainnya. Melalui interaksi sosialnya manusia dapat memenuhi berbagai kebutuhannya, meningkatkan dirinya, dan juga mempertahankan dirinya. Sebagai makhluk sosial perilaku manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, sehingga mempelajari perilaku manusia juga harus mempelajari perilaku manusia lain di mana manusia tersebut hidup. Evolusionisme adalah aliran yang memandang organisme sebagai makhluk hidup yang berubah dengan bertahap dalam jangka waktu lama secara progresif. Jika digunakan untuk memandang perilaku manusia di dalam perubahan budayanya, maka teori evolusi mempelajari perubahan budaya manusia dari tingkat yang sederhana menuju ke tingkat budaya yang tinggi. Ada dua alur berpikir mengenai manusia dan kebudayaan, yakni alur pikir dengan pendekatan sejarah dan alur pikir dengan pendekatan sosiologi. Pendekatan sejarah memunculkan evolusionisme, dan pendekatan yang kedua (sosiologi) yang menelaah mengenai integrasi, fungsi dan struktur kebudayaan melahirkan difusionisme.

Anda mungkin juga menyukai