Anda di halaman 1dari 12

POLITIK INDONESIA

By : Yosephine Aprilia & Nazirin


Pengertian Budaya Politik Menurut Para
Ahli
Pengertian budaya politik secara umum merujuk pada pola perilaku
Masyarakat dalam kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan
bernegara, tatanan penyelenggaraan administrasi negara, adat istiadat,
serta politik pemerintahan yang tertanam dalam berbagai sendi
kehidupan masyarakat setiap harinya.

Beberapa ahli di bidang politik mengemukakan pendapatnya mengenai


definisi budaya politik, di antaranya adalah:

1. Larry Diamond: budaya politik merupakan sebuah sikap, keyakinan, ide, dan
evaluasi suatu kelompok masyarakat terhadap sistem politik negaranya serta
bagaimana tiap individu berperan dalam sistem tersebut.
2. Gabriel A. Almond dan Sidney Verba: budaya politik adalah suatu pandangan dan
sikap orientasi yang unik dari warga negara terhadap keanekaragaman sistem politik
negaranya yang juga meliputi peranan warga dalam sistem tersebut.
3. Mochtar Mas’ud dan Colin McAndrews: budaya politik adalah sikap
dan pandangan warga negara terhadap kehidupan bernegara dan
penyelenggaraan pemerintahan negaranya.
4. Rusdi Sumintapura: budaya politik merupakan pola perilaku individu
dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dimiliki oleh para
anggota dalam suatu sistem politik.
5. Miriam Budiarjo: budaya politik merujuk pada keseluruhan
pandangan terhadap politik yang terdiri dari norma, pola orientasi
politik, serta pandangan hidup pada umumnya.
6. Austin Ranney: budaya politik merupakan seperangkat pandangan
terhadap politik dan penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat
komunal.
Di negara-negara yang menganut paham demokrasi,
budaya politik memiliki beberapa karakteristik
sebagai berikut:
1. Terdapat sebuah sistem yang mengatur kekuasaan,
contohnya undang-undang dan konstitusi.
2. Adanya kegiatan partai politik sebagai bentuk
partisipasi masyarakat dalam bidang politik.
3. Adanya gejolak dan tanggapan dari masyarakat
mengenai pembuatan kebijakan dan penyelenggaraan
pemerintahan.
4. Adanya sistem pengalokasian sumber daya
masyarakat
Bentuk-Bentuk Budaya Politik

Berdasarkan orientasi politiknya, budaya politik dibagi ke dalam tiga jenis


utama, yakni:
1. Budaya Politik Parokial
Budaya politik parokial ditandai dengan rendahnya minat, wawasan, serta
partisipasi masyarakat terhadap segala hal yang berkaitan dengan politik dan
penyelenggaraan pemerintahan. Contoh budaya politik parokial dapat
ditemukan pada masyarakat pedalaman yang masih menganut sistem adat
dan kepercayaan tradisional yang dipimpin oleh ketua adat dan para tetua.
Mochtar Mas’ud dan Colin McAndrews mengklasifikasikan karakteristik
budaya parokial sebagai berikut :
 Ruang lingkup yang kecil,

 Anggota masyarakat sama sekali tidak menaruh minat pada hal-hal yang

berkaitan dengan politik dan pemrintahan,


 Tidak adanya peranan politik yang bersifat eksklusif,

 Anggota masyarakat tidak memiliki pengetahuan tentang adanya kewenangan

pusat yang dikendalikan oleh pemerintah,


 Masyarakat tidak memiliki ekspektasi apapun terhadap sistem politik,

 Sistem politik bersifat afektif.


2. Budaya Politik Kaula
Berbanding terbalik dengan masyarakat yang menganut budaya politik parokial,
masyarakat budaya politik kaula dapat dikatakan memiliki pengetahuan umum
terhadap politik dan penyelenggaraan pemerintahan. Hanya saja, partisipasi
masyarakat dalam tipe budaya politik ini masih terbilang cukup rendah.
Masyarakat yang menganut budaya politik parokial patuh terhadap peraturan
pemerintah, namun banyak yang tidak melibatkan dirinya secara langsung
dalam kegiatan politik seperti pemilihan umum.
Budaya politik kalula memiliki karakteristik sebagai berikut:

1 . Masyarakat sadar akan adanya otoritas dari pemerintah,


2. Masyarakat cenderung patut terhadap aturan apapun yang dibuat
pemerintah dan enggan memberikan kritik atau masukan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan serta pembuatan kebijakan,
3. Sikap masyarakat yang cenderung pasif dalam berbagai kegiatan politik.
4. Tingkat ekonomi dan sosial masyarakat tergolong maju, namun partisipasi
dalam kegiatan politik masih rendah.
3 . Budaya Politik Partisipan
Tipe budaya politik yang satu ini dapat dikatakan sebagai budaya politik
yang paling ideal di antara tipe yang lainnya. Kesadaran masyarakat
terhadap politik dan pemerintahan relatif tinggi dan ditandai dengan
partisipasi aktif masyarakat dalam hal pembuatan kebijakan serta
pemilihan pemimpin. Masyarakat dalam sistem budaya politik partisipan
sadar bahwa sekecil apapun partisipasi yang diberikan masyarakat dalam
sistem penyelenggaraan pemerintahan dapat memberikan dampak yang
besar bagi keberlangsungan kehidupan bangsa dan negara. Intinya,
masyarakat dalam budaya politik kaula menyadari sepenuhnya tentang
adanya sistem politik serta otoritas yang mengelolanya.
Ciri-ciri budaya politik secara khusus dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
 Warga sadar akan hak dan tanggung jawabnya sebagai
warga negara,
 Warga cenderung lebih kritis dalam menanggapi setiap
kebijakan yang diambil pemerintah dan perilaku para
pemegang kekuasaan,
 Warga sadar bahwa dirinya memiliki kekuatan dan hak
untuk menyetujui atau tidak menyetujui suatu kebijakan
yang diterapkan pemrerintah.
 Munculnya keinginan masyarakat untuk turut berperan
dalam kegiatan politik, contohya bergabung ke dalam suatu
organisasi politik.
 Hubungan pemerintah dan warga negara dapat dikatakan
harmonis
Budaya Politik Indonesia

Budaya politik yang berkembang di Indonesia


cenderung mengarah pada karakteristik
budaya politik partisipan pasca
diberlakukannya reformasi pada akhir tahun
1990-an. Partisipasi masyarakat di bidang
politik cenderung mengalami peningkatan
seiring dengan diberlakukannya sistem
pemilihan umum secara langsung yang juga
menandai demokrasi di Indonesia telah
tumbuh dewasa.
Afan Gaffar, salah satu pemuka di bidan sosial dan politik,
mengemukakan tiga ciri dominan budaya politik Indonesia, di
antaranya adalah:

1. Adanya Sistem Hierarki yang Ketat


Sistem hierarki umumnya banyak ditemukan pada kelompok
masyarakat atau suku yang menganut sistem patriarki seperti
masyarakat Jawa. Hierarki pada masyarakat ini ditandai dengan adanya
stratifikasi sosial yakni penguasa dan rakyat kebanyakan. Kedua lapisan
stratifikasi sosial tersebut dipisahkan oleh tatanan hierarki yang ketat,
seperti pola perilaku dan cara berbicara. Para penguasa atau golongan
kelas atas dapat menggunakan bahasa yang kasar pada masyarakat
golongan kedua. Sebaliknya, masyarakat golongan kedua dituntut
untuk dapat mengendalikan tingkah laku dan cara bicara mereka saat
berhadapan dengan golongan atas.
2. Kecenderungan Patronase
Kecenderungan patonase memiliki arti hubungan politik
yang bersifat individual; contohnya dapat ditemukan pada
hubungan antara patron dan klien. Patron merupakan
istilah bagi golongan yang memiliki sumber daya berupa
kekuasaan, jabatan, dan materi, sedangkan klien memiliki
sumber daya yang berupa tenaga, loyalitas, dan
dukungan. Patron memiliki sumber daya lebih besar sebab
dapat menguasai klien dan menciptakan ketergantungan
pada diri klien atas sumber daya berupa kuasa yang
dimiliki patron.
3. Kecenderungan Neo-Patrimonisalistik
Budaya politik di Indonesia juga menunjukkan adanya
kecenderungan ke arah neo-patrimonisalistik yang
merujuk pada bentuk eksistensi budaya dan tradisi bangsa
di tengah kemunculan ideologi modern seperti demokrasi
beserta segala atributnya, salah satunya adalah birokrasi.
Ciri-ciri birokrasi modern tersebut di antaranya
adalah:
1. Adanya aturan-aturan yang mengatur sistem kerja
sebuah organisasi serta perilaku para anggota
masyarakatnya,
2. Adanya posisi atau jabatan yang memiliki
tanggung jawab dan sanksi tegas,
3. Adanya strukutur hierarkis yang membagi
kekuasaan dan wewenang dari posisi paling atas
hingga paling bawah,
4. Adanya anggota masyarakat yang dipekerjakan
berdasarkan kualifikasi tertentu untuk mengelola
organisasi dan segala hal yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai