Anda di halaman 1dari 112

0

LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL


REPUBLIK INDONESIA


















BIDANG STUDI/MATERI POKOK
IDEOLOGI








SUB. B.S.
PANCASILA DAN PERKEMBANGANYA








LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL RI
PROGRAM PENDIDIKAN SINGKAT ANGKATAN (PPSA) XIX
TAHUN 2013
01
1


PANDUAN BELAJAR MATA KULIAH
BIDANG STUDI IDEOLOGI PANCASILA DAN UUD 1945

1. Pendahuluan
2. Relevansi
3. Deskripsi Mata Kuliah
4. Standar Kompetensi
5. Kompetensi Dasar
6. Struktur Materi

No. Pokok Bahasan/Topik Subpokok Bahasan

1. Pancasila dan
Perkembangannya
1. Lahirnya Pancasila
2. Pancasila Sebagai Dasar Negara, Pandangan,
Hidup Bangsa, dan Ideologi Nasional
3. Pancasila di antara Ideologi Besar Dunia
4. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka dan Bersifat
Universal
5. Pancasila dalam Era Globalisasi

2. UUD 1945 Hasil Amandemen
dan Sosialisasinya
1. Latar Belakang Lahirnya Amandemen UUD 1945
2. Proses Amandemen UUD 1945
3. Sosialisasi UUD 1945 Hasil Amandemen


7. Rencana Penyempurnaan Buku Pedoman Bidang Ideologi
No. Waktu Jenis Buku

1. 1 minggu Buku Panduan Belajar
2. 1 minggu Modul 1
3. 2 minggu Modul 2
2



8. Petunjuk Belajar
Untuk mempelajari mata kuliah Pancasila dan UUD 1945 Hasil Amandemen dan
Sosialisasinya, sebaiknya para peserta didik membaca buku, seperti Restorasi
Pancasila Mendamaikan Politik Identitas dan Modernitas (Fisip UI, J akarta, 2006).
Seyogianya para peserta didik membuat rangkuman pemahaman setiap modul untuk
dibandingkan satu sama lain. Hal itu akan memudahkan pemahaman keseluruhan isi
atau materi Pancasila dan UUD 1945 Hasil Amandemen dan Sosialisasinya. Suatu hal
yang perlu diketahui bahwa mempelajari Pancasila dan UUD 1945 Hasil Amandemen
dan Sosialisasinya relatif tidak sama dengan mempelajari ilmu hukum secara umum
atau universal karena Pancasila merupakan pengejawantahan nilai-nilai kemanusiaan
yang bersifat filosofis atau abstrak, sedangkan UUD 1945 memancarkan nilai-nilai
Pancasila yang bersifat konkret atau normatif sebagai sumber hukum.

9. Daftar Istilah

a. Norma : patokan perilaku
b. Nilai : gagasan tentang apakah sesuatu pengalaman
penting atau tidak penting
c. Sosialisasi : suatu proses ketika seseorang menghayati norma
kelompoknya









3



PANDUAN UMUM MATA KULIAH
BIDANG STUDI IDEOLOGI
PANCASILA DAN UUD 1945
1. Pendahuluan
Bangsa Indonesia patut merasa bersyukur bahwa para pendiri negara kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) bersepakat menjadikan lima sila yang digali dari nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia telah ditetapkan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia
yang disebut Pancasila. Kandungan dan dinamika nilai-nilai Pancasila melekat pada
eksistensi Pancasila itu sendiri, baik sebagai ideologi nasional, dasar negara, maupun
falsafah hidup bangsa sekaligus merupakan jati diri atau identitas bangsa Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila merupakan dimensi paling dalam yang bersifat abstrak dan
berkedudukan sangat tinggi dalam fenomena kehidupan masyarakat serta memiliki
kekuatan integratif bagi seluruh komponen bangsa yang saling berbeda, baik secara
vertikal maupun horisontal. Nilai-nilai Pancasila merupakan sumber etika dan moralitas
bangsa Indonesia yang selanjutnya berkembang dalam wujud sikap dan perilaku atau
tindakan-tindakan nyata dalam kehidupan warga masyarakat.
Dewasa ini Pancasila sedang mengalami cobaan atau ujian yang cukup berat
untuk kesekian kalinya, baik dalam kaitannya dengan eksistensi Pancasila itu sendiri
maupun pengejawantahan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa. Tidak dapat disangkal bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir
setelah era reformasi, perhatian warga masyarakat, baik perseorangan, kelompok,
maupun kelembagaan, baik lembaga pemerintah maupun nonpemerintah, terhadap
Pancasila cenderung makin tipis. Mulai muncul sikap-sikap sinis atau acuh tak acuh
dan lebih jauh lagi timbul kecenderungan untuk meninggalkannya. Hal ini cukup
memprihatinkan karena nilai-nilai Pancasila tidak lagi terpancar dalam diri dan sebagian
aparat penentu kebijakan. Bahkan, Pancasila makin terlupakan dengan ditandai
dibubarkannya lembaga Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP-7) dan Kementerian Penerangan sebagai
corong pemasyarakatan, pemberdayaan, dan pengamalan Pancasila dalam
4

pembangunan nasional.

Banyak produk hukum dan penegakan hukum yang kurang mencerminkan atau
kurang memancarkan nilai-nilai Pancasila tertuang dengan tidak adanya rasa keadilan
serta rendahnya moral dan akhlak. Nilai-nilai dasar Pancasila yang melekat dalam
Pembukaan UUD 1945 dan terpancar dalam pasal-pasal UUD 1945 yang dijabarkan ke
dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan berbagai landasan pemikiran
sebagai nilai instrumental Pancasila relatif masih jauh dari harapan.
Pancasila sebagai sumber dasar hukum nasional dan UUD 1945 sebagai
sumber hukumnya yang harus terjabarkan secara hierarkis ke dalam berbagai
peraturan pelaksanaan (undang-undang, peraturan presiden, peraturan pemerintah,
dan peraturan daerah) tampaknya belum dapat diwujudkan secara konkret dalam wujud
nilai-nilai praksisnya. Masih cukup banyak diperlukan pembenahan, antara lain,
pembenahan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), terutama kualitas
penentu kebijakan yang mengemban amanat rakyat, memiliki moral dan akhlak yang
dapat diteladani, serta memiliki kemampuan dalam menghadapi pengaruh globalisasi.
Pengalaman pahit eksistensi Pancasila dalam tragedi nasional G-30-S/PKI tahun 1965
merupakan pelajaran yang sangat berharga dalam menghadapi tantangan masa depan
yang penuh dengan ketidakpastian. Pemasyarakatan Pancasila sebagai dasar negara
dan ideologi terbuka yang bersifat universal harus betul-betul dipahami dan dihayati
oleh seluruh komponen bangsa Indonesia, terutama keberadaan Pancasila di antara
ideologi besar dunia.
Berbagai amandemen dari pasal-pasal UUD 1945 harus tidak bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila dan disesuaikan dengan perkembangan lingkungan
strategis, terutama dalam menghadapi pengaruh globalisasi yang dipicu oleh
perkembangan iptek yang relatif berubah dengan cepat. Hasil amandemen UUD 1945
(pasal-pasal) perlu dimasyarakatkan atau disosialisasikan, baik yang berkaitan dengan
lahirnya amandemen, proses amandemen, maupun metode atau pelaksanaan
sosialisasi amandemen UUD 1945. Pemahaman terhadap ideologi Pancasila dan UUD
1945 hasil amandemen diharapkan akan membantu dan mempermudah peserta didik
mengikuti pendidikan di Lemhannas dalam mempelajari bidang studi Ideologi dan UUD
5

1945.

2. Relevansi
Pancasila dan UUD 1945 hasil amandemen di dalam sistem manajemen
nasional atau sistem penyelenggaraan pemerintahan NKRI merupakan pedoman atau
landasan dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sesuai dengan paradigma nasional,
Pancasila yang merupakan sumber dasar hukum dijadikan sebagai landasan idiil dan
UUD 1945 yang merupakan sumber hukum dijadikan sebagai landasan konstitusional.
Pancasila dan UUD 1945 merupakan salah satu mata kuliah atau materi inti
ajaran yang berisikan atau memancarkan nilai-nilai Pancasila, baik nilai dasar, nilai
instrumental, maupun nilai praksis Pancasila. Dengan memperhatikan kedudukan atau
posisi peserta didik sebagai kader-kader pimpinan nasional pada masa mendatang,
diharapkan setelah menyelesaikan pendidikan di Lemhannas RI, peserta didik mampu
menghadapi, mengatasi, dan menyelesaikan berbagai masalah nasional dalam
kehidupan masyarakat, bangsa, maupun negara berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
Akhirnya, dengan mempelajari mata kuliah Pancasila dan UUD 1945 ini, Anda
sebagai bagian dari penyelenggara negara diharapkan tidak mudah terpengaruh
dengan ideologi mana pun di dunia, dapat menegakkan hukum yang bersumber dari
UUD 1945, serta dapat menjadi teladan dalam mengamalkan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, baik sebagai aparatur negara maupun sebagai pribadi.
3. Deskripsi Mata Kuliah
Mata kuliah atau materi ajaran Pancasila dan UUD 1945 dibagi menjadi tiga buku
yang terdiri atas satu buku panduan belajar dan dua modul. Setiap modul berisi
pemahaman singkat, relevansi, dan uraian materi yang harus dipahami. Kedua modul
tersebut adalah sebagai berikut.
a. Modul 1 berisikan materi Pancasila dan perkembangannya. Dalam modul
ini dijelaskan lahirnya Pancasila serta Pancasila sebagai dasar negara, falsafah
pandangan hidup bangsa, dan ideologi nasional. Selain itu, dijelaskan pula
6

tentang Pancasila di antara ideologi besar dunia, Pancasila sebagai ideologi
terbuka dan bersifat universal, serta Pancasila di dalam menghadapi era
globalisasi.
b. Modul 2 berisikan materi UUD 1945, hasil amandemen, dan
sosialisasinya. Dalam modul ini dijelaskan latar belakang lahirnya amandemen
UUD 1945. Lahirnya amandemen ditekankan pada hakikat diperlukannya
amandemen, sedangkan proses amandemen menjelaskan kegiatan amandemen
dan keterlibatan berbagai pihak dalam pelaksanaan amandemen. Penjelasan
tentang sosialisasi UUD 1945 hasil amandemen, terutama diarahkan pada
pentingnya sosialisasi, latar belakang, dan proses terjadinya perubahan
beberapa pasal UUD 1945 serta pokok-pokok materi perubahan pasal-pasal
UUD 1945.
4. Standar Kompetensi
Setelah mempelajari modul-modul ini, diharapkan para peserta didik mengerti,
memahami, dan menghayati Pancasila dan UUD 1945 beserta perkembangannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Memahami dan
menghayati Pancasila dan UUD 1945 bukan hanya sebagai sumber dasar hukum dan
sumber hukum, melainkan juga sebagai landasan idiil dan landasan konstitusional
dalam proses pengambilan keputusan. Di samping itu, peserta didik diharapkan dapat
memahami dan mengaktualisasikan di dalam hierarki paradigma nasional dalam rangka
mewujudkan cita-cita nasional dan pencapaian tujuan nasional.
5. Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari modul-modul ini, peserta didik diharapkan mampu
a. menjelaskan secara terperinci Pancasila dan UUD 1945 hasil amandemen
dan sosialisasinya serta
b. mengonstruksi fenomena Pancasila dan UUD 1945 yang terjadi di
masyarakat.



7



PANDUAN BELAJAR MATA KULIAH
MODUL 1
PANCASILA DAN PERKEMBANGANNYA

1. Deskripsi. Pancasila yang digali dari akar budaya Indonesia mengandung
nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi bangsa Indonesia sejak zaman dulu. Nilai-nilai itu,
antara lain, nilai agama, adat istiadat, dan perjuangan untuk melepaskan diri dari segala
bentuk penjajahan.
Nilai-nilai luhur ini mengkristal dalam rumusan Pancasila sebagai perwujudan
filsafat kemanusiaan yang mencerminkan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia, dan manusia dengan lingkungan (alam) tempat hidupnya. Rumusan
Pancasila merupakan suatu pandangan hidup yang diyakini bangsa Indonesia sebagai
suatu kebenaran yang dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa. Idealisme tersebut
bersifat abstrak yang kemudian dijadikan sebagai ideologi nasional.
Sebagai falsafah hidup bangsa dan ideologi nasional, Pancasila memerlukan
norma (aturan) yang bersifat mengatur sehingga memiliki kekuatan hukum yang
mengikat dalam pengamalan atau pengejawantahannya dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk itu, rumusan lima sila Pancasila
dituangkan dalam Pembukaan UUD 1945 dan dijadikan sebagai dasar negara serta
merupakan sumber dasar hukum NKRI. Kebenaran Pancasila yang didasarkan pada
filsafat kemanusiaan dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan manusia lainnya, dan
dengan alam (ruang hidup) telah menempatkan Pancasila diakui di antara ideologi-
ideologi besar dunia dan di era globalisasi sebagai ideologi terbuka yang bersifat
universal.
2. Relevansi. Setelah mempelajari materi ini, para peserta didik akan
memperoleh pemahaman pengetahuan tentang Pancasila sebagai ideologi nasional,
dasar negara dan falsafah hidup bangsa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara. Nilai-nilai Pancasila sangat diperlukan dalam perumusan berbagai
8

pengambilan keputusan sebagai nilai instrumental serta dalam berbagai sikap dan
perilaku manusia Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai praksis Pancasila.

3. Pokok Bahasan
Pokok bahasan dalam modul ini adalah sebagai berikut.
a. Lahirnya Pancasila
b. Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
c. Pancasila di antara Ideologi Besar Dunia
d. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka dan Ideologi Nasional
e. Pancasila dalam Era Globalisasi
4. Uraian Singkat
Sampai saat ini masih belum terdapat kesamaan persepsi atau penjelasan yang sama
tentang pemahaman falsafah Pancasila. Pancasila sering dikhawatirkan sama dengan
agama dan hanya sebagai alat pemersatu, terutama oleh golongan tertentu yang
berseberangan dengan Pancasila. Pancasila diterjemahkan secara harfiah, diuraikan
dalam butir-butir Pancasila (45 butir), dan dirumuskan dalam berbagai sistim nilai yang
rasanya makin sulit dicerna oleh masyarakat awam yang rendah kualitasnya.
Pancasila bukan suatu agama, tetapi suatu falsafah yang diyakini dan disepakati
sebagai suatu kebenaran yang di dalamnya mengandung nilai-nilai luhur yang
didasarkan pada ajaran agama. Pancasila merupakan ajaran yang menekankan bahwa
manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna yang merupakan
perpaduan dirinya sebagai makhluk individu yang beriman dan bertakwa dengan dirinya
sebagai makhluk sosial yang bermoral dan berakhlak mulia. Pengejawantahan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan
mencerminkan moral dan akhlak seseorang yang secara kumulatif akan
menggambarkan moral dan akhlak suatu komunitas (bangsa Indonesia).
Kelima sila dalam Pancasila saling terkait dan saling jiwa-menjiwai yang tak
dapat dipisahkan satu sama lain dan harus dilihat secara utuh, terpadu, dan
menyeluruh dari sila kesatu sampai dengan sila kelima. Sejak NKRI terbentuk
Pancasila telah dijadikan sebagai falsafah hidup bangsa, dasar negara, dan ideologi
nasional. Dari pengalaman sejarah, khususnya di Indonesia, perkembangan ideologi
9

tidak pernah lepas dari perkembangan politik, demikian juga sebaliknya. Salah satu
pakar ideologi (Freeden) mengatakan bahwa ideologi merupakan bentuk pemikiran
politik yang menyediakan akses langsung yang penting untuk memahami pembentukan
dan hakikat teori politik, kekayaannya, keanekaragamannya, dan seluk-beluknya.
Ideologi menurut pakar Indonesia, Prof. Notonegoro, identik dengan cita-cita negara
yang pasti dimiliki setiap negara. Kedekatan ideologi dengan politik dan cita-cita
negara menuntut ideologi Pancasila untuk tidak dapat dilepaskan dengan ideologi-
ideologi lain di dunia sebagai ideologi terbuka yang bersifat universal, termasuk dalam
menghadapi pengaruh globalisasi yang dipicu oleh perkembangan kemajuan iptek yang
relatif berubah dengan cepat.
Pemikiran dunia Barat (F. Ratzel dan R. Kjollen) menyatakan bahwa manusia
butuh negara dan negara butuh ruang hidup sehingga menjadikan negara sebagai
suatu organisme hidup (entitas biologis) dan secara langsung maupun tidak langsung
terus berusaha memperluas ruang hidupnya. Dari sudut pandang ideologi Pancasila,
kehadiran manusia, negara, dan ruang hidup merupakan anugerah Tuhan yang harus
disyukuri dan dipertahankan untuk kelangsungan hidup bersama dalam mewujudkan
cita-cita bersama (cita-cita negara).














10




PANDUAN BELAJAR MATA KULIAH
MODUL 2
UUD 1945
HASIL AMANDEMEN DAN SOSIALISASINYA
1. Deskripsi. UUD 1945 pada dasarnya terdiri atas Pembukaan UUD 1945 yang
memancarkan nilai-nilai dasar Pancasila dan pasal-pasal UUD 1945 yang
memancarkan nilai-nilai instrumen Pancasila. Pembukaan UUD 1945 merupakan
fundamen negara yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. UUD 1945
berisi pernyataan kemerdekaan bangsa dan berdirinya Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Pernyataan tersebut hanya terjadi sekali dalam sejarah dan tidak
dapat diulangi kembali. Mengubah pembukaan UUD 1945 berarti mengakhiri
keberadaan NKRI yang dengan susah payah direbut dari penjajah dengan menelan
korban harta dan nyawa putra-putri Indonesia yang telah berikrar dalam Sumpah
Pemuda.
Nilai-nilai dasar Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945,
menjadi weltanschaung dan light star bangsa Indonesia serta merupakan parameter
bagi pasal-pasal UUD 1945 yang telah disesuaikan dengan perkembangan lingkungan.
MPR bersepakat untuk tetap mempertahankan Pembukaan UUD 1945 dalam
pengertian bahwa amandemen UUD 1945 tidak dilakukan terhadap Pembukaan UUD
1945. Amandemen UUD 1945 dilaksanakan dalam perubahan beberapa pasal UUD
1945 yang disesuaikan dengan perkembangan sistim demokrasi di Indonesia yang
lebih transparan serta menekankan pada kebebasan dan keterbukaan berdasarkan
falsafah Pancasila.
Alasan untuk mengamandemen pasal-pasal UUD 1945, antara lain, tuntutan
terhadap perubahan (reformasi) yang melihat dan merasakan bahwa terdapat pasal-
pasal UUD 1945 yang kurang berpihak kepada kepentingan rakyat dan lebih banyak
untuk kepentingan penguasa (pemerintahan negara). Hal ini dapat dimaklumi karena
UUD 1945 lahir dalam situasi dan kondisi yang relatif sangat mendesak yang menuntut
11

adanya UUD 1945 sebagai dasar bagi suatu negara yang baru dan merdeka.
Sehubungan dengan hal itu, amandemen pasal-pasal UUD 1945 sekiranya perlu
dikaitkan dengan masih adanya peraturan peninggalan penjajah yang lebih banyak
berpihak kepada kepentingan penjajah (penguasa) yang apabila tidak diamandemen
akan dapat merugikan rakyat.
2. Relevansi. Setelah mempelajari materi ini, para peserta didik akan
memperoleh pemahaman tentang perlunya amandemen pasal-pasal UUD 1945 yang
sesuai dengan tuntutan reformasi yang menginginkan perubahan. Perubahan pasal-
pasal didasarkan pada sistem demokrasi Pancasila yang menempatkan kekuasaan dan
kedaulatan langsung berada di tangan rakyat. Pelaksanaan UUD 1945 dipahami sesuai
dengan sistem pemerintahan yang berlaku hingga terjadinya amandemen pasal-pasal
UUD 1945 saat ini. Secara lebih khusus, para peserta didik dapat memahami
pentingnya UUD 1945 sebagai sumber hukum dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sebagai landasan konstitusional dalam pencapaian tujuan
nasional.
3. Pokok Bahasan
Pokok bahasan dalam modul ini adalah sebagai berikut.
a. Latar Belakang Lahirnya Amandemen Pasal-Pasal UUD 1945
b. Proses Amandemen UUD 1945 dan Sosialisasinya
c. Kandungan Permasalahan dalam Amandemen UUD 1945
4. Uraian Singkat
Perjalanan sejarah pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan NKRI telah
banyak mengundang kontroversi, terutama berkaitan dengan sistem pemerintahan dan
sistem pembagian kekuasaan yang selama bertahun-tahun (puluhan tahun) lebih
didominasi oleh lembaga eksekutif, baik pada masa pemerintahan Soekarno maupun
masa pemerintahan Soeharto. Kaburnya bunyi pasal-pasal UUD 1945 tentang kabinet
presidensiil dan kabinet parlementer serta besarnya kekuasaan Presiden dan MPR
sebagai lembaga tertinggi negara yang relatif dikuasai oleh presiden, telah menjadikan
rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang tidak berdaya dan berakibat pada
munculnya tuntutan reformasi untuk mengadakan perubahan atau mengamandemen
12

beberapa pasal dalam UUD 1945 beserta penjelasannya.
Proses amandemen dilaksanakan dalam empat tahap perubahan, yaitu
a. menekankan adanya pengurangan hak prerogratif presiden;
b. pengurangan kekuasaan pusat (otonomi daerah);
c. MPR bukan pemegang kedaulatan rakyat tertinggi (rumusan fungsi MPR);
serta
d. hal-hal lain seperti bentuk dan kedudukan MPR, pergantian Presiden,
DPA, dan berbagai masalah yang berkaitan dengan keuangan dan moneter,
pendidikan dan kebudayaan, perekonomian, dan kesejahteraan, serta aturan
peralihan.
Disahkannya amandemen pasal-pasal UUD 1945 setidak-tidaknya telah dapat
menghilangkan sikap apriori dan penolakan terhadap perubahan UUD 1945 oleh
sebagian masyarakat. Hasil amandemen perlu dimasyarakatkan (disosialisasikan),
terutama untuk menghindari persepsi keliru tentang UUD 1945 hasil amandemen yang
tidak diartikan sebagai upaya membuat sebuah UUD baru. UUD 1945 berkaitan erat
dengan pengaturan dan pembatasan kekuasaan serta mengikat dan harus menjadi
acuan dalam setiap kebijakan, strategi, maupun langkah-langkah atau upaya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diambil para pemimpin
pemerintahan negara, pimpinan politik, pimpinan masyarakat, bahkan seluruh
masyarakat. Perlu dimengerti dan dipahami bahwa UUD 1945 hasil amandemen perlu
dimasyarakatkan dengan baik dan jelas melalui sistem sosialisasi secara teratur dan
dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.









13



DAFTAR ISI


Kegiatan Belajar 1
1. Lahirnya Pancasila . 1
2. Subtansi Pidato MR. Muh Yamin . 2
3. Subtansi Pidato Ki Bagoes Hadi Koesoemo... 9
4.
5.
Subtansi PidatoIr. Soekarno.................................................
Rangkuman...................................................................................................................................
15
23
Kegiatan Belajar 2
Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa 25
1. Pengalaman Masa Penjajahan . 25
2. Bhineka Tugal Ika ... 26
3 Pancasila Dalam Pembukaan UUD 1945. 27
4. Wujud Perjuangan Pembebasan Bangsa .. 29
5. 10. Pancasila adalah Falsafah dan Cita-cita Moral Bangsa .. 32
6. Rangkuman .. 35
7. Latihan .. 35
Bacaan Utama 36
Bacaan Pendukung .. 36
Bacaan yang dianjurkan 36
Kegiatan Belajar 3 37
Pancasila Diantara Idiologi Besar Dunia .. 37
1. Liberalisme 42
2. Konservatisme .. 45
3. Marxisme dan Komunisme 48
4. Demokrasi . 52
5. Anarkisme .. 54
6. Feminisme .. 56
14

7. Ekologisme 57
8. Nasionalisme . 59
9. Fasisme 61
10 Islam Fundamental .. 62
Latihan . 64
Petunjuk Jawaban . 66
11. Rangkuman .. 67
Kegiatan Belajar 4 68
Pancasila sebagai Idiologi Terbuka dan Idiologi Nasional 68
1. Hakikat dan Fungsi Idiologi .. 68
2. Pancasila Sebagai Idiologi Nasional .. 69
3. Pancasila Sebagai Idiologi Terbuka .. 73
4. Tantangan Aktualisasi Pancasila .. 76
5. Rangkuman .. 80
Latihan . 80
Daftar Bacaan 82
Bacaan yang dianjurkan .. 81
Kegiatan Belajar 5 83
1. Pancasila diera Globalisasi 83
2. Anatomi Konflik (Kepentingan) Idiologi .. 86
3. Bagaimana Kaum Pancasilais Menghadapinya .............................................. 89
Orientasi Pancasila . 91
Rangkuman . 94
Soal Latihan 95
Daftar Bacaan .. 95






15




Kegiatan Belajar 1
1. L AHI RNYA PANCASI L A
Pada awal tahun 1945 dengan ditandai kekalahan J epang dalam perang di
kawasan Asia Pasifik, pemerintah J epang memberikan janji kemerdekaan di wilayah
pendudukannya, antara lain, di Indonesia untuk mencegah terjadinya pemberontakan.
Untuk menanggapi kebijakan J epang tersebut, dibentuklah Badan Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang diketuai oleh Dr.
Radjiman Wedyodiningrat. Badan penyelidik ini beranggotakan 58 orang dan terbagi
habis dalam beberapa seksi serta satu panitia hukum dasar. Panitia hukum dasar
beranggotakan 19 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno dan dalam perkembangannya
berubah nama menjadi Panitia Undang-Undang Dasar. Dari Panitia Undang-Undang
Dasar ini, dibentuk lagi panitia kecil perancang undang-undang dasar yang dipimpin
oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo. BPUPKI melaksanakan dua kali sidang resmi. Yang
dimana pertama pada tanggal 28 Mei sampai dengan 1 J uni 1945 untuk membahas
dasar negara dan sidang kedua pada tanggal 1017 J uli 1945 untuk membahas
bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan undang-undang dasar,
ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. BPUPKI
sempat melaksanakan sidang tidak resmi dengan memanfaatkan masa reses antara
sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua untuk membahas rancangan
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dipimpin oleh Ir. Soekarno. Dengan
selesainya tugas BPUPKI mempersiapkan dasar negara dan undang-undang dasar
negara, dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal
7 Agustus 1945 yang baru bisa bersidang untuk pertama kalinya sesudah proklamasi
kemerdekaan, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945 sampai dengan 22 Agustus 1945.
Dari jadwal rencana sidang resmi pertama, BPUPKI membicarakan dasar negara
(dari tanggal 28 Mei sampai dengan 1 J uni 1945) pada tanggal 29 Mei yang
menampilkan pembicara, antara lain, Muh. Yamin, Margono, Sosrodiningrat, Wiranata
16

Kusumah, Sumitro, Woerjaningrat, Surjo, Soesanto, Dasaad, Rooseno, dan Aris P.
Dari para pembicara ini hanya Mr. Muh. Yamin yang menyampaikan pidato. Demikian
pula, pada tanggal 30 Mei terdapat nama pembicara, antara lain, Drs. Moh. Hatta, Agus
Salim Samsudin, Wongsonegoro, Soerachman, Abdul Kadir, Soewandi Abdul Rahim,
Soekirman dan Soetarjo. Namun, hanya Dr. Moh. Hatta yang berpidato selama lebih
dari satu jam. Naskah pidatonya tidak terdokumentasikan dan sampai saat ini masih
dalam pencarian guna pelurusan sejarah. Pada tanggal 31 Mei dijadwalkan pembicara,
antara lain, Mr. Muh. Yamin, Sanusi, Soehardjo, Soekarno, dan Hadikoesoemo. Akan
tetapi, hanya Ki Bagoes Hadi koesoemo, Prof. Dr. Soepomo dan Mr. Muh. Yamin yang
menyampaikan pidatonya. Selanjutnya, pada tanggal 1 J uni 1945 dijadwalkan
pembicara, antara lain, Baswedan, Muzakir, Ir. Soekarno, Latuharhary, dan Soekarjo.
Namun, hanya Ir. Soekarno yang menyampaikan pidatonya. J adi, selama sidang resmi
pertama tanggal 28 Mei hingga 2 J uni 1945 hanya lima pembicara yang menyampaikan
pidato tentang dasar negara, yaitu Mr. Muh. Yamin, Dr. Moh. Hatta, Ki Bagoes Hadi
koesoemo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dari kelima pembicara ini hanya
empat pidato yang dokumentasinya ditemukan, yaitu naskah pidato Mr. Muh. Yamin, Ki
Bagoes Hadi koesoemo, Prof. Dr. Soepomo, dan Ir. Soekarno, sedangkan pidato Drs.
Moh. Hatta tidak ditemukan. Dalam sidang resmi pertama ini, Mr. Muh. Yamin sempat
dua kali berpidato. Hanya pidato pertama pada tanggal 29 Mei 1945 yang berhubungan
dengan dasar negara, sedangkan pidato kedua pada tanggal 31 Mei 1945
menitikberatkan pada rencana daerah wilayah negara Indonesia. Berikut ini disajikan
substansi pidato Mr. Muh. Yamin, Ki Bagoes Hadi koesoemo, Prof. Dr. Mr. Soepomo,
dan Ir. Soekarno.

2. Substansi pidato Mr. Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945
Peri Kebangsaan
J ika Indonesia ingin merdeka sekarang, ada tiga pekerjaan yang harus segera
dirampungkan, yaitu mengumpulkan segala bahan untuk pembentukan negara,
menyusun undang-undang dasar, dan menjalankan isi hukum dasar dalam negara yang
terbentuk. Negara baru yang akan kita dirikan haruslah negara kebangsaan (nationale
staat atau etat national) sesuai dengan kewajaran peradaban kita sekarang. Kita
17

sebelumnya mempunyai dua negara dengan susunan negara bagian atas (kerajaan),
yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Namun kedua negara tersebut sudah putus 400 tahun
yang lalu. Pada saat ini ada lebih dari 300 kerajaan kecil yang lebih bercorak
kedaerahan dan penduduknya tidak saling berhubungan secara keputranegaraan. Kita
tidak dapat merujuk pada susunan tata negara bagian atas dulu dan bercermin pada
300 kerajaan kecil saat ini. Walaupun kedua negara tersebut pernah mengalami zaman
keemasan dulu, kita harus menyusun negara bagian bawah. Dalam menyusun negara
bagian bawah, kita tidak perlu meniru susunan negara luar karena sebagai bangsa kita
telah beradab dan berbudaya sejak ribuan tahun lalu. Dengan merujuk pada peradaban
rakyat zaman sekarang dan dari susunan negara hukum adat bawahan, dari sanalah
kita kumpulkan sari tata negara yang sebetul-betulnya menjadi dasar negara. Pokok
dasar negara haruslah menurut watak peradaban Indonesia dan bukan meniru atau
menyalin konstitusi negara lain. Peradaban dan keinginan kita sebagai bangsa
hendaklah menjadi corak kepada negara yang akan dibentuk dan negara Republik
Indonesia yang diingini oleh bangsa Indonesia adalah negara kebangsaan Indonesia
sebagai suatu etat nasional. Pinjaman, salinan, dan tiruan dari luar hanya boleh
dijadikan cermin saja.
a. Peri Kemanusiaan
Paham Indonesia merdeka bukan cuma lepas dari penjajahan Belanda,
melainkan juga ingin menyusun masyarakat baru dalam suatu negara merdeka.
Kemerdekaan akan menghidupkan kedaulatan negara, baik ke dalam maupun
ke luar. Kemerdekaan dan kedaulatan ke dalam memberi perlindungan tinggi
pada putra negara dengan hak milik dan harta benda dalam lingkar batas
negara. Kemerdekaan dan kedaulatan ke luar memberi kesempatan luas kepada
negara Indonesia untuk mengatur hubungannya dengan negara lain. Negara
kedaulatan inilah yang diinginkan rakyat Indonesia, bukan yang lain, sehingga
kita menolak bujukan status dominion dan protektorat. Kita menginginkan negara
kedaulatan agar dapat ikut memeluk keanggotaan keluarga bangsa-bangsa
secara penuh. Keanggotaan ini mengatur hubungan diplomasi secara merdeka.
Oleh sebab itu, kedaulatan harus berdasarkan perikemanusiaan secara universal
yang berisi humanisme dan internasionalisme bagi segala bangsa karena dasar
18

perikemanusiaan adalah dasar universalisme dalam hukum internasionalisme
dan aturan kesusilaan segala bangsa dan negara merdeka.
b. Peri Ketuhanan
Bangsa Indonesia yang akan menjadi negara merdeka itu adalah bangsa
beradab luhur dan dalam peradabannya mempunyai Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh sebab itu, negara kesejahteraan Indonesia merdeka akan berketuhanan.
Tuhan akan melindungi negara Indonesia merdeka.
c. Peri Kerakyatan
1) Permusyawaratan
Surat Asysyura, ayat 38 berbunyi, Segala urusan harus
dimusyawarahkan. Permusyawaratan memberi tiga dasar keinginan
berikut.
a) Dengan membuka pikiran dalam permusyawaratan sesama
manusia, manusia akan selalu berjalan di jalan Tuhan.
b) Dengan permusyawaratan, beban pengelolaan negara tidak
dipikul oleh satu orang, tetapi dipikul bersama banyak orang.
c) Permusyawaratan mengecilkan kekhilafan perseorangan
dan menghindarkan negara dari kesesatan.
Dalam sejarah Islam, permusyawaratan Islam telah diamalkan, termasuk
ketika Islam masuk ke Indonesia. Namun, sebelum agama-agama masuk
ke Indonesia, tonggak budaya mufakat sudah ada dalam bentuk
masyarakat desa karena sejak zaman purbakala susunan desa ini sudah
ada. Dasar mufakat ini tidak runtuh oleh pengaruh Hindu dan Buddha dan
ketika agama Islam masuk ke Indonesia, budaya mufakat ini bertambah
mekar lagi.
2) Perwakilan
Kemampuan dan keterampilan bangsa Indonesia dalam mengolah tata
negara sudah ada sejak ribuan tahun dengan melihat 21.000 desa di
Pulau J awa, 700 nagari di Minangkabau, susunan negeri sembilan di
19

Malaya, begitu pula di Borneo, Bugis, Ambon, Minahasa, dan tempat lain.
Susunan persekutuan ini tidak rusak oleh pengaruh Hindu, Buddha, serta
feodalisme dan penjajahan. Desa tetap desa, walaupun susunannya
berubah-ubah sesuai dengan perubahan zaman dan desa merupakan
salah satu tonggak persekutuan adat yang lebih banyak samanya
daripada bedanya di seluruh Indonesia. Dalam susunan inilah terpilih
orang yang memegang kekuasaan dan menjadi perwakilan untuk ke
susunan yang lebih besar lagi. Perwakilan inilah yang memusyawarahkan
hal-hal yang lebih besar dan lebih luas. Perwakilan tidak saja menguatkan
persekutuan hukum adat dalam tata negara bagian bawah, tetapi menjadi
pedoman dalam keinginan bangsa sekarang dalam menyusun tata negara
bagian tengah dan bagian atas. Perwakilan inilah yang akan menjadi
sambungan jiwa tata negara rakyat dan dasar perwakilan merupakan
dasar abadi menurut kebudayaan Indonesia.
3) Kebijaksanaan
Pembentukan negara mewujudkan suatu pembaruan dan pembaruan
tidak lepas dari ketuhanan dan adat pusaka Indonesia yang sudah
dipengaruhi feodalisme pemerintahan jajahan. Negara Indonesia harus
disusun atas logika dan nasionalisme sehat. Melalui organisasi
pergerakan kemerdekaan, golongan terpelajar telah menyumbangkan
pikiran dan tenaga dalam pergerakan dan melalui pergerakan ini dinamika
dan cita-cita rakyat Indonesia dapat dibaca. Hikmat kebijaksanaan yang
menjadi pimpinan kerakyatan Indonesia adalah nasionalisme yang sehat
karena telah melepaskan diri dari anarkisme, liberalisme, dan semangat
penjajahan.
a) Paham Negara
Tiga dasar di atas membawa kita pada susunan negara
yang berdasar pada kenyataan. Kita tidak bergandengan
dengan pikiran Plato dengan Respublica- nya, Aristoteles
20

dengan Politea-nya serta Thomas More dengan Utopia-nya.
(1) Negara Indonesia menolak tata negara yang
melanggar dasar permuyawaratan, perwakilan, dan
kebijaksanaan.
(2) Negara Indonesia menolak segala paham
federalisme, monarki, liberalisme, autokrasi dan birokrasi,
serta demokrasi Barat.
(3) Negara Indonesia menolak segala macam
penjajahan. Negara Indonesia adalah negara kebangsaan
yang merdeka dan berdaulat penuh.
(4) Negara Indonesia menolak paham pemerintahan
istibdadi, paham pemerintahan khilaah, dan paham
pemerintahan filsafatiyah.
(5) Negara Indonesia menolak segala dasar penjajahan
kolonialisme sebagai dasar pembentukan negara.
(6) Negara Indonesia menolak segala tindakan yang
mengecewakan kedaulatan negara dengan menjalankan
kebonekaan.
Dengan menolak keenam paham di atas, negara Indonesia akan
mewujudkan paham-paham berikut.
(1) Negara rakyat Indonesia merupakan negara
persatuan yang tidak terpecah yang dibentuk di atas dan di
dalam badan bangsa Indonesia yang tidak terbagi-bagi.
Negara kesatuan atas paham unitarisme.
(2) Negara rakyat Indonesia mempunyai satu kedaulatan
yang dijunjung kepala negara dan oleh daerah dan rakyat
Indonesia.
(3) Kepala negara, pusat pemerintahan, pemerintah
daerah, dan pemerintahan persekutuan desa dipilih secara
umum dalam permusyawaratan yang disusun secara
kerakyatan. Negara rakyat Indonesia merupakan negara
21

pemerintahan syuriyah yang berdasarkan permusyawaratan
antar orang yang berilmu dan berakal sehat yang dipilih
berdasarkan paham perwakilan.
(4) Permusyawaratan, pemilihan, dan pembaruan pikiran
menjadi dasar pengangkatan dan segala pemutusan urusan
negara.
(5) Negari, desa, dan segala persekutuan hukum adat
yang diperbarui dengan jalan nasionalisme dan pembaruan
zaman dijadikan kaki susunan negara sebagai bagian
bawah.
(6) Pemerintah pusat dibentuk di sekeliling kepala negara
yang terbagi atas
(a) Wakil kepala negara,
(b) Kementerian, dan
(c) Pusat parlemen balai perwakilan yang terbagi
atas majelis dan balai perwakilan.
(d) Antara bagian atas dan bagian bawah di
bentuk bagian tengah sebagai pemerintah daerah.
(e) Negara rakyat Indonesia menjalankan
pembagian pekerjaan negara atas jalan desentralisasi
atau dekonsentrasi yang tidak mengenal federalisme
atau perpecahan negara.
(f) Negara rakyat Indonesia menjadi anggota
yang berkedaulatan dalam permusyawaratan bangsa-
bangsa sedunia.
d. Pembelaan Negara. Pengakuan dasar yang tiga itu memberi dasar
pada soal kemiliteran, pembelaan negara, dan pemertahanan negeri dengan
senjata. Permusyawaratan berdasarkan agama menimbulkan perang jihad,
dasar adat mengharuskan kita membela negeri melawan kelaliman, dan
rasionalisme mendorong kemajuan teknik dalam berperang.
22

e. Budi Negara. Tiap negara yang terbentuk oleh peradaban
sempurna harus mempunyai budi pekerti atau moral sebagai corak atau identitas
dari bangsanya. Budi pekerti negara merupakan tali perhubungan hati rakyat
dengan negara yang melindunginya.
1) Setia Negara
Negara pertama Kerajaan Syailendra Sriwijaya sanggup menahan
gelombang massa karena memiliki moral yang dipusatkan pada rasa
kebaktian dengan wujud kesetiaan kepada negara kesatuan. Tidak
berbakti kepada negara adalah suatu kesalahan yang besar. Walaupun
kerajaan ini runtuh, budaya setia masih berakar pada masyarakatnya.
Negara kedua Majapahit mempunyai moral menumpukkan kepercayaan
penuh kepada tenaga rakyat.
2) Tenaga Rakyat
Negara kedua Majapahit menjadi kuat di Asia Tenggara, terutama setelah
potensi tenaga rakyat yang besar dimanfaatkan seefektif mungkin oleh
Mahapatih Gajah Mada. Zaman sekarang memang sudah berubah, tetapi
kekuatan rakyat tetap merupakan potensi dan saat ini seluruh rakyat
Indonesia mempunyai tekad untuk merdeka dan moral rakyat yang ingin
dan mau merdeka ini merupakan dasar budi pekerti mereka.
3) Kemerdekaan
Setia negara, tenaga rakyat, dan ingin merdeka adalah moral negara
ketiga. Moral ini akan masuk dalam urat nadi negara baru. Moral negara
ini sangat tingggi nilainya karena budi pekerti tertanam dalam negara
berketuhanan Yang Maha Esa, yang beradab dan berkebangsaan.
f. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial)
Negara jangan dirasakan sebagai ikatan hidup yang menyempitkan hidup
rakyat atau dipandang sebagai autokrasi atau oligarki. Kegembiraan akan
muncul apabila negara yang dibentuk atas peradaban kita memberikan jaminan
23

dalam undang-undang dasar akan adanya perubahan besar yang menyangkut
bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah serta seluruh kehidupan ekonomi
sehari-hari. Untuk itu, hendaklah negara baru ini berhubungan langsung dengan
keinginan rakyat.
1. Daerah Negara Hendaklah negara yang dibentuk ini meliputi
daerah yang diinginkan oleh rakyat Indonesia. Tentulah juga tanah negara
berwarna Indonesia. Kita tidak mau ada satu enklave di dalam wilayah
negara.
2. Penduduk dan Putra Negara Pada saat pelantikan negara nanti
sudah ditentukan siapa yang menjadi putra negara, hendaklah sudah ada
ketentuan tentang golongan peranakan Arab dan Tionghoa sebelum
pelantikan negara.
3. Bentuk Negara Indonesia Pada saat pelantikan negara baru,
bertambahlah di atas dunia anggota keluarga yang sudah berumur tua
dan berperadaban luhur dengan wilayah yang mahaluas dan kaya,
makmur, dan sudah permai serta rakyatnya yang beragama.
Kesejahteraan rakyat menjadi dasar dan tujuan negara yang ringkasnya
adalah keadilan masyarakat atau keadilan sosial. Dalam Perang Dunia II
ini berkat bantuan tentara Dai Nippon dan berkat kesungguhan
perjuangan rakyat Indonesia, kita ditakdirkan naik dari kedudukan negara
jajahan menjadi negara rakyat merdeka. Bentuk negara Indonesia yang
merdeka berdaulat ini adalah suatu Republik Indonesia yang tersusun
dalam paham unitarisme.
4. Pidato Mr. Muh. Yamin tersebut ditutup dengan syair.

3. Substansi Pidato Ki Bagoes Hadi koesoemo pada tanggal 31 Mei 1945
Bila masyarakat atau negara sudah kocar kacir sudah ada batas antara baik
buruk, halal haram, allah akan membangkitkan para nabi untuk memimpin dan
membangun masyarakat menuju keadilan, ketentraman keamanan dan
kesejahteraan.Hidup manusia adalah masyarakat, manusia tidak dapat hidup tanpa
orang lain harus saling tolong menolong. Kita kaum tahu bagaimana Nabi membentuk
24

negara akan masyarakat akan masyarakat baru . Kita kaum tahu apa yang membuat
kesal dan kekacuan di masyarakat yaitu perlakuan jahat . Setengah kekuatan jahat
yang paling berbahaya adalah tamah dan serakah (menang sendiri,enak sendiri, kaya
sendiri, dapat nama sendiri)agar tidak ada yang menang sendiri, dapat nama sendiri,
kita perlu musyawarah. Dalam usaha memperbaiki masyarakat Nabi dan Rosul menitik
beratkan pada perbaikan budi pekerti , Bila semua berbudi pekerti baik tidak perlu ada
aturan yang menyikapi karena ada hawa nafsu maka diperlukan peraturan dan
pemerintah agar masyarakat tertip, aman sentosa,sejahtera.
Pedoman apa saja yang diajukan para nabi ? ada empat peran pokok yaitu:
a. Ajaran Iman atau kepercayaan pada Allah dan perkara gaib.Dari Iman
timbul watak dan Budi pekerti baik yang akan mematahkan nafsu jahat.
b. Ajaran beribadah, berhikmat dan berbakti pada allah ajaran ibadah ini
baru terasa manfatnya bila seseorang telah melakukanya sendiri, ajaran ini
pertama hanya terangkan / diajarkan tapi baru bermanfaat setelah
diimplementasikan, kedua ajaran diatur merupakan kemajuan manusia pada
Tuhannya.
c. Ajaran beramal sholeh, Maknaya merekah tepi semua orang memahami
artinya, Manusia mau berbuat baik, kepada orang tua anak, anak, tetangga,
tamu handai taulan golongan lain dan kepada masyarakat.
d. Ajaran berjihad dijalan allah sukarela berjuang berkorban tanpa pamprih
untuk menegakkan dan kebenaran.
Keempat perkara ini merupakan ringkasan ajaran islah yang telah diajarkan para nabi
untuk memperbaiki, menyusun masyarakat serta negara. Hubungan mukmin dengan
mukmin lainya seperti batu dalam tembok saling mengokohkannya seperti keadaan
untuk kita satu anggota tubuh sakit badan merasakan (sabda nabi Muhammad SAW)
350 tahun penjajahan membuat bangsa terpecah belah agama seharusnya menjadi tali
pengikat yang kuat tapi bahkan mejadi pangkal cek cok dan perpecahan padahal
agama adalah petunjuk Tuhan menuju kebahagiaan dan kesejahteraanpertama didunia
dan akhirat. Bukan Cuma perkara agama yang dapat menimbulkan perselisihan
perkara apakah bentuk negara republik atau monarhki, serikat atau kesatuan dapat
menimbulkan perselisihan. Permusyawaratan harus didasarkan kesucian dan kejujuran
25

tidak boleh berdasarkan perorangan, golongan, menang sendiri karena akan
menimbulkan perpecahan sampai saat ini bekas bekas politik penjajahan masih ada.
J ika saudara menghendaki negara Indonesia dengan rakyat kuat dirikanlah negara ini
atas petujuk alquran dan hadisk seperti yang sudah diterangkan tadi. Bila menginginkan
ekonomi kuat dirikanlah negara ini diatas perintah allah .......... ( surat nabil 14). Bila
menginginkan negara kuat dalam pertahanan dan keamanan bangunlah negara atas
firman allah..( surat infal 62, surat shof 2-3-4)surat shof(10-11-12-13).
Bila menginginkan berdirinya pemerintahan yang adil bijaksana bersendi
permusyawaratan tidak memaksa tentang agama dirikan negara ini atas islam..(surat
mak 90, surat 5., surat al imronisa, surat syuro 38, surat baqoroh 256) bagi yang tidak
setuju negara berdasarkan agama dengan alasan alasan lain agar agama tetap suci
jangan dicampururusan negara. Dalam alquran 6000 ayat dan hanya 100 ayat yang
mengatur ibadat dan akhirat sisanya mengenai tata negara dan wawasan keduniaan,
sudah 1400 tahunhukum islam di berlakukan dibanyak negara islam. Ada juga
berannggapan bukan agama islam sudah sholat dan hukunnya wajib tidak cocok
dengan negara modern. Pemerintah india belanda telah mengganti hukum islam
tentang waris pada 1922 dan dijalankan pada 1934, juga ada upaya mengganti hukum
islam dalam pernikahan. Sudah banyak hukum islam telah menjadi adat isti adat yang
dapat dilihat dalam budaya pedesaan. Sebagian besar pahlawan yang berani
melakukan implementasi berdasarkan perjuangannya pada islam. Mudah mudahan
negara indonesia baru nanti berdasarkan islam dan menjadi negara yang tegak ,teguh,
kuat, dan kokoh.
Syarat mutlak adanya suatu negara harus ada daerah, rakyat, dan pemerintah
yang berdaulat menurut hukum internasional, juga syarat mutlak tentang pembelaan
tanah air. Tentang syarat mutlak pertama yaitu daerah, saya setuju daerah batas
Hindia Belanda, tetapi jika wilayah lain ingin bergabung,seperti contoh negari malaka
dan Borneo utara kita tidak berkeberatan terutama bukan yang menentukan tapi
saudara saudara kita yang ada di Malaka dan Borneo utara. Tentang syarat mutlak
kedua yaitu rakyat sebagai warga negara, tentunya penduduk asli Indonesia langsung
menjadi warga negara, sedangkan warga peranakan yang berkeinginan menjadi warga
negara harus diterima menjadi warga negara. Yang perlu dijaga adalah tidak terjadi
26

kewarganegaraan rangkap atau kehilangan kewarganegaraan.
Syarat mutlak kerja yaitu pemerintah berdaulat menurut hukum internasional.
Menurut dasar apa negara yang akan kita dirikan. Ada 3 uraian negara yaitu:
a. Persatuan negara (cenheidsetaat) atau negara serikat (Brudstaat ) atau
sebagai perubahan negara ( sttenbond)
b. Bagaimana hubungan negara negara dengan agama
c. Apakah republik atau monarhki
Untuk itu perlu kita ketahui dulu tentang negara dan ada keluarga teori,
berbangsa aliran pikiran tentang negara. Untuk pemerintahan berdaulat menurut hukum
internasional, kita harus membicarakan dasar sistem pemerintahan, apakah persatuan
negara, atau negara serikat atau persekutuan negara, bagaimana hubungan negara
dan agama, serta apakah berbentuk republik atau monarki. Untuk itu, perlu kita ketahui
dulu tentang negara.
a. Teori Individualisme Thomas Hobbes dan J ohn Locke, J ean J aques
Rosseau, Herbert Spencer, serta H.J . Larki mengatakan bahwa negara ialah
masyarakat hukum yang disusun atas kontrak di antara seluruh individu di dalam
masyarakat tersebut. Dasar individualisme ada di negeri Eropa Barat dan
Amerika.
b. Teori Golongan Karl Marx, Engel, dan Lenin mengatakan bahwa negara
adalah alat dari golongan (kelas) untuk menindas golongan (kelas) lain. Negara
kapitalis adalah alat kaum borjuis untuk menindas kaum buruh. Oleh sebab itu,
perlu ada revolusi kaum buruh merebut kekuasaan agar kaum buruh ganti
menindas kaum borjuis.
c. Teori Integralistik Spinoza, Adam Muller, dan Hegel mengatakan bahwa
negara bukan untuk kepentingan individu atau golongan, melainkan untuk
menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan. Negara
merupakan susunan masyarakat yang integral. Semua golongan menyatu
sebagai masyarakat organis. Negara tidak memihak pada golongan yang besar
atau kuat, juga tidak mementingkan kepentingan individu, tetapi menjamin
keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat
dipisah-pisahkan.
27

Kita tidak dapat meniru negara lain dan mencontoh dari luar hanya sebagai
peringatan saja. Tiap-tiap negara mempunyai corak sendiri dan mempunyai kultur
sosial sendiri sehingga yang baik bagi suatu negara belum tentu baik bagi negara lain.
Struktur negara Indonesia harus disesuaikan dengan struktur sosial Indonesia sendiri.
Sistem Eropa Barat dengan individualisme dan liberalisme telah memisahkan
individu dari masyarakat sosialnya dan saat ini telah terjadi krisis rohani di sana. Sifat
ini harus kita jauhkan dari pembangunan negara Indonesia. Dasar susunan negara Uni
Soviet yang diktator proletariat mungkin cocok dengan kondisi sosial negeri Uni
Soviet, tetapi dasar pengertian negara itu bertentangan dengan sifat asli masyarakat
Indonesia. Negara J erman dengan nasional sosialisnya sekarang menyerah dalam
peperangan ini. Prinsip totaliter berkaitan dengan persamaan darah serta daerah dalam
hubungan antara pemimpin dan rakyatnya. Prinsip nasional sosialis merupakan prinsip
persatuan antara pemimpin dan rakyat dan hal ini sesuai dengan adat ketimuran.
Negara Dai Nippon berdasarkan atas persatuan kekal antara kaisar, negara, dan
rakyat. Tennoo adalah pusat rohani seluruh rakyat dan negara yang bersandar atas
kekeluargaan. Dasar persatuan dan kekeluargaan ini sangat cocok untuk Indonesia.
Semangat kebatinan dan struktur kerohanian bangsa Indonesia bersifat dan bercita-cita
persatuan hidup, persatuan kawula dan gusti, persatuan mikrokosmos dan
makrokosmos, persatuan antara rakyat dan pemimpinnya. Sifat tata negara asli
Indonesia masih dapat dilihat sampai saat ini berupa desa, baik di J awa maupun di luar
J awa yang pemimpinnya bersatu dengan rakyatnya. Kepala rakyat yang memegang
adat senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya. Dalam suasana persatuan antara
rakyat dan pemimpinnya, semua golongan diliputi suasana gotong royong semangat
kekeluargaan. Negara Indonesia nanti harus sesuai dengan sifat dan corak
masyarakatnya maka negara harus mengikuti aliran integralistik, yaitu negara yang
bersatu dengan rakyatnya dan mengatasi seluruh golongan dalam lapangan apa pun.
Teori negara integralistik tidak mengesampingkan adanya golongan dan individu.
Negara mengakui dan menghormati adanya golongan dalam masyarakat nyata, tetapi
semua individu dan golongan akan insaf pada kedudukannya sebagai bagian dari
organik dan negara seluruhnya.
Dalam negara persatuan ini hendaklah dipisahkan antara agama dan negara.
28

Kita tidak akan mendirikan negara Islam. Pengertian negara Islam berbeda dengan
pengertian Negara berdasar cita-cita hukum agama Islam. Pada negara Islam, negara
dan agama adalah satu. Turki sebelumnya adalah negara Islam, tetapi sejak 1924 Turki
tidak lagi negara Islam walaupun rakyatnya hampir seluruhnya beragama Islam. Mesir,
Irak, Iran, dan Saudi Arabia, masih negara Islam. Kita tidak akan meniru negara lain
dalam menyusun negara Indonesia, tetapi harus melihat pada keistimewaan
masyarakat Indonesia yang nyata. Indonesia mempunyai sifat berbeda dengan Mesir,
Irak, Iran, dan Saudi Arabia. Kita berada di Asia dalam lingkungan yang bukan Islam
krpus. Di Mesir, Irak, dan Iran pun masih ada aliran pikiran yang mempersoalkan
penyesuaian hukum syariah dengan kebutuhan internasional dan kebutuhan modern
aliran zaman sekarang. J ika kita akan mendirikan negara Islam, pemikiran tersebut
akan timbul di negara kita sehingga kita tidak mendirikan negara persatuan karena
mendirikan negara Islam berarti negara mempersatukan diri dengan golongan terbesar
yang akan menimbulkan minderhedan golongan agama kecil.
Hendaknya kita mendirikan negara nasional yang bersatu dalam arti totaliter.
Negara bersatu ini bukan negara yang tidak beragama. Negara bersatu ini tetap
memelihara budi pekerti luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur
yang semuanya itu memakai dasar moral yang dianjurkan oleh agama Islam. Kita tidak
mendirikan negara federasi, tetapi negara persatuan. Mengenai sentralisasi dan
desentralisasi, hal itu bergantung pada masa, tempat, dan soal bersangkutan. Apakah
monarki atau republik, itu hanya masalah bentuk. Yang penting adalah bagaimana
kepala negara menyatu dengan rakyatnya. Cara mengangkat pemimpin jangan meniru
cara Barat karena alirannya individualisme sehingga amat berbeda dengan corak
Indonesia. Untuk menjamin kepala negara terus menyatu dengan rakyat harus dibentuk
badan permusyawaratan. Kepala negara harus terus bergaul dengan badan ini supaya
mengetahui terus apa keinginan rakyat. Menyatunya pemimpin dengan rakyatnya harus
diteruskan sampai pada tingkat kepala daerah, bahkan sampai pada tingkat kepala
desa atau kepala adat.
Dalam negara integralistik, hubungan negara dengan ekonomi menggunakan
sistem sosialisme negara yang mengatur bahwa perusahaan penting akan diurus
negara. Namun, negara akan menentukan di mana, pada masa apa, perusahaan apa
29

yang dapat dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau oleh swasta demi
kepentingan negara dan rakyat. Mengenai masalah tanah, negara menguasai seluruh
tanah dan tambang-tambang penting dikuasai negara. Namun, tanah pertanian tetap
dipegang oleh petani mengingat sebagian besar rakyat Indonesia adalah petani. Dalam
lapangan ekonomi negara akan bersifat kekeluargaan. Oleh sebab itu, sistem koperasi
harus menjadi dasar ekonomi Indonesia.
4. Substansi pidato Ir. Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945
Selama tiga hari berturut-turut sudah banyak yang berpidato, tetapi yang diutarakan
bukan yang diperlukan BPUPKI, yaitu dasar negara (philosophische grondslag). Apa
arti merdeka? Merdeka merupakan suatu kemandirian politik (political independence).
J angan terlalu jelimet mengartikan merdeka, jangan harus ada ini dan itu. Saudi
Arabia merdeka ketika lebih dari 80 persen rakyatnya buta huruf. Kemerdekaan itu
bagai jembatan dan di seberang jembatan. Itulah prinsipnya, kita sempurnakan
masyarakatnya. J angan gentar dan jangan jelimet memikirkan harus ada ini dan itu
baru merdeka, tapi kita harus merdeka sekarang, sekarang, dan sekarang.
Uni Soviet, Saudi Arabia, Amerika Serikat, ternyata sanggup mempertahankan
kemerdekaannya. Apabila kemerdekaan dibandingkan dengan perkawinan, ada yang
berani lekas kawin, ada yang takut, ada yang harus tunggu punya rumah, dan
sebagainya baru kawin. Saudara kita si Marhaen berani kawin walaupun cuma punya
satu tikar dan gubug. Kita sekarang mau merdeka atau tidak.
Di dalam Indonesia merdeka barulah kita memerdekakan rakyat kita satu per
satu. Di dalam Indonesia merdeka kita sehatkan dan sejahtera rakyat kita. Kalau kita
sudah bicara tentang merdeka, kita bicarakan mengenai dasar, philosophische
grondslag, weltanschaung. Hitler mendirikan J erman di atas national sozialistische
weltanschaung. Lenin mendirikan negara Soviet dengan Marxistische, Nippon
mendirikan Dai Nippon di atas Tennoo Koodoo Seishin. Ibnu, yaitu Islam Saud
mendirikan negara Saudi Arabia di atas dasar agama. Weltanschaung harus kita
bulatkan dulu sebelum Indonesia merdeka dan para idealis di dunia bekerja mati-matian
untuk menyusun dan merealisasikan weltanschaung mereka. Lenin mendirikan Uni
Soviet dalam 10 hari di tahun 1917, tetapi weltanschaung-nya sudah dipersiapkan sejak
1895. Adolf Hitler berkuasa pada tahun 1935, tetapi weltanschaung-nya sudah
30

dipersiapkan sejak 1922. Dr. Sun Yat Sen mendirikan negara Tiongkok pada tahun
1912 tapi weltanschaung-nya sudah dipersiapkan sejak 1885, yaitu San Min Chu I.
a. Kebangsaan
Kita tidak mendirikan negara buat satu orang, satu golongan, tetapi buat semua
sehingga dasar pertama untuk negara Indonesia adalah dasar kebangsaan.
Kita mendirikan suatu negara kebangsaan Indonesia. Dasar kebangsaan bukan
kebangsaan dalam arti sempit. Arti bangsa menurut Ernest Renan, Le desir
detre ensemble, kehendak akan bersatu. Otto Bauer juga menyatakan
bangsa adalah persatuan perangai karena persatuan nasib. Kedua definisi
ini memang sudah ketinggalan begitu muncul ilmu baru geopolitik di mana
persatuan manusia dengan tempat menjadi objeknya. Kita bukan cuma
membicarakan bangsa, melainkan juga tanah airnya. Rakyat Minangkabau yang
ada dimana-mana merasakan desir detre ensemble walaupun Minangkabau
hanya bagian kecil dari nusantara, demikian juga masyarakat J ogja, Sunda, dan
Bugis. Nationale staat meliputi seluruh bangsa Indonesia dan seluruh wilayah
Indonesia yang merupakan satu kesatuan. Dalam sejarah kita cuma dua kali
mengalami nationale staat, yaitu di masa Sriwijaya dan Majapahit. Di masa
Mataram memang merdeka, tetapi tidak nationale staat. Orang Tionghoa klasik
tidak mau kebangsaan karena mereka memeluk paham Kosmopolitisme, tetapi
untung ada Dr. Sun Yat Sen yang mengubah paham tersebut.
b. Internasionalisme
Dasar kebangsaan ada bahayanya, yaitu dapat menimbulkan chauvinisme yang
bisa mengarah pada Indonesia uber alles. Kita cinta tanah air yang satu, merasa
berbangsa satu, dan punya bahasa yang satu, tetapi Indonesia hanya satu
bagian kecil dunia. Kita akan mendirikan negara Indonesia merdeka sekaligus
menuju pada kekeluargaan bangsa-bangsa, internasionalisme tidak berarti
kosmopolitisme yang meniadakan bangsa. Internasionalisme tidak dapat hidup
subur bila tidak berakar di buminya nasionalisme, sedangkan nasionalisme tidak
dapat hidup di taman sarinya internasionalisme. Prinsip pertama dan kedua
31

saling bergandengan erat.

c. Mufakat, Perwakilan, dan Permusyawaratan
Kita tidak mendirikan negara untuk satu orang, satu golongan, tetapi semua
untuk semua, satu buat semua, semua buat satu, dan agar negara menjadi kuat
perlu permusyawaratan perwakilan. Untuk pihak Islam inilah tempat terbaik untuk
memelihara agama. Dengan cara mufakat kita perbaiki semua hal yang
bersangkut paut agama. Golongan agama dapat memanfaatkan dasar ini untuk
memperjuangkan kepentingannya.
d. Kesejahteraan Sosial
Selama tiga hari belum terdengar prinsip kesejahteraan, prinsip tidak ada
kemiskinan di Indonesia. Apakah kita mau merdeka dengan kaum kapitalis
merajalela ataukah rakyatnya yang sejahtera? Di Eropa dan Amerika ada badan
perwakilan, tetapi nyatanya kapitalis merajalela di sana. Demokrasi yang kita
perlukan bukanlah demokrasi Barat, melainkan demokrasi yang memberi
penghidupan, yaitu demokrasi politik ekonomi yang mampu mendatangkan
kesejahteraan sosial. Kita mengenal cerita Ratu Adil di mana rakyat miskin
berjuang dan menciptakan dunia baru yang lebih sejahtera yang dipimpin oleh
Ratu Adil. Kita tidak saja memiliki persamaan politik, tetapi juga persamaan
ekonomi, yaitu kesejahteraan bersama. Badan permusyawaratan kita bukan saja
badan permusyawaratan politik demokrasi, melainkan juga mewujudkan dua
prinsip, yaitu politiche rechtvaadigheid dan sociale recht vaardigheid. Dalam
badan permusyawaratan kita bicarakan segala hal, termasuk urusan kepala
negara. Diharapkan semua kepala negara harus dipilih dan negara bukan
monarki.
Kita sudah punya empat prinsip, yaitu kebangsaan Indonesia,
internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, dan
kesejahteraan sosial. Prinsip yang kelima adalah ketuhanan. Bukan saja
bangsa Indonesia bertuhan, tetapi setiap orang Indonesia hendaknya bertuhan
32

dengan tuhannya sendiri. Hendaknya rakyat bertuhan secara kebudayaan,
dengan tiada egoisme agama. Marilah kita jalankan agama secara berkeadaban,
saling menghormati. Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur. Kelima dasar ini
tidak dinamakan Pancadharma karena dharma berarti kewajiban, sedangkan kita
saat ini membicarakan dasar. Kelima dasar ini dinamakan Pancasi l a karena sila
berarti asas atau dasar. J ika ada yang tidak senang, angka lima dapat diperas.
Kebangsaan dan internasionalisme kebangsaan serta peri kemanusiaan diperas
menjadi socio-nasionalisme. Demokrasi dan kesejahteraan diperas menjadi
satu menjadi socio-democratie dan tinggal ketuhanan yang saling
menghormati. Dari lima tinggal tiga, yaitu socio-nasionalisme, socio
democratie, dan ketuhanan. Ketiga dasar ini dinamakan Tri si l a. J ika tidak
senang dengan angka tiga dan minta satu dasar, negara Indonesia adalah
semua buat semua, ada kata Indonesia tulen, yaitu gotong royong. Negara
Indonesia yang kita dirikan harus berdasarkan gotong royong dan dasar yang
satu ini dinamakan Ekasi l a.
Tidak ada satu pun weltanschaung yang menjelma menjadi realitas tanpa
perjuangan. J ika ingin merealisasikan Pancasila, perlu perjuangan. Dengan
berdirinya negara Indonesia tidak berarti perjuangan selesai. J ustru, kita baru
memulai perjuangan, tetapi sifat dan coraknya lain.
Sesudah sidang resmi pertama, ada beberapa sidang tidak resmi selama
masa reses, antara lain, sidang Panitia 9 yang membahas Pembukaan
(Preambule) Undang-Undang Dasar. Sidang ini ditangani oleh Moh. Hatta,
Muh. Yamin, Subardjo, Maramis, Ir. Soekarno, K.H Abdul Kahar Muzakir, Wachid
Hasyim, Abikusno Tjokro Soejoso, dan Haji Agus Salim. Mereka berhasil
menyusun konsep Pembukaan UUD Indonesia merdeka yang mereka namakan
Piagam Djakarta dan ditandatangani pada tanggal 22 J uni 1945. Konsep ini
dilaporkan oleh Ir. Soekarno dalam sidang resmi kedua BPUPKI pada tanggal 10
J uli 1945. Di dalam konsep ini dasar negara berbunyi, Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya, menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
33

permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Setelah menyampaikan pembukaan ini, Ir.
Soekarno menambahkan, antara lain, masuk di dalamnya ketuhanan dan
terutama sekali kewajiban umat Islam untuk menjalankan syariat Islam, masuk di
dalamnya kebulatan nasionalisme Indonesia, persatuan bangsa Indonesia
masuk di dalamnya, keadilan sosial, sociale recht vaardigheid masuk di
dalamnya. Maka oleh karena itu, panitia kecil penyelidik usul-usul berkeyakinan
bahwa inilah preambul yang dapat menghubungkan dan mempersatukan semua
aliran yang ada di kalangan anggota-anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai ....
Dalam tanya jawab selanjutnya, ada pertanyaan yang isinya berkeberatan
tentang dimasukkannya hal yang mewajibkan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya dengan alasan bahwa hal ini dapat memunculkan permasalahan
antara hukum adat dan hukum agama, terutama dalam warisan (adat
Minangkabau) dan dalam masalah tanah (adat Maluku). Pertanyaan itu diajukan
oleh Latuharhary.
J awaban Ir. Soekarno adalah, Barangkali tidak perlu diulangi bahwa
preambul adalah hasil jerih payah untuk menghilangkan perselisihan paham
antara golongan yang dinamakan golongan kebangsaan dan golongan Islam.
J adi, manakala kalimat ini tidak dimasukkan, saya yakin bahwa pihak Islam tidak
dapat menerima preambul ini. Haji Agus Salim juga menambahkan keterangan
yang ada sangkut pautnya adat Minangkabau dengan syariat Islam.
Dalam sidang resmi kedua BPUPKI tanggal 14 J uli 1945, Ketua Panitia
UUD, Ir. Soekarno, melaporkan konsep Pernyataan Indonesia Merdeka.
Pernyataan kemerdekaan ini mirip Declaration of Independence Amerika Serikat.
Pernyataannya dimulai dengan bait pertama preambul Undang-Undang Dasar
(Djakarta Charter) yang dilanjutkan dengan alasan-alasan Indonesia menyatakan
kemerdekaannya, lalu masuk bait kedua preambul. Selanjutnya, dalam bait
ketiga terdapat pernyataan ... MENYATAKAN KEMERDEKAANNYA .... yang
tercetak dengan huruf 33egara33 dan tebal. Dalam bait keempat preambul,
dasar negara masih seperti dalam Piagam Djakarta. Dasar negara tidak ada
perubahan sampai BPUPKI selesai bersidang.
34

Dalam sidang pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) tanggal 18 Agustus 1945 di gedung Tyunoo Sangi Lu (sekarang
Kementerian Luar Negeri), sidang diketuai dan dibuka oleh Ir. Soekarno yang
selanjutnya mempersilakan Drs. Moh. Hatta sebagai wakilnya untuk
menyampaikan pidato yang isinya, antara lain, menghilangkan pernyataan
Indonesia merdeka dan pembukaan yang lama serta menggantinya dengan
pembukaan yang dirancang oleh panitia kecil. Selanjutnya, pembukaan tersebut
dibacakan dengan Bab IV Dasar Negara yang sudah berbunyi, Ketuhanan
Yang Maha Esa, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ki Bagus Hadikusumo
menyarankan agar pernyataan menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab dihilangkan saja.
Pada akhir sidang dimufakati bahwa pembukaan undang-undang dasar
yang dibacakan terdapat pada Bab IV Dasar Negara yang isinya seperti yang
ada saat ini, yaitu, Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan
ini Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia dianggap sah.
Antara kedua pidato usul dasar negara tersebut, baik dari Mr. Muh. Yamin
maupun dari Ir. Soekarno terdapat banyak substansi yang hampir sama.
Keduanya sama-sama mengajukan lima dasar dan sama-sama dimulai dengan
kata kebangsaan. Pada dasar kedua Muh. Yamin mengajukan peri
kemanusiaan, sedangkan Ir, Soekarno mengajukan internasionalisme/peri
kemanusiaan. Peri ketuhanan diusulkan sebagai dasar ketiga oleh Mr. Muh.
Yamin sementara Ir. Soekarno mengusulkannya pada dasar kelima. Dasar
keempat yang diajukan Mr. Muh. Yamin adalah peri kerakyatan,
permusyawaratan, perwakilan, dan kesejahteraan. Sementara itu, Ir.
Soekarno memasukkannya pada dasar ketiga, yaitu mufakat, perwakilan, dan
35

permusyawaratan. Dasar kesejahteraan rakyat diusulkan menjadi dasar
kelima oleh Muh. Yamin, sedangkan Ir. Soekarno mengusulkan kesejahteraan
sosial menjadi menjadi dasar keempat.
Dasar pertama, baik oleh Mr. Muh. Yamin maupun Ir. Soekarno diuraikan
cukup panjang. Dasar kerakyatan oleh Mr. Muh. Yamin juga diuraikan panjang
dan lebih mendetail, sedangkan oleh Ir. Soekarno dasar mufakat diuraikan tidak
begitu panjang dan mendetail. Mr. Muh. Yamin tidak memberi nama kelima
dasar yang ia usulkan, sedangkan Ir. Soekarno memberi nama Pancasila.
Bahkan, oleh Ir. Soekarno kelima dasar tersebut masih bisa diperas menjadi tiga
dasar dengan nama Trisila dan masih bisa diperas lagi menjadi satu dasar
dengan nama Ekasila.
Prof. Dr. Mr. Soepomo tidak memerinci dasar per dasar dalam pidatonya,
tetapi keseluruhan pidatonya mengandung substansi paham integralistik yang
kuat sekali. Sayangnya, kumpulan pidato Drs. Moh. Hatta belum ditemukan
sampai saat ini. Namun, ada sedikit masukan bahwa pidato Drs. Moh. Hatta
yang menyangkut masalah hak individu kurang terlihat dalam pidato Mr. Muh.
Yamin ataupun Ir. Soekarno dan tidak mungkin dimunculkan oleh Prof Dr. Mr.
Soepomo yang beraliran integralistik. Baik Mr. Muh. Yamin maupun Ir.
Soekarno menekankan negara kebangsaan adalah negara semua untuk
semua. Paham tersebut tidak integralistik dan tidak individualistis. Sementara
itu, paham integralistik sangat menitikberatkan pada persatuan antara pimpinan
dan rakyatnya serta persatuan dalam negara seluruhnya (totaliter).
Ketika Ir. Soekarno menyampaikan Pancasila bisa diperas menjadi Trisila
dan Ekasila, pada dasar gotong royong Ir. Soekarno sudah mendekati
kesamaan substansi dengan pidato Prof. Dr. Mr. Soepomo. Kebetulan Prof. Dr.
Soepomo merupakan ketua tim kecil perancang undang-undang dasar negara
Indonesia sehingga dalam batang tubuh UUD negara substansi Integralistik
terasa sekali.
Pengaruh aliran Islam cukup kuat dalam penyusunan dasar negara dan
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia walaupun tidak ada dari aliran Islam
yang menyampaikan pidato untuk dasar negara. Namun, dalam interupsi pada
36

pidato serta dalam tanya jawab pada sidang resmi kedua dan sidang-sidang
tidak resmi, terlihat sekali betapa kuatnya mereka ingin memasukan kewajiban
syariat Islam dalam dasar negara maupun dalam batang tubuh Undang-Undang
Dasar Negara.
Dari Tim 9 yang dibentuk untuk menyusun Preambule Undang-Undang
Dasar terjadi diskusi tawar-menawar cukup alot antara aliran Islam dan negara
dan akhirnya muncul Preambule Undang-Undang Dasar dengan dasar negara
yang mencantumkan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para
pemeluknya yang kita kenal dengan Piagam Jakarta.
Paham komunis tidak masuk dalam penyusunan dasar negara dan
Undang-Undang Dasar negara karena organisasi ini dibubarkan pemerintah
J epang. J epang menganut paham fasisme yang amat bertentangan dengan
komunisme.
Suasana kebatinan ingin cepat merdeka dan ingin memanfaatkan
momentum yang ada (vacuum of power) ikut memengaruhi para pendiri bangsa
(founding fathers) dalam menyusun dasar negara. Hal ini disadari karena
sebentar lagi J epang akan kalah dan sebentar lagi sekutu akan mendarat di
pusat kekuasaan di Indonesia yang ikut diboncengi pemerintahan Belanda atau
Nederlandsch Indi Civil Administratie (NICA). Sementara itu, para petinggi
J epang di J akarta ikut dalam sidang BPUPKI sehingga pengaruh kehadiran
mereka cukup besar dalam penyusunan dasar negara dan Undang-Undang
Dasar Negara. Salah satunya adalah pembuatan dokumen Pernyataan
Kemerdekaan Indonesia yang ingin mencontoh dokumen Declaration of
Independence-nya Amerika Serikat. Di dalam dokumen ini tertulis peran besar
angkatan perang J epang dalam membebaskan Indonesia dari penjajahan
negara Barat (Belanda) dan akhirnya memerdekakan Indonesia pada akhir
Perang Dunia II. Pada tanggal 18 Agustus saat sidang pertama PPKI ketika
J epang sudah menyerah dan Indonesia sudah merdeka, pada awal sidang
langsung dinyatakan bahwa Pernyataan Kemerdekaan dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar lama dihilangkan dan diganti dengan pembukaan yang baru.
Dalam dokumen itu pernyataan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
37

pemeluknya sudah tidak ada lagi. Luapan kegembiraan merdeka serta suasana
kekeluargaan yang kuat dan kewaspadaan yang tinggi untuk menghadapi
ancaman sekutu sementara tentara J epang masih menunjukkan keberadaannya
telah menyelimuti para pendiri bangsa (founding fathers) untuk terus bermufakat
mengatasi perbedaan pendapat. Munculnya kerelaan untuk lebih mendahulukan
kepentingan bangsa daripada kepentingan kelompok atau aliran telah
menghasilkan kesepakatan mengesahkan dasar negara pada tanggal 18
Agustus 1945. Tidak semua masalah prinsip telah diselesaikan dengan mufakat
karena masalah bentuk negara (monarki atau republik) diputuskan melalui
voting.
5. RANGKUMAN
Dalam pokok bahasan di atas, kita telah mempelajari substansi isi pidato usul dasar
negara Indonesia yang disampaikan oleh tiga orang pembicara dan bagaimana
penyempurnaannya sampai pada teks yang ada saat ini. Substansi yang disampaikan
Mr. Muh. Yamin banyak kesamaannya dengan yang disampaikan oleh Ir. Soekarno.
Ketika Ir. Soekarno sampai pada Ekasila gotong royong, substansi Prof. Dr. Mr.
Soepomo yang berupa negara integralistik negara identik dengan pemikiran Ir.
Soekarno. Ada suasana kebatinan dan kebijaksanaan yang kuat sekali dalam
musyawarah para pendiri bangsa (founding fathers) ketika menyusun dasar
negara sehingga perbedaan yang tajam dapat diselesaikan dalam waktu relatif
singkat.
Latihan
Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda terhadap kegiatan belajar 1, cobalah
kerjakan latihan berikut ini!
1. Apa kesamaan dan perbedaan substansi antara perikemanusiaan dari Mr. Muh.
Yamin dan internasionalisme dari Ir. Soekarno dalam pidatonya ketika mengusulkan
dasar negara Indonesia?
2. Mengapa paham negara menurut Ernest Renan dan Otto Bauer sudah dirasakan
kuno pada saat penyampaian pidato mengusulkan dasar negara?
3. Mengapa paham integralistik saat itu begitu kuat, baik dalam penyampaian
38

sebagai usulan dasar negara maupun dalam pengumuman batang tubuh Undang-
Undang Dasar 1945 ?
4. Begitu kuatnya keinginan untuk memasukkan kewajiban menjalankan syariat
bagi pemeluknya dalam dasar negara membuat semua usul pembukaannya dalam
sidang kedua BPUPKI tidak diterima. Namun, pada awal sidang pertama PPKI pada
tanggal 18 Agustus 1945 kalimat yang berbunyi kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluknya sudah dikeluarkan dari dasar negara. Suasana kebatinan apa yang
memengaruhinya?
5. Mr. Muh. Yamin mengusulkan kesejahteraan dalam pidatonya, sedangkan Ir.
Soekarno mengatakan bahwa sampai saat ini belum ada yang berbicara tentang
kesejahteraan sosial. Apa perbedaan substansi antara kesejahteraan rakyat Mr. Muh.
Yamin dengan kesejahteraan sosial Ir. Soekarno?
Daftar Bacaan
Bacaan Utama
Sekretariat Negara. 1995. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).



39

Kegiatan Belajar 2
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
DAN PANDANGAN HIDUP BANGSA

1. Pengalaman Masa Penjajahan
Pengalaman atas penjajahan selama tiga setengah abad menumbuhkan hasrat
yang kuat untuk hidup bebas sebagai dambaan bangsa. Pengalaman atas penderitaan
dan kemiskinan selama itu melahirkan kesadaran akan prinsip kemanusiaan dan
keadilan. Pengalaman akan kebodohan dan keterbelakangan membangkitkan harga diri
dan semangat untuk maju. Sementara itu, pengalaman akan kelemahan dan
ketidakberdayaan menumbuhkan solidaritas dan komitmen terhadap sesama bangsa
sebagai satu kekuatan. Inti berbagai pengalaman dan semangat itu pada dasarnya
merupakan tuntutan pengakuan bangsa Indonesia sebagai manusia seutuhnya dan
perlakuan terhadapnya sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai pribadi.
Ciri hakiki manusia adalah kebebasan, bebas dari segala bentuk pemaksaan dan
penindasan serta bebas untuk merealisasikan diri sesuai dengan pilihannya.
Kebebasan adalah nilai fundamental yang melekat pada manusia sejauh itu merupakan
hak asasi yang tidak bisa diganggu gugat, yaitu bebas dalam berpikir, berkeyakinan,
dan berekspresi sesuai dengan bakat dan potensinya dalam seluruh bidang kehidupan.
Dalam Orde Baru ada kecenderungan untuk memperkecil arti kebebasan ini
karena dianggap membatasi kekuasaan pemerintah. Sebagai nilai etis sudah tentu
kebebasan menuntut pertanggungjawaban atas segala bentuk perbuatan yang dipilih.
Tuntutan akan kebebasan secara intrinsik bersifat antikolonialisme, antiperbudakan,
antiabsolutisme, dan antidiktator yang totalitarian.
Agar kebebasan itu berlangsung dengan baik tanpa mengganggu satu terhadap
yang lain karena pada hakikatnya manusia adalah individu yang sekaligus anggota
komunitas, mereka bergabung sebagai kontrak sosial untuk membentuk satu bangsa
dan mendirikan negara RI. Dengan demikian, lahirlah negara bangsa dan negara
hukum.
Tugas negara adalah melindungi para warganya agar dapat menjalankan hak,
kewajiban, serta pengembangan dirinya dengan tertib dan aman dengan menciptakan
40

iklim dan kondisi yang baik bagi eksistensi dan dinamika hidup mereka. Untuk itu,
pemerintahan negara merupakan kewenangan mengatur penyelenggaraan kehidupan
bangsa dan negara berdasarkan hukum yang ditentukan.
Dengan demikian, kekuasaan pemerintah tidak dibenarkan melanggar hak-hak
asasi yang melekat pada masing-masing warga negara sehingga justru harus
dipertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada rakyat sebagai sumber kekuasaan.
Hal itu berarti bahwa negara demokrasi dalam arti kedaulatan ada di tangan rakyat.
2. Bhineka Tunggal Ika
Masyarakat Indonesia terdiri atas berbagai suku yang mempunyai adat istiadat, bahasa,
dan budaya serta keyakinan dan kepercayaan yang beraneka ragam. Dalam kondisi
kemajemukan itu, masyarakat Indonesia yang mengalami penjajahan sebagai nasib
bersama bertekad untuk mengusir penjajah dan memperjuangkan kemerdekaannya
bersama-sama. Persatuan tekad tersebut membuat masyarakat Indonesia menjadi eka
dalam kebinekaan yang harus selalu diisi dengan kebijakan dan usaha konkret demi
tercapainya tujuan bersama.
Persatuan tersebut tidak berarti hilangnya eksistensi dan ciri dari berbagai
kebudayaan yang menunjukkan kekhasannya masing-masing ataupun penyeragaman
yang menghilangkan kearifan lokal. Akan tetapi, persatuan tersebut justru merupakan
mozaik dari unsur-unsur yang membentuk kekuatan bersama. Kekuatan tersebut lebih
didorong oleh kesatuan sikap yang menghargai nilai-nilai fundamental yang disebut
dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai Pancasila.
Visi Bhineka Tunggal Ika dapat diperjelas melalui pendekatan multikulturalisme.
Masyarakat yang majemuk tidak dengan sendirinya adalah masyarakat multikultural.
Dalam teori multikulturalisme terkandung prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia,
kesetaraan gender, dan lain-lain yang menjadi acuan kuat dalam menganalisis masalah
serta konstelasi kemajemukan etnis dan kultural masyarakat dewasa ini. Dengan
pendekatan itu visi Pancasila secara tajam dan tepat dapat memahami dan sekaligus
memecahkan masalah kekerasan, sektarian, primordial, serta tantangan disintegrasi
dan bahaya separatisme dengan solusi yang lebih komunikatif, dialogis, adil, dan saling
menghargai demi tercapainya tujuan dan kepentingan bersama.
Dengan semua hal itu Pancasila benar-benar berfungsi sebagai kesepakatan
41

bersama dari seluruh masyarakat untuk kejayaan dan kemaslahatan Indonesia baru.
3. Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945
J ika bicara tentang Pancasila, pada dasarnya kita mengacu pada prinsip-prinsip yang
dinyatakan sebagai dasar negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam
alinea 4 Pembukaan UUD 1945. Pembukaan UUD 45 merupakan kristalisasi seluruh
sejarah pergerakan nasional bangsa Indonesia sampai titik klimaksnya, yaitu
proklamasi kemerdekaan. Di situ tecermin visi dan kesadaran, cita-cita moral bangsa,
makna proklamasi kemerdekaan, dan negara RI yang dibangun sebagai institusi yang
mampu mengantar bangsa Indonesia mencapai dan mewujudkan keinginannya secara
bersama. Oleh karena itu, Pembukaan UUD 45 harus dipahami sebagai satu
keseluruhan yang setiap alineanya mengungkapkan makna dalam kaitan fungsional
dengan alinea lain. Adapun butir-butir pemaknaannya dapat dirumuskan sebagai
berikut.
Pertama: Visi dan Kesadaran Bangsa
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaaan dan perikeadilan. (Alinea 1)
Rumusan tersebut mencerminkan visi dan kesadaran bahwa bangsa Indonesia
mempunyai hak dan kemerdekaan atas dasar eksistensinya sebagai kelompok
manusia. Oleh karena itu, hak tersebut harus diakui dalam arti bahwa bangsa Indonesia
berhak untuk diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia
(human dignity). J adi, harkat dan martabat bangsa pada hakikatnya berakar pada
harkat dan martabat manusia.
Kedua: Cita-Cita Moral
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya. (Alinea 3)
Cita-cita moral yang tecermin di dalam rumusan ini adalah keinginan
berkehidupan kebangsaan yang bebas. Bebas dalam arti bebas dari penjajahan,
penindasan, kesengsaraan, kemiskinan, ketertinggalan, rasa takut, dan sebagainya. Di
samping itu, bebas juga berarti bebas untuk memiliki pendapat dan mengungkapkan
42

pendapat dalam arena publik, bebas untuk memilih keyakinan serta menghayati
keyakinannya secara terbuka, bebas untuk mengembangkan bakat dan potensinya
dengan mencari ilmu serta mengembangkan kemampuan profesionalnya, dan
sebagainya. Ringkasnya adalah kebebasan untuk aktualisasi diri.
Ketiga: Legitimasi Perjuangan Kemerdekaan
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur. (Alinea 2)
Rumusan tersebut menunjukkan pembenaran atas usaha-usaha bangsa untuk
membebaskan diri dari rintangan, tekanan, serta halangan yang dihadapi. Pembebasan
diri bangsa pertama kali dilakukan terhadap penjajahan untuk mencapai kemerdekaan
bangsa. Namun, disadari bahwa kemerdekaan pada dasarnya harus diperjuangkan
dengan berbagai bentuk usaha serta tingkat intensitasnya. Hal itu berarti bahwa
kebebasan pada dasarnya adalah pembebasan. J adi, rumusan tersebut di atas
merupakan legitimasi terhadap perjuangan revolusioner yang tidak berhenti pada
pencapaian kemerdekaan, tetapi secara lebih lanjut mengisi kemerdekaan melalui
berbagai tindakan dalam proses humanisasi. Oleh karena itu, semangat Pembukaan
Undang Undang Dasar 1945 adalah emansipatoris, yaitu memberikan aspirasi untuk
bergerak melepaskan diri dari segala bentuk dominasi yang membelenggu diri manusia.
Keempat: Wadah Kelembagaan
Kemudian dari pada itu maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan itu dalam suatu
undang-undang dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat .... (Alinea 4)
Rumusan itu menunjukan bahwa pembebasan hanya mungkin dicapai melalui
pembentukan negara bangsa Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
tujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia. Prinsip dasar keberadaan negara serta pedoman
pembebasan bangsa adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
43

dalam permusyawaratan/perwakilan, serta Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Secara khusus dinyatakan dengan tegas dalam Penjelasan UUD 1945
bahwa semangat Pembukaan UUD 1945 yang dituangkan di dalam undang-undang
dasar mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara lainnya, yaitu presiden,
kabinet, DPR, lembaga peradilan, penegak hukum, seperti hakim, jaksa, dan polisi,
serta pejabat dan birokrat untuk mematuhi budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan
memegang cita-cita rakyat yang luhur. Artinya, etika politik dan etika profesi masing-
masing harus dipatuhi.
Dengan demikian, apa yang secara hakiki perlu dikemukakan tentang Pancasila
dan relevansinya dewasa ini? Secara ringkas dapat dikemukakan butir-butir berikut.
a. Pancasila pada dasarnya merupakan lima nilai dasar yang mencerminkan
harkat dan martabat manusia. Mematuhi prinsip ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, dan keadilan sosial berarti menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia.
b. Cita-cita moral bangsa agar berkehidupan kebangsaan yang bebas
merupakan aspirasi utama dalam pergerakan nasional serta berlaku sampai
sekarang dan selanjutnya dalam menghadapi tantangan ke depan.
c. Sesuai dengan fungsi dan semangat emansipatorisnya, gerakan
pembangunan bertujuan membebaskan masyarakat dari berbagai rintangan dan
bentuk penindasan. Oleh karena itu, perlu disadari bahwa gerakan pembebasan
akan menghadapi kekuatan yang melawannya karena kepentingan-kepentingan
yang melatarbelakanginya.
4. Wujud Perjuangan Pembebasan Bangsa
J ika ditinjau dari ukuran emansipasi sepanjang sejarah bangsa, pada umumnya dapat
ditentukan adanya tiga babak, yaitu periode revolusi, periode pembangunan, dan
periode reformasi. Pada setiap periode terungkap indikasi keberhasilan serta kegagalan
masing-masing.
Pertama: Periode Revolusi (19081950)
Proses revolusi terwujud dalam gerakan memerdekakan bangsa dari penjajahan asing
sampai keberhasilannya mendirikan negara bangsa yang berkedaulatan rakyat dengan
hak self determination-nya, yaitu hak menentukan nasib melalui keputusannya sendiri.
44

Pembebasan melalui revolusi diawali dengan tumbuhnya pergerakan nasional yang
tecermin dalam berdirinya perkumpulan Budi Utomo (1908) untuk membangun
kesadaran serta kultur bangsa, dibentuknya organisasi politik serta organisasi
kepemudaan yang mencapai keberhasilannya dengan ikrar Sumpah Pemuda (1928),
hingga diraihnya puncak keberhasilan dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945. Proklamasi ini akhirnya diakui secara resmi oleh pemerintah Belanda dalam
Konferensi Meja Bundar di Den Haag (1949).
Periode revolusi ini telah berhasil dalam usaha emansipatorisnya karena mampu
mewujudkan cita-cita moral bangsa menjadi praksis (Horkheimer). Praksis adalah
perpaduan antara kesadaran atau keyakinan yang tegas terhadap kebebasan yang
menjadi hak setiap bangsa dan manusia sebagai warganya, kehendak dan tekad yang
kuat memperjuangkan hak kebebasannya itu, serta tindakan emansipatoris sebagai
wujud pembebasan dan pembebasan diri dari berbagai bentuk penindasan. Revolusi
terwujud secara riil dalam tindakan yang beraspirasikan semangat patriotik melawan
penjajah demi kepentingan bersama serta sikap rela berkorban baik harta, benda,
keluarga, ataupun nyawa. Demikian pula, revolusi termotivasi oleh perjuangan untuk
kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan diri pribadi dan kelompok,
serta solidaritas nasional yang saling bahu-membahu melawan penjajah dan yang
bebas dari pertimbanganpertimbangan berbau suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA) ataupun primordialisme.
Kedua: Periode Pembangunan (19501998)
Pembangunan diawali dengan pembangunan politik melalui langkah-langkah
membangun kualitas bangsa yang dikenal dengan pembangunan karakter bangsa atau
nation and character building (Soekarno) sejak awal kemerdekaan dan dalam zaman
Orde Lama (19591965). Pembangunan politik berhasil membangun bangsa dengan
mengobarkan kesadaran nasional dan solidaritas bangsa dalam jiwa seluruh
masyarakat kepulauan nusantara yang serba majemuk dan beraneka ragam. Pada
masa ini terbentuk sikap nasionalisme, patriotisme, antikolonialisme, antikapitalisme,
dan antiimperialisme. Namun, titik kelemahan pembangunan politik ini terletak pada
lemahnya penanganan masalah-masalah kesejahteraan dan kemiskinan yang makin
krusial.
45

Sebagai reaksi terhadap kelemahan itu, Orde Baru menitikberatkan
pembangunan di bidang ekonomi sebagai prioritas (Soeharto). Sampai tahun 1980-an
pembangunan ekonomi berhasil menjalankan konsolidasi serta memulai roda
perekonomian sehingga mampu menghasilkan kemajuan ekonomi yang signifikan.
Namun, keberhasilan pembangunan ekonomi membawa serta beban sosial dan
korban manusia. Manusia tidak siap untuk menyambut keberhasilan ekonomi,
sehingga muncul sifat dan sikap keserakahan.
Proses keserakahan dimulai dari atas dengan menjalankan pemusatan
kekuasaan di satu tangan, kooptasi kekuasaan dan kekuatan ke lingkungan lembaga
eksekutif, represi terhadap kelompok masyarakat yang bersifat kritis, serta
penyalahgunaan Pancasila menjadi alat kekuasaan dan alat penguasa.
Ketidakberhasilan dalam menjalankan pembebasan terletak pada tidak berhasilnya
mewujudkan cira-cita moral dalam praksis. Kemajuan ekonomi dicapai secara cukup
berarti, tetapi pengaturan hasil kemajuan ekonomi dan kemakmuran tidak berjalan
secara adil dan jujur sehingga jatuh di tangan kelompok dan elit tertentu. Kritik dan
protes terhadap kenyataan ini ditindak dengan semena-mena melalui kekerasan dan
penindasan oleh penguasa. Pernyataan cita-cita tidak terbukti dalam kenyataan.
Ketiga: Periode Reformasi (sejak 1998)
Sebagai reaksi terhadap ketidakwajaran dan penyelewengan tersebut di atas, terjadilah
ketidakpuasan dan kekecewaan seluruh masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat
menuntut perombakan serta perubahan yang menyeluruh melalui reformasi total.
Namun, tuntutan itu sangat sulit dilaksanakan karena Orde Baru telah menanamkan
bom waktu yang bisa meledak setiap saat.
Periode reformasi semula berhasil menjalankan demokratisasi sebagai
landasan untuk mewujudkan cita-cita moral menjadi praksis. Kebebasan yang
diperjuangkan kembali ternyata disalahartikan sebagai kewenangan untuk bertindak
semau gue sehingga menjadi kebebasan yang tidak bertanggung jawab. Bahkan,
proses dan usaha pembebasan praktis tidak mungkin berjalan karena situasi politik
justru dikuasai oleh kekuatan politik yang oportunistik sehingga menjadi lebih parah
dan benar-benar terpuruk. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sulit diberantas.
Kekerasan, perkosaan, dan pembunuhan tetap berjalan, serta tindakan kriminalitas dan
46

premanisme lain merajalela. Dengan demikian, usaha untuk mewujudkan cita-cita moral
menjadi praksis dewasa ini tersendat-sendat. J alan menuju usaha pembebasan hanya
bisa dibuka, sejauh tumbuh kesadaran kuat serta tekad yang tegas untuk menghadapi
dan memerangi berbagai hambatan dan rintangan tersebut.
5. Pancasila: Falsafah Hidup dan Cita-Cita Moral Bangsa
Dalam memorandum DPRGR 9 J uli 1966 yang disahkan oleh MPRS dengan
ketetapannya Nomor XX/MPRS/1966, Pancasila adalah pandangan hidup bangsa
Indonesia yang telah dimurnikan dan dipadatkan menjadi dasar falsafah negara RI.
Pandangan hidup adalah weltanschaung, yaitu pandangan dunia atau way of life,
yaitu cara menjalani kehidupan. Walaupun istilahnya berbeda, artinya sama.
Sebagai falsafah hidup atau pandangan hidup, Pancasila mengandung wawasan
tentang hakikat, asal, tujuan, nilai, dan arti dunia seisinya, khususnya manusia dan
kehidupannya, baik secara perorangan maupun sosial. Falsafah hidup bangsa
mencerminkan konsepsi yang menyeluruh dengan menempatkan harkat dan martabat
manusia sebagai faktor sentral dalam kedudukannya yang fungsional terhadap segala
sesuatu yang ada. Ini berarti bahwa wawasan dan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila secara kultural diinginkan agar tertanam dalam hati sanubari, watak,
kepribadian, serta mewarnai kebiasaan, perilaku, dan kegiatan lembaga-lembaga
masyarakat. Kelima nilai dasar yang tercakup dalam Pancasila merupakan inti
dambaan yang memberikan makna hidup dan sekaligus menjadi tuntutan serta tujuan
hidup, bahkan menjadi ukuran dasar seluruh peri kehidupan bangsa. Dengan kata lain,
Pancasila merupakan cita-cita moral bangsa Indonesia yang mengikat seluruh warga
masyarakat, baik sebagai perseorangan maupun sebagai kesatuan bangsa.
Pancasila sebagai falsafah hidup dan cita-cita moral bangsa Indonesia
merupakan inti semangat bersama dari berbagai moral yang secara nyata terdapat di
Indonesia. Seperti diketahui, di tanah air kita terdapat berbagai ajaran moral sesuai
dengan adanya berbagai agama dan kepercayaan serta adat-istiadat. Setiap moral itu
mempunyai coraknya sendiri, berbeda satu sama lain, dan hanya berlaku bagi umatnya
yang bersangkutan. Namun, dalam moral-moral itu terdapat unsur-unsur bersama yang
bersifat umum dan mengatasi segala paham golongan. Dengan demikian, nampaklah
bahwa moral Pancasila mengatasi segala golongan dan bersifat nasional.
47

Pancasila terdiri atas lima asas moral yang relevan menjadi dasar negara RI.
Dalam kedudukannya sebagai falsafah hidup dan cita-cita moral, secara ringkas dapat
dinyatakan bahwa sila pertama menuntut setiap warga bangsa mengakui Tuhan Yang
Maha Esa sebagai pencipta dan tujuan akhir, baik dalam hati dan tutur kata maupun
dalam tingkah laku sehari-hari. Konsekuensinya adalah Pancasila menuntut umat
beragama dan berkepercayaan untuk hidup rukun walaupun berbeda keyakinannya.
Sila kedua mengajak masyarakat untuk mengakui dan memperlakukan setiap orang
sebagai sesama manusia yang memiliki martabat mulia serta hak-hak dan kewajiban
asasi. Dengan kata lain, ada sikap untuk menjunjung tinggi martabat dan hak-hak
asasinya atau bertindak adil dan beradab terhadapnya. Sila ketiga menumbuhkan
sikap masyarakat untuk mencintai tanah air, bangsa, dan negara Indonesia, ikut
memperjuangkan kepentingan-kepentingannya, dan mengambil sikap solider serta loyal
terhadap sesama warga negara. Sila keempat mengajak masyarakat untuk bersikap
peka dan ikut serta dalam kehidupan politik dan pemerintahan negara, paling tidak
secara tidak langsung, bersama sesama warga atas dasar persamaan tanggung jawab
sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Akhirnya, sila kelima mengajak
masyarakat aktif dalam memberikan sumbangan yang wajar sesuai dengan
kemampuan dan kedudukan masing-masing kepada negara demi terwujudnya
kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir dan batin selengkap mungkin bagi
seluruh rakyat.
Pernyataan Pancasila sebagai falsafah hidup menginginkan agar moral
Pancasila menjadi moral kehidupan negara dalam arti menuntut penyelenggara dan
penyelenggaraan negara menghargai dan menaati prinsip-prinsip moral atau etika
politik. Sebagai konsekuensinya, negara tunduk kepada moral dan wajib
mengamalkannya. Moral menjadi norma tindakan dan kebijaksanaan negara sehingga
perlu dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, moral
Pancasila memberikan inspirasi dan menjadi pembimbing dalam pembuatan undang-
undang yang mengatur kehidupan negara, menetapkan lembaga-lembaga negara dan
tugas mereka masing-masing, serta hubungan kerja sama di antara mereka, hak-hak
dan kedudukan warga negara, dan hubungan warga negara dan negara dalam iklim
dan semangat kemanusiaan.
48

Akan tetapi, hal tersebut tidak berarti bahwa semua norma moral harus dijadikan
norma yuridis. Norma moral ditetapkan menjadi norma hukum positif selama norma itu
mengatur tindakan-tindakan lahiriah yang menyangkut masyarakat. Sementara itu,
masalah yang semata-mata batiniah merupakan urusan pribadi warga negara. Hal ini
harus senantiasa diperhatikan dalam pelaksanaan pembinaan dan pengaturan negara
terhadap peri kehidupan bangsa. Oleh karena itu, tampaklah bahwa materi perundang-
undangan terbatas pada moral bersama rakyat (public morality). Sehubungan dengan
pengamalan Pancasila dalam konteks moral perseorangan, negara wajib menciptakan
suasana yang mampu memupuk budi pekerti luhur dengan baik. Dalam penjelasan
umum UUD 1945 dengan tepat ditandaskan bahwa undang-undang dasar harus
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara
untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur.
Akhirnya, dalam kedudukannya sebagai etika politik kenegaraan dapat secara
ringkas ditegaskan bahwa sebagaimana dimaksudkan dalam sila pertama, negara wajib
(1) menjamin kemerdekaan setiap penduduk tanpa diskriminasi untuk beribadah
menurut agama dan kepercayaannya dengan menciptakan suasana yang baik, (2)
memajukan toleransi dan kerukunan agama, serta (3) menjalankan tugasnya untuk
meningkatkan kesejahteraan umum sebagai tanggung jawab yang suci. Sila kedua
mewajibkan (1) negara untuk mengakui dan memperlakukan semua warga sebagai
manusia yang dikaruniai martabat mulia dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban asasi
serta (2) semua bangsa sebagai warga dunia bersama-sama membangun dunia baru
yang lebih baik berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial. Sila ketiga
mewajibkan negara untuk membela dan mengembangkan Indonesia sebagai satu
negara yang bersatu, memiliki solidaritas yang tinggi dan hidup rukun, membina dan
menjunjung tinggi kebudayaan dan kepribadian nasional, serta memperjuangkan
kepentingan nasional. Sila keempat mewajibkan negara untuk mengakui dan
menghargai kedaulatan rakyat serta mengusahakan agar rakyat melaksanakan
kedaulatannya secara demokratis tanpa diskriminasi melalui wakil-wakilnya. Hal itu
berarti bahwa negara wajib mendengarkan suara rakyat dan memperjuangkan
kepentingan seluruh rakyat. Akhirnya, sila kelima mewajibkan negara untuk (1)
49

mengikutsertakan seluruh rakyat dalam kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya serta
(2) membagi beban dan hasil usaha bersama secara proporsional di antara semua
warga negara dengan memperhatikan secara khusus mereka yang lemah
kedudukannya agar tidak terjadi ketidakadilan serta kesewenang-wenangan dari pihak
yang kuat terhadap yang lemah.
6. Rangkuman
Pengalaman atas penjajahan selama tiga setengah abad menumbuhkan hasrat yang
kuat untuk hidup merdeka sebagaimana tercantum dalam empat alinea Pembukaan
UUD 1945. Lima nilai dasar Pancasila pada hakikatnya merupakan cita-cita dan
tuntutan moral sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu hidup
rukun, tenggang rasa, dan gotong royong walaupun berbeda dalam berbagai aspek
kehidupan, tetapi memiliki dan dipersatukan oleh harkat kemanusiaan yang sama untuk
berjuang mengisi kemerdekaan secara demokratis, adil, dan beradab.
Latihan
J awablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
1. Apa kaitan pengalaman masa penjajahan dengan tumbuhnya prinsip-prinsip
dasar Pancasila?
2. Apa arti hubungan keekaan dalam kebinekaan?
3. Apakah pertimbangan-pertimbangan dasar yang menjadikan Pancasila sebagai
dasar negara RI?
4. J elaskan makna setiap alinea dalam Pembukaan UUD 1945!
5. J elaskan wujud perjuangan pembebasan bangsa dalam periode historis!
6. Apa kecenderungan dan arah pandangan hidup dunia dewasa ini?
7. Apa alasan dasar dan pertimbangan untuk melestarikan Pancasila pada masa
yang akan datang?
8. Uraikan relevansi nation and character building dalam era dewasa ini!
9. Apakah multikuturalisme itu dan apa relevansinya bagi pengembangan budaya
nasional

50

Bacaan Utama

Aktualisasi Pancasila dalam Perspektif Filosofis Humaniter. Makalah dalam
Simposium Kewaspadaan dan Ketahanan Nasional, Bandung, 2 Mei 2005.
Poespowardojo, Soerjanto. 1993. Kebijaksanaan Kebudayaan Nasional dalam Strategi
Kebudayaan. J akarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Bacaan Pendukung
Bourdieu, Piere. 1977. Outline of a Theory of Practice. Cambridge: Cambridge
University Press.

Held, David. Models of Democracy. (Second ed.) 1997. Cambridge: Polity Press.

Huntington, P. Samuel. 1996. The Clash of Civilitations and the Remaking of World
Order. New York: Simon & Schuster.

Kimlicka, Will. 1995. Multicultural Citizenship. Oxford: Oxford Clarenton Press.

Kristiyanto, Eddy (ed.). 2001. Etika Politik dalam Konteks Indonesia. J akarta: Kanisius.

Naisbitt. J ohn. 1984. Megatrends. Ten New Directions Transforming Our Lives. New
York: Warner Books.

Parekh Bhikhu. 2002. Rethinking Multiculturalism. Harvard: Harvard University Press.

Poespowardojo, Soerjanto. 1989. Filsafat Pancasila. Sebuah Pendekatan Sosio-
Budaya. J akarta: PT Gramedia.

Sekretariat J enderal MPR RI (2002) dan Setkab RI (2004). Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Soekarno. 1959. Di Bawah Bendera Revolusi I dan II. J akarta.

Storey, J ohn. 1993. An Introductory Guide to Cultural Theory and Popular Culture. New
York, London, Toronto, Sydney, Tokyo, Singapore: Harvester Wheatsheap.

Tarnas, Richard. 1993. The Passion of the Western Mind. Understanding the Ideas That
Have Shaped Our World View. New York: Ballantine Books.

Undang Undang Dasar 1945 (sebelum amandemen).

Bacaan yang dianjurkan
Naskah-Naskah Lemhannas

51


Kegiatan Belajar 3
PANCASI L A DI ANTARA I DEOL OGI BESAR DUNI A
Berdasarkan Ketetapan MPR Nomor XVIII Tahun 1998, Pancasila ditetapkan
sebagai dasar negara, ideologi nasional, dan falsafah pandangan hidup bangsa.
Pancasila adalah falsafah pandangan hidup bangsa karena digali dari akar budaya
bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai ras dan suku yang memiliki bahasa dan
adat istiadatnya masing-masing. Meskipun suku-suku bangsa itu menempati daerah
yang terpisah, ada banyak kesamaan di antara mereka dalam nilai-nilai tertentu. Secara
keseluruhan suku bangsa ini bertuhan dan memiliki ritual budaya dalam menyembah
tuhannya. Nilai kemanusiaan sebagai budaya dijunjung sesama suku yang ada di
Indonesia, termasuk nilai mufakat, musyawarah dan perwakilan, serta kebijaksanaan.
Di Indonesia sudah pernah ada dua negara yang mempersatukan seluruh
Nusantara, yaitu Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Dengan demikian, wilayah
yang luas ini pernah mengalami dua kali kesempatan persatuan dan kesatuan.
Kesejahteraan rakyat atau kesejahteraan sosial banyak ditemukan dalam tulisan-
tulisan indah atau syair kuno yang menggambarkan masyarakat yang sejahtera.
Sebagai ideologi nasional, semua telah merasakan nilai-nilai idealisme yang ada dalam
lima kalimat terakhir Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Nilai-nilai ini telah mempersatukan bangsa Indonesia selama masa
kemerdekaannya dan akan terus mempersatukan bangsa Indonesia selamanya di
masa depan. Ada banyak usaha untuk menghancurkan persatuan dan kesatuan
bangsa, baik dari luar maupun dari dalam serta gabungan usaha dari keduanya.
Namun, sampai saat ini nilai ini masih kuat sebagai pegangan bersama
mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa.
Secara konstitusional bangsa Indonesia pernah terpaksa menjalankan konstitusi
RIS yang amat bertentangan dengan nilai kebangsaan dalam Pancasila. Akan tetapi,
konstitusi ini tidak bertahan lama dan kembali ke konstitusi sementara 1950. Tidak
terhitung rongrongan imperialisme sepanjang sejarah RI serta rongrongan dari paham
52

agama dan paham komunis, tetapi rongrongan itu dapat diatasi melalui perjuangan
rakyat bersama aparat keamanan. Perjalanan sejarah sepanjang masa kemerdekaan
membuktikan bahwa bangsa Indonesia memegang kuat nilai-nilai tersebut.
Sebagai dasar negara, karena secara formal terdapat dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, Pancasila menjadi dasar dari hukum dasar RI. Sebagai
ideologi, tentunya Pancasila harus tersosialisasi dalam bentuk ajaran atau doktrin yang
mengandung nilai-nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Ajaran atau doktrin ini
harus menjadi referensi dalam semua aspek kehidupan bangsa. Sampai saat ini kita
belum memiliki platform yang jelas mengenai ekonomi Pancasila, yang rumusannya
baik secara ilmiah maupun dalam kebijakan serta strateginya di strata pemerintahan
sudah mengandung nilai Pancasila.
Sampai dengan saat ini masih banyak pandangan orang bahwa Pancasila
sebagai dasar negara, ideologi nasional, dan falsafah pandangan hidup bangsa
Indonesia adalah karya Ir. Soekarno semata. Pada saat BPUPKI bersidang ada banyak
anggota yang menyampaikan pidato usul dasar negara antara lain, yaitu Mr. Muh.
Yamin, Ki Bagoes Hadikoesoemo, Drs. Moh. Hatta, Prof. Dr. Mr. Soepomo, dan Ir.
Soekarno. Dari hasil para pembicara tersebut, panitia sembilan menyusun Preambul
Undang-Undang Dasar 1945 dengan lima kalimat terakhir preambul merupakan dasar
negara. Mr. Muh. Yamin mengajukan lima dasar, yaitu peri kebangsaan, peri
kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat. Sementara
itu, Prof. Dr. Mr. Soepomo tidak memberikan perincian dasar negara satu per satu,
tetapi secara keseluruhan mengusulkan paham integralistik dalam susunan negara
Indonesia. Dokumen pidato Drs. Moh. Hatta belum ditemukan sampai saat ini,
sedangkan Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar, yaitu kebangsaan, internasionalisme
atau peri kemanusiaan, mufakat, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan.
Selain mengandung nilai kebangsaan, pidato usul dasar negara oleh Mr. Muh.
Yamin juga mengandung banyak nilai budaya asli masyarakat Indonesia, sedangkan
usul Prof. Dr. Mr. Soepomo mengandung paham integralistik yang kuat sekali.
Sementara itu, Drs. Moh. Hatta memberikan masukan nilai kebangsaan yang juga
mengandung nilai kemanusiaan (hak asasi) yang kuat. Pidato usul Dasar Negara dari
Ki Bagoes Hadikoesoemo mengandung nilai kebangsaan yang diambil dari nilai ajaran
53

islam. Usul dasar negara dari Ir. Soekarno sangat kuat nilai kebangsaannya, termasuk
keinginan untuk segera merdeka dan memiliki dasar untuk merdeka. Ir. Soekarno
memberi nama Pancasila untuk kelima dasar yang diusulkannya yang selajutnya dapat
diperas menjadi Trisila dan Ekasila.
Rumusan lima kalimat akhir di Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
merupakan rangkuman dari keempat usul dasar negara yang disampaikan para
pembicaranya. Ungkapan Ketuhanan Yang Maha Esa dan Tuhan Yang Maha Esa
disampaikan oleh Ir. Soekarno dan Mr. Muh. Yamin dalam pidato mereka. Pernyataan
Kemanusiaan yang adil dan beradab tidak ada dalam naskah pidato Ir. Soekarno, Mr.
Muh. Yamin, ataupun Prof. Dr. Mr. Soepomo karena Mr. Muh. Yamin menyampaikan
istilah peri kemanusiaan (humanity), sedangkan Ir. Soekarno menyampaikan istilah
internasionalisme/peri kemanusiaan (humanisme). Istilah yang adil dan beradab
berasal dari naskah Drs. Moh. Hatta. Substansi persatuan Indonesia terdapat dalam
naskah Ir. Soekarno, Mr. Muh. Yamin, dan Prof. Dr. Mr. Soepomo. Subtansi kerakyatan,
perwakilan, dan permusyawaratan ada dalam naskah Mr. Moh. Yamin walaupun pada
dasar kelima beliau mengusulkan kesejahteraan rakyat. Pada akhir naskah pidato Prof.
Dr. Mr. Soepomo muncul istilah keadilan rakyat dan dalam naskah pidato Ir. Soekarno
dimunculkan istilah kesejahteraan sosial. Dalam naskah Pidato Ki Bagoes
Hadikoesoemo juga terkandung nilai persatuan dan kesatuan yang didasarkan pada
agama islam demikian juga nilai kemanusiaan, nilai musyawarah mencapai
kesepakatan, nilai keadilan dan kesejahteraan yang semuanya didasarkan dari agama
islam. Keempat naskah pidato usul dasar negara serta proses penyusunan dan
perubahan penyempurnaan dasar negara RI yang sekaligus menjadi ideologi dan
pandangan hidup bangsa merupakan rangkuman dari subtansi para pemidato usul
dasar negara antara lain Mr. Muh. Yamin, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Drs. Moh. Hatta, Ir.
Soekarno dan Ki Bagoes Hadikoesoemo.
Nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila adalah nilai ketuhanan
Yang Maha Esa, ketuhanan yang berbudaya dan berbudi pekerti luhur, serta ketuhanan
yang hormat-menghormati satu sama lain. Nilai kemanusiaan yang universal
(humanity); menghormati sesama bangsa di antara bangsa-bangsa; nilai keadilan yang
beradab; nilai kebangsaan semua buat semua, semua buat satu, dan satu buat semua;
54

nilai kerakyatan/kedaulatan rakyat, kemufakatan, musyawarah, perwakilan, dan nilai
kebijaksanaan; nilai keadilan sosial dalam kesejahteraan; dan nilai kesederajatan dan
keserasian serta kesamaan dan kesesuaian secara budaya ada dalam masyarakat
Indonesia yang heterogen. Nilai-nilai tersebut bersifat universal karena diakui sebagai
nilai yang mendunia.
Apakah ideologi perlu bernama? Banyak ideologi bernama, tetapi banyak juga
tidak bernama. Semua bangsa pasti memiliki ideologi masing-masing. Bangsa Amerika
Serikat pasti memiliki ideologi, tetapi tidak bernama. Ketika Republik Rakyat China lahir,
Dr. Sun Yat Sen menamakan ideologi mereka San Min Chu I.
Ideologi J epang bernama Tenno Koodo Seishin. Hitler mendirikan J ermania
dengan ideologi Nasional Sosialisme dan Lennin mendirikan Uni Soviet dengan
Marxisme Leninisme (komunisme). Sesuatu yang bernama memang mudah
disosialisasikan sekaligus mudah dirongrong, dikritisi, dan dikecam. Karl Marx tidak
menamakan ajarannya Marxisme, tetapi para pengikutnya menamakan ajaran dari
rangkuman buku-buku yang ditulisnya dengan Marxisme. Padahal, tidak ada satu pun
buku tulisan Karl Marx berjudul Marxisme.
Istilah ideologi pertama kali dimunculkan oleh filsuf Prancis yang bernama
Antoine Destut de Tracy (17541836) pada tahun 1796. Pada saat itu pengaruh
otoritas pemerintah feodal dan pengaruh gereja kuat sekali sehingga mulai muncul
reaksi dari gerakan dengan nama Abad Pencerahan. De Tracy melihat ideologi sebagai
ilmu tentang pikiran manusia yang mampu menunjukkan jalan yang benar menuju masa
depan. De Tracy ingin meneruskan kemajuan dengan memperbaiki manusia untuk
menunjukkan mana gagasan yang salah dan mengembangkan sistem pendidikan
sekuler yang dapat menghasilkan manusia yang lebih baik. Sayangnya, kerja sama
antara ideologi dan sains serta studi-studi objektif tidak berlangsung lama sehingga
istilah ideologi cepat merosot, bahkan menjadi istilah peyoratif yang lebih mengacu
pada objek daripada sains.
Sebagai konsep yang peyoratif, Karl Marx menggunakan istilah ini dalam teori
sosial politiknya. Ia menggunakan istilah ideologi dalam semua pengertian kata ini
dalam bukunya German Ideology. Kata ideologi menjadi terkenal dalam ajaran
marxisme, baik oleh Karl Marx sendiri maupun yang kemudian dilanjutkan oleh Lenin.
55

Istilah tersebut dalam perkembangannya mendapat predikat jelek karena kedekatannya
dengan Marxisme-Komunisme. Orde Baru tetap menggunakan istilah ini, bahkan
memopulerkannya dalam rangka menyosialisasikan Pancasila kepada masyarakat.
Pada era Orde Baru Pancasila sangat dikeramatkan dan disakralkan oleh pemerintah
yang saat itu amat mendominasi segala aspek kehidupan bangsa sehingga ideologi ini
menjadi hegemoni (ideologi menurut Gramsci, 18911937). Ideologi yang menjadi
hegemoni akan lenyap bersama lenyapnya suatu rezim. Mengamalkan ideologi seperti
pada era Orde Baru dapat membahayakan ideologi itu sendiri. Saat ini pada era
reformasi dapat dirasakan bahwa sebagian masyarakat telah mengidentikkan Pancasila
dengan Orde Baru.
Kegunaan ideologi dapat dibagi atau dilihat dari empat pendekatan, yaitu
1. Ideologi sebagai pemikiran politik,
2. Ideologi sebagai norma dan keyakinan,
3. Ideologi sebagai bahasa simbol dan mitos, serta
4. Ideologi sebagai kekuasaan elite.
Keempat pendekatan tersebut secara keseluruhan tidak bersifat eksklusif. Ada
kecenderungan kuat bahwa pendekatan 2 dan 3 diminati pula dalam penerapan
kekuasaan. Namun, keempat pendekatan tersebut menunjukkan bidang kajian utama
yang berbeda.
Pendekatan yang pertama secara khusus lebih berhubungan dengan isme
Barat, seperti liberalisme, marxisme, dan sosialisme. Pendekatan kedua berhubungan
dengan kumpulan pandangan yang dianut oleh masyarakat biasa, yakni pemikiran-
pemikiran yang cenderung kurang sistematis, seperti anggapan masyarakat tertentu
bahwa wajar saja mereka memiliki penghasilan tinggi yang relatif berbeda dengan
orang lain tanpa perlu mengartikulasi ideologi kapitalis liberal. Pendekatan ketiga lebih
banyak mengarah pada simbol dan mitos, seperti tanda gambar Kakbah pada Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) yang akan menunjukkan alirannya yang agamis Islam.
Pendekatan keempat lebih berhubungan dengan cara para elite yang berusaha untuk
memastikan komformitas dan dukungan, seperti kepastian dukungan untuk calon
presiden dan kepala daerah dari partai pendukungnya.
Dari pengalaman sejarah, khususnya di Indonesia, perkembangan ideologi tidak
56

terlepas dari perkembangan politik. Demikian pula, sebaliknya, antara ideologi dan
politik ada hubungan kuat yang timbal balik. Ideologi politik merupakan salah satu
pengertian dari sekian banyak pengertian tentang ideologi. Ideologi politik adalah
seperangkat keyakinan dan pemikiran normatif serta empiris yang relatif koheren yang
berpusat pada masalah hakikat manusia, proses sejarah, dan susunan sosiopolitik.
Ideologi sering diistilahkan secara peyoratif untuk mencirikan gagasan-gagasan
yang tampaknya mengambang, ekstrem, mengandung kepalsuan, dan fanatik. Ada
cukup banyak pandangan paham idealis dan paham politik tentang ideologi.
Pandangan mereka relatif berbeda sehingga salah satu pakar ideologi David McLellan
mengatakan bahwa ideologi adalah konsep yang paling sulit untuk dipahami dalam
seluruh ilmu-ilmu sosial.
Pakar ideologi lain, yaitu Freeden menyatakan bahwa ideologi merupakan
bentuk pemikiran istilah yang menyediakan akses langsung yang penting untuk
memahami pembentukan dan hakikat teori politik, kekayaannya, keanekaragamannya,
dan seluk-beluknya. Penyelidikan ilmiah terhadap ideologi harus diberi peringkat yang
sama dengan kajian terhadap filsafat politik. Di sini terlihat jelas kuatnya hubungan
antara ideologi dan politik sekaligus memperlihatkan pada tataran pendidikan mana
pelajaran ideologi sepantasnya diberikan. Ideologi merupakan konsep yang sulit
dipahami karena sudah pada level filsafat sehingga seyogianya pelajaran ideologi
Pancasila diberikan di tingkat perguruan tinggi. Sementara itu, nilai praksisnya sudah
bisa diberikan dalam bentuk pelajaran Budi Pekerti dan Kewarganegaraan dalam
pendidikan formal dari SD sampai dengan SMA dan dalam pendidikan informal di luar
sekolah.
1. LIBERALISME
Konsep ideologi adalah temuan zaman modern sehingga perkembangan
ideologi-ideologi politik tidak dapat dipisahkan dari konteks modernisasi yang kebetulan
dimulai di Eropa Barat. Di samping membawa banyak perbaikan, proses modernisasi ini
sekaligus juga mendatangkan bencana dan bahaya dalam kehidupan manusia. Ada
dua tonggak penting perubahan drastis di dunia Barat saat itu, yaitu revolusi industri di
Inggris dan revolusi Perancis di Perancis. Revolusi industri mendorong perkembangan
sains sedangkan revolusi Perancis mendorong kesetaraan sosial dan kebebasan
57

individu masyarakat modern. Selain mendatangkan kemajuan, kedua revolusi ini juga
mendatangkan krisis nilai kultural yang dipegang teguh dalam tradisi terjadinya alienasi
individu dari masyarakatnya pada saat itu.
Pada masa itu masyarakat Eropa masih dalam budaya era agraris ketika ikatan
kekeluargaan di masyarakat serta tempat mereka lahir dan dibesarkan kuat sekali.
Dengan ditemukannya mesin uap, era industri dimulai dan terjadi perubahan budaya
dari agraris ke budaya industri. Setiap peralihan budaya akan menimbulkan anomi
(bingung karena kehilangan pegangan berupa nilai) dan bagi yang sulit atau lambat
berinteraksi akan menimbulkan alienasi (perasaan terpinggirkan atau tersingkirkan)
dalam masyarakat. Bersamaan itu pula, di Perancis terjadi perubahan politik yang
drastis dari sistem monarki menjadi sistem republik yang membuat perubahan budaya
dari masyarakat feodal tradisional ke budaya kebebasan dan kesederajatan. Perubahan
ini pun menimbulkan anomi dalam masyarakat. Sebelum kedua peristiwa besar di atas,
sebagian besar pengaruh sosial pembentukan individualisme liberal adalah perang
agama dan munculnya ilmu pengetahuan modern pada abad ke-16 dan ke-17. Perang
agama menimbulkan komitmen kaum liberal tentang rasionalisme dan persamaan
individu.
Ada pembelaan yang kuat bagi kaum liberal terhadap kebebasan sipil dan
pribadi supaya dapat hidup sesuai dengan keyakinannya sendiri tanpa diancam
hukuman karena pandangan agamanya, pandangan politik, dan pandangannya pada
nilai-nilai kesusilaan. Pada era yang sama mulai terjadi peralihan dari feodalisme ke
kapitalisme ketika kaum liberal mempertanyakan kebebasan dalam kesempatan ketika
sebagian besar peluang usaha saat itu dikuasai oleh tatanan feodal yang diwariskan
turun-temurun.
Para idealis memunculkan banyak pemikiran baru mengenai kebebasan,
kesederajatan, dan persaudaraan yang dikenal dengan liberte, egalite, dan fraternite.
Pemikiran-pemikiran inilah yang akhirnya menumbuhkan liberalisme dan berkembang
menjadi ideologi. Liberalisme dapat dianggap sebagai titik tolak modernisasi karena
ideologi ini sama tuanya dengan modernisasi tersebut dan ideologi inilah yang
mendorong proses perubahan dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern.
Walaupun telah berproses sejak abad ke-16 dan ke-17, ideologi ini cepat muncul di
58

permukaan ketika masyarakat tidak tahan lagi akibat penindasan dari monarki absolut
di Perancis pada abad ke-18. Ideologi tersebut relatif cepat mendapat dukungan karena
memberi jaminan hukum yang lebih baik atas hak-hak dan kebebasan individu serta
kesetaraan sosial yang dianggap niscaya pada saat itu. Dukungan ideologi ini pada
kebebasan individu dan hak pilih privat berjalan seiring dan berhubungan timbal balik
dengan ekonomi kapitalistik (gairah pasar hanya mungkin apabila intervensi politik
mendekati nol). Di sinilah liberalisme saling berhubungan timbal balik dengan
kapitalisme.
Konsep dasar liberalisme sebenarnya tidak banyak berbeda dengan nilai-nilai
Pancasila karena yang diperjuangkan liberalisme, yaitu liberte, egalite, dan fraternite
sudah terkandung dalam nilai-nilai Pancasila. Perbedaan prinsip antara liberalisme dan
Pancasila terletak pada pandangan tentang kebebasan, yaitu kebebasan individu amat
menonjol dan dominan pada liberalisme, sedangkan Pancasila menganggap negara
adalah semua untuk semua, semua untuk satu, dan satu untuk semua.
Ajaran liberalisme tidak mulus begitu saja, tetapi banyak mendapat reaksi dan
kritik. Reaksi dan kritik ini melahirkan aliran lain yang berkembang menjadi ideologi.
Atas reaksi dan kritik tersebut, aliran liberalisme membenahi diri sehingga selama
peralihan abad ke-19 ke abad ke-20 aliran ini berkembang menjadi dua aliran, yaitu
liberalisme sosial dan liberalisme neoklasik.
Liberalisme sosial berhubungan dengan pandangan yang lebih positif tentang
kebebasan dan campur tangan negara yang lebih besar, khususnya dalam regulasi
pembaruan ekonomi dan sosial. Liberalisme neoklasik melekat pada pandangan yang
sangat negatif tentang kebebasan pemahaman atas kemandirian pasar.
Dari kedua aliran tersebut, liberalisme sosial relatif lebih dekat pada nilai
Pancasila daripada liberalisme neoklasik karena peran negara dalam regulasi ekonomi
dan sosial sudah diperhatikan dalam liberalisme sosial. Selama perang dingin terjadi
perang ideologi antara paham totaliterian dan paham liberalisme.
Doktrin totalitarian lebih bersifat ideologis, utopis, historis, dan holistik sementara
liberalisme bersifat empiris pluralistik dan tidak bertujuan membangun negara yang
ideal. Untuk menghadapi tantangan kuat doktrin totalitairian ini aliran liberalisme terus
berbenah diri.
59

Pada peralihan abad ke-21 ini secara bertahap terjadi pembelokan dari
liberalisme ke demokrasi sosial di satu pihak, sedangkan di pihak lain terjadi
pembelokan ke arah konservatisme. Liberalisme yang membelok ke demokrasi sosial
lebih mendekati nilai-nilai Pancasila daripada yang membelok ke konservatisme. Pada
sistem liberalisme demokrasi sosial ada upaya pemerintah untuk mengontrol agar si
Kuat tidak menjadi lebih kuat sekaligus mengangkat si Lemah menjadi lebih kuat,
dengan menerapkan pajak progresif.
2. Konservatisme
Sejak awal liberalisme di Prancis sudah memunculkan sikap skeptis (apatisme
dan sinisme) pada ideologi baru ini. Di halaman depan sudah dibahas bahwa
liberalisme menimbukan anomi dan alienasi di masyarakat. Masyarakat yang anomi
dan teralienasi mudah dipengaruhi pemikiran lain yang memunculkan apatisme dan
sinisme yang menggugat aliran baru tersebut. Penggugat ini bernama konservatisme
yang akhirnya berkembang menjadi ideologi baru. Ideologi ini tidak anti terhadap
perubahan, tetapi menentang perubahan yang dipaksakan secara melampaui batas
oleh ideologi tertentu. Ideologi ini amat berhati-hati terhadap setiap perubahan dan
mengambil jarak terhadap setiap optimisme berlebihan. Konservatisme lebih
mewujudkan kondisi manusiawi yang memiliki batas-batas kemampuan, baik rohani
maupun jasmani yang tidak mudah begitu saja diubah dari luar. Konservatisme dalam
hal ini bersikap lebih realistis terhadap kondisi manusia.
Istilah konservatif muncul pertama kali di Perancis ketika Chateaubriand (1708
1848) memberi nama conservateur pada jurnal yang ia terbitkan untuk menolak
perluasan politik baru, terutama gagasan demokratis yang menjadi manifestasi utama
politik baru tersebut. Istilah ini segera diadopsi oleh kelompok lain yang menentang
kemajuan demokrasi dalam bentuk yang lebih radikal.
Di Amerika Serikat pada abad ke-19, kaum Republikan menggunakan istilah
konservatif untuk menyebut dirinya dan di Inggris digunakan untuk menyebut partai
Torry. Konservatif menganggap realisme bukan suatu doktrin kekuasaan semata,
melainkan doktrin tentang batasan-batasan ciptaan yang ada terbagi dalam .konflik
dualitas yang beraneka ragam, antara badan dan jiwa atau individu dan masyarakat
60

serta antara pemerintah dan yang diperintah. Bagi konservatif, mengimpikan
penghilangan konflik-konflik ini dari eksintensi manusia merupakan tanda dari semua
konsepsi kaum utopian tentang tatanan.
Ada kedekatan dan ketidaksamaan antara konservatif dan nilai Pancasila karena
Pancasila juga tidak menginginkan hal-hal yang drastis dalam perubahan. Pancasila
juga amat memperhatikan kondisi yang manusiawi. Ketidaksamaan antara konservatif
dengan Pancasila adalah konservatif mengambil posisi yang oposan dengan sesuatu
yang baru dan dipaksakan sementara posisi oposan ini kurang dikenal dalam nilai
Pancasila. Pancasila tetap mengakui kondisi alamiah yang berbeda dan tidak dapat
disamakan secara kodrati karena kesamaannya lainnya dengan konservatif adalah
tidak ada konflik perbedaan ini dalam kehidupan manusia.
Konservatif berkembang dalam tiga subaliran, yaitu konservatif reaksioner,
konservatif revolusioner, dan konservatif moderat. Konservatif reaksioner, menganggap
semua tatanan di jagad raya ini statis sebagai sesuatu yang teratur susunannya dan
masing-masing memiliki posisinya sendiri dan apabila keluar dari posisi tersebut, hal itu
merupakan rumusan anarki. Kaum reaksioner mengklaim bahwa politik akan stabil bila
bersandar pada konsensus nilai spiritual yang sesungguhnya. Mereka menganggap
bahwa demokrasi dengan kebebasan akan memusnahkan demokrasi itu sendiri. Aliran
ini sedikit bertentangan dengan nilai Pancasila karena Pancasila menganggap bahwa
hubungan antara manusia dan Tuhan Penciptanya dan dengan sesama manusia serta
dengan alam lingkungannya adalah hubungan yang dinamis, berkembang, dan berubah
sesuai dengan waktu.
Konservatif revolusioner menganggap pemikiran statis sebagai suatu
kemunduran dan menyatakan bahwa realisme adalah penerimaan intrinsik dari konflik
yang ada (ada lelaki ada perempuan, ada jasmani ada rohani) dan perjuangan
merupakan esensi dari kehidupan itu sendiri. Aliran ini tetap meyakini adanya konflik,
tetapi harus ada perjuangan untuk mengatasinya. Aliran revolusioner lebih dekat
dengan nilai-nilai Pancasila jika dibandingkan dengan aliran reaksioner.
Konservatif moderat menganggap realisme ditandai oleh penerimaan simpatik
terhadap keanekaragaman eksistensi dengan komitmen untuk diakomodasi di dalam
kerangka kerja sama negara yang terbatas. Cita-cita politik aliran moderat ini bersifat
61

seimbang, kompromis, moderat, dan sudah ada usaha untuk berdamai dengan
demokrat dan sosialis. Aliran moderat ini sudah hampir mirip dengan Pancasila, tetapi
tetap ada perbedaannya, seperti kedudukan oposisinya yang tidak dikenal dalam nilai-
nilai Pancasila yang penuh dengan nilai musyawarah. Konservatif lebih sering disebut
sebagai kaum kanan karena kurang memberikan konstribusi pada kemajuan.
Sebenarnya, istilah kiri dan kanan lebih mengacu kepada pengaturan kursi Majelis
Nasional di Perancis pada tahun 1789. Anggota yang menginginkan pembaruan akan
menempati kursi sebelah kiri, sedangkan yang kurang atau tidak menyetujui perubahan
duduk di sebelah kanan. Peristilahan kaum kanan dan kaum kiri telah melahirkan
aliran tengah atau jalan tengah yang diumumkan oleh MacMillan (18941986).
Era setelah Perang Dunia II mulai dirasakan masyarakat Eropa dengan
kemunduran di bidang rohani, yaitu hubungan masyarakat dengan gereja akibat dari
demokrasi liberal yang cenderung sekular. Mulai ada usaha untuk mempertemukan
aliran tolalitarian dengan individualis liberal. J alan tengah ini mendapat banyak kritik,
antara lain, ketika terjadi pertemuan tripartit informal di antara pemerintah, kongres
persatuan dagang, dan konfederasi industri Inggris. Banyak pakar menyebutnya
sebagai persetujuan dagang model Uni Soviet. Banyaknya kritik terhadap jalan tengah
memunculkan aliran kanan baru pada konservatif. Aliran kanan baru memiliki dua
mazhab, yaitu mazhab ekonomi dan mazhab politik.
Bagi mazhab ekonomi, masyarakat bebas memerlukan pasar bebas dan
legitimasi negara yang sebagian besar berasal dari kontribusinya pada penciptaan dan
pemeliharaan pasar bebas tersebut. Untuk mempertahan tesis di atas, mazhab
ekonomi berpendapat bahwa jasa besar ekonomi kanan baru adalah merestorasi
rasionalitas dari institusi yang tidak direncanakan (antara lain, pasar bebas) dalam
suatu masa yang cenderung menyamakan rasionalitas dengan perencanaan. Dalam
kenyataannya, mazhab ini kekurangan dasar etis bagi cita-cita politiknya.
Sementara itu, mazhab politik bersimpati pada ideologi pasar bebas. Akan tetapi,
mazhab politik mengubahnya dengan menambahkan kepedulian terhadap faktor
komunal dan moral serta penekanan yang lebih besar tehadap nasionalisme dan
kewibawaan negara.
J ika dihadapkan dengan nilai-nilai Pancasila, aliran jalan tengah lebih mendekati
62

nilai Pancasila daripada totaliterisme dan individualisme karena jalan tengah ini
mengambil hal yang positif pada totaliterisme dan individualisme sambil mengeliminasi
hal yang negatif dari kedua ideologi di atas. Meskipun aliran kanan baru, terutama
pada mazhab politik lebih dekat pada nilai-nilai Pancasila daripada jalan tengah,
tetap ada perbedaan, yaitu bahwa aliran ini memosisikan dirinya terhadap aliran baru,
sedangkan Pancasila, sebagai ideologi terbuka, siap menerima semua aliran yang akan
diseleksi kesesuaiannya.
Pada peralihan abad ke-21 ini pengaruh aliran konservatif kanan-baru lebih
menonjol, terutama karena konstribusinya terhadap sifat yang paling mencolok pada
dekade ini yang sudah menjadi perubahan dalam kerangka perdebatan politik, antara
lain, sosialisme tidak menganut lagi monopoli ortodoksi dan partai sosialis mulai terlibat
dalam penilaian kembali. J ika hal ini berlanjut, perkembangan aliran konservatif makin
dekat pada nilai-nilai Pancasila.
3. Marxisme dan Komunisme
Dalam aliran-aliran yang menentang liberalisme, marxisme dan komunisme adalah
yang paling brutal dan radikal walaupun ada kesamaannya karena, baik liberalisme
maupun marxisme atau komunisme sama-sama tumbuh untuk mendukung perubahan
dalam proses modernisme. Marxisme lebih menekankan persaudaraan (fraternite) dari
semboyan Revolusi Prancis liberte, egalite, fraternite. Kondisi ini menurut mereka
tidak diwujudkan dalam dunia liberalisme. Kesetaraan dan kebebasan yang
didengungkan liberalisme hanya berlaku sebagian dan tidak menyeluruh. Hal ini
membuktikan bahwa liberalisme memihak pada kepentingan segelintir orang yang
diuntungkan oleh masyarakat liberal.
Kritik atas kapitalisme yang mengoyak keadilan sosial merupakan hardcore dari
doktrin marxisme dalam semua versinya, baik komunis Soviet, revisionisme, maoisme,
catroisme, maupun neo-marxisme Barat. Kritik-kritik itu ternyata menimbulkan otokritik
pada masyarakat liberal dan telah terjadi perubahan besar pada masyarakat kapitalis
sehingga apa yang dibayangkan marxisme terhadap kapitalisme ternyata tidak borjuis
lagi sehingga marxisme dan komunisme kehilangan sasarannya. Meskipun demikian,
bukanlah berarti bahwa marxisme tidak ada gunanya karena apa yang hidup dalam
marxisme telah diserap dalam iklim intelektual umum. Tidak dapat disangkal oleh siapa
63

pun bahwa keberhasilan marxisme adalah menyadarkan akan adanya ketidakadilan
struktur dalam masyarakat modern yang sebagian besar dibentuk oleh kepentingan
ekonomi. Salah satu hasil dari evolusi internal marxisme adalah munculnya ideologi
sosialisme demokratis dan demokrasi sosial. Antara marxisme dan komunisme banyak
kesamaannya dan dapat dikatakan marxisme adalah teorinya, sedangkan komunisme
adalah praktiknya.
Dalam pemikiran Marx, manusia merupakan makhluk praktis yang proses
berpikirnya diatur oleh kebutuhan-kebutuhan materiil. Perjuangan manusia untuk
memenuhi kebutuhan materiil yang berkembang agaknya merupakan hal yang lebih
nyata daripada aktivitas mental kita. Amat ditekankan pentingnya kekuatan-kekuatan
produktif (alat dan instrumen) serta hubungan produksi (cara manusia mengorganisasi
dirinya agar menggunakan kekuatan-kekuatan produktifnya tersebut). J ika kekuatan
produksi ini dimiliki oleh kelompok minoritas, hubungan produksi akan bersifat
eksploitatif sebab kelompok mayoritas dipaksa bekerja dengan upah rendah,
sedangkan kaum minoritas parasit menggunakan kekuatan ekonomi mereka untuk
menikmati surplus bagi diri mereka sendiri. Marx membagi masyarakat dalam dua kelas
dengan merujuk pada kepemilikan dan non-kepemilikan alat produksi. Untuk
menghilangkan perbedaan di antara kelas ini, kepemilikan pribadi atas alat produksi
dihilangkan, termasuk agama, ketimpangan, pertentangan kelas, dan penindasan
negara. Bagi Marx, semua sejarah adalah sejarah pertentangan kelas dan memberi
suatu model perkembangan harus melalui lima tahap, yaitu tahap asiatik, kuno, feodal,
borjuis (kapitalis), dan akhirnya komunis.
Apabila dibandingkan dengan nilai-nilai Pancasila, marxisme-komunisme
memiliki beberapa persamaan dan perbedaan prinsip. J ika komunisme
memperjuangkan keadilan sosial, persaudaraan, dan kesamaan, nilai-nilai ini juga ada
dalam Pancasila. Perbedan prinsipnya terletak pada pertentangan kelas yang ada pada
marxisme serta negara merupakan alat bagi golongan tertentu untuk menguasai
golongan lain. Dalam Pancasila dianut paham semua untuk semua, semua untuk satu,
serta satu untuk semua. Pancasila memiliki nilai keseimbangan dalam hubungan
manusia dengan Tuhan penciptanya, manusia dengan manusia, dan manusia dengan
alam lingkungannya sehingga bertentangan dengan ajaran materialistis dalam
64

marxisme. Marxisme sendiri tidak populer di tempat kelahirannya di J erman. Di
samping ideologi ini tidak digali dari nilai budaya bangsa J ermania, dalam
kenyataannya liberalisme tidak muncul sebagai kapitalis yang digambarkan marxisme.
Karl Marx menghabiskan masa tuanya di London sebagai orang yang kurang dikenal.
Lenin membawa dan mengembangkan ideologi marxisme di Rusia untuk kepentingan
kelompoknya mencapai tujuan pembaruan masyarakat di wilayah kekaisaran Rusia.
Lenin mengajukan teori revolusi yang pecah dari bawah yang memiliki tiga sifat utama
berikut.
1. Kelas pekerja secara eksklusif, melalui usaha mereka sendiri, hanya
dapat mengembangkan kesadaran serikat dagang yang pada dasarnya suatu
bentuk kesadaran borjuis karena ia tidak dapat melampaui logika dari sistem
yang ada.
2. Kesadaran kaum sosialis yang asing dengan pengalaman sehari-hari
kaum proletariat harus dikembangkan melalui kaum intelektual borjuis dan
selanjutnya diberikan sebagai suatu karunia kepada mereka yang masih bodoh.
3. Partai hendaknya tidak berasal dari kelas pekerja dan bagi kelas
pekerja serta barisan depan diangkat sendiri dari semua latar belakang sosial
dan tunduk pada kultur disiplin partai pusat.
Lenin menambah bobot ideologi dengan strategi mencapai tujuan sehingga
ajaran ini menjadi marxisme-leninisme (komunisme). Marxisme-lenisisme sebenarnya
lebih disesuaikan dengan kondisi Uni Soviet yang agraris. Ketika terjadi polarisasi
kekuatan dunia setelah Perang Dunia II yang ditandai dengan munculnya perang dingin
antara blok barat dan blok timur, Stalin memanfaatkan ideologi ini untuk menyatukan
negara tetangga Rusia ke dalam Uni Soviet. J adilah komunis komintern yang mengarah
pada organisasi yang mendunia.
Secara teoretis cukup banyak subaliran marxisme, seperti marxisme ortodoks
dan marxisme hegelian. Marxisme orthodoks dengan pemikirnya Kautsky dan
Plekhanov mengafirmasikan secara teoretis dari buku Marx yang berjudul Das Capital.
Substansi buku itu menggambarkan hakikat kapitalis yang memiliki sifat
menghancurkan diri sendiri (self destructive nature) dan bergerak menuju sosialisasi
alat produksi.
65

Marxisme hegelian dengan pendukungnya Gramsci dan Lukacs tidak mau lagi
menafsirkan tindakan manusia semata-mata dari segi pikiran dan roh. Bagi mereka
kontribusi besar filsafat Marx terletak pada penggabungan secara sempurna kreativitas
manusia dan materialitas sosial ekonomi. Meskipun laki-laki dan perempuan bekerja
dalam batas-batas yang sudah ditentukan secara struktural, mereka menyimpan suatu
kapasitas otonomi. Marxisme dalam praktiknya adalah kaum komunis yang lama-
kelamaan mulai dikenal sebagai rezim komunis yang mulai mengacu pada
pelembagaan marxisme-leninisme sebagai instrumen kekuasaan yang zalim sehingga
terjadi jurang besar antara pengertian komunis versi marxisme dan komunis dalam
praktik. Ada upaya untuk membebaskan marxisme dari tanggung jawab kezaliman
komunis dalam praktik dengan menyatakan bahwa semua revolusi komunis terjadi di
negara yang tidak memiliki tradisi toleransi, terbelakang dalam pendidikan, dan tidak
dipersiapkan untuk revolusi proletariat murni, yaitu revolusi oleh kaum pekerja
terpelajar. Marxisme orthodoks sudah mengingatkan Lenin akan bahayanya suatu
revolusi karena akan menimbulkan kediktatoran atas kaum proletariat dan bukan
kediktatoran dari proletariat.
Kezaliman rezim Lenin dapat dilihat ketika kaum Bolshevik meneror partai
penentang, menindas otonomi universitas, mematikan kebebasan pers, mencabut hak
milik atas tanah yang begitu luas dan mencabut hak pilih warga, menyingkirkan kaum
intelektual, serta mengenalkan pembersihan ke semua bidang kehidupan. Yoseph
Stalin, pengganti Lenin, ternyata lebih zalim dalam mempraktikkan marxisme.
Komunis Asia yang mengikuti jalan Stalin adalah Polpot di Kamboja yang
terkenal dengan pembunuhan massalnya. Sementara itu, di Eropa, antara lain, ada di
Albania. Di China kediktatoran partai dan pemujaan pribadi secara berlebihan kebetulan
mendapat peneguhan dari ajaran yang dianut, yaitu Confusius yang mengangkat Mao
Zedong sebagai ketua partai sekaligus pemimpin tertinggi RRC. Pada tingkat teratas
Mao membuat tiga amendemen terhadap teori Marxis, yaitu
1. Meremehkan pentingnya proletariat kota dan mengklaim bahwa revolusi mulai
dari pedalaman dan dipelopori oleh kaum tani.
2. Menempatkan kesadaran atas kemauan politik di atas kondisi objektif atau
materi; serta.
66

3. Memperluas konsep kelas yang mencakup konsep tentang bangsa.
Mao menolak istilah pertentangan kelas dalam revolusi dan menolak anggapan bahwa
revolusi di China adalah revolusi internal. Bagi Mao, China adalah negara miskin dan
proletariat yang tertindas oleh bangsa borjuis yang makmur. Pertentangan kelas diubah
menjadi masalah internasional dengan bangsa-bangsa menjadi pendukung utamanya.
Pada medio 1960-an pemujaan Mao mengarah pada malapetaka dengan munculnya
revolusi kebudayaan, antara lain, dengan cara para pekerja didorong untuk
mempermalukan manajer dan teknisi mereka, mahasiswa didorong untuk
mempermalukan mahaguru mereka, dan ribuan orang terdidik dibunuh atau
dipenjarakan. Akibatnya, perekonomian menurun drastis walaupun akhirnya tentara
diperintahkan untuk menekan tatanan yang sudah rusak. Mao wafat pada 1976.
Sesudah kematiannya, semua kaum radikal disingkirkan. Selanjutnya, China mulai
mengenalkan beberapa keistimewaan ekonomi pasar tanpa menghilangkan ideologi
bidang politik.
Marxisme pada peralihan abad ke-21 secara menyeluruh sudah didiskreditkan
walaupun masih ada protes dari akademisi yang ingin memisahkan antara marxisme
praktis dan marxisme dalam gagasan. Melalui marxisme, dalam kritiknya terhadap
masyarakat borjuis tentang ketidakadilan ekonominya dan klaim politiknya yang curang,
Marx telah membuat beberapa hal yang masih valid sampai saat ini.
Partai komunis pertama di Indonesia yang didirikan oleh Sneevliet beraliran
marxisme-leninisme. Ketika Muso kembali dari Moskow pengaruh komunisme
komintern mulai masuk dalam partai komunis Indonesia dan menjelang peristiwa G-30-
S/PKI, pengaruh maoisme begitu kuat dalam partai komunisme Indonesia. Ketika Deng
Hsiao Ping muncul sebagai pimpinan di China, mulai ada usaha untuk mengurangi
pengaruh maoisme di China sekaligus menghilangkan standar ganda politik luar negeri
China (di satu pihak membatu pemerintah suatu negara, di lain pihak membantu
subversi partai komunis di negara tersebut), termasuk di Indonesia.
4. Demokrasi Sosial dan Sosialisme Demokratis
Demokrasi sosial merupakan hasil evaluasi internal marxisme Barat. Istilah ini
memaknai marxisme yang terorganisasi. Selain itu, istilah ini sendiri telah mengandung
gerakan antireformis yang terorganisasi. Sosialis demokratis juga merupakan istilah
67

yang diciptakan oleh penganutnya sebagai suatu tindakan melepaskan diri dari ikatan
realitas sosialisme yang tidak demokratis pada abad ke-20. Akan tetapi, hal itu
sekurang-kurangnya dalam beberapa pola dimaksudkan untuk menegaskan kembali
komitmen terhadap transformasi sistem daripada hanya suatu demokrasi sosial yang
membaik.
Demokrasi sosial muncul sebagai bentuk sosialisme abad ke-20 yang dominan
di Barat. Demokrasi itu menjadi oposan utama terhadap konservatisme politik dan
organisasi praktik kapitalisme. Demokrasi sosial bukanlah satu satunya oposisi dalam
istilah kaum sosialis karena doktrin ini menemukan musuh dari para pembela status
quo sehingga ia menemukan musuh lain dalam tradisi marxis yang membantah mandat
sosialisnya dan mengklaim untuk menawarkan suatu alternatif yang canggih secara
intelektual dan hebat secara politis. Permasalahan yang harus diperhitungkan tentang
demokrasi sosial adalah apakah ia harus dilihat sebagai suatu revisi terhadap
Marxisme berdasarkan asal dan lintasan politiknya atau apakah ia lebih akurat untuk
dianggap sebagai tradisi politik dalam kebenarannya sendiri. Pecahnya sosialisme
menjadi tradisi marxis dan demokrasi sosial merupakan karakteristik fundamental dari
sebagian besar sejarah abad ke-20.
Sosialisme sebagai doktrin merupakan produk abad modern. Sejarah awalnya
tidak luput dari Revolusi Prancis dan revolusi Industri di Inggris yang memunculkan
revolusi politik dan dari revolusi politik memunculkan revolusi ekonomi dan sosial.
Sosialisme muncul di Inggris dan Prancis pada dekade awal abad ke-19. Para
pemikirnya merupakan pemikir ekonomi dan pemikir awal ilmu manajemen ilmiah yang
mulai berkembang pada akhir abad ke-19. Mesin ekonomi harus di nakhodai oleh
manajer ilmiah dan ilmu manajemen modern mulai dikembangkan yang memengaruhi
hubungan antara majikan dan buruh. Organisasi buruh mulai muncul dan berkembang
makin kuat sehingga memengaruhi legislatif dalam pembuatan undang-undang
mengenai perburuhan. Pada akhir abad ke-19 muncul perseroan terbatas yang status
hukumnya lebih jelas sehingga dunia hukum mulai mengatur segi ekonomi. Apa yang
ditakuti marxisme tentang kapitalisme tidak terwujud, tetapi kritikan marxisme telah
dijadikan otokritik oleh liberalisme kapitalis sehingga melahirkan sosialisme demokratis.
Pada abad ke-20 ilmu manajemen berkembang dari manajemen ilmiah ke
68

manajemen hubungan manusia. Dalam konsep manajemen tersebut, harkat
kemanusian pekerja makin diperhatikan pada era ini. Dalam manajemen muncul
jabatan manajer personalia di dunia usaha. Harkat manusiawi ini makin dijunjung dalam
dunia usaha sehingga memunculkan pemikir-pemikir baru yang beraliran sosialisme
demokratis.
J ika dihadapkan dengan nilai-nilai Pancasila, nilai sosialisme secara jelas
terkandung dalam dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ideologi
sosialisme demokratis dan demokrasi sosial banyak kecocokannya dengan Pancasila
hanya karena kedekatannya dengan ideologi marxisme dan ada relatif banyak ajaran
marxisme yang diadopsi sosialisme. J ika Pancasila menitikberatkan pada
keseimbangan, kesetaraan, dan kesesuaian kaya miskin, majikan, dan pekerja,
sosialisme lebih menitikberatkan pada kepentingan masyarakat banyak, terutama kaum
bawah.
Dalam peralihan abad ke-21 ini sedang diusahakan perkembangan jenis
sosialisme baru yang masih berakar dari tradisi lamanya, tetapi peran-peran
kontemporernya dirumuskan kembali. Pakar Michael Harrington menjelaskan hal ini
sebagai republikanisme sosialis yang terjadi ketika perkembangan politik, ekonomi, dan
sosial dari negara modern mengarahkan sosialisme ke arah suatu konsepsi tentang
tujuannya yang etis, multikelas, dan desentralistis yang didasarkan pada penciptaan
masyarakat baru, baik di dalam negara maupun di seluruh dunia.
5. Anarkisme. Ideologi ini memiliki persaudaraan batin dengan komunisme.
Keduanya sama-sama menolak negara dan kapitalisme. J ika komunisme menonjolkan
ide solidaritas, anarkisme ingin meradikalkan prioritas individu atau kolektif dan ide
otonomi moral yang sudah terlampir pada liberalisme. Anarkis menginginkan liberalisme
harus konsekuen dan tidak berhenti pada konsep negara minimal. Negara itu sendiri
harus dilenyapkan karena merupakan sumber kendala otonomi individu dan ancaman
bagi kebebasan. Revolusi anarkis tidak berhenti pada pergantian rezim, tetapi berlanjut
pada perlenyapan spontan segala otoritas dan hukum. Di sinilah tujuan akhir
anarkisme, yaitu berupa asosiasi sukarela dari individu-individu otonom atau self
goverment.
Program anarkisme merupakan dasar desentralisasi politik radikal sampai ke
69

tangan individu terakhir. Sejauh liberalisme dipandang sebagai penegakan hukum (rule
of law), anarkisme akan menunjang liberalisme. Akan tetapi, di pihak lain anarkisme
meradikalkan liberalisme dalam asas kebebasan dan otonomi. Tujuan anarkisme
secara praktis tidak akan tercapai jika rule of law yang menjadi medium sekaligus
pembatas kesenjangan individu yang satu terhadap yang lain dilenyapkan.
Anarkisme adalah salah satu ideologi dan salah satu aliran pemikiran yang betul
ada dan bukan untuk ditakuti dalam praktik kehidupan sehari-hari. Beberapa pemikiran
anarkis tentang negara, antara lain, sistem hukum dan penegakan hukumnya dibuat
dan dijalankan demi kepentingan kelas yang berkuasa dan pemilik kekayaan, metode
hukumannya, antara lain, penjara adalah model barbarian, kekuatan angkatan
bersenjata yang jauh melindungi masyarakat merupakan instrumen kekuatan yang
kejam yang dirancang untuk perang, negara dijalankan dengan ongkos mahal dan
boros dalam melaksanakannya, serta negara mempraktikkan birokrasi yang tidak
efisien dan menetapkan pajak dengan sewenang-wenang. Reaksi permusuhan
terhadap negara pemerintah dan otoritas yang terorganisasi ini diakarkan pada
pengalaman awal kelaliman monarki dan otoritarian yang begitu khas di abad ke-19 di
Rusia.
Pandangan anarkisme mengenai harta milik (Wlilliam Goldwin) adalah bahwa
setiap harta benda yang seharusnya menjadi harta milik individu yang kepemilikan
atasnya akan menghasilkan kebaikan yang paling besar bagi banyak orang. Harta milik
hendaklah didistribusikan menurut klaim-klaim yang dibutuhkan di tempat-tempat yang
mengharuskan adanya pemerataan kekayaan.
Perkembangan sains di bidang manajemen studi juga memengaruhi pemikiran
para anarkis. Mesinisasi di bidang industri menjadikan manusia pekerja sebagai
subsistem dari manajemen tersebut. Hal ini membuat manusia menjadi semacam robot
hidup yang diatur berdasarkan siklus jam kerjanya sesuai dengan sistem manajemen.
Di satu pihak, mesin tidak mengenal letih, sedangkan manusia pekerja butuh istirahat.
Manajemen melihat hal ini sebagai suatu yang kurang manusiawi sehingga
berkembang ke manajemen hubungan manusia yang dimulai pada awal abad ke-20.
J ika dihadapkan dengan nilai-nilai Pancasila, Pancasila tidak mengenal azas
kolektivitas dan tidak memprioritaskan individu. Pancasila mengambil jalur tengah
70

berupa semua untuk semua, semua untuk satu, dan satu untuk semua. Oleh sebab itu,
anarkisme tidak sesuai dengan Pancasila. Anarkisme menolak rule of law, sedangkan
Pancasila adalah dasar dari hukum dasar Indonesia.
Pada peralihan ke abad ke-21 ini anarkisme memang sudah berada pada posisi
kegagalan. Ideologinya sering dinamakan doktrin reaksioner dan tidak laku. Secara
lebih halus ideologi tersebut akan dikatakan sebagai ideologi yang absurd romantis
yang tidak dapat berdamai dengan realitas dari suatu dunia yang individualistis,
birokratis, dan urbanistis. Namun, ideologi tidak dapat juga disepelekan karena kritiknya
pada segi negatif dari negara dan birokrasinya, terutama di abad yang makin skeptis
terhadap efisiensi dan manfaat tindakan suatu negara serta kebutuhan rohani yang
radikal untuk mengatasi masalah perkotaan, ekologi, dan industri.
6. Feminisme. Ketimpangan struktural dalam masyarakat liberal kapitalis
yang disoroti marxisme dipakai oleh feminisme sebagai titik tolak untuk
mengungkapkan ketimpangan yang lebih fundamental dalam masyarakat kapitalistik,
yaitu ketimpangan gender. Ideologi feminisme mencoba meyakinkan bahwa
penindasan seksual lebih mendasar daripada penindasan kelas. Dari tiga ide
Revolusi Prancis, ide egalite (persamaan) harus diwujudkan secara radikal dalam
bentuk kesetaraan gender. Perjuangan feministik terhadap kesetaraan gender sudah
sesuai dan inheren dalam modernisasi. Emansipasi dari prasangka purba manusia
bahwa rumah atau ruang privat adalah lokus alamiah perempuan ditentang kaum
feministik sebagai hal yang tidak alamiah, tetapi artifisial.
Melalui kemajuan teknologi modern, seperti penggunaan alat kontrasepsi,
terungkap bahwa perempuan juga dapat tidak bergantung pada fungsi-fungsi domestik.
Keperempuanan bukan hakikat yang tidak dapat diubah. J ika keprivatan
keperempuanan dipersoalkan, distingsi privat dan publik dalam liberalisme akan digugat
oleh feministik karena mereka menganggap distingsi tersebut artifisial yang dibuat
berdasarkan konsensus masyarakat yang didominasi laki-laki. Menuntut kaum
feministis, relasi kekuasaan bukan cuma pada dunia publik, melainkan telah merasuk
sampai dunia privat, antara lain, terjadinya kekerasan pada perempuan dalam keluarga.
Seperti anarkisme dan marxisme, kritik feministik tampaknya hanya tinggal kritik
saja dan tertinggal jauh oleh begitu cepatnya globalisasi serta tuntutan ekonomi pasar.
71

Tuntutan feministis atas kesetaraan gender dalam pendidikan, partisipasi demokratis,
akses ke dunia profesi, dan sebagainya tampaknya belum banyak mengubah situasi.
Begitu besarnya potensi perempuan sehingga membuat tuntutan dari kaum feminis
patut dipertimbangkan adalah karena perempuan mengisi separuh penduduk dunia,
melaksanakan hampir dua pertiga dari jam kerja dunia, tetapi menerima sepersepuluh
pendapatan dunia dan memiliki harta milik kurang dari seperseratus harta milik dunia.
Ternyata dunia belum adil pada perempuan.
Nilai-nilai dalam Pancasila memiliki nilai kesetaraan kesederajatan sehingga
dalam idealisme Pancasila tidak ada perbedaan status hak dan kesempatan antara
perempuan dan laki-laki. Akan tetapi, Pancasila tidak terfokus pada kesetaraan yang
terlalu khusus antara laki-laki dan perempuan, seperti yang diperjuangkan oleh kaum
feministis. Pancasila memiliki nilai keharmonisan antara yang alamiah dan sosial
sehingga walaupun tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam status hak dan
kesempatan, Pancasila tidak menganggap pria sama dengan wanita karena secara
kodrat alamiah memang berbeda. Pada peralihan abad ke-21 ini, peran perempuan
makin menonjol dalam hampir semua kegiatan, baik sosial, politik, ekonomi, maupun
hankam. Perolehan peran-peran ini dalam kehidupan masyarakat tidak hanya murni
tuntutan kaum feministis, tetapi lebih banyak karena perkembangan sosial di
masyarakat itu sendiri. Perkembangan politik akan memicu perkembangan ekonomi
dan perkembangan ekonomi akan memicu perkembangan sosial.
Hambatan terbesar dalam kesetaraan gender ini untuk masa kapan pun adalah
di bidang agama, terutama pada agama Katolik dan Islam yang merupakan agama
terbesar di dunia saat ini. Kedua agama tersebut sampai saat ini dan sampai kapan pun
tidak akan mengizinkan imam dari kaum perempuan karena terkait dengan ajaran
yang dogmatis. Beberapa ayat di kitab suci pun memunculkan dominasi suami dalam
keluarga pada saat istri harus menghomati suami sebagai kepala keluarga.
7. Ekologisme. Ketika semua ideologi lain memusatkan diri pada dunia
sosial, ada satu ideologi yang prihatin terhadap dunia alamiah, yaitu ekologisme yang
juga merupakan biosentrisme. Modernisasi kapitalistik merupakan bentuk perkosaan
manusia terhadap ibu bumi sehingga terjadi analogi antara nasib alam dengan nasib
perempuan dalam feminisme yang memunculkan aliran baru ekofeminisme. Alam yang
72

ditanamkan oleh industrialisasi dan teknologisasi pada gilirannya akan membentuk dan
membuat bumi menjadi tempat yang tidak layak lagi didiami oleh manusia. Ekologisme
ingin berusaha menghindarkan manusia dari malapetaka itu. Programnya, antara lain,
ekonomi hijau, politik hijau, dan masyarakat hijau. Sekilas tampaknya ideologi ini hanya
beroperasi dengan reparasi-reparasi kerusakan yang ditimbulkan oleh modernisasi
kapitalistik, yakni program penghijauan atau tanah yang telah ditanduskan. Ideologi ini
memiliki tuntutan yang lebih dalam lagi untuk mengubah gaya hidup kapitalis yang
hedonistis dan konsumtif lewat penarikan diri dari antroposentrisme yang mengajarkan
bahwa manusia lebih berhak hidup di bumi ini daripada makhluk alamiah lainnya.
Ajaran ekologisme ini berhasil memunculkan kesadaran ekologis sejak awal
pembentukannya pada abad ke-18.
Ekologisme sebenarnya sudah ada dalam budaya masyarakat tradisional
sebelum dimanipulasi dan dieksploitasi oleh ekonomi pasar. Kebebasan otonomi dan
kesamaan yang diperjuangkan liberalisme tidak lebih dari antroposentrisme yang
membahayakan lingkungan. Di sini terlihat bahwa ekologisme secara sistematis
mengangkat keberadaan yang sebenarnya secara potensial sudah ada dalam
kebudayaan-kebudayaan dan dilakukan oleh kapitalisme. Secara alamiah ekologisme
lahir seumur dengan peradaban manusia yang menyatu dengan alamnya dan baru
pada abad ke-18 mulai muncul pemikir, seperti Thomas Malthus yang menyatakan
bahwa pertumbuhan manusia meningkat secara geometris, sedangkan produksi
makanan hanya meningkat secara aritmetris sehingga dikhawatirkan terjadi kelaparan
pada masa depan. Pemikir lain dari Amerika Serikat, yaitu J ohn Muir (18381946)
yang secara resmi sudah mendesak pemerintah untuk memelihara hutan belantara,
dan Gillord Penchot (18651946) mendesak perlindungan terhadap sumber daya alam
karena nilai kemanfaatannya. Gagasan keduanya memunculkan ide preservasionis
(Muir) dan konservasionis (Pinchot) yang telah diwariskan kepada kita sampai saat ini.
J ika dihadapkan dengan nilai Pancasila, paham ini memiliki banyak kesamaan
karena Pancasila mengakui hubungan manusia dengan alam lingkungannya. Berkaitan
dengan sila Persatuan Indonesia, persatuan yang dimaksud bukan hanya persatuan
sesama bangsa, melainkan juga persatuan dengan bumi tempat berpijak.
Perbedaannya adalah bahwa dalam Pancasila tidak hanya ada hubungan manusia
73

dengan alam lingkungan, tetapi juga ada hubungan dengan Tuhan penciptanya serta
sesama manusia. Ekologisme peralihan abad ke-21 akan terus ada dan makin
berpengaruh karena isu global, seperti isu lingkungan hidup yang makin kuat
memengaruhi segala kehidupan manusia. Memang ada sedikit perbedaan antara
Ekologisme dan aliran lingkungan (environmentalisme). Gerakan hijau makin diperlukan
dan ada dalam kehidupan manusia. Dengan makin kuatnya gerakan hijau
mengemukakan permasalahan yang berkaitan dengan program ekologi dan
menekankannya sebagai unsur politik, masa depan ekologisme akan terus cerah.
8. Nasionalisme. Ideologi nasionalisme agak berbeda dari ideologi lain yang
lahir karena reaksi atau bentuk dan koreksinya terhadap liberalisme. Nasionalisme
sebagai suatu kesadaran dan perasaan sentimental sebangsa sudah ada seumur
dengan peradaban manusia. Ideologi ini tidak sekadar mengeksplorasi kesadaran
modern, tetapi juga sudah memiliki ide-ide kolektif asli yang masih murni utuh.
Bangunan tentang kelompok original itu, baik bangsa, ras, maupun agama dapat
mengutuhkan kembali identitas kolektif yang luntur akibat proses modernisasi
kapitalistis. Elemen-elemen kesadaran modern, seperti konsep kedaulatan dan
rasionalitas penguasaan massa jalin-menjalin dengan sentimen ke-kita-an yang
ditimba banyak dari masa silam.
Nasionalisme modern lahir dari Revolusi Prancis dan menjadi saudara
kembarnya liberalisme. Dalam kategori bangsa (nation) dicakup asas kenegaraan,
kewarganegaraan, dan kebebasan universal. Dahulu kala masyarakat membangsa
hingga menegara karena ras. Akan tetapi, dengan terjadinya mobilisasi penduduk
akibat kelaparan, epedemi, bencana alam, dan perang suku di suatu wilayah tertentu,
sudah sulit mendapatkan masyarakat yang seratus persen seetnis. Masyarakatnya
sudah multietnis dan heterogen. Masyarakat yang multietnis dan heterogen ini ingin
membangsa dan menegara dan menurut Ernest Renan persyaratannya adalah ada
kehendak ingin bersatu. Persatuan ini diperkuat lagi dengan ilmu geopolitik, yaitu
persatuan antara manusia dan tanah tempat berpijak.
Nasionalisme modern adalah demosentris dan bukan etnosentris. Namun, ada
kecenderungan suatu bangsa ingin memunculkan identitasnya karena identitas
merupakan salah satu sarana memperkuat bangsa (nation) tersebut. Identitasisme
74

akan mengarah pada kekitaan dan paham bangsa yang mengarah pada kekitaan tidak
sesuai dengan nilai Pancasila terutama sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Nilai Kemanusiaan adalah nilai universal yang membuat bangsa saling
menghormati dengan bangsa lain. Ir Soekarno dalam menyampaikan pidato usul dasar
negara mengusulkan internasionalisme/peri kemanusiaan untuk membatasi
nasionalisme fanatis yang mengarah pada chauvinisme dan etnosentrisme. Banyak
pemikir menyampaikan soal pemikiran mereka tentang nasionalisme, antara lain, Max
Weber yang mengatakan bahwa nasionalisme merupakan suatu ideologi yang memiliki
kekuatan pengaruh yang menggerakkan serta merupakan perasaan menjadi bagian
dari sesuatu dan berfungsi membangun perasaan bagi satu komunitas nasional. Para
penyebar ideologi ini mengantributkan kepada negara mereka suatu identitas kultural
yang khas yang menetapkan negara itu terpisah dari negara lain dan memberikan suatu
tempat khusus di dalam proses historis. Komunitas ini diidentifikasikan dengan
seperangkat karakteristik unik yang berasal dari realitas konstitusional, historis,
geografis, agama, bahasa, etnis, atau genetis.
Selama negara bangsa yang muncul menegakkan prinsip civil society sebagai
proses ketika semua penduduk tetap menikmati sepenuhnya hak asasi manusia karena
kewarganegaraan terlepas dari kriteria etnis, nasionalisme tidak dapat dipecah dari
liberalisme politik dan menghasilkan nasionalisme liberal. Dengan demikian, identitas-
identitas subjektif yang berupa kecintaan pada negara akan menimbulkan patriotisme
yang dapat dibedakan dari identitas primer (etnis).
Dalam masyarakat patrional kebutuhan yang universal terhadap identitas dan
rasa memiliki sering dipenuhi oleh bentuk kecintaan objektif yang hebat pada tanah air
(chauvinisme) atau pada etnis sendiri (etnosentrisme). Orang sering memelihara
perasaan ini dengan memusuhi negara etnis atau kelompok lain yang berbeda yang
ada dalam negara. Emosi semacam ini rentan terhadap muatan yang revolusioner.
Dalam kasus ini nasionalisme dapat berlaku sebagai legitimasi terhadap kebencian
kepada orang asing (xenofobia) dan diskriminasi berdasarkan etnis (rasisme).
Baik nasionalisme liberal maupun nasinalisme dengan identitas primer tidak
cocok dengan Pancasila karena muatan individualisme dan kebebasan dalam
75

nasionalisme liberal sangat kuat, sedangkan identitas primer akan memunculkan
chauvinisme. Kebangsaan Indonesia ke dalam menganut semua untuk semua, semua
untuk satu, dan satu untuk semua, sedangkan kebangsaan Indonesia ke luar menganut
saling menghormati antarbangsa di dunia. Pancasila tidak mengenal diskriminasi
sehingga Pancasila tidak mengenal chauvinisme.
Dalam peralihan ke abad ke-21 pengaruh etnosentris sangat kuat dalam
membentuk negara. Hal itu dapat dilihat dari pecahnya Uni Soviet. Negara aslinya
muncul kembali dengan etnosentrisme yang sangat kuat pada negara barunya.
Yugoslavia pecah kembali karena etnosentrisme dengan membentuk negara pecahan.
Cekoslovakia pecah juga karena pengaruh etnosentrisme ras Ceko dan Slovakia. Ada
upaya negara bagian Quebec di Kanada memisahkan diri dari negara induknya Kanada
karena etnosentrisme. Bangsa Kurdi yang berada di perbatasan Turki, perbatasan Irak,
dan perbatasan Iran ingin menegara berdasarkan etnosentrisme, tetapi menemui
kendala dari negara induk Turki, Irak, dan Iran yang tidak mau negara Kurdistan berdiri.
9. Fasisme. Fasisme melihat demokrasi liberal sebagai sesuatu yang
mengasingkan manusia dan mengancam kohesi sosial. Dengan demikian, ideologi ini
tidak saja kembali ke kolektivisme, tetapi juga mementaskan mitos kepemimpinan gaya
khas fasisme dalam mencapai tujuan politiknya, yaitu partai massa, pemimpin
kharismatik, pemakaian teror, dan propaganda total. Ideologi ini memusuhi liberalisme,
konservatisme, dan komunisme sekaligus. Orang menganggap fasisme sebagai
kegagalan modernitas, tetapi ada paham yang memandangnya sebagai tahap
perkembangan di dalam modernitas kapitalistis itu sendiri. Ideologi ini termasuk yang
paling kompleks karena menggabungkan filsafat yang berjauhan satu sama lain, seperti
ide tentang kuasa elite dari Plato, kehendak umum dari Rousseau, prioritas atas
individu dari Hegel, pemujaan kekuasaan dan mitos keyakinan akan elan sejarah dari
Bergson, serta kultur kekerasan dari Sorel. Berbagai arus pemikiran tersebut terhimpun
secara mendalam di satu titik yang berfungsi sebagai legitimasi kekuasaan totalitas.
Di dalam bukunya, Mein Kampf Hitler menuliskan bahwa ekonomi ini merupakan
tingkat kegunaan kedua atau ketiga dan ekonomi harus dilihat sebagai bagian dari
tujuan yang lebih luas. Fasisme klasik lebih menonjol pada serangan-serangan
terhadap ideologi lain, khususnya komunisme, konservatisme, dan terutama
76

liberalisme. Sebagai pendatang baru di dunia politik, fasisme memosisikan
eksistensinya dengan menyerang ideologi yang sudah mantap. Fasisme klasik
bercirikan partai massal dengan menggunakan propaganda yang luas dan dipimpin
oleh pemimpin karismatik. Sesudah tahun 1945, fasisme klasik dianggap sampah
politik, lalu muncul fasisme baru yang dikenal dengan neo-fasisme, antara lain,
beberapa rezim besar, seperti Pinochet di Cili dan Saddam Husein di Irak. Pemikir neo-
fasisme berupaya untuk merevisi fasisme klasik, tetapi neo-fasisme muncul berbeda-
beda. Bahkan, ada yang masih mendewakan kembali antisemitisme Hitler. Beberapa
neo-fasisme mendukung Eropaisme dengan maksud menyelamatkan Eropa dari neo-
komunisme.
J ika dihadapkan dengan Pancasila, ideologi tersebut tidak cocok dengan nilai
Pancasila karena Pancasila menolak chauvinisme, sedangkan fasisme memujanya.
Asas mufakat dan asas kemanusiaan dalam Pancasila bertentangan dengan metode
propaganda total dan praktek antisemitisme yang telah dipraktekkan dalam
pembunuhan jutaan warga Yahudi di camp selama Perang Dunia II. Pada peralihan
abad ke-21 ini, neo-fasisme mungkin masih dapat berkembang dalam kelompok muda
yang teralienasi, terutama di bekas J erman Timur yang perekonomiannya masih belum
sama dengan masyarakat bekas J erman Barat. Kesenjangan ini membuat mereka ingin
mempraktikkan indentitas yang berbeda seiring dengan kondisi makin banyaknya
imigran asing yang masuk ke J erman. Mereka menjadi pesaing kaum muda eks J erman
Timur di bidang lapangan kerja. Menyatunya Eropa dalam satu mata uang dan
keimigrasian memudahkan masyarakat Eropa Timur ke Eropa Barat mencari lapangan
kerja. Kehadiran mereka makin memberi peluang kaum muda J erman yang teralienasi
untuk menjadi neo-fasis.
10. Islam Fundamental. J ika fasisme bereaksi kompleks terhadap modernitas,
Islam fundamental atau Islamisme bereaksi secara khusus terhadap satu elemen
modernitas, yaitu sekularisme. Islam fundamental merupakan reaksi terhadap
sekularisme dan liberalisme dan muncul dalam gerakan kembali ke fundamen agama.
Karena gerakan ini lahir akibat modernisasi, dapat dikatakan bahwa fundamentalisme
adalah anak dari modernisasi itu sendiri. Hasrat teokrasi lahir dari konfrontasi atas
modernitas dengan cara-cara modern.
77

Tesis lama di Barat mengatakan bahwa fundamentalisme lahir dari
ketidakmampuannya untuk menanggapi krisis-krisis yang ditimbulkan oleh modernisasi.
Namun, perlu ditambahkan bahwa ketidakmampuan itu mendapat sumbangan dari
beban sejarah kolonialisme atas negara-negara Islam dan dari ketimpangan global
yang menghasilkan konflik utara-selatan dewasa ini. Melalui sikap antiliberal dan anti-
Barat, Islamisme dapat dilihat sebagai dekolonisasi yang terlambat serta fanatisme,
puritanisme, eksklusivisme, dan ekstremisme yang terkandung di dalam dogma dan
yang praktisnya telah menjadikan Islamisme sebagai agama baru di tengah
kemajemukan di dalam Islam itu sendiri. Fundamentalisme Islam merupakan sebuah
ideologi yang berusaha untuk menetapkan kembali agama Islam sebagai sistem politik
dalam dunia modern. Dalam pengertian ini, Islam menjadi suatu sistem organik total
yang bersaing secara komprehensif dengan jangkauan ideologi serta sistem negara
lain. Dalam Islam sendiri ada keanekaragaman, baik yang sudah mendunia, regional,
maupun lokal.
Sekularisasi dapat menjadi salah satu dari sejumlah makna yang menandai
hubungan antara negara dan agama. Hasil pemantauan banyak paham menyatakan
bahwa penolakan Islam terhadap sekularisme kuat sekali. Pada dekade kedua
memasuki abad ke-20 Turki menjadi negara Islam pertama yang menyatakan
sekularisme di negaranya. Padahal, negara itu selama berabad-abad menjadi pusat
kesultanan Islam terbesar dunia.
J ika dihadapkan dengan nilai Pancasila, sejak awal ketika mempersiapkan
kemerdekaan, para pendiri bangsa (founding fathers) yang mengusulkan dasar negara
tidak setuju Indonesia berdasarkan pada agama atau Islam walaupun lebih dari 90
persen warganya beragama Islam. Para pendiri bangsa memberikan solusi agar
kepentingan Islam dapat disalurkan, antara lain, dibuktikan dengan usulan Ir. Soekarno
tentang sila mufakat, musyawarah, dan perwakilan.
Dalam musyawarah dan perwakilan inilah umat Islam dan umat beragama lain
menyalurkan aspirasi kepentingannya untuk dimusyawarahkan dan dimufakatkan.
Sementara itu, sila ketuhanan tidak memungkinkan bangsa Indonesia menganut
sekularisme. Sila kebangsaan menganut paham negara semua untuk semua, semua
untuk satu, dan satu untuk semua bukan hanya untuk satu golongan saja (agama,
78

suku, golongan).
Pada peralihan abad ke-21 ini kemungkinan berkembangnya fundamentalisme
Islam relatif besar akibat kebijakan Amerika Serikat yang kurang adil terhadap ekonomi
dan politik di Timur Tengah. Amerika Serikat tetap menganakemaskan Israel yang
menjadi musuh bebuyutan negara-negara Islam, tetangga Israel. Kebijakan ekonomi
Amerika Serikat yang ingin menguasai minyak di Timur Tengah dari hulu sampai hilir
menimbulkan reaksi dari beberapa pengusaha Arab sehingga memunculkan gerakan
Alqaeda. Kebijakan Amerika Serikat di Irak menimbulkan reaksi di negara Islam lainnya
sehingga terjadi.perubahan besar politik di negara tersebut, antara lain, kemenangan
Partai Hamas di Palestina dan munculnya kembali pemerintahan yang lebih
fundamental di Iran. Kondisi di Irak sendiri belum dapat diprediksikan. Akan tetapi, jika
Amerika Serikat tidak berhasil menurunkan tingkat pertentangan kelompok-kelompok
agama di Irak dan terjadi perang saudara yang lebih radikal, akan timbul korban yang
cukup besar di kedua pihak (Sunni dan Syiah). Pihak Amerikalah yang akan
dipersalahkan oleh kaum fundamentalis sebagai penyebabnya. Semua isu negatif yang
ditujukan ke Amerika Serikat merupakan vitamin bagi tumbuhnya fundamentalisme
Islam di semua negara Islam jika ada yang memprakasainya. Kelompok fundamentalis
di setiap negara Islam bisa saja diorganisasi secara mendunia oleh kelompok anti-AS
tertentu.
Latihan
Untuk lebih memantapkan pemahaman Anda terhadap kegiatan belajar 3 ini, cobalah
kerjakan latihan berikut ini!
1. Pada era global yang ditandai dengan kemajuan pesat di bidang informasi dan
transportasi, besar sekali kemungkinan masuknya nilai dari ideologi lain yang kurang
cocok dengan Pancasila. Bagaimana peran dan fungsi Pancasila sebagai ideologi
terbuka dalam menghadapi hal itu?
2. Semua fenomena kehidupan manusia memiliki kutub ekstrem positif dan kutub
ekstrem negatif. Apa pun fenomenanya memiliki segi positif sekaligus segi negatifnya.
Hal apa saja yang positif dari modernisasi yang melahirkan liberalisme dan apa saja
yang negatif jika dihadapkan pada nilai-nilai Pancasila?
3. Fasisme dengan ciri partai massa, pemimpin yang kharismatik, dan propaganda
79

yang kuat, pernah ada dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia selama
ini. Berikan contoh-contohnya!
4. Pada era Orde Baru Presiden Soeharto pernah secara resmi mengatakan Suka
tidak suka, mau tidak mau, siap tidak siap, kita akan menerima liberalisasi ekonomi.
Apakah hal itu merupakan tanda-tanda begitu besarnya peneterasi aliran liberalisme
dalam sistem ekonomi Indonesia atau peringatan pada bangsa bahwa Pancasila
sebagai ideologi terbuka siap menerima nilai baru yang harus disaring dalam filter
Pancasila dan diarahkan sesuai dengan ajaran ideologi Pancasila? Beri tanggapan!
5. Kritik dari marxisme terhadap liberalisme memunculkan sosialisme demokratis
dan demokrasi sosial. Nilai sosialisme demokratisme dan demokrasi sosial lebih dekat
dengan nilai Pancasila. Marxisme sudah ada di Indonesia sejak 1912 dan sistem politik
Indonesia pernah mengalami kedekatan dengan sistem liberal di era tahun 1950-an.
Apakah kritik seperti di atas terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
Indonesia di bidang politik terutama pada era 1950-an? Beri tanggapan!
6. Emansipasi wanita sebagai gerakan sudah muncul sejak abad ke-19 dan terus
berkembang sampai saat ini. Peran wanita dalam pemerintahan sudah ada sejak
zaman Majapahit dan terakhir pada masa Presiden RI kelima. Apakah pergerakan
emansipasi ini sudah mengideologi dalam feminisme atau hanya berbentuk ikut-ikutan?
Bagaimana dengan gerakan pencinta lingkungan di Indonesia, apakah sudah
mengideologi atau merupakan gerakan yang ikut-ikutan? Beri tanggapan!
7. Pajak progresif dan kebijakan trickle down sempat disampaikan langsung oleh
Presiden Soeharto kepada para konglomerat Indonesia. Kedua kebijakan ini muncul
dalam kebijakan ekonomi kanan baru dalam aliran konservatisme. Kebijakan dapat
muncul sebagai jawaban atas kritik marxisme pada sistem ekonomi liberal yang
individualistis. Apakah kedua kebijakan tersebut bisa lolos dalam filter Pancasila
sebagai ideologi terbuka dan diterapkan dalam sistem ekonomi Indonesia? Beri
tanggapan!
8. Banyak pakar mengatakan bahwa identitas sebagai bangsa Indonesia makin
turun. Untuk mengikutkan penanaman identitas perlu peningkatan kesadaran kekitaan
meskipun hal itu bertentangan dengan Pancasila. Bagaimana cara meningkatkan
identitas bangsa tanpa menimbulkan chauvinisme (kekitaan)?
80

9. Tidak satu pun anggota BPUPKI dari aliran agama Islam yang menyampaikan
pidato usul dasar negara, tetapi dalam interupsi dalam pidato dan diskusi penyampaian
Preambul Undang-Undang Dasar, peran mereka banyak sehingga muncul tujuh kata
yang berwarna syariat Islam dalam sila pertama Pancasila. Namun, pada tanggal 18
Agustus dalam sidang pertama PPKI dimufakati bahwa ketujuh kalimat tersebut
dihapus. Dalam perjalanan sejarah bangsa pengaruh dan tekanan untuk memasukkan
syariat Islam dalam batang tubuh serta dalam aturan perundangan RI dan peraturan
daerah sangat kuat. Bagaimana dengan otonomi khusus Aceh yang secara
kontitusional bersyariat Islam dan bagaimana pula dengan isu-isu syariat Islam pada
peraturan-peraturan daerah di pemerintahan daerah? Beri tanggapan!
10. Akhir-akhir ini kritik tajam kepada aparat pemerintah dan negara makin kuat
sehingga dapat menimbulkan anomi dan alienasi dalam masyarakat yang
memungkinkan berkembangnya sinisme dan apatisme. Dalam kondisi seperti itu,
masyarakat akan merasakan tidak ada gunanya punya negara. Apakah ini dapat
diklarifikasikan sebagai anarkisme? Beri tanggapan!
Petunjuk Jawaban
1. Pancasila sebagai ideologi terbuka dapat berperan sebagai filter penyaring dan
koridor pengarah dengan melaksanakan fungsi-fungsi, seperti sosialisasi, pemilahan,
dan penilaian.
2. Baca lagi liberalisme terutama yang berkaitan dengan Pancasila!
3. Baca lagi fasisme terutama pada ciri-ciri fasisme!
4. Baca kembali liberalisme terutama pada kebebasan partai yang dikaitkan
dengan isu-isu global dan Pancasila sebagai ideologi terbuka!
5. Baca kembali marxisme, terutama yang berkaitan dengan ketidakadilan
liberalisme dan otokritik bagi liberalisme untuk berbenah diri. Baca lagi perkembangan
marxisme di Indonesia pada saat Sneevliet mendirikan ISDV (Indische Sociaal-
Democratische Vereniging), ketika Muso kembali dari Uni Soviet, dan menjelang G-30-
S/PKI!
6. Baca lagi feminisme dan ekologisme!
7. Baca lagi konservatisme, terutama pada aliran baru!
8. Baca lagi nasionalisme, terutama pada kekitaannya!
81

9. Baca lagi modul Lahirnya Pancasila serta Fundamentalisme!
10. Baca lagi anarkisme, terutama pada tuntutannya agar negara bubar!

11. Rangkuman
Dalam pokok bahasan di atas telah diterangkan pokok-pokok ideologi dan
ideologi politik serta Pancasila sebagai ideologi. Perkembangan modernisasi yang
dimulai di Prancis dan Inggris melahirkan ideologi liberalisme, kapitalisme,
individualisme, dan sekularisme. Sesuatu yang baru akan mendapat reaksi dan reaksi
langsung muncul dari konservatisme serta marxisme yang berkembang menjadi
ideologi sampai saat ini. Kritik-kritik marxisme pada liberalisme dijadikan otokritik bagi
liberalisme untuk berbenah diri dan melahirkan demokrasi sosial dan sosialisme
demokratis yang berkembang sebagai ideologi baru. Liberalisme membutuhkan negara
untuk melindungi kepentingannya yang memunculkan reaksi dari anarkisme yang
menolak adanya negara sekaligus liberalisme kapitalistis. Kritik marxisme terhadap
modernisasi digunakan feminisme sebagai penindasan terhadap harkat perempuan
dalam memperjuangkan kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat. Senada
dengan feminisme, kaum ekologis juga menilai bahwa akibat dari modernisasi dan
industrilisasi, telah terjadi perkosaan manusia terhadap ibu bumi dan mereka berjuang
menyelamatkan bumi dari kerusakan oleh manusia. Liberalisme yang lahir dari
revolusi Perancis melahirkan juga nasionalisme yang demosentris. Hal itu bertentangan
dengan ethnosentrisme serta chauvinisme pada fasisme yang ikut juga berkembang
menjadi ideologi. Modernisasi melahirkan sekularisme yang mendapat tantangan kuat
dari kelompok agama, terutama Islam sehingga lahir fundamentalisme Islam.

DAFTAR BACAAN
Bacaan Utama
Benge, Eugene J . Pokok-Pokok Manajemen Modern.
Eatwell, Roger and Anthony Wright. Ideologi-Ideologi Politik Kontemporer.
Sekertariat Negara RI. Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Bacaan Pendukung yang Dianjurkan
Naskah-Naskah Lemhannas RI
82


83

Kegiatan Belajar 4
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA
DAN IDEOLOGI NASIONAL

1. Hakikat dan Fungsi Ideologi
Ideologi adalah kompleks pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan
menjadi landasan bagi seseorang (atau masyarakat) untuk memahami jagat raya dan
bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya. Berdasarkan
pemahaman yang dihayatinya itu, seseorang menangkap yang dilihatnya benar dan
tidak benar serta apa yang dinilai baik dan tidak baik. Demikian pula, ia akan
menjalankan kegiatan-kegiatan sebagai perwujudan keseluruhan pengetahuan dan nilai
yang dimilikinya. Dengan demikian, akan terciptalah baginya suatu dunia kehidupan
masyarakat dengan sistem dan struktur sosial yang sesuai dengan orientasi
ideologisnya. Namun, ini tidak berarti bahwa dunia kehidupan masyarakat semata-mata
merupakan manifestasi ideologi karena ideologi bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri
lepas dari kenyataan hidup masyarakat. Ideologi adalah produk kebudayaan suatu
masyarakat sehingga dalam arti tertentu juga merupakan manifestasi kenyataan sosial.
Pada hakikatnya ideologi tidak lain adalah hasil refleksi manusia berkat
kemampuannya mengadakan distansi terhadap dunia kehidupannya. Antara keduanya,
yaitu ideologi dan kenyataan hidup masyarakat, terjadi hubungan dialektis sehingga
berlangsung pengaruh timbal balik yang terwujud dalam interaksi yang di satu pihak
memacu ideologi makin realistis dan di pihak lain mendorong masyarakat makin
mendekati bentuk yang ideal. Ideologi tidak hanya mencerminkan cara berpikir
masyarakat, tetapi juga membentuk masyarakat menuju cita-cita. Dengan demikian,
terlihatlah bahwa ideologi bukanlah sekedar pengetahuan teoritis belaka, melainkan
merupakan sesuatu yang dihayati menjadi suatu keyakinan. Ideologi merupakan satu
pilihan yang jelas membawa komitmen untuk mewujudkannya. Makin mendalam
kesadaran ideologis seseorang, makin tinggi pula rasa komitmennya untuk
melaksanakannya. Komitmen itu tecermin dalam sikap seseorang yang meyakini
ideologinya sebagai ketentuan-ketentuan normatif yang harus ditaati dalam hidup
84

bermasyarakat.
Dengan demikian, fungsi ideologi adalah memberikan
a. Struktur kognitif, yaitu keseluruhan pengetahuan yang dapat menjadi
landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian di alam
sekitarnya;
b. Orientasi dasar, dengan membuka wawasan yang memberikan makna
dan menunjukkan tujuan dalam kehidupan manusia;
c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang
untuk melangkah dan bertindak;
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya;
e. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk
menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan; serta
f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami,
menghayati, dan memolakan tingkah lakunya sesuai dengan orientasi dan
norma-norma yang terkandung di dalamnya.

2. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional . Sebagai ideologi nasional,
Pancasila berfungsi menggerakkan masyarakat untuk membangun bangsa dengan
usaha-usaha yang meliputi semua bidang kehidupan. Pancasila tidak menentukan
secara apriori sistem ekonomi dan politik, tetapi sistem apa pun yang dipilih harus
mampu menyalurkan aspirasi utama tersebut di atas.
Sebagai ideologi nasional, Pancasila yang pada dasarnya menampilkan nilai-
nilai universal, menunjukkan wawasan yang integral-integratif dan sebagai ideologi
modern mampu memberikan gairah dan semangat yang tinggi. Berbeda dengan
ideologi-ideologi Barat, Pancasila yang dilahirkan dalam budaya dan sejarah peradaban
timur sangat menjunjung tinggi peran religiusitas yang justru sangat didambakan dalam
alam kehidupan dan peradaban teknokratis sekarang ini.
Dimensi religius membebaskan manusia dari dominasi kebendaan dengan
menunjukkan transendensi terhadap-Nya melalui pemaknaan yang spiritual sehingga
tidak akan kering kehabisan inspirasi dan bahkan menawarkan harapan dan perspektif
ke depan. Sementara itu, dimensi etis mempertahankan manusia dalam memiliki harkat
85

dan martabatnya dan memperjuangkan terwujudnya kemanusiaan dan keadilan di
dunia. Dengan demikian, Pancasila menawarkan solusi terhadap krisis dunia dengan
menjaga keutuhan manusia sebagai pribadi di tengah keramaian peradaban dunia yang
sedang mengalami proses alienasi kultural. Salah satu peran Pancasila yang menonjol
sejak permulaan penyelenggaraan negara Republik Indonesia adalah fungsinya dalam
mempersatukan seluruh rakyat Indonesia menjadi bangsa yang berkepribadian dan
percaya pada diri sendiri.
Sebagaimana kita ketahui, kondisi masyarakat sejak permulaan hidup
kenegaraan adalah serba majemuk. Masyarakat Indonesia bersifat multietnis,
multireligius, dan multiideologis. Kemajemukan tersebut menunjukkan adanya berbagai
unsur yang saling berinteraksi. Berbagai unsur dalam bidang-bidang kehidupan
masyarakat merupakan benih-benih yang dapat memperkaya khazanah budaya untuk
membangun bangsa yang kuat, tetapi sebaliknya dapat memperlemah kekuatan
bangsa dengan berbagai percekcokan dan perselisihan. Oleh karena itu, proses
hubungan sosial perlu diusahakan agar berjalan secara sentripetal agar terjadi apa
yang menjadi populer dalam tahun-tahun pertama perjuangan, yaitu samenbundeling
van alle krachten (persatuan bersama semua kekuatan). Di samping itu, kemerdekaan
bangsa Indonesia dicapai lewat revolusi. Penggalangan kekuatan tersebut sangat
diperlukan untuk membekali bangsa Indonesia dalam perjuangannya melawan penjajah
dan mengusirnya dari bumi nusantara.
Dengan melihat situasi bangsa sedemikian itu, masalah pokok yang pertama kali
harus diatasi pada masa itu adalah bagaimana menggalang persatuan dan kekuatan
bangsa yang sangat dibutuhkan untuk mengawali penyelenggaraan negara. Dengan
kata lain, nation and character building merupakan prasyarat dan tugas utama yang
harus dilaksanakan. Dalam konteks politik inilah Pancasila dipersepsikan sebagai
ideologi persatuan. Pancasila diharapkan mampu memberikan jaminan terhadap
perwujudan misi politik itu karena merupakan hasil rujukan nasional sehingga setiap
kekuatan sosial masyarakat merasa terikat dan ikut bertanggung jawab atas masa
depan bangsa dan negaranya. Dengan demikian, Pancasila berfungsi pula sebagai
acuan bersama untuk memecahkan perbedaan serta pertentangan politik di antara
golongan dan kekuatan politik.
86

Karena urgensi untuk memecahkan masalah-masalah politik selama dua
dasawarsa dalam penyelenggaraan negara, Pancasila dipersepsikan sebagai sintesa
atau perpaduan yang mempersatukan berbagai sikap hidup yang berada di tanah air.
Berbagai aliran dan pendirian yang berbeda dipertemukan dalam Pancasila. Pancasila
menyediakan arena yang di satu pihak memberikan keleluasaan bergerak, tetapi di
pihak lain memberikan patokan moral yang tidak boleh dilanggar.
Pancasila dapat diinterpretasikan secara luas. Akan tetapi, bagaimana pun
luasnya Pancasila tidak dapat diinterpretasikan sedemikian rupa sehingga meliputi
pengertian yang bertentangan. Sebaliknya, Pancasila tidak dapat dipersempit sehingga
menjadi monopoli golongan masyarakat tertentu saja.
Persepsi tersebut di atas dapat diperjelas dengan gagasan Bung Karno yang
mengemukakan ibarat wadah dan isi (1953). Negara adalah suatu wadah yang dapat
diisi apa pun. Karena negara RI disusun berdasarkan Pancasila, apa pun isi yang
dituangkan harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Bagaimana pun juga, persepsi
demikian memberikan implikasi-implikasi tertentu.
Dalam alam pikiran tersebut, Pancasila merupakan ideologi nasional yang
meliputi dan memayungi segenap orientasi di dalamnya. Artinya, adanya pandangan-
pandangan hidup di dalam masyarakat diakui dan dibenarkan untuk berkembang, baik
dengan mengeksplisitkan potensi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya maupun
melalui akulturasi. Pengembangan itu diperlukan untuk memperkuat kebudayaan
daerah sebagai sarana artikulasi masyarakat. Di samping itu, eksistensi pandangan-
pandangan hidup tersebut diperlukan pula untuk mengisi dan memperkaya ideologi
nasional dalam menjalankan fungsinya untuk menggalang persatuan dan kesatuan
bangsa. Dalam konteks pemahaman seperti itulah kebudayaan nasional yang menurut
penjelasan UUD 1945 merupakan rangkuman dari puncak-puncak kebudayaan itu
diharapkan menumbuhkan saling pengertian dan saling penghargaan yang sangat
diperlukan dalam kancah hidup bersama.
Berkaitan dengan hal itu, persepsi politik yang memberikan pembenaran hak
hidup bagi pandangan-pandangan hidup dalam rangka mengisi ideologi nasional pada
khususnya dan pembenaran eksistensi kebudayaan daerah dalam rangka
pengembangan kebudayaan nasional pada umumnya membuka pula peluang
87

terjadinya berbagai interpretasi subjektif yang diberikan oleh setiap kekuatan sosial
politik. Berbagai interpretasi itu di satu pihak dapat benar-benar memperkaya ideologi
nasional dan kebudayaan nasional, tetapi di lain pihak bisa juga memperkosanya
karena memaksakan suatu pandangan subjektif tertentu demi kepentingan-kepentingan
politik tertentu.
Pandangan yang menyatakan bahwa Pancasila adalah doktrin revolusi
sebagaimana tercatat dalam sejarah adalah contoh pemerkosaan yang dimaksudkan.
Lebih lanjut, interpretasi subyektif dapat mencerminkan suatu paham serta golongan
tertentu yang nyata-nyata keluar jalur karena tidak adanya keserasian antara pahamnya
dan nilai-nilai Pancasila atau menganggap Pancasila semata-mata sebagai perangkat
sopan santun belaka, seperti tecermin dalam adanya pemberontakan-pemberontakan
pada masa lalu. Dengan kata lain, suatu pandangan hidup sebagai subideologi
ditampilkan sebagai tandingan terhadap Pancasila sebagai ideologi nasional dan
memaksanya dengan kekuatan fisik.
Penampilan Pancasila sebagai ideologi persatuan telah menunjukkan relevansi
dan kekuatannya dalam dua dasawarsa sejak permulaan kehidupan dan
penyelenggaraan negara RI. Pancasila merupakan filsafat politik. Rakyat Indonesia
telah dibangun dengan kesadaran yang kuat sebagai bangsa yang memiliki identitas
dan hidup bersatu dalam jiwa nasionalisme dan patriotisme. Namun, terlihat adanya
kelemahan dalam persepsi dalam periode tersebut. Kemiskinan yang parah dan
berlarut-larut kurang mendapatkan perhatian dan kurang ditanggulangi. Rakyat yang
sejak lama mengharapkan perbaikan hidup kurang ditanggapi. Situasi demikian
ditangkap oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai peluang dengan memanfaatkan
serta mengangkatnya sebagai isu politik utama. Kejelian ini memberikan jawaban atas
pertanyaan mengapa organisasi politik yang tidak lama sebelumnya telah mengadakan
pemberontakan di Madiun yang dalam waktu singkat dapat menarik dukungan berjuta-
juta orang di belakangnya.

3. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Fungsi Pancasila untuk memberikan orientasi ke depan mengharuskan bangsa
Indonesia selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang dihadapinya. Kemajuan
88

ilmu pengetahuan, kecanggihan teknologi, dan pesatnya perkembangan sarana
komunikasi membuat dunia makin kecil dan interdependensi di kalangan bangsa-
bangsa di dunia menguat. Ini berarti bahwa pembangunan nasional tidak hanya
ditentukan oleh faktor-faktor dalam negeri, tetapi juga banyak dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang berkaitan dengan modal. Bangsa Indonesia yang sedang sibuk membangun
dengan usaha memecahkan masalah-masalah dalam negeri, seperti kemiskinan dan
kesenjangan sosial, mau tidak mau terseret ke dalam jaringan poltik dunia yang makin
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan ekonomi raksasa. Globalisasi ekonomi jelas
memberikan dampak yang cukup jauh, baik dalam bentuk ancaman ketergantungan
yang mempersulit usaha bangsa menuju kemandirian maupun dalam bentuk
pemupukan modal di kalangan kelompok elite yang tidak selalu sejalan dengan
kebijaksanaan pemerataan kesejahteraan.
Hal itu semua menunjukkan bahwa bangsa Indonesia dihadapkan pada
tantangan untuk bertahan hidup, yaitu tantangan untuk memiliki cara hidup dan tingkat
kehidupan yang wajar secara manusiawi dan adil. Tantangan itu hanya bisa diatasi
apabila bangsa Indonesia di satu pihak tetap mempertahankan identitasnya dalam
ikatan persatuan nasional dan di pihak lain mampu mengembangkan dinamikanya agar
mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Dinamika tersebut mengandalkan
kemampuan untuk beradaptasi terhadap proses kehidupan yang baru dan berinovasi
untuk menciptakan kualitas kerja dan kualitas produk yang makin baik. Daya saing
masyarakat hanya akan meningkat apabila sikap yang rasional, kritis, dan kreatif di
kalangan masyarakat selalu dipupuk.
Untuk menjawab tantangan tersebut, jelaslah Pancasila perlu tampil sebagai
ideologi terbuka karena ketertutupan hanya akan membawa kemandekan. Keterbukaan
tidak berarti mengubah nilai-nilai dasar Pancasila, tetapi mengeksplisitkan wawasannya
secara lebih konkret sehingga memiliki kemampuan yang lebih tajam untuk
memecahkan masalah-masalah baru. Suatu ideologi adalah terbuka, sejauh tidak
dipaksa dari luar, tetapi terbentuk justru atas kesepakatan masyarakat sehingga
merupakan milik masyarakat. Sebaliknya, ideologi tertutup memutlakkan pandangan
secara totaliter sehingga masyarakat tidak mungkin mengambil jarak terhadapnya dan
tidak mungkin memilikinya. Bahkan, masyarakat dan martabat manusia akan
89

dikorbankan untuknya.
Dalam idelogi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang bersifat mendasar
dan tidak langsung bersifat operasional sehingga setiap kali harus dieksplisitkan.
Eksplisitasi dilakukan dengan menghadapkannya pada berbagai masalah yang selalu
datang silih berganti melalui refleksi yang rasional sehingga terungkap makna
operasionalnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa penjabaran ideologi dilaksanakan
melalui interpretasi dan reinterpretasi yang kritis. Di situlah dapat ditunjukan kekuatan
ideologi terbuka, sebuah hal yang tidak didapatkan dalam ideologi tertutup, karena
memiliki sifat yang dinamis dan tidak akan membeku. Sebaliknya, ideologi tertutup
mematikan cita-cita atau nilai-nilai dasar dan hanya mampu menunjukkannya sebagai
fosil-fosil yang mati.
Dalam menjabarkan nilai-nilai dasar Pancasila agar menjadi makin operasional
sehingga makin menunjukkan fungsinya bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi
berbagai masalah dan tantangan dewasa ini, perlu diperhatikan beberapa dimensi yang
menunjukkan ciri khas dalam orientasi Pancasila. Sekurang-kurangnya ada tiga
dimensi. Dimensi pertama adalah dimensi teleologis yang menunjukkan bahwa
pembangunan mempunyai tujuan, yaitu mewujudkan cita-cita Proklamasi 1945. Hidup
bukanlah ditentukan oleh nasib, tetapi bergantung pada rahmat Tuhan Yang Maha Esa
dan usaha manusia. Dengan demikian, dimensi ini menimbulkan dinamika dalam
kehidupan bangsa. Kehidupan manusia tidak ditentukan oleh keharusan sejarah yang
bergantung pada kekuatan produksi sebagaimana dikemukakan pandangan marxisme.
Manusia terlalu tinggi derajatnya untuk sepenuhnya hanya ditentukan oleh faktor
ekonomi. Manusia mempunyai cita-cita, mempunyai semangat, dan mempunyai niat
ataupun tekad. Oleh karena itu, manusia mampu mewujudkan cita-cita, semangat, niat
ataupun tekadnya itu ke dalam kenyataan dengan daya kreasinya.
Dimensi kedua adalah dimensi etis. Ciri ini menunjukkan bahwa dalam
Pancasila martabat manusia mempunyai kedudukan yang sentral. Seluruh proses
dalam pembangunan diarahkan untuk mengangkat derajat manusia melalui penciptaan
untuk kehidupan yang manusiawi. Ini berarti bahwa pembangunan yang manusiawi
harus mewujudkan keadilan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupannya. Di pihak
lain, manusia pun dituntut untuk bertanggung jawab atas usaha dan pilihan yang
90

ditentukannya. Dimensi etis menuntut pembangunan yang bertanggung jawab.
Dimensi ketiga adalah dimensi integral -integratif. Dimensi ini menempatkan
manusia tidak secara individualistis, tetapi dalam konteks strukturnya. Manusia adalah
pribadi, tetapi juga relasi. Oleh karena itu manusia harus dilihat dalam keseluruhan
sistem yang meliputi masyarakat, dunia, dan lingkungannya. Pembangunan diarahkan
bukan saja kepada peningkatan kualitas manusia, melainkan juga kepada peningkatan
kualitas strukturnya. Hanya dengan wawasan yang utuh seperti itu keseimbangan hidup
bisa terjamin. Berdasarkan analisis di atas, dapat ditarik beberapa simpulan untuk
menjadi arahan dalam usaha menjabarkan Pancasila secara operasional. Penjabaran
Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu memikirkan terciptanya struktur proses berikut
ini dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat dalam menyongsong tahap tinggal
landas.
Pertama adalah perlunya dinamisasi kehidupan masyarakat. Hal itu diperlukan
agar bertumbuh mekanisme sosial yang mampu menanggapi permasalahan dengan
daya-daya inovasi, kreasi, dan kompetisi.
Kedua adalah perlunya demokratisasi masyarakat yang mampu membentuk
setiap warga negara dewasa dan mampu untuk bertindak berdasarkan keputusan
pribadi dan tanggung jawab pribadi. Kedewasaan demokratis tecermin dalam
kesanggupan sikap insan untuk melihat masalah di lingkungannya, menganalisisnya,
mengambil keputusan, dan berani melaksanakan pilihannya secara bertanggung jawab.
Ketiga, perlu terjadinya fungsionalisasi atau refungsionalisasi lembaga-lembaga
pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat. Suatu sistem kehidupan mempunyai
bagian-bagian yang menjalankan fungsinya masing-masing. Tidak berfungsinya satu
bagian akan mengganggu kelancaran seluruh sistem sehingga tidak berjalan secara
wajar. Namun, beban yang berlebihan pada satu bagian akan mengganggu pula arus
gerak sistem secara keseluruhan. Diperlukan koorperasi dan koordinasi yang hidup dan
seimbang di antara bagian-bagian sistem masyarakat.
Keempat adalah perlunya dilaksanakan institusionalisasi nilai-nilai, yang
membuat seluruh mekanisme masyarakat berjalan dengan wajar dan sehat. Kekuatan
dan dinamika kehidupan masyarakat tidak hanya tercipta dalam penghayatan nilai-nilai
yang luhur, tetapi harus disertai dengan pelembagaan nilai-nilai luhur tersebut dalam
91

berbagai bidang kehidupan sehingga terjadi hubungan yang saling mendukung antara
aktor (sebagai pelaku) dan struktur (sebagai jaringan yang mengondisikannya).

4. Tantangan Aktualisasi Pancasila
Pancasila pada hakikatnya adalah ideologi humanis yang bercirikan emansipatoris.
Sebagai ideologi Pancasila mempunyai daya kekuatan yang menggerakkan
masyarakat agar menjalankan tindakan-tindakan riil dalam kehidupan masyarakat sesuai
dengan aspirasi nilai-nilai yang dikandungnya. Tindakan-tindakan itu bersifat
emansipatoris karena pada dasarnya merupakan langkah pembebasan bangsa dari
berbagai bentuk penjajahan, penindasan, kekerasan, dan dominasi.
Berkaitan dengan hal itu, harus disadari bahwa kita pun sekarang ini hidup
dalam zaman global. Berkat penetrasi iptek, informasi, modal, dan media komunikasi,
dunia kita sering disebut sebagai Global Village (Anthony Giddens), Borderless World
(Kenichi Ohmae), ataupun bercirikan Space Compression (D. Harvey) beserta arus
kepentingannya yang menyebar ke pelosok-pelosok dunia pada umumnya. Ini berarti
kalau tidak hati-hati karena tidak mampu bertahan karena kepribadian yang lemah,
orang akan terombang-ambing oleh pengaruh arus global yang tentu saja membawa
kepentingannya sendiri.
Proses globalisasi yang menimbulkan tantangan dan ancaman bagi bangsa
Indonesia dewasa ini adalah desakan konsumerisme (Baudrillard) yang melanda
kehidupan bangsa bagaikan tsunami. Globalisasi membawa masyarakat dapat
menyaksikan gedung-gedung menjulang dan hotel-hotel yang mewah untuk dihuni dan
dikunjungi. Globalisasi juga mendorong mereka untuk mengagumi mal-mal yang penuh
dengan komoditas yang dijajakan melalui etalase model pakaian ala Marks & Spencer,
Nike dan Adidas, restoran-restoran bergengsi, seperti Starbucks, Kentucky Fried
Chicken, dan McDonald serta iklan-iklan di layar TV serta pertunjukan-pertunjukan
menarik melalui multimedia. Itu semua tidak sekadar menawarkan komoditas untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat, tetapi juga secara halus (tidak disadari)
mendesakkan, bahkan memaksakan semuanya menjadi seakan-akan merupakan
kebutuhan riil yang sebenarnya. Dengan demikian, masyarakat membeli gengsi dengan
makan di restoran dan mal-mal tersebut. Ini berarti bahwa masyarakat menjalani
92

kehidupan yang semu (Hyper Reality, Baudrillard) karena tidak hanya keputusan
pribadi yang otentik dalam menentukannya, tetapi status yang dibentuk oleh faktor
pengaruh dari luar melalui iklan dan tayangan yang tiada berkesudahan dan menjadi
ukuran semu pula. Dengan demikian, masyarakat tidak menyadari telah dikelabui oleh
desakan serta pengaruh iklan dan media massa tersebut sehingga konsekuensinya
membuat masyarakat makin konsumtif walaupun masyarakat pada dasarnya memang
konsumtif pasif dan tidak mampu memproduksi bahan-bahan kebutuhannya sendiri.
Oleh karena itu, bangsa Indonesia dibuat menjadi bangsa importir yang terpaksa
hidup dari barang-barang kebutuhan yang berasal dari luar negeri. Dengan demikian,
masyarakat menjalani kehidupan yang palsu. Masyarakat dibuat hidup mewah
karenanya walaupun sebenarnya miskin. Ancaman konsumerisme ini terletak dalam
kenyataan bahwa kekuatan-kekuatan perusahaan ekonomi merupakan pemegang
kekuatan global yang mampu menjadikan konsumerisme sebagai alat untuk
mendatangkan keuntungan dengan mengeksploitasi kondisi bangsa-bangsa miskin
yang bergantung kepada kekuatan-kekuatan ekonomi global tersebut. Dengan kata
lain, konsumerisme menjadi alat untuk mempertahankan dominasi kekuatan ekonomi
global terhadap bangsa-bangsa yang menderita itu.
Oleh karena itu, agar masyarakat dapat hidup bebas sesuai dengan jati diri serta
hidup otentik, sepatutnya bangsa Indonesia bangkit dari keterpurukannya. Bangun
artinya menggalang kekuatan untuk mencegah konsumerisme dan ketergantungan
tersebut dengan membuat bangsa berorientasi kepada kerja yang produktif. Kerja
produktif tidak sekadar meneruskan cara kerja masyarakat secara tradisional, tetapi
juga meningkatkan kualitas kerja yang rasional. Ini berarti menumbuhkan etos kerja
yang menjadi andalan masyarakat produktif. Melalui proses itu, bangsa Indonesia akan
menghargai hasil karyanya sendiri dan mempunyai percaya diri karena etos kerja
adalah wujud yang mencerminkan perkembangan dan peningkatan harkat bangsa
sebagai manusia. Dengan meninggalkan bentuk kehidupan yang palsu dan semu itu,
bangsa Indonesia akan kembali sebagai bangsa yang sadar akan harkatnya sendiri
untuk mampu bersaing. Namun, semua itu adalah suatu tekad dan satu niat yang
penting. Untuk itu, ada tantangan berat yang harus diatasi terlebih dahulu, yaitu
menghadapi ancaman oportunisme karena secara kultural paham itu merupakan akar
93

keterpurukan bangsa dewasa ini.
Sikap oportunistik yang sudah merambah ke mentalitas kaum elite masyarakat
Indonesia berakibat melemahkan daya ketahanan bangsa dari dalam, membuyarkan
rasa komitmen nasional, merenggangkan solidaritas terhadap sesama warga, dan,
dengan demikian, membiarkan kesatuan dan keutuhan bangsa sebagai formalitas
belaka. Itu semua terjadi karena diawali dengan anggapan yang tidak memperhatikan
dan bahkan mengingkari prinsip-prinsip sebagai norma hidup yang harus ditaati,
dengan menyatakan bahwa setiap perbuatan adalah baik selama berguna bagi
seseorang dan bermanfaat bagi pencapaian kepentingan pribadinya. J adi, pada
dasarnya tidak ada nilai-nilai dasar, termasuk nilai-nilai Pancasila yang wajib diterima
untuk mengatur kehidupan secara normatif. J elaslah sikap yang pragmatis itu membuka
lebar-lebar merajalelanya nafsu serakah di segala bidang, keserakahan untuk memiliki
harta benda (hebzucht), keserakahan untuk berkuasa (heerzucht); dan keserakahan
untuk dihormati (eerzucht) (I. Kant).
Dengan memprioritaskan nafsu keserakahan itu dalam perilaku serta peri
kehidupan, timbul anggapan bahwa tujuan menghalalkan segala cara, tiada nilai-nilai
moral sebagai pedoman hidup, dan tiada hati nurani diindahkan lagi karena kesadaran
moral sudah tumpul dan bahkan punah. Kondisi oportunistik semacam itu mendorong
seseorang untuk bertindak tidak jujur, tidak adil, dan bahkan bertindak semena-mena
dengan menyalahgunakan wewenang, menjalankan KKN, dan tidak segan-segan
menjalankan kekerasan dan kriminalitas. Disposisi mental seperti itu membuat
seseorang mudah berbohong, munafik, sanggup berkhianat terhadap rekan
sahabatnya, hingga tega menjual bangsa dan tanah airnya. Pada kenyataannya ia
kehilangan martabat serta harga diri sebagai manusia. Meskipun dikelilingi oleh
kekayaan serta jabatan berlimpah, ia tetap bukan lagi manusia yang sebenarnya. Itulah
bahaya oportunisme yang dapat menyebabkan bangsa dan negara terpuruk sampai ke
titik yang rendah hanya karena ulah elite masyarakat, elite politik, dan elite
kepemimpinan bangsa tertentu yang tenggelam dalam kubangan oportunistik.
Mampukah bangsa Indonesia yang terjangkit oleh wabah penyakit oportunisme
ini menghadapi ancaman konsumerisme untuk bisa bangun kembali? Perlu disadari
bahwa kondisi oportunistik ini memberi peluang yang makin besar bagi dominasi
94

kelompok kepentingan global terhadap kelompok bangsa-bangsa yang miskin,
menderita, dan tersingkir. Oleh sebab itu, kalau kita ingin mengatasi keterpurukan
bangsa dan berhasil membangun bangsa seutuhnya, kita perlu mengusahakan
peningkatan ketahanan budaya bangsa dan mengintegrasikannya dengan bentuk-
bentuk ketahanan di bidang lainnya melalui tindakan-tindakan komunikatif (Habermas)
dalam praksis sebagai wujud kenyataan riil yang berinspirasikan pengetahuan dan
kehendak emansipatoris. Fragmentasi ketahanan bangsa dalam setiap bidang
kehidupan berakibat fragmentasi pula dalam keberhasilan pembangunan.
Adapun pembentukan ketahanan budaya berarti menjalankan reorientasi
semangat dan cita-cita moral Pembukaan UUD 1945 yang intinya memperjuangkan
pembebasan bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila. J ustru karena itu kita hidup pada
zaman global ketika masalah dan tantangan baru harus direinterpretasi dengan tepat
sehingga bisa ditemukan arahan kebijakan-kebijakan nasional secara benar dan
relevan. Pembebasan adalah proses usaha melepaskan diri dari berbagai dominasi dan
ketergantungan menuju pembentukan sikap yang mencerminkan jati diri bangsa serta
hidup bersama dalam interdependensi yang sehat. Selanjutnya, agar bisa dilakukan
tindakan-tindakan serta langkah-langkah konkret secara bersama sebagai cerminan
hasil dialog dan komunikasi, perlu diusahakan kembali, terutama di daerah masing-
masing, tumbuhnya ranah publik atau public sphere (Habermas), yaitu suatu arena
tempat komunikasi dan diskusi terbuka diselenggarakan secara teratur di antara
berbagai unsur kekuatan sebagai kontrol sosial, seperti organisasi masyarakat, pers
dan media massa, lembaga studi dan penelitian, dan perguruan tinggi untuk mencapai
kesepakatan bersama sebagai wujud usaha pembebasan bangsa dari
keterpurukannya.

5. Rangkuman
Sebagai ideologi nasional, Pancasila merupakan prinsip serta orientasi hidup bernegara
yang diyakini mampu menggerakkan bangsa untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Sesuai dengan maknanya yang universal, ideologi Pancasila bersifat terbuka yang
artinya tidak boleh primordial ataupun eksklusif, tetapi harus menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia untuk kepentingan bersama.
95

Dalam memecahkan masalah-masalah dalam negeri dan menghadapi tantangan
global, ideologi Pancasila harus mampu menjalankan fungsinya yang emansipatoris,
seperti mencegah pengaruh konsumerisme, memberantas oportunisme, serta sekaligus
meningkatkan etos kerja dan mendorong tindakan-tindakan yang meningkatkan
komunikasi masyarakat dalam institusi-institusi sosial.

Latihan
J awablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan jelas!
1. Uraikan pengertian ideologi dan fungsinya dalam masyarakat!
2. Apa ciri-ciri khas Pancasila sebagai ideologi nasional?
3. J elaskan perbedaan antara ideologi tertutup dan ideologi terbuka serta berikan
contohnya!
4. Apa ciri-ciri mendasar Pancasila yang harus menjadi acuan untuk penjabaran
ideologisnya ke dalam bidang-bidang kehidupan bangsa?
5. Apa tantangan aktualisasi Pancasila dalam pembangunan bangsa dan negara
RI?
6. Uraikan tentang perlunya wawasan kebangsaan dan pendidikan wawasan
kebangsaan dewasa ini!













96

Daftar Bacaan
Bacaan Utama

Poespowardojo, Soerjanto. 1990. Pancasila Sebagai Ideologi dari Segi Pandangan
Hidup Bersama. J akarta: BP-7 Pusat.
_____. Aktualisasi Pancasila dalam Perspektif Filosofis Humaniter. Makalah dalam
Simposium Kewaspadaan dan Tannas, Bandung, 2 Mei 2005.

Bacaan Pendukung
Budi Hardiman, Fransisco. 1990. Kritik dan Ideologi, Pertautan Pengetahuan dan
Kepentingan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Bell, Daniel. 1962. The End of Ideology. Cambridge, Masschusetts, and London:
Harvard University Press.
Baudrillard, J ean. 1998. The Consumer Society. London: Myths and Struc.
Eagleton, Terry. 1981. Ideology an Introduction. London, NY: Verso.
Gidden, Anthony. 2000. Sociology. Policy Press.
Gray, J ohn. 1993. Post-Liberalism, Studies in Political Thought. London and New York:
Routledge.
Habermas. 1962. The Structure Transformation of the Public Sphere.
_____. 1984. Theory of Communicative Action.
Horkheimer, Max. 1976. Traditional and Critical Theory dalam Paul Connerton (ed.),
Critical Sociology. Hardmondsworth, Middle Sex.
Horkheimer, Max and Th. W. Adomo. 1973. Dialectic of Enlightenment. London.
Kenichi Ohmae. 1994. The Borderless World, Power and Strategy in the Global
Marketplace. London: Harper Collins Publishers.
Mangunwijaya, YB. 1983. Teknologi dan Dampak Kebudayaannya (Volume I). J akarta:
97

Yayasan Obor Indonesia.
Poespowardojo, Soerjanto. 1989. Filsafat Pancasila. Sebuah Pendekatan Sosio-
Budaya. J akarta: PT Gramedia.
Rawls, J ohn A. 1973. Theory of Justice. New York: Oxford Univ. Press.
Slavojzizek (ed). 1994. Mapping Ideology. London, New York: Verso.
Soekarno. 1959. Di Bawah Bendera Revolusi I dan II. J akarta.
Toffler, Alvin. 1970. The Third Wave. Toronto, New York, London, Sydney, Auckland:
Bantam Books.
Sekretariat J enderal MPR RI (2002) dan Setkab RI (2004). Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bacaan yang Dianjurkan
Naskah-Naskah Lemhannas RI














98

Kegiatan Belajar 5
1. PANCASILA DALAM ERA GLOBALISASI
Arus globalisasi dan gelombang reformasi dalam berbagai bidang telah
mengakibatkan terjadinya perubahan masyarakat yang sangat cepat dan seringkali
menimbulkan terjadinya benturan di masyarakat. Iklim keterbukaan dan kebebasan
yang menyertainya melahirkan berbagai peristiwa sosial, politik, dan kebudayaan yang
berpengaruh cukup signifikan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Terjadinya
penurunan moral bangsa, munculnya fenomena kekerasan, munculnya sikap-sikap
yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok, merebaknya
pemahaman agama secara ekstrem dan fanatis, serta merebaknya konflik-konflik di
sejumlah daerah dan permasalahan sosial lainnya dapat dijadikan indikasi bahwa
ideologi negara di negeri ini sudah memudar dan menunjukkan adanya masalah
identitas yang mengancam keutuhan bangsa dan jalannya demokrasi.
J ika dicermati, berbagai rangkaian peristiwa politik, sosial, ekonomi, dan
keamanan akhir-akhir ini menandakan memudarnya ideologi nasional sehingga
berbagai pihak sering mempertanyakan kelangsungan Indonesia sebagai bangsa dan
negara. Pokok permasalahannya adalah bahwa kita tidak menyadari adanya perang
ideologi yang dibarengi dengan perang kepentingan di dunia yang menjadikan negara-
negara sedang berkembang, termasuk Indonesia sebagai wilayah atau medan
peperangan tersebut. Perang ideologi dan perang kepentingan yang meliputi politik,
ekonomi, dan sosial budaya itu terjadi sekaligus dan saling berkaitan. Negara-negara
industri yang haus untuk mengeksploitasi habis sumber-sumber ekonomi negara
berkembang memaksa negara-negara lain mengikuti arus globalisasi. Dalam arus
globalisasi itulah negara-negara tertentu memaksa negara-negara lain untuk mengikuti
cara berpikir serta sistem politik, sosial, dan ekonomi mereka. Demokrasi, baik yang
diusung oleh kaum demokrat liberal maupun demokrat sosial (sosdem) dijajakan secara
setengah paksa terhadap negara atau masyarakat dunia ketiga dengan bungkus
globalisasi.
99

Negara-negara sedang berkembang dianggap terbelakang secara ekonomi jika
tidak mengikuti sistem politik, ekonomi, dan sosial mereka. Respons negara-negara
berkembang terhadap tekanan tersebut berlainan satu sama lain. Sebagian tetap tegar
pada ideologi dan sistem sendiri dengan cara mengisolasi atau melakukan
penyesuaian-penyesuaian, tetapi tetap berpegang teguh pada konsep nasional masing-
masing. Sebagian lagi mengikuti apa yang menjadi kemauan negara-negara besar
karena tidak tahu cara melepaskan diri dari jerat negara-negara besar tersebut.
Sebagian negara atau masyarakat lain mempunyai kesadaran untuk melawan kemauan
negara-negara Barat. Mereka yang melawan ini dibagi menjadi dua, yakni mereka yang
berperang habis-habisan dengan keyakinan untuk menghancurkan negara-negara
besar sebagai satu-satunya jalan untuk melepaskan cengkeraman ideologi Barat.
Alqaeda dan sejenisnya dapat digolongkan ke dalam kelompok ini. Kelompok lain yang
berusaha melawan Barat adalah kaum nasionalis di berbagai negara yang berusaha
menahan arus tekanan Barat di segala bidang dengan cara membangkitkan segenap
kekuatan spiritual dan material bangsa agar bangsa tersebut tetap bertahan dan tetap
bermartabat serta berkepribadian.
Ideologi besar dunia yang diwakili demokrasi liberal dan demokrasi sosial saling
bersaing untuk menyulap dunia ketiga sebagai bagian dari mereka. Alqaeda dan
sejenisnya yang menjadikan Islam sebagai ideologi perjuangan dan jihad qital (jihad
dalam pengertian membunuh) sebagai metode perjuangan dianggap sebagai musuh
bersama oleh kaum demokrasi liberal dan demokrasi sosial. Jihad qital sebagai ideologi
perlawanan terhadap Barat bukanlah monopoli kelompok muslim ekstrem, tetapi juga
diminati oleh orang-orang nonmuslim yang menentang paham-paham liberal dan
sosialis, misalnya berbagai kasus aksi teror yang digerakkan oleh orang-orang Barat
yang sebelumnya memeluk agama Kristen, kemudian masuk Islam. Indonesia sebagai
kawasan dengan potensi sosial dan ekonomi yang sangat besar menjadi ajang
peperangan mereka. Secara tidak disadari sebagian masyarakat kita telah menjadi
sekutu ketiga ideologi tersebut. Tidak sedikit para elite nasional secara lantang
menyuarakan kepentingan dari paham demokrasi liberal dan demokrasi sosial tanpa
saringan. Mereka yang sangat berupaya ingin menjual Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) strategis tanpa mempertimbangkan hajat hidup rakyat banyak sebagaimana
100

amanat konstitusi adalah salah satu contoh pengikut atau mereka yang terpengaruh
paham demokrasi liberal.
Sementara itu, mereka yang sering meneriakkan referendum di daerah konflik
merupakan contoh mereka yang menjadi pengikut demokrasi sosial. Sesungguhnya
demokrasi liberal dan demokrasi sosial mengandung nilai positif sepanjang aplikasinya
sesuai dengan nilai yang tumbuh di masyarakat. Akan tetapi, manakala nilai dan
aspirasi masyarakat diabaikan sebagaimana contoh di atas, kedua paham tersebut
menjadi sumber permasalahan di negara ini. Mengabaikan muatan nasional dan lokal
dalam penerapan suatu ideologi sama dengan mempersilakan pihak asing menguasai
jalan pikiran kita. Baik negara-negara Barat yang mengikuti demokrasi liberal maupun
demokrasi sosial sebenarnya mempunyai tujuan sama, yakni agar pengaruh dan
penguasaan atas sumber-sumber ekonomi di Indonesia dapat mereka raih. Lawan
kelompok demokrasi tersebut adalah mereka yang mempergunakan simbol-simbol
Islam sebagai slogan perjuangan yang sebagian di antaranya tampil secara vulgar
dalam bentuk aksi teror. Sebagian yang lainnya melakukan perlawanan dengan saluran
sosial dan politik dengan mengadopsi paham-paham radikal Islam Timur Tengah.
Benturan ketiga ideologi dari luar itulah yang memengaruhi kehidupan politik dan
keamanan di negeri ini. Kalau tidak hati-hati menyikapinya, bukan tidak mungkin
Indonesia terhapus dari peta dunia. Terorisme yang tidak dapat dikendalikan akan
mendorong campur tangan negara asing, bahkan mungkin dalam bentuk fisik.
Liberalisme tanpa batas akan menimbulkan anarki dan kekacauan di segala bidang,
sedangkan gagasan-gagasan pengikut sosdem tentang referendum dan disentralisasi
yang sangat besar tanpa dilandasi oleh pemerintahan nasional yang efektif akan
menyebabkan disintegrasi nasional.
2. Anatomi Konflik (Kepentingan) Ideologi. Kaum demokrat liberal
menghendaki negara-negara dunia ketiga melakukan perubahan sistem politik,
ekonomi, sosial, dan keamanan. Perubahan sistem politik didasarkan pada prinsip-
prinsip demokrasi Barat, seperti otonomi yang seluas-luasnya, jika perlu, pemisahan
daerah tertentu dari NKRI. Hal ini dimaksudkan agar kepentingan-kepentingan
ekonominya dapat masuk ke beberapa daerah tertentu dengan mudah karena
101

mempunyai daya tawar lebih besar daripada kalau menghadapi pemerintah pusat yang
kuat. Bahkan, mereka terus berupaya mengurangi dominasi negara yang dianggap
membatasi kebebasan masyarakat dalam berpolitik, misalnya dengan penghapusan
kewenangan negara untuk membubarkan organisasi meskipun organisasi itu
membahayakan bagi kelangsungan negara.
Hal yang sama juga dilakukan oleh kaum demokrat sosial. Perbedaannya hanya
terletak pada cara dan sarana yang dipakai dalam merebut pengaruh politik, menguasai
sumber-sumber ekonomi, dan memengaruhi simpati dan pemikiran masyarakat. Tujuan
dari kedua kaum demokrat tersebut adalah peranan negara yang terbatas dari peranan
swasta yang kuat, terutama sektor bisnis serta membiarkan mekanisme pasar bekerja,
melakukan deregulasi dengan mengurangi segenap restriksi pada industri, mencabut
semua rintangan birokrasi perdagangan, dan mencabut atau menghilangkan tarif bagi
perdagangan demi terjaminnya perdagangan bebas (free trade). Sebenarnya, selama
pasar bebas dapat memberikan perlindungan terhadap masyarakat menengah dan
kecil, tidaklah menjadi persoalan. Masalahnya adalah banyak elite yang sering
mengabaikan kepentingan rakyat karena terlanjur terperangkap oleh pemikiran Barat.
Dalam bidang sosial budaya mereka mengupayakan adanya kebebasan pers
yang sangat luas dan liberalisasi kehidupan beragama yang berlebihan. Hal ini
berpengaruh bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara sehingga pemikiran dan
gaya hidup masyarakat tidak lagi sesuai dengan nilai-nilai agama dan tradisi. Hal itu
berdampak pada lunturnya jati diri bangsa yang selama ini menjunjung kehidupan yang
relegius. Selain itu, desentralisasi yang berlebihan juga telah mendorong menguatnya
rasa primordialisme atau semangat identitas kedaerahan yang mengancam integrasi
bangsa. Semangat desentralisasi daerah yang berlebihan justru menjadi pemicu konflik
horizontal yang dapat mengancam keberlangsungan kehidupan berbangsa. Apalagi
semangat identitas kedaaerahan tersebut pada dasarnya tidak diiringi dengan kesiapan
daerah tersebut dalam menjalankan pemerintahan sendiri dan menghadapi
kepentingan pertarungan ideologi dunia.
Adapun metode yang digunakan adalah melakukan tekanan ekonomi,
pembentukan opini melalui media massa, dan pengendalian kaum intelektual dengan
berbagai isu seperti hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, demokratisasi, dan
102

sederet isu turunannya. Tekanan-tekanan tersebut dilakukan baik melalui kebijakan luar
negeri maupun melalui jalur-jalur non-governmental organization (NGO). Kebijakan
embargo dan sejenisnya atau kebijakan dengan cara meminjam tangan lembaga-
lembaga internasional, seperti IMF dan Bank Dunia merupakan alat untuk menekan
negara-negara sedang berkembang. NGO-NGO asing melalui lembaga-lembaga
pembiayaan (funding) mengikat NGO-NGO nasional untuk menyuarakan kepentingan
mereka melalui perubahan UUD, UU, dan berbagai peraturan. Peranan perusahaan
multinasional (multinational corporation) dalam hal ini juga tidak kecil, terutama dalam
penguasaan sumber-sumber ekonomi dan sekaligus pengendalian terhadap elite politik
pusat dan daerah.
Sekalipun secara ideologis keduanya paralel, yakni melebarkan sayap
demokrasi, tetapi tidak diragukan lagi adanya benturan kepentingan di antara mereka.
Kaum demokrasi liberal dalam menancapkan pengaruhnya di Indonesia menekankan
pada terjadinya perubahan sistem politik dengan cara mempengaruhi kalangan DPR
dan intelektual. Sementara itu, kaum demokrasi sosial memprioritaskan pada
penguatan elemen-elemen masyarakat madani (civil society). Benturan di antara kaki
tangan mereka sering terjadi, misalnya pengungkapan hal-hal negatif dari masing-
masing kelompok, seperti kasus pencemaran lingkungan hidup PT Newmont. Contoh
lain adalah kaum liberal mendorong pembentukan Majelis Rakyat Papua (MRP) di
Papua sebagai awal pembentukan sistem bikameral sebagai embrio negara federal.
Sementara itu, kaum demokrat sosial tidak mau kalah dengan mendorong terwujudnya
otonomi seperti model Aceh.
Di pihak lain, berbagai kepentingan dari kedua kaum demokrat tersebut tidak
selamanya memberikan kebaikan atau kesejahteraan bagi bangsa Indonesia. Titik balik
dari berbagai kepentingan kaum demokrat liberal dan demokrat sosial adalah
munculnya perlawanan yang tidak jarang dengan cara kekerasan. Salah satu
perlawanan itu muncul dari kaum jihadi Indonesia yang menebarkan aksi terorisme.
Kaum jihadi bersikeras menghilangkan pengaruh Barat, terutama Amerika
Serikat. Teror atau jihad qital (jihad dalam pengertian membunuh) menjadi simbol dan
metode perlawanan dalam memperjuangkan Islam yang kafah (totalistik) dan
menegakkan syariat Islam sebagai hukum negara dan Islam sebagai dasar negara
103

sehingga cita-citanya adalah membangun negara Islam dan khilafah Islamiyah. Praktek
keagamaannya cenderung puritanisme dan menentang nasionalisasi ajaran Islam
sehingga mereka sangat memusuhi apa pun yang bersifat sekuler dari Barat. Kaum
jihadi juga terus berupaya melakukan tekanan-tekanan sosial politik yang tidak jarang
dilakukan dengan cara kekerasan untuk mengganggu stabilitas politik dan keamanan.
Bentuk-bentuk teror mereka arahkan sebagai hantaman bagi kekuatan demokrasi dan
penolakan terhadap sikap-sikap liberal dalam bidang moralitas, gaya hidup, dan politik.
Untuk memperoleh pengaruh dan kekuatan massa, mereka membentuk kelompok-
kelompok masyarakat Islam yang eksklusif. Keeksklusifan ini mengakibatkan diaspora
sel-sel kaum jihadi dalam bentuk Islam militan atau ekstrem yang memolitisasi Islam
sebagai ideologinya. Hal itu memungkinkan kaum jihadi melakukan interaksi dan
membangun jaringan dengan kelompok-kelompok masyarakat Islam Timur Tengah
yang memiliki kesamaan dalam misi dan garis perjuangan, terutama Alqaeda.
J elas kiranya bahwa benturan ketiga ideologi luar itu menimbulkan
ketidakstabilan. Teror sebagai metode melawan pengaruh demokrasi liberal dan
demokrasi sosial dapat kita rasakan mudaratnya. Unjuk rasa tanpa alasan kuat di
berbagai perusahaan yang bersifat nasional menghambat perekonomian. Berbagai
produk perundang-undangan yang bertentangan dengan kepentingan masyarakat,
misalnya amandemen UUD 1945 yang kebablasan menimbulkan keresahan politik,
bagi termasuk mereka yang pernah memperjuangkan perubahan tersebut.
3. Bagaimana Kaum Pancasilais Menghadapinya?
Sejak era reformasi kaum Pancasilais terlena oleh proses demokratisasi karena
tidak begitu memahami peta pertarungan ideologi dunia. Sebenarnya, sudah ada
kesadaran untuk bangkit, tetapi ada ketakutan akan dianggap sebagi pendukung Orde
Baru karena selama ini terdapat stigma bahwa Pancasila sama dengan Orde Baru.
Bahkan, mereka terpecah-pecah dan tersebar ke dalam berbagai kekuatan politik.
Oleh karena itu, perlu adanya langkah bersama dalam misi dan perjuangan yang
terpadu untuk menghadapi pertarungan ideologi dunia tersebut agar keberlangsungan
bangsa Indonesia yang bermartabat dan berkepribadian dapat diteruskan.
Indonesia, dengan berlandaskan Pancasila sebagai ideologi terbuka, terus
melakukan penyesuaian dan pengadopsian berbagai perkembangan yang positif dari
104

berbagai ideologi dunia. Oleh karena itu, penyaringan (filtering) dan penemuan kembali
(reinvention) tradisi harus tetap dilakukan agar tidak tergilas dan terombang-ambing
pertarungan politik global tersebut. Upaya penyaringan itu harus bersumber pada
ideologi negara Pancasila yang telah menjadi falsafah negara dan menjadi konsensus
bersama. Sebagai falsafah negara, Pancasila mempunyai nilai-nilai dasar yang dapat
menjadi saringan ideologi luar negeri yang masuk karena kelima sila dalam Pancasila,
yang merupakan satu kesatuan, pada dasarnya mengandung sejumlah nilai utama
yang meliputi ciri khas bangsa Indonesia. Nilai dasar itu ternyata relevan dengan
paradigma demokrasi. Singkatnya, Pancasila mengandung beberapa saringan (filter)
yang diharapkan mampu menyaring arus masuknya ideologi dari luar, tetapi tidak
menafikannya. Nilai-nilai tersebut, antara lain, adalah tauhid, toleransi, pluralisme,
kemoderatan, dan keseimbangan.
Pertama, dengan tauhid sebagai nilai pertama, kita menghayati keesaan Tuhan
dari perspektif agama masing-masing dan tidak diperkenankan untuk melakukan
perbandingan apalagi menilai agama lain. Ketauhidan ini tepatnya untuk membangun
kehidupan yang religius berdasarkan nilai-nilai agama masing-masing dan tidak berarti
harus menyamakan semua agama.
Kedua, toleransi (tasamuh), terutama dalam kehidupan beragama dan bersuku
bangsa akan meminimalkan terjadinya politisasi agama, radikalisme agama, dan
primordialisme kedaerahan. J ika sikap keberagaman tidak memiliki nilai-nilai tasamuh,
tentu akan terbentuk fanatisme yang berlebihan.
Ketiga, pluralisme (taaddudiyah) merupakan pengakuan atas perbedaan agama,
bangsa, suku, dan ras agar selalu berhubungan dan menjalin taaruf (komunikasi dan
solidaritas) yang merupakan prasarana utama tegaknya toleransi.
Keempat, kemoderatan (tawasuth) berkaitan dengan sikap keterbukaan bangsa
Indonesia terhadap berbagai perkembangan dunia. Sikap modernisasi ini tidak berjalan
sendiri. Selain berdasarkan prinsip-prinsip religius dan pluralistis, sikap tersebut juga
dibarengi dengan keseimbangan (tawazun) dan keadilan.
Kelima, keseimbangan (tawazun) memberikan batas bagi kebebasan
(liberalisme) agar tidak kebablasan. Nilai tersebut sangat dibutuhkan agar tidak
memunculkan sifat fanatisme, ekstremisme, dan radikalisme.
105

Berkaitan dengan hal itu, reorientasi dan reaktualisasi falsafah negara Pancasila
lewat pendekatan tauhid, tasamuh, taaddudiyah, tawasuth, dan tawazun menjadi cukup
kontekstual dan perlu dicoba untuk diimplementasikan dalam menghadapi dinamika
ideologi dunia.

Orientasi Pancasila. Selain itu, perlu dicatat bahwa Pancasila juga merupakan
landasan perubahan dan orientasi bagi pelaksanaan pembangunan selanjutnya, tetapi
bukan untuk disalahgunakan demi membangun kekuasaan dan kepentingan yang
sempit. Nilai-nilai Pancasila mencakup seluruh kebutuhan hak-hak dasar dan azasi
manusia sehingga merupakan landasan dan falsafah hidup bangsa Indonesia yang
heterogen, baik dari aspek agama, etnis, ras, bahasa, golongan, maupun kepentingan.
Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan ideologi-ideologi dunia lainnya,
orientasi Pancasila sangatlah berbeda sebagaimana diuraikan berikut.
a. Pancasila merupakan orientasi kemanusiaan yang berarti bahwa bukan
hanya sila kedua (kemanusiaan yang adil dan beradab), melainkan juga keempat
sila lainnya merupakan nilai-nilai dasar kemanusiaan itu sendiri yang melandasi
seluruh kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia. Pancasila merupakan ideologi
terbuka yang berorientasi pada kemanusiaan.
b. Pancasila mengakui Tuhan sebagai pencipta dan sumber keberadaan
serta menghargai penghayatan religius dalam masyarakat sebagai hal yang
bermakna. Penghayatan religius yang terwujud dalam kehidupan keagamaan
dan kepercayaan menunjukkan kelengkapan dan keutuhan manusia sebagai
pribadi.
c. Visi Pancasila tentang manusia selalu bersifat integral sebagai manusia
seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Kehidupan manusia tidak dapat
direduksi ke dalam sektor ekonomi belaka, tetapi juga menemukan dasar
infrastrukturnya di dalam bidang-bidang lain. Dengan demikian, pembangunan
ekonomi harus direncanakan secara integral bersama bidang-bidang lain untuk
mewujudkan perbaikan mutu hidup masyarakat. Pancasila melihat masyarakat
lebih sebagai kenyataan budaya yang terungkap, baik secara infrastruktural
maupun suprastruktural dalam berbagai kehidupan sosial, ekonomi, politik,
106

budaya, dan hankam.
d. Pandangan Pancasila juga mengakui adanya beberapa tingkatan atau
kelas di dalam masyarakat. Ini adalah kenyataan yang tidak dapat disangkal. Di
dalam masyarakat tentu terdapat perbedaan kepentingan yang apabila tidak
diatur secara baik dapat mengakibatkan terjadinya sengketa atau perselisihan.
Akan tetapi, hal itu tidak berarti bahwa pertentangan sosial merupakan ciri yang
melandasi hubungan masyarakat. Landasan hubungan masyarakat bukanlah
permusuhan atau kebencian, melainkan kekeluargaan. Hal itu berarti bahwa
sesama anggota masyarakat bukanlah musuh (konteks komunisme), bukan juga
orang asing (konteks liberalisme), tetapi merupakan saudara dan partner untuk
diajak bekerja sama dalam rasa solidaritas dan keterbukaan.
e. Pandangan Pancasila tentang hak milik pribadi pada dasarnya diakui
sebagai faktor yang diperlukan untuk perkembangan pribadi manusia dan
penjagaaan mobilitas masyarakat. Akan tetapi, hak milik tersebut juga mempunyai
fungsi sosial.
f. Pandangan Pancasila tentang alienasi berkaitan dengan alinea pertama
Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa ... kemerdekaan itu ialah hak
segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Hal
itu berarti bahwa pada hakikatnya Pancasila justru tercetus untuk menghapuskan
segala bentuk alienasi. Alienasi masih terdapat di dunia, baik dalam masyarakat
kapitalis maupun dalam masyarakat komunis atau sosialis.
g. Aspek moral Pancasila berkaitan dengan kewajiban setiap warga negara
Indonesia untuk berusaha memperbaiki kehidupan bersama berdasarkan kelima
sila sebagai nilai susila dengan kemampuan dan keahliannya masing-masing.
Secara moral setiap warga negara perlu menghayati Pancasila dengan
kesadaran hatinya bahwa nilai-nilai Pancasila benar-benar menunjukkan
martabat warga negara sebagai insan rohani (human being). Menurut Pancasila,
bukan saja tujuan harus secara etis baik, tetapi caranya pun untuk mencapai
tujuan itu harus secara etis-halal pula.
h. Berkaitan dengan negara, Pancasila memandang negara bukan milik
107

kelompok kelas tertentu, melainkan milik negara dari seluruh rakyat sehingga
harus memperhatikan kepentingan seluruh rakyat. Negara bertitik tolak dari
warga-warganya yang diakui sebagai pribadi yang mandiri, bebas, dan
bertanggung jawab. Oleh karena itu, negara Pancasila merupakan negara
demokrasi yang berprinsip bahwa kekuasaan datang dari rakyat, kekuasaan
dijalankan oleh rakyat melalui perwakilan, dan kekuasaan dilaksanakan untuk
kepentingan rakyat seluruhnya.
i. Berkaitan dengan pandangan Pancasila tentang demokrasi, demokrasi
Pancasila secara konsekuen tidak menghendaki adanya sikap dogmatis dalam
partai, tetapi justri hendak menumbuhkan sikap dewasa. Oleh karena itu, sikap
kritis rasional harus dihargai dan dikembangkan untuk mempertinggi daya
kreativitas partai. Persaingan antarpartai dalam kehidupan politik tidak dengan
sendirinya harus ditangkap dalam pengertian negatif, tetapi justru dapat
bermanfaat, asal dilaksanakan dalam semangat kekeluargaan.
j. Berkaitan dengan nasionalisme, dengan mengakui asas kemanusiaan
yang adil dan beradab, secara tegas Pancasila menyatakan bahwa nasionalisme
adalah azas yang fundamental.

Penutup
J ika Pancasila ingin diimplementasikan untuk menjadikan bangsa Indonesia tetap
bersatu padu, makin kukuh, dan tegak berdiri di tengah bangsa-bangsa lain di dunia,
perlu ada upaya yang secara sadar dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia untuk
memelihara dan mengembangkan faktor-faktor yang memperkukuh persatuan dan
kesatuan bangsa serta upaya untuk mencegah faktor-faktor (antara lain faktor ideologi
luar) yang dapat menghambat bahkan memecah-belah persatuan dan kesatuan
bangsa.



108

Rangkuman
Setelah mengamati perkembangan negara dan bangsa Indonesia akhir-akhir ini, dapat
dirasakan bahwa kadar semangat kebersamaan dalam seluruh aspek kehidupan
menurun. Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan berbangsa terabaikan,
pelaksanaan demokrasi dinilai kebablasan, kehidupan ekonomi mengalami
kesenjangan, budaya korupsi terus berkembang, stabilitas keamanan terganggu, nilai-
nilai kultural mengalami erosi, dan lain sebagainya. Untuk itu, diperlukan upaya-upaya
komprehensif untuk menumbuhkan kembali rasa kebersamaan agar persatuan dan
kesatuan bangsa tetap terjaga dengan memperhatikan rambu-rambu berupa paradigma
nasional, yaitu Pancasila sebagai landasan idiil, UUD 1945 sebagai landasan
konstitusional, wawasan nusantara sebagai landasan visional, ketahanan nasional
sebagai landasan konseptual, serta persatuan perundang-undangan lainnya sebagai
landasan operasional.
Berkaitan dengan hal itu, globalisasi di satu pihak memang mempercepat
penambahan khazanah pengetahuan dan memperkaya wawasan masyarakat. Akan
tetapi, perkembangan yang tersiar dalam proses globalisasi tersebut memuat pula
kepentingan-kepentingan, nilai-nilai budaya, ataupun ideologi-ideologi yang tidak
seluruhnya dapat diterima dan sejalan dengan kepentingan nasional dan nilai-nilai
budaya serta ideologi yang sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam
ideologi Pancasila.
Nilai-nilai budaya luhur bangsa Indonesia, seperti, kebersamaan, kekeluargaan,
gotong royong, musyawarah untuk mufakat, serta solidaritas antarumat beragama,
antaretnis, dan antarbudaya, makin hari makin kabur karena terpengaruh oleh ideologi
asing, seperti liberalisme dan individualisme sehingga semangat untuk menerapkan
nilai-nilai yang terkandung dalam Bhineka Tunggal Ika melemah. Pengaruh ideologi
asing juga membawa dampak terhadap bergesernya karakter individu dan/atau
masyarakat yang semula lebih berorientasi pada kepentingan umum masyarakat,
bangsa, dan negara berubah menjadi kepentingan pribadi dan/atau golongan ataupun
yang semula santun dan berbudi luhur berubah ke arah tindakan yang destruktif.
Kondisi ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi lemahnya semangat
dalam menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
109



Soal Latihan
1. Benarkah telah terjadi krisis ketidakpedulian terhadap Pancasila?
2. Globalisasi membawa banyak ironi dan kontraksi, gelombang demokratisasi,
serta krisis moneter, ekonomi, dan politik (sejak akhir 1997) sehingga menyebabkan
Pancasila makin kehilangan relevansinya. J elaskan pernyataan tersebut!
3. J elaskan faktor-faktor yang menyebabkan Pancasila makin sulit posisinya dan
termarginalkan! J elaskan pula langkah-langkah (strategis) yang mendesak untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut!

Daftar Bacaan
Bacaan Utama
Petras, J ames dan Henry Veltmeyer. Imperialisme Abad 21.
Poespowardojo, Soejanto. Filsafat Pancasila.
Steger, Manfred B. Globalisasi, Bangkitnya Ideologi Pasar.

Bacaan Pendukung
Adams, Lan. Ideologi Politik Mutakhir.
Adisusilo, Sutarjo, J .R. Sejarah Pemikiran Barat.
Besar, Abdul Kadir. Pancasila.
Eatwell, Roger dan Anthony Wright. Ideologi Politik Kontemporer.
Hass, Willy Brandt. Shaping Globalization.
Newman, Michael. Sosialisme Abad 21.
Thompson, J ohn B. Kritik Ideologi Global.
Wibowo, Francis Wahono. Neoliberalisme (Editor l).

Bacaan yang Dianjurkan
Pokja Ideologi, Lemhannas RI
Naskah Lemhannas RI


110

Petunjuk Jawaban Modul 1 Kegiatan Belajar 1
1. Baca kembali substansi pidato Mr. Muh. Yamin dan Ir. Soekarno mengenai Lima
Dasar Negara terutama pada sila peri kemanusiaan dan internasionalisme!
2. Baca kembali pidato Lima Dasar Negara dari Ir. Soekarno pada sila
nasionalisme!
3. Baca kembali pidato Lima Dasar Negara Prof. Dr. Soepomo yang sempat
menjadi Ketua Tim Kecil Perancang Undang-Undang Dasar!
4. Suasana mufakat dan ingin mendahulukan kepentingan yang lebih besar dari
pada kepentingan kelompok
5. Baca kembali substansi pidato Mr. Muh. Yamin dan Ir. Soekarno tentang Lima
Dasar Negara pada sila kesejahteraan rakyat dan kesejahteraan sosial!















111

BIDANG STUDI/MATERI POKOK

IDEOLOGI



Modul 1: Pancasila dan Perkembangannya


Tim Penyempurna Naskah:

1. Kapokja Bidang Ideologi: Marsda TNI Isnawan, S.I.P.

2. Lahirnya Pancasila: Brigjen TNI (Pur) AR. Wetik, S.I.P.

3. Pancasila Sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup:

Prof. Dr. Soeryanto Poespowardoyo dan Prof. Dr. N. J enny M.T. Hardjatno

4. Pancasila di antara Ideologi Besar Dunia: Brigjen TNI (Pur.) A.R. Wetik, S.I.P.

5. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka dan Ideologi Nasional:

Prof. Dr. Soeryanto Poespowardoyo dan Prof. Dr. N. J enny M.T. Hardjatno

6. Pancasila dalam Era Globalisasi: Alex Dinuth, S.I.P.

Anda mungkin juga menyukai