Anda di halaman 1dari 19

ETIKA DAN KEARIFAN LOKAL

KEARIFAN BUDAYA LOKAL BUGIS


MAKASSAR

Dosen Pembimbing
Dra. Sumihari, S.T., M.T.

Disusun oleh :
Ranti Fransiska (1905081038)
Thalia Salsabila Nugraha (1905081015)
Sandy Fadlika (1905081007)
Nuradi (1905081020)
Muhammad Arayhan (1905081003)
Tatik Yuliyana (1905081048)

UNIVERSITAS LAMPUNG
FAKULTAS TEKNIK
D3 ARSITEKTUR BANGUNAN GEDUNG 2019
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………… 1
I. PENDAHULUAN…………………………………………………………………………………………………….. 2
I.I Latar Belakang…………………………………………………………………………………………. 2
I.II Rumusan Masalah……………………………………………………………………………………. 2
II. PEMBAHASAN………………………………………………………………………………………………………. 3
II.I PENGERTIAN, LATAR BELAKANG SUKU BUGIS………………………………………….. 3
A. Pengertian Siri Na Pacca……………………………………………………………….. 3
B. Asal Mula Budaya Siri Na Pacca…………………………………………………….. 4
C. Jenis-Jenis Siri’………………................................................................... 5
II.II ADAT PERKAWINAN DALAM SUKU BUGIS………………………………………………. 8
II.III KESENIAN YANG DIMILIKI SUKU BUGIS………………………………………………….. 9
II.IV RUMAH ADAT SUKU BUGIS……………………………………………………………………. 10
II.V PAKAIAN ADAT SUKU BUGIS…………………………………………………………………… 11
II.VI ADAT ISTIADAT SUKU BUGIS………………………………………………………………….. 12
III. PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………….. 13
III.I Kesimpulan…………………………………………………………………………………………….. 14
III.II Saran……………………………………………………………………………………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………….. 16
KATA PENGANTAR
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pada era global seperti sekarang ini, teknologi informasi sangat diperlukan dalam
penunjang. Berbagai macam bidang dalam sebuah Negara. Tidak dipungkiri lagi, teknologi
informasi sekarang sudah merata dalam bidang kebudayaan setiap bangsa dan Negara.
Teknologi informasi sendiri memiliki keuntungan dalam bidang kebudayaan setiap daerah yang
dimiliki oleh suatu bangsa, demi melestarikan dan membuat budaya tersebut tetap hidup di
jaman era globalisasi seperti saat ini.
Sehingga tidak perlu ditakutkan lagi akan kehilangan budaya yang sudah turun temurun
dari nenek moyang sampai saat ini. Di era globalisasi seperti saat ini, budaya westeren (
kebarat-barat`an) sudah merasuki setiap sendi-sendi Negara. Ini terjadi karena pada era
globalisasi seperti saat ini setiap Negara lebih terbuka antar satu dan yang lainnya berbagi
informasi, budaya, dan kebiasaan tentunya dari yang positif hingga negative.
Kemajuan teknologi informasi saat ini sangat diperlukan untuk bidang kebudayaan,
kenapa? Karena pada salah satu fitur teknologi informasi adalah intinya, kita sebagai user dari
teknologi informasi itu sendiri bisa berbagi baik berbagi dalam Negara sendiri maupun Negara
luar. Dengan adanya ini semua, budaya yang ada pada setiap daerah bangsa dan Negara tetap
eksis ( terkenal ) dan tidak adanya penyelewengan Negara lain yang mengaku-ngaku suatu
budaya Negara lain sebagai budaya negaranya sendiri sejak nenek moyang jaman dahulu.
Indonesia adalah Negara yang luas. Terbentang dari sabang sampai merauke.
Tidak di ragukan lagi Indonesia sebagai Negara yang kaya akan budaya memiliki daerah, agama,
Suku bangsa yang berbeda, dan tentunya Indonesia memiliki budaya yang memiliki ciri khas
setiap daerahnya. Salah satunya Budaya Daerah Suku Makassar.

2. Rumusan Masalah
1. Jelaskan latar belakang dari kearifan lokal suku Bugis Makassar.
2. Jelaskan kearifan lokal suku Bugis Makassar.
3. Tujuan.
4. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang sistem sosial budaya Bugis.
5. Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Etika dan Kearifan Lokal.
BAB II
PEMBAHASAN
II.I PENGERTIAN
Suku Bugis merupakan kelompok etnik dengan wilayah asal Sulawesi Selatan. Penciri
utama kelompok etnik ini adalah bahasa dan adat-istiadat, sehingga
pendatang Melayu dan Minangkabau yang merantau ke Sulawesi sejak abad ke-15 sebagai
tenaga administrasi dan pedagang di Kerajaan Gowa dan telah terakulturasi, juga dikategorikan
sebagai orang Bugis.[2] Berdasarkan sensus penduduk Indonesia tahun 2000, populasi orang
Bugis sebanyak sekitar enam juta jiwa. Kini orang-orang Bugis menyebar pula di berbagai
provinsi Indonesia, seperti Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, DKI Jakarta, Kalimantan
Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau. Disamping itu orang-orang Bugis
juga banyak ditemukan di Malaysia dan Singapura yang telah beranak pinak dan keturunannya
telah menjadi bagian dari negara tersebut. Karena jiwa perantau dari masyarakat Bugis, maka
orang-orang Bugis sangat banyak yang pergi merantau ke mancanegara.

II.II LATAR BELAKANG KEARIFAN LOKAL SUKU BUGIS MAKASSAR (Siri Na Pacca)
Dalam budaya Sulawesi Selatan (Bugis, Makassar, Mandar dan Tana Toraja) ada sebuah
istilah atau semacam jargon yang mencerminkan identititas serta watak orang Sulawesi Selatan,
yaitu Siri’ Na Pacce. Secara lafdzhiyah Siri’ berarti : Rasa Malu (harga diri),
sedangkan Pacce atau dalam bahasa Bugis disebu Pesse yang berarti : Pedih/Pedas (Keras,
Kokoh pendirian). Jadi Pacce berarti semacam kecerdasan emosional untuk turut merasakan
kepedihan atau kesusahan individu lain dalam komunitas (solidaritas dan empati).

A. Pengertian Siri na Pacce


Laica Marzuki (1995) pernah menyebut dalam disertasinya bahwa pacce sebagai prinsip
solidaritas dari individu Bugis Makassar dan menunjuk prinsip getteng, lempu, acca,
warani (tegas, lurus, pintar, berani) sebagai empat ciri utama yang menentukan ada tidaknya
Siri’.
Siri’ yang merupakan konsep kesadaran hukum dan falsafah masyarakat Bugis-Makassar
adalah sesuatu yang dianggap sakral . Siri’ na Pacce (Bahasa Makassar) atau Siri’ na Pesse’
(Bahasa Bugis) adalah dua kata yang tidak dapat dipisahkan dari karakter orang Bugis-Makassar
dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Begitu sakralnya kata itu, sehingga apabila seseorang
kehilangan Siri’nya atau De’ni gaga Siri’na, maka tak ada lagi artinya dia menempuh kehidupan
sebagai manusia. Bahkan orang Bugis-Makassar berpendapat kalau mereka itu sirupai olo’
kolo’e ( seperti binatang ). Petuah Bugis berkata: Siri’mi Narituo (karena malu kita hidup ).
Siri’ adalah rasa malu yang terurai dalam dimensi-dimensi harkat dan martabat manusia,
rasa dendam (dalam hal-hal yang berkaitan dengan kerangka pemulihan harga diri yang
dipermalukan ). Jadi Siri’ adalah sesuatu yang tabu bagi masyarakat Bugis-Makassar dalam
interaksi dengan orang lain.
Sedangkan pacce/pesse merupakan konsep yang membuat suku ini mampu menjaga
solidaritas kelompok dan mampu bertahan di perantauan serta disegani. Paccemerupakan sifat
belas kasih dan perasaan menanggung beban dan penderitaan orang lain, meskipun berlainan
suku dan ras. Jadi, kalau pepatah Indonesia mengatakan “ Ringan sama dijinjing, berat sama
dipikul ”. Itulah salah satu aplikasi dari kata pacce, jadi Siri’ skopnya dalam skala intern, sedang
pacce bersifat intern dan ekstern, sehingga berlaku untuk semua orang.

B. Asal Mula Budaya Siri Na Pacce


Menurut Iwata (Peneliti dari Jepang), pada mulanya, siri’ na pacce merupakan sesuatu
yang berkaitan kawin lari. Yakni jika sepasang pria dan wanita kawin lari, maka mereka telah
dianggap melakukan perbuatan siri’ dan membawa aib bagi keluarga. Keluarga perempuan
selanjutnya disebut tumasiri’, yaitu orang-orang yang berhak menuntut sang pria secara hukum
adat karena keluarganya dibawa kabur (kawin lari). Selama belum kembali melakukan
perdamaian, maka selama itu pula sang pria tidak diperkenankan bertemu keluarga pihak
perempuan sebagai pasangan kawin larinya. Perdamaian hanya bisa dilakukan secara adat
dengan kembali membawa sang perempuan ke rumahnya yang selanjutnya disebut a’bajik. Jika
ini belum dilakukan, maka status tumasiri’ tetap melekat bagi keluarga perempuan. Namun jika
a’bajik sudah dilaksanakan, maka pasangan kawin lari tadi secara hukum adat sudah
terlindungi. Siapa saja yang mengganggunya akan dicap sebagai pelanggar adat dan dikenakan
hukum adat.
Dari aspek ontologi (wujud) siri’ na pacce mempunyai relevansi kuat dengan pandangan
islam dalam kerangka spiritualitas, dimana kekuatan jiwa dapat teraktulkan melalui penaklukan
jiwa atas tubuh. sedemikian rupa, siri’ na pacce merupakan emanasi dari islam yang berbusana
bugis-makassar yang lahir dari rahim akulturasi islam dan bugis-makassar.
Inti budaya siri’ na pacce itu bukan cuma berkaitan pernikahan. Tapi, mencakup seluruh
aspek kehidupan orang Bugis-Makassar. Karena, siri’ na pacce itu merupakan jati diri bagi orang
Bugis-Makassar,” Dengan adanya falsafah dan ideologi Siri’ na pacce , maka keterikatan dan
kesetiakawanan di antara mereka mejadi kuat, baik sesama suku maupun dengan suku yang
lain. Konsep Siri’ na Pacce bukan hanya di kenal oleh kedua suku ini, tetapi juga suku-suku lain
yang menghuni daratan Sulawesi, seperti Mandar dan Tator. Hanya saja kosa katanya yang
berbeda, tapi ideologi dan falsafahnya memiliki kesamaan dalam berinteraksi.

C. Jenis-jenis Siri’
Zainal Abidin Farid(1983) membagi siri, dalam dua jenis:
Pertama adalah Siri’ Nipakasiri’, yang terjadi bilamana seseorang dihina atau diperlakukan di
luar batas kemanusiaan. Maka ia (atau keluarganya bila ia sendiri tidak mampu) harusmate
siri(mati harkat dan martabatnya sebagai manusia).
Untuk orang bugis makassar, tidak ada tujuan atau alasan hidup yang lebih tinggi
daripada menjaga Siri’nya, dan kalau mereka tersinggung atau dipermalukan (Nipakasiri’)
mereka lebih senang mati dengan perkelahian untuk memulihkan Siri’nya dari pada hidup
tanpa Siri’. Mereka terkenal dimana-mana di Indonesia dengan mudah suka berkelahi kalau
merasa dipermalukan yaitu kalau diperlakukan tidak sesuai dengan derajatnya. Meninggal
karena Siri’ disebut Mate nigollai, mate nisantangngi artinya mati diberi gula dan santan atau
mati secara manis dan gurih atau mati untuk sesuatu yang berguna.
Sebaliknya, hanya memarahi dengan kata-kata seorang lain, bukan karena Siri’
melainkan dengan alasan lain dianggap hina. Begitu pula lebih-lebih dianggap hina melakukan
kekerasan terhadap orang lain hanya dengan alasan politik atau ekonomi, atau dengan kata lain
semua alasan perkelahian selain daripada Siri’ dianggap semacam kotoran jiwa yang dapat
menghilangkan kesaktian. Tetapi kita harus mengerti bahwa Siri’ itu tidak bersifat menentang
saja tetapi juga merupakan perasaan halus dan suci. Seseorang yang tidak mendengarkan
orangtuanya kurang Siri’nya. Seorang yang suka mencuri, atau yang tiodak beragama, atau
tidak tahu sopan santun semua kurang Siri’nya”.
Yang kedua adalah : Siri’ Masiri’, yaitu pandangan hidup yang bermaksud untuk
mempertahankan, meningkatkan atau mencapai suatu prestasi yang dilakukan dengan sekuat
tenaga dan segala jerih payah demi Siri’ itu sendiri, demi Siri’ keluarga dan kelompok. Ada
ungkapan bugis “Narekko sompe’ko, aja’ muancaji ana’guru, ancaji Punggawako” (Kalau kamu
pergi merantau janganlah menjadi anak buah, tapi berjuanglah untuk menjadi pemimpin).
Nenek moyang almarhum Tun Abdul Razak, Mantan Perdana Menteri Malaysia bernama
Karaeng Haji, salah seorang putera Sultan Abdul Jalil Somba Gowa XIX yang di merantau ke
Pahang dan dikenal dengan Toh Tuan, meninggalkan Gowa pada abad XVIII karena masalah
Siri’, perebutan kekuasaan raja Gowa antar saudara. kearifan lokal suku Bugis Makassar
PAPPASENG
Pappaseng berasal dari kata paseng yang dapat berarti pesan(an) (Said,1977:151); berisi
nasihat bahkan merupakan wasiat yang harus diketahui dan dikenal.
Mattalitti (1986:6) mengemukakan bahwa pappaseng berisikan petunjuk-petunjuk dan
nasihat dari nenek moyang orang Bugis pada zaman dahulu untuk anak cucunya agar menjalani
hidup dengan baik.
Dengan demikian, pappaseng adalah pesan orang tua-tua dahulu yang berisi petunjuk,
nasihat, dan amanat yang harus dilaksanakan agar dapat menjalani hidup dengan baik.
Pappaseng sebagai sebagai falasafah hidup masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan
merupakan suatu bentuk ungkapan yang mencerminkan nilai budaya yang bermanfaat bagi
kehidupan. Di dalam sebuah pappaseng terkandung suatu ide yang besr, buah pikiran yang
luhur, pengal;aman jiwa yang berharga, dan pertimbangan-pertimbangan yang luhur tentang
sifat-sifat yang baik dan buruk. Nilai-nilai luhur dalam sebuah pappaseng dikemas dengan baik
dalam sebuah konsep dengan makna yang bersifat abstrak sehingga untuk memahami makna
itu memerlukan pendekatan-pendekatan tertentu, karena tidak menutup kemungkinan pula
bahwa makna di balik pappaseng itu bersifat situasional.
Pappaseng seperti halnya dengan setiap kearifan atau kebijakan, sedikit atau banyak
selalu mengalami pergeseran nilai sepanjang sejarah yang dilaluinya. Namun, di balik itu niscaya
akan tetap juga ada yang tidak berubah nilainya dan tidak bertentangan dengan falsafah negara
sebagai nilai nasional yang dianut bersama. Karena itu, dianggap perlu untuk mengkaji dan
menampilkan kembali naskah-naskah daerah khususnya yang ada dalam
bentuk pappaseng. Dengan demikian, maka nilai-nilai budaya daerah khususnya budaya
masyarakat Bugis dapat dipertahankan terutama nilai-nilai budaya yang dianggap masih relevan
dengan keadaan dan pertumbuhan masyarakat sekarang ini maupun masyarakat pada generasi
yang akan datang.
Pappaseng merupakan suatu bentuk pernyataan dengan bahasa yang mengandung nilai
etis dan moral, baik sebagai suatu sistem sosial maupun sebagai sistem budaya dari suatu
kelompok masyarakat Bugis.
Kejujuran merupakan landasan pokok dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia dan
merupakan salah satu faktor yang sangat mendasar di dalam kehidupan manusia.
Dalam pappaseng diungkapkan sebagai berikut:
Ajak nasalaio acca sibawa lempu, naiya riasenng- é acca dekgaga masussa napogauk.
Dek to ada masussa nabali ada madeceng malem-mak- é, mateppek-i ri padanna tau. Naiya
riyasenng- é lempu makessinngi gaukna, patujui nawa-nawanna, madeceng ampena, nametau
ri Dwata-é.
Terjemahan:
Janganlah ditinggalkan oleh kecakapan dan kejujuran. Yang dinamakan cakap, tidak ada
yang sulit dilaksanakan, tidak ada juga pembicaraan yang sulit disambut dengan kata-kata yang
baik serta lemah lembut, percaya kepada sesama manusia. Yang dinamakan jujur;
perbuatannya baik, pikirannya benar, tingkah lakunya baik, dan takut kepada Tuhan.

Dalam pappaseng tersebut dijelaskan bahwa kecakapan dan kejujuran sebaiknya seiring
dan saling menunjang. Kecakapan tanpa kejujuran ibarat kapal tanpa nakoda, sedangkan
kejujuran tanpa kecakapan ibarat nakoda tanpa kapal.

II.II Adat Perkawinan Dalam Suku Bugis

Untuk orang Bugis Makassar, Pernikahan tidak hanya persatuan dua mempelai tetapi
merupakan persatuan dua buah keluarga besar. Oleh karena itu, pada jaman dahulu kala, bibit
bebet bobot masih memegang peranan penting dalam melaksanakan pernikahan untuk orang
Bugis Makassar. Seringkali orang tua pihak laki-lakilah yang mencarikan jodoh untuk anaknya.
Mereka akan mencari gadis dari keluarga yang dianggap sederajat.
Namun di jaman modern ini, telah terjadi pergeseran. Nilai-nilai yang dianut di jaman
dahulu kala mulai banyak bergeser. Semua karena menyesuaikan dengan perkembangan
jaman. Termasuk dalam upacara adat pernikahan Bugis Makassar. Banyak ritual-ritual yang dulu
digunakan untuk membedakan derajat keningratan seseorang kini tidak berlaku lagi. Semua
orang bisa menggunakannya tanpa peduli silsilah keturunan dari keluarga calon pengantin.
Begitu juga tahapan-tahapan saat hendak melaksanakan pernikahan. Sebahagian
masyarakat memilih untuk melewati tahapan-tahapan yang dianggap kurang penting.
Sedangkan sebahagian lagi masih menjalankan tahapan-tahapan tersebut secara detail karena
masih menjunjung tradisi.
Berikut ini tahapan tahapan pernikahan yang harus dilalui ketika menggunakan adat Bugis
Makassar.
MAMMANU-MANU dan MADDUTA
Mammanu'-manu' merupakan tahap awal dalam persiapan pernikahan adat Bugis
Makassar. Jaman dahulu kala, mammanu'-manu' merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
pihak keluarga laki-laki untuk menyelidiki status dari gadis yang hendak dipinang. Kegiatan
tersebut untuk memastikan apakah gadis tersebut sudah terikat atau belum. Selain itu,
diselidiki juga apakah sang gadis sesuai bibit bebet bobotnya. Biasanya mammanu'-manu' di
wakili oleh perempuan dari keluarga laki-laki yang dianggap mampu untuk melakukan hal
tersebut.Jika belum terikat, maka dilanjutkan oleh madduta untuk menyampaikan lamaran.
Setelah lamaran diterima oleh pihak keluarga wanita, akan ada perwakilan keluarga yang
membicarakan mengenai tanggal pernikahan, mahar dan lain-lain. Orang yang ditunjuk harus
orang yang mampu berbicara dan bernegoisasi agar tidak terjadi kesalahpahaman dan
kesepakatan bisa tercapai dengan baik.
Di jaman modern ini, Mammanu'-Manu' , Madduta' dan pembicaraan lanjutan masih
dilakukan oleh segelintir masyarakat tetapi dengan lebih ringkas. Biasanya semuanya sudah
digabung menjadi satu agar lebih efisien.
MAPPETUADA
Setelah tahap Mammanu'- manu' dan Madduta' selesai, dilanjutkan dengan tahap
Mappetuada. Acara Mappetuada' ni bertujuan untuk mengumumkan apa yang telah disepakati
sebelumnya mengenai tanggal pernikahan, mahar dan lain-lain. Biasanya di Mappetuada,
pinangan diresmikan dengan diberikan hantaran berupa perhiasan kepada pihak wanita.

MAPPASILI
Mappasili sendiri merupakan prosesi siraman. Prosesi siraman ini bertujuan untuk tolak
bala dan membersihkan calon mempelai lahir dan batin. Biasanya air siraman atau Mappasili
diambil dari 7 mata air dan juga berisi 7 macam bunga. Selain itu terdapat juga koin di dalam air
Mappasili.
Selesai Mappasili, tamu undangan yang hadir akan berebut koin yang terdapat di dalam
air Mappasili. Koin yang di dapatkan akan diberikan kepada anaknya yang belum menikah. Ada
kepercayaan di orang-orang Bugis Makassar kalau anaknya akan mudah mendapatkan jodoh
setelah memiliki koin tersebut. Selain itu, saudara dan sepupu dari calon mempelai yang belum
menikah biasanya akan ikut dimandikan setelah calon mempelai selesai. Semua itu dilakukan
agar saudara dan sepupu dari calon mempelai juga menjadi enteng jodoh.
MAPPANRE TEMME DAN MAPPACI
Mappanre temme merupakan ritual khatam Al Quran dan juga permohonan doa kepada
Allah SWT agar rencana pernikahan ini berjalan lancar. Pelaminan selama prosesi acara
pernikahan di rumah. Sementara itu, yang berada di meja merupakan Bosara berisi berbagai
macam kue-kue tradisional.
Mappaci merupakan ritual adat sesudah Mappanre temme. Mapacci sendiri bisa
diartikan memberikan daun pacar ke calon mempelai sebagai bentuk doa restu. Biasanya
jumlah orang yang diundang untuk memberikan daun pacar tersebut tergantung status social
calon mempelai. Orang-orang yang dipanggilpun biasanya pasangan yang pernikahannya
bahagia dan kedudukan sosialnya baik. Semua itu dimaksudkan agar calon mempelai kelak bisa
mengikuti jejak pasangan tersebut. Perlengkapan Mapacci berupa sarung 7 susun sesuai derajat
keningratan, daun pisang, daun pacar yang ditumbuk halus, rokok, jagung kering dll.
AKAD NIKAH
Di jaman dahulu kala, calon mempelai pria datang ke rumah calon mempelai wanita
hanya ditemani kerabat dan tokoh masyarakat. Kedua orang tua mempelai pria tidak akan ikut
serta. Calon mempelai pria akan membawa mahar, uang pa’naik, seserahan berupa
perlengkapan pribadi dan juga kue-kue.
Karena Sebagian besar orang Bugis Makassar merupakan penganut agama Islam maka
pelaksanaan akad nikahpun dilakukan dengan cara islam. Yang berbeda yaitu saat melakukan
ijab Kabul, calon mempelai wanita tidak hadir disamping calon mempelai pria. Calon mempelai
wanita hanya menunggu di kamar pengantin hingga acara ijab Kabul selesai.
MAPPASIKARAWA
Selesai ijab Kabul, mempelai pria akan
dibimbing untuk masuk ke kamar pengantin
dan bertemu dengan istrinya secara resmi.
Sebelum memasuki kamar, biasanya ada ritual
ketuk pintu. Ketuk pintu ini dimaksudkan untuk
meminta ijin ke pihak keluarga mempelai
wanita agar diperbolehkan masuk. setelah
memasuki kamar, kemudian dilakukan ritual
Mappasikarawa. Mappasikarawa merupakan
sentuhan pertama dari suami ke istrinya.
Sentuhan ini biasanya dilakukan dengan menyentuh ubun-ubun, pundak, dada atau perut.
Biasanya sentuhan tersebut lebih disukai ke pundak yang melambangkan hubungan sejajar
antara suami dan istri di dalam rumah tangga. Pemakaian sarung yang kemudian dijahit
menandakan agar pasangan yang baru menikah terus bersatu dalam pernikahan
tersebut. Setelah ritual Mappasikarawa selesai, dilanjut dengan sungkem kepada orang tua dan
juga keluarga yang dituakan dari mempelai wanita.
MAPPAROLA
Mapparola merupakan kunjungan mempelai wanita ke rumah orang tua mempelai pria.
Mempelai wanita datang ditemani iring-iringan dari keluarga mempelai wanita. Mempelai
wanita juga membawa seserahan berupa perlengkapan pribadi dan kue-kue untuk mempelai
pria. Kunjungan ini sangat penting bagi masyarakat Bugis Makassar karena kunjungan tersebut
menandakan kalau mempelai wanita diterima dengan baik di keluarga mempelai pria. Di
Mapparola inilah, mempelai kembali sungkem kepada orang tua dan kerabat yang dituakan dari
mempelai pria. Setelah acara Marola atau Mapparola selesai, kedua mempelai akan kembali ke
rumah mempelai wanita.

II.III Kesenian Yang Dimiliki Suku Bugis

Kesenian yang dimiliki setiap daerah tentunya saling berbeda dengan yang lain. Begitu
pun masyarakat Suku Bugis yang memiliki kesenian yang tidak kalah menarik dengan suku
lainnya. Kesenian dari suku ini ada Seni Tari dan seni musik terlihat dari beberapa alat musik
yang dimiliki. Ulasan lengkapnya bisa disimak dibawah ini:

Seni Tari Suku Bugis

Suku Bugis memiliki kesenian yang menarik berupa tari-tarian. Tarian yang dibawakan suku ini
sangatlah indah dan mempesona serta memiliki beberapa nama. Nama tarian dari suku bugis
diantaranya :

a. Tari Paduppa Bosara

Tarian ini bermakna penyambutan tamu yang datang berkunjung. Hal ini sebagai bentuk
penghargaan dan rasa terima kasih kepada para tamu atas kedatangannya.
b. Tari Pakarena
Pakarena dalam bahasa setempat diartikan sebagai main. Awalnya hanya digunakan untuk
pertunjukan di istana kerajaan. Dalam perkembangannya tarian ini semakin dikenal. Tarian ini
mencerminkan sifat lemah lembut dan sopan santun seorang wanita.

c. Tari Ma’badong

Oleh masyarakat Suku Bugis digunakan pada saat upacara kematian. Para penari memakai
pakaian serba hitam atau terkadang bebas. Para penari saling mengaitkan jari kelingking
dengan membentuk lingkaran. Tarian ma’badong dilakukan dengan gerakan langkah silih
berganti yang diiringi lagu yang menggambarkan kehidupan manusia dari lahir hingga mati.

d. Tarian Pa’gellu

Tarian ini digunakan untuk menyambut seseorang yang pulang dari berperang. Dibalik tarian
heroik yang satu ini, tersimpan peribahasa “jangan sampai kacang lupa kulitnya”. Intinya,
sudah seharusnya selalu mengingat jasa-jasa pahlawan kita.

e. Tarian Mabissu

Tarian ini mempertontonkan kesaktian para bissu di Sigeri Sulawesi Selatan. Jenis tarian ini
menunjukkan bagaimana kebalnya mereka terhadap senjata debusnya. Sehingga tarian ini
terkesan mistis namun estetis.

f. Tari Kipas

Sesuai namanya, para penari menari dengan menggunakan kipas dan diiringi lagu. Keunikannya,
meskipun gerakannya lemah lembut tapi dibalik itu irama yang dimainkan bertempo cepat.
sehingga para penari dibalik itu dengan iramanya yang cepat harus tetap mempertahankan
gerakannya lemah lembut.

Alat Musik Suku Bugis

Tak lengkap jika suatu masyarakat memiliki tarian tanpa alat musik. Begitu pun dengan
masyarakat Suku Bugis yang memiliki alat musik yang membantu melengkapi indahnya tarian
mereka. Adapun alat musik Suku Bugis diantaranya :

 Gandrang Bulo. Alat musik yang diambil dari nama gandrang dan bulo yang disatukan
artinya menjadi gendang dari bambu.
 Kecapi. Alat musik yang satu ini dimainkan dengan cara dipetik yang digunakan pada
saat acara hajatan, perkawinan, dll. Fungsinya untuk memperkaya gabungan suara alat
musik lain.
 Gendang. Alat musik ini mirip rebana yang bentuknya bulat panjang dan bundar. Seperti
gendang lainnya, gendang milik masyarakat Suku Bugis ini juga menghasilkan suara yang
khas dan memberikan irama yang bagus.
 Suling. Suling terdiri atas 3 jenis, yaitu suling panjang (suling lampe), suling calabai
(suling ponco), dan suling dupa samping. Biasanya alat musik ini digunakan untuk
menyambut kedatangan para tamu.

II.IV RUMAH ADAT SUKU BUGIS


Rumah Adat Suku Bugis dibangun tanpa menggunakan satupun paku dan digantikan
dengan kayu atau besi. Jenis dari rumah ini memiliki 2 jenis untuk status sosial yang berbeda.
Rumah saoraja digunakan untuk kaum bangsawan, sedangkan bola digunakan untuk rakyat
biasa. Perbedaannya hanya pada luas kedua rumah dan besaran tiang penyangganya.

Rumah ini juga terdiri atas 3 bagian. Awa bola adalah kolong (bagian bawah) untuk
menyimpan alat pertanian, alat berburu, dll. Badan rumah terdiri ruang tamu, ruang tidur,
tempat menyimpan benih, dll. Untuk bagian belakang difungsikan sebagai dapur atau tempat
tidur lansia dan anak gadis.

Arsitektur rumah ini mendapat pengaruh dari Islam karena rumah disana berorientasi
menghadap kiblat dan banyak lukisan-lukisan bernuansa islami.

Dalam tradisi suku Bugis, tradisi memindahkan rumah disebut sebagai Mappalette Bola.
Orang Bugis percaya, rumah itu nggak hanya digunakan sebagai tempat tinggal maupun tempat
berteduh, tetapi juga menjadi sesuatu yang sakral.
Rumah adalah ruang sakral di mana penghuninya mengalami berbagai hal seperti lahir,
menikah, beribadah, bersosial, dan mati. Pemilik rumah biasanya melakukan pindahan rumah
ini karena tanah rumah sebelumnya telah terjual, sehingga mereka memindahkan rumahnya ke
tanah (tempat) yang baru.

Rumah khas suku Bugis memang sengaja didesain agar dapat dibongkar pasang. Struktur
bagunan rumah yang unik memudahkan rumah adat suku Bugis ini dapat dengan mudah
dipindahkan.

Struktur rumah panggung Bugis terdiri dari tiga bagian yaitu bagian atas (rakkeang) yang
biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru dipanen. Bagian tengah (ale bola)
merupakan bagian untuk tempat tinggal.

Sedangkan bagian bawah atau kolong (awa bola) berfungsi untuk menghindari serangan
binatang buas untuk naik ke atas, atau pada zaman sekarang digunakan untuk menempatkan
kendaraan pribadi.

Masyarakat Suku Bugis bergotong-royong memindahkan rumah. (Tribunnews.com)

Goodnewsfromindonesia.id (27/2/2017), menulis, ada dua cara dalam memindahkan rumah.


Pertama adalah dengan cara didorong. Cara ini dilakukan ketika posisi rumah yang baru,
berdekatan dengan posisi rumah yang lama.

Kalau cara kedua, dengan cara diangkat. Cara ini dilakukan jika jarak posisi rumah yang baru
cukup jauh dari posisi rumah yang lama.
Proses Pemindahan Rumah

Sebelum pemindahan rumah, pemilik rumah harus menyiapkan pelbagai hal. Pemilik
rumah biasanya mengadakan ritual selamatan dahulu, kemudian menurunkan perabotan
rumah yang mudah pecah, mudah bergerak, atau yang dapat memengaruhi berat rumah pada
saat pemindahan berlangsung.

Selanjutnya, pemilik rumah bersama warga memasang bambu pada kaki-kaki rumah
panggung sebagai pegangan sekaligus penahan ketika mengangkat rumah itu.

Proses pengangkatan dan pemindahan rumah umumnya dipimpin oleh seorang ketua
adat untuk memberi aba-aba dan mengarahkan warga. Pemindahan ini hanya dilakukan oleh
laki-laki dan bisa melibatkan puluhan hingga ratusan warga laki-laki. Tradisi ini juga
meningkatkan rasa gotong royong antarwarga.

Masyarakat suku Bugis makan bersama setelah prosesi pindah rumah.


(Goodnewsfromindonesia.id)

Sedangkan untuk para warga perempuan, mereka menyiapkan makanan untuk warga
yang membantu memindahkan rumah. Sebelum prosesi pindahan dilakukan, pemilik rumah
wajib menyiapkan makanan pembuka yang merupakan makanan ringan khas suku Bugis seperti
kue bandang, baronggo, suwella, serta teh hangat dan kopi.

Setelah prosesi pindahan selesai, pemilik rumah juga memberikan makanan berat
sebagai penutup. Makanan khas yang menjadi suguhan ini adalah sup saudara, dan ikan
bandeng yang diberi bumbu saus kacang. Hal ini dilakukan sebagai ucapan terima kasih atas
bantuan warga dalam memindahkan rumah, dan sebagai imbalan lelah setelah bekerja keras.

II.V PAKAIAN ADAT SUKU BUGIS

Masyarakat Suku Bugis memiliki baju adat yang dinamakan baju bodo (pendek).
Awalnya baju ini dibuat dengan lengan pendek tanpa memakai dalaman. Seiring perkembangan
jaman baju ini dibuat menutupi aurat karena pengaruh Islam.

Baju bodo ini dipadukan dengan dalaman yang warnanya sama namun lebih terang. Selain itu,
untuk bawahan berupa sarung sutera berwarna senada.

II.VI ADAT ISTIADAT SUKU BUGIS

Adat istiadat yang sering dilakukan adalah menggelar upacara adat mappadendang
(pesta panen bagi adat Suku Bugis). Upacara ini selain sebagai bentuk syukur atas keberhasilan
dalam menanam padi juga memiliki nila magis.

Upacara ini juga disebut pensucian gabah. Maksudnya membersihkan dan mensucikan
dari batang dan daunnya yang kemudian langsung dijemur dibawah matahari. Upacara
dilakukan dengan menumbukkan alu ke lesung silih berganti yang dilakukan 6 perempuan dan 3
laki-laki dengan memakai baju bodo.

Para perempuan yang beraksi dalam bilik baruga dinamakan pakkindona, sedangkan
para pria dinamakan pakkambona. Para pria menari dan menabur bagian ujung lesung. Bilik
baruga yang digunakan berasal dari bambu, sedangkan pagar dibuat dari anyaman bambu
disebut walasoji.

Itulah kebudayaan yang dimiliki Suku Bugis hingga sekarang yang tidak hanya dilakukan
turun temurun. Lebih dari itu memiliki nilai magis dan memperkaya khasanah budaya dengan
nilai-nilai didalamnya untuk tetap menjaga kesatuan.
BAB III
PENUTUP

III.I KESIMPULAN
Suku Bugis Makassar merupakan sebuah suku yang kaya akan kebudayaan abstrak maupun
kebudayaan konkrit. Sistem kekerabatan dalam kebudayaan Bugis-Makassar masih cukup
kental, lapisan masyarakat Bugis dan Makassar terdiri dari 3 yaitu anak arung atau lapisan kaum
kerabat raja-raja, tom aradeka atau lapisan orang merdeka, dan atau lapisan orang budak.
Bahasa yang diucapkan oleh sukuBugis disebut bahas ugi sementara suku Makassar disebut
mangkasara. Adapun huruf yang dipakai dalam naskah Bugis maupun Makassar yakni, aksara
lontara. Diantara buku terpenting dalam kesusasteraan suku Bugis-Makassar adalah buku sure
galigo, suatu himpunan besar dari mitologi yang bagi kebanyakan orang mempunyai nilai yang
keramat.
Potensi paling besar bagi masyarakat Bugis-Makassar adalah dalam sektor pelayaran rakyatdan
perikanan, karena usaha-usaha ini sudah merupakan usaha-usaha yang telah dijalankan sejak
beberapa abad lamanya oleh orang Bugis-Makassar, sehingga dapat dikatakan telah mendarah
daging dalam alam jiwa mereka.

III.II SARAN
Dari makalah yang kami buat di atas adalah, semoga setiap warga negara indonesia mengetahui
apa saja kebudayaan indonesia, karena menurut kami sangat sulit untuk melindungi
kebudayaan kita jika hanya kita sendiri, maka dari itu , kami harap kalian semua para pembaca
dapat membantu untuk selalu melindungi harta karun terbaik yang pernah kita punya di negara
indonesia tercinta kita ini. Jangan sampai harta karun kita di ambil oleh orang lain yang tidak
bertanggungjawab, betapa indahnya saat cucu-cucu kita kelak tetap dapat menikmati
kebudayaan yang ada di indonesia yang masih asri dan asli terjaga hingga masa depan kelak.
Jika ada salah-salah ketik dalam penulisan di atas mohon untuk dimaklumi, karena manusia
tidak ada yang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia Hasil Sensus
Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik. 2011. ISBN 9789790644175.

https://www.romadecade.org/suku-bugis/#!

Syamsudduha.2013.Pappaseng Sebagai Falsafah Hidup. Makassar.


http://syamsudduhaa.blogspot.com/2013/10/pappaseng-sebagai-falsafah-hidup.html

Tirto.2018.Mappalette Bola.Jakarta : Inibaru.id


https://www.inibaru.id/tradisinesia/mappalette-bola-tradisi-pindah-rumah-ala-suku-bugis-yang-
unik

http://ofamni.com

Anda mungkin juga menyukai