Anda di halaman 1dari 93

PERAN SOFIA W.

D DALAM DUNIA PERFILMAN

DI INDONESIA

1948-1986

Oleh

ANNISA SEBASTIAN
180310160009

SKRIPSI

Dipertahankan dalam Ujian


Untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI SEJARAH
JATINANGOR
2021
Jatinangor, 2021
Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Agusmanon Yuniadi, Drs., M.Hum. Rina Ardyawardhina, Dra.,


M.Si.
NIP: 195706301986031002 NIP: 196002101986032003

Disahkan, Diketahui,
Dekan Fakultas Ilmu Budaya Koordinator Prodi Sejarah
Universitas Padjadjaran Fakultas Ilmu Budaya

Yuyu Yohana R, M.Ed., Ph.D. Dr. Drs. Dade Mahzuni, M. Si.


NIP: 19630525199203100 NIP: 196404101990011002
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, karunia serta hidayah-NYA, penulis bisa menyelesaikan

skripsi mengenai Peran Sofia W.D dalam Dunia Perfilman di Indonesia 1948-

1986 ini dengan baik walau tidak luput dari kekurangan di dalamnya. Sholawat

serta salam tidak lupa teercurah limpahkan kepada Nabi umat Islam, yakni Nabi

Muhammad Saw, beserta keluarga dan para sahabat, juga kita sebagai umatnya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Rina Indiastuti, M.SIE., serta staf

jajarannya.

2. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Yuyu Yohana Risagarniwa, M.Ed., Ph.D.

serta staf jajarannya

3. Ketua Program Studi Sejarah Dr. Dade Mahzuni, M.Si., serta dosen-dosen

Sejarah lainnya.

4. Pembimbing Utama Agusmanon Yuniadi, Drs., M.Hum yang telah

membimbing dengan penuh kesabaran dan selalu menyemangati penulis.

5. Pembimbing Pendamping Rina Ardyawardhina, Dra., M.Si. yang selalu

mendukung saya dan memberikan masukan yang baik kepada penulis

dalam menyusun skripsi ini.

6. Para staf Sinematek Indonesia yaitu Bapak Sandas dan Bu Maya yang

sudah memberikan saya akses masuk untuk menemukan sumber skripsi.

i
7. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang selalu mendukung penulis dan

berdoa yang terbaik untuk bisa menyelesaikan skripsi walau penuh dengan

banyak tantangan.

8. Almarhum ibu yang sudah menjadi sumber kekuatan terbesar dalam

perjalanan hidup selama ini.

9. Muhammad Fadhli Abdillah sebagai adik yang telah menemani penulis

dalam pencarian sumber di Jakarta dan sekitarnya.

10. Pak Halfiyanto yang telah membantu dan mendukung penulis selama

menyusun skripsi.

11. Novika Aulia Syahbani yang telah membantu penulis dalam pencarian

sumber selama di Jakarta dan sekitarnya.

12. Ripki Lukmanul Hakim yang telah memberi dukungan dan pengertiannya

pada proses akhir dalam pencarian sumber di Jakarta dan sekitarnya.

13. Sahabat-sahabat penulis yang selalu setia menemani dan menyemangati

penulis daintaranya: Komala Dewi, Dewi Wahyuni, Ade Herlina, Ringgit

Luminggarjati, Adam Darmawan, Dida Parid, Siti Nurlailatul Badriah,

Adinda Hanna Mutiara, Fitri Robiatul Adawiyah, Rika Amelia dan Gita

Riyani.

14. Kawan-kawan Sejarah angkatan 2016, Himse, Medfo Himse, Kabinet

Tjokroaminoto 2017-2018 yang telah mewarnai kehidupan penulis selama

menempuh pendidikan di Sejarah Unpad.

15. Kawan-kawan di Pondok Pesantren Sindangsari Aljawami yang selalu

menemani keseharian penulis dari suka maupun duka.

ii
Penulis berharap skripsi ini dapan berguna untuk para pembaca

dalammeningkatkan pengetahuan dan memperluas wawasan mengenai dunia

perfilman di Indonesia melalui sosok Sofia W.D yang penulis beri judul Peran

Sofia W.D dalam Dunia Perfilman di Indonesia 1948-1986. Serta bagaimana

perkembangan dunia perfilman sejak awal kemerdekaan hingga akhir 90 an.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun demi

perbaikan skripsi yang telah penulis buat di masa yang akan datang.

Semoga skripsi ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya,

menjadi sumber acuan kembali pagi penelitian-penelitian lain di masa yang akan

datang baik secara teoritis dan pragmatis bagi mereka yang tertarik menkaji

perkembangan dunia perfilaman maupun tokoh-tokoh bersejarah di Indonesia.

Jatinangor, Februari 2021

Annisa Sebastian

NPM. 180310160009

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...…iv
ABSTRAK..............................................................................................................vi
ABSTRACT.............................................................................................................vii
DAFTAR ILUSTRASI.........................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................x
BAB IPENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................7
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian...............................................................7
1.4 Metode Penelitian......................................................................................7
1.5 Tinjauan Atas Studi Terdahulu................................................................15
1.6 Kerangka Pemikiran Teoritis...................................................................18
1.7 Organisasi Penulisan...............................................................................20
BAB IILATAR BELAKANG KEHIDUPAN SOFIA W.D..................................22
2.1 Biografi Sofia W.D.......................................................................................37
2.2. Awal Mula Terjun ke dalam Dunia Seni ....................................................43
BAB III SEPAK TERJANG SOFIA W.D DALAM DUNIA PERFILMAN DI
INDONESIA (1948-1986).....................................................................................43
3.1 Kondisi Perfilman Indonesia Abad ke-20....................................................43
3.1.1.Peran Perempuan dalam Dunia Perfilman di Indonesia........................59
3.2. Peran Sofia W.D dalam Dunia Perfilman di Indonesia...............................64
3.2.1 Sofia Sebagai Seorang Bintang Film.....................................................65
3.2.2 Sofia sebagai Seorang Sutradara...........................................................77
3.2.3 Sofia Sebagai Pengurus PARFI.............................................................50
BAB IVKESIMPULAN........................................................................................84
SYNOPSIS..............................................................................................................86
DAFTAR SUMBER..............................................................................................88
LAMPIRAN...........................................................................................................92
RIWAYAT HIDUP PENULIS..............................................................................96

iv
v
ABSTRAK diketik satu spasi

Skripsi ini membahas Peran Sofia W.D dalam Dunia Perfilman di Indonesia
(1948-1986). Penelitian ini dibuat untuk mencari tahu tentang siapa itu Sofia W.D
beserta peranannya dalam dunia perfilman di Indonesia.Tulisan ini merupakan
ikhtiar untuk memahami dunia perfilman melalui perjalanan hidup Sofia W.D dari
awal kemerdekaan hingga tahun 80-an.
Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang meliputi empat tahapan penting
diantaranya: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Metode ini digunakan
sebagai alat untuk menganalisis dan membedah permasalahan yang dikaji dengan
bantuan berupa konsep dari peranan dan kreativitas yang diharapkan mampu
merekonstruksi berbagai peranan dan sumbangsih Sofia W.D dalam dunia film di
Indonesia.
Berdasarkan penelitian ini, dapat diketahui saat Indonesia merdeka munculah
sebuah film yang mengangkat nama Sofia sebagai aktris pendatang baru yang
digemari masyarakat Indonesia. Air Mata mengalir di Tjitarum juga disebut
sebagai film pertama pasca kemerdekaan yang disebut membawa angin segar bagi
dunia perfilman di Indonesia. Sofia seorang pelayan restoran mampu
menampilkan bakat akting yang luar biasa dan mampu menginspirasi orang
khususnya bagi kaum perempuan untuk berkembang dan mengasah potensi dalam
dunia perfilman. Ia tak hanya sebagai bintang film saja, namun pernah menjadi
sutradara dan salah satu ketua dan pengurus organisasi perfilman di Indonesia. 

Kata Kunci : Sofia W.D, Film, sutradara perempuan, Air Mata mengalir di
Tjitarum

vi
ABSTRACT koreksiannya sama dengan di atas

This thesis discusses the Role of Sofia W.D in the World of Film in Indonesia
(1948-1986). This research was made to find out who Sofia W.D is and its role in
the world of film in Indonesia. This paper is an attempt to understand world
cinema through Sofia W.D's life journey from the beginning of independence to
the 80s. The aspects studied were 1) who was Sofia W.D, 2) When did Sofia W.D
first enter into world films and 3) What contribution did Sofia W.D make in world
films in Indonesia.
The research methodology used is historical methods, including observation, field
studies, literature studies, and interviews. The historical method includes
important stages including heuristics, criticism, interpretation, and historiography.
The method used is a tool to analyze and dissect the problems studied with the
help of the concept of roles and creativity which are expected to be able to
reconstruct Sofia W.D's various roles and contributions in world films in
Indonesia.
Based on this research, it can be seen that a film is a tool that has been in great
demand by various groups since its inception in Indonesia. Even though it still
uses simple technology, it has become a special attraction for the Indonesian
people. It is also made by actors and actresses who are capable of acting making
films that are getting better. Then it was also discovered that Sofia W.D was one
of the film actresses who had her talent in acting. Even after independence, she
was unsure about directing a film and was named the second female film director
in Indonesia, previously Ratna Asmara.

Keywords: Sofia W.D, film, director, women

vii
DAFTAR FOTO

Foto 2.1 Foto Sofia pada 1948 saat pertama kali berkecimpung dalam dunia

perfilman ................................................................................22

Foto 2.2 Sosok Soewaldy yang dikenal sebagai sosok yang sederhana

namun berwibawa.........................................................................29

Foto 2.3 Sosok W.D Mochtar suami ketiga dari Sofia...............................32

Foto 2.4 Aktris Sofia W.D dirawat di ruang ICU R.S Cikini, Jakarta ......36

Foto 3.1 Pemutaran Bioskop Pertama kali di Tanah Abang, Jakat.............44

Foto 3.2 Adegan Film Bumi Makin Panas dan Bernafas Dalam Kubur......62

viii
DAFTAR ILUSTRASI

Tabel 3.1 Jumlah produksi film yang dihasilkan sejak 1937-1945................51

Tabel 3.2 Film yang dibuat masa pemerintahan Jepang di Indonesia............53

Tabel 3.3 Pembuatan film cerita di Indonesia periode 1945-1955...............56

Tabel 3.4 Pembuatan film cerita di Indonesia periode 1956-1965...............57

Tabel 3.5 Daftar film yang dimainkan oleh Sofia W.D sebagai bintang film di

Indonesia (1948-1986)....................................................................69

Tabel 3.6 Daftar film yang disutradarai oleh oleh Sofia W.D (1960-1977)...80

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan Sofia W.D dalam Dunia Perfilman di Indonesia 1948-1986, menarik

untuk dibahas. Mungkin sebagian masyarakat Indonesia masih kurang begitu

kenal dengan para tokoh perempuan dalam dunia perfilman. Sejak kemunculan

film di Indonesia, perempuan sudah mendapat peranan penting di dalamnya,walau

pada kenyataannya masih kurang mendapat apresiasi yang cukup dari masyarakat

Indonesia.

Film adalah sebuah komunikasi yang bersifat audio visual untuk

menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul disuatu

tempat tertentu. Secara historis, film muncul pertama kali di Kota Paris, Perancis

oleh Lumiere bersaudara pada akhir abad ke 19. Film yang disajikan masih

berbentuk film bisu yang bersifat dokumenter dengan durasi waktu yang sangat

singkat (Amura, 1989: 91). Walau masih sangat sederhana, namun kemunculan

film menjadi suatu terobosan baru yang mampu menjadi daya tarik masyarakat

ketika itu. Setelah kemunculannya, film mengalami banyak perubahan. Tidak

hanya film bisu yang bersifat dokumenter, namun beralih menjadi beberapa genre1

yang sudah mencakup beberapa kisah di dalamnya. Genre juga berguna untuk

meningkatkan daya khayal penonton. Hal ini membuat penonton mampu

menyesuaikan film dengan pikiran dan perasaan, sehingga seolah-olah diajak


1
Genre adalah suatu aliran yang muncul dari film-film hasil produksi Amerika Serikat dan
memiliki beragam aspek, diantaranya gerak, bahasa, tata lampu, suasana, atribut yang digunakan
untuk menghibur penonton (Said, Salim. 1989 : 17)

1
2

melihat adegan perkelahian sampai percintaan yang bahkan belum pernah dialami

dalam kehidupan sehari-hari(Effendy, 1986:134).

Seiring berjalannya waktu, film berkembang pesat hingga bisa memasuki

Indonesia yang dahulu masih disebut dengan Hindia Belanda. Film berkembang

dimulai pada awal abad 20 di Batavia. Sama seperti awal kemunculan film di

Eropa, film yang sampai di Hindia Belanda pun dimulai dari film bisu yang

bersifat dokumenter. Isinya mengenai film dokumenter perjalanan Ratu dan Raja

Belanda di Den Haag. Film ini diputar di sebuah bioskop dengan tiket masuk

berdasarkan perbedaan golongan di masyarakat. Ada bioskop yang hanya bisa

dimasuki oleh orang Eropa saja, contohnya Bioskop Oerientaal di Batavia. Ada

juga bioskop yang bisa dimasuki oleh orang Pribumi dan orang Eropa namun

dibedakan berdasarkan kursi penontonnya (Bintang Betawi, 29 Desember 1900).

Bagi sudut pandang masyarakat pribumi, film merupakan sesuatu yang

dianggap sebagai bukti kecerdasan dan kemajuan orang-orang Barat. Film dengan

cepat menjadi sebuah daya tarik yang membuat orang-orang penasaran untuk

menontonnya. Film-film produksi Amerika dan Italia mulai malang melintang

beredar di Bioskop-bioskop di Hindia Belanda. Hal ini tentu membuat pemerintah

Belanda terpikirkan untuk membuat film sendiri. Hingga pada 17 April 1925

keluarlah Surat Keputusan Raja nomor 40 yang berisi perintah untuk mendirikan

NV Nederlandsch Indische Film Maatschapij. Keputusan ini juga bertujuan agar

Hindia Belanda memiliki film dokumenter sendiri yang menggambarkan seberapa

luas wilayah jajahan mereka dan agar mampu bersaing dengan Jerman yang

sebelumnya telah lebih dulu membuat film dokumenter. Film dokumenter ini pada
3

dasarnya disuguhkan untuk orang-orang yang ada di Negeri Belanda.

Semacamsebuah laporan untuk memperlihatkan seberapa hebat orang-orang

Belanda memimpin negara jajahannya. Salah satu film dokumenter yang masih

tersimpan baik hingga kini adalah Film rekaman Pasar Gambir yang berada di

Pusat Arsip Audio Visual Kerajaan Belanda, Di Amsterdam (Biran. Misbach Yusa,

2009 : 54).

Setelah muncul film dokumenter di Hindia Belanda, mulai banyak penilaian

masyarakat yang menganggap bahwa film tersebut tidak menarik dan terkesan

membosankan. Sehingga membutuhkan sebuah film yang bertema atau memiliki

alur cerita untuk menarik minat menonton film kembali di masyarakat. Hingga

pada 1926 berdirilah sebuah perusahaan produksi film yang bernama NV Java

Film Companyoleh L. Heuveldorp yang pusatnya di Batavia namun proses

pembuatan filmnya di Bandung. Kemudian L. Heuveldorp menetapkan G.Krugers

sebagai pimpinan produksi film. Seorang tukang juru foto terkenal di Bandung.

Dengan kepercayaan yang diberikan oleh L. Heuveldorp, G.Krugers mengajak

teman seprofesinya yakni F. Carli untuk bergabung. Seorang pemilik toko potret di

Batavia keturunan Italia berkebangsasan Belanda yang lahir di Bandung pada

1879. G. Krugers bertugas sebagai bagian kamera dan pencucian film (processing)

dan F. Charli sebagai Operator Film. Film yang diproduksi diberi judul Loetoeng

Kasaroengdengan lokasi syuting di Bandung. Mereka tentu meminta izin dengan

pemerintahan setempat terkait pembuatan film ini. Hal ini disambut dengan senang

hati dan mendapat dukungan dari Bupati Bandung, Wiratakusumah V. Film ini
4

juga masih merupakan film bisu yang berwarna hitam putih (Biran. Misbach Yusa,

2009 : 60).

Setelah kemunculan film Loetoeng Kasaroengyang dinobatkansebagai film

cerita pertama di Hindia Belanda, dunia perfilman Indonesia mulai mengalami

perubahan yang signifikan. Selanjutnya NV Java Film Companymemproduksi film

cerita yang lebih modern dengan judul Eulis Atjih, Lily van Java dan Setangan

Berloemoer Darah.Sejak kehadirannya di Hindia Belanda, film bisu mampu

bertahan hingga 1930. Setelah itu muncul terobosan baru seiring berkembangnya

teknologi. Film Bicara mulai bermunculan diantaranya berjudulAtma de Visher,

Karnadi Anemer Bangkong, Indonesia Malaise, Boenga Roos dari Tjikembang dan

yang lainnya. Namun yang dianggap sebagai representasi Film Bicara pertama

yang dinilai baik dan sempurna adalah Nyai Dasima. Sebuah film yang diangkat

dari naskah Opera Stamboel yang disutradarai oleh Bachtiar Effendi pada 1931

( Armijn Pane, 1953 : 17)

Dari film yang beredar, hampir semuanya merupakan film-film produksi kaum

Tionghoa dan orang-orang Belanda lainnya di Indonesia. Diantaranya Tan Khoen

Yauw, Liem Goang Lian, Tjan Tjoen Lian, Jo Eng sek, The Tang Chun, G. Kruger,

Albert Balink dan lainnya. Bahkan dalam penyutradaraan sampai bagian editing

pun sama. Hal ini menunjukan bahwa kaum pribumi belum bisa memproduksi film

sendiri melainkan hanya sebagai bintang film bahkan sasaran komsumen film.

Alasan yang kuat adalah anggaran pembuatan film yang mahal dan strata sosial

pribumi terlalu rendah unuk bisa memproduksi sebuah film. Namun tidak bisa

dipungkiri, bahwa kaum pribumi sejak pembuatan film pertama di Hindia Belanda
5

sudah memiliki peran sebagai pemain film didalamnya. Hal ini semakin membuat

kaum pribumi terasah sebagai bintang film dan memotivasi mereka untuk terjun

langsung memproduksi sebuah film di Indonesia.

Memasuki tahun 1940-an orang-orang pribumi mulai memproduksi film.

Disela-sela gejolak perang yang terjadi, peminat film tidak hilang begitu saja.

Banyak yang menjadikan keadaan perang sebagai sebuah ide dalam alur

pembuatan naskah film. Masyarakat pribumi juga mulai aktif sebagai sutradara,

penulis naskah, sampai menjadi actor dan aktris di dalamnya. Di Indonesia banyak

para seniman yang ahli dalam dunia film seperti Andjar Asmara, Astaman, Ali

Yugo, Usmar Ismail, Soekarno M. Noor dan yang lainnya.

Semakin lama dinamika perfilman di Indonesia semakin berkembang. Pada

awalnya kebanyakan dari penggelut dunia perfilman adalah laki-laki. Namun

semakin lama peran perempuan pun tidak bisa dilupakan. Sejarah Indonesia

mencatat banyak nama perempuan yang memiliki peranan penting dalam dunia

perfilman Indonesia, diantaranya Ratna Asmara, Rukiah, Ratna Rutinah, dan yang

lainnya. Nama-nama tersebut pernah menjadi aktris andalan Indonesia pada

zaman itu, bukan hanya menjadi seorang aktis saja, namun juga menjadi sutradara

dan produser dalam sebuah film. Salah satu aktris yang juga pernah menjadi

seorang sutradara perempuan terkenal adalah Sofia Waldy. Dengan segudang

prestasi dan karyanya yang panjang terhadap dunia film menjadikan nama Sofia

Waldy alias Sofia W.D dikenal sampai akhir hayatnya. Ia merupakan salah satu

aktris terkenal dengan pengalaman cukup lama, yaitu sejak awal kemerdekaan

hingga tahun 1980-an.


6

Dapat disimpulkan bahwa sebenarnya perempuan memiliki peran penting di

dalam sebuaah dunia perfilman. Krena bisa diamati semenjak kemunculan film di

Indonesia, perempuan selalu hadir sebagai tokoh pemain. Hal ini membuat mata

penonton di Hindia Belanda tertarik untuk datang ke bioskop lalu menontonnya.

Walau terdakang peran perempuan sendiri dinilai hanya sekedar pemikat saja,

namun tidak bisa dipungkiri perempuan pasti selalu ada pada film-film yang

berkembang di Indonesia.

Namun memang pada kenyataannya banyak dari kita yang kurang mengetahui

mengenai tokoh-tokoh perempuan yang aktif pada dunia perfilman di Indonesia.

Oleh karena itu, penulis ingin mengulas peran wanita dalam dunia perfilman di

Indonesia melalui tokoh Sofia W.D. Terdapat beberapa alasanmengapa penulis

membahas peran Sofia W.D dalam dunia perfilman di Indonesia (1948-

1986)menjadi topik bahasan untuk penelitian. Pertama topik yang penulis ambil

begitu menarik dan belum ada yang membahasanya secara spesifik dan sistematis

(interested topic). Alasan kedua adalah,kiprahSofia W.D di dunia perfilman bisa

dijadikan sebagai tolak ukur perkembangan dunia film di Indonesia dan juga

seberapa besar pengaruh perempuan di dalamnya(significance of topic). Selain itu,

penulis juga beranggapan bahwa sumber-sumber mengenai topik yang dibahas,

baik sumber primer maupun sekunder cukup tersedia dan mudah didapatkan

(obtainable topic). Sehingga untuk mengambil tema tersebut cukup berada dalam

jangkauan kemampuan penulis(manageable topic).


7

1.2 Rumusan Masalah

Dalam hal ini, dapat disusun beberapa rumusan masalah agar mempermudah

penulis dalam menjelaskan topik yang dibahas, dintaranya :

1. Siapakah Sofia W.D ?

2. Sejak kapan Sofia W.D mulai aktif dalam dunia film ?

3. Bagaimana peran Sofia W.D dalam dunia film di Indonesia ?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, diantaranya :

1. Untuk mengetahui siapa Sofia W.D

2. Untuk mengetahui kiprah Sofia W.D dalam dunia film di Indonesia.

3. Untuk mengetaui peran dan sumbangsih Sofia W.D dalam dunia film di

Indonesia.

1.4 Metode Penelitian

Dalam tulisan ini, metode yang digunakan adalah metode sejarah dengan

pendekatan kualitatif. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu studi pustaka,

studi lapangan, observasi dan wawancara. Seperti yang kita ketahui bahwa di

dalam metode sejarah kita mengenal beberapa tahapan, yaitu heuristik, kritik,

interpretasi, dan historiografi (Herlina, 2015 : 17). Pada tahapan heuristik penulis

menggunakan berbagai sumber tertulis, sumber lisan maupun sumber visual.

Pertama, penulis harus mencari sumber-sumber yang berhubungan dengan

Sofia W.D dan beberapa sumber yang membahas tentang dinamika dunia
8

perfilman di Indonesia. Beberapa sumber tersebut penulis dapatkan saat mencoba

melakukan heuristik di Pusat Perfilman Indonesia di Geduang H. Usmar Ismail

bagian Sinematek Jakarta Selatan. Penulismenemukan sumber-sumber yang

membahas mengenai Sofia W.D secara biografi maupun kehidupannya sebagai

tokoh yang berpengaruh dalam dunia perfilaman di Indonesia. Penulis juga

menemukan sebuah fakta bahwa Sofia W.D bukanlah sutradara perempuan

pertama di Indonesia, tetapi Ratna Asmara.

Kedua, penulis menemukan banyak kepingan film masa sebelum

kemerdekaan hingga film abad 21 di Indonesia. Bahkan penulis banyak

menemukan film apa saja yang Sofia W.D perankan sekaligus beberapa film yang

ia sutradarai.Contohnya adalah film Air Mata Mengalir di Tjitarun (1948), Badai

Selatan(1961), Ratu Ilmu Hitam (1981) dan yang lainnya.

Ketiga, penulis mendapatkan beberapa koleksi foto asli dari arsip

Sinematek tentang Sofia W.D, baik secara foto formal maupun saat sedang

memerankan sebagai seorang tokoh film.

Selain melakukan heuristik di Pusat Gedung Perfilman pada bagian

Sinematek, penulis juga berkesempatan untuk mencari sumber-sumber primer dan

sekunder di Perpustakaan Nasional yang berada di Jl. Merdeka dan Jl. Salemba.

Penulis menemukan beberapa buku yang berkaitan dengan perkembangan film di

Indonesia, diantaranya :

Pertama, penulis menemukan buku yang berjudul 100 tahun Bioskop di

Indonesia (1900-2000) karya HM Johan Tjasmadi. Penulis mendapatkan

pemahaman bahwa pada awal mula kemunculan film di Indonesia film yang
9

diputar pertama kali masih berupa film bisu tanpa suara. Lalu berisi gambaran

tentang bioskop masih berbentuk sangat sederhana dan klasifikasi harga tiket yang

disediakan dari pihak bioskop berbeda-beda.

Kedua, penulis menemukan buku yang berjudul Layar Perak: 90 Tahun

Bioskop di Indonesia karya W.S Rendra dkk. Buku tersebut juga memberikan

gambaran lengkap mengenai perkembangan bioskop dan dunia perfilman

Indonesia.

Ketiga, penulis menghimpun data dari buku yang berjudul Sejarah Film

1900-1950 : Bikin Film di Jawa karya Misbach Yusa Biran. Buku ini menjelaskan

mengenai film secara historis dan kaitannya dengan tokoh-tokoh perfilman yang

berpengaruh pada 1900-1950.

Selanjutnya penulis melakukan heuristik di Perpustakaan Umum Unpad

lantai 3 bagian referensi. Penulis menemukan buku Peran Pemuda dalam

Kebangkitan Film di Indonesia karya Misbach Yusa Biran. Buku tersebut

memberikan pemahaman menarik bahwa film bukan sekedar alat untuk

menghibur para penonton, namun juga sebagai alat politik yang memiliki

pengaruh besar di Indonesia.

Selain itu penulis menghimpun data di perpustakaan Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Padjadjaran. Penulis menemukan skripsi yang berjudul

Andjar Asmara: Larir dan Perannya dalam Perkembangan Sandiwara Modern

dan Film Indonesia (1930-1961) karya Leny Nur’aeni pada 2010. Skripsi tersebut

menambah informasi penting yang mengatakan bahwa Sofia W.D bukanlah

sutradara perempuan pertama di Indonesia, melainkan Ratna Asmara. Hal ini bisa
10

menjadi sumber penulis untuk membantah beberapa artikel yang mengatakan

Sofia W.D adalah sutradara perempuan pertama di Indonesia.

Selanjutnya penulis melakukan heuristik di perpustakaan Riyadlul Jannah,

perpustakaan milik Prof. Nina Lubis, salah satu Guru Besar Sejarah Universitas

Padjajaran. Penulis menemukan buku berjudul Produksi Film Tjerita di Indonesia

: Perkembangannja sebagai Alat Masyarakat karya Armijn Pane pada 1953.

Buku ini sebenarnya bukan sebuah buku yang secara mandiri diterbitkan,

melaikan terbitan khusus dari Indonesia Madjalah Kebudayaan untuk edisi Januari

dan Februari 1953. Dalam buku tersebut, penulis dapat memahami bahwa

pertengahan abad ke-20 banyak menampilkan gambaran mengenai perkembangan

film yang berkaitan dengan kondisi kesenian, sosial-politik dan keadaan ekonomi

di masyarakat pada waktu tersebut. Penulis buku juga membagi pemetaan film

pada tiga periode zaman, yaitu: periode 1927-1937, periode 1937-1950 dan

periode 1950-1952.

Dan yang terakhir, penulis melakukan heuristik di perpustakaan Batu Api.

Penulis menemukan buku Politik Film di Hindia Belanda karya M. Sarief Arief

yang membahas mengenai alasan awal kenapa di Hindia Belanda harus ada

pembuatan film sampai menjadi sebuah alat politik di Hindia Belanda.

Tahap kedua adalah Kritik2. Tahapan ini terbagi atas dua yaitu : kritik

eksternal3 dan kritik internal4. Penulis dalam hal ini mencoba mengkritik contoh

sumber yang berjudul Produksi Film Tjerita di Indonesia: Perkembangannya

2
Kritik adalah analisis terhadap sumber yang telah ditemukan secara kritis (Herlina, 2015 : 5).
3
Kritik eksternal adalah mengkritik hal-hal di luar isi seperti tinta, jenis kertas dan sebagainya
(Herlina, 2015 : 25).
4
Kritik internal adalah mengkritik terkait isi sumber (Herlina, 2015 : 31).
11

Sebagai Alat Masyarakat karya Armijn Pare pada 1953. Jika penulis melakukan

kritik secara eksternal, maka akan didapati bahwa buku ini adalah buku cetakan

pertama yang diterbitkan pada 1953. Bahasa yang digunakan masih sangat baku

dan menggunakan ejaan lama (EYD) bukan PUEBI seperti sekarang. Buku ini

juga masih menggunakan hard cover sebagaimana umumnya buku-buku yang

dicetak pada pertengahan abad ke-20, berbeda dengan buku-buku sekarang yang

umumnya memakai soft cover pada bagian depan.

Kritik internal, penulis buku ini merupakan seorang sastrawan sekaligus

jurnalis yang aktif pada abad 20 di Indonesia. Ia merupakan lulusan HIS, ELS,

STOVIA, NIAS Surabaya dan AMS-A Solo. Semasa hidup ia banyak

menciptakan novel dan cerita pendek. Selain itu ia pandai menulis kritik sastra

untuk mengungkapkan beberapa gagasannya kepada media. Armijn Pane juga

pernah dipercaya untuk menjadi redaktur di beberapa media, salah satunya adalah

menjadi redaktur Majalah Indonesia yang membahas mengenai Produksi Film

Tjerita di Indonesia : Perkembangannya Sebagai Alat Masyarakat. Ia hidup di

zaman film mulai mengalami perkembanganya di Indonesia. Penulis bisa

menyatakan bahwa penulis buku ini merupakan orang yang sangat kompeten dan

apa yang ia tulis bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Tahapan ketiga Interpretasi5, ada lima jenis interpretasi yang bisa

dilakukan. Dalam tulisan ini, penulis menggunakan interpretasi logis. Dalam

penelitian ini penulis mencoba menginterpretasikan buku yang berjudul “Layar

Perak : 90 Tahun Bioskop di Indonesia” yang ditulis oleh Haris Jauhari pada

1992. Buku ini membahas mengenai perkembangan perkembangan bioskop di


5
Interpretasi adalah tahap menafsirkan sumber-sumber yang diperoleh (Herlina 2015: 15).
12

Indonesia sejak 1900 sampai 1991. Penulis menjelaskan perjalanan dunia

perfilman secara berurutan berdasarkan periode kemunculannya hingga dinamika

perkembangannya sampai akhir abad 20.

Kabar masuknya film mulai dikenal di Hindia Belanda pada 1900 melalui

surat kabar Bintang Betawi pada 30 November 1900. Berita tersebut berisi

mengenai akan diselenggarakannya pertunjukan besar pada 5 Desember 1900

disebuah gedung bioskop pertama di Indonesia yaitu The Rojal Bioscope.

Kemudian diperkuat oleh munculnya surat kabar Bintang Betawi pada 4

Desember 1900, sehari sebelum pelaksanaannya. Film yang diputar hanya film

berbentuk dokumenter yang belum memiliki alur cerita. Kemudian film hanya

bisa dijangkau oleh kelas-kelas tertentu seperti Cina dan kaum bangsawan saja.

Lambat laun orang-orang Hindia Belanda berpikir untuk membuat film

sendiri. Hingga pada khir 1926, lahir sebuah film pertama yang bernuansa cerita

rakyat dari kota Bandung. Film pertama yang dibuat asli di tanah Hindia Belanda

adalah film berjudul Loetoeng Kasaroeng,sebuah film karya L. Heuveldrop, G.

Krugers dan F. Carli. Film ini mendapat banyak perhatian dari masyarakat Hindia

Belanda. Kemudian dari sinilah, banyak film-film yang bermunculan seehingga

menandakan perkembangan film sedang dimulai. Hal ini juga didukung

olehtokoh-tokoh sandiwara yang beralihberkarir dalam dunia perfilman seperti

Andjar Asmara, Ratna Asmara, Ali Yugo, Soekarno M.Noor dan yang lainnya.

Adanya film juga memengaruhi perkembangan bioskop di Indonesia.

Karena kemunculannya yang dianggap hal baru, maka film mendapat banyak

perhatian bagi warga Hindia Belanda. Dari kaum atas, menengah hingga warga
13

pribumi biasa merasa penasaran ingin menonton seperti apa gambar idoep yang

diselenggarakan di Bioskop. Film yang muncul bukan merupakan film dengan

kualitas gambar terbaik, namun masih bisu dan teknik pengambilan gambarnya

masih sangat sederhana.

Hal ini menyebabkan banyaknya para pemain sandiwara yang beralih

profesi untuk terjun dalam dunia film. Sejak awal kemerdekaan, kondisi perfilman

Indonesia mulai berkembang dan menjadi langkah bagi Sofia W.D untuk

mengembangkan sayapnya di dunia film, dimulai dari menjadi Aktris hingga

menjadi salah satu sutradara perempuan hebat di Indonesia.

Tahap keempat adalah Historiografi6, dalam tahapan ini penulis

menggabungkan beberapa sumber dan menginterpretasikannya kedalam sebuah

tulisan yang diberi judul Peranan Sofia W.D dalam Dunia Film di Indonesia

(1948-1986). Tentu dengan dibatasi oleh peranannya dalam dunia perfilman saja,

baik sebagai aktris, sutradara, produser, bahkan sampai menjadi ketua organisasi

PARFI (Persatuan Artis Film di Indonesia).

Penelitian ini akan menggunakan konsep sistematis-kronologi. Pada

penelitian ini akan dibagi ke dalam beberapa fase :

Pertama, latar belakang kehidupan Sofia W.D hingga memasuki awal

mula terjun ke dalam dunia film di Indonesia. Sejak awal kemerdekaan Indonesia,

dunia perfilman sempat redup. Namun memasuki 1948, muncul film pertama

yang mendobrak industri film di tanah air yang berjudul “Air Mata Mengalir di

Tjitarum”. Film pertama Sofia W.D saat berperan sebagai tokoh utama

6
Historiografi adalah tahap penulisan dan interpretasi penulis dalam sebuah sejarah (Herlina,
2015: 15)
14

menggantikan Miss Rukiah yang meninggal dunia. Film ini sukses besar dan tentu

membawa nama Sofia W.D untuk dikenal khalayak luas.

Kedua, perkembangan film di Indonesia tidak luput dari peran perempuan

di dalamnya. Hal ini di dukung oleh banyak judul film yang menggunakan poster

perempuan sebagai daya tarik untuk dilihat. Citra perempuan memang dinilai

lebih memiliki daya jual yang tinggi dibanding kaum laki-laki. Oleh karena itu

banyak film yang dibuat bahkan menjadikan perempuan sebagai tokoh utamanya.

Ketiga, maju mundurnya perkembangan film di Indonesia. Melalui kiprah

Sofia W.D dalam dunia permilman, secara tidak langsung kita bisa mencari tahu

tentang gambaran perkembangan film dari masa ke masa. Sofia telah

membintangi begitu banyak film bahkan menyutradarai sendiri. Pengalaman yang

mumpuni menjadikan namanya begitu banyak dikenal dari kalangan senior

maupun aktris pendatang dalam dunia perfilman di Indonesia.

Keempat, menggambarkan persatuan para artis Indonesia dalam upaya

memajukan industri film di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dengan adanya

perkumpulan-perkumpulan artis maupun elemen penting di dalam pembuatan film

baik di depan layar maupun di balik layar.

Penulis menyadari dengan pemilihan konsep sistematis-kronologis, akan

mempermudah penulis dalam menjelaskan mengenai peran Sofia W.D dalam

dunia perfilman di Indonesia. Diawali dengan biografinya hingga akhir hayatnya

akan menggambarkan perkembangan dunia perfilman Indonesia secara

terstruktur.
15

1.5 Tinjauan atas Studi Terdahulu

Sejauh hasil penulusuran penulis mengenai Sofia W.D, penulis belum

menemukan judul penelitian yang membahas mengenai Sofia W.D dalam bentuk

skripsi. Judul penelitian yang penulis ambil memiliki daya tarik tersendiri untuk

dibahas karena kurangnya penelitian yang membahas mengenai perkembangan

dan tokoh perempuan yang aktif berkarir dalam industri perfilman di Indonesia.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan beberapa sumber yang

menjadi rujukan sebagai tinjauan atas studi terdahulu, baik yang telah ditulis

dalam bentuk buku, jurnal, skripsi maupun surat kabar. Sumber-sumber rujukan

ini digunakan untuk meninjau kembali apakah ada hal yang berkaitan dengan

tema dan topik yang dibahas oleh penulis. Beberapa sumber yang dijadikan

tinjauan adalah :

Pertama adalah buku yang berjudul Sejarah Film Indonesia : Bikin Film di

Jawa (1900-1950)yang ditulis oleh Misbach Yusa Biran pada 2009 . Buku ini

berisi tentang asal mula dunia film di Indonesia beserta para tokoh yang berperan

di dalamnya. Buku ini membantu penulis untuk mendapatkan

gambaranmengenaitonggak awal perkembangan film di Indonesia yang kala itu

masih di bawah jajahan Belanda. Buku ini juga menggambrkan pada awal

kemunculan film di Indonesia, selama beberapa tahun masih menjadi penonton

film saja,hingga pada awal 1900 an industri film mulai menunjukkan peranannya

dan perlahan minat masyarakat beralih kepada film. Persamaan buku ini dengan

penelitian penulis adalah mengenaipenggambaran awal mula film masuk ke

Hindia Belanda. Sementara perbedaan tulisan yang ada di buku ini dengan
16

penelitian penulis adalah penulis lebih akan fokus membahas tokoh Sofia W.D

yakni dimulai dari 1948.

Rujukan kedua adalah skripsi yang berjudul Andjar Asmara: Larir dan

Perannya dalam Perkembangan Sandiwara Modern dan Film Indonesia (1930-

1961)yang ditulis olah Leny Nur’aeni pada 2010. Dalam skripsinya dijelaskan

bahwa sebelum adanya film, banyak seniman yang berasal dari dunia sandiwara,

salah satunya adalah Andjar Asmara. Dalam sumber ini juga dibahas beberapa

tokoh perempuan yang memiliki peranan dalam dunia perfilman seiring

berjalannya waktu. Terdapat kesamaan objek yaang dibahas dengan penelitian

penulis yaitu tentang film dan tokoh perempuan. Perbedaann antara isi sumber

yang diperolehdengan bahasan penulis adalah penulis lebih membahas kepada

tokoh Sofia W.D saja serta perkembangan film saat wanita menjadi tokoh penting

dalam dunia film di Indonesia..

Rujukan yang ketiga yaitu buku yang berjudul Mengawal Industri Film

Indonesiayang ditulis oleh Heru Effendy pada tahun 2014. Buku ini menjelaskan

mengenai perkembangan film sejak tahun 1926 dan para tokoh yang terlibat.

Disebutkan juga beberapa judul film yang terkenal pada masa Hindia Belanda,

dan film apa saja yang terkenal di awal tahun kemerdekaan. Persamaan yang

penulis dapatkan dalam buku ini adalah adanya persamaan mengenai pembahasan

film yang terkenal dan dianggap memiliki daya tarik bagi perkembangan film di

Indonesia. Perbedaan antara sumber yang diperolehdengan bahasan penulis adalah

penulis lebih membahas kepada satu tokoh saja yaitu Sofia W.D dan judul film

yang ia diperankan saja.


17

Rujukan yang keempat adalah buku yang berjudul Sandiwara dan

perang : Politisasi Terhadap Aktivitas Sandiwara Modern Masa Jepangyang

ditulis oleh Fandy Hutari pada 2009. Buku ini membahas mengenai peran film

yang bisa dijadikan sebagai alat untuk berpolitik pada masa Jepang. Film menjadi

media yang banyak memiliki daya tarik bagi masyarakat karena bentuknya

berbentuk visual, walau belum dilengkapai oleh sinematografi yang mumpuni.

Buku ini membantu penulis untuk mengetahui gambaran mengenai fungsi dan

tujuan film yang ternyata bukan hanya sekedar sarana hiburan dalam bentuk

visual, tetapi juga sebagai alat untuk berpolitik. Kesamaan yang penulis temukan

dalam buku ini adalah penulis sama-sama membahas mengenai untuk apa tujuan

film dibuat. Sementara perbedaan antara sumber yang diperolehdengan bahasan

penulis adalah waktu yang dibahas bukan lagi berada di dalam masa Jepang, tetapi

dari awal masa kemerdekaan.

Rujukan yang kelima adalah buku yang berjudul Layar Perak : 90 Tahun

Bioskop di Indonesia yang ditulis oleh Haris Jauhari pada 1992. Buku ini

membahas mengenai perkembangan perkembangan bioskop di Indonesia sejak

1900 sampai 1991. Buku ini juga menjelaskan dinamika dunia perfilman yang

naik turun seiring perkembangannya. Persamaan yang penulis dapat dari buku ini

adalah mengenai objek penelitian dan kurun waktu yang dibahas. Sementara

perbedaan antara sumber yang didapat dengan bahasan penulis adalah penulis

akan lebih membahas perkembangan film dari tokoh Sofia W.D.

Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan beberapa sumber yang

menjadi rujukan sebagai tinjauan atas studi terdahulu baik yang telah ditulis dalam
18

bentuk buku, jurnal, skripsi maupun surat kabar. Proses rujukan ini digunakan

guna meninjau kembali apakah ada hal yang berkaitan dengan tema dan topik

yang dibahas oleh penulis.

1.6 Kerangka Pemikiran Teoretis

Di dalam penulisan ini, konsep penelitian yang dilakukan adalah konsep

peranan dan kreativitas. Konsep tersebut digunakan untuk memahami dan

mengkaji kehidupan Sofia W.D dalam peranannya terhadap dunia perfilman di

Indonesia. Peranan merupakan aspek yang dinamis dalam kedudukan (status).

Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok

sosial. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan

kedudukan masyarakat dalam masyarakat, maka akan melanjutkan suatu peranan

(Soekanto, 1990:268).

Peranan menurut Levinson mencakup kepada tiga hal, yaitu :

1. peranan meliputi Norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat

seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian

peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan

kemasyarakatan.

2. Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu

dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur

sosial masyarakat (Soekanto, 1990:270)


19

Penulis memakai konsep peranan nomor dua dan tiga dalam pemaparan

konsep Levinson untuk kepenulisan mengenai Sofia W.D karena Sofia dikenal

bukan hanya sosok yang memiliki pengaruh besar dalam lingkungan keluarga dan

sekitar saja namun Sofia dikenal sebagai sosok perempuan yang memiliki

peranan penting dalam perkembangan dunia perfilman di Indonesia. Ia dikenal

sejak 1948 saat membintangi film yang berjudul Air Mata Mengalir di Tjitarum

Sosoknya bukan hanya sebagai orang yang aktif di depan layar, namun juga

memiliki peranan penting di balik layar. Ia pernah menjadi aktris dengan lebih

dari seratus judul film dan pernah membintangi serial televisi di Indoensia. Selain

itu iya juga berkarya dibalik layar sebagai seorang sutradara hingga termasuk

salah satu sutradara perempuan terbaik di Indonesia. Sofia mendedikasikan

hidupnya untuk berkiprah dalam dunia perfilman di Indonesia. Adanya Sofia

membuat seniman wanita terinspirasi untuk terjun di dalam dunia perfilman baik

di depan maupun dibalik layar.

Selain konsep peranan, pada tulisan ini juga terdapat konsep kreativitas.

Konsep ini digunakan untuk melihat bagaimana seorang Sofia W.D bisa

menggunakan kreativitasnya dalam melakukan sebuah perubahan dan

perkembangan yang baik bagi dunia perfilman di Indonesia. Kreativitas dapat

dijelaskan sebagai alat utama untuk mengembangkan inovasi (Damayanti,

2006:12)

Menurut Marslow, kreativitas adalah akibat dari motivasi aktualisasi diri

sebab individu-individu kreatrif berciri khas dengan kebutuhan mereka untuk

mengaitkan potensi-potensi pribadi pada suatu kerja konkret (Damayanti, 2006 :


20

86). Sebagai orang yang memiliki jiwa seni secara otodidak, Sofia W.D harus

berpikir secara keras untuk bagaimana ia bisa bertahan dan tetap bisa menarik

perhatian banyak orang. Walau awalnya mendapat pertentangan dari pihak

keluarga, namun Sofia bisa membuktikan kreativitasnya dalam dunia perfilman di

Indonesia.

Awal mula ia terjun ke dalam dunia seni adalah pada 1943 saat Jepang

masuk ke Indonesia. Jepang mulai membuka saranan khususnya dalam bidang

seni untuk menjadi sebuah alat propaganda, salah satunya adalah sandiwara. Sofia

yang masih remaja merasa tertarik untuk tergabung dalam kelompok sandiwara

buatan Jepang yaitu Irama Massa. Sofia tergabung dalam kelompok sandiwara

tersebut selama satu tahun. Walau hanya sebentar, namun bakatnya mulai terasah.

Akhirnya ia mencari pengalaman baru untuk memperdalam kemampuan dalam

berakting dengan tergabung dalam kelompok sandiwara Bintang Surabaya. Sofia

mendapat banyak pengalaman dan ilmu baru yang sangat bermanfaat untuk

melatih bakatnya agar lebih berkembang. Sofia mulai memberanikan diri untuk

mengambil peran sebagai tokoh utama dalam beberapa pementasan. Setelah

Indonesia merdeka, ia mulai melatih kreatifitas dalam berakting dengan terjun ke

dalam dunia perfilman pada awal 1948. Melihat dunia perfilman Indonesia mulai

berkembang pesat, Sofia tidak merasa puas hanya dengan memiliki kemampuan

berakting di depan kamera. Ia juga mulai mencoba melatih kemampuan lain

seperti menekuni bidang sutradara, produser, editing dan yang lainnya. Namanya

sangat dikenal dalam dunia perfilman Indonesia, bahkan sebelum meninggal, ia

masih membintangi beberapa film pada 1986.


21

1.7 Organisasi Penulisan

Tulisan ini terdiri dari empat bab dan masing-masing bab dibagi kedalam

sub bab-sub bab yang disusun secara sistematis-kronologis antara judul bab

dengan penjelasan yang lebih spesifik dalam judul-judul subbab yaitu :

Bab 1 akan membahas mengenai latar belakang, perumusan masalah,

tujuan, dan penulisan-penulisan kemudian disertai metode penelitian, tinjauan

pustaka, kerangka pemikiran teoretis dan organisasi penulisan

Bab II akan membahas mengenai siapa Sofia W.D. Kemudian dalam bab

ini juga akan dijelaskan sejak kapan bakat berakting Sofia W.D mulai

dikembangkan. Beserta peran apa saja yang permah ia lakoni sebagai aktris

ternama di Indonesia.

Bab III akan berisi tentang sumbangsih Sofia W.D dalam dunia perilman.

Seperti menjelaskan tentang perjalanan karir sebagai bintang film dan awal mula

menjadi sutradara serta mulai memproduksi film dengan beberapa pengarang

naskah terkenal.

Bab IV merupakan simpulan yang berisi intisari dari analisis permasalahan

yang dibahas. Didalam bab IV akan berisi kesimpulan dan synopsis, serta penutup

dari hasil penelitian disertai daftar sumber, lampiran, dan riwayat hidup penulis.
BAB II

LATAR BELAKANG KEHIDUPAN SOFIA W.D

2.1 Biografi Sofia W.D

Sofia yang dikenal dengan nama Sofia Waldy lalu menjadi Sofia W.D

lahir di Bandung, 12 Oktober 1924. Sofia lahirdariseorang ayah bernamaApandi

dan ibu bernamaSumirah. Keluarga Sofia begitu sederhana dan berada di dalam

lingkungan yang taat agama. Hampir semua keluarganya pernah menempuh

pendidikan di pesantren. Dalam memenuhi kebutuhan hidup, keluarga Sofia

memiliki profesi sebagai pedagang. Sofia adalah anakkeduadariempatbersaudara

(Merdeka Minggu, 8 November 1983 : 6).

Foto 2.1 : Foto Sofia pada 1948 saat pertama kali berkecimpung

dalam dunia perfilman

Sumber : Artis & Kariernja, 9 Djanuari 1972 dalam Buana Minggu. Gedung
Pusat Perfilman H. Usmar Ismail, Sinematek Indonesia, Jakarta.
23

Semasa kecil, Sofia mendapat pendidikan yang disiplin dari pihak

keluarga. Ia dididik untuk selalu mengedepankan sopan santun dantata

krama.Dalam bergaul, Sofia dikenal sebagai seorang gadis yang pemberani,

periang, penuh tanggung jawab dan juga baik hati. Ia sering membantu teman-

temannya jika mengalami kesusahan. Namun Sofia juga dikenal sebagai sosok

yang keras kepala, ia akan terus mecari cara agar semua keinginannya dapat

terwujudkan. Selama masa kanak-kanak dan remaja, Sofia menghabiskan waktu

bermain dan belajar. Ia menempuh pendidikan formal dan informal di Bandung.

Sofia belajar di HIS7 sampai kelas tujuh dan juga Darul Mutaalimin 8 sampai kelas

lima. Di sekolah, ia menyukai olahraga melantai, pencak silat dan juga seni peran

atau sandiwara. Ia dikenal sebagai seorang gadis yang aktif dan berprestasi

trebukti dengan pernah menjadi juara pertama lomba lari 100 meter dalam

kategori pelajar putri ajang kejuaraan antar sekolah se-Bandung pada 1935. Selain

itu Sofia juga pandai mengaji dan taat agama (Merdeka Minggu, 6 November

1983 :7).

Setelah lulus dari sekolah, Sofia memutuskan untuk menekuni bidang seni.

Ia tertarik kepada seni peran atau sandiwara. Namun hal ini mendapat tantangan

dari pihak keluarga. Kedua orang tua Sofia tidak setuju jika ia memilih untuk

mendalami seni peran. Hal ini disebakan karena Sofia bukan lahir dari keluarga

seniman melainkan santri. Kedua orang tua menginginkan Sofia memperdalam

ilmu agama saja di sebuah pesantren mengikuti jejak saudara-saudaranya.

Memang dari empat bersaudara, hanya Sofia yang memilih jalan lain dengan
7
Hollandsch-InlandscheSchool adalahsekolah yang berdirisejak 1914. Sekolah yang
dibangununtukjengjangpendidikansetingkatsekolahdasar pada masa HindiaBelanda.
8
Sekolah agama di Bandung.
24

terjun ke dalam dunia seni. Semakin ditentang, semakin teguh niat Sofia untuk

terus melangkah. Karena ia juga berwatak keras kepala, ia pun terus membujuk

orang tuanya agar bisa menyetujui apa yang dia mau. Hingga pada akhirnya,

orang tua Sofia luluh setelah diyakinkan berkali-kali. (BeritaBuana, 20 November

1973: 6).

Saat Jepang masuk, kesenian mulai digencarkan untuk menarik hati

masyarakat pribumi. Salah satunya adalah seni sandiwara. Banyak para seniman

yang tertarik untuk bergabung. Akhirnya Sofia memutuskan juga untuk bekerja di

dalam kantor barisan propaganda Jepang yaitu Jawa Eiga Haikyusha9 di bawah

kepemimpinan Mustajab Budrasah dan ikut bergabung ke dalam grup sandiwara

buatan Jepang yaitu Irama Massa. Di sana ia memulai karir pertama kali dalam

dunia sandiwara. Walau hanya sebagai announcer10. Dengan hanya mengandalkan

tekad, Sofia tampil percaya diri untuk melakukan yang terbaik. Ia banyak

memegang peran utama dalam melakukan sebuah pentas. Sofia dinilai memiliki

kemampuan yang bagus diusianya yang masih muda dan juga terbilang baru

melangkahkan kaki dalam dunia seni sandiwara. Setelah itu tergabung juga ke

dalam grup sandiwara Bintang Surabaya. Di sana ia bertemu dengan tokoh

sandiwara terkenal lainnya seperti Ali Yugo, Miss Dja, Ratna Asmara dan yang

lainya. Ia banyak menerima posisi sebagai peran utama. Tergabung ke dalam grup

seni sandiwara membuat pribadi Sofia semakin banyak disukai orang. Ia menjadi

dikenal banyak orang berkat sikapnya yang sungguh-sungguh dan pekerja keras

serta aktingnya yang bagus luar biasa (Merdeka Minggu, 6 November 1983 : 7).

9
Bagiandari propaganda Jepang yang bergerakdalamsandiwara dan pendistribusian film.
10
Seorangpenampil yang melakukanpekerjaanpenyiar, dan menyajikanberitaatauinformasi.
25

Mengenaiurusanpercintaan, Sofia belum sempat memilih lelaki yang

pantas untuk menjadi suaminya. Selama aktif dalam dunia sandiwara, ia tidak

terlibat cinta lokasi dengan sesama pemain. Sofia menjunjung tinggi profesional

dalam bekerja. Namun setelah dinilai cukup umur, akhirnya pada umur 17 tahun

orang tua Sofia menjodohkannya dengan seorang laki-laki kebanggaan rakyat

Priangan, bernama Kapten Eddy Endang. Kapten Eddy Endang bukan merupakan

seseorang yang aktif dalam panggung sandiwara seperti Sofia, melainkan seorang

TNI AD. Meski dijodohkan, menikah dengan Kapten Eddy Endang merupakan

suatu hal yang sangat membuat Sofia bahagia. Hal ini dikarenakan Kapten Edy

sama sekali tidak mengekang Sofia bahkan membebaskan Sofia untuk memilih

aktif atau tidaknya dalam dunia sandiwara yang sedang ia geluti. Dari pernikahan

tersebut, mereka dikaruniai enam orang anak. Tiga laki-laki dan tiga perempuan.

Kapten Eddy Endang dikenal sebagai sosok yang ramah dan juga bijaksana. Ia

begitu disegani dan dihormati oleh masyarakat. Sebagai seorang suami, Kapten

Eddy sangat mengayomi Sofia. Sofia pun tergerak hatinya untuk sama-sama

terjun ke dalam dunia pergerakan dalam memperjuangkan kemerdekaan bersama

sang suami. Bukan berarti ia berhenti dari dunia sandiwara, hanya saja rehat

sejenak. Kiprahnya dimulai saat menjadi Sersan bersama sang suami untuk

melawan penjajah dan gerombolan Sabilillah di Garut (Berita Buana, 20

November 1973 : 7).

Pada Peristiwa Bandung Lautan Api, kondisi bandung dan sekitarnya

begitu genting. Banyak bangunan-bangunan yang sengaja dibakar oleh Belanda.

Salah satunya adalah PTG (Pabrik Tenun Garut). Saat itu Kapten Eddy Endang
26

menjabat juga sebagai KKD (Komando Keamanan Daerah) Priangan. Tugas yang

diemban begitu berat, namun tidak membuat semangat mereka luntur untuk

membela Bangsa Indonesia.Sofia memiliki pengaruh yang besar dalam peristiwa

Bandung Lautan Api. Ia memiliki pangkat sersan dan tergabung menjadi anggota

FP (Field Preparation). Sofia beserta Kapten Eddy ditugaskan untuk menjaga

daerah sekitar kampung Cibungur, Desa Samida-Limbangan, Garut dibawah

komando Letnan Muda E. Rustaman Danurwiria. Kapten Eddy bersama Sofia

diikuti anggota lainnya menginap disebuah rumah kepercayaan juru tulis Kapten

Eddy yaitu Mang Ulis (Berita Buana Minggu, 6 Juni 1982: 12).

Namun pada suatu malam saat Kapten Eddy sedang mendengarkan siaran

radio Rimbu untuk mengetahui berita sekitar Garut dan Bandung, Mang Ulis

mengatakan bahwa Kapten Eddy harus meninggalkan tempat itu karena akan

kedatangan gerombolan Sabilillah. Mereka disebut juga sebagai pasukan DI/TII11

yang merupakan musuh dalam selimut yang selama ini kenal dekat dengan Kapten

Eddy Endang. Ia diberitahu juga bahwa Sersan Mardi, yang menjaga senjata-

senjata para pasukan telah terbunuh oleh pasukan itu. Namun Kapten Eddy tetap

tinggal disana dengan ditemani tiga orang prajurit yang selalu berjaga.

Sekitarpukul 03.30 pagibenar kata Mang Ulis, gerombolan Sabilillah (DI/TII)

datang dan hendak menangkap Kapten Eddy beserta anak buahnya. Mereka

mengepung rumah markas yang selama ini ditempati Kapten Eddy, Sofia WD dan

para prajurit lainnya. Mereka meminta agar Kapten Eddy mau keluar dan

menyerahkan diri dengan sukarela. Bahkan gerombolan Sabilillah mengancam


11
Sebuahgerakan Islam yang dipimpin oleh Kartosuwiryo. Tujuan utamapemberontakanDarul
Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) adalahmendirikan negara dengandasarsyariat Islam di
Indonesia (SuweloHadiwijoyo, 2013: 13).
27

akan membakar rumah jika Kapten Eddy tidak keluar. Pada akhirnya Kapten

Eddy bersedia keluar dan langsung menyergap Kapten Eddy. Sebagian dari

mereka masuk kedalam rumah untuk memeriksa keadaan dalam rumah dan

mencari senjata yang disimpan. Sofia yang melihat kejadian ini sempat merasa

ketakutan, apalagi melihat sang suami ditangkap. Semapat mendapat tatapan sinis

dari para tentara Sabilillah, namun Sofia tetap tegar dan percaya bahwa suaminya

akan baik-baik saja. Akhirnya Kapten Eddy beserta anak buahnya ditangkap

dengan meninggalkan Sofia sendiri. (Berita Buana Minggu, 6 Juni 1982 : 12).

Setelah ditangkap, Kapten Eddy mendapat perlakukan yang kasar dan

keras. Ia disiksa dan dianiaya hingga jasadnya dibuang di daerah Sungai Cimanuk

tanpa dikebumikan dengan layak. Jasadnya dibiarkan hanyut begitu saja di sungai

dan menurut informasi lain, sebelum dibuang di tepi sungai Cimanuk, jasadnya

dimasukkan ke dalam sebuah keranjang bambu. Kapten Eddy dinyatakan gugur

saat bertugas. Duka yang mendalam sangat Sofia rasakan. Kepergian sang suami

yang tanpa pamit itu membuat hatinya sakit. Akhirnya, ia memutuskan untuk

berhenti bergerilya dan hendak pulang kepada keluarganya di Bandung. Sofia

bergegas melarikan diri dan merasa ketakutan akan ditangkap juga oleh

gerombolan DI/TII. Ia berlarike hutan dekat Gunung Galunggung. Lima hari lima

malam akhirnya ia sampai juga di Bandung. Saat kembali untuk bertemu orang

tuanya, hati Sofia semakin hancur ketika melihat kondisi rumahnya telah rata oleh

tanah. Rumahnya telah hangus terbakar tanpa meninggalkan jejak. Sofia langsung

menuju rumah mertuanya yang masih sama berada di daerah Bandung (Suara

Karya, 15 Agustus 1981).


28

Di usia yang terbilang masih muda, Sofia sudah mendapat julukan sebagai

seorang janda. Hidupnya yang sederhana mengharuskan ia mencari nafkah untuk

bertahan melanjutkan hidup. Bekerja bersama sang mertua untuk membuat sebuah

restoran dinilai keputusan baik oleh keluarga. Sofia menjadi pelayan untuk

membantu mertua membuka restoran yang tempatnya bersebelahan dengan

sebuah hotel ternama di Bandung. Sebuah hotel yang sering disinggahi para

seniman terkemuka di Indonesia. Restorannya menjadi ramai oleh para bintang

top Indonesia, salah satunya adalah rombongan sandiwara Fifi Young

Taneelkunst. Sebuah grup sandiwara terkenal yang akhirnya menjadi jembatan

bagi Sofia untuk memulai karir sebagai seorang seniman di Indonesia (Violeta, 27

Juli 1976 : 218)

Setelah tergabung dalam dunia perfilman, bakatnya mulai dikenal banyak

orang. Ia juga dikenal sebagai sosok yang memiliki paras cantik dan menarik. Hal

ini menjadikannya banyak disukai orang-orang. Terbukti baru tergabung di dalam

dunia film kurang lebih dua tahun, ia telah dipersunting oleh sutradaraterkenal

sekaligus seorang pelawak di Indonesia bernama S. Waldy pada 29 Mei 1948.

Status Sofia yang telah menjadi seorang janda, dinikahi oleh Waldy yang

merupakan seorang duda. Nama Sofiaberubahmenjadi Sofia Waldy.

S. Waldy merupakan seorang lelaki kelahiran Blitar pada 1919 yang

memiliki namaasli Waldemer. Caerel Hunter. Namanya menjadi Soewaldy hingga

disingkat menjadi S.Waldy. Anak dari pasangan L.W Winterberg dan J. R Hunter.

Pria berkebangsaan Jerman yang memiliki banyak karir di Indonesia. Ia

merupakan seorang seniman yang memulai karir dari panggung sandiwara. Ia juga
29

seorang pelawak terkenal. Setelah masukkedalam dunia film, ia dipercaya untuk

berperan dalam film Zoebaida pada 1940 yang diproduksi oleh Oriental Film.

Waldy dikenal sebagai orang yang sangat sederhana. Hidupnya tidak pernah

berlebihan. Untuk merokok saja ia hanya mengisap rokok “Pah Ta ni”, sebuah

rokok kretek yang sangat murah dan awet (Sinematek Indonesia, Pusat Perfilman

H. Usmar Ismail, Jakarta)

Foto 2.2 Sosok Soewaldy yang dikenal sebagai sosok yang sederhana
namun berwibawa

Sumber Penghidoepan
Bintang Film Indonesia Sofia dan Soeaminya
Soewaldy, 9 Februari 1949 : 37 dalam
Pagina. GedungPusat Perfilman H. Usmar
Ismail, Sinematek Indonesia, Jakarta.

Mencintai Sofia merupakan

suatu hal yang sangat disukai Waldy. Sesama orang yang berperan aktif dalam

dunia perfilman, menjadikan Sofia bagaikan sosok peran utama dalam hidup

Waldy. Mereka sangat terlihat harmonis dalam berbagai kesempatan. Banyak

sesama rekan artis yang iri melihat keharmonisan Waldy dan Sofia. Walau sedang

menjalin hubungan asamara, keduanya tetap mengedepankan profesionalitas.


30

Namun awal mula pernikahan mereka, kedunya harus mengalami kesulitan

menemukan tempat tinggal yang pas di Jakarta. Akhirnya untuk sementara waktu

mereka tinggal bersama orang tua Sofia pada sebuah rumah sederhana yang

disewa f-20 perbulan (Pagina, 5 Februari 1949 : 37).

Menikah dengan S. Waldy juga menjadi jembatan bagi Sofia untuk

bersinar dalam dunia perfilman di Indonesia. Film pertama yang menjadi tonggak

awal kesuksesan Sofia dalam dunia perfilman adalah Air Mata Mengalir di

Tjitarum pada 1948. Film yang digarap oleh Tan Wong bersaudara ini memiliki

biaya produksi sebesar f-130.000. Film ini juga dinilai sukses dan merupakan

udara segar sebagai kembalinya dunia perfilman setelah masa kemerdekaan. Sofia

sering belajar kepada Waldy tentang teknik-teknik pembuatan film di balik layar.

Ia juga sering meminta bantuan kepada teman-teman lain untuk mengajarkannya

teknik editing, teknik penggunaan kamera dan sebagainya. Hal ini membuat

semangat baru bagi Sofia untuk mencoba aktif juga di balik layar (Pagina, 5

Februari 1949 : 37).

Namun pada 1964 Sofia dan Waldy dilanda kisruh rumah tangga. Setelah

hidup kurang lebih empat belas tahun bersama, akhirnya keduanya memutuskan

untuk berpisah. Hal ini dilakukan secara baik-baik tanpa ada kekerasan dalam

rumah tangga. Penyebabnya adalah mereka merasa banyak ketidakcocokan yang

semakin terlihat dari tahun ke tahun. Sikap keras kepala menjadi faktor utama

permasalahan yang serius diantara keduanya. Walau begitu keduanya masih tetap

berteman baik dan saling membantu satu sama lain. Waldy dan Sofia masih sering

berkomunikasi dan bertukar cerita jika berpapasan. Keduanya masih terlihat akrab
31

disaat momen tertentu dibalik layar. Bahkan Sofia diberi tahu saat Waldy akan

menikah lagi. Ia menjalin hubungan baik sebagai teman dengan calon istri baru

Waldy. Sofia juga sempat mengobrol dengan calon istri mantan suaminya itu

untuk sekedar memberi wejangan tentang bagaimana menghadapi Waldy dalam

berumah tangga. Sofia begitu keibuan dan sangat menjunjung tinggi pertemanan.

Sofia juga sangat mendukung hubungan Waldy dan calon istrinya. Bahkan tanpa

sungkan Sofia pernah membantu pernikahan keduanya. Empat tahun berselang, S.

Waldy meninggal dunia pada 1948 akibat penyakit yang telah lama dideritanya.

Pada proses pemakamannya banyak sesama rekan artis dan para kru dibalik layar

yang hadir, termasuk Sofia. Ia turut hadir dan membantu istri Waldy menyiapkan

acara tahlil dan doa bersama, bahkan turut hadir juga sampai pada peringatan 100

hari kematian Waldy, mantan suaminya itu (Berita Buana, 20 November 1973 :

23).

Empat tahun berselang, Sofia menikah lagi dengan sesama rekan dalam

dunia perfilman, yaitu W.D Mochtar. W.D. Mochtar adalah nama panggung dari

Wagino Dachrin Mochtar, seorang laki-laki yang lahir di Pontianak pada 9 Mei

1928. Ibunya berasal dari Jawa sedangkan ayahnya berasal dari Kalimantan. W.D

Mochtar lahir dari keluarga yang sederhana (Yudha Minggu, 16 Juli 1972 : 3).

Ia dididik sebagai seorang anak laki-laki yang sudah harus memiliki rasa

tanggung jawab sejak kecil. Beranjak remaja, ia tertarik untuk menekuni bidang

kemiliteran. Hingga pada akhirnya ia terjun langsung ke dalam dunia militer.

Kebetulan sekali W.D Mochtar memiliki latarbelakangmiliter yangsama

sepertisuami Sofia yang pertama, Kapten Eddy Endang. Sepak terjangnya dimulai
32

saat ia masuk sebagaianggotaFP (Field Preparation). Ia ditempatkan dan

ditugaskan untuk menjaga dan bergerilnya di sekitar daerah Karawang-Bekasi.

Setelah kemerdekaan, W.D Mochtar mulai menarik diri dari dunia perjuangan. Ia

mulai bergeser arah kepada bidang seni, sesuatu yang ia sukai sudah sejak kecil.

Akhirnya ia memutuskanuntukmenjadi seorang penyanyi dangdut Orkes Melayu

bernama Dendang Sulawesi, sebuah Orkes Melayu yang sangat terkenal se-

Kalimantan. W.D Mochtar menjadi tokoh andalan yang sangat dibanggakan.

Suaranya yang sangat khas membuat WD Mochtar begitu mudah dikenal banyak

orang (Berita Buana, 15 Desember 1976 : 51).

Foto 2.3 Sosok W.D Mochtar suami ketiga dari Sofia

Sumber Si Bego & Jago Kung Fu Digarap Sofia W.D, 16 November 1975 : 3
dalam Pos Film. GedungPusat Perfilman H. Usmar Ismail, Sinematek Indonesia, Jakarta.

Awal mula ia terjun ke dalam dunia film adalah saat ia ikut berperan

dalam film Tirtonadi dan Jl. Hayam Wuruk pada 1954. Ia dinilai masih perlu

banyak belajar namun bisa dipastikan W.D Mochtar memiliki bakat yang sangat
33

luar biasa apabila terus diasah. Ia juga sering direkrut sebagai pemain pada setiap

film yang disutradarai oleh S. Waldy, mantan suami Sofia. Karena bakatnya yang

bisa menyanyi juga, W.D Mochtar sering dipercaya untuk menjadi pengiring

musik dibeberapa film. Hingga pada akhirnya W.D Mochtar dipertemukan dengan

Sofia pada saat Sofia sedang memproduksi film Badai Selatan pada 1961 (Yudha

Minggu, 16 Juli 1972 : 3).

Kala itu Sofia sedang mencari sosok pemeran utama yang menurutnya pas

untuk memerankan film buatannya. Setelah bertemu W.D Mochtar, ia langsung

yakin bahwa W.D Mochtar mampu menjadi pemeran utama untuk film pertama

yang ia sutradarai. Sebelumnya Sofia juga sempat mendengar bahwa W.D

Mochtar merupakan seorang artis yang memiliki banyak keahlian. Dari

siniahkeduanyabiassaling mengenal.

Sebenarnya W.D Mochtar sudah pernah mengenal Sofia jauh sebelum

masuk ke dalam dunia perfilman. Sofia dikenal sebagai seorang wanita yang

pernah bergerilya melawan p enjajah dan gerombolan DI/TII. Sofia juga

merupakan anggota FP (Field Preparation) sepertinya. Namun ia tahu bahwa Sofia

kala itu masih diperistri oleh sesama kawannya yaitu Kapten Eddy Endang.

Akhirnya di tahun yang sama, W.D Mochtar menikahi Sofia. Pernikahan mereka

diadakan dengan sederhana namun tetap khidmat. Keduanya sudah sama-sama

menikah dengan pasangan sebelumnya. Dengan pengalaman yang telah mereka

alami, akhirnya W.D Mochtar menikah untuk yang kedua kalinya sedangkan

Sofia menikah untuk ketiga kalinya. Sofia menikah dengan W.D Mochtar yang

lebih muda empat tahun darinya. Namun perbedaan tersebut tidak membuat
34

keduanya mengalami kesulitan. Mereka saling melengkapi bahkan W.D Mochtar

bisa mengimbangi sikap Sofia. Hal ini tentu membuat Sofia merasa nyaman dan

yakin untuk hidup bersama. Sikap yang paling Sofia suka dari W.D Mochtar

adalah pekerja keras dan selalu mendukung apapun yang Sofia lakukan.

Terkadang mereka juga sering berdiskusi mengenai suatu hal sampai mencapai

satu keputusan bersama. Akhirnya nama Sofia pun berubah untuk kesekian

kalinya, yaitu menjadi Sofia W.D.

Setelah menikah, keduanya memutuskan untuk tinggal pada sebuah rumah

di Gang H. Yahya no 17, Otista, Jakarta Timur. Mereka memilih rumah yang

berada pada gang padat penduduk dan tidak terlalu luas. Rumah yang dipilih juga

adalah sebuah rumah yang terbilang sangat sederhana. Tidak terlalu besar untuk

mereka yang sama-sama sudah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya.

Setelah tinggal beberapa tahun di dalam rumah yang sederhana, Sofia tetap

enggan membeli rumah baru. Hal ini bukan dikarenakan Sofia bersama suami

tidak mampu membeli rumah baru yang lebih besar dan luas. Gaji mereka dalam

dunia perfilman tentu sangat cukup untuk membeli rumah baru, namun keduanya

enggan. Hal inidikarenakan bagi Sofia rumah itu merupakan rumah pertama yang

ia beli dari hasil bermain film sejak 1951. Keduanya terus aktif menghiasi layar

kaca perfilman dan juga di balik layar. Tak dipungkiri lebih dari sekedar akting

dan sutradara, melainkan merambah ke bagian musik dan penata suara. Mereka

memiliki visi dan misi yang sama sehingga keduanya saling mencoba cara untuk

memajukan dunia perfilman. Hal ini terbukti dengan didirikannya Libra Musical

Show pada 1970, suatu wadah bagi para artis untuk bisa lebih fokus kepada
35

bidang musik, tari dan drama. Grup ini juga bisa disebut sebuah rumah produksi

karena menghasilkan beberapa film, salah satunya Si Bego dalam 4 seri. Grup ini

juga bertujuan agar lebih mudah mengenal para artis satu sama lain. Artis yang

tergabung diantaranya Sukarno M. Noor, Rita Sahara, Elly Kasim, Vivi Sumanti,

Ray Iskandar, Hanny Ray, Layla Sari dll. Mereka sering tampil pada acara remi

yang melibatkan dua negara, salah satunya adalah ketika pemerintah Indonesia

berkonfrontasi dengan Malaysia. Lalu bersama W.D Mochtar membuat PT. Libra

Film yang memproduksi film-film laga. (Berita Buana, 15 Desember 1976).

Pada 1954, Sofia pernah menjabat sebagai Bendahara I dalam

kepengurusan Persatuan Artis Film Indonesia. Lalu pada 1972 di acara Kongres

Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) ke-IV, Sofia terpilih sebagai ketua

PARFI. Ia juga dnobatkan sebagai perempuan pertama yang menjadi ketua dalam

organisasi film di Indonesia. Rekan-rekannya sudah tidak lagi meragukan Sofia,

karena Sofia dinilai patut dipilih atas pengalamannya yang sudah sangat paham

tentang pahit getirnya menjadi orang di depan layar maupun di balik layar

perfilman di Indonesia (Harian Kompas, 14 Februari 1972 : 17).

Menjadi seorang artis, sutradara maupun orang yang aktif dalam

organisasi PARFI membuat Sofia tidak kenal lelah. Ia selalu memberikan usaha

yang maksimal untuk sesuatu yang sedang ia kerjakan. Bahkan sampai usia

berumur pun Sofia tetap turut andil dan aktif dalam dunia perfilman. Kondisi fisik

Sofia yang tak sebugar dulu, membuatnya rentan lelah dan sakit. Sofia sempat

pingsan saat di lokasi syuting dan orang-orang pada awalnya mengira bahwa ia

sedang tertidur pulas. Setelah tidak ada respon yang diberikan, semua orang
36

langsung panik dan segera dilarikan ke rumah sakit.Badannya dingin dan

wajahnya pucat membuat semua orang panik (Buana Minggu, 2 Maret 1980).

Sofiamenghembuskannafas pada usia 62 tahun di Rumah Sakit Cikini.

Tepat pukul 21.30 Sofia dikabarkan telah meninggal akibat tekanan darah tinggi

yang dialaminya. Ia sempat pingsan ketika sedang menghadiri acara silahturahmi

Lembaga Seni Tari di Pete’s Club. Berita ini membuat kalangan artis dan tokoh-

tokoh di balik layar terkejut bukan main. Pasalnya pada 1964 sedang gencar-

gencarnya orang-orang di perfilman mengadakan kampanye tentang film

nasional(BuanaMinggu, 2 Maret 1980).

Foto 2.4 Aktris Sofia W.D dirawat di ruang ICU R.S Cikini, Jakarta

Sumber Aktris Sofia W.D dirawat di ruang ICU RS. Cikini, Jakarta 1986, 30
November 1985 dalam TEMPO. Fotografer Maman Samanhudi, Jakarta.

Meninggal di usia 62 tahun ia meninggal kansuami, 6 anak dan 22 cucu

tercinta. Sebelum meninggal, film terakhir yang Sofia mainkan adalah Yang

Kukuh Yang Runtuh produksi Virgo Film. Lalu film terakhir yang ia sutradara
37

iadalah Anehnya Cinta pada 1986. Sofia juga bermain di serial TV Derai-Derai

Cemara sebelum menghembuskan nafas. Sofia dimakamkan di Taman Makam

Pahlawan Kalibata dengan menggunakan upacara Militer mengingat Sofia pernah

menjadi seseorang yang berkecimpung dalam dunia perjuangan bersama

almarhum suaminya, Kapten. Eddy Endang. Sofia menyandang sebuah Bintang

Gerilya, Satya Lencana Perang Kemerdekaan I dan II, serta 25 tanda jasa dari

Pemerintah RI (Suara Karya, 14 Juli 1986).

Namanya dikenal banyak oleh semua kalangan perfilman. Dari generasi

senior hingga junior merasakan kesedihan mendalam dengan perginya salah satu

sosok berpengaruh dalam dunia perfilman, Sofia W.D (Buana Minggu, 27 Juli

1986).

2.2 Awal MulaTerjun ke Dunia Seni

Sofia merupakan seorang perempuan yang sangat berbakat. Sebelum

menglanglang buana dalam dunia perfilman, ia juga telah aktif menjadi seorang

seniman dalam dunia sandiwara. Setelah lulus sekolah, ia semakin aktif

mendalami dunia seni. Sofia mulai mencoba melangkahkan kaki untuk berkarir

pada saat kependudukan Jepang di Indonesia. Saat Jepang mulai masuk ke

Indonesia, banyak hal yang dilakukan demi menarik simpati rakyat Indonesia.

Mereka sengaja memajukan bidang-bidang kesenian seperti teater, seni rupa,

musik dan film untuk mempropagandakan gerakan 3A 12. Di tahun yang sama pula

Jepang mendirikan Sekolah Tonil. Sekolah ini dibangun agar misi Jepang dalam

propaganda 3A berjalan dengan lancar. Tidak sedikit tokoh seniman yang


12
Nippon Pelindung Asia, Nippon Pemimpin Asia, Nippon Cahaya Asia
38

mengikuti pergerakan yang dibentuk oleh Jepang. Bahkan terhitung sampai

ratusan seniman mulai aktif di masa kependudukan Jepang dibanding pada masa

penjajahan Belanda. Hal ini disusul dengan berdirinya perkumpulan sadiwara lain

di bawah komando pemerintah Jepang.

Sofia memulai karir pertamanya dalam dunia panggung sandiwara saat

bekerja di kantor barisan propaganda Jepang Jawa Eiga Haikyusha di bawah

kepemimpinan Mustajab Budrasah dan bertindak sebagai anouncer13 pada

sandiwara keliling Irama Massa. Waktu itu ia sering tampil sebagai pengganti

dari primadona panggung sandiwara apabila sedang sakit dan berhalangan pentas.

Ternyata berhasil dan penampilannya disukai banyak orang. Dari situ bakat akting

Sofia mulai terasah. Ia dipercaya untuk terus tampil dalam panggung sandiwara

selama tiga bulan. Sofia juga pernah bergabung dengan grup sandiwara terkenal

yaitu Bintang Surabaya selama tiga bulan, sebuah grup sandiwara yang dipimpin

oleh Andjar Asmara, pria yang pada awalnya dikenal sebagai penulis naskah

panggung dan wartawan majalah. Peran yang ia mainkan lagi-lagi sebagai seorang

primadona. Hal ini membuat banyak orang semakin mengenal Sofia. Ia bahkan

pernah dikenal sebagai Asmarani karena sukses memerankan peran bernama

Asmarani dalam cerita Sehidup Semati (Merdeka Mingggu, 8 November 1983).

Setelah kemerdekaan, Sofia sempat memilih vakum dari dunia sandiwara.

Hal itu disebabkan kaena ia telah fokus dalam dunia peperangan melawan

penjajah dan gerombolan DI/TII. Kemudian setelah suaminya meninggal di

medan perang, ia memutuskan kembali ke Bandung untuk melanjutkan hidup. Ia

ingin fokus menjalani hidup sambil menjadi pelayan di sebuah restoran ternama di
13
Orang yang terlibat dalam penyiaran dan pendistribusian film.
39

Bandung milik mertuanya. Namun tak disangka-sangka, tawaran bermain peran

muncul saat rombongan grup sandiwara Fifi Young sedang pentas di sebuah hotel

dan mampir untuk makan di restoran milik mertua Sofia. Lokasi Hotel dengan

Restoran mertua Sofia hanya berjarak sekitar 200 meter. Kala itu apa yang Sofia

kenakan untuk melayani para tamu yang hendak makan di restorannya begitu

unik. Ia memakai baju tentara berwarna hijau seperti para pejuang. Hal ini tentu

membuat para tamu yang hadir merasa tertarik, tak terkecuali suaminya Fifi

Young yaitu Nyoo Cheong Seng. Sofia mengenakan baju tentara karena

menurutnya hanya itu baju satu-satunya yang masih layak pakai. Akhirrnya suami

Fifi Young mengenalkan diri dan alasan kenapa mereka bisa ada di Bandung.

Nyoo Cheong Seng juga mengajak Sofia untuk memperkuat tonilnya ke daerah

Palembang. Suami Fifi Young ini begitu yakin kepada Sofia walau hanya dalam

sekali pertemuan. Sofia dinilai akan berpotensi maju dan berkembang jika

bakatnya diasah dengan masuk dan bergabung dalam sebuah grup sandiwara.

Namun sayang Sofia menolak karena merasa sudah lama tidak mendalami dunia

sandiwara lagi dan ia ingin fokus membantu mertuanya. Sempat merasa kecewa

mendengar jawaban Sofia, namun suami Fifi Young tidak merasa putus asa. Ia

terus membujuk dan meyakini Sofia untuk bergabung memperkuat tim

sandiwaranya. Setelah mencoba berkali-kali, akhirnya Sofia setuju untuk

bergabung dalam grup sandiwara Taneelkunst. Hal ini diterima baik oleh semua

orang dalam grup sandiwara Taneelkunst dan tak disangka-sangka ibu mertua

Sofia sangat senang ketika Sofia menerima tawaran tersebut (Violeta, 27 Juli 1976

: 218).
40

Perjalanan karir Sofia dalam dunia seni berlanjut kembali. Ia beserta

rombongan grup Fifi Young pergi menuju Palembang. Di Palembang, Sofia bisa

beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan bisa tampil begitu baik. Reaksi

penontonsangatantusiasmelihatkemampuan akting Sofia di atas panggung. Sofia

dinilaimemilikibakatyang luar biasa dan bisa menjadi bintang terkenal. Tentu

suami Fifi Young begitu bangga kepada Sofia. Setelah pementasan,ia tinggal

beberapa hari di Palembang. Ia bangga terhadap dirinya sendiri karena bisa

taampil dengan baik sesuai yang diharapkan. Namun ia merasa kecewa karena

honor pentas yang seharusnya sudah ia terima belum juga turun. Sofia merasa

sangat kecewa karena merasa telah menampilkan yang terbaik namun belum juga

mendapat bayaran yang setimpal. Sempat menunggu beberapa hari lagi di

Palembang, akhirnya ia memutuskan menjual cincin pernikahannya untuk

kembali pulang ke Bandung. Sofia memberanikan diri untuk pulang sendiri ke

kampung halamannya. Atas kejadian itu, Sofia memutuskan untuk tidak lagi

bergabung ke dalam grup sandiwara manapun. Ia meresa kecewa dan merasa telah

ditipu oleh grup sandiwara Fifi Young. Hingga sampai pada akhirnya ia mendapat

wesel yang berisi uang hasil bemain sandiwara bersama grup Fifi Young.

Senangnya bukan main, ia merasa puas dengan nominal yang diberikan (Violetta,

27 Juli 1976 : 36)

Sofia langsung ditawari untuk bermain film oleh Ramli Rasjid, seorang

sutradara film terkenal pada periode awal kemerdekaan. Film yang akan ia

perankan adalah film yang berjudulAir Mata Mengalir di Tjitarum, sebuah film

pertama pasca kemerdekaan yang diproduksi oleh Tan Wong Bross dan Java
41

Industrial Pictures. Sofia ditunjuk untuk menggantikan sosok Miss Rukiah14 yang

meninggal karena sakit. Tak tanggung-tanggung, ia langsung naik menjadi tokoh

utama dalam film tersebut. Sofia beradu akting dengan lawannya bernama Raden

Endang. Menurut penuturan kawan Alm. Kapten Eddy Endang dan Sofia yakni

Letnan Muda Rustaman, alur cerita yang diperankan oleh Sofia di film Air Mata

Mengalir di Tjitarum merupakan sebuah film yang secara tidak langsung mirip

dengan kehidupan pribadi Sofia. Bahkan Sofia dinilai sangat baik untuk

memerankan tokoh utama wanita pada film tersebut. Film yang mengisahkan

tentang seorang istri yang memiliki suami seorang pejuangdan sedang bertugas

untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini serupa dengan

Sofia yang sebelumnya memiliki seorang suami seorang pejuang. Sofia berada

dalam kontrak Tan Wong selama kurang lebih lima tahun. Rumah produksi Tan

Wong berubah menjadi Cendrawasih Film (Varia, November 1974 : 863)

Karir Sofia melejit dan orang-orang mulai mengenal sosok Sofia. Ia mulai

aktif dalam dunia perfilman pada 1948. Hingga akhir hayatnya telah ratusan film

yang ia bintangi. Tak hanya itu, ia juga dikenal sebagai seorang sutradara dan

pengurus PARFI. (BuanaMinggu, 2 Maret 1980).

14
Seorang Aktris terkenal pada masa Hindia Belanda dan Kemerdekaan.
BAB III

SEPAK TERJANG SOFIA W.D

DALAM PERFILMAN DI INDONESIA

3.1 Kondisi Perfilman Indonesia Abad ke-20

Perkembangan dunia perfilman mulai masuk ke Hindia Belanda pada awal

abad ke 20. Kabar ini dimuat pada surat kabar Bintang Betawi pada 30 November

1900 yang berisi :

“De Nederlandsch Bioscope Maatschapij memberi tahoe bahoewa lagi


sedikit hari ija nanti kasi liat tontonan amat bagoes, jitoe gambar-gambar
idoep dari banyak hal jan belon lama telah kedjadian di Europa dan di
Afrika Selatan” (Sinematek Indonesia. 2021 : 6).

Selanjutnya berita ini diperkuat dengan dikeluarkannya sebuah iklan pada

surat kabar Bintang Betawi 4 Desember 1900. Isinya memberitahukan bahwa

mulai 5 Desember 1900, Nederlandsche Bioscope Maatschappij (Perusahaan

Bioskop Belanda) akan menyelenggarakan pertunjukan besar pertama yang

diadakan setiap malam mulai pukul 19.00 di Tanah Abang. Kabar ini membuat

masyarakat Hindia Belanda merasa tertarik dan ingin menyaksikan pemutaran

film untuk pertama kalinya (Hidayat Rahayu, 1996 :25).

Film yang masuk pertama kali adalah film dokumenter yang menampilkan

Ratu Belanda bersama Pangeran Hertog Hendrick memasuki kota Den Hag,

Belanda. Penyajian film yang ditampilkan juga masih sering bergetar dan

pantulan cahayanya terlalu terang sehingga membuat mata penonton menjadi

mudah lelah bahkan sakit. Sari, Wulan, 1999 : 18).


43

Foto 3.1: Pemutaran Bioskop Pertama kali di Tanah Abang, Jakata

Sumber : Scrapbook Film-Sinematek Indonesia 2020 hlm : 6

Bioskop pertama di Hindia belanda adalah The Rojal Bioscope di

Batavia. Untuk bisa masuk kesana hanya diperbolehkan orang-orang Eropa, kaum

Tionghoa dan para petinggi pribumi saja. Harga tiket masuk yang disediakan pun

dibedakan menjadi tiga kelas yaitu kelas pertama seharga f-2 gulden, kelas kedua

f-1 gulden, dan kelas ketiga f-0.5 gulden. (Sari, Wulan, 1999 : 18).

Sejak kemunculan film pertama kali, film-film Amerika dan Eropa mulai

mewarnai layar bioskop di Hindia Belanda, salah satunya film Amerika yang

berudulf Live an American Fireman kemudian disusul oleh film Eropa seperti

film Charlie Chaplin. Hingga pada 1926 surat kabar De Locomotief edisi
44

September 1926 mempublikasikan bahwa lahirlah sebuah film baru buatan

Hindia Belanda pertama dengan judul Loetoeng Kasaroeng. Film ini dibuat oleh

L. Heuveldrorp dari NV Java Film Company pimpinan G. Krugers dan F. Carli.

Film cerita pertama yang dibuat di Bandung ini mendapat dukungan penuh dari

Bupati Bandung, Wirataksumah V. Kisah yang diangkat adalah kisah rakyat

Sunda yang memiliki arti “Lutung Tersesat” yang diputar di bioskop Elita dan

Oriental, Bandung mulai 31 Desember 1926 hingga Januari 1928. (Sinematek

Indonesia, 2021 : 9).

Tonggak kesuksesan film bisu terlihat ketika pada 1929 saat mereka

mampu menghasilkan film berjudul Nyai Dasima. Sebuah film yang diperankan

oleh gadis asli pribumi bernama Noerhani tentang seorang wanita pribumi yang

menjadi istri tidak sah dari seorang pria Belanda bernama Tuan Edward W. Film

Nyai Dasima juga dinilai menarik karena diangkat berdasarkan cerita rakyat yang

berkembang pada masyarakat Hindia Belanda. Kemudian film ini dibuat lanjutan

kedua dengan judul yang sama (Doenia Film, 1929 : 18).

Memasuki 1931, munculah film “bitjara" pertama di Hindia Belanda. Film

ini diproduksi oleh Tans Film Company yang bekerjasama dengan Kruger Film B

di Bandung dengan judul Atma deVisher. Namun disaat yang hampir bersamaan

juga, The Teng Chun membuat film Bunga Roos dari Tjikembang dan Halimun

Film membuat film bicara pertamanya yaitu Indonesia Malaise. Ketiga film ini

menjadi terobosan baru bagi perkembangan film bicara di Hindia Belanda dan

juga menjadi sebuah persaingan baru antara kaum Cina peranakan untuk
45

mendominasi peran dalam dunia perfilman di Hindia Belanda (J.B Kristanto,

1995: 3).

Masa keemasan dalam dunia perfilman pertama kali terjadi pada 1940

sampai 1941. Para tokoh sandiwara mulai mencoba merambah dan terjun ke

dalam dunia perfilman. Hal ini didukung juga oleh banyaknya kemunculan

perusahaan-perusahaan film seperti Union Film, Populer Film, Majestic Film

Coy, Oriental film The Film Coy dan sebagainya. Peran kaum Tionghoa masih

mendominasi dunia perfilman (Eddy D. Iskandar, 1987 : 19).

Tabel 3.1 Jumlah Produksi Film yang dihasilkan sejak 1937-1941

Tahun 1937 1938 1939 1940 1941


Jumlah 2 buah 3 buah 5 buah 14 buah 30 buah
Sumber : Tjasmadi, H.M. Johan, 2008 : 23

Kemudian pada 8 Maret 1942 Belanda dinyatakan menyerah kepada

Jepang. Jepang menjadi satu-satunya penguasa di Indonesia dan mulai

menggencarkan aksinya untuk melakukan berbagai propaganda di daerah

jajahannya. Dampak terhadap dunia perfilman Indonesia tentu sangat

berpengaruh. Banyak perusahaan film ditutup paksa hingga Jepang menyita

seluruh barang dan peralatan yang berhubungan dengan proses pembuatan film.

Studio-studio untuk pembuatan film yang dulu sering dipakai kini menjadi markas

tentara Jepang. Tak hanya itu Jepang juga mendirikan perusahaan film yang diberi

nama Jawa Eigha Kosha atau Nippon Eiga Sha pada September 1942 dan

mendirikan sebuah organisasi pengedar film bernama Eiga Haikyusha. Uniknya


46

Jepang juga mendirikan kembali organisasi sandiwara yang sempat meredup

dengan nama Irama Massa dan Keimin Bunka Shid. (Sinematek, 2021 : 9).

Tabel 3.2 Film yang dibuat pada masa pemerintahan Jepang di Indonesia

Judul Film Sutradara Tahun


Ke Sebrang RD. Ariefin 1943
Hoedjan Inu Perbatasari 1943
Berdjoeang RD. Ariefin 1943
Di Desa Rustam Sutan Palindih 1944
Jatuh Berkait Rustam Sutan Palindih 1944
Di Menara Rustam Sutan Palindih 1944
Sumber : Sinematek Indonesia, 2021 : 9

Setelah kemerdekaan 17 Agustus 1945, perfilman Indonesia sempat

terhenti sampai 1947. Hingga pada 1948 muncul sebuah film berjudul Air Mata

Mengalir di Tjitarum yang disutradarai oleh Tan Wong bersaudara. Tercatat ada

tiga film yaang rilis pada 1948, diantaranya : Air Mata Mengalir di Tjitarum,

Anggrek Bulan, dan Djaoeh di Mata (J.B Kristanto, 2007 : 12).

Memasuki 1950 mulai banyak bermunculan perusahaan dan organisasi

perfilman seperti Perusahaan Film Nasional Indonesia (PERFINI), Perseroan

Aris Film Indonesia (PERSARI) Ikatan Pengedar Film Indonesia (IPEFI) dan

Importir Film Indonesia (GIFI). Hal ini bertujuan untuk menghimpun kembali

para artis-artis Indonesia, memproduksi film-film Indonesia yang bersifat

nasional, memiliki kualitas film yang baik, dan filmnya bisa menjadi daya jual

untuk disaksikan oleh masyarakat Indonesia maupun luar negeri. Hingga

dibentuk juga sebuah Festival Film Indonesia (FFI) pada 1955yang bertujuan
47

untuk memperlihatkan wujud apresiasi masyarakat kepada para tokoh-tokoh film

baik di depan layar maupun di balik layar (Haris Jauhari, 1995 : 52-53).

Tabel 3.3 Pembuatan film cerita di Indonesia periode 1945-1955 :

Tahun Jumlah Produksi


1945 (tidak produksi)
1946 (tidak produksi)
1947 (tidak produksi)
1948 3 film
1949 8 film
1950 23 film
1951 40 film
1952 50 film
1953 41 film
1954 60 film
1955 64 Film
Sinematek Indonesia. 2021 : 18

Dunia perfilman Indonesia dalam perkembangannya tidak luput dari isu

politik. Masalah yang sering dihadapai oleh para produser film dan pekerja film

adalah tentang arus impor film yang masuk ke Indonesia. Masih ada beberapa

film Amerika dan Eropa yang masuk mewarnai pertelevisian Indonesia. Hal ini

tentu membuat para produser film dan pekerja film harus sedikit lebih

meningkatkan perfilman dalam negeri dan mengadakan pembatasan terhadap

film-film Amerika dan Eropa yang masuk. Masalah ini berlanjut sampai

memasuki tahun 70-an (Budi Irwanto. 1999 : 80).

Tabel 3.4 Pembuatan film cerita di Indonesia periode 1956-1965 :

Tahun Jumlah Produksi


1956 36 film
1957 21 film
48

1958 19 film
1959 16 film
1960 38 film
1961 37 film
1962 12 film
1963 19 film
1964 20 film
1965 15 film
1966 13 film
1967 14 film
1968 8 film
1969 8 film
Sinematek Indonesia. 2021 : 21

Penurunan jumlah film yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh peristiwa G

30 S pada 1965. Presiden Soeharto memerintahkan untuk memberantas semua

unsur Komunis pada segala aspek lapisan masyarakat termasuk dalam dunia

perfilman di Indonesia. Imbas yang paling terasa akibat peristiwa G 30 S/ PKI

adalah keadaan perekenomian yang tidak stabil akibat krisis nasional pada 1965.

Memasuki 1970-an banyak peraturan-peraturan mengenai perfilman dibuat

namun tak banyak yang bertahan lama dan seringkali berubah-ubah. Setiap ada

Menteri Penerangan yang baru, maka akan keluar pula peraturan baru mengenai

film. Hal ini disebabkan oleh belum adanya konsistensi peraturan yang cocok

mengenai perfilman di Indonesia. (Budi Irwanto. 2004 : 20).

Berkembangnya film di Indonesia sampai akhir 90-an lebih banyak

mengangkat tema-tema yang mengandung unsur seks dan kekerasan. Sensor film

belum begitu diterapkan sehingga banyak sekali adegan yang tidak pantas untuk

ditonton menjadi bebas dikonsumsi publik. Namun tema-tema ini merupakan

salah satu yang mampu bertahan dan menarik perhatian penonton. Bahkan

beberapa judul film yang terkesan menunjukan adegan vulgar memiliki rating
49

film yang baik dan paling banyak ditonton. Hal ini terlihat jelas pada 1993 yang

berhasil membuat 32 film dalam kurun waktu setahun. Hanya 3 film yang

terbebas dari adegan-adegan seks dan kekerasan namun penontonnya hanya

sedikit sekali yaitu 8.400 orang saja sedangkan 29 film lainnya bertema horror,

silat, drama, komedi yang menunjukan adegan seks lebih melonjak naik hampir

265.000 orang. Tiga film yang terbebas dari adegan seks yaitu film berjudul

Plong karya Putu Wijaya, Ramadhan dan Ramona karya Chaerul Umam dan

Yang Muda Yang Bercinta karya Sjumanjaja (Tempo. 1994 : 11)

3.1.1 Peran Perempuan dalam Perfilman di Indonesia

Perempuan merupakan bagian yang tidak pernah luput dalam

perkembangan film di Indonesia. Bahkan jauh sebelum adanya film,

keikutsertaan perempuan telah terlihat jelas dalam dunia persandiwaraan di

Indonesia. Contohnya adalah Miss Dja, Rukiah, Ratna Asmara, Titin Soemarni,

Miess Oerip, Ruthinah, Soekarsih, Wolly Sutinah, Fifi Young dan yang lainnya.

Setelah film masuk pada awal abad ke 20, banyak dari mereka yang

mengembangkan keahlihan untuk merambah ke dalam dunia perfilman di Hindia

Belanda (Sinematek Indonesia, 2021 : 8)

Hampir setiap film selalu menampikan sosok perempuan. Bahkan banyak

judul film yang diambil dari nama tokoh perempuan juga seperti film Euis Atjih,

Nyai Dasima, Rini, Susana, Kartinah dan yang lainnya. Namun pada

kenyataannya, perempuan belum banyak dibahas mengenai peranannya di dalam

industri perfilman. Hal ini juga dipengaruhi oleh peran perempuan yang dibuat
50

sengaja mengikuti alur dari sudut pandang laki-laki. Jadi perempuan hanya

dijadikan sebagai objek yang dinilai perdasarkan kemolekan tubuh dan parasnya

yang menarik. Namun bukan berarti perfilman di Indonesia semuanya seperti itu,

ada juga beberapa film yang bertema tentang pengorbanan seorang ibu dan cerita

tentang anak-anak tapi tidak sebanyak film-film komedi, horror, drama, laga yang

memasukan unsur pornografi dan kekerasan terhadap wanita. (Colin, 2004 : 23)

Interaksi antara perempuan dan film tidak terlepas dari membahas posisi

perempuan yang sebenarnya dinilai kurang menguntungkan. Hal in disebabkan

karena film selalu kental menggambarkan suasana mengenai konflik sosial

politik. Konflik identik dengan penggambaran seorang laki-laki, sedangkan

Perempuaan adalah korban dari konflik itu sendiri. Contoh yang kerap kali

terlihat dalam film-film di Indonesia yang beredar, hampir kebanyakan

menggambarkan sosok perempuan yang lemah, kurang akal, tersakiti dan juga

kerap kali menjadi korban sebuah pelecehan seksual. (Ashaf, 2007 : 9).

Kenyataannya berkembangan perfilman terus menjadikan wanita sebagai

objek dalam perfilman. Seks dan kekerasan terus ada sampai perfilman memasuki

abad ke-21 namun dikemas secara berbeda. Film yang dulu dikemas tanpa sensor

sama sekali dan terkesan bebas, sedangkan sekarang film berbau pornografi

perlahan disensor dan ada pembatasan usia bagi para penonton bahkan ada jam

khusus apabila ditampikan di televisi. Undang-Undang mengenai perfilman juga

dibuat agar film yang dihasilkan bukan hanya sekedar hiburan saja melainkan

mendidik untuk ditonton (Sita Aripurnami. 1996 : 60-63).


51

Setelah Indonesia merdeka terdapat sedikit kepercayaan kepada

perempuan untuk mengembankan diri dan aktif di balik layar. Walau perempuan

masih lebih dominan dinilai sebagai objek, namun ada beberapa perempuan yang

sudah lebih berani untuk mengambil langkah. Posisi perempuan lebih mendapat

pengakuan untuk terjun langsung dalam pembuatan film bukan hanya sebagai

aktor di depan layar saja. Pada periode awal terdapat nama-nama seperti Ratna

Asmara, Sofia W.D, Citra Dewi dan Ida Farida yang diberikan kepercayaan aktif

di balik layar. Mereka bukan orang baru dalam dunia akting, bahkan ada yang

telah lebih dulu aktif dalam dunia sandiwara sebelum Indonesia merdeka. Tak

main-main peran mereka di balik layar adalah sebagai seorang sutradara yang

dipercaya untuk menggarap sebuah film. Ratna Asmara dengan film petama yang

ia garap yaitu Sedap Malam (1950), Sofia W.D dengan film Badai Selatan

(1960), Citra Dewi dengan film Penunggang Kuda Cimande (1971), dan Ida

Farida dengan film Ibu Guruku Cantik Sekali (1979) (Pikiran Rakyat. 1 Maret

1980 : 2).

Film yang dibuat mereka mendapat apresiasi yang luar biasa. Tidak kalah

dengan laki-laki, film mereka dianggap baik dan dapat diterima oleh masyarakat.

Hal ini menjadikan perempuan dinilai setara dengan laki-laki dalam dunia

perfilman. Bahkan salah satu dari empat sutradara perempuan yang aktif yaitu

Sofia. W.D banyak memberikan sumbangsih untuk kemajuan perfilman di

Indonesia. Ia tak hanya menjadi seorang bintang film saja namun merangkap

menjadi seorang sutradara, pemilik rumah produksi, dan juga pengurus organisasi
52

perfilman Indonesia. Hal ini menjadi contoh untuk artis perempuan untuk terus

berkarya dalam dunia perfilman di Indonesia.

Foto 3.2 Film Bumi Makin Panas dan Bernafas Dalam Lumpur
merupakan salah satu film yang mmemasukan unsur seks/pornografi dan
kekerasan kedalam sebuah film

Sumber :Bumi Makin Panas, September 1973 dalam Majalah Sonata.


GedungPusat Perfilman H. Usmar Ismail, Sinematek Indonesia, Jakarta.
53

Sumber :Bumi Makin Panas, September 1973 dalam Majalah Sonata.


GedungPusat Perfilman H. Usmar Ismail, Sinematek Indonesia, Jakarta.

Sumber :Noda Tak Berampun, Februari 1973 dalam Varia Baru. Gedung Pusat
Perfilman H. Usmar Ismail, Sinematek Indonesia, Jakarta.
54

3.2 Peran Sofia W.D dalam Perfilman di Indonesia

Dunia perfilman telah membuat suatu perubahan besar dalam

perkembangan seni peran di Indonesia. Orang yang awalnya aktif dalam bidang

sandiwara perlahan mulai beralih ke dalam dunia film. Bukan hanya sebagai

tokoh di depan layar, namun juga dipercaya untuk berperan aktif di balik layar.

Salah satunya adalah seorang tokoh perempuan terkenal yang namanya memiliki

pengaruh besar dalam dunia perfilman, Sofia W.D. Pada awalnya Sofia tidak

pernah berpikir untuk berperan aktif dalam dunia film. Namun semua terjadi

secara tidak disengaja saat ia diajak oleh seorang sutradara terkenal Ramli Rasjid,

yang sedang mencari pengganti Rukiah sebagai peran utama dalam film Air Mata

Mengalir di Tjitarum 1948. Sempat mendapat penolakan dari Sofia, namun

akhirnya Sofia tertarik untuk menekuni dunia perfilman (Berita Buana, 20

November 1973: 3).

Menjadi seseorang yang telah terjun ke dalam dunia perfilman, Sofia tidak

hanya ingin tampil di depan layar saja. Bahkan ia belajar kepada sang suaminya,

Waldy mengenai cara mengatur pencahayaan yang benar, mengedit film hasil

syuting, dan cara mengambil adegan yang benar dengan menggunakan kamera.

Tentu hal ini membuat hasrat Sofia untuk mencoba hal baru sebagai seseorang

yang aktif dalam pembuatan film di balik layar. Sehingga pada 1960 ia dipercaya

untuk menyutradarai film Badai Selatan produksi Ibukota Film (Berita Buana. 25

Maret 1981 : 7).

Di samping menjadi aktris membintangi ratusan film, seorang sutradara

perempuan kebanggaan Indonesia, ia juga menjadi seorang pengurus dalam


55

organisasi Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) dengan menjabat menjadi

Bendahara dan Ketua Umum.

3.2.1 Sofia W.D sebagai Seorang Bintang Film (1948-1986)

Karir menjadi bintang film dimulai ketika Sofia selesai memainkan pentas

dalam panggung sandiwara bersama rombongan Taneelkunst Fifi Young pada

1948. Saat itu iaberperan sebagai peran utama. Setelah pentas, ia dihampiri oleh

sutradara Ramli yang sedang mencari pemeran pengganti Miss Rukiah untuk

membintangi film Air Mata Mengalir di Tjitarum. Ramli langsung yakin kepada

sofia setelah melihat bakat aktingnya di pangung. Selain itu produser film ini

yaitu Tan Wong bersaudara menilai bahwa Sofia mirip dengan Alm. Rukiah yang

sebelumnya menjadi peran utama. Rukiah meninggal dikarenakan sakit yang

dideritanya.Setelah Ramli memberikan ajakan bermain film, Sofia sempat ragu

untuk menerim tawaran tersebut. Hal ini dikarenakan ia sebelumnya kecewa oleh

grup sandiwara Fifi Young yang tak kunjung memberinya honor atas

pementasannya di Palembang. Ia takut ketika bergabung ke dalam dunia film,

Sofia akan dikewakan juga. Namun Ramli terus membujuk Sofia karena ia yakin

Sofia memiliki kemampuan yang luar biasa apabila terus diasah. Hingga pada

akhirnya Sofia setuju untuk bergabung dan berperan sebagai bintang utama dalam

film Air Mata Mengalir di Tjitarum menggantikan Miss Rukiahpada 1948

yangdiproduksi oleh Tan Wong bersaudara. Dari film tersebut, Sofia dinilai

memiliki karir yang akan gemilang dalam dunia perfilman di Indonesia (Varia.

1974 : 863).
56

Tak disangka-sangka film yang Sofia mainkan mendapat respon

masyarakat yang luar biasa. Film ini juga merupakan film pertama pasca

kemerdekaan yang tentu menarik masyarakat untuk menonton. Bakat akting Sofia

banyak diperbincangkan. Ia dipuji karena aktingnya yang totalitas dan sangat

menyentuh para penonton. Akhirnya setelah membintangi Air Mata Mengalir di

Tjitarum, ia langsung dikontrak selama lima tahun oleh Tan Wong bersaudara.

Sofia merasa sangat senang. Ia berusaha dengan semaksimal mungkin

memerankan setiap adegan film yang ia lakoni. Terhitung selama bekerja bersama

Tan Wong bersaudara, ia telah membintangi 10 judul film. Diantaranya : Air

Mata Mengalir di Tjitarum, Bengawan Solo, Bantam, Pantai Bahagia, Terang

Boelan, Titomadji, Bintang Soerabaya, Air Mata Pengantin, Pandji Semirang,

dan Melati Kali Brantas. Tan Wong sangat menyukai Sofia. Ia sudah dianggap

seperti bagian dari keluarganya sendiri (Buana Mingggu, 2 Maret 1980).

Salah satu film yang mengangkat namanya semakin bersinar dalam dunia

perfilman adalah film Terang Boelan. Film ini dinilai memiliki kemajuan

teknologi baik dari segi tampilan dan kualitas film maupun alat-alat yang

digunakan. Film ini juga dalam penyajiannya banyak menggunakan lagu-lagu

keroncong. Lagu ini sangat disukai oleh masyarakat di Hindia Belanda. Film

Terang Boelan mendapat sambutan yang meriah dan banyak diiklankan di media

cetak sampai di iklankan di Koran Belanda(Delpher).

“Donderdag 13 Juli 1950 pag 2 “Java Bode” 98e Jaargang Nummer 281
De nieuwe Indonesische film "terang bulan", een productie van Tan &
Wong Bros Film Cy, is Woensdag voor het eerst in de "orion" vertoond.
in vergelijking met de voor oorlogse producten is deze film aanmerkelijk
beter wattechniek betreft. De bewegingen zijn niet meet zo stijf, alleen
57

het spreken is nog niet geheel natuurlijk. Over het algemeen zijn de
rollenn goed gespeeld, vooral Sofia was uitmuntend, Andere belangrijke
spelers zijn : R. Muchtar, Sukarsih, M.Mochtar en Sofia. Waldy.
"Terang Bulan" is een eenvoudig verhaal met opvoed kundige waarde.
Onder andere kan men zien, hoe in de desa's het analfabetisme wordt
bestreden. Ook zijn er goede opnamen van mooie landschappen, zoals
van het prachtige Priangan en Zuid-Sumatera met zijn Kali Musi”.
Terjemahan :
Kamis 13 Juli 1950 halaman 2 "Java Bode" 98th tahun No. 281
Film Indonesia baru "terang bulan ", produksi Tan & Wong Bros film cy,
ditunjukkan pada hari Rabu untuk pertama kalinya di Orion ".
dibandingkan dengan produk untuk perang, film ini jauh lebih baik
dalam hal teknologi. Gerakan tidak diukur begitu kaku, hanya berbicara
tidak cukup alami belum. Secara keseluruhan, peran baik dimainkan,
terutama Sofia sangat baik, pemain penting lainnya adalah: R. Muchtar,
Sukarsih, M. Mochtar dan Sofia. Waldy, waldy.
"Terang bulan " adalah cerita sederhana dengan nilai pengasuhan.
Antara lain, orang dapat melihat bagaimana dalam buta huruf adalah
berjuang. Selain itu juga terdapat bidikan pemandangan indah, seperti
dari Priangan dan Sumatera Selatan yang indah dengan kali Musi.(Java
Bode. Donderdag 13 Juli 1950)
Sofia hampir setiap tahun selalu membintangi sebuah film.

Sekalipun Indonesia tak selamanya berjaya lewat film dan banyak

mengalami pasang surut dunia perfilman, namun tak bisa bisa dipungkiri

bahwa Sofia W.D terus dipercaya untuk berperan dalam sebuah film.

Artis ternama Indonesia ini sudah tidak diragukan lagi kemampuannya.

Ia tak hanya sering mendapat tawaran menjadi peran utama, peran

pendamping juga sering ia lakoni. Artis serba bisa yang tetap dinilai

ramah kepada sesama rekan-rekannya ini sering kali mengajari lawan

mainnya cara beradu akting. Sofia sudah sangat dianggap sebagai senior

karena pengalamannya yang sudah terasah sejak sebelum kemerdekaan

Indonesia. Pada 1973 Sofia pernah dinobatkan sebagai Aktris Pemeran

Pendukung Perempuan Terbaik dalan Festival Film Indonesia. Hal ini


58

tentu suatu pencapaian yang membahagiakan bagi Sofia selama

perjalanan karirnya dalam dunia perfilman di Indonesia (Berita Buana.

25 Maret 1981 : 7).

Dalam karirnya sebagai bintang film, ia ditemani oleh suaminya

yang sama-sama seorang artis terkenal di Indonesia. Dulu sebelum

bercerai, Sofia sering beradu akting bersama suami keduanya

(sebelumnya adalah Kapten Eddy Endang yang gugur dalam

peperangan) yaitu S.Waldy. Setelah bercerai dengan S. Waldy, beberapa

tahun kemudian menikah dengan sesama rekan artis film juga yaitu W.D

Mochtar. Ketiganya sering turut ada sebagai permain di film yang sama

bahkan saat Sofia masih bersama S.Waldy. Film yang pernah mereka

mainkan bersama diantaranya Bengawan Solo (1949), Bantam (1950),

Dendang Sajang (1953), Djula-Djuli Bintang Tiga (1954), Senen Raja

(1954) dan yang lainnya (Sinematek Indonesia, 2021 : 114).

Berikut adalah beberapa daftar film yang diperankan oleh Sofia

W.D sebagai Bintang Film :

Tabel 3.5 Daftar Film yang Dimainkan oleh Sofia W.D sebagai

Bintang Film di Indonsia 1948-1986

No Judul Film Tahun


1 Air Mata Mengalir di Citarum 1948
2 Bengawan Solo 1949
3 Bantam 1950
4 Teang Bulan 1950
5 Tirtomadji 1950
6 Pantai Bahagia 1950
59

7 Bintang Surabaya 1951


8 Air Mata Pengantin 1952
9 Melati Kali Brantas 1953
10 Pandji Semirang 1953
11 Bulan Purnama 1953
12 Dendang Sajang 1953
13 Klenting Kuning (Si Melati) 1954
14 Bunga Samirai 1954
15 Djakarta Diwaktu Malam 1954
16 Djula Djuli Bintang Tiga 1954
17 Bakar Tak Berapi 1954
18 Senen Raja 1954
19 Kali Brantas 1954
20 Ratu Kentjana 1954
21 Dibalik Dinding 1955
22 Berbudi 1956
23 Si Bongkok dari Borobudur 1955
24 Rini 1956
25 Suka Duka 1957
26 Konsepsi Ajah 1957
27 Kunang-Kunang 1957
28 Bintang Peladjar 1957
29 Sedetik Lagi 1957
30 Biola 1957
31 Tito Tito 1958
32 Gending Sriwijaya 1958
33 Wanita Indonesia 1958
34 Holopis Kuntul Baris 1959
35 Sesudah Subuh 1960
36 Sepiring Nasi 1960
37 Tjita Tjita Ajah 1960
38 Badja Membara 1961
39 Dilereng Gunung Kawi 1961
40 Aksi Kalimantan 1961
41 Dibalik Awan 1963
42 Penjesalan 1964
43 Tikungan Maut 1966
44 Belaian Kasih 1966
45 Terpesona 1966
46 Djampang Menjari Naga Hitam 1968
47 Nenny 1968
48 Karena Kasih 1969
49 Laki-laki Tak Bernama 1969
50 Bernafas Dalam Lumpur 1970
60

51 Romansa (Tante Girang) 1970


52 Samiun dan Dasima 1970
53 Noda Tak Berampun 1970
54 Si Bego Memberantas Kutjing Hitam 1970
55 Rakit 1970
56 Air Mata Kekasih 1971
57 Bengawan Solo 1971
58 Pengantin Remadja 1971
59 Andjing Andjing Geladak 1972
60 Rina 1971
61 Sisa-sisa Laskar Padjang 1972
62 Mutiara Dalam Lumpur 1972
63 Bila Cinta Bersemi 1972
64 Takkan Kulepaskan 1972
65 Bumi Makin Panas 1973
66 Perempuan 1973
67 Tabah sampai Akhir 1973
67 Hatiku Dalam Hatimu 1973
68 Timang-Timang Anakku Sayang 1973
69 Lagu Untukmu 1973
70 Bulan Di Atas Kuburan 1973
71 Dimadu 1974
72 Kutukan Ibu 1974
73 Ratapan dan Rintihan 1974
74 Senyum dan Tangis 1974
75 Praharta 1974
76 Susana 1974
77 Tangisan Ibu Tiri 1974
78 Anak Bintang 1974
79 Rahasia Gadis 1974
80 Malam Pengantin 1975
81 Saijah dan Adinda 1975
82 Senja di Pantai Losari 1975
83 Hanya Untukmu 1976
84 Embun Pagi 1976
85 Bungalow di Lereng Bukit 1976
85 Dr. Firdaus 1976
86 Secercah Harapam 1977
87 Nafsu Serakah 1977
88 Karena Penasaran 1977
89 Badai Pasti Berlalu 1977
90 Christina 1977
91 Sayang Sayangku Sayang 1978
92 Ya Allah Ampunilah Dosaku 1978
61

93 Melati Hitam 1978


94 Binalnya Anak Muda 1978
95 Godaan Siluman Perempuan 1978
95 Diujung Malam 1979
96 Remaja Idaman 1979
97 Penangkal Ilmu Petir 1979
98 Gadis Kampus 1979
99 Anak-Anak Buangan 1979
100 Aoh Yang Bener 1979
101 Milikku 1979
102 Yuyun Pasien RS. Jawa 1979
103 Khana 1980
104 Ratu Pantai Selataan 1980
105 Perempuan Dalam Pasungan 1980
106 Busana Dalam Mimpi 1980
107 Usia 18 1980
108 Bukan Sandiwara 1980
109 3 Dana Mencari Cinta 1980
110 Nila Digaun Putih 1981
111 Mereda Hari Esok 1981
112 Mistik 1981
113 Perawan Perawan 1981
114 Ratu Ilmu Hitam 1981
115 Amalia SH 1981
116 Perkawinan 83 1982
117 Roro Mendut 1982
118 Kereta Api Terakhir 1982
119 Penghianatan 30S/PKI 1982
120 Budak Nafsu 1983
121 Kadarwati 1983
122 Roro Jonggrang 1983
123 Untukmu Kuserahkan Segalanya 1984
124 Saat-Saat Bebaring di Dadaku 1984
125 Arie Hanggara 1986
126 Yang Kukuh Yang Runtuh 1986
Sumber : (Sinematek Indonesia, 2021 : 114).

3.2.2 Sofia W.D sebagai seorang Sutradara (1960-1977)


62

Selain sebagai bintang film, Sofia dipercaya untuk menjadi sutradara.

Sutradara adalah orang yang memimpin pembuatan suatu film. Jadi segala

aktifitas yang dilakukan saat di lokasi syuting diatur oleh sang sutradara. Semua

dilakukan harus sesuai arahan sutradara berdasarkan skenario yang ada. Semasa

bersama suaminya dahulu yakni S. Waldy ia kerap kali belajar bagaimana

berperan aktif di balik layar. S. Setelah bercerai, Sofia menjadi wanita mandiri

yang terus belajar menggali tentang dunia perfilman. Hingga pada 1960, Sofia

pertama kali menjadi sutradara dalam film yang berjudul Badai Selatanproduksi

Ibukota Film.Film yang bergenre horror ini diperankan oleh WD. Mochtar,

Soekarno M. Noor dan Ida Nursanti. Film ini cukup menarik perhatian karena

sempat ditampilkan dalam acara Festival Film Internasional di Berlin yang ke-12

(Berita Buana. 20 November 1973 : 2)

Menjadi sutradara perempuan di Indonesia, tentu Sofia tidak sendirian.

Ada Citra Dewi yang juga berperan aktif dalam dunia perfilman. Tak lama disusul

oleh Ida Farida, adik dari sutradara terkenal Misbach Yusa Biran. Namun Sofia

bukanlah seorang sutradara perempuan pertama yang malang melintang di dunia

perfilman. Telah ada sosok Ratna Asmara yang merupakan seorang istri dari

sutradara terkenal sebelum kemerdekaan, Andjar Asmara. Seorang perempuan

kelahiran 1914 yang pertama kali menyutradarai sebuah film yang berjudul Sedap

Malam pada 1950. Ratna Asmara juga dinobatkan sebagai sutradara perempuan

pertama di Indoensia (Pikiran Rakyat. 1 Maret 1980 : 1).

Menjadi seorang sutradara bukanlah perkara mudah. Sofia harus

memerhatikan detail film baik dari segi pengambilan kamera, hingga alur cerita
63

yang dibuat. Belum lagi menjadi seorang sutradara perempuan di zamannya

merupakan sebuah persaingan yang sangat sulit karena hampir semua didominasi

oleh kaum pria. Memang sulit untuk wanita menjadi sutradara. Mereka harus

menekuni bidang-bidang perfilman dari fase terbawah, yaitu menjadi pencatat

skrip, astrada (asisten sutradara) baru kemudian menjadi sutradara (Berita Buana

Minggu, 30 Agustus 1981 : 8).

Karena memiliki watak yang keras kepala dan gigih, Sofia tak pernah

mencoba untuk menyerah. Ia merasa tertantang untuk terus melakukan yang

terbaik. Setelah menyutradarai film Badai selatan pada 1960, ia mencoba film

keduanya yaitu Singa Betina Dari Marunda pada 1971. Film ini mengambil latar

kehidupan masyarakat Betawi pada zazman Hindia Belanda. Cerita ini

mengisahkan tentang seorang janda yang berparas cantik dari Marundabernama

Mirah. Ia sangat disukai oleh banyak orang. Selain berparas cantik, ia juga panda

silat bahkan namanya begitu terkenal sampai ke Banten. Suatu hari ada perampok

terkenal dan kompeni Belanda yang berniat meminang Mirah. Namun lamaran

mereka ditolak dan membuat keduanya marah. Mirah yang padai silat tentu tidak

tinggal diam. Akhirnya mereka berdua diberi pelajaran oleh Mirah agar tidak

mengganggu lagi dirinya. Film ini semakin menarik karena Sofia menampilkan

unsur budaya Betawi seperti adanya ondel-ondel dan wayang Betawi(Kompas,

Kamis 26 Agustus 1971).

Film selanjutnya yang ia sutradarai adalah film Melawan Badai pada

1974. Salah satu tokoh dalam film ini adalah suaminya sendiri. Film yang

berdurasi 99 menit menceritakan tentang Harry seorang supir truk yang menikahi
64

seorang istri yang lebih kaya dibandingnya bernama Rini. Sang istri sempat ingin

selingkuh dari suaminya karena kesulitan ekonomi.Pertikaian diantara mereka

sering terjadi Namun pada akhirnya Rini tetap setia kepada Harry sampai akhir

hayatnya (JB. Kristanto. 2007 : 65).

Seolah tak terpisahkan, Sofia terus membidik suaminya untuk terus terlibat

di dalam film yang ia garap. Setelah Melawan Badai pada 1974, ia kembali

menggarap film Si Bego Jago & Kungfu pada 1975. Kali ini film yang ia garap

ingin bernuansa dunia seni bela diri. Uniknya film ini memadukan beberapa seni

bela diri diantaranya silat, kungfu, karate, kungtau dan bela diri lainnya. Lokasi

untuk pembuatan film ini adalah di Cirebon, Purwekerto dan Bekasi. Sofia dinilai

sangat kreatif dan baik saat mengarahkan para pemain. Ia tegas namun sangat

mengayomi para artis dan krunya agar saling menjalin kerjasama dengan baik

(Pos Film, 16 November 1975).

Film yang terkenal yang pernah Sofia sutradarai selanjutnya adalah film

Halimun pada 1977. Film ini berduarasi 100 menit dengan menceritakan tentang

pengorbanan seorang laki-laki bernama Inu yang relamenikahi seorang wanita

bernama Awit yang telah lebih dulu hamil oleh laki-laki lain. Inu yang

sebelumnya telah memiliki pasangan harus rela ia tinggalkan karena terlilit hutang

kepada keluarga Awit. Setelah menikah, Inu perlahan mulai mencintai Awit

karena ia merasa Awit merupakan gadis yang baik. Walu sering bertengkar karena

salah paham, keduanya bisa akur kembali dan saling mencintai. Film ini dikemas

dengan tema drama yang membuat orang tertarik untuk menonton. Kualitas film

yang disajikan pun telah menampilkan gambar berwarna. Film Halimun


65

merupakan film terakhir yang ia garap sebagai seorang sutradara (JB. Kristanto :

2007 : 62).

3.6 Daftar film yang disutradarai oleh oleh Sofia W.D (1960-1977):

No Tahu Judul Film Produser Sutradara


n

1. 1960 Badai Selatan Ibukota Film Sofia W.D

2. 1971 Singa Betina dari Marunda PT. Sumandra Film Sofia W.D

3. 1974 Melawan Badai PT. Dirgahayu Jaya Film Sofia W.D


(Sofia W.D)
4. 1975 Si Bego & Jago Kungfu PT. Bumi Raya Loka Film Sofia W.D

5. 1976 Tanah Harapan PT. Dirgahayu Jaya Film Sofia W.D


(Sofia W.D)
6. 1976 Tidak Usah Menangis - Sofia W.D
Mama

7. 1977 Halimun PT Remadja Ellynda Film Sofia W.D

Sumber : (JB. Kristanto : 2007 : 62).

3.2.3 Sofia W.D sebagai Seorang Produser dan Pengurus PARFI

Pencapaian yang Sofia lakukan dalam industri prtfilman Indonesia tidak

hanya sampai sebagai seorang bintang film dan sutradara saja, melainkan dengaan

memiliki rumah produksi sendiri dan tergbung kedalam organisasi perfilman.

Sofia berambisi untuk membangun rumah produksi agar bisa lebih baik lagi

dalam berkarya. Ia juga bertekad untuk menghasilkan film yang bagus serta artis

yang berkualitas. Tentu rumah produksi yang ia bangun tidak sendirian,


66

melainkan dibangun bersama suaminya W.D Mochtar. Rumah produksi yang

mereka bangun adalah Libra MusicalShow yang kemudian menjadi PT.

Dirgahayu Film pada 1970. Film pertama yang dihasilkan adalah Memburu

Makelar Rakyat dengan membidik artis Lidya Kandau sebagai tokohnya. Film

selanjutnya yang berhasil Sofia produksi adalah Si Bego dalam 4 seri. (Berita

Buana Minggu. 27 Juli 1986 : 2).

Libra Musical Show pada mulanya dibentuk untuk menjadi wadah bagi

para artis yang ingin menggeluti bidang musik, tari dan drama. Hal ini dilakukan

Sofia untuk mengisi kekosongan film Indonesia pasca peristiwa G 30 S/PKI. Grup

ini juga bertujuan agar lebih mudah mengenal para artis satu sama lain. Artis yang

tergabung diantaranya Sukarno M. Noor, Rita Sahara, Elly Kasim, Vivi Sumantri,

Ray Iskandar, Hanny Ray, Layla Sari dll. Sesuai dengan namanya, maka

kegiatannya hanya terfokus kepada tiga bidang seni saja. Mereka sering tampil

pada undangan-undangan para pejabat daerah. Pencapaian tertinggi adalah mereka

pernah tampil di perbatasan Kalimantan Barat pada saat pemerintah Indonesia

berkonfontasi dengan Malaysia. Tidak lama kemudian Libra Musical Show

berganti nama menjadi PT. Dirgahayu Film saat industri perfilman Indonesia

kembali pulih (Berita Buana. 15 Desember 1976).

Pencapaian yang pernah dilakukan oleh Sofia W.D adalah tergabung

dalam sebuah perkumpulan organisasi perfilman. Ia benar-benar merangkap

segala hal untuk terus berkarya. Sofia tergabung dalam organisasi Persatuan Artis

Film Indonesia (PARFI). PARFI lahir untuk mengimpun para artis yang masih

aktif di dunia perfilman. Organisasi ini berdiri sejak 1956 yang didirikan oleh
67

Usmar Ismail, Suryo Sumanto dan Djamaludin Malik. PARFI bukan organisasi

baru yang hadir di Indonesia, namun merupakan pembaharuan dari organisasi

perkumpulan artis yang sebelumnya telah ada lebih dulu di Indonesia. Awal mula

dari Sarikat Artis Indonesia pada 1940, dan Persatuan Artis Film dan Sandiwara

Indonesia (PERSAFI) pada 1951 (Sinar Harapan. 13 Desember 1972).

Saat Sofia W.D tergabung dalam PARFI, ia telah dipercaya untuk

menjabat sebagai Ketua Bendahara I. Untuk menjadi bagian dari PARFI, setiap
1/2
anggota diwajibkan untuk membayar iuran 2 % dari Honor yang dibintangi.

Setelah PARFI dibangun, lahirlah acara pernghargaan film yang disebut Festival

Film Indonesia. Acara ini dibuat untuk memberikan penghargaan dan bentuk

apresiasi terhadap para seniman film yang telah berkarya untuk mengembangkan

perfilman di Indonesia. Sofia bertahan lama menjabat menjadi Bendahara I yaitu

14 tahun (1956-1970. Selanjutnya ia naik jabatan menjadi Ketua Umum PARFI

pada 1970. Sofia menjadi Ketua Umum perempuan pertama dalam organisasi

PARFI. Pemilihan Sofia sebagai ketua didasari oleh penilaian anggota yang

meliht sosok Sofia W.D sebagai seseorang yang bisa dipercaya dan telah memiliki

pengalaman yang panjang dalam dunia perfilman. Sofia W.D menjabat sebagai

Ketua Umum sejak 1971 sampai 1974. Setelah itu ia hanya menjadi anggota biasa

sampai akhir hayatnya (Berita Buana. 15 Desember 1976).

BAB IV
SIMPULAN
68

Film merupakan sebuah seni yang diminati oleh rakyat pribumi jauh

sebelum Kemerdekaan Indonesia. Transformasi dunia perfilman Indonesia telah

melalui lika-liku yang panjang dan rumit. Namun dalam perkembangannya, dunia

perfilman banyak diisi oleh para tokoh dalam dunia sandiwara. Ada yang sebagai

aktor di depan layar, ada juga yang ingin merambah aktif dari balik layar.

Pergeseran ini menjadikan wadah baru bagi mereka yang ingin mengembangkan

talenta dalam dunia akting dan perfilman.

Pada awal kemunculan film di Indonesia, memang dunia perfilman

didominasi oleh kaum pria. Namun seiring waktu, perempuan mendapat

kepercayaan untuk berkecimpung bersama dalam proses penggarapan sebuah

film. Lahirlah para srikandi wanita hebat yang ikut berperan aktif di balik layar

seperti Ratna Asmara, Sofia W.D, Ida Farida dan Citra Dewi.

Tokoh perempuan yang memiliki karir yang panjang dalam dunia

perfilman adalah Sofia W.D. Kemunculannya pertama kali membuat heboh

penonton dalam film Air Mata Mengalir di Tjitarum (1948). Telah ada sosok baru

dalam dunia perfilman dan diyakini akan membawa kesuksesan menurut Tan

Wong bersaudara yang menjadi produser film tersebut. Sofia dinilai bukan hanya

berparas cantik, namun juga penuh talenta.

Selama hidup, Sofia telah melakoni peran lebih dari seratus judul film.

Sumbangsih yang Sofia berikan untuk dunia perfilman Indonesia tak lain adalah

untuk membuktikan bahwa perempuan bukan haya sekedar seorang aktor namun

juga bisa menjadi apapun yang mereka inginkan. Sofia bisa merangkap menjadi

artis, sutradara, produser film, bahkan ketua organisasi. Sofia juga pernah
69

mendapat penghargaan dalam dunia perfilman sebagai Pemeran Pembantu Wanita

Terbaik pada Festival Film Indonesia (FF1) 1973. Sampai akhir hayatnya, ia

masih menggarap sebuah film. Namun tak terealisasikan karena aktor Sofia telah

meninggal. Sejak itu, nama Sofia dikenal sebagai aktor senior yang serba bisa dan

sebagai sutradara perempuan kedua di Indonesia.


SYNOPSIS

Sofia merupakan wanita berbakat yang sudah lama menggeluti Since the

reign of the Dutch East Indies, Sukabumi has been considered as one of the

golden places at that time, the Golden Age here is a region that has everything

including plantations, tourism, education, electricity economy.In Sukabumi and

the government of the Dutch East Indies, electricity is a very important feature

because it encourages the electricity industry, which can provide both material

advantages and quality of life.

Sukabumi's electricity production stemmed from the building of a

hydroelectric power plant near the river Cicatih, the Ubrug hydropower

plant.There are many places in Priangan where the hydroelectric power plant

supplies electricity, such as Bandung, Sukabumi, Bogor, and Batavia. Electricity

is primarily intended for the supply of electricity to the electric trains of Batavia

and Buitenzorg, as recorded in the proposal for the construction of the

hydropower plant in Ubrug.

PLTA Ubrug not only provides power for electric trains, but also opens

transmission lines to supply city services, to supply companies and tea plantations

with electricity, and to meet public needs. The prices installed to pay for electrical

power often differ in this way.

The construction of the Ubrug hydropower plant is based on the previous

hydropower plant, the Bengkok Dago hydropower plant, which was built in

Bandung.The hydroelectric power plant was the first hydroelectric power plant in
71

the Netherlands East Indies and Priangan, and several other hydroelectric power

plants were built in the Netherlands East Indies.

The Hydroelectric Power Plant thus became a guide for the Government

of the Netherlands East Indies to minimize unnecessary expenditure due to the

very costly output of electricity from coal at that time. It can be used to recycle

water into renewable energy and is, of course, efficient and reliable.

This has resulted from the development of many hydropower plants, such

as the Buitenzorg hydropower plant in Kracak, the Bandung hydropower plant in

Lamayan and the Bandung hydropower plant in Pangalengan. Which will

eventually prove that Hydroelectric Power is an energy generator that is

environmentally sustainable and long lasting.

Because of a management in controlling the rate of distribution and

management, Hydroelectric Power Plant is expanding. Hydroelectric Power

Management can help to coordinate, build and process a simple distribution in

order to generate the use of water power that can benefit everyone.
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arief, M. Sarief. 2009. Politik Film di Hindia Belanda, Depok, Komunitas

Bambu.

Effendy, Heru. 2014. Mengawal Industri Film Indonesia, Jakarta

Hutari, Fandi.2009.Sandiwara dan perang : Politisasi Terhadap Aktivitas

Sandiwara Modern Masa Jepang, Jakarta.

Hidayat, Rahayu. 1996. Sinema, Apakah itu ?Jakarta : Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Jauhari, Haris (ed). 1992. Layar Perak 90 Tahun Bioskop Indonesia, Jakarta, PT

Gramedia Pustaka Utama.

Misbach Yusa Biran, 2009. Sejarah Film Indonesia (1900-1950), Jakarta,

Komunitas Banu

Nugroho, Garin dan Herlina, Dyna, 2015. Krisis dan Paradoks Film Indonesia,

Jakarta, PT. Kompas Media Nusantara.

Said, Salim, 1991. Pantulan Layar Putih, Jakarta.

Sita Aripurnami, 1996. Perempuan Indonesia Dulu dan Kini, Jakarta, Gramedia

Suwelo Hadiwijoyo, 2013. Kahar Muzakkar dan Kartosuwiryo: Pahlawan atau

Pemberontak?, Jakarta, Palapa.

Tjasmadi, H.M. Johan, 2008. 100 Tahun Bioskop Indonesia (1900-2000),

Bandung, Megindo Tunggal Utama.


73

Jurnal

Lucy Chrisnawati. 2015. Transformasi Peran Perempuan dalam Industri

Perfilman Indonesia 1926-1971, Universitas Gadjah Mada.

Leny Nur’aeni, 2010. Andjar Asmara: Larir dan Perannya dalam Perkembangan

Sandiwara Modern dan Film Indonesia (1930-1961), Unversitas Padjadjaran.

Handrini Ardiyanti, 2017. Perfilman Indonesia : Perkembangan dan Kebijakan

Telaah dari Perspektif Industri Budaya, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI.

Majalah dan Surat Kabar

Donderdag 13 Juli 1950 pag 2 “Java Bode” 98e Jaargang Nummer 281
“Artis Sofia W.D Menangis di Dada Ketua DPRD Garut” dalam Suara
Karya, 27 Maret 1982. 4. Jakarta.
“Artis Sofia W.D Dalam Kenangan 1924-1986” dalam Berita Buana
Minggu, 27 Juli 1986. 1. Jakarta.
“Artis Sofia W.D Yang Awet Muda” dalam Buana Minggu, 2 Maret
1980. 2. Jakarta.
“Artis Sofia W.D Mulai Membaik” dalam Kompas, 19 Juli 1986. 3.
Jakarta.
“Bila Cinta Bersemi” dalam Minggu Abadi, 8 Juli 1973. 73. Jakarta
“Catatan Kecil Setalah Melihat Film Mutiara Dalam Lumpur” dalam
Yudha Sport & Film, 9 Desember1972.11. Jakarta
“Disergap Gerombolan Sabilillah di Rumah Mang Ulis” dalam Berita
Buana Minggu, 6 Juni 1987. 1. Jakarta.
“FFI Kembali Duka Dengan Kepergian Tokoh Film Wanita” dalam
Merdeka Minggu, 27 Juli 1986. 19. Jakarta.
“Kawin Cerai Bukan Mode” dalam Berita Buana, 20 November 1973.
Jakarta.
74

“Kapten Eddy Endang Perwira Yang Pertama Korban Keganasan


DI/TII” dalam Berita Buana Minggu, 6 Juni 1982. 1. Jakarta.
“Keibuan Tapi Keras Hati dan Kemauan” dalam Berita Yudha Sport &
Film, 1 Mei 1971. 3. Jakarta.
“Kelemahan “Rina” Pada Tjerita dan Sutradara” dalam Pos Kota
Minggu, 4 Januari 1972. 6. Jakarta
“Lebih Enak Jadi Pemain” dalamBerita Minggu Film, 30 Agustus 1981.
6. Jakarta.
“Penghidoepan Bintang Film Indonesia Sofia dan Soeaminja Soewaldy”
dalam Pagina, Februari 1949. 37. Jakarta.
“Pingsan Selagi Shooting Dikira Tidur Pulas” dalam Buana Minggu, 2
Maret 1980. Jakarta.
“Saya Tidak Tahu Dimana Kuburan Bekas Suami Saya” dalam Suara
Karya, 15 Agustus 1981. Jakarta.
“Serba Bisa Tanpa Pendidikan” dalam Merdeka Minggu, 8 November
1983. 7. Bandung.
“Selamat Jalan Sofia WD ke Tempat Peristiratan” dalam Berita Buana
Minggu, 27 Juli 1986. 18. Jakarta.
“Sisi Lain dari Sofia W.D” dalam Merdeka Minggu, 27 Juli 1986. 10.
Jakarta.
“Si Bego & Jago Kung Fu” dalam Pos Film, 16 November 1975. 3.
Jakarta.
“Singa Betina dari Marunda” dalam Kompas, 26 Agustus 1971. 7.
Jakarta.
“Sisa-sisa Laskar Pajang Tanpa Adegan Cium & Seks” dalam
Flamboyan.19.
“Sinopsis : Andjing-Andjing Geladak” dalam Pedoman, 16 September
1971. 86. Jakarta
“Sofia Siap Tempur Sebagai Sutradara” dalam Berita Buana, 25 Maret
1981. 7. Jakarta.
“Sofia W.D Djago Tua Juga Tetap Laris” dalam Trisakti, 7 Desember
1968. 20. Jakarta.
“Sofia W.D Yang Sering diisukan Badan Kecil, Semangat Meluap-
luap” dalam Sinar Harapan, Rabu 13 September 1972. Jakarta.
75

“Sofia W.D Calon Santri Yang Jadi Bintang Film” dalam Berita Buana,
20 November 1973. Jakarta.
Karya, 27 Maret 1982. 4. Jakarta.
“Sofia Dimakamkan di Kalibata, Kita Kehilangan Artis Pejuang” dalam
Suara Karya, 24 Juli 1986. 1. Jakarta.
“Sofia W.D Sempat Membuat Heran Orang Hongkong” dalam Terbit 20
Oktober 1979. Jakarta.
“Sofia W.D Meninggal” dalam Kompas, 23 Juli 1986. 18. Jakarta.
“Sofia W.D Sutradara Wanita Pertama di Indonesia” dalam Kompas, 14
Febuari 1972, Jakarta.
“Sofia W.D Wanita Jantan” dalam Varia No. 069, 1975. Jakarta.
“Sofia Pernah Jadi Pelayan Restoran” dalam Violeta, 27 Juli 1976. 218.
Jakarta.
“Sofia W.D Ratusan Film Pernah Dibintanginya. Kini Ketua PARFI juga
Baru” dalam Buana Minggu, 9 Januari 1972. Jakarta.
“Sutrdara Wanita Perlu Penghargaan Khusus” dalam Merdeka, 5 Juni
1982. 5. Jakarta.
“The Best Actor 1971” dalam Yudha Minggu, 19 Juli 1972. 7. Jakarta
“Tiga Orang Sutradara Wanita” dalam Pikiran Ra\kyat, 1 Maret 1980.
Bandung.
“WD. Mochtar Akan Sutradarai Film Si Bego” dalam Buana Minggu 16
November 1975. 2. Jakarta.

Internet

http://www.parfi.or.id/2017/04/25/sofia-wd/ diakses pada 16 desember 2019,

pukul 13.21

http://www.citwf.com/film260757.htm

http://www.digilib.ui.ac.id/file?file=pdf/abstrak-73620.pdf

http://www.jurnal.budiluhur.ac.id/wp.../04/blcom-01-vol2-no2-april2007.pdf
76
LAMPIRAN

Lampiran 1

Foto Sofia W.D bersama Suaminya W.D Mochtar

Sumber : Arsip Tempo, 30 November1982 oleh Fotografer Syafrinal Arifin


78

Lampiran 2
Foto Artis Sofia W.D dirias saat pembuatan sebuah film di Jakarta

Sumber : Arsip Tempo. 30 November 1973. Oleh Fotografer Ed Zoelverdi


79

Lampiran 3
Foto Aktris Sofia dalam Kongres PARFI ke- VIII di Jakarta

Sumber : Arsip TEMPO. 30 Maret 1982, Fotografer Maman Samanhudi


80

Lampiran 4
Foto koran Java Bode Doenderdag 13 Juli 1950 : 2

Sumber : https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?
query=sofia+waldy&coll=ddd&identifier=ddd:010865374:mpeg21:a0087&resultsidentifier=ddd:0
10865374:mpeg21:a0087 diakses pada 22 Januari 2021 pukul 22.08
RIWAYAT HIDUP

Identitas Diri

Nama : Annisa Sebastian

NPM : 180310160009

Tempat/Tanggal/Lahir : Bekasi, 8 Maret 1998

Agama : Islam

Alamat : Perum. Telaga Pasiraya B9 No 16 RT/RW

006/009 Desa. Sukasari, Kecamatan. Serang Baru,

Kabupaten. Bekasi

Pendidikan Formal

1. Taman Kanak-kanan Ar-Rahman Bekasi (2003)

2. Sekolah Dasar Negeri Sukaresmi 06 Bekasi (2004-2010)

3. Madrasah Tsanawiyah Al-Baqiyatussolihat YASPIA Bekasi (2010-2013)

4. Madrasah Aliyah YPPA Cipulus Purwakarta (2013-2016)

5. Universitas Padjadjaran Program Studi Sejarah Sumedang (2016-2020)

Identitas Orang Tua

Nama Ayah : Agus Sebastian

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Alamat : Perum. Telaga Pasiraya B9 No 16 RT/RW 006/009 Desa.

Sukasari, Kecamatan. Serang Baru, Kabupaten. Bekasi


82

Nama Ibu : Halimah (Alm)

Pekerjaan :-

Agama : Islam

Alamat : Perum. Telaga Pasiraya B9 No 16 RT/RW 006/009 Desa.

Sukasari, Kecamatan. Serang Baru, Kabupaten. Bekasi\\\\\

Catatan Prestasi Akademik (2016-2020)

1. Juara 1 Lomba Film Pendek di Pondok Pesantren Sindangsari Al-Jawami

2018

2. Juara 2 Lomba Video Kreatif Because You Are Worth It Crown Unpad di

Universitas Padjadjaran 2019

3. Juara Favorit Video Kreatif Because You Are Worth It Crown Unpad di

Universitas Padjadjaran 2019

4. Juara 2 Lomba Fotografi Tingkat Mahasiswa Challenge Your Skill #2 di

Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Catatan Prestasi Non Akademik (2016-2020)

1. Ketua Informasi dan Komunikasi Asrama As-Saadah Al-Jawami 2018

2. Ketua Redaksi Majalah Bisik-Sejarah 2018

Anda mungkin juga menyukai