Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL TUGAS UAS

KAJIAN PRINSIP BELAJAR BERBAHASA DAN KESOPANAN


DALAM TUTURAN BERBICARA SISWA KELAS VII SMP
NEGERI 5 SUNGAI KERUH

Proposal Tugas UAS


Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan Tugas Seminar Pendidikan

Disusun Oleh :

Zizka Oktaria
17144800025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN


SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2020

PROPOSAL TUGAS UAS


ii

KAJIAN PRINSIP BELAJAR BERBAHASA DAN KESOPANAN


DALAM TUTURAN BERBICARA SISWA KELAS VII SMP
NEGERI 5 SUNGAI KERUH

Proposal Tugas UAS


Sebagai Salah Satu Persyaratan untuk Menyelesaikan Tugas Seminar Pendidikan

Disusun Oleh :

Zizka Oktaria
17144800025

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN


SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

KAJIAN PRINSIP BELAJAR BERBAHASA DAN


KESOPANAN DALAM TUTURAN BERBICARA SISWA
KELAS VII SMP NEGERI 5 SUNGAI KERUH

Di Susun Oleh :
Zizka Oktaria
17144800025

Proposal Tugas Akhir Mahasiswa ini Disetujui untuk Dipresentasikan


pada Ujian Proposal Tugas Akhir Mahasiswa
Pada tanggal, Juli 2020

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

( ) ( )
)

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

( )
HALAMAN PENGESAHAN
PROPOSAL TUGAS AKHIR MAHASISWA

1. Judul : Kajian prinsip belajar berbahasa dan kesopanan dalam


tuturan berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 5 Sungai
Keruh

2. Diajukan Oleh
a. Nama : Zizka Oktaria
b. NIM : 17144800025
c. Tempat/Tanggal Lahir : Rantau Sialang, 31 Oktober 1998
d. Program Studi : S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia

3. Pembimbing I :

Telah diuji dan diterima oleh tim penguji Tugas Akhir Universitas PGRI
Yogyakarta pada:
Hari/ Tanggal :
Tempat : Gedung Universitas PGRI Yogyakarta

Yogyakarta, Juli 2020

TIM PENGUJI : Tanda Tangan

1. ( )

2. ( )

Mengetahui,

Direktur Universitas PGRI Yogyakarta, Pembantu Direktur I,

( ) ( )
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan proposal tugas UAS ini dengan baik. Proposal tugas UAS ini
berjudul “Kajian prinsip belajar berbahasa dan kesopanan dalam tuturan berbicara siswa kelas
VII SMP Negeri 5 Sungai Keruh”. Selain dari itu Penulis juga berharap Proposal Tugas UAS ini
dapat menjadi salah satu referensi, sehingga mampu memberikan manfaat serta pengetahuan
untuk pembaca khususnya.

Penulis dalam menyelesaikan proposal tugas UAS ini tidak akan berhasil tanpa adanya
bantuan dari semua pihak, untuk itu penulis ucapkan terima kasih kepada:

1) Orang tua dan keluarga yang senantiasa menyalurkan semangat dan dukungan tiada henti.
2) Teman-teman Seperjuangan yang telah membantu dan memberi dukungan dalam
penyelesaian Proposal Tugas Akhir ini.
3) Semua semangat dan dorongan serta bantuan dari dosen pembimbing.
4) Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan Tugas Akhilhir dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa proposal tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan terhadap penulisan
selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap semoga proposal tugas UAS ini bermanfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi siapa saja yang membacanya.

Yogyakarta, Juli 2020

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................. iii
DAFTAR ISI............................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah...................................................................... 2
1.4 Tujuan dan Manfaat................................................................. 3
1.4.1 Tujuan ........................................................................ 3
1.4.2 Manfaat....................................................................... 3

II. Tinjauan Pustaka


2.1 Landasan Teori........................................................................ 5
2.2 Penelitian Sebelumnya............................................................ 12
2.2.1 Kesantunan berbahasa pada tuturan siswa smp......... 12
2.2.2 Tindak tutur guru dan siswa kelas VIII pada pembelajaran
Bahasa Indonesia dan Iplikasinya dalam pembelajaran
Kemampuan berbicara di SMp................................... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat.................................................................. 14
3.1.1 Waktu.......................................................................... 14
3.1.2 Tempat......................................................................... 14
3.2 Kebutuhan Perangkat.............................................................. 15
3.3 Metode Pengumpulan Data..................................................... 16
3.4 Metode Perancangan............................................................... 17
a) Metode Observsional……………………………….. 17
b) Survei………………………………………………... 17
3.5 Hipotesis................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA
PROPOSAL

KAJIAN PRINSIP BELAJAR BERBAHASA DAN KESOPANAN DALAM TUTURAN


BERBICARA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 5 SUNGAI KERUH

I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,
peningkatan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian,
sedangkan dalam proses belajar pasti memerlukan pengajaran, pengajaran adalah suatu proses
memasuki dunia siswa guna untuk mengubah presepsi dan perilaku siswa. Inti dari proses
mengajar dikelas adalah bagaimana para siswa antusias, bersemangat dan bahagai dalam
mengikuti pembelajaran di dalam kelas, bukan dimana kondisi seorang anak merasa terbebani
dan menjadikan pelajaran itu suatu momok yang sangat menakutkan dan terlebih lagi sangat
membosankan.
Disinilah peran seorang guru selain hanya menyampaikan materi juga harus dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga dapat mengikuti pembelajaran ini dengan
bahagia. Seperti contoh belajar menghafal matematika perkalian tidak dapat dipungkiri setiap
pembelajarannya sangat kurang diminati oleh siswa-siswi sekolah dasar itu sendiri, sudah sejak
lama pelajaran ini telah dianggap momok bagi para siswa-siswi sekolah dasar karena selain
sulit untuk dipahami juga didalamnya siswa harus menghafalkan perkalian tersebut.

Bersikap atau berbahasa santun dan beretika juga bersifat relatif, tergantung pada jarak
sosial penutur dan mitra tutur. Selain itu, makna kesantunan dan kesopanan juga dipahami
sama secara umum; sementara itu, kedua hal tersebut sebenarnya berbeda. Istilah sopan
merujuk pada susunan gramatikal tuturan berbasis kesadaran bahwa setiap orang berhak untuk
dilayani dengan hormat, sementara santun itu berarti kesadaran mengenai jarak sosial (Thomas,
1995).

Brown dan Levinson (1987) menyebutkan bahwa wajah merupakan atribut pribadi yang
dimiliki oleh setiap insan dan bersifat universal. Dalam teori ini, wajah kemudian dipilah
menjadi dua jenis: wajah dengan keinginan positif (positive face), dan wajah dengan keinginan
negatif (negative face). Wajah positif terkait dengan nilai solidaritas, ketakformalan,
pengakuan, dan kesekoncoan. Sementara itu, wajah negatif bermuara pada keinginan seseorang
untuk tetap mandiri, bebas dari gangguan pihak luar, dan adanya penghormatan pihak luar
terhadap kemandiriannya itu (Aziz, 2008:2). Melihat bahwa wajah memiliki nilai seperti yang
telah disebutkan, maka nilai-nilai itu patut untuk dijaga, dan salah satu caranya adalah melalui
pola berbahasa yang santun, yang tidak merusak nilai-nilai wajah itu.

Kesantunan itu sendiri memiliki makna yang berbeda dengan kesopanan. Kata sopan
memiliki arti menunjukkan rasa hormat pada mitra tutur, sedangkan kata santun memiliki arti
berbahasa (atau berprilaku) dengan berdasarkan pada jarak sosial antara penutur dan mitra
tutur. Konsep wajah di atas benar-benar berkaitan dengan persoalan kesantunan dan bukan
kesopanan. Rasa hormat yang ditunjukkan melalui berbahasa mungkin berakibat santun,
artinya, sopan berbahasa akan memelihara wajah jika penutur dan mitra tutur memiliki jarak
sosial yang jauh (misalnya antara dosen dan mahasiswa, atau anak dan ayah). Meskipun
demikian, bersikap santun dalam berbahasa seringkali tidak berakibat sopan, terlebih lagi jika
penutur dan mitra tutur tidak memiliki jarak sosial yang jauh (teman sekerja, konco, pacar, dan
sebagainya).

Berdasarkan yang telah dijelaskan diatas penulis terdorong untuk membantu memberikan
penjelasan serta mengoptimalkan tata cara bahasa dan kesopanan pada siswa kelas VII SMP
Negeri 5 Sungai Keruh. Sehingga berdasarkan uraian di atas penulis menuangkan permasalahan
terse but dengan judul “Kajian prinsip belajar berbahasa dan Kesopanan dalam tuturan
berbicara siswa kelas VII SMP Negeri 5 Sungai Keruh”. Dengan adanya pembelajaran ini
diharapkan dapat membantu guru dalam memberikan materi, membantu siswa-siswi untuk
lebih saling menghargai, memliki sifat sopan santun serta lebih hormat kepada guru dan orang
lain yang lebih tua.

1. 2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penyusun mengidentifkasi beberapa masalah


yaitu:

1) Sopan santun siswa yang cenderung masih kurang.


2) Kurangnya rasa saling menghargai dan menghormati sesama siswa.
3) Penggunaan bahasa dan kesopanan terhadap guru dan orang lain.

Berdasarkan identifikasi permasalahan diatas maka perumusan masalah yang di dapat


adalah:

1) Bagaimana cara memberikan pembelajaran tentang sopan santun yang baik kepada
siswa agar mudah diterapkan?
2) Bagaimana cara agar siswa lebih menghargai dan menghormati sesama siswa?
3) Bagaimana cara melakukan komunikasi verbal yang sudah sepatutnya beretika?
1.2 Batasan Masalah
Agar masalah lebih terarah dan tidak menyimpang dari pokok permasalahan maka
penyusun membatasi ruang lingkup dari permasalahan yang akan dibahas sebagai
berikut.
1) Materi yang dibahas dalam media pembelajaran ini yaitu materi tentang prinsip
belajar berbahasa yang baik dan benar.
2) Materi yang dibahas dalam media pembelajaran ini yaitu materi cara melakukan
komunikasi verbal ang beretika.
3) Pembelajaran ini diharapkan agar siswa mampu bertutur kata dan kesopanan
dengan tepat.
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan perubahan dalam bertutur
dan berbahasa dengan sopan santun yang tepat pada siswa kelas VII SMP Negeri 5
Sungai Keruh.
1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari pembuatan pembelajaran ini adalah:

1) Dapat menciptakan rasa saling menghargai dan menghormati antar siswa dengan
siswa, siswa dan guru.
2) Sebagai tambahan baru atau metode baru untuk proses pembeajaran pada sekolah.
3) Dapat menciptakan siswa yang ebih beretika dan sopan.
4) Sebagai metode pembelajaran penunjang guru.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Media Pembelajaran

Kesopanan adalah tingkah laku yang dilakukan manusia dengan cara bersopan santun dari
tutur kata yang baik serta tata karma ketika mulai bersosialisasi dengan maksud dan tujuan
dapat menghargai orang lain dan dirinya sendiri tanpa membedakan status, usia dan golongan
tertentu.

Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia
lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita
tentu melafalkan bahasa tertentu saat berbicara, baik itu bahasa Indonesia, bahasa daerah atau
bahasa asing.

Menurut Wittgenstein

Definisi bahasa merupakan suatu bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan
dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis

Menurut Ferdinand De Saussure

Bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap kelompok
sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang lain.

Sopan santun menurut Taryati (Zuriah 2007:71) adalah suatu tata cara atau aturan yang
turun-temurun dan berkembang dalam suatu budaya masyarakat, yang
bermanfaat dalam pergaulan dengan orang lain, agar terjalin hubungan yang akrab, saling
pengertian, hormat- menghormati menurut adat yang telah ditentukan.

Prinsip-prinsip dalam pembelajaran Bahasa Indonesia ini diharapkan agar peserta didik
dapat berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik lisan
maupun tulisan, menghargai dan bangga menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara, memahami Bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat
dan kreatif untuk berbagai tujuan, dapat menggunakan Bahasa Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan intelektual serta kematangan  emosional dan sosial, menikmati dan memanfaatkan
karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa dan menghargai juga membanggakan sastra Indonesia
sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Menurut Wibowo (2005:17) menyatakan bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan


kelompok di mana pimpinan kelompok menyediakan informasi-informasi dan mengarahkan
diskusi agar anggota kelompok menjadi lebih sosial atau untuk membantu anggota-anggota
kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Bruce Shertzer dan Sherly C. Stone (dalam
Winkel & Hastuti, 2007:568) “The approuch of group guidance is prevenstive in nature; the
group’s member are most directly with acquiring information, becoming oriented to new
problem, planning an implementing students activities, collecting data for occupational an
educational decisions”. Bernard & Fullmer (dalam Nurihsan, 2005:15) secara lebih singkat
mendefinisikan bimbingan adalah proses membantu seseorang agar menjadi berguna, tidak
sekedar mengikuti kegiatan yang berguna. Definisi ini memberi penegasan bahwa bimbingan
merupakan kegiatan yang bermanfaat untuk membantu individu menjadi seseorang yang
bermanfaat pula, tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga bermanfaat untuk orang lain.

Tindakkan kejahatan juga bisa disebabkan oleh tuturan yang mengandung kata-kata kurang
sopan. Berkata kurang sopan atau memaki orang dengan kata-kata kurang sopan,
mengakibatkan orang sakit hati lalu bisa melakukan tindakkan kriminal. Disebabkan karena
gagal mengamalkan kesopanan berbahasa, konflik juga terjadi dalam kalangan anak-anak.
Peneliti menjumpai anak-anak menghadapi konflik apabila bahasa yang diujarkan kepada
mereka menyinggung perasaan mereka, kurang sopan dan menyinggung pribadi. Mereka akan
menghadapi konflik apabila bahasa yang diujarkan menyindir diri anak-anak dan bahasa yang
diujarkan itu mempermalukan mereka dihadapan orang lain. Hal ini berkaitan dengan
kebiasaan anak-anak sekarang yang bersuara lebih lantang dan suka mengeluarkan kata-kata
yang menyakiti orang lain. Penggunaan kata sapaan, yang bertujuan menyindir atau mengejek
serta bahasa yang kurang sopan dan tidak mematuhi konteks tuturan yang menyebabkan
pendengar merasa tersinggung.

Hal tersebut juga terjadi pada anak-anak yang tinggal di lingkungan peneliti, yaitu di
Desa Rantau Sialang. Peneliti sering menjumpai anak-anak dalam berkomunikasi
menggunakan kata-kata yang kurang sopan. Pelanggaran prinsip kesopanan juga sering terjadi
dalam komunikasi antar anak. ketika bermain dan di sekolah anak mengahadapi konflik salah
satu sebabnya adalah bahasa yang diujarkan oleh temannya kurang sopan dan menyinggung
perasaan meraka. Salah satu fenomena kebahasaan yang peneliti jumpai adalah tuturan yang
diucapkan oleh salah seorang anak yang sedang berbicara dengan temannya:

1. Riski : “Ka aku minjam penggaris nga”


(Ka saya pinjam penggarisnya)
Riska : “Ngan mon ndak meli situ”
(Gak mau kalo mau sana beli)
Riski : “Bangsat wang cuma minjam bae dak boleh!”
(Bangsat orang cuma pinjam saja tidak boleh!)
Riska : “Aku cuma ade sikok ikaklah makso nia!”
(Orang aku cuma punya satu kok maksa banget!)
Riski : “Huuuhh cerewet nia oii”
(Huuuh pelit sambil mencubit riska)
Riska : Nangis

Tuturan Riski dalam penggalan tuturan di atas merupakan salah satu tuturan yang
melanggar prinsip kesopanan. Prinsip kesopanan terdiri dari enam maksim yakni maksim
kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim
kecocokan dan maksim kesimpatian. Tuturan riski tersebut telah melanggar maksim
kebijaksaan.

Karena Riski dalam tuturan tersebut berusaha memaksimalkan keuntungan dirinya


sendiri. Pemakaian kata-kata “Bangsat” menurut Alwi (2007: 132) kata bangsat mengandung
arti kepinding, kutu busuk. Contoh di atas adalah salah satu fenomena yang ditemukan peneliti.
Tuturan pelanggaran prinsip kesopanan dan kata kurang sopan tersebut dilontarkan oleh anak
yang berumur sekitar 8 tahun yang menyebabkan konflik antar anak. Tidak seharusnya anak
berumur 8 tahun menggunakan kata-kata kurang sopan dalam berkomunikasi dengan temannya.

Dari tuturan yang melanggar prinsip kesopanan mengakibatkan adanya konflik antar
anak seperti yang dicontohkan di atas. Ketika salah seorang anak meminjam penggaris dan
tidak diberi, maka anak yang meminjam itu marah. Ketika Riski tidak diberi penggaris, Riski
mengatakan kata yang tidak sopan serta mencubit Riska. Reaksi dari lawan tutur ketika
dikatakan “Bangsat” yaitu merasa tersinggung dan marah.

Dari fenomena tersebut dapat digambarkan bahwa pemakaian kata-kata kurang sopan di
kalangan anak-anak dapat mengakibatkan adanya kekerasan.

Dalam berbicara, antara penuutur dan lawan tutur sama-sama menyadari bahwa ada
kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya. Seperti apa yang telah saya amati dari siswa kelas
VII SMP Negeri 5 Sungai Keruh terdapat beberapa tingkah laku siswa yang harus di perbaiki.

Strategi Pembudayaan Sopan santun

Pembudayaan merupakan suatu proses pembiasaan. Pembudayaan sopan santun dapat


dimaksudkan sebagai upaya pembisaan sikap sopan santun agar menjadi bagian dari pola hidup
seseorang yang dapat dicerminkan melalui sikap dan perilaku keseharian. Sopan santun sebagai
perilaku dapat dicapai oleh anak melalui berbagai cara.

Pembudayaan sopan santun di rumah dapat dilakukan melalui peran orang tua dalam
mendidik anaknya. Orang tua dapat melakukan hala-hal sebagai berikut:

1. Orang tua memberikan contoh-contoh penerapan perilaku sopan santun di depan anak.

Contoh merupakan alat pendidikan yang sekaligus dapat memberikan pengetahuan pada anak
tentang makna dan implementasi dari sikap sopan santun itu sendiri. Menurut pendapat Dyah
Kusuma (2009) seperti yang dimuat dalam

http://indteacher.wordpress.com/2009/05/06/

“pembentukan perilaku sopan santun sangat dipengaruhi lingkungan. Anak pasti menyontoh

perilaku orang tua sehari-hari. Tak salahlah kalau ada yang menyebutkan bahwa ayah/ibu

merupakan model yang tepat bagi anak. Di sisi lain, anak dianggap sebagai sosok peniru yang

ulung. Lantaran itu, orang tua sebaiknya selalu menunjukkan sikap sopan santun. Dengan

begitu, anak pun secara otomatis akan mengadopsi tata- krama tersebut.”
Contoh merupakan sarana yang paling ampuh dalam menanamkan sikap sopan santun pada

anak, dengan contoh anak dapat secara langung melihat model dan sekaligus dapat meniru

dan mengetahui implementasinya. Orang tua dapat menanamkan makna dari sikap sopan ini

akan lebih mudah.

2. Menanamkan sikap sopan santun melalui pembiasaan. Anak dibiasakan bersikap

sopan dalam kehidupan sehari hari baik dalam bergaul dalam satu keluarga maupun

dengan lingkungan. Seperti yang diungkapkan oleh Dyah Kusuma (2009) dalam

http://indteacher.wordpress.com/2009/05/06/ yaitu:

“Kelak, anak yang dibiasakan dari kecil untuk bersikap sopan santun akan lebih mudah
bersosialisasi. Dia akan mudah memahami aturan-aturan yang ada di masyarakat dan mau
mematuhi aturan umum tersebut. Anak pun relatif mudah menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru, supel, selalu menghargai orang lain, penuh percaya diri, dan memiliki
kehidupan sosial yang baik. Pen-dek kata, dia tumbuh menjadi sosok yang beradab.”

Pembiasaan merupakan metode yang paling tepat dalam pelaksanaan proses pendidikan
karakter. Pelaksanaan pembiasaan ini tentu dialkuak melalui proses panjang yang harus
dimonitor, dibimbing dan dinilai oleh guru maupun orang tua.

3. Menanamkan sikap sopan santun sejak anak masih kecil, anak yang sejak kecil dibiasakan
bersikap sopan akan berkembang menjadi anak yang berperilaku sopan santun dalam bergaul
dengan siapa saja dan selalu dpat menempatkan dirinya dalam suasana apapun. Sehingga sikap
ini dapat diajadikan bekal awal dalam membina karakter anak.

Pembudayaan sikap sopan santun di sekolah dapat dilakukan melalui program yang
dibuat oleh sekolah untuk mendesain skenario pembiasaan sikap sopan santun. Sekolah dapat

melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Peran sekolah dalam membiasakan sikap sopan santun dapat dilakukan dengan memberikan
contoh sikap sopan dan santun yang ditunjukkan oleh guru. Siswa sebagai pembelajar dapat
menggunakan guru sebagai model. Dengan contoh atau model dari guru ini siswa dengan
mudah dapat meniru sehingga guru dapat dengan mudah menananmkan sikap sopan santun.

2. Guru dapat sekalu mengitegrasikan perilakuk sopan santun ini dlam setiap mata pelajaran,
sehingga tanggungjawab perkembanagn anak didik tidak hanya menjadi beban guru agama,
pendidikan moral pancasila, dan guru BP.

3. Guru agama, guru pendidikan moral pancasila dan guru BP dapat melakukan pembiasaan
yang dikaitkan dalam penillain secara afektif. Penilaian pencapain kompetensi dalam 3
matapelajaran ini hendaknya difokuskan pada pencapain kompetensi afektif. Kompetensi
kognitif hanya sebagai pendukung mengusaan secara afektif.

“Dari sudut substansi, guru pembimbing mempunyai dasar keilmuan yang relevan sebagai
jembatan menuju prilaku yang berbudi pekerti luhur. Mungkin yang perlu diperkaya dan
dikembangkan adalah pemahaman tentang berbagai nilai dan norma serta aturan yang berlaku
dalam masyarakat. Demikian pula halnya dengan metodologi, semua metode dan pendekatan
yang bisa digunakan dalam bimbingan dan konseling berpeluang besar untuk membentuk dan
memantapkan budi pekerti peserta didik.” (http://www.analisadaily.com)

4. Guru seni tari jawa dapat membantu pembiasaan sopan santun melalui pembelajaran dalam
gerakan tari yang memilki nilai nilai posistif dalam budaya jawa. Afianan dalam makalahnya di
http://www.radarjogja.co.id/berita/utama

’’Di sinilah saya diajari belajar unggah-ungguh, bisa menghaluskan budi pekerti, tidak terus
berani kepada orang tua. Juga diajarkan tentang olah rasa dan pikiran melalui suara iring-
iringan gending,’’ ungkapnya yang sampai tersentuh ketika mendengar iring-iringan tersebut.
Dari generasi penari sebayanya, hanya Tanti yang masih hidup. Sehingga ia sangat bangga dan
memberikan penghargaan kepada generasi muda yang melestarikan seni tari hingga saat ini.”

2.1 Penelitian Sebelumnya

2.2.1. Kesantunan berbahasa pada tuturan siswa smp

Bahasa dan kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan. Bahasa digunakan penuturnya
untuk berkomunikasi atau berinteraksi dalam suatu tuturan. Bahasa merupakan cermin
kepribadian seseorang . pemakaian bahasa secara santun belum banyak mendapat perhatian.
Oleh karena itu penelitian mengenai kesantunan berbahasa dalam upaya mendapatkan sebuah
bahan ajar masih jarang dilakukan, maka penulis tertarik untuk menelitinya. Skripsi ini
berjudul “Kesantunan Berbahasa Pada Tuturan Siswa Kelas VII C SMP Negeri 5 Ciamis”.
Fenomena kebahasaan di lingkungan siswa SMPN 5 Ciamis menarik untuk diteliti karena
masih banyak siswa yang tidak memperhatikan penggunaan kata – kata santun ketika bertutur.
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan dirumuskan sebagai berikut.
“Bagaimanakah kesantunan berbahasa pada siswa kelas VII C SMPN 5 Ciamis pada saat
pembelajaran? Pada tahap pengumpulan data peneliti menggunakan teknik sadap yaitu dengan
teknik bebas libat cakap, teknik rekam, teknik catat. Pada tahap penganalisisan data
menggunakan metode kontekstual. Berdasarkan hasil penelitian ternyata indikator kesantunan
yang mendominasi pada tuturan siswa kelas VII C SMPN 5 Ciamis adalah indikator
kesantunan berupa; 1) sifat rendah hati , ditunjukan siswa ketika bertutur memperlihatkan rasa
ketidakmampuan di hadapan mitra tutur dalam hal ini terhadap gurunya, dan 2) sikap hormat,
ditunjukan siswa ketika bertutur memperlihatkan bahwa mitra tutur diposisikan pada tempat
yang lebih tinggi. Model bahan ajar yang telah disusun merupakan model bahan ajar pada
keterampilan berbicara, yaitu dengan kompetensi dasar 10. Mengungkapkan pikiran, perasaan
informasi dan pengalaman melalui kegiatan menanggapi cerita dan telepon dan pada
kompetensi dasar10.2 bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun.

2.2.2 Tindak Tutur Guru dan Siswa Kelas VIII SMP pada Pembelajaran Bahasa
Indonesia dan Implikasinya dalam Pembelajaran Kemampuan Berbicara di SMP

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tindak tutur guru dan
siswa pada pembelajaran khususnya tindak ilokusi asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan
deklaratif pada pembelajaran bahasa Indonesia dan implikasinya dengan pembelajaran
kemampuan berbicara di sekolah menengah pertama (SMP). Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan bentuk-bentuk tindak tutur asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif
pada pembelajaran bahasa indonesia dan implikasinya dengan pembelajaran kemampuan
berbicara di sekolah menengah pertama (SMP). Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Sumber data pada penelitian ini adalah tindak tutur yang digunakan guru dan siswa
pada pembelajaran bahasa Indonesia. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
teknik observasi, dan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis heuristik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua fungsi tindak ilokusi asertif,
direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif ditemukan pada saat pembelajaran di kelas. Tindak
ilokusi yang mendominasi pada tuturan guru dan siswa adalah direktif meminta sedangkan tindak
ilokusi yang paling sedikit digunakan adalah komisif. Bentuk tuturan secara verbal yang
mendominasi adalah tuturan langsung. Penelitian ini dapat diimplikasikan dalam pembelajaran
kemampuan berbicara di sekolah menengah pertama (SMP).

III. METODOLOG PENELITIAN


2.2 Waktu dan Tempat Penelitian
III.1.1 Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dimulai dari 27 Juni 2020 sampai dengan bulan Juli 2020.
III.1.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian berlokasi di SMP Negeri 5 Sungai Keruh berlokasi di Desa Rantau
Sialang, Kabupaten Musi Banyuasin.
III.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan adalah memberikan arahan untuk lebih beretika.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Ada beberapa metode pengumpulan data yang digunakan penyusun dalam membuat Tugas UAS
yaitu:

1). Studi Lapangan

Metode studi lapangan ini bertujuan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk mengatas
permasalahan yang terjadii. Ada dua teknik yang dilakukan dalam metode ini yaitu:

a) Pengamatan (observasi)
Teknik observasi ini merupakan metode dimana penyusun melakukan peninjauan
langsung terhadap sumber dan objek yang diteliti.
b) Wawancara (interview)
Teknik wawancara ini merupakan tanya jawab secara langsung kepada pihak terkait yaitu
guru SMP Negeri 5 Sungai Keruh khususnya bidang Bimbingan Konseling mengenai
permasalahan yang dibahas.

2).Studi Pustaka

Metode sudi pustaka dilakukan penyusun dengan mengumpulkan data dan informasi serta
pengamatan pada siswa kemudian membaca beberapa buku cetak, ebook, jurnal dan sumber
bacaan lain yang dijadikan sebagai bahan acuan atau pedoman pembelajaran.

3.4. Metode Perancangan

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode yang
bertujuan untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian. Oleh
sebab itu, data-data yang akan diambil dari penelitian ini bersumber dari hasil pembicaraan atau
hasil pengamatan. Perilaku orang-orang yang menjadi subjek penelitian, sehingga dengan
demikian akan lebih memudahkan bagi peneliti sendiri. Subjek dalam penelitian ini adalah guru
dan anak yang berjumlah 16 anak, dalam hal ini anak diposisikan sebagai subjek penelitian
karena anak usia 5-6 tahun tersebut yang dinilai. Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Kemmis dan Mc. Taggart (dalam Hendriana dan Afrilianto 2014:41) menyatakan bahwa
³3HQHOLWLDQ WLQGDNDQ NHODV terdiri dari; (1) perencanaan; (2). tindakan; (3).
observasi; (4). Refleksi. Dari beberapa tahapan penelitian tindakan kelas di atas, diharapkan guru
dapat melaksanakan proses belajar dengan baik guna memperbaiki proses belajar yang ada
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar anak yang berdampak kepada perkembangan anak.

1) Metode Observasional
Penulis melakukan peninjauan dan merekam tindakan dan perilaku sekelompok subjek uji
di lingkungan alaminya.
2) Survei
Peneliti berinteraksi dengan subjek uji dengan mengumpulkan informasi melalui
penggunaan survei atau kuesioner, atau jajak pendapat. Agar survei dapat mengumpulkan
data berkualitas baik, ia harus memiliki pertanyaan survei yang baik, yang harus
merupakan campuran yang seimbang antara pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup.
3.5 Hipotesis

Pembuatan pembelajaran yang akan dirancang adalah merubah sikap dan sifat siswa kelas
VII SMP Negeri 5 Sungai Keruh dengan metode deskriftip. Dengan mengumpulkan data
kemudian dipraktikan kepada siswa tentang cara saling menghargai dan menghormati.
Bagaimana cara bersikap kepada guru dan orang yang lebih tua. Tentang bagaimana beretika
yang baik serta tata cara sopan santun yang baik dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

https://zainurrahmans.wordpress.com/2011/02/27/teori-kesantunan-berbahasa/

https://baliate.blogspot.com/2016/05/prinsip-prinsip-pembelajaran-bahasa-
dan.html#:~:text=Prinsip%2Dprinsip%20dalam%20pembelajaran%20Bahasa,negara%2C
%20memahami%20Bahasa%20Indonesia%20dan

https://www.zonareferensi.com/pengertian-bahasa/

https://penelitianilmiah.com/penelitian-deskriptif/

http://repository.ut.ac.id/2568/1/fkip201034.pdf88888880

Anda mungkin juga menyukai