Kelompok 1
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asumsi Dasar Studi Kasus” sebagai tugas
kelompok mata kuliah Studi Kasus Bimbingan. Kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun dan menyelesaikan makalah ini
dengan baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi memperbaiki penyusunan
makalah ini.
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................. 3
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Yin (2002) mendefinisikan studi kasus sebagai proses penelitian. Sebuah studi kasus
penelitian bertujuan untuk menguji pertanyaan dan masalah penelitian, yang tidak dapat
dipisahkan antara fenomena dan konteks di mana fenomena tersebut terjadi.
Studi kasus sudah sering digunakan dalam ranah bidang kesehatan, psikologi, organisasi,
dan bidang lain untuk menunjukkan hal-hal penting dari kasus yang dipelajari. Studi
kasus digunakan untuk memberikan pemahaman akan sesuatu yang menarik perhatian,
proses sosial yang terjadi, peristiwa konkret, atau pengalaman orang yang menjadi latar
dari sebuah kasus. Sebuah studi kasus diharapkan dapat menangkap kompleksitas satu
kasus dan metodologi ini semakin berkembang dalam ilmu-ilmu sosial, termasuk dalam
bidang yang berorientasi praktik seperti studi lingkungan, pendidikan, maupun bisnis
(Johanson, 2003).
Studi kasus biasanya spesifik, namun bukan berarti tidak dapat diterapkan pada proses
sosial yang lebih luas. Penelitian studi kasus terdiri dari penyelidikan yang terperinci,
seringkali data dikumpulkan pada periode waktu, fenomena dan konteks tertentu yang
tujuannya untuk memberikan analisis tentang konsteks dan proses yang berkaitan dengan
isu teoritis yang sedang dipelajari. Fenomena ini tidak dapat dipisahkan dari konteksnya,
tetapi menjadi menarik ketika tujuannya memahami perilaku yang dipengaruhi oleh
kontens tertentu (Hartley, 2004).1
1
Prihatsanti, Unika (2018). Menggunakan Studi Kasus Sebagai Metode Ilmiah Dalam
Psikologi. Jurnal Universitas Gadjah Mada.h 126-128
5
konstribusi pemecahan masalah dan dimungkinkan pula sampai tahap penanganannya
sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya masing-masing. Dalam konferensi kasus
secara spesifik dibahas permasalahan yang dialami oleh siswa tertentu (kasus) dalam
suatu forum diskusi yang melibatkan pihak-pihak terkait yang diharapkan dapat
memberikan data dan keterangan lebih lanjut serta kemudahan-kemudahan bagi
terpecahkannya permasalahan tersebut. Konferensi kasus diselenggarakan dengan
bersifat terbatas dan tertutup. Jadi, rapat ini diselenggarakan untuk menjaring data serta
alternatif pemecahan dalam menangani suatu permasalahan yang pada akhirnya terwujud
konsep pemecahan yang bersifat konstruktif terhadap permasalahan siswa di sekolah.
Sesuai dengan tujuan dilaksanakan konferensi kasus, ialah untuk mencapai kesepakatan
bersama bagi pemecahan masalah kasus maka pihak-pihak yang diundang atau
dihadirkan dalam rapat itu haruslah pihak yang diperhitungkan memiliki sangkuit paut
tentang masalah kasus maupun yang berkepentingan dengan penyelesaian masalah. serta
memiliki kemampuan, wewenang dan tanggungjawab bagi penanganan masalah konseli.
Beberapa pihak yang mutlak perlu dihadirkan ialah: Kepala Sekolah, konselor, wali
kelas, guru mata pelajaran yang ada sangkut pautnya dengan masalah konseli, orang tua
siswa, dan pihak lain seperti dokter, psikiater, psikolog maupun helper lain yang
sekiranya kemampuan dan kewenangannya relevan dengan masalah yang sedang
dibahas.
Materi pokok yang dibahas dalam konferensi kasus ialah segenap hal yang menyangkut
permasalahan yang dialami oleh siswa (kasus) yang bersangkutan. Permasalahan itu
6
didalami dan dianalisis dari berbagai segi, baik rincian masalahnya, sebab-sebab, dan
sangkut-pautnya antara berbagai hal yang ada didalamnya, maupun berbagai
kemungkinan pemecahannya serta faktor-faktor penunjangnya (Prayitno, 2001). Kepada
para peserta diberi kesempatan untuk menambah keterangan yang dimilikinya yang
berhubungan dengan konseli. Tidak tertutup pula kemungkinan para peserta memberikan
penolakan atau sanggahan atas data yang telah dipaparkan oleh konselor maupun dari
anggota peserta lainnya. Hal inilah yang dikatakan sebagai cek silang bagi pemahaman
terhadap siswa. Terjadinya sanggahan dari para peserta tidak perlu dirisaukan akan
menimbulkan debat berkepanjangan, manakala di bagian awal telah terbentuk komitmen
para peserta untuk bersama-sama membantu memecahkan masalah konseli. Justru
sebaliknya adanya cek silang ini akan lebih memfokuskan perhatian peserta terhadap
permasalahan kasus yang sedang dibahas.
Setelah itu ialah mendiskusikan tentang kemungkinan pemecahan masalah yang tepat
bagi kasus atas dasar hasil analisis yang telah dibuat bersama. Sumbangan pemikiran
bagi pemecahan masalah yang diberikan oleh para peserta diramu untuk dijadikan
kesepakatan bersama. Bagian akhir dalam konferensi kasus ialah pembuatan kesimpulan
bersama atas hasil diskusi. Isi kesimpulan ini berupa rumusan masalah, kemungkinan
cara pemecahannya, personil yang terlibat dalam melakukan penanganan kasus, kapan
waktu dilaksanakan penanganan itu.
Studi kasus dan case conference bersama-sama beranggapan bahwa informasi yang
lengkap dan analisa dari informasi itu penting atau diperlukan guna penafsiran yang
efektif dari keseluruhan konseli. Teknik tersebut membantu guru dan petugas lain dalam
mengenal kebutuhan konseli.2
Secara sistematik terdapat empat kompetensi konselor yaitu (1) penguasaan konsep dan
praksis pendidikan, (2) kesadaran dan komitmen etika profesional, (3) penguasaan
konsep perilaku dan pengembangan individu, dan (4) pengelolaan program bimbingan
2
Widada, (2017). Konferensi Kasus Sebagai Teknik Pemecahan Masalah Konseli. Jurnal
Ilmiah Dalam Implementasi Kurikulum Bimbingan dan Konseling Berbasis Kkn.
h 292-299
7
dan konseling. Studi kasus adalah wujud kinerja konselor sekolah untuk melaksanakan
kompetensi ketiga. Studi kasus berfungsi sebagai suatu alat untuk mengobservasi ciri-
ciri, sikap, dan tindakan dari individu dalam hubungannya dengan kesehatan fisik, bakat
akademis, dan prestasi serta penyesuaian pribadi dan sosial.
Rumusan Standar Kompetensi Konselor telah dikembangkan dan dirumuskan atas dasar
kerangka pikir yang menegaskan konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor. Namun
bila ditata kedalam empat kompetensi pendidik sebagaimana tertuang dalam Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005, maka rumusan kompetensi akademik dan profesional
konselor dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 27
Tahun 2008 dapat dipetakan dan dirumuskan kedalam kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional.
Kompetensi pedagogik dari sosok konselor mencakup (a) menguasai teori dan praksis
pendidikan, (b) mengaplikasikan perkembangan fisiologis dan psikologis serta perilaku
konseli, (c) menguasai esensi pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam jalur jenis, dan
jenjang satuan pendidikan.
Kompetensi kepribadian sosok konselor mencakup (a) beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, (b) menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian,
individualitas dan kebebasan, (c) menunjukkan integritas dan stabilitas kepribadian yang
kuat, (d) menampilkan kinerja berkualitas tinggi.
Kompetesi isi dari kompetensi profesional yakni (a) menguasai konsep dan praksis
asesmen untuk memahami kondisi, kebutuhan, dan masalah konseli, (b) menguasai
kerangka teoritik dan praksis Bimbingan dan Konseling, (c) merancang program
Bimbingan dan Konseling, (d) mengimplementasikan program Bimbingan dan
Konseling yang komprehensif, (e) menilai proses dan hasil kegiatan Bimbingan dan
Konseling, (f) memiliki kesadaran dan komitmen terhadap etika profesional, (g)
menguasai konsep dan praksis penelitian dalam Bimbingan dan Konseling.3
3
Endah P, Yekti (2016). Kinerja Guru Bimbingan Dan Konseling: Studi Kasus Di SMAN 1
Kota Semarang. Jurnal Bimbingan Dan Konseling.h 39
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Yin (2002) mendefinisikan studi kasus sebagai proses penelitian. Sebuah studi kasus
penelitian bertujuan untuk menguji pertanyaan dan masalah penelitian, yang tidak dapat
dipisahkan antara fenomena dan konteks di mana fenomena tersebut terjadi.
Case conference adalah merupakan rapat atau pertemuan yang menghadirkan beberapa
orang yang diperhitungkan dapat membantu memecahkan masalah konseli. Bantuan ini
bisa berupa penyampaian data tentang konseli maupun bantuan yang berupa solusi atau
konstribusi pemecahan masalah dan dimungkinkan pula sampai tahap penanganannya
sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya masing-masing. Studi kasus dan case
conference bersama-sama beranggapan bahwa informasi yang lengkap dan analisa dari
informasi itu penting atau diperlukan guna penafsiran yang efektif dari keseluruhan
konseli. Teknik tersebut membantu guru dan petugas lain dalam mengenal kebutuhan
konseli.
Secara sistematik terdapat empat kompetensi konselor yaitu (1) penguasaan konsep dan
praksis pendidikan, (2) kesadaran dan komitmen etika profesional, (3) penguasaan
konsep perilaku dan pengembangan individu, dan (4) pengelolaan program bimbingan
dan konseling. Studi kasus adalah wujud kinerja konselor sekolah untuk melaksanakan
kompetensi ketiga. Studi kasus berfungsi sebagai suatu alat untuk mengobservasi ciri-
ciri, sikap, dan tindakan dari individu dalam hubungannya dengan kesehatan fisik, bakat
akademis, dan prestasi serta penyesuaian pribadi dan sosial.
9
DAFTAR PUSTAKA
Widada, (2017). Konferensi Kasus Sebagai Teknik Pemecahan Masalah Konseli. Jurnal
Ilmiah Dalam Implementasi Kurikulum Bimbingan dan Konseling Berbasis Kkn.
Prihatsanti, Unika (2018). Menggunakan Studi Kasus Sebagai Metode Ilmiah Dalam
Psikologi. Jurnal Universitas Gadjah Mada.
Endah P, Yekti (2016). Kinerja Guru Bimbingan Dan Konseling: Studi Kasus Di SMAN 1
Kota Semarang. Jurnal Bimbingan Dan Konseling.
10