Anda di halaman 1dari 51

A.

Pengertian dan Ruang Lingkup Supervisi Dukungan

1. Pengertian Supervisi dukungan


Supervisi dukungan merupakan salah satu dari tiga komponen utama
supervisi lain nya yaitu supervisi administratif dan supervisi pendidikan. Jika
dalam supervisi administratif, supervisor bertindak sebagai manajer dan pada
supervisi pendidikan , supervisor bertindak sebagai pendidik, maka dalam
supervisi dukungan, supervisor bertindak sebagai konselor dalam penyesuaian
diri.
Supervisi dukungan sangat penting, karena dalam suatu pekerjaan seorang
supervisor dan anggota yang di supervisi sebagai pekerja sosial tentu akan
mengalami banyak tekanan dan masalah dalam pekerjaan nya, yang jika tidak
diberikan dukungan dan bantuan dalam penyelesaian stress dan tekanan
tersebut maka akan mengganggu kinerja mereka dalam pekerjaan dan
merugikan efektifitas dan iklim kerja di perusahaan atau instansi yang
menaungi mereka.

2. Tujuan Supervisi dukungan


Tujuan utama dari supervisi dukungan adalah sama dengan tujuan yang
dimiliki oleh supervisi administratif dan supervisi pendidikan yaitu untuk
membuat para pekerja dan instansi mampu memberikan pelayanan yang efektif
dan efisien bagi kliennya.
The National Association of Social Workers (NASW 1981) dalam standar
praktek perlindungan anak menyatakan ada dua tugas dan tanggung jawab
yang harus dilaksanakan oleh seorang supervisor yaitu mengelola pekerjaan
yang dapat menimbulkan stress dan membantu serta mendampingi staff pekerja
dalam menghadapi stress dan tekanan dalam pekerjaan mereka.

Terdapat dua karakter yang menjadi kategori keefektifan supervisi, yaitu :


- Menyelesaikan pekerjaan
Memastikan bahwa para pekerja sosial dalam melakukan pekerjaannya
diberikan fasilitas, pelayanan, informasi dan keterampilan yang
diperlukan dalam pekerjaan mereka.

1
- Memastikan bahwa para pekerja sosial merasa nyaman, puas, bahagia
dan mendapatkan kesejahteraan psikologis dalam melaksanakan
pekerjaan nya.
Sedangkan ketidakpuasan pada praktek supervisi menurut Herzberg,
Mausner, dan Synderman (1959) di sebabkan karena dua faktor yaitu faktor
tekhnis supervisi yang berasal dari supervisor yang kurang memiliki
kompetensi dalam tekhnik – tekhnik melakukan supervisi dan faktor
interpersonal yang berasal dari kegagalan supervisor dalam menjalin relasi atau
hubungan interpersonal.
Supervisor harus memperhatikan reaksi emosional dari supervisee pada
pekerjaan nya dan situasi pekerjaan nya. Saat tekhnlogi menjadi pusat sumber
daya, maka perlindungan dan pengembangan kapasitas manusia harus menjadi
perhatian yang dominan bagi supervisor.

3. Peran Supervisi
Jika supervisi administrasi mengatur struktur organisasi dan akses
kepada sumber agensi yang dapat memfasilitasi pekerjaan pekerja, lalu
supervisi pendidikan memberikan pengetahuan dan keterampilan yang di
butuhkan dalam penyelesaian pekerjaan , maka supervisi dukungan
memberikan dukungan psikologis dan hubungan interpersonal yang
membuat para pekerja sosial mampu dalam mengatur energi emosional
untuk keefektifan pekerjaan dan mendapatkan kepuasan dalam
mengerjakan pekerjaan mereka.
Jika supervisi administrasi fokus pada hambatan organisasi untuk
keefektifan pelayanan , lalu supervisi pendidikan fokus pada hal – hal
dalam keilmuan yang dapat menghalangi proses supervisi maka supervisi
dukungan fokus kepada pengelolaan emosi para pekerja sosial untuk
keefektifan pelayanan.

Supervisi dukungan fokus kepada aspek afeksi dalam pelaksanaan


supervisi. Ketika supervisi administratif fokus pada peningkatan
efektifitas dari struktur organisasi dan sumber yang berguna bagi pekerja,
lalu supervisi pendidikan fokus pada peningkatan efektifitas pekerja

2
dengan memperbarui pengetahuan dan keterampilan, maka supervisi
dukungan fokus kepada peningkatan kemampuan pekerja sosial dalam
mengurangi dan menghadapi stress dan tekanan yang mengganggu
performa pekerjaan dan meningkatkan motivasi dan komitmen dalam
peningkatan dan perbaikan performa para pekerja sosial.

Ketika supervisi adminisrtatif menggunakan model pendayagunaan


atau efisiensi pekerja, supervisi pendidikan menggunakan model
peningkatan kompetensi pekerja, maka supervisi dukungan menggunakan
model kepekaan dalam memahami pekerja.
Jika supervisi administratif mengawasi pekerja menggunakan
kekuatan posisi atau jabatan, penghargaan, dan koersi. Supervisi
pendidikan mengawasi menggunakan kekuatan keahlian (expert power),
maka supervisi dukungan menggunakan kekuatan rujukan (referent
power)
Supervisi dukungan bertujuan untuk memberikan intervensi yang
dapat memperkuat pertahanan ego dan memperkuat kapasitas ego untuk
berurusan dengan ketegangan dan tekanan pekerjaan. Supervisi
dukunganbertugas untuk memberikan kenyamanan, dorongan,
penghargaan dan persetujuan , ventilasi- katarsis, desensitisasi,
universalisasi dan mengkomunikasikan kepentingan dan keprihatinan
(Erera dan Lazar, 1994).
Dalam implementasi nya, supervisor bertanggung jawab membuat
pekerja nya mampu meredakan atau menangani dirinya sendiri di dalam
pekerjaan. Bloom dan Herman (1958:403) menyatakan, "Salah satu
fungsi utama supervisor adalah untuk memberikan beberapa dukungan
emosional bagi pekerja, Dia harus memberikan keberanian, menguatkan,
mendorong dan membuat nyaman bahkan mampu menenangkan dirinya.
Supervisor mencoba menenangkan kecemasan, mengurangi rasa
bersalah, meningkatkan kepastian dan keyakinan, meringankan
ketidakpuasan, memperkuat keyakinan yang telah merosot,
meningkatkan harga diri yang telah habis, memelihara dan meningkatkan

3
kapasitas adaptif ego, menghilangkan rasa sakit psikologis,
mengembalikan, memperkuat dan memperbaruikeseimbangan emosi .
Supervisi pendukung mengacu pada manajemen ketegangan saat sedang
bekerja (Hiebloom Itzhaky dan Aviad 1998).
Jika para pekerja sosial ingin melakukan pekerjaan secara efektif,
mereka perlu merasa nyaman dengan diri mereka dan dengan pekerjaan
yang mereka lakukan. Namun, kenyataannya adalah bahwa mereka
merasa kecewa, tidak puas, tidak berdaya, frustrasi, mendevaluasi,
merasa tidak mampu, bingung, cemas, bersalah, apatis, terasing, dan
dibebani oleh kegagalan.

Supervisi dukungan memberikan dukungan terhadap kekecewaan


yang ada pada diri supervisee.Jikaperasaan inisering terjadi dalam suatu
agensi maka yang terjadi adalah , rendahnya semangat untuk
menghasilkan keuntungan yang tinggi, ketidakhadirandanketerlambatan
pekerja, kemalasan,kurangnya perhatianuntuk bekerja, ketidakpatuhan,
perselisihan interpersonal dan akan seringnya terdapat laporanpengaduan,
dan itu semua akan mengganggu stabilitas lembaga atau agensi yang
menaungi pekerja.Dalam melaksanakan praktek supervisi dukungan,
supervisor tidak hanya mengembalikandanmemberikankenyamanan, tapi
yang lebih mendalam dari itu seperti menginspirasi, menjiwai,
meriangkan, serta meningkatkan gairah dan meningkatkan kepuasan
kerja.

Kebutuhan akan supervisi dukungan telah lama di akui dalam


supervisi pekerjaan sosial. Karna dalam penelitian tentang pada 1927 –
1928 berjudul “ketidakbahagiaan dalam pekerjaan “ mengatakan bahwa
semangat pekerja merupakan kategori terbesar kedua yang menjadi
alasan para pekerja keluar dari pekerjaan nya. Beberapa penyebab nya
antara lain adalah ketidakpuasan pada pekerja sosial, tekanan pekerjaan,
klien yang tidak memiliki harapan sembuh, dan kasus yang terlalu berat

4
(Pretzer 1929 :168). Dan berbagai permasalahan ini merupakan fokus
penanganan supervisi dukungan.

Fungsi dukungan pada supervisi sudah menjadi fungsi yang sangat


penting dalam proses supervisi. Begitu juga berdasarkan sebuah studi
pada31 lembaga rehabilitasi sosial, berdasarkan kuesioner kepada 1.600
karyawan dan wawancara secara langsung kepada beberapa pekerja,
menunjukkan bahwa "supervisi dukungan" menjadi salah satu fungsi
utama dan penting dari supervisi. Hal ini didefinisikan sebagai
"'memberikan dukungan emosional untuk bawahan dan meningkatkan
perasaan bawahan”

A. Pengertian dan Gejala Burn Out

Kata Burn out untuk pertama kali di temukan dan di publikasikan dalam
sebuah tulisan oleh Freudenberger dan telah menjadi topik pembahasan di
artikel dan di beberapa buku.(Brodsky and Edelwich 1980; Cherniss 1980;
Freudenberger 1980; Pines, Aronson, and Kafry 1981; Maslach 1982; Paine
1982; Gillespie and Cohen 1984; Koeske and Koeske1989; Wallace and
Brinkeroff 1991; Koeske and Kirk 1995a, 1995b; Soderfeldt and Warg 1995;
Drake and Yadoma 1996; Arches 1997; Itzhaky and Aviad- Hiebloom 1998;
Um and Harrison 1998; Zunz 1998; Leon, Altholz, and Dziegielewski 1999;
Anderson 2000).
Burn out/ kejenuhan dapat di identifikasi melalui sikap, perasaan, dan
perilaku pekerja.Jika supervisor ingin menangani masalah burn out pada
pekerja maka supervisor di haruskan memahami tentang pembahasan tersebut.
Burnout dapat didefinisikan sebagai sindrom kejenuhan fisik dan emosional
yang dihasilkan dari stres kerja yang menyebabkan pengembangan konsep diri
yang negatif, etika kerja yang buruk, dan kehilangan kemampuan untuk bisa
memperhatikan dan memahami perasaan klien” (Pines dan Maslach 1978:233).
Burnout telah didefinisikan sebagai "reaksi dari kejenuhan, hasil dari tekanan
emosional yang konstan atau berulang ulang dan dikaitkan dengan keterlibatan
yang intens dengan orang-orang untuk jangka waktu yang panjang" (Pines,

5
Aronson, dan Kafry 1981:15). Burnout tidak sama dengan ketidakpuasan kerja,
melainkan lebih seperti kejenuhan dan kelelahan yang amat sangat.
Istilah burn out tidak mengacu pada perasaan lelah atau tekanan sementara
pada saat terjadi kasus.Istilah ini hanya berlaku untuk kondisi kronis dan terus-
menerus hasil dari akumulasi stres yang berkepanjangan, dan tekanan yang
menumpuk. Ketika mesin memiliki sekering untuk mematikan mesin saat
terlalu lama di pakai dan komputer dapat memberika pesan error ketika terjadi
permintaan yang melebihi kapasitas mereka, maka manusia tidak memiliki alat
yang mem proteksi indikasi dari beban yang terlalu berat.
Kesadaran akan gejala burn out / kejenuhan memungkinkan supervisor
untuk lebih mudah mengenali serangan nya. Gejala-gejalanya adalah secara
fisik, emosional dan perilaku.Pekerja mengalami kelelahan dan keletihan yang
kronis.Merasafisikdikuras, mereka seringlebih rentan terhadappilek, sakit
kepala,gangguan pencernaan dan gangguan tidur.

Secara emosional pekerja yang mengalami burn out / kejenuhan akan


merasakan kekecewaan terhadap pekerjaan dan merasa terasing dari pekerjaan.
Merasa putus asa, tidak memiliki harapan dan pesimis akan pekerjaan yang
mereka lakukan, mereka merasa tertekan dan gangguan emosional. Pekerja /
klien yang mengalami burnout cenderung sering merasa marah dan kesal
sebagai konsekuensinya dari rasa kegagalan kerja dan kesia-siaan. Ada
kehilangan antusiasme, kegembiraan, semangat untuk menyelesaikan pekerjaan
dan penurunan bertahap terhadap komitmen dan rasa semangat dalam bekerja.
Alih-alih menjadi menarik dan memuaskan, pekerjaan menjadi sesuatu yang
harus ditoleransi dan di perjuangkan.
Secara perilaku, para pekerja yang mengalami atau akan mengalami burn
out / kejenuhan, memiliki rasa malas untuk berangkat kerja dan meningkatkan
keterlambatan dan ketidak hadirannya. Ketika di tempat kerja mereka
cenderung untuk melihat jam, menunda atau membatalkan janji klien, dan
memperlambat dan mengambil waktu yang lebih lama untuk beristirahat. Para
pekerja yang sebelumnya merasa perhatian ketika klien tidak jadi datang,
namun mereka sekarang merasa lega. Mereka menolak untuk menerima

6
panggilan dari klien dan menunda panggilan kembali. Mereka menampilkan
penampilan yang lebih sinis, acuh tak acuh bahkan apatis untuk klien dalam
upaya untuk menjauhkan diri secara emosional. Ada kecenderungan untuk
memperlakukan klien dengan kaku dan kurang memberikan upaya untuk
membantu. Dalam membahas klien, mereka lebih mungkin untuk stereotip dan
meremehkan mereka, menunjukkan kehilangan perhatian dan kepedulian, dan
berbicara tentang mereka sebagai "kasus" bukan sebagai individu (Kahill
1988).

Ketika berinteraksi dengan klien, pekerja yang mengalami burn out dan
kelelahan lebih mungkin untuk menghindari kontak mata, meningkatkan jarak
fisik mereka dari klien, secara halus mencegah klien dari berbagi konten
emosional, dan membuat wawancara sesingkat mungkin. Merasa lelah secara
fisik dan emosional, pekerja yang mengalami burn out dan kelelahancenderung
lebih tidak sabar dengan klien dan lebih mudah terganggu oleh mereka. Pekerja
yang mengalami burn out dan kelelahanhanya melakukan hal-hal yang dapat
mereka lakukan.

Secara keseluruhan,perilaku pekerjayang mengalami burn out dan kelelahan


adalah penarikanemosional daripekerjaandanmenarik diri dari klien. Rasa
empati dan penerimaan sulit di komunikasikan kepada klien. Perasaan yang
menyebabkan kepada bur out/ kejenuhan berbentuk lingkaran. Merasa kecewa,
tidak memiliki harapan, sinis, menghadapi masalah dengan ketidaknyamanan
dan ketakutan.

Burn out adalah prosesyang memperkuat dalam diri. Perilakuyang


berhubungan dengan burn out mengurangi kemungkinan mencapai sukses dan
hasil kasus memuaskan. ini
memperkuat perasaan tidak berdaya dan putus asa dan mengintensifkan
kelelahan. Supervisor perlu menyadari bahwa ada unsur transmisi untuk
kehilangan semangat dalam pengembangan kejenuhan. Satu saja pekerja
mengalami tekanan dan mengalami kekecewaan maka akan cenderung

7
mempengaruhi pekerja lain dan mengurangi tingkat antusiasme dalam
pekerjaan.

B. Sumber stress pada supervisee

1. Supervisi Administrasi sebagai Sumber Stress


Komponen supervisi yang telah dibahas sebelumnyamasing –
masing memiliki tekanan bagi pekerja. Seperti dibahas dalam bab 3dan
8,tekanan administratif dalam penyesuaian dengan peraturan dan
prosedur agensidan kebutuhan dalam asesmen dan evaluasi merupakan
sumber-sumber tekanan bagi para pekerja. Itzhaky dan Aviad-Hiebloom
(1998) telah menemukan bahwa supervisi administratif menimbulkan
ambiguitas perandan konflikperan padapekerja;terkait dengan konflik
antara birokrasi dan orientasi pelayanan, tekanan ini tampak
menyebabkan kejenuhan/ burn out pada pekerja.
Meskipun supervisi administratif yang baik memiliki dukungan
dalam diri nya tetapi supervisor yang berusaha untuk menawarkan
supervisees mereka struktur didefinisikan dengan baik yang akan
beroperasi, definisi yang jelas tentang tujuan yang realistis dan sesuai,
dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
lembaga mungkin menemukan diri mereka berenang dalam lingkungan
praktik turbulen (Brooks dan Riley1996;Jarman-Rhode
danMcFall1997; Munson1996a).

2. Supervisi Pendidikan sebagai Sumber Stress


Demikian pula, Supervisi pendidikan merupakan sumber dari
tekanan dan dukungan. Pendidikan menginginkan perubahan, dan target
dari upaya perubahan adalah pekerja. Perubahan melibatkan kebutuhan,
sebuah ketidakseimbangan sementara dan pembekuan atas ketidak
seimbangan yang lama.Dalam upaya pendidikan dapat juga menghasilkan
beberapa kecemasan (Birk andMahalik 1996; Costa 1994; Frantz 1992;
Hale dan Stoltenberg 1988; Lada 1996).
Situasi baru yang dihadapi membuat supervisee tidak memiliki
solusi yang tersedia. Ide-ide yang muncul secara eksplisit diperiksa dan

8
dipertanyakan, beberapa di antaranya ditemukan tidak sesuai dengan ide-
ide baru diperkenalkan supervisee. Periode transisi ini ditandai oleh
kecemasan dan hilangnya kepercayaan diri sementara. Prosedur lama
ditolak, namun prosedur baru belum sepenuhnya diterima. Selain itu,
supervisee adalah ambivalen dalam mengambil langkah berikutnya
(Rothman 1973:43).
Semua pembelajaran memberikan pelajar akan kebutuhan untuk
menyesuaikan diri terhadap tekanan emosionaltapi intensitasnya
bervariasi, tergantung pada sifat subjekmateri. Subyek pekerjaan sosial
cenderung untuk mengembangkan kekuatan intrapersonal yang membuat
perubahan yang dihasilkan lebih bermasalah. Konten pekerjaan sosial
secara emosional membawa dan melibatkanego. Ini adalah konten yang
mencerminkan cara seseorang memandang kepada dirinya sendiridan
dunia sekitarnya. Belajar tentang perilaku manusia, kita belajar tentang diri
kita sendiri, tentang pertahanan kita, motif kita, impuls yang tidak
menarik. Sedangkan situasi pendidikan biasa meminta siswa
kritismemeriksa dan karenanya mungkin mengubah ide-ide nya, supervisi
pekerjaan sosialsering diarahkan menuju perubahan perilaku dan mungkin
kepribadian.
Ancaman dari perubahan lebih besar untuk murid yang dewasa
karena pembelajaran membutuhkan pemutusan terhadap pola berpikir dan
percaya. Itu juga membutuhkan ketidak setiaan terhadap model identifikasi
yang sebelumnya. Kebanyakan pekerja sosial pendidikan fokus kepada
sosialisasi sekunder. Sebagai konsekuensi dari sosialisasi primer, sikap
yang kuat telah terbentuk pada kelompok minoritas, penerima
kesejahteraan, perceraian, diskriminasi, rasis, penyimpangan seksual,
tindak kriminal, kenakalan remaja, kekerasan dan lain – lain. Para pelajar
telah terbiasa dengan pola yang partikular dari sikap dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Sosialisasi dalam supervisi pendidikan
membutuhkan perubahan sikap dan etika yang dapat menghalangi
kompetensi performa pekerjaan.

9
Tutorial supervisi adalah ancaman bagi kemerdekaan siswa.
Kesiapan untuk belajar melibatkan menyediakan beberapa ukuran otonomi
dalam menerima arahan dari orang lain, dalam menyampaikan otoritas dari
supervisor dan guru. Supervisees juga menghadapi ancaman terhadap rasa
kecukupan. Situasi belajar menuntut penerimaan pada penolakan, namun
terbatas. Dalam menerima penolakan, supervisees memperlihatkan
kerentanan mereka. Mereka menerima risiko kemungkinan mendapat
kritik, malu, dan mungkin penolakan karena ketidak cukupan.
Supervesee memiliki pilihan untuk menjadi khawatir dan cemas
karena mereka tidak tahu bagaimana melakukan pekerjaan mereka atau
menjadi cemas untuk mendapatkan penolakan dalam mendapatkan
bantuan. Sedangkan penerimaan terhadap penolakan adalah prasyarat
dalam pembelajaran. Meskipun supervisi pendidikan, menghasilkan jenis-
jenis kecemasan namun juga berkontribusi dalam mengurangi ketegangan
(dan Itzhaky-Hiebloom Aviad, 1998). Pengetahuan dan keterampilan,
solusi masalah, ini membuat supervisi pendidikan memberikan pekerja
rasa percaya diri dan jaminan dalam performa pekerjaan. Dalam
mempelajari apa yang harus dipelajari, pekerja mungkin lebih berhasil
beradaptasi dengan tuntutan situasi pekerjaan. Ini sangat bermanfaat dan
menguntungkan bagi ego pekerjaan.

i. Hubungan antara Supervisor dan Supervesee sebagai


Sumber Stress
Hubungan antara supervisor dan supervisee, adalah sumber utama
tekanan dan dukungan (Anderson, Schlossberg dan Rigazio-Digilio, 2000,
Hagler dan Casey, 1990; Watkins, 1997). Mayer dan Rosenblatt, yang
mencatat 233 protokol tentang situasi stres yang dihadapi oleh praktisi
pekerja sosial, menyatakan bahwa "kecemasan pekerja itu timbul antara
hubungannya dengan atasannya dan hubungan mereka dengan klien
"(Mayer dan Rosenblatt, 1973b: 3).
Dalam penanganan nya terhadap pekerja sosial, Babcock, seorang
psikiater, menyatakan bahwa mereka merasa tidak canggung dengan klien
daripada dengan supervisor yang kepada mereka, pekerja merasa takut

10
mengungkapkan kelemahan dan kekurangan mereka. Ini yang di katakan
pekerja dalam diskusi tentang pengalaman kerja bahwa mereka
membutuhkan supervisor belum namun juga sering mengalami kecemasan
yang berlebihan "(Babcock 1953:418).
Mengapa hubungan menjadi sumber ketegangan? Hubungan
supervisi terasa intens, intim, dan melibatkan perasaan emosional. Setiap
hubungan interpersonal di tanamkan dengan unsur – unsur transferensi,
dengan ambivalensi dan resistensi, dan konflik dengan residu
perkembangan sebelumnya. Ini adalah konteks yang sangat subur bagi
perkembangan transferensi.
Literatur cenderung untuk mendukung pendapat bahwa hubungan
supervisi tidak, pada kenyataannya dimobilisasi, jenis ketegangan (Ekstein
dan Wallerstein, 1972, Fleming dan Benedek 1966 Schuster, Sandt dan
Thaler, 1972;. Langs 1979). Timbul tegangan yang timbul karena
kebutuhan supervisor dalam mendiskusikan respon emosional pada situasi
kasus dan timbul sebagai konsekuensi dari ekspektasi yang di inginkan
oleh supervisor. Beberapa pekerja juga mengalami ketegangan dari
banyaknya perbedaan gaya pada supervisor. Dan juga kebutuhan akan
sharing dan ketakutan akan evaluasi nya juga menjadi sumber stress.
Kualitas hubungan pada proses supervisi bergantung pada empati pada
proses supervisi (Watkins, 1997). Shanfield (1992) dan Shulman (1991)
mengatakan bahwa supervisor yang memiliki empati lebih baik dan lebih
efektif.

ii. Klien sebagai Sumber Stres


Hubungan dengan klien merupakan sumber stres tambahan bagi
pekerja. Pekerja berurusan dengan orang yang hidup di bawah stres yang
cukup besar, termasuk anak-anak yang membutuhkan perlindungan dan
keluarga mereka (Anderson 2000; Horwitz 1998), orangtua (Barber dan
Iwai 1996; Goodridge, Johnston, dan Thomson 1996; Leon, Altholz, dan
Dziegielewski 1999), orang yang terinfeksi HIV (Garrett 1999; Itzhaky
dan Atzman 1999; Mueller 1995; Wade, Beckerman, dan Stein 1996),
orang dengan penyakit mental (Acker, 1999; Koeske dan Kirk 1995b),

11
pelaku dan korban kekerasan dalam rumah tangga (Iliffe dan Steed 2000),
dan pemuda seksual kasar (Ryan 1999). Klien seperti yang ditemui pada
saat krisis, ketika reaksi emosional mereka sangat terbuka dan kuat. Hal ini
sangat mengerikan untuk berurusan dengan emosi seperti kemarahan,
depresi, kecemasan, kesedihan –serta tuntutan emosional dalam
mengontrol respon emosional seseorang. "Pekerja melakukanwawancara
langsung dengan klien dan mengalami serangan perasaan yang tidak dapat
di tekan. Deru perasaan dengan yang di hadapi pekerja sosial adalah
situasi yang aneh terhadap stres yang tidak biasa membutuhkan
pertolongan psikologis. Dalam arti, adalah bahaya pekerjaan "(Feldman,
1953:153 Sponitz dan Nagelberg).
Efek paparan perasaan terhadap klien diperkuat oleh fakta bahwa
pelatihan kerja sosial dirancang untuk meningkatkan sensitivitas dan
respon terhadap perasaan ini. Kebutuhan untuk merasa empati
mengharuskan pekerja untuk merasakan apa yang di rasakan klien. Jika
pekerja benar-benar empati, ia harus merasa rasa sakit, kesedihan,
keputusasaan, sakit hati dan perasaan lain yang di rasakan oleh klien.
Pekerja mungkin menghadapi klien yang tidak menginginkan atau
meminta jasa agensi pelayanan, bermusuhan melawan terhadap upaya
pekerja untuk membantu. Beban kasus semakin bertambah dengan
kelompok klien yang perilakunya selalu menyerang pekerja sosial seperti
penganiaya anak, pemukul istri, pemerkosa dan pelaku kekerasan pada
anak.Meskipun mendapatkan permusuhan dan pekerja memiliki reaksi
normal dan wajar dengan antipati terhadap klien, namun prinsip praktek
profesional membutuhkan mereka untuk melakukan tindakan yang dapat
di terima.
Dengan kapasitas yang terbatas untuk secara efektif menggunakan
jenis bantuan yang bisa kita berikan, sering acuh tak acuh atau resisten
(jika tidak secara terbuka memusuhi) klien biasanya hanya membuat
penyesuaian yang lemah meskipun upaya terbaik sudah di berikan pekerja
sosial. Masalahnya yang seringkali relatif muncul adalah lingkungan
interpersonal klien yang sering tidak mendukung dan menghalangi proses

12
pertolongan. Klien juga dapat memberikan tekanan yang sangat berat dan
stres pada waktu dan energi emosional pekerja dan keterbatasan dalam
profesionalitas. Klien yang ketergantungan dan memiliki masalah
emosional yang beratsangat menguras emosional pekerja, dan membuat
para pekerja merasa habis kesabaran, kelelahan dan tidak berdaya.
Sebuah penelitian yang mengeksplorasi persepsi psikoterapis
tentang sumber stress dari klien menyatakan beberapa hal seperti klien
yang mengeluarkan kemarahan, tidak termotivasi, tidak memiliki progress
kemajuan dalam proses penyembuhan, dan menghentikan proses
pertolongan secara tiba – tiba merupakan sumber stress (Deutsch 1984)
Ada juga stres yang terkait dengan bahaya fisik yang dihadapi
dalam pekerjaan. Meninjau serangkaian survei dan studi di Inggris, Norris
menyimpulkan bahwa kekerasan adalah bahaya bagi pekerja sosial dan
bahwa, secara proporsional, "pekerja sosial menghadapi risiko yang lebih
besar dibandingkan kekerasan non-militer selain profesi polisi" (1990:17 ).
Buku ini "menyoroti bentuk utama tetapi sebagian besar belum diakui stres
bagi para pekerja sosial" (Norris 1990:168).
Sedangkan pekerja sosial tidak memiliki kesempatan untuk menghindar
dari proses pertolongan dengan klien yang bermasalah sebagai proses
pertahanan diri. Pekerja sosial berkewajiban untuk meneruskan proses
pertolongan.

iii. Konteks pekerjaan sebagai sumber stress


Stress bisa timbul secara alami dari tugas pekerjaan sosial dan
kondisi yang mengelilingi penyelesaian pekerjaan tersebut. Stress juga di
hasilkan dari fakta bahwa tanggung jawab pekerja sosial melebihi
kekuatan mereka dan sumber daya yang ada. Masyarakat mendukung
lembaga kerja sosial karena mereka adalah bagian dari kebutuhan yang
diperlukan dalam kontrol sosial. Mereka mengurangi dampak dari situasi
yang mungkin menyebabkan konflik sosial dan mengurangi efek paling
ekstrim dari disfungsi sosial. Dukungan terbatas diberikan kepada lembaga
yang memungkinkan mereka untuk melakukan fungsi sekunder.

13
Masyarakat tidak bersedia memberikan dukungan yang diperlukan
untuk melaksanakan fungsi-fungsi utama mereka, untuk menyediakan
langkah-langkah yang memadai untuk pencegahan dan rehabilitasi. Karena
itu para pekerja harus menerapkan kebijakan yang mencerminkan
ambivalensi masyarakat terhadap kelompok-kelompok yang meminta
bantuan. Sangat sering apa yang mereka diminta untuk lakukan adalah
bertentangan dengan kesediaan masyarakat untuk menyediakan sumber
daya yang pekerja butuhkan.
Selanjutnya, tidaklah pekerja sosial dan profesi memiliki kekuatan
untuk mengubah masalah patologis dan diskriminasi, pengangguran,
kekurangan perumahan, dan seterusnya, yang secara langsung membatasi
apa yang dapat dilakukan pekerja. Ini adalah hal eksternal yang penting,
yang berada di luar kekuasaan pekerja untuk memperbaiki atau mengubah,
mempengaruhi praktek mereka dan menentukan hasil dari upaya mereka.
Hasil upaya terbaik dari pekerja sosial untuk membantu klien
dalam menghadapi rintangan yang luar biasa, dalam kondisi di luar
kendali mereka, menyebabkan rasa impotensi, frustrasi dan kegagalan.
Sebuah pemahaman yang jelas tentang prestasi sulit didapat.
Terdapat juga stress pada pekerjaan dengan konteks objek yang
ambigu.Mayarakat sering memberikan kepada agensi hal yang tidak baik.
Masyarakat sering tidak menjelaskan apa yang diharapkan dari lembaga
dalam menangani masalah sosial. Pada akhirnya, pekerja memiliki tugas
untuk membuat keputusan dalam menghadapi situasi konflik atau situasi
yang sulit. Haruskah pekerja rumah tangga dipaksa untuk bekerja jika
anak mereka membutuhkan mereka di rumah? Haruskah penjara melayani
tujuan hukuman atau rehabilitasi? Haruskah masyarakat bersama dengan
orang tua bersama merawat anak yang terbelakang? Apakah laki-laki gay
dan lesbian harus direkrut sebagai orang tua angkat? Dalam situasi,
pekerja sering menghadapi stres dalam membuat keputusan dan
mengambil tindakan pada masalah moral dan etika yang baik mereka dan
masyarakat yang masih ragu-ragu.

14
Pekerja di minta untuk menjaga jarak dalam hubungan dengan
klien namun dalam saat bersamaan ia di tuntut untuk menajdi seorang
yang empati, merasakan apa yang di rasakan klien, dan menaruh dirinya
dalam kondisi klien. Dan inilah kondisi yang berlawanan yang
menyebabkan stress.
Pekerja sosial dituntut untuk melihat individualisasi klien, melihat
dia sebagai manusia yang unik. Pada saat yang sama, para pekerja juga di
minta untuk melabel klien untuk penggantian tujuan diagnostik dan tujuan
adminitratif. Ada kebutuhan untuk klien seperti mental menerima mereka.
Proses pelabelan dapat membuat terjadinya dis-individualisasi dan
pemberian stereotip. Ada kebutuhan untuk menerima klien apa adanya
tanpa adanya judge. Pada saat yang sama, para pekerja diharapkan untuk
membuat penilaian tentang perilaku klien, kemampuan klien dalam
memperlakukan sesuatu, motivasi klien, dan manipulasi klien. Pekerja
diminta untuk menerima dan menghormati klien sebagai pribadi, tetapi
menolak untuk perilaku yang disfungsi.Harus menolak dosa, tetapi bukan
orang berdosa. Sulit untuk membuat pemisahan, karena perilaku
merupakan komponen penting dari identitas seseorang. Pekerja diminta
untuk menerima klien apa adanya dan diharapkan dapat membantu
mengubah apa yang tidak dapat diterima tentang dia. Pekerja harus
menyeimbangkan sikap antitesis penerimaan dan harapan perubahan.
Ada stres yang berhubungan dengan tekanan antitesis dalam
menjalin hubungan profesional pekerja dan kliendi satu sisi, dan tradisi
humanistik kita di sisi lain. Hubungan profesional berarti ketidaksetaraan
dalam pengetahuan dan kekuasaan, tradisi humanistik berjuang untuk
kesetaraan dan kolegialitas dalam hubungan. Sebagai profesional kita
"lebih baik" dari klien dalam hal keahlian khusus. Hubungan terapeutik
secara inheren suatu hubungan unequals. Pekerja sosial adalah penolong
dan klien adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan. Tapi perbedaan
ini menyinggung kami, dan kami merasakan tekanan dari disonansi antara
realitas perbedaan kita dan orientasi egaliter.

15
Faktor-faktor yang cenderung memberikan kepuasan dan yang
paling melawan perasaan negatif dalam pekerjaan adalah pengakuan oleh
diri sendiri (diakui oleh orang lain) bahwa pekerjaan telah dilakukan
dengan baik dan terdapat hasil yang diinginkan. Pekerjaan sosial tidak
mengkonfirmasi dirinya. Tidak ada, obyektif diamati, indikasi nyata dari
apakah intervensi telah berhasil. atau putusan juri mendukung klien kami.
Pekerja sosial sering tidak dihargai oleh indikasi yang jelas bahwa telah
terjadi perbedaan dalam intervensi.
Karna pekerjaan telah selesai secara privat maka pekerja sosial
tidak mendapat konfirmasi tentang kompetensi mereka dari profesi
profesional lain yang menyaksikan performa mereka, dan dapat memuji
pekerja. Dokter di ruang operasi dan pengacara di ruang didang dapat di
berikan selamat oleh teman sejawat yang telah mengamati selesai nya
pekerjaann mereka. Performa dari aktor, atlit adn musisi dapat di berikan
tepuk tangan oleh audiens mereka. Tepuk tangan adalah ekspresi terbuka
tentang persetujuan. Di kehidupan nyata, pekerja jarang sekali mendapat
tepuk tangan sebagai konfirmasi kompetensi mereka dari klien. Banyak
klien yang terlalu asik dengan masalah mereka sehingga lupa dengan
perjuangan yang di berikan oleh pekerja dalam menolong mereka.
Pekerja adalah instrumen utama dalam proses pertolongan.
Kegagalan dalam pekerjaan sosial lebih dirasakan secara langsung sebagai
refleksi kemampuan dan kompetensi pekerja sebagai manusia, lebih dari
pekerjaan lain. Hubungan yangfasilitatif adalah kebutuhan jika tidak
menjadi bahan utama dalam kesuksesan kerja. Membangun sebuah
hubungan, bergantung pada jangkauan yang besar terhadap kontribusi
orang lain dalam interaksi.
Gelar seorang pekerja sosial profesional menimbulkan ekspektasi
yang besar yang dapat menghasilkan stress. Seseorang yang memiliki
gelar sebagai mentri atau ulama mendapatkan ekspektasi untuk memiliki
moral yang sempurna dan lebih baik dari seluruh masyarakat. Demikian
pula dengan titel pekerja sosial yang di ekspektasi untuk lebih mampu
menyesuaikan diri, lebih sukses dalam hubungan interpersonal, menjadi

16
orang tua yang lebih baik, dan memiliki hubungan pernikahan yang lebih
kuat dari pada orang lain. Pekerja dapat merasakan tekanan yang membuat
stress dalam menjalani seluruh ekspektasi dalam titel mereka. Ketika
mereka menjalani hubungan yang sulit dengan anak mereka, pekerja sosial
dapat mengalami perasaan gagal dan sangat kecewa.

iv. Organisasi Sebagai Sumber Tekanan dan Stres

Pergolakan organisasi , reorganisasi yang sering dan pergantian


peraturan juga dapat menyebabkan stress. Kebanyakan pekerja dalam
agensi publik mengalami stress saat terjadi pergantian direksi. Karena
kesejahteraan klien terkadang menjadi tidak sesuai dengan kesejahteraan
agensi.

Konflik antara dua orientasi mengarah ke ketegangan antara


institusi yang menuntut sejumlah unit kerja untuk melakukan pekerjaan
sebaik mungkin. Billingsley mengidentifikasi ini sebagai konflik antara
output kuantitatif dan performa kualitatif.
Ada stres yang terkait dengan gaji yang dibayarkan kepada pekerja,
terutama jika ditambah dengan beban kerja tinggi (Rauktis dan Koeske
1994). Memang, pendapatan mungkin tidak menjadi sumber motivasi yang
kuat dalam pilihan pekerjaan sosial. Jenis kepuasan lain memiliki prioritas
yang lebih besar. Namun, jika pendapatan yang cukup tidak menjadi
kepentingan pertama, maka di rasakan oleh sebagian orang sebagai
gangguan saraf yang amat sangat. terutama jika dihadapkan dengan
tuntutan tak henti-hentinya terhadap kinerja . Kita tidak bisa mengabaikan
fakta bahwa gaji sering dianggap sebagai ukuran yang obyektif dari nilai
seseorang untuk masyarakat. Tingkat pendapatan yang lebih rendah
menunjukkan bahwa kita dianggap kurang penting, dan ini membuat sulit
untuk mempertahankan tingkat harga diri. Bayaran menjadi tingkat yang
sangat penting sebagai ukuran kelayakan nilai masyarakat yang objektif
karena tidak ada ukuran yang obyektif lainnya.

17
Sebenarnya gaji tidak sepenting keadilan, yang membutuhkan
pemberian kerja sesuai dengan beban kerja seseorang, kinerja, dan rekan-
rekan kelompok referensi. Sebuah gaji yang adil adalah salah satu yang
menyediakan kompensasi yang wajar untuk melakukan pekerjaan yang
sulit dibandingkan dengan orang lain dengan pendidikan yang sama,
prestasi, dan latar belakang. Pekerja dengan gelar master pekerjaan sosial
(MSW) membandingkan gajinya dan gaya hidup yang sama dengan orang-
orang di profesi lain yang juga telah menginvestasikan enam tahun dalam
pendidikan profesional. Perbandingan ini sering menempatkan pekerja
sosial dalam posisi yang tidak menguntungkan.
Pekerja pada setting yang khusus juga menghadapi stress yang
lebih banyak. Seluruh organisasi ber interaksi dengan lingkungan dimana
mereka berada. Walaupun tidak semua pekerja diminta untuk berinteraksi
secara intim dengan profesi lain. Pekerja sosial pada setting sekunder
seperti pekerja sosial medis di rumah sakit, pekerja sosial pendidikan di
sekolah dan pekerja sosial jiwa di institusi mental walaupun berada pada
tingkatan setara dengan profesi lain, tapi sebenarnya tidak dan terdapat
batas hubungan yang menempatkan mereka di tempat yang lebih rendah.
Ada stres dari yang timbul dalam proses bekerja sama dengan
lembaga lain dalam masyarakat yang berdasarkan nilai-nilai agak tidak
sesuai dengan nilai-nilai yang di patuhi oleh pekerja. Pekerja sering harus
bekerja dengan sistem hukum, sistem pendidikan dan sistem
perawatan,yang melihat masalah-masalah klien mereka dari sudut pandang
yang berbeda. Pekerja menghadapi stres ketika berkomunikasi dalam
suasana yang berbeda dalam melihat point yang sama pada situasi
masalah.

v. Sikap Masyarakat terhadap Pekerjaan Sosial sebagai


Sumber Stres
Pekerja dipengaruhi oleh sikap masyarakat terhadap pekerjaan
sosial dalam melakukan fungsi-fungsi pekerjaannya. Masyarakat selalu
ambivalen terhadap profesi, dan telah terjadi intensifikasi komponen
negatif dari ambivalensi.

18
Didalam sejarah, efektifitas intervensi pekerjaan sosial tidak di
pertanyakan secara kritis. Bahwa intervensi pekerja sosial telah di terima
dan membawa nilai yang baik. Sikap masyarakat kepada pekerja sosial
sangat menghormati, menerima dan memberikan pekerja sosial suatu
kehormatan yang sangat besar.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, beberapa dorongan telah
menantang asumsi-asumsi ini. Beberapa pengacara, sejarawan dan ahli
terapis berpendapat bahwa kebaikan yang tampak adalah bentuk kontrol
sosial untuk intrusi ke dalam kehidupan klien, pelanggaran hak-hak klien
dan penegakan aturan. Mereka berpendapat bahwa, memang, pekerjaan
kita adalah latihan kekuatan dan paternalisme dalam penyamaran.
Daripada bertindak secara simpatik kepada kebaikan klien, mereka
mengatakan, kami mewakili sebuah masyarakat yang benar-benar
menindas dan hasil dari tindakan kita sering jauh dari ramah. Perhatian
kita pada masalah intrapsikis dan interpersonal klien individu dan keluarga
menyarankan bahwa kita "menyalahkan korban" dari patologi sosial dan
kekacauan sosial dan menempatkan beban perubahan pada klien. Dokter
diberitahu bahwa pekerjaan mereka sia-sia dan bahkan destruktif karena
mereka mengabaikan masalah besar rasisme, seksisme dan kegagalan
dalam sistem ekonomi. ini membuat dokter defensif , ambivalen dan
gelisah tentang pekerjaan mereka
Tidak secara universal dianggap sebagai, murah hati dan ramah,
pekerja sosial sekarang lebih sering dianggap sebagai orang yang
membosankan dan mengendalikan. Meskipun kami berniat untuk
membebaskan kehidupan manusia, beberapa orang mengklaim bahwa kita
lebih sering berhasil dalam mendominasi klien kami. Jadi, selama
bertahun-tahun, sikap publik terhadap pekerjaan sosial telah jauh dari
persetujuan, kepercayaan, dan kepercayaan diri melalui pertanyaan
ambivalensi untuk ukuran yang lebih besar dari ketidakpercayaan kritis
dan sinis. Tentu saja, sikap publik masa lalu lebih sedikit menimbulkan
stress bagi para pekerja ketimbang saat ini, sikap yang lebih negatif telah
menjadi. Dengan kekecewaan publik yang berkembang, telah menjadi

19
gangguan yang besar terhadap kemampuan pengambilan keputusan bagi
pekerja oleh kelompok masyarakat yang mewakili klien. Organisasi dari
satu jenis atau berbagai kelompok lain yang mewakili klien, orang tua
asuh, angkat, yang sakit mental cacat, perempuan yang mengalami
kekerasan, obat-obatan, dan lain-lain diberdayakan (atau diberdayakan
sendiri) untuk kontes keputusan pekerja sosial '. Pekerja menghadapi stres
menjelaskan dan mempertahankan keputusan mereka dalam menanggapi
pertanyaan kritis dari grup.

Singkatnya, supervisor yang memberikan supervisi dukungan


harus memahami ketegangan dan stress pekerja di tempat kerja.
Pemahaman tersebut merupakan prasyarat untuk memberikan intervensi
yang berguna. Sumber ketegangan dan stres juga termasuk di dalamnya
faktor seperti supervisi administratif dan pendidikan, klien, sifat dari
pekerjaan itu sendiri, struktur organisasi lembaga sosial dan sikap
masyarakat pada umumnya terhadap pekerjaan sosial dan pekerja sosial .
Pekerja bertemu dengan masalah ambiguitas peran, konflik peran,
pekerjaan yang berat dan ketegangan peran.

C. Kepribadian Pekerja Sebagai Faktor Burn Out


Untuk melaksanakan supervidi dukungan yang efektif, supervisor tidak
hanya harus menyadari berbagai tekanan yang di alami pekerja yang telah
disebutkan di atas tetapi juga harus memahami reaksi pekerja tersebut terhadap
stres. Sebagai supervisor dipandu oleh asesmen diagnostik terhadap kebutuhan
belajar dan mempelajari gaya supervisi dalam supervisi pendidikan, asesmen
diagnostik terhadap kebutuhan dukungan emosional sangat berguna dalam
supervisi dukungan. Untuk pekerja sosial dalam memberikan pelayanan kepada
pasien AIDS misalnya Wade, Beckerman dan Stein (1996:85) menjelaskan
reaksi ini sebagai "berbagai gejala fisik dan emosional dari kesehatan yang
buruk, termasuk virus dari perut, pilek , flu, sakit kepala, kelelahan fisik,
gangguan tidur, kehilangan memori, kurang konsentrasi, suasana hati buruk
mimpi berulang tentang kematian. "

20
Dalam satu stimulus stress yang sama, beberapa pekerja mengalami burn
out dan yang lain nya tidak, dan yang lainnya mengalami tingkatan yang
berbeda dalam burn out. Faktor nya adalah sikap yang di miliki seseorang
dalam pekerjaan nya. (Koeske dan Krik 1995b). Pekerja yang rileks dan tidak
terlalu serius menanggapi pekerjaan dan memiliki penghargaan diri yang tinggi
tidak terancam dengan ancaman kegagalan kerja. Pekerja yang tidak
menghukum dan menuntut dirinya sendiri lebih sedikit menjadi kandiddat yang
mengalami burn out. Sikap lah yang meng mengebalkan pekerja terhadap burn
out. Pekerja yang selalu menyalahkan diri nya terhadap kegagalan pertolongan
juga cenderung rentan mengalami burn out.
Karakteristik citra diri dan banyak orang yang memilih karir sebagai
pekerja sosial sebagai gambar pemahaman, menerima toleran, dan membantu
mereka meningkatkan kerentanan terhadap burn out. Dihadapkan dengan
masalah sulit, banyak pekerja menemukan bahwa mereka semua, bukan
malaikat tapi hanya manusia. Ketika marah, atau kritis tentang klien mulai
muncul ke permukaan, energi dalam jumlah besarmuncul dalam
mempertahankan usaha dalammemlihara citra diri yang elbih di terima. Reaksi
ini sering intensif ketika klien berasal dari ras dan gender yang berbeda
membuat pekerja merasa menjadi seorang yang rasisme atau seksisme.
Bagi beberapa pekerja, pekerjaan adalah hal yang paling penting dalam
hidup mereka, dan menjadi prioritas di atas kepentingan lain. Bagi yang lain,
pekerjaan lebih ke aspek tambahan dalam kehidupan mereka. Seorang pekerja
yang telah membangun hidupnya untuk pekerjaan lebih mungkin untuk risiko
burnout. Menginvestasikan dirinya sendiri dalam pekerjaan, lebih mungkin
membuat dirinya kecewa dan depresi jika ada pekerjaan yang salah. Pekerja
yang mengalami kesulitan memisahkan pekerjaan dari sisi hidup mereka atau
tidak mampu untuk menyekimbangan antara idealisme dan realisme adalah
kandidat untuk mengalami burn out.

Pekerja yang memiliki investasi sedikit dalam pekerjaan mereka, yang


tidak kuat orientasinya dalammencari pemenuhan emosional dari kontak klien
nya, yang cenderung membuat situasonal daripada kegagalan pribadi dalam

21
pekerjaan mereka, atau penerimaan aturan secara birokratik , cenderung kurang
perlu mendapatkan supervisi dukungan. Sifat dari orientasi mereka
mempertahankanurusan emosional yang mengganggu pekerjaan mereka.

Seorang pekerja yang peduli tetapi tidak terlibat secara emosional


dalam pekerjaan, yang puas ketika memenuhi standar minimum, dan terutama
berkaitan dengan penghargaan ekstrinsik seperti pembayaran, kemajuan
pekerjaan, ruang kantor yang diinginkan kemungkinan sedang memerlukan
supervisi dukungan ketika ditemui dalam beberapa situasi yang mengancam
keamanan kerja.

Sedangkan pekerja yang sangat idealis, mandiri , individualis lebih


cenderung membutuhkan supervisi dukungan. Mereka sangat terpengaruh
dengan konflik dan ketidak sesuaian antara pelayanan apa yang harusnya di
terima klien dan apa yang sudah mereka lakukan. Mereka sangat sensitif
terhadap konflik etis dalam pekerjaan mereka dan sangat terpengaruh dengan
impuls yang membuat frustasi . Mereka jengkel terhadap kebutuhan dalam
pemenuhan kebutuhan organisasi . Mereka membutuhkan supervisi dukungan
terhadap konflik , ketidaksesuaian dan kekecewaan. Semakin berdedikasi
seorang pekerja, maka ia semakin membutuhkan supervisi dukungan.

Pekerja yang memiliki profesionalitas yang tinggi sangat rentan


mengalami kegagalan yang tak terelakkan. Pekerja yang melakukan yang
terbaik dalam pekerjaan sosial lebih mudah mengalami perasaan bersalah
terhadap supervisor. Maka supervisi dukungan membantu pekerja untuk tidak
menanggapi kegagalan tersebut terlalu serius.

Pekerja dengan mobilitas yang tinggi dan berorientasi pada


penghargaan sangat membutuhkan jaminan dari supervisi dukungan bahwa
mereka telah melakukan pekerjaan dengan baik. Kebanyakan mereka sangat
membutuhkan supervisi dukungan dalam menghadapi kegagalan mereka.

D. Implementasi Supervisi Dukungan

22
Setelah belajar untuk mengidentifikasi burn out dan memahami faktor-
faktor yang perkembangannya, supervisor memiliki tanggung jawab untuk
mengatasi masalah dengan cara yang dapat mencegah perkembangan dan
mengurangi efek stres dan ketegangan. Supervisi dukungan sering dilakukan
bukan sebagai kegiatan terpisah, namun secara sebagai bagian dari supervisi
pendidikan administrasi. Menugaskan suatu pekerjaan, meninjau pekerjaan,
atau pelatihan untuk pekerjaan dapat dilakukan dengan supervisi.Fungsi dari
supervisi pendidikan dan administrasi dapat dilakukan dengan cara
mengkomunikasikan rasa hormat, ketertarikan dan penerimaan terhadap
supervisee tersebut. Seperti yang kita bahas sebelumnya, konsekuensi dari
supervisi administratif dan supervisi pendidikan yang baik dapat mendukung
struktur dan keterampilan yang mereka tawarkan supervisee.
Supervisi administratif, pendidikan dan dukungan masing – masing
memilikki efek secara langsung dan tidak langsung dalam terjadinya burn out.
(Itzhaky dan Aviad-Hiebloom 1998). Jika supervisi administratif tidak dapat
meredakan burn out dengan mengurangi ambiguitas dan konflik peran maka
supervisi dukungan dan pendidikan dapat membantu. Menggunakan supervisi
dukungan dalam menerima pencapaian seseorang , meningkatkan performa
pekerjaan dan peningkatan kompetensi pada supervisi pendidikan memberikan
rasa pencapaian, membuat pekerjaab lebih berarti dan membawa kepada
kepuasan pekerjaan.

Ketersediaan supervisor seperti yang meyakinkan dan mendukung.


Sebuah studi kuesioner dari reaksi pemantauan pekerja menunjukkan bahwa
ketersediaan dan keteraturan supervisor kontak yang berkorelasi dengan
kepuasan tingkat pengawasan dan dirasakan kegunaan hubungan (Shulman,
1982:27-28). Sebuah replikasi dari penelitian ini menyimpulkan bahwa
ketersediaan supervisor dikaitkan dengan peringkat keterampilan pemantauan
pekerja, kepercayaan diri, hormat, kebaikan, dan stres moral dalam posisi
pekerjaan sosial (Shulman, 1991).

23
Yang dapat di lakukan supervisor dalam menghadapi peningkatan stress
dan tegangan yang dapat membuat terjadinya burn out adalah :

1. Pencegahan Stress
Pada awalnya, kemungkinan burn out dapat dikurangi dengan
kinerja yang efektif dari supervisor administratif dalam perekrutan dan
pelatihan. Hal ini memungkinkan pemilihan personil untuk menjadi lebih
sesuai antara pemohon dan pekerjaan yang harus dilakukan.
Memberikan informasi yang akurat tentang pekerjaan
memungkinkan para pelamar untuk mengambil keputusan yang lebih
obyektif, apakah ini adalah jenis pekerjaan tersebut sesuai dengan
kebutuhan dan harapan mereka. Sebagai konsekuensi nya, pelamar yang
merasa kesulitan atau tidak sesuai dengan pekerjaan tersebut akan
mengeluarkan diri.
Tapi informasi yang akurat dan obyektif tentang pekerjaan juga
berguna bagi mereka yang memutuskan untuk menerima posisi. Setelah
membuat jelas apa yang dapat mereka harapkan, pekerja yang baru tidak
akan kecewa dan frustrasi ketika mereka menghadapi realitas pekerjaan.
Pekerja terkadang ragu-ragu untuk melaporkan insiden kekerasan
atau ancaman kekerasan karena itu dapat menyiratkan kegagalan mereka
dalam berinteraksi dengan klien. Mereka khawatir bahwa mereka mungkin
telah melakukan sesuatu untuk mencampuri, mengganggu, atau
menggagalkan klien (Norris 1990). Akibatnya, supervisor perlu untuk
membantu supervisees mengkomunikasikan pengalaman seperti itu tapi di
samping itu, membantu supervisee mengenali sinyal bahaya tentang
kekerasan sehingga dapat mencegah stress tersebut.

2. Mengurangi dan Memulihkan stress


Supervisor dapat membantu mengurangi stres yang mempengaruhi
pekerja atau mengalihkan pekerja sementara dalam situasi stres. Prosedur-
prosedur ini adalah analogi terhadap prosedur modifikasi lingkungan
dalam bekerja dengan klien. Supervisor dapat mengatur pengurangan
sementara jumlah kasus atau pemindahan sementara kepada klien dengan
jumlah kasus yang lebih sedikit.

24
Konferensi, lembaga, dan lokakarya tidak hanya memberikan
pembelajaran dan merangsang kontak personal tetapi juga memungkinkan
pekerja untuk melepaskan diri dari kantor dan beban kasus. Itu semua
dapat di lakukan untuk memindahkan pekerja dari stress. Supervisor dapat
memberikan waktu istirahat sebagai langkah untuk mengurangi
ketegangan. Sebuah liburan di tengah minggu atau di sore hari setelah
menjalani pagi yang sulit mungkin diperbolehkan, dalam jangka waktu
yang dapat membuat supervisee kembali pulih dan dapat mengontrol stress
nya.
Memberikan jadwal kerja yang fleksibel dan mengatur pertemuan
untuk sharing pekerjaan adalah salah satu prosedur penanggulangan stress.
Membantu pekerja meng organisir pekerjaan mereka, memprioritaskan
pekerjaan dan membolehkan batas waktu penanganan kasus ditunda oleh
supervisor dapat membantu juga mengurangi peningkatan stress.
Supervisor dapat menghapus stres pekerja dengan memperluas lapangan
kerja, diversifikasi pekerjaan dan rotasi pekerjaan. Seperti yang di katakan
oleh Davis dan Barrett (1981:59), "Rotasi pekerja untuk memberikan
alternatif pelayanan dalam agensi dapat digunakan untuk menghilangkan
stres."
Upaya pengayaan pekerjaan untuk membantu para pekerja
menemukan makna lebih dalam suatu tugas yang diberikan, dan
diversifikasi pekerjaan melibatkan peningkatan berbagai tugas yang
berhubungan dengan pekerjaan. Pekerja sosial mungkin akan ditugaskan
untuk bekerja dengan kelompok-kelompok, mengajar di rumah-pembuat
atau orang tua asuh, terlibat dalam pekerjaan yang berhubungan dengan
penelitian atau menulis laporan yang berhubungan dengan pekerjaan
administratif.Penggantian tugas lapangan kepada tugas di dalam kantor
dengan sementara mengurangi kontak dengan klien dapat membuat
pekerja sosial bernafas lega dan mengisi daya emosional nya.
Sejumlah beban kasus dapat membuat stres, dan supervisor dapat
memperbaiki situasi ini dengan membantu pekerja untuk memprioritaskan
kasus. Beberapa mungkin perlu mengurangi intensifitas kontak dengan

25
orang lain. Mungkin berguna juga ketka memberikan izin untuk
menyediakan tingkat layanan yang berbeda kepada klien.Dalam upaya
untuk lebih spesifik dalam membantu pekerja mengatasi perkembangan
ketegangan, supervisor di beberapa lembaga membentuk seminar
manajemen stres. Ini mungkin termasuk instruksi tentang biofeedback,
meditasi, atau teknik relaksasi.
Supervisor juga dapat memberi dukungan dengan menceritakan
tentang kesulitan yang pernah di alaminya kepada supervisee. Agar para
pekerja belajar untuk menerima kegagalan dan tidak terlalu risau dan
merasa tidak mampu. Pekerja mungkin merasa kacau dengan masalah
yang dihadapinya dengan klien. Dan mendiskusikannya dengan seorang
supervisor yang tenang mengenai situasi tersebut dapat sangat
memberikan dukungan . Beberapa ketenangan yang dimiliki supervisor
dikomunikasikan kepada pekerja. Orientasi dukungan mendorong ekspresi
perasaan dalam dirinya sendiri. Di duga bahwa kecemasan berkurang
dengan eksternalisasi atau ekspresi terbuka terhadap perasaan cemas.
Supervisor yang melihat adanya ketegangan pada diri supervisee
terhadap jadwal pengunjungan keluarga selanjutnya, pertemuan grup
selanjutnya, dan konferensi penanganan kasus dapat memberikan
pernyataan yang mendukung seperti “ Apa yang kau rasakan terhadap
pertemuan ini ?” atau “ kamu terlihat kacau dan takut dengan pertemuan
yang akan kamu lakukan, apakah kamu mau menceritakan nya ?”
Pekerja sosial juga mendapatkan banyak tekanan yang membuat
stres. Bekerja dalam situasi ketidakpastian, harus berurusan dengan
kurangnya pengetahuan dan sering dengan faktor-faktor tak terkendali
dalam lingkungan yang menentang perubahan akan membuat stres.
Pekerja sosial memiliki tekhnik untuk mengelola stres yaitu proses
supervisi. Supervisi adalah cara berbagi beban ketidakpastian, dan untuk
mendapatkan dukungan dalam konteks praktek di mana keputusan hampir
selalu dibuat dengan informasidan pengetahuan yang tidak lengkap.
Melalui supervisi, para pekerja dibantu untuk berbagi tanggung jawab

26
untuk membuat keputusan. (Brearley 1982:136, 139; lihat juga Shapiro
1982)
Mayer dan Rosenblatt (1973a, 1973b) dalam studi mereka tentang
stres di kalangan pekerja sosial, menemukan bahwa pekerja baru memiliki
ekspektasi yang realistis dari apa yang dapat di lakukan oleh pekerja
sosial. Ketika perasaan mereka yang terlalu optimis bertemu kegagalan,
maka para pekerja cenderung menyalahkan diri sendiri. Supervisor dapat
memberikan pembebasan dr tuduhan dari praktik profesional yang
mengurangi kebersalahan memaafkan kegagalan. Supervisor membantu
mereka dari perasaan yang terlalu idealis kepada perasaan realistis tentang
kapasitas dan kemampuan mereka, tekhnologi sosial dan klien. Langkah
ini dapat mengurangi kecemasan dan rasa bersalah. Supervisor
mengesahkan keterbatasan ekspektasi, menghilangkan tanggung jawab
atas kegagalan dan mengurangi rasa kecemasan.
Salah satu aspek penting dari supervisi dukungan berkaitan dengan
apa yang Stelling dan Bucher identifikasi sebagai kosakata realisme.
"Belajar untuk menghadapi kegagalan dan kesalahan manusia dapat dilihat
sebagai bagian dari proses memperoleh orientasi profesional dan kerangka
acuan untuk profesi pekerjaan " (Stelling dan Bucher 1973:673).
Kosakata realisme membantu pekerja mengatasi stres dalam
restrukturisasi kognitif dalam pendekatan terhadap pekerjaan. Hal ini
membantu mengurangi tekanan dari tuntutan pekerjaan, memberikan
sanksi atas perhatian terpisah dan jarak psikologis dari klien. Ini merevisi
ekspektasi sehingga mereka kurang idealis dan lebih realistis dan
mengurangi perasaan kegagalan ketika itu terjadi. Supervisor membantu
supervisee untuk menerima kenyataan kesalahan dan ketidaksempurnaan
manusia, keterbatasan teknologi dan fakta bahwa semua pendekatan
kadang efektif namun tidak sepanjang waktu.

Supervisor dapat memberikan pernyataan yang dapat membantu


supervisee mermodifikasi stress yang dialaminya melalui restrukturisasi
kognitif (Itzhaky-Hiebloom dan Aviad, 1998).

27
 Saya harus membuat keputusan yang tepat, atau sesuatu
yang mengerikan akan terjadi pada klien
 Saya sendiri tidak pernah bosan atau marah atau tidak sopan
kepada klien
 Saya selalu mencoba untuk membantu jika diminta, bahkan
jika saya perlu mengesampingkan kebutuhan pribadi saya
 Ketika klien gagal untuk membuat kemajuan, saya
melakukan sesuatu yang salah.
 Aku harus menjadi model kesehatan mental
 Saya harus menunjukkan ke supervisor saya betapa
hebatnya saya.

Supervisor mengkomunikasikan ide-ide untuk membantu


supervisee, untuk menjadi lebih realistis tentang pekerjaan, seperti
"Pengetahuan tidak selalu mengarahkan kepada solusi," "Realitas sering
ditandai oleh kecenderungan yang bertentangan dan saling bertentangan,"
dan "perubahan kecil , yang adalah semua yang sah dapat berharap, yang
menang besar, sehingga Anda dapat mengambil kepuasan dalam
melakukan dengan baik dari waktu ke waktu. "

Supervisor mengurangi ketegangan dengan membantu pekerja untuk


menyelesaikan masalah peran . Jika pekerja bingung antara menyelesaikan
laporan dan membantu klien dalam situasi darurat, supervisor dapat
menunda laporan tersebut sehingga pekerja dapat mencurahkan perhatian
penuh pada kebutuhan klien. Supervisor dapat menanggulangi kecemasan
dengan memberikan pekerjaan yang lebih prioritas.Seorang pekerja sosial
yang baru terkadang merasa ragu terhadap kemampuan nya untuk
membantu klien. Supervisor dapat melakukan universalisasi dengan
berbagi fakta bahwa sebagian besar pekerja baru juga merasa seperti ini,
namun dia telah mampu membantu orang lain, dia memiliki keyakinan
pada kemampuan pekerja untuk belajar, dan bahwa ia akan tersedia untuk
membantu.

28
Supervisor yang bertanggung jawab dalam supervisi dukungan,
berusaha untuk menyediakan pekerja kesempatan untuk mengalami
keberhasilan dan prestasi dalam kinerja tugas profesional dan memberikan
kesempatan untuk meningkatkan fungsi independen. Herzberg, Mausner
dan Snyderman (1959) menemukan bahwa perasaan penghargaan dan
tanggung jawab adalah dua sumber yang paling kuat dari kepuasan kerja.
Kedua membantu orang merasa baik tentang pekerjaan yang mereka
lakukan.

Supervisor dapat memuji dan mendukung kinerja pekerja yang baik


dan mengkomunikasikan kepada agensi untuk mengapresiasi pekerjaan
pekerja. Shortwritten komunikasi dapat membantu. Bisa jadi dengan
menggunakan "memo ucapan selamat," dari atasan yang di taruh di kotak
surat.Pujian dari supervisor sangat memuaskan dan membanggakan
karena datang dari seseorang supervisor yang teridentifikasi sebagai orang
yang mampu membuat penilaian yang valid. Ketika bercerita dengan
supervisor yang mengapresiasi maka para pekerja tahu bahwa mereka
berbicara dengan seseorang yang memahami kesulitan tugas yang telah
mereka capai.

Supervisor harus memenuhi dua kriteria penting dalam proses


supervisi dukungan yaitu: dia harus menjadi ahli dalam bidang pekerjaan
sosial dan kejujuran serta integritas nya dapat dipercaya. Dengan kata lain,
orang itu harus memahami kompleksitas pekerjaan yang di lakukan dan
cukup berani untuk memberikan umpan balik yang jujur. Dukungan dari
pasangan atau teman dapat memberikan dorongan, tapi mungkin tidak
sebagai dukungan yang sangat berarti dari seseorang yang bisa menghargai
kerumitan teknis dari pekerjaan kami. (Pins 1982:158).

E. Rekapitulasi dan beberapa keberatan


Pada umumnya, dalam melaksanakan tanggung jawab dalam supervisi
dukungan, supervisor menggunakan model intervensi yang mencirikan
psikoterapi dukungan. Supervisor bertindak untuk mencegah stres,

29
mengurangi stres atau memindahkan stres dari pekerja. Supervisor memuji
upaya pekerja, meyakinkan dan mendorong, memberikan kepercayaan diri ,
me universalisasi masalah pekerja, menguatkan kekuatan mereka, berbagi
tanggung jawab atas keputusan sulit ,mendukung keputusan pekerja,
mendengarkan dengan penuh perhatian dan kebajikan, menawarkan
kemungkinan pelepasan katarsis. Semua ini terjadi dalam konteks hubungan
yang positif ditandai oleh rasa hormat, empati, pemahaman, penerimaan,
simpatik dan kepedulian memandang pekerja sebagai pribadi. Pujian,
jaminan, dorongan (komentar dukungan yang diungkapkan oleh
supervisor)memberikan efek yang signifikan pada supervisee datang dari
seseorang yang bernilai tinggi.
Supervisor juga tidak boleh mengesampingkan pentingnya gaji dan
tunjangan bagi para pekerja untuk dapat memberikan kepuasan kerja dan
mengurangi stress. Sebagai konsekuensi nya maka supervisor juga harus
menjadi advokat aktif dalam manajemen peningkatan gaji terhadap
pekerja.Harus diakui, walaupun hubungan supervisi tidak cukup kuat untuk
menghilangkan rasa ketidakpuasan dan konflik terkait dengan pekerjaan yang
berasal dari sifat dari pekerjaan itu sendiri dan kondisi pekerjaan nya.
Beberapa ketidakpuasan juga melekat dalam struktur agensi, tugas pekerjaan
sosial, ketersediaan tekhnologi profesional dan posisi profesi pekerjaan sosial
pada masyarakat modern.Ini akan meminta untuk supervisi agar lebih mampu
mencapai hubungan yang baik untuk menghilangkan ketidakpuasan kerja,
kekecewaan pekerja dan omset pekerja. Ini adalah bagian dari kosakata
realisme untuk supervisor.
Karena penekanan pada stress dan ketegangan yang terkait dengan
pekerjaan pekerja sosial, ada bias negatif yang jelas terhadap materi yang
disajikan di atas. Karena keyakinan kita dalam pentingnya kontribusi positif
yang diberikan pekerja sosialdalam kehidupan masyarakat, catatan sisipan
tampaknya diperlukan. Faktanya adalah jika di jelaskan bahwa stres dan
ketegangan adalah nyata, sebagian besar pekerja sosial tidak mengalami burn
out, dan kebanyakan menemukan kepuasan yang besar dalam pekerjaan
mereka.

30
Perbandingan rata – rata nilai untuk tingkat kebosanan dan burn out
untuk berbagai profesi pelayanan manusia, menunjukan bahwa pekerja sosial
memiliki nilai rata – rata tinngi namun masih di bawah level pendidikan dan
perawat (Pines, Aronson dan Kafry 1981:208,A.3) . Menurut Soderfeldt dan
Warg 1995, frekuensi pekerja sosial menderita burn out lebih kurang dari
pekerjaan lainnya yang sebanding.

F. Nilai-Nilai Dalam Supervisi: Temuan Penelitian

Ada studi yang menunjukkan efek positif dari supervisi dukungan.


Sebuah studi eksperimental menguji efek dari dukungan dan tidak ada
dukungan dalam supervisi (Blane, 1968). Mahasiswa yang telah menjalani
proses supervisi dukungan menunjukkan perubahan yang signifikan dalam
pemahaman empatik setelah dibandingkan dengan skor sebelum dan sesudah
supervisi. Siswa yang tidak menjalani supervisi dukungan, tidak mengalami
perubahan.Studi lain meneliti dampak yang berbeda dari kedua pendekatan
dan menunjukkan bahwa supervisi yang tidak mendukung cenderung
menggeser fokus perhatian dari klien ke dirinya sendiri (Davidson dan
Emmer, 1966). Blau (1960) menyimpulkan bahwa penurunan tingkat
kecemasan pekerja hasil dari supervisi dukungan dikaitkan dengan prosedur
lembaga dan mendorong layanan yang lebih baik kepada klien.
Penelitian yang tersedia juga mendukung asumsi bahwa supervisi yang
baik mengurangi frekuensi burn out. Asosiasi perencanaan Barkeley (1977),
sebuah organisasi riset, meneliti kinerja pekerja di sebelas pelayanan
perlindungan di seluruh Amerika Serikat. Membandingkan perbedaan tingkat
burnout di kalangan pekerja di instansi yang berbeda, mereka menyimpulkan
bahwa sifat dari supervisi yang disediakan adalah penentu utama dari tingkat
terjadinya burn out. "Ditemukan pekerja yang tidak mengalami supervisi
dukungan , memiliki tingkat burn out yang tinggi. Supervisi yang baik sangat
penting untuk kinerja dan kepuasan pekerja "(Berkeley Perencanaan
Associates, 1977:57). Ketika pekerja mendapatkan supervisi yang tidak
memadai, kepemimpinan yang tidak memadai dan komunikasi yang tidak
memadai, maka frekuensi burn out meningkat. Struktur supervisi yang

31
memadai, dukungan dan penyediaan informasi secara tepat, sangat berkaitan
dengan rendahnya tingkat kejenuhan (Armstrong, 1979).

Dalam sebuah penelitian stres yang dialami oleh 183 pekerja dan
supervisor di sebuah lembaga kesejahteraan umum, Munson (1983:217)
menyimpulkan bahwa supervisi dukungan adalah bantuan efektif dalam
melawan burn out. Sebaliknya, proses supervisi yang buruk berkaitan dengan
peningkatan risiko burn out. Dalam sebuah survei terhadap 183 pekerja ,
Gillespie dan Cohen (1984) menemukan bahwa burn out terkait dengan
kegagalan supervisor untuk memberikan dukungan dan bantuan teknis untuk
pekerja. Sebuah studi kuesioner pada empat puluh staf perawatan di lembaga
psikiatri mengungkapkan sikap kelelahan, gangguan emosional dan sinisme
terhadap klien secara negatif berkorelasi dengan dukungan sosial dari
supervisor dimana dukungan dari atasan ternyata menjadi faktor mediasi
dalam meminimalkan efek negatif dari lingkungan kerja dan
direkomendasikan sebagai strategi untuk mencegah burn out (Sullivan,
1989:9091).

Dalam studi lain, pekerja sosial mengidentifikasi lebih banyak


dukungan dan penghargaan dari supervisor sebagai salah satu faktor utama
yang menjadi penghilang stres di tempat kerja (1989:15 Gibson, McGrath dan
Reid, Tabel 7).Supervisor dianggap sebagai salah satu tokoh kunci dalam
jaringan dukungan sosial diantara rekan sejawat dan teman-teman, seperti
yang dilaporkan oleh pekerja di pelayanan kemanusiaan (pinus 1982:157).
Semakin banyak dukungan yang ada maka semakin berkurang frekuensi burn
out.Jaringan dukungan didefinisikan sebagai orang-orang yang menjalin
hubungan interpersonal yang dapat digunakan untuk menyediakan bantuan,
emosional dan sumber daya bila diperlukan, memberikan komentar dan
dengan siapa kita berbagi nilai dan standar (pinus 1982:156).

G. Sumber Dukungan Tambahan untuk Supervisee


- Klien

32
Supervisor bukan satu-satunya sumber dukungan untuk supervisees
dalam menangani tekanan yang dihadapi pada pekerjaan. Klien dapat
menjadi sumber dukungan juga stres. Dalam respon mereka terhadap
pekerja dan layanan yang ditawarkan oleh para pekerja, mereka
mengkonfirmasi kompetensi pekerja dan memberikan rasa kelayakan diri.
Menghargai komentar mengenai upaya para pekerja adalah sesuatu yang
mendukung. Perubahan klien kepada keadaan yang lebih baik memberikan
pekerja perasaan telah berhasil dalam proses pertolongan nya.

- Teman Sejawat / kelompok sebaya

Teman sejawat dari supervisee juga merupakan sumber tambahan


dukungan untuk dalm membantu pekerjaan supervisor dalam memberikan
dukungan. Pekerja mendatangi teman sejawat mereka yang dirasa nyaman
untuk berbicara tentang ketidakpuasan mereka, keputus asaan, keraguan
tentang pekerjaan , mengungkapkan perasaan cemas tentang kinerja yang
tidak memadai dan perasaan bersalah tentang segala kesalahan. Teman
sejawat dalam pekerjaan dapat menjadi sumber daya utama yang di
datangi pekerja untuk berbicara tentang kekhawatiran tersebut. Mereka
adalah orang yang memahami situasi pekerjaan dandapat mendiskusikan
masalah dari sudut pandang yang sama.Selain itu, mereka tidak memiliki
kekuasaan administratif untuk mengevaluasi pekerja. Akibatnya pekerja
mungkin merasa lebih bebas dalam berbagi keraguan dan ketidakpuasan
dengan sesama pekerja dibandingkan dengan supervisor. Kelompok teman
sebaya memiliki keuntungan tambahan yaitu jarak sosial yang minimal,
sehingga tidak harus membuat sebuah janji dengan rekan kerja.
Dalam memberikan supervisi dukungan, supervisor juga dapat
memobilisasi sumber daya bantuan kepada teman sejawat. Supervisor
dapat menstimulasiinteraksi teman dengan temanyang saling mendukung,
mendorong terjadinya koperasi dan hubungan timbal balik antar staf yang
dapat memperkuat kegiatan supervisie.Supervisie dapat memfasilitasi

33
pengembangan sistem interaksi antar teman sejawat dengan membuat
supervisi kelompok dan sering mengadakan pertemuan. Supervisor juga
dapat mendorong interaksi antar teman yang saling mendukung dengan
membantu mengorganisasi supervisi kelompok dan konsultasi.

Meskipun dukungan teman sejawat merupakan sumber daya


penting, supervisi dukungan memiliki beberapa kelebihan yang tidak
tersedia pada kelompok dukungan sebaya. Tidak seperti teman, supervisor
memiliki kekuasaan dan otoritas untuk membuat perubahan dalam situasi
pekerja untuk meredakan stress. Menjadi penanggung jawab untuk
mengevaluasi kinerja pekerja, dan pernyataan dukungan dari supervisor
memiliki dampak yang lebih kuat daripada pernyataan teman sejawat.

- Jaringan Dukungan Sosial

Jaringan dukungan sosial yang dimiliki oleh supervisee jugadapat


membantu proses supervisi. Meskipun keluarga dan teman-temanjuga
memberikan dukungan, namun kurangnya pengetahuan mereka tentang
situasi pekerjaan sosial juga membatasi dampak dari dukungan
tersebut.Karena stresberasaldari tempat kerja, maka tempat kerjaadalah
konteksterbaik untuk mengatasi stres.Supervisor yang memiliki
pengetahuan yang memadai tentang lingkungan kerja maka
supervisordapat memberikan umpan balik yang paling relevanuntuk
membantupekerja.Tidak sepertikeluarga dan teman, supervisorjuga dapat
langsung menangani pekerjaan yang menyebabkan stress.

Agar efektif, dukungan sosial perlu secara langsung berhubungan


denganstres yang menjadi sumberdari ketegangan. Kekhususan dukungan
yang datang dari supervisor pada stress kerja, tentu memberikan efek
dukungan yang lebih signifikan. Dalamanalisis akhir, makameskipun
sumber dukungan tersedia namun supervisoradalah sumber daya
terbaikuntuk mengatasi stress dalam pekerjaan supervisee.

- Adaptasi/ penyesuaian dari supervisee

34
Supervisi dukungan harus dibantu dengan kapasitas pekerja untuk
menyesuaikan diri. Tujuan merekaadalah untuk menentukanjenisperilaku
apa yangakan mendapatkanpenerimaan dan mana yang menimbulkan
penolakan.Superviseestelah mengembangkan pertahanan diri yang dapat
menyesuaikan diri terhadap ancaman dankecemasan yang ada.

I. Permainan supervisee

Sebagian besarrmateri dalambagian iniawalnya muncul dalam


artikel "Games People Play in Supervison, “ Pekerjaan Sosial13[1968]:
23-32. Hal inidikutipdengan izindari Asosiasi Nasional Pekerja Sosial.

a. Manipulasi Tingkat Permintaan

Seri permainan ini dirancang untuk memanipulasi tingkat


permintaan yang dibuatoleh supervisee.Permainan itu dikenal
sebagai“two againts the agency or seducing for subversion”.
Permainan dimainkan dengan cerdas secara intuisi oleh supervisees
berbakat yang tidak sabar dengan prosedur rutin lembaga. Formulir,
laporan, ketepatan waktu, dan pencatatan, membangkitkan kebencian
mereka. Para supervisee memperkenalkan permainan dengan
mencatatkonflik antara orientasi birokrasi dan profesional pada
pekerjaan di dalam agensi tersebut. Orientasi birokrasi ini berpusat
pada apa yang dibutuhkan untuk memastikan kegiatan lembaga
beroperasi secara baik dan orientasi profesional difokuskan pada
pemenuhan kebutuhan klien.
Supervisee mengemukakan bahwa bertemu dengan klien lebih
penting dari pada menghabiskan waktu dalam proses pencatatan,
mengisi formulir, dan menulis laporan sangat menghabiskan waktu
untuk bekerja secara langsung dengan klien. Apakah karena itu tidak
mungkinuntuk mengizinkan pekerja, orang yang sangat intuitif dan
berbakat,untuk jadwal dan mengalokasikan waktunya untuk

35
memaksimalkan keuntungan klien, dan apakah boleh supervisor
kurang peduli tentang pekerjaan mengisi formulir, melakukan
rekaman, menyelesaikan laporan,dan sebagainya?
Dibutuhkan dua orang untuk bermain game (Hagler dan Casey
1990). Supervisor diinduksi untuk memainkan permainan ini karena ia
mengidentifikasi dengan perhatian supervisee dalam memenuhi
kebutuhan klien, supervisor telah sering marah terhadap tuntutan
birokrasi dan awalnya bersimpati terhadap keluhan supervisees, dan ia
ragu-ragu untuk memberikan otoritas untukmemenuhi persyaratan ini.
Jika supervisor memilih untuk bermain game, maka ia dengan
supervisee ingin menumbangkan prosedur administratif lembaga.
Permainan lain yang dirancang untuk mengontrol tingkat tuntutan
permintaan yang dibuat oleh supervisee disebut “Be nice to me,
because iam nice to you “taktik utama dalam permainan ini adalah
sanjungan, termasuk pujian seperti "Anda adalah supervisior terbaik
yang pernah saya miliki," "anda begitu cepat mengerti dan setelah
saya berbicara dengan anda saya hampir tahu apa yang klien akan
katakan selanjutnya," "anda sangat konsisten dalam membantu ""
Saya berharap di masa depan untuk menjadi pekerja sosial yang baik
seperti Anda, "dan seterusnya. Ini adalah permainan pemerasan
emosional di mana, yang telah dibayarkan dalam jenis koin,
Supervisior menemukan dirinya sendiri tidak mampu untuk menahan
pekerja secara tegas untuk menjalankan tuntutan lembaga.
Supervisor merasa sulit untuk menolak terlibat dalam permainan ini
karena sangat menyenangkan dianggap sebagai seseorang yang
bijaksana : ada kepuasan ketika dianggap bermanfaat dan dipilih
sebagai contoh untuk identifikasi dan emulasi. Undangan untuk
memainkan permainan yang cenderung untuk meningkatkan konsep
diri positif dan kebutuhan narsistik akan seseorang, kemungkinan
akan diterima.

36
Secara umum, supervisor rentan terhadap undangan untuk
memainkan permainan ini. Supervisor membutuhkan supervisee
seperti supervisee membutuhkan supervisor. Salah satu sumber utama
kepuasan bagi pekerja adalah kontak dengan klien. Tetapi supervisor
harus menolak sumber supervisor. Karena kepuasan sejati seorang
supervisor adalah membantu supervisee untuk tumbuh dan berubah.
Tapi ini berarti bahwa ia harus melihat ke supervisee untuk
memvalidasi efektivitas nya. Tetapi kriteria obyektif untuk efektivitas
jelas dan samar-samar. Untuk memiliki supervisee agar mengatakan
"Saya telah belajar banyak dari Anda" atau "Kamu telah membantu"
adalah jenis jaminan yang dibutuhkan dan sering secara halus diminta
oleh pengawas. Para supervisee yang perseptif memahami dan
memanfaatkan kebutuhan pengawas untuk memulai permainan ini.

b. Mendefinisikan kembali sebuah hubungan

Permainan kedua dirancang untuk mengurangi permintaan oleh


supervisee dengan mendefinisikan kembali hubungan supervisi.
Permainan ini tergantung pada ambiguitas dalam mendefinisikan
hubungan supervisi, itu terbuka untuk berbagai penafsiran dan dalam
beberapa hal penting, menyerupai hubungan analog. Salah satu jenis
redefinisi adalah pergeseran dari hubungan guru dan peserta didik
dalam hirarki administrasimenjadi hubungan antara pekerja dan klien
dalam konteks terapi. Permainan disebut “protect the sick and the
infirm or treat me, don’t beat me”. Supervisee lebih suka mengekspos
dirinya sendiri daripada pekerjaannya, sehingga dia meminta
Supervisor untuk membantu dalam memecahkan masalah pribadi nya.
Pemain yang hebat biasanya menghubungkan masalah ini dengan
kesulitan pada pekerjaan. Jika terjemahan untuk pekerja dan klien
telah dibuat, maka sifat tuntutan akan bergeser. Supervisee telah
mencapai hasil dalam suatu pelunakan tuntutan, dan karena begitu

37
banyak waktu yang dihabiskan membahas masalah pribadinya, hanya
akan tersisa sedikit waktu untuk membahas pekerjaan-nya.
Supervisor masuk untuk bermain karena permainanmenarik
bagipekerja sosial(karenadia adalah seorang pekerja sosial sebelum ia
menjadi supervisor dan masih tertarik dalam membantu mereka yang
memiliki masalah pribadi), dan Supervisor banyak terpesona pada
kesempatan untuk berbagi tentang kehidupan intim orang lain), itu
adalah bagus untuk dipilih sebagai seorang terapis, dan dia tidak yakin
betul bahwasituasi ini tidak diperbolehkan. Semuadiskusi tentang
batas-batas samar-sama rantara supervisi dan terapi masuk ke dalam
ketidakpastian ini.
Permainan lain redefinisi bisa disebut “evaluation is not for friend”.
Di sini hubungan supervisi didefinisikan ulang sebagai hubungan
sosial. Supervisee membuat upaya untuk mengambil minum kopi
bersama supervisor, mengundang supervisor untuk makan siang,
berjalan bersama dengan supervisor ke tempat bus atau dari tempat
parkirdan mendiskusikan hal – hal yang menarik. Komponen sosial
cenderung untuk melemahkan komponen profesional dalam
hubungan. Hal ini membutuhkan peningkatan tekad dan resolusi pada
supervisor untuk menahan “teman" untuk tingkat yang diperlukan.
Supervisor dipaksa untuk bermain, tapi harus selalu waspada untuk
mempertahankan otoritas administratif dan mencegah semua
permainan dari supervisee sebagai “teman”.

Mengurangi kesenjangan kekuasaan

Sebuah seri ketiga dari game ini dirancang untuk mengurangi


kecemasan dengan mengurangi kesenjangan kekuasaan antara
supervisor dan pekerja. Salah satu kekuatan supervisor tentu saja,
posisi nya dalam hirarki administrasi . Sumber kekuasaan lain terletak
pada keahlian dan keterampilan yang unggul. Ini dua sumber

38
kekuasaan yang rentan dalam serangkaian permainan. Jika supervisee
dapat membangun fakta bahwa supervisor tidak begitu pintar,
beberapa diferensial kekuatan berkurang dan dengan itu akan timbul
beberapa kebutuhan untuk merasa cemas.
Permainan tersebut sering di mainkan dan disebut “if you knew
dostoevsky like i know dostoevsky”. Selama konferensi, supervisee
yang menyinggung santai dengan fakta bahwa perilaku klien
mengingatkan dia, pada Raskolnikov dalam Crime and Punishment,
yang, agak berbeda dalam etiologi dari patologi yang dialami
Pangeran Myshkin dalam “the idiot”. Sebuah taktik yang efektif untuk
mencetak poin tambahan, dan bertanya kepada supervisor "Kau ingat,
kan?" padahal mereka berdua sama sama tahu bahwa supervisor tidak
ingat tentang hal itu, memang, ia pernah tahu. Pada titik ini supervisee
berhasil untuk menginstruksikan supervisor. Peran guru dan pelajar
dibalik; kesenjangan kekuatan dan kecemasan supervisee berkurang
secara bersamaan.
Supervisor merelakan permainan karena penolakan membutuhkan
pengakuan ketidaktahuan pada bagian nya. Para supervisee yang
memainkan permainan ini bekerja sama dalam sebuah konspirasi
dengan supervisor untuk tidak mengekspos ketidaktahuan ini secara
terbuka. Hasil diskusi di bawah perlindungan dari perjanjian saling
menerima tentang apa yang mereka bicarakan.Langkah pertama dalam
permainan ini berubah dari setiap generasi supervisees. Efek pada
supervisor adalahrasa depresi dan rasa tidak enak karena telah
ditemukan bodoh saat posisinya mengharuskan dia tahu lebih banyak
daripada supervisee tersebut. Ini memiliki hasil yang sama dalam
mengurangi kecemasan supervisee.

Permainan lain adalah eksploitasi situasi yang menguntungkan


untuk mengurangi kesenjangan kekuasaan dan mengijinkan perasaan
yang dimiliki supervisee bahwa ia yang memegang kendali bukan

39
supervisor. Permainan ini adalah “so what do you know about it ?”
Para supervisee dengan pengalaman yang banyak dalam kesejahteraan
sosial, mengatakan "kami adalah orang-orang yang telah berjuang
bersama klien yang memiliki banyak masalah," seakan
menghinasupervisor yang telah berusaha keras untuk mengingat kapan
terakhir kali ia melihat kehidupan kliennya. Seorang supervisee yang
telah menikah dan memiliki anak akan menyinggung pengalaman
perkawinan dan perasaan menjadi orang tua dalam pembahasan terapi
keluarga dengan supervisor yang belum menikah.

Para supervisee yang lebih tua akan berbicara mengenai "hidup"


dari sudut pandang seorang veteran kepada supervisor yang baru lulus.
Para supervisee yang lebih muda akan menyindir pemahaman yang
lebih besar dari klien remaja karena ia pernah menghisap ganja dan
kokain. Supervisor, mencoba mendengarkan, menemukan dirinya
tidak pernah melakukan itu. Supervisor yang lebih muda daripada
supervisee lebih tua, lebih tua daripada supervisee yang lebih muda
belum pernah memiliki pengalaman dalam mengasuh anak, sehingga
peran menjadi terbalik, dan hasilnya bagi supervisee terletak pada
kenyataan bahwa supervisor sudah tidak menjadi sosok
mengancam.Cara lain, yang dikembangkan untuk membuat supervisor
down adalah melalui penggunaan 4 katayang kuat yaitu “It Like It Is”
dan supervisor merespon dengan ketidaknyamanan, kehilangan
ketenangan dan kehilangan kontrol terhadap supervisee.

Merendahkan Supervisor akan membuat pertanyaan berputar di


sekitar pekerjaan sosial bukan pada konten masalah. Semua dilakukan
oleh supervisee agar terjadi perubahan pada hubungan sosial. Dia
mengetahui bahwa memperoleh sedikit peningkatan dalam anggaran
untuk satu klien, mencari pekerjaan untuk klien lain, atau membantu
seorang ibu agar berhubungan lebih positif kepada anaknya jarang
digunakan karena mereka meninggalkan patologi dasar masyarakat

40
yang tidak berubah. Dia tidak sabar dengan orientasi kasus supervisor
yang tertarik membantu keluarga tertentu yang kurang bermasalah dan
kurang sedih dalam suatu masyarakat .
Permainan yaitu “all or nothing at all” dirancang untuk membuat
supervisor merasa bahwa ia telah terjual , telah dikooptasi oleh
lembaga, kehilangan atau ditinggalkan visi yang lebih luas dari
masyarakat "baik", dan tanpa henti peduli dengan gejala bukan dengan
penyebab. Hal ini efektif karena Supervisor mengakui bahwa ada
unsur kebenaran dalam tuduhan pada yang menempati posisi tanggung
jawab dalam pembentukan.

Pengendalian Situasi

Permainan telah disebutkan sebelumnya, sebagai bagian dari efek


mereka adalah pergeseran kontrol situasi dari Supervisor kepada
supervisee. Serangkaian permainan dirancang untuk menempatkan
kontrol situasi dari supervisor lebih eksplisit dan langsung di tangan
supervisee. Pengendalian situasi oleh Supervisor berpotensi
mengancam karena dia dapat mengambil inisiatif untuk menyiarkan
dalam diskusi tentang kelemahan dan kekurangan dalam pekerjaan
supervisee yang harus ditinjau sepenuhnya. Jika supervisee dapat
mengendalikan konferensi, maka hal yang tidak menyenangkan untuk
dibahas mungkin secara tangkas dihindari.
Salah satu game yang dirancang untuk mengontrol konten diskusi
adalah“i have a little list”. Supervisee datang dengan serangkaian
pertanyaan tentang pekerjaan nya yang membuat ia sangat tertarik
untuk mendiskusikan. Para pemain yang baik merumuskan pertanyaan
dan menghubungkan dengan masalah di mana supervisor memiliki
ketertarikan yang besar atau tentang apa yang baru selesai ia baca.

41
Supervisee tidak berkewajiban untuk mendengarkan jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan.
Ketika pertanyaan pertama telah ditanyakan, supervisor menjawab
dengan kuliah singkat, selama waktu itu supervisee membuat rencana
selanjutnya dan memperhatikan kapan jawaban dari supervisor selesai.
Ketika telah selesai,supervisee memberikan pertanyaan kedua dengan
komentar transisi yang sesuai, dan siklus diulang. Ketika supervisee
meningkatkan tingkat partisipasi supervisor,dalam waktu yang sama
iamenurunkan tingkat partisipasinya, karena hanya satu orang yang
dapat berbicara. Jadi, supervisee mengontrol isi dan arah konferensi.
Supervisor diinduksi untuk memainkan permainan ini karena ada
kepuasan narsistik dalam menampilkan pengetahuan dan dalam
memenuhi kebutuhan supervisee sesuai dengan praktek pekerjaan
sosial, maka pertanyaan supervisee yang akan diterima, dihormati, dan
dijawab.
Pengendalian ini juga dibuat oleh supervisee dalam permainan
“heading them off at the pass”.Karna supervisee tahu bahwa
kinerjanya buruk dan mungkin akan dianalisis secara kritis maka ia
membuka konferensi untuk mengakui kesalahan nya bahwa ia
melakukan wawancara yang tidak memadai dan ia tahu bahwa ia
harus belajar untuk berbuat lebih baik. Tidak ada kesalahan dalam
agenda supervisor untuk diskusi tentang hal-hal yang pekerja tidak
bebas untuk mengakuinya di muka. Supervisor, dihadapkan pada
pengurangan diri pekerja dan memiliki sedikit pilihan tapi
meyakinkan supervisee secara simpatik. Taktik ini tidak hanya
membuat sulit bagi Supervisor untuk melakukan diskusi tentang
kesalahan dalam pekerjaan, tetapi juga memunculkan pujian untuk
keterbatasan kekuatan telah diberikan supervisee. Supervisor sekali
lagi bertindak keluar fokus karena kepedulian terhadap orang
bermasalah, kecenderungan untuk menghibur orang yang tidak

42
nyaman dan harus bertindak sebagai orang tua yang baik dan
mengampuni.
Variasi yang lain dalam permainan ini adalah “pleading fragility”.
Supervisee mengatakan bahwa ia merupakan seseorang yang rapuh,
mudah terluka dan bisa saja pergi ke tepi jurang jika di dorong terlalu
kuat. Dan trik ini sangat efektif membuat supervisor menghindari
eksplorasi isu yang melukai atau mengancam supervisee (Baurman
1972:253). Ada juga permainan “i did as you told me” yaitu dimana
supervisee supervisor untuk memberikan cara – cara penanganan
kasus namun nantinya tidak di aplikasikan dengan baik dan sesuai
perintah. Sehingga ketika di evaluasi , supervisee berkilah bahwa ia
telah melakukan sesuai dengan yang di rujuk oleh supervisor.

Melawan Permainan

Meskipun permainan defensif ini seperti membantu supervisee untuk


mengatasi kecemasan dan stres, mereka mungkin disfungsional dan
menumbangkan tujuan pertemuan supervisi. Akibatnya, supervisor harus
menghentikan permainan. Cara paling sederhana dan paling tepat untuk
melawan permainan dari supervisee adalah untuk menolak untuk
bermain. Kesulitan utama dalam pendekatan ini telah tersirat pada
diskusi tentang keuntungan bagi supervisor untuk ikut dalam permainan
Supervisee akan berhasil membawa supervisor dalam permainan hanya
jika supervisor ingin bermain untuk alasan sendiri. Persekongkolan tidak
dipaksa, tapi diberikan secara bebas.
Menolak untuk bermain mengharuskan supervisor siap dan mampu
kehilangan keuntungan. Misalnya, dalam menolak permintaan supervisee
untuk diijinkan mengabaikan persyaratan administratif pada agensi dalam
bermain “ two againts the agency” supervisor harus nyaman dalam
menjalankan kewenangan administratif, bersedia mengambil risiko,
menangani permusuhan dan penolakansupervisee, dan bersedia

43
menerima tuduhan bahwa ia berorientasi birokratis (bukan profesional) .
Dalam menolak permainan lainnya, supervisor haru menghindarimanis
nya sanjungan, kenikmatan menjadi seorang yang paling tahu,
kenikmatan bertindak sebagai terapis, dan rasa puas menjadi orang yang
disukai. Supervisor harus memberikan teguran atau hukuman dari
pengakuan supervisee tentang ketidaktahuan, kebodohan, ketidakpastian
dan hilangnya infalibilitas. Menolak memainkan game menuntut
supervisor yang peka, nyaman dalam apa yang mereka lakukan dan yang
menerima diri mereka dalam seluruh kekuatan dan kelemahan. Semakin
tahan supervisor maka semakin tidak mempan dirinya terhadap
permainan itu.
Responyang kedua terletak pada konfrontasi terbuka.Goffman
menunjukkan bahwa dalam pertemuan sosial yang biasa, setiap orang
menerima garis yang dikeluarkan oleh orang lain. Ada proses saling
menyelamatkan mukadi mana setiap peserta diperbolehkan untuk
membawa peran yang telah dipilih untuk dirinya sendiri" (Goffman
1959:11). Konfrontasi berarti penolakan untuk menerima permainan yang
diusulkan, sebagai penggantinya supervisor berusaha untuk mengekspos
dan membuat eksplisit apa yang dilakukan supervisee. Situasi supervisi,
seperti situasi terapi, sengaja menolak perandalam untuk
membantusupervisee. Konfrontasi tentu saja perlu digunakan, dengan
memperhatikan kemampuan supervisee untuk menanganirasa maludan
ancaman. Supervisor perlu menyadari pentingnya sikap defensif dari
permainan untuk supervisee. Menerangkan risiko permainan adalah
penting bagi supervisee. Interpretasi dan konfrontasi dalam situasi ini,
mengharuskan kehati-hatian, ketepatan waktu dan pemahaman tentang
bagaimana mereka harus menggunakannya.

Seorang supervisee yang menyadari bahwa dia terlibat dalam


bermain game, dan sadar bahwa supervisor menyadari bahwa ia sedang
bermain game mengatakan, "Dalam arti, kami berkolaborasi untuk

44
memberikan satu sama lain sesuai dengan apa yang kami inginkan: saya
perlu referensi pekerjaan yang baik , dia perlu merasa bahwa ia seorang
administrator yang kompeten dan Supervisor ".

Pendekatan lain adalah untuk jujur dengan kesadaran supervisee


tentang apa yang dia coba untuk lakukan dalam menyesuaikan diri
dengan pekerjaan yang berhubungan dengan stres, tetapi untuk fokus
terhadap diskusi dan tidak pada dinamika sikapnya atau pada reaksi
seseorang untuk itu, tetapi pada kerugian bagi pekerja saat bermain
permainan. Mereka menyangkal kemungkinan efektif memenuhi salah
satu tujuan penting dari Supervisi yaitu membantu pekerja berkembang
secara profesional.

Kolevson mencoba sebuah penelitian tentang permainan apa yang


sebenarnya dimainkan dalam Supervisi melalui informasi yang
dikumpulkan dari supervisees pada mahasiswa pekerjaan sosial. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa "permainan relatif jarang terjadi", tetapi
"siswa yang lebih kritis terhadap hubungan Supervisor mereka" lebih
mungkin untuk terlibat dalam permainan (Kolevson 1979:243).
Penelitian ini dilanjutkan dengan catatan bahwa dalam hubungan
supervisi mungkin agak sulit untuk mengukur karena mengekspos
permainan seseorang bisa menjadi usaha yang mengancam "(Kolevson
1979:244).

J. Keuntungan Dalam Supervisior

Humor, seperti permainan, membantu untuk mengendalikan dan


mengurangi stres kerja. Dalam sebuah studi oleh Cross dan Brown,
supervisees melaporkan seringnya terjadi "penggunaan humor dalam sesi
supervisi" (1983:336; lihat juga Consalvo 1989; Vinton 1989, dan Decker
dan Rotondo 1999). Humor dapat digunakan oleh supervisee untuk
mengkomunikasikan keluhan dan ketidakpuasan saat dia mungkin ragu-

45
ragu untuk mengungkapkan secara langsung. Humor membantu
mengurangi ketegangan pekerja dengan membuat yang tidak diizinkan
menjadi diizinkan. Ini menunjukkan bahwa pekerja tidak benar-benar
mengatakan itu dan berharap untuk di maafkan. Jika supervisor bereaksi
dengan hukuman, itu adalah indikasi bahwa ia tidak bisa diajak bercanda.
"supervisor mengatakan dia bingung dan tidak tahu apa yang harus di
sarankan. Senyum perlahan-lahan timbul pada wajah pekerja saat ia
berkata dengan suara lembut, "saya terkejut, saya kira anda lebih tahu,
lebih cinta dan lebih pemaaf” Kata Seorang pekerja ketika diberikan
sebuah kasus tambahan "Wah, Anda benar-benar bermurah hati hari ini,"
mengkomunikasikan perasaan negatif tentang pekerjaan tambahan dengan
cara yang positif. Karena perlawanan terhadap supervisor sangat berisiko,
tapi mewujudkan perlawanan dengan cara bercanda mengurangi ancaman
tersebut.

Dinyatakan dalam cara ini, pekerja akan mengatakan bahwa ia tidak


benar-benar bermaksud dan tidak harus ditanggapi dengan serius.
Supervisees menggunakan humor untuk menutup perlawanan dan
permusuhan terhadap supervisor, sedangkan supervisor dapat
menggunakan humor untuk menutupi sifat otoriter dari beberapa
komunikasi mereka. Pesan disampaikan dengan cara yang tidak
menciptakan kebencian atau memprovokasi .Humor cenderung
mengurangi pembelaan diri dan membantu mentoleransi pertentangan
pendapat. Ini mengurangi ketegangan dan memungkinkan kita untuk
melihat masalah dalam perspektif yang berbeda melalui sedikit keseriusan.
Ini lebih efektif membantu menangani beberapa frustrasi yang tak
terelakkan dari pekerjaan. Ini memberikan jarak dan ruang untuk
melepaskan diri dari situasi stres. Interaksi yang humoris antara supervisor
dan supervisee cenderung mengurangi jarak antara mereka dan
meningkatkan rasa kesetaraan.

46
Supervisor memiliki hak lebih besar untuk membuat humor,
memberikan lelucon tentang pernyataan dari supervisee tersebut.
Seringnya penggunaan humor oleh supervisor dalam interaksi
mengkomunikasikan pesan bahwa humor merupakan jenis komunikasi
yang diterima. Hal ini membebaskan supervisee untuk terlibat dalam
humor. Umumnya, supervisor lebih sering menjadi inisiator, dan
supervisee menjadi objek komentar lucu. Namun bagaimanapun,
supervisor yang menerima lelucon diarahkan kepadanya memperkecil
jarak sosial dan meningkatkan informalitas dalam interaksi (Duncan
1984). Supervisor dianggap sebagai orang yang baik yang bisa
mengambilnya. Humor yang timbal balik meningkatkan ikatan. Decker
(1987) menemukan bahwa kepuasan kerja supervisee lebih tinggi pada
kontak dengan supervisor yang memiliki rasa humor yang baik dalam
interaksi.
Tanggapan yang lucu paling efektif jika disampaikan secara spontan,
informal, dan dalam jalur dukungan interpersonal. Hal ini bergantung
pada kemampuan untuk melihat humor dalam situasi dan kebebasan untuk
merespon tanpa defensif dan penghambatan. Singkatnya, itu
memerlukanrasa humor.

Ada keraguan untuk menggunakan humor (1) karena dianggap


tidak profesional dan (2)sebagai respons terhadap pengakuan bahwa
penggunaan yang tidak tepat terhadap humor dapat merendahkan dan
menyakitkan. Lebih tepatnya, penggunaan humor secara produktif
membutuhkan beberapa keterampilan dan ketepatan situasi. Untuk
mencapai tujuannya, humor perlu respon spontan yang kreatif untuk situasi
tertentu. Karena humor bergantung pada reaksi orang yang dengan siapa
humor itu dibagikan, supervisor juga harus bisa menahan humor sampai ia
mengenal supervisee lebih baik dan hubungan telah dibangun.

47
48
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Supervisi dukungan fokus pada membantu supervisee mengatasi


pekerjaan yang dapat menimbulkan stress dan membangun sikap dan
pikiran yang kondusif agar mencapai performa kerja yang paling baik dan
maksimal. Sedangkan Supervisi administratif dan supervisi pendidikan
berhubungan dengan kebutuhan instrumental,maka supervisi dukungan
berhubungan dengan kebutuhan dalam berekspresi dan menyatakan
perasaan. Sumberutama daripekerjaan yang membuat stress bagi
supervisee adalah tuntutan kinerja yang harus dipenuhi pada supervisi
administratif, tuntutan belajar pada supervisi pendidikan, klien, sifat dan
konteks organisasidari tugas pekerjaan sosial,dan hubungan dengan
supervisor.
Dalam melaksanakan tujuan supervisi dukungan , supervisor harus
berusaha untuk mencegah perkembangan situasi yang berpotensi
menimbulkan stres, memindahkan pekerja dari situasi stres, mengurangi
stresmenimpapekerja, dan membantu dia menyesuaikan diri dengan stres.
Supervisor tersedia dan mudah ditemui,berkomunikasi dan membangun
kepercayaandiri pekerja, menyediakan perspektif, memberikan alasan
kegagalan saat yang tepat, mendukung dan berbagi tanggung jawab untuk
keputusan yang berbeda, dan memberikan kesempatan untuk berfungsi
independen dankemungkinan untuk sukses pengerjaan rugas.
Klien,kelompok sebaya,dan kapasitas pekerja untuk menyesuaikan
adalah sumber dukungan tambahan untuk supervisi dukungan.Supervisee
terlibat dalam berbagai prosedur dan permainan yang dapat membantu
mengatasi ketegangan yang berhubungan dengan pekerjaan.
Kebijaksanaan dalam penggunaan humor dalam interaksi supervisi sangat
membantu dalam mengurangi stres dan memberikan kontribusi untuk
hubungan supervisor dan supervisi yang lebih positif.

49
50
DAFTAR PUSTAKA

Alfred Kadushin, Daniel harkness. 2002. Supervision in Social Word. New York:
Columbia University Press.

51

Anda mungkin juga menyukai