Anda di halaman 1dari 16

Makalah Analasis Yayasan Kebaya sebagai Non-Government Organization yang

Mewadahi Transpuan dan ODHA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester Mata Kuliah Masyarakat Sipil

Dosen Pengampu

Dr. Amalinda Savirani, S.IP., M.A.

Ulya Niami Efrina Jamson, S.IP., M.A.

Disusun Oleh:

Agus Wahyu Nugroho (18/430805/SP/28649)


Kalam Khawarizmi (18/428274/SP/28483)
Noka Ajunuddin T.R. (18/430818/SP/28662)
Rewinata Syahputra (18/428281/SP/28490)
Rofi’i Zuhdi Kurniawan (18/428284/SP/28493)
Wilbert (18/430825/SP/28669)

DEPARTEMEN POLITIK DAN PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu
Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas UAS Semester 2 dari mata kuliah
Masyarakat Sipil dengan judul “Analisis Yayasan Kebaya sebagai NGO yang
Mewadahi Transpuan dan ODHA”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada
guru Bahasa Indonesia kami yang telah membimbing dalam menulis makalah ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Yogyakarta, 16 Juni 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................ 2
BAB II URAIAN UMUM
A. Dasar Teori ......................................................................... 3
B. Sejarah Yayasan Kebaya .................................................... 6
C. Kinerja Yayasan Kebaya .................................................... 7
D. Pengorganisasian Yayasan Kebaya .................................... 9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan .............................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Gender ialah suatu bentuk perbedaan jenis kelamin yang terbentuk berdasarkan
proses sosial serta budaya. Bukan merupakan bentuk perbedaan jenis kelamin yang
berdasarkan bentuk alat vital. Secara kultural gender yang diakui di masyarakat
Indonesia ini hanya laki-laki dan perempuan. Transpuan tentunya tidak masuk kedalam
konstruksi struktur masyarakat Indonesia yang mayoritasnya memeluk agama. Dengan
mengatasnamakan moralitas dan agama, menyebabkan transpuan berserta ODHA
menjadi kaum minoritas yang keberadaannya sering tidak diakui dan bahkan hingga
diputuskan hubungan kekeluargaannya.
Perlakuan semena-mena tersebut juga bertentangan dengan beberapa aturan
perundang-undangan yang ada di Indonesia. Dalam Pasal 28l ayat (2) UUD 1945
menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan diskriminatif itu”. Adapun juga dalam Pasal 33 UU Nomer 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa: “Setiap orang berhak bebas untuk
bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, merendahkan derajat
dan martabat kemanusiannya”.
Beberapa payung hukum diatas tentunya jelas melindungi kaum transpuan dan
ODHA. Namun pada kenyataanya Hak Asasi Manusia (HAM) yang harusnya bisa di
klaim hanya menjadi hal yang diimpikan oleh mereka. Tidak sejalan dengan sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab juga bertolak belakang dengan semboyan dari
NKRI yaitu Bhinneka Tungga Ika. Berkedok karena membuat keresahan dalam
masyarakat, disini negara yang harusnya menjamin HAM malah justru mendukung
kebencian dan diskriminasi.
Akibatnya diperlukan tempat yang mewadahi juga menghimpun kelompok
minoritas tersebut. Oleh karena itu kelompok kami akan menganalisis tentang Yayasan

1
Kebaya sebagai salah satu Non-Government Organization (NGO) atau disebut juga
dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang muncul sebagai jawaban dari tidak
berhasilnya pemerintah dalam menjalankan tugasnya.

B. Rumusan Masalah

 Apa itu Yayasan Kebaya?


 Apa yang diperjuangkan Yayasan Kebaya?
 Bagaimana pengaruh Yayasan Kebaya terhadap trasnpuan dan ODHA yang
berada di Yogyakarta?

C. Tujuan

 Mengetahui deskripsi Yayasan Kebaya sebagai LSM


 Memecahkan masalah transpuan dan ODHA yang berada di kehidupan sehari-
hari
 Mengetahui pengaruh Yayasan Kebaya terhadap trasnpuan dan ODHA yang
berada di Yogyakarta dan keterkaitannya dengan Civil Society

2
BAB II
URAIAN UMUM

A. Dasar Teori
Teori civil society diawali oleh seorang sosiolog-politik yang bernama Larry
Diamond. Larry Diamond ini menyatakan bahwa masyarakat sipil melingkupi
kehidupan social terorganisasi yang terbuka, sukarela, otonom dari negara, lahir secara
mandiri, setidaknya berswadaya secara terpisah, dan terikat pada tatanan hukum. Lalu
yang dapat disebut sebagai civil society menurut Larry Diamond adalah sebagai
berikut:

 Organisasi-organisasi yang bergerak di bidang produksi dan penyebaran ide-


ide, berita, informasi publik, dan pengetahuan umum. Beberapa contohnya
adalah asosiasi penerbitan dan yayasan penyelenggara sekolah swasta.

 Perkumpulan dan jaringan perdagangan yang produktif.


 Gerakan-gerakan perlindungan konsumen, perlindungan hak-hak perempuan,
perlindungan kaum cacat, perlindungan korban diskriminasi, dan perlindungan
etnis minoritas.
 Perkumpulan keagamaan, kesukuan, nilai-nilai, kepercayaan dan kebudayaan
yang membela hak-hak kolektif.

Lalu muncul Petr Kopecky, seorang ilmuwan politik asal Leiden. Dia
mengatakan bahwa civil society terlalu didominasi oleh kaum elit, sedangkan uncivil
society didominasi oleh berbagai organisasi religius radikal. Uncivil society sendiri
terlahir dari eksklusivisme. Eksklusivisme artinya tertutup hanya pada kelompok
tertentu. Uncivil society sering melibatkan kekerasan dan radikalisme dalam proses
pencapaian kepentingannya.

3
Uncivil society disini berlawanan dengan civil society. Karena dalam civil
society hal yang diperjuangkan adalah nilai-nilai demokrasi, sedangkan uncivil society
memperjuangkan hal yang non demokratis. Nilai nilai yang diperjuangkan oleh civil
society berupa kebebasan dan persamaan, sedangkan uncivil cenderung lebih eksklusif
karena memperjuangkan kepentingannya saja seperti kelompok agama, suku, dan
aliran. Dalam prosesnya civil society tidak menggunakan kekerasan, melainkan dengan
berasosiasi dan berekspresi. Uncivil society secara prosesnya melibatkan kekerasan
dalam bentuk radikalisme dan anarkisme

Menurut United Nations (2005), Non Govermental Organization (NGO)


adalah:
“any non-profit, voluntary citizens' group which is organized on a
local, national or international level. Task-oriented and driven by
people with a common interest, NGOs perform a variety of services and
humanitarian functions, bring citizens' concerns to Governments,
monitor policies and encourage political participation at the
community level. They provide analysis and expertise, serve as early
warning mechanisms and help monitor and implement international
agreements. Some are organized around specific issues, such as human
rights, the environment or health.”

Lalu selanjutnya Teegen, dkk. (dikutip oleh elfiri 2014) secara lebih ringkas
mendefinisikan NGO sebagai organisasi nirlaba yang bertujuan untuk melayani
kepentingan sosial khusus dengan fokus advokasi dan ataupun usaha operasional pada
tujuan sosial, politik dan ekonomi, termasuk kesataraan, pendidikan, kesehatan serta
penyelamatan lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM). Sedangkan Unerman dan
O’Dwyer (2006) mengemukakan bahwa NGO adalah bukan organisasi pemerintah
(seperti pemerintah pusat atau daerah atau rumah sakit pemerintah, sekolah atau
universitas), bukan organisasi komersil (mencari laba), seperti perusahaan lokal dan

4
transnasional. Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa NGO adalah
sebuah lembaga yang berkerja untuk kepentingan masyarakat umum, tidak berorientasi
profit, bukan merupakan organisasi pemerintahan dan menjadi lembaga penyeimbang.
(Elfiri,M.Y, 2014)
Dari penjelasan tersebut rasanya sangat berkaitan dengan penjabaran yang
diberikan oleh mbak linda dalam salah satu kelas masyarakat sipil yaitu “NGO refers
to a non profit citizens voluntary entity organized nationally or internationaly” atau
dalam kata lain LSM mengacu pada lembaga yang tidak berorientasikan pada laba,
bersifat kesukarelaan dan terorganisir dalam lingkup nasional maupun international.
Dari penjelasan tersebut, kita dapat memperoleh tiga poin penting yang dapat mewakili
penjelasan dari LSM, yang pertama yaitu tidak berorientasikan pada laba, kemudian
kesukarelaan dan terorganisir. LSM tidak berorientasikan pada laba bukan berarti
dalam pengoperasiannya tidak membutuhkan dana dari pihak internal maupun
eksternal namun berarti dalam menjalani segala kegiatan lembaga tersebut tidak
bertujuan untuk mendapatkan uang yang menguntungkan salah satu Individu tertentu.
(Elfiri,M.Y, 2014)
Poin penting berikutnya yaitu bahwa LSM harus bersifat kesukarelaan yang
berarti lembaga tersebut memang benar-benar peduli akan permasalahan yang ada di
sekitar mereka sehingga tergerak untuk mendirikan suatu LSM tanpa ada paksaan dari
pihak manapun ataupun untuk mencari suatu keuntungan. Seperti napas utama dari
masyarakat sipil yaitu voluntary yang memang dalam melakukan sesuatu untuk orang
banyak didasari oleh rasa kemanusiaan yang timbul dari dairinya sendiri. Jika kita
kaitkan dalam konteks Yayasan Kebaya yang lahir dari kepedulian terhadap transpuan
di wilayah Yogyakarta dan didirikan bukan untuk keuntungan satu individu tertentu
dan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun termasuk pemerintah.

Dalam perannya di tengah masyarakat LSM adalah sebuah entitas yang sangat
penting. Karena bukan hanya sebatas hadir untuk menangani isu tertentu yang
sementara dan hadir sewaktu-waktu. Namun LSM juga hadir sebagai policy

5
formulation, policy implementation dan policy lobies. Yang artinya dalam berperan di
tengah masyarakat, LSM akan bersifat berkelanjutan dan berkesinambungan. Karena
yang dilakukan oleh LSM bersifat kompleks yaitu sebagai perumus kebijakan yang
berhubungan dengan permasalahan akan isu yang menjadi fokus oleh lembaga tersebut
yang nantinya akan berkaitan dengan advokasi yang dilakukan oleh LSM terhadap
pemerintah untuk memperhatikan atau menyelesaikan permasalahan yang timbul atau
dirasakan oleh LSM tertentu. Disamping menjadi perumus kebijakan LSM juga
menjadi implementasi suatu kebijakan yang hadir demi terciptanya keseimbangan di
dalam masyarakat.

Perlu di perhatikan pula poin penting dari LSM yaitu bahwa isu atau
permasalahan yang menjadi fokus adalah isu yang menjadi permasalahan orang banyak,
bukan permasalahan pribadi. Ada suatu nilai yang bersifat universal dari isu yang di
tangani oleh LSM tersebut. Jadi secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa LSM
adalah sebuah entitas yang berdiri di tengah masyarakat dan fokus terhadap
permasalahan yang ada di masyarakat bukan permasalahan pribadi tanpa ada
hubungan langsung dari pemerintah dan bersifat kesukarelaan, tidak berorientasi
terhadap laba dan juga terorganisir secara nasional maupun internasional.

B. Sejarah Yayasan Kebaya


Yayasan Kebaya adalah salah satu organisasi non pemerintah yang berdiri pada
13 tahun lalu tepatnya tanggal 18 Desember 2006 di Yogyakarta. Kebaya sendiri
merupakan akronim dari Keluarga Besar Waria Yogyakarta. Salah satu inisiator
berdirinya Yayasan Kebaya tidak lepas dari Mami Vinolia atau akrab dipanggil Mami
Vin yang hingga saat ini juga masih aktif sebagai ketua. Letak rumah Yayasan Kebaya
sendiri berada di dekat Tugu Yogya tepatnya di daerah Gowongan Lor No.148,
Gowongan,Kec Jetis,Kota Yogyakarta.

6
Pada awalnya berdirinya Yayasan Kebaya dilatar belakangi oleh ketertarikan
Mami Vin terhadap isu HIV/AIDS yang mulai banyak dibahas pada awal 2000-an.
Pembahasan tentang HIV/AIDS kerap kali menjadikan kaum waria sebagai kambing
hitam atas penyebaran penyakit ini. Hal ini membuat Mami Vin ingin mengubah
mindset masyarakat mengenai stigma buruk yang mengatakan bahwa waria adalah
penyebar penyakit HIV/AIDS. Mami Vin ingin mensosialisasikan kepada masyarakat
bahwa penyebaran penyakit HIV/AIDS dipengaruhi oleh perilaku seks tidak sehat
seseorang bukan orientasi seks, selain itu Mami Vin juga mempunyai alasan pribadi
bahwa ia ingin lepas dari kehidupan waria pada umumnya sebagai penjaja seks dan
pengamen jalanan.

Berdirinya Yayasan Kebaya juga pada tahun-tahun awal berdirinya tidak lepas
dari sebuah lembaga dari Swiss bernama UNAIDS yang memberikan dana kepada
Mami Vin yang tertarik terhadap keberanian Mami merawat orang yang terjangkit
penyakit tersebut. Dana dari UNAIDS akhirnya digunakan Mami Vin untuk
mendirikan Yayasan Kebaya sebagai wadah untuk para waria dan ODHA (Orang
Dengan HIV/AIDS). Fokus Yayasan Kebaya sendiri membantu pemerintah dalam hal
edukasi dan sosialisasi, namun ada satu langkah maju dari yayasan ini yaitu
pendampingan dan perawatan suatu hal yang menjadi kekurangan pemerintah terhadap
penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Kiprah Yayasan Kebaya yang berkiprah
banyak bagi waria dan ODHA akhirnya membuat Dinsos DIY ikut membantu
pendanaan hingga saat ini.

C. Kinerja Yayasan Kebaya


Transpuan secara fisiologis merupakan pria. Namun mereka mengidentifikasi
dirinya menjadi seorang wanita, baik dalam tingkahnya maupun perilakunya. Misal
penampilannya yang mengenakan busana dan aksesori seperti wanita. Begitu juga
perilakunya selayaknya seorang wanita. Suatu entitas ini dianggap sebagai bentuk
penyimpangan sosial, dimana struktur masyarakat dianggap hanya sebatas laki-laki dan

7
perempuan, tidak lebih dari itu. Disini Yayasan Kebaya hadir dan bisa dikatakan
mampu mengubah stigma negatif masyarakat tentang transpuan, Pendekatan mereka
kepada masyarakat, seperti bermain voli bersama masyarakat umum yang dikatakan
Mami Vin sudah dikenal seantero Yogyakarta, pengajian bersama, dan kegiatan-
kegiatan positif lainnya ternyata berhasil meningkatkan keterbukaan masyarakat
kepada transpuan. Hal ini terlihat dari tingkat partisipasi masyarakat luas pada kegiatan
mereka yang semakin membesar dari tahun ke tahun.

Penyelesaian penyakit HIV/AIDS yang sangat melekat pada kaum transpuan


juga menjadi fokus utama bagi Yayasan Kebaya. Pekerjaan kaum transpuan yang
kebanyakan berada di dunia prostitusi memungkinkan penyebaran HIV/AIDS di dalam
komunitas mereka sangat besar, karena penularan penyakit ini bisa terjadi melalui
jarum suntik yang dipakai secara bergantian, melakukan seks tanpa menggunakan alat
kontrasepsi, dan lewat ASI seorang ibu yang mengidap HIV/AIDS. Dalam hal ini
Yayasan Kebaya baru sebatas mengedukasi kaum transpuan untuk menggunakan alat
kontrasepsi dalam melakukan pekerjaan mereka (PSK). Keterbatasan ini diakibatkan
adanya diskriminasi dari masyarakat soal pekerjaan, dimana dalam suatu pekerjaan,
para pekerjanya diharuskan berpenampilan sesuai kondisi fisiknya, pria berpenampilan
layaknya pria begitu pula dengan perempuan yang berpenampilan layaknya seorang
perempuan. Fakta ini didukung laporan tentang transgender yang diterbitkan oleh
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Pusat Penelitian
Kesehatan Universitas Indonesia tahun 2015, yang menyebutkan kelompok transpuan
paling banyak mendapat diskriminasi karena penampilan sehingga hak ekonomi
mereka terbatas sehingga masuk ke dalam dunia prostitusi tidak bisa dihindari.

Sedangkan bagi mereka yang sudah terkena HIV/AIDS atau yang dikenal
dengan nama ODHA, Yayasan Kebaya menyiapkan pendampingan serta perawatan
bagi mereka. Dengan bekerjasama dengan rumah sakit di sekitar Yogyakarta, Yayasan
Kebaya berusaha maksimal untuk menghadirkan pelayanan yang sampai saat ini
belum disediakan oleh pemerintah untuk kaum transpuan.

8
D. Pengorganisasian Yayasan Kebaya
Yayasan Kebaya muncul sebagai organisasi non-pemerintah yang dapat
digolongkan sebagai suatu gerakan sosial. Pada perkembangannya gerakan sosial lama
lebih condong menggunakan pendekatan konflik milik Karl Max yang memandang
bahwa gerakan sosial memunculkan sebuah konflik untuk mengawali revolusi.
Pandangan baru mengenai gerakan sosial memunculkan berbagai pendekatan seperti
mobilisasi sumber daya, proses politik, dan orientasi identitas yang masing-masing
memiliki perspektifnya 1 . Perspektif ini sejatinya saling melengkapi satu sama lain
sehingga lebih relevan untuk menganalisis dasar pengorganisasian Yayasan Kebaya
karena sepanjang masa belum ada gerakan sosial yang hanya mewakili satu perspektif
pendekatan. Titik temu dari berbagai perspektif pendekatan menekankan bahwa
terdapat empat komponen penting munculnya gerakan sosial meliputi deprivasi
(keresahan), sumber daya, peluang, dan mimpi masa depan. Empat komponen tersebut
sekaligus menjadi dasar untuk mengetahui cara pengorganisasian Yayasan Kebaya
untuk bisa tetap eksis sebagai organisasi hingga saat ini.

a. Deprivasi/keresahan Yayasan Kebaya muncul karena ada sebuah


kekecewaan pada analisis penyebaran penyakit HIV/Aids menyatakan
waria sebagai penyebab utama dan ditambah lagi belum adanya wadah baik
dari pemerintah maupun swasta dalam hal perawatan sekaligus
pendampingan layak terhadap pasien HIV/Aids.Stigma negatif masyarakat
luas terhadap waria yang dianggap identik dengan pekerjaan sebagai PSK
(Pekerja Seks Komersial) dan pengamen jalanan. Masyarakat pada
umumnya juga melihat sebelah mata pada waria bahkan beberapa sudah

1
Pendekatan Mobilisasi Sumber Daya menekankan pada ranah individu mengikuti gerakan atas dasar
rasionalitas sekaligus membahas pengorganisasian gerakan sosial, Proses Politik menganggap gerakan
sosial merupakan bagian dari politik untuk menentang pemerintah, dan Orientasi Identitas melihat
gerakan sosial sebagai kultur untuk mengaktualisasikan nilai identitas yang dianut. Dapat dilihat secara
lengkap di Manalu, D. (2007). Gerakan Sosial dan Perubahan Kebijakan publik. Jurnal UGM, 30-35.

9
anti terlebih dahulu karena dianggap melanggar norma-norma dalam
masyarakat.
b. Sumber daya Yayasan Kebaya sebenarnya sangat bergantung kepada
Mami Vin sebagai pendirinya karena beliau bertindak sebagai pencari dana,
pencari jaringan relasi maupun pemberi dukungan psikologis bagi para
pengurus. Yayasan Kebaya sendiri pada awal berdirinya didanai oleh
UNAIDS sebuah lembaga dibawah naungan PBB yang fokus terhadap isu
HIV/Aids. Ketertarikan UNAIDS disebabkan kagum terhadap keberanian
Mami Vin dalam merawat pasien HIV/Aids sehingga memberi Mami Vin
bantuan dana sekitar 200 juta rupiah.
Bantuan dana dari UNAIDS hanya bertahan sekitar satu tahun karena pada
waktu itu Yayasan Kebaya dianggap bisa berdiri sendiri. Pada tahun 2007-
2010 praktis Yayasan Kebaya hanya mengandalkan donator dana pihak
luar dan uang tabungan Mami Vin sendiri sehingga kondisi organisasi pada
waktu itu terutama keuangan sempat menjadi kendala bagi para pengurus
Yayasan Kebaya. Pendanaan dari HIVOS sebuah lembaga sosial dari
Belanda yang fokus pada isu keragaman gender dan inklusi sosial tahun
2010-2015 membuat nama Yayasan Kebaya semakin eksis dikalangan
organisasi non pemerintah lainnya bahkan dianggap sebagai panutan dalam
hal pendanaan. Kontrak dengan HIVOS berakhir pada 2015 sehingga
Yayasan Kebaya mencari dukungan dana yang menyasar dari pemerintah.
DINSOS DIY akhirnya mau menjadi pemasok dana bagi Yayasan Kebaya
dari 2015 hingga kini. Keberhasilan dalam pendanaan tidak lepas dari
peran Mami Vin yang sering menjadi pembicara dan mantan pengurus
PKBI membuat jejaring relasi beliau sangat luas sehingga Yayasan Kebaya
dapat berdiri hingga kini.
c. Peluang munculnya Yayasan Kebaya tidak terlepas dari inklusifitas
masyarakat Yogyakarta terutama daerah Kota Yogyakarta yang sangat
terbuka dengan berdirinya Yayasan Kebaya. Masyarakat Gowongan Lor

10
dekat Tugu bahkan mempersilahkan salah satu rumah di kawasan tersebut
dijadikan sebagai rumah dari Yayasan Kebaya sekaligus tempat untuk
perawatan bagi pasien HIV/Aids. Pada waktu itu belum ada organisasi
waria di Indonesia sehingga berdirinya Yayasan Kebaya dianggap sebagai
tonggak sejarah bagi waria di Indonesia karena mereka akhirnya punya
wadah untuk aktivitas lebih positif dan produktif. Disebabkan organisasi
pertama waria di Indonesia membuat nama Yayasan Kebaya tidak
kesulitan untuk berkembang di kalangan masyarakat Indonesia khususnya
Yogyakarta.
d. Mimpi Masa Depan Yayasan Kebaya adalah mewujudkan inklusifitas
sosial di masyarakat Indonesia, tidak ada pandangan negatif lagi kepada
waria, dan membuat para penyidap HIV/Aids tidak merasa dikucilkan oleh
masyarakat melainkan dirawat dengan semestinya. Keinginan Mami Vin
sendiri sekaligus menjadi visi Yayasan Kebaya yaitu ingin kedudukan
waria setara dengan gender laki-laki dan perempuan sehingga waria berhak
tercatat sebagai waria di KTP. Pengakuan terhadap waria akan menjadikan
waria dapat bekerja seperti dengan manusia lain tanpa memperdulikan
orientasi seks mereka.

Adanya Keempat komponen diatas dan kuatnya dasar imajinasi komunitas


sebagai waria dapat disimpulkan sebagai penyebab transformasi Yayasan Kebaya dari
organisasi kecil menjadi organisasi yang mencakup semua kalangan khususnya mereka
pasien HIV/Aids. Struktur organisasi dan program yang dinamis tidak kaku membuat
Yayasan Kebaya dapat dengan mudah perluasan jaringan serta mencari dana dari
lingkup nasional maupun internasional sehingga kedinamisan sistem organisasi inilah
yang membuat Yayasan Kebaya menjadi salah satu ORNOP paling berhasil di
Indonesia.

11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Eksistensi Yayasan Kebaya sebagai organisasi non-pemerintah yang bergerak
di bidang pemberdayaan transpuan dan orang dengan HIV/AIDS (ODHA) seakan
memberikan ruang bergerak bagi para anggotanya. Organisasi ini merangkul transpuan
dan ODHA yang tersingkir dari kehidupan masyarakat karena stigma yang diberikan
kepada mereka. Yayasan Kebaya memberikan rasa aman untuk para anggotanya yang
terkadang mendapat perlakuan keras dari masyarakat. Mereka memberikan penyuluhan,
pendampingan pengobatan, hingga advokasi untuk para transpuan dan ODHA untuk
bisa diterima kembali di masyarakat, dengan cara bekerjasama dengan pemerintah,
organisasi non-pemerintah lainnya, hingga organisasi internasional.

Posisi Yayasan Kebaya apabila dikaitkan dengan definisi masyarakat sipil yang
dikemukakan oleh Larry Diamond, termasuk ke dalam kategori civil society. Yayasan
Kebaya telah menunjukkannya dengan keberpihakannya mendukung kalangan
transpuan dan ODHA dalam mewujudkan demokrasi dan pluralitas. Yayasan Kebaya
juga melindungi para transpuan dari gerakan-gerakan masyarakat yang didefinisikan
oleh Kopecky sebagai uncivil civil society yang tidak setuju dengan eksistensi
transpuan dan melakukan tindak kekerasan kepada transpuan. Meskipun mendapat
bantuan dari pemerintah, itu pun belum mencukupi untuk menutupi kebutuhan para
anggotanya. Hal ini dikarenakan pada awalnya Rumah Kebaya bergerak murni sebagai
organisasi mandiri. Baru setelah itu pemerintah turun tangan untuk turut membantu
Rumah Kebaya. Oleh karenanya, hingga saat ini Rumah Kebaya bergerak sebagai
organisasi masyarakat sipil yang terus memerjuangkan hak-hak transpuan dan ODHA
sebagai warga negara untuk mendapatkan fasilitas kesehatan dan posisi sosial di
masyarakat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Elfiri,M.Y. (2014). “Pengaruh Competing Accountability Requirements


Terhadap Kinerja Kerja NGO di Indonesia’’ Tesis. Magister Ilmu Akuntansi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Diunduh dari http:/etd.repository.ugm.ac.id/ 17
juni 2019.

Manalu, Dimpos. 2006. “Gerakan sosial dan kebijakan public: Studi terhadap
gerakan perlawanan masyarakat dalam mengubah kebijakan pemerintah mengenai PT.
Inti Indorayon Utama, di Porsea Sumatra Utara”. Tesis. Magister Studi Kebijakan
Publik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Diunduh dari
http:/etd.repository.ugm.ac.id /16 Juni 2019
United Nations (2005), “NGOs and the United Nations department of public
information: some questions and answers”, available at
https://www.freedom4all.net/Aanvraagprocedure%20NGO%20status.pdf . 17 juni
2019.
Unerman Jeffrey and Brendan O’Dwyer (2006). On James Bond and the
importance of NGO accountability. Accounting, Auditing, and Accountability
Journal. 19 (3): 439‐376. 17 juni 2019

13

Anda mungkin juga menyukai