Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu terapi somatik ( terapi fisik ) pada klien gangguan jiwa adalah
pemberian obat psikofarmaka, Psikofarmaka adalah sejumlah besar obat
farmakologis yang digunakan untuk mengobati gangguan mental atau gangguan
jiwa, obat-obatan yang digunakan terhadap pasien yang mengalami gangguan jiwa
haruslah tepat dan tidak berbahaya terhadap kondisi pasien secara berkelanjutan.
Obat-obatan yang diberikan selain dapat membantu dalam proses penyembuhan
pada klien gangguan jiwa, juga mempunyai efek samping yang dapat merugikan
klien tersebut, seperti paskinsonisme, pusing, sedasi, pingsan, hipotensi,
pandangan kabur dan konstipasi, untuk menghindari hal tersebut perawat sebagai
tenaga kesehatan mental harus mampu mengimbangi terhadap perkembangan
mengenai kondisi klien, terutama efek dari pemberian obat psikofarmaka.Maka
dari itu, pada makalah ini akan membahas mengenai psikofarmakologis agar
sebagai perawat pasien yang mengalami gangguan jiwa,memiliki kompetensi dan
mampu memberikan penanganan yang tepat sesuai dengan kebutuhan pasien
penderita gangguan jiwa.

B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana Prinsip-Prinsip Penyuluhan/Konseling?
B. Apa Defenisi Psikofarmakologi?
C. Bagaimana Penggolongan Gangguan Jiwa dan Obat-Obatan Psikofarmaka?
D. Bagaimana Peran Perawat Dalam Pemberian Obat?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip-Prinsip Penyuluhan/Konseling

Prinsip-prinsip penyuluhan/konseling merupakan pedoman atau acuan


yang digunakan dalam melaksanakan penyuluhan/konseling.Prinsip-prinsip
tersebut dibuat berdasarkan kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman
praktis tentang hakekat manusia, perkembangan budaya, pengertian, tujuan,
fungsi, dan proses penyelenggaraan penyuluhan/konseling.Prinsip-prinsip
penyuluhan/konseling ini akan mendasarkan pada faktor proses, tanggung jawab
serta tujuan dari penyuluhan/konseling.
Adapun prinsip-prinsip penyuluhan/konseling yang dimaksud meliputi:
a. Penyuuhan/konseling merupakan kegiatan yang sangat penting dalam
keseluruhan program yang merupakan bagian integral dengan bimbingan.
b. Program penyuluhan/konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kondisi
lembaga misalnya sekolah, kebutuhan individu dan masyarakat.
c. Penyuluhan/konseling merupakan proses belajar yang mengarah pada suatu
perubahan yang fundamental dalam diri klien terutama dalam perubahan sikap
dan tindakan.
d. Penyuluhan/konseling lebih banyak menekankan pada masalah sikap daripada
tindakan.
f. Penyuluhan/konseling berlangsung pada situasi pertemuan dan jalianan
hubungan yang khas.
g. Penyuluhan/konseling lebih menekankan pada penghayatan emosional dari
pada intelektual.
h. Penyuluhan/konseling sebagai kegiatan yang profesional, dilaksanakan oleh
orang-orang yang telah memiliki persyaratan profesional baik dalam
pengetahuan maupun kepribadiannya. Oleh karena itu tenaga ahli yang
memperoleh pendidikan dan latihan khusus dalam bidang bimbingan dan
penyuluhan/konseling.

2
i. Penyuluhan melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis
kelamin,suku bangsa, agama dan status sosial ekonomi.
j. Tujuan akhir penyuluhan/konseling adalah kemandirian setiap individu maka
dari itu layanan penyuluhan/konseling harus diarahkan untuk mengembangkan
klien agar mampu mengarahkan dirinya dalam menghadapi kesulitan atau
masalah yang dihadapinya.
k. Permasalahan khusus yang dialami klien harus ditangani oleh ( dan kalau perlu
dialihtangankan kepada ) tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan
permasalahan khusus tersebut.1

B. Defenisi Psikofarmakologi
Psikofarmakologi ialah bidang khusus farmakologi yang berhubungan
dengan zat-zat dan obat-obat yang berpengaruh pada jiwa dan tingkah laku
manusia.Psikofarmakologi mempelajari efek obat pada perilaku manusia dan
bagaimana efek ini terjadi melalui perubahan aktivitas neural (Saraf).
Psikofarmakologi mempelajari obat-obat khusus yang dinamakan obat-obat
psikotropik yaitu obat yang efeknya pada otak, yang memiliki dampak terapeutik
langsung pada proses mental.2Secara khusus, obat-obat yang tergolong obat-obat
psikofarmakologik adalah major tranquillizer, anti depressant dan zat-zat
halusinogenik.Disamping istilah tranquillizer, yang artinya sebagai obat
penenang, sampai saat ini sering semua obat yang diberikan oleh psikiater, oleh
pasien dinamakan obat penenang.
Pada umumnya dapat disimpulkan, bahwa bidang psikofarmakologi
menciptakan suatu lapangan yang subur bagi eksperimentasi dan pengobatan
farmakologi secara besar-besaran, teristimewa dibidang perawatan penderita-
penderita psikotik dan neurotik. Khususnya untuk gangguan schizophrenia, maka
pendekatan secara psikofarmakologi mengandung aspek-aspek yang
membesarkan hati. Pada waktu sekarang ini sukar dibayangkan suatu fasilitas
mental yang modern, tanpa adanya obat-obat penenang (tranquilizerz) dan obat-
obat pelawan kesedihan (anti depressants) serta obat-obat pelawan anxietas (anti

1
http://taufikgun.blogspot.co.id/2010/06/prinsip-prinsip-konseling.html
2
http://catatanpsikologii.blogspot.co.id/2013/11/psikofarmakologi.html

3
anxiety drugs).Oleh karena itu, salah satu jasa terbesar daripada obat-obat
psikofarmakologi itu ialah memperingan penderitaan seumumnya dari mereka
yang terganggu jiwanya, serta memperdekat jarak antara pendirian-pendirian
psikologi dan pendirian-pendirian yang berorientasi organik.3

C. Penggolongan Gangguan Jiwa dan Obat-Obatan Psikofarmaka


1. Skizofrenia
Skizofrenia adalah gangguan yang ditandai oleh perilaku yang berubah,
termasuk halusinasi, delusi, dan disorganisasi pikiran.Perilaku yang berubah itu
terkait dengan level dopamin dan level reseptor dopamin di otak yang naik
(Remington dan Kapur,1999). Jadi, terapi obat yang dimaksudkan untuk
menangani skizofrenia bekerja melalui mekanisme yang menurunkan level- level
neurotransmiter dalam sistem dopaminergik. Untuk mengurangi dopamin, obat-
obatan terutama bekerja melalui antagonisme dopamin dan reseptor- reseptor
adrenergik. Tipe-tipe obat yang berhubungan dengan antagonisme dopamin
adalah antipsikotik tradisional dan antipsikotik atipikal.

2. Gangguan-gangguan afektif
Gangguan afektif berkaitan dengan emosi, perasaan, dan pengalaman
hidup seseorang.Gangguan afektif seperti depresi unipolar dan bipolar
berhubungan dengan katekolamin dalam sistem adrenergik. Penurunan level
neurotransmiter katekolamin dapat mencetuskan gejala- gejala depresi (Zangen,
Overstreet, dan Yadid,1999). Dengan demikian, terapi obat yang dimaksudkan
untuk menangani depresi bekerja melalui mekanisme yang menaikkan
katekolamin dalam sistem dopaminergik. Tiga tipe obat antidepresan spesifik
yang terkait dengan sistem adrenergik adalah monoamine oxidase inhibitors
(MAOI), antidepresan-atidepresan trisiklik, dan antidepresan-antideptresan
atipikal. Keluarga- keluarga obat ini bekerja untuk menaikkan level neuronal dari
neurotransmiter- neurotransmiter katekolamin

3
https://dryuliskandar.wordpress.com

4
3. Alzheimer’s Disease
Alzheimer’s Disease (AD) (Penyakit Alzheimer) adalah gangguan
neurodegeneratif progresif yang ditandai oleh kehilangan ingatan secara gradual
yang mengganggu fungsi dan produktivitas sehari- hari. Basal forebrain terdiri
atas banyak neuron yang berisi nuklei klorinergik pada pasien non-Alzheimer.
Pada pasien- pasien AD, neurodegenerasinya meluas. Lazimnya, ada lebih banyak
degradasi berat dalam basal forebrain-nya. Jadi, terapi biologis yang
dimaksudkan untuk AD difokuskan pada usaha menaikkan level neuronal dari
asetilkolin. Level asetilkolin dinaikkan melalui obat dengan menghambat enzim
asetil kolinsterase yang destruktif. Obat-obatan yang bekerja melalui mekanisme
ini disebut inhibitor kolinesterase.Inhibitor kolinesterase tidak mengubah proses
penyakitnya. Obat itu juga tidak mengobati patologi yang mendasarinya. Obat-
obat itu terutama bekerja untuk menghasilkan reduksi minimal sampai sedang
pada gejala- gejala defisit kognitif terkait-AD (Felician dan Sandson, 1999).
Selain itu, manfaaat jangka panjang penggunaan obat dapat meliputi kecepatan
progresi gangguan yang berkurang, institusionalisasi yang tertunda, dan
kemungkinan kematian juga tertunda, Dua contoh inhibitor colinesterase yang
disetujui penggunaannya untuk menangani AD adalah takrin (Cognex) dan
donpezil (Aricept). Efek samping kedua macam inhibitor ini termasuk mual,
muntah, dan diare, yang cenderung surut setelah beberapa hari pertama
penanganan.

4. Gangguan- gangguan afektif


Gangguan- gangguan afektif berhubungan dengan perubahan level
neurotransmiter adregenik. Gangguan- gangguan afektif juga berhubungan dengan
perubahan level serotonin (Nemeroff, 1998). Secara spesifik, depresi unipolar dan
bipolar berkorelasi dengan penurunan level serotonin subkortikal. Jadi, untuk
menangani gejala- gejala depresif, seorang klinisi dapat memilih obat yang
bekerja untuk menaikkan level serotonin.Sebagai resep yang sering diberikan,
selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) berfungsi menaikkan level
serotonin. SSRI mencegah reuptake serotonin (Bunin dan Wightman, 1998).

5
Hasilnya, ada lebih banyak neurotransmisi di daerah sinaptik dan oleh karenanya
juga ada lebih banyak level serotonin subkortikal secara keseluruhan.

5. Epilepsi dan seizure


Epilepsi (ayan) adalah kondisi yang dapat ditandai oleh pelepasan-
pelepasan eksplosif yang eksesif dari dalam sistem saraf pusat. Istilah seizure
pada umumnya digunakan untuk menggambarkan pelepasan listrik yang terjadi
pada semua tipe kejadian epileptik. Seizure dapat diklasifikasikan parsial (terbatas
pada suatu daerah) atau menyeluruh (melibatkan banyak tempat).Seizure
menyeluruh dapat bersifat grand mal (konvulsi dan kehilangan kesadaran) atau
petite mal (kehilangan kesadaran dalam waktu singkat atau disfungsi sensori-
motorik ringan).Banyak obat yang digunakan untuk menangani epilepsi mampu
memperkuat daya hambat neurotransmiter GABA. Dengan memperkuatdaya
hambat GABA, hasilnya adalah pengurangan excitability neuronal dan aktivitas
seizure (Nusser, dan kawan- kawan, 1998).Contoh- contoh obat anti-seizure
adalah fenitoin (Dilantin), karbamazepin (Tegretol), diazepam (Valium), dan asam
valproik (Depakene). Semua obat-obatan ini bekerja untuk meningkatkan daya
hambat GABA, tetapi mekanisme pasti untuk menyelesaikan tujuan ini bervariasi.
Efek samping umum yang terkait dengan obat-obat anti-seizure termasuk sedasi,
hendaya kognitif (dengan Dilantin), hipotensi, dan mual.

6.Multiple Sclerosis
Multiple Sclerosis (MS) adalah gangguan neurolis progresif yang
mengakibatkan demielinasi dari zat-putih dalam otak. Degenerasi zat-putih
berhubungan dengan host dari gejala-gejala sensorik, muskuler, dan visual.
Gejala- gejala muskuler merupakan gejala-gejala yang paling mudah ditangani
dan terutama manifes dalam bentuk rigiditas muskuler ( kaku- otot). Seperti
epilepsi, rigiditas, muskular juga dapat terkait dengan aktivitas GABA.Obat- obat
yang digunakan untuk menangani rigiditas otot disebut muscle relaxants.
Mekanisme pasti dari cara kerja GABA dalam memproduksi relaksasi otot belum
diketahui. Reduksi spasme (kejang-kejang) mungkin merupakan hasil
penghambatan refleks GABAnergik atau dengan meniru aktivitas reseptor GABA

6
(Bertrand dan Cazalets, 1999). Contoh-contoh obat perelaks otot termasuk
baklofen (Lioresal) dan dantrolen (Dantrium). Efek samping perelaks otot
termasuk mengantuk, kelemahan otot, diare, dan mual. Glatiramer asetat dam dua
bentuk interferon beta telah disetujui penggunaannya untuk menangani MS.

7.Gangguan kecemasan
Anxiety disorders (gangguan kecemasan) ditandai oleh preokupasi aksesif
ketakutan dan kekhawatiran yang mengganggu fungsi sehari-hari. Gangguan
kecemasan mungkin memiliki banyak faktor penyumbang dan
penyebab.Penanganan farmakologis untuk kecemasan difokuskan pada usaha
mengurangi sistomatologi biologisnya.Terapi biologis primer untuk kecemasan
adalah golongan obat yang dikenal dengan sebutan benzodiazepin (BZD).Obat-
obat ini bekerja seperti amplifier stereo, yaitu meningkatkan daya-hambat
transmiter GABA.Peningkatan daya-hambat GABA menyebabkan pelambatan
neurotransmisi dalam sistem limbik (Nazer, Jessa, dan Plaznik, 1997).4

D. Peran Perawat Dalam Pemberian Obat


1. Pengetahuan dan Strategi
Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi
psikofarmakologis yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai
satu bagian dari pendekatan holistic pada asuhan pasien adalah pengumpulan
data sebelum pengobatan, meliputi:
a) Diagnosa medis
b) Riwayat penyakit
c) Riwayat pengobatan
d) Hasil pemeriksaan laboratorium (yang berkaitan)
e) Jenis obat yang digunakan, dosis, cara dan waktu pemberian
f) Program terapi lain
2. Evaluasi

4
Sundberg,Norman D,dkk.2007.Psikologi Klinis.Yogyakarta:Pustaka Belajar

7
Setelah seorang perawat melaksanakan terapi psikofarmaka maka tugas
terakhir yang penting harus di lakukan adalah evaluasi. Dikatakan reaksi obat
efektif jika :
a) Emotional Stabil
b) Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat
c) Halusinasi,Agresi,Delusi,Menarik diri menurun
d) Prilaku Mudah di arahkan
e) Proses Berpikir ke Arah Logika
f) Efek Samping Obat
g) Tanda – tanda Vital
3. Kewaspadaan
Dalam memberikan terapi psikofarmaka sering menimbulkan efek
samping yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu perawat harus mewaspadai setelah
obat masuk kedalam tubuh pasien, Sebagai berikut:
1. Kewaspadaan pada Obat anti psikotik:
a) Kebutuhan individu sangat bervariasi
b) Gejala akan mereda setelah diberi obat 3 hari sampai 2 minggu
c) Beberapa jenis skizofrenia butuh obat sepanjang hidupnya
d) EPS dan diskinesia Tardif bisa terjadi sebagai efek samping.
e) Terjadinya efek agranulosis
f) Obesitas
2). Kewaspadaan Obat anti cemas yaitu efek adiksi yang sangat kuat5

5
http://www.docstoc.com/docs/51615838/peran-perawat-pada-rehabilitasi-klien-gangguan-jiwa

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Prinsip-prinsip penyuluhan/konseling merupakan pedoman atau acuan
yang digunakan dalam melaksanakan penyuluhan/konseling.Prinsip-prinsip
tersebut dibuat berdasarkan kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman
praktis tentang hakekat manusia, perkembangan budaya, pengertian, tujuan,
fungsi, dan proses penyelenggaraan penyuluhan/konseling.
Psikofarmakologi ialah bidang khusus farmakologi yang berhubungan
dengan zat-zat dan obat-obat yang berpengaruh pada jiwa dan tingkah laku
manusia.Psikofarmakologi mempelajari efek obat pada perilaku manusia dan
bagaimana efek ini terjadi melalui perubahan aktivitas neural (Saraf).
Penggolongan Gangguan Jiwa dan Obat-Obatan Psikofarmaka
1. Skizofrenia
2. Gangguan-gangguan afektif
3. Alzheimer’s Disease
4. Gangguan- gangguan afektif
5. Epilepsi dan seizure
6.Multiple Sclerosis
7.Gangguan kecemasan
Peran Perawat Dalam Pemberian Obat
1. Pengetahuan dan Strategi
2. Evaluasi

B. Saran
Dengan pengetahuan atau pemahaman mengenai prinsip-prinsip
peyuluhan/konseling dan pengetahuan terhadap psikofarmakologi, tentu
diharapkan kita mampu menerapkan prinsip penyuluhan/konseling terhadap
penanganan pasien/klien yang mengalami gangguan jiwa sehingga penanganan
yang kita lakukan tepat dan efektif.

9
DAFTAR PUSTAKA

http://www.docstoc.com/docs/51615838/peran-perawat-pada-rehabilitasi-klien-
gangguan-jiwa

https://dryuliskandar.wordpress.com

Sundberg,Norman D,dkk.2007.Psikologi Klinis.Yogyakarta:Pustaka Belajar

http://taufikgun.blogspot.co.id/2010/06/prinsip-prinsip-konseling.html

http://catatanpsikologii.blogspot.co.id/2013/11/psikofarmakologi.html

10

Anda mungkin juga menyukai