Dosen Pengampu :
Dr.phil. Dian Veronika Sakti Kaloeti, S.Psi., M.Psi
Disusun oleh :
Kelompok 1
Bella Averina Jonathan 15000119130298
Bernadus Advendo David P 15000119130285
Caterina Eka Christianto 15000119130185
Eugenia Nadia 15000119130245
Hizkia Dewangga 15000119140087
Maria Ivana Wibawa 15000119130105
Theresia Conia 15000119140235
Uli Patricia Pasmayu 15000119130328
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan rahmatnya yang telah
diberikanNya atas kemudahan dan kelancaran bagi penulis dalam menyusun makalah Psikologi
Forensik dengan judul “Asesmen Resiko” sehingga dapat terselesaikan dengan baik. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Dosen pengampu mata kuliah Psikologi Forensik yaitu
Dr.phil. Dian Veronika Sakti Kaloeti, S.Psi., M.Psi.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan kekurangan di dalamnya.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan kekurangan di dalamnya. Maka
dari itu, penulis mengharapkan adanya kritik maupun saran dari pembaca yang bersifat
membangun agar makalah ini nantinya dapat lebih baik lagi. Sekian dari penulis dan apabila
terdapat kekurangan dari makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, kritik dan saran
sangat terbuka untuk menyempurnakan makalah ini. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 3
C. Tujuan 4
Bab II Pembahasan
A. Pengertian Asesmen Risiko 5
B. Fungsi Asesmen Risiko 6
C. Pendekatan dalam Asesmen Risiko 6
D. Tugas Psikolog Forensik 7
E. Contoh Langkah-LangkahAsesmen 8
F. Jenis Asesmen Risiko 9
G. Faktor-Faktor dalam Asesmen Risiko 11
H. Contoh Kasus 12
Bab III Penutup
A. Kesimpulan 14
B. Saran 14
Daftar Pustaka 15
Lembar Partisipasi 16
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi forensik merupakan hubungan antara psikologi dan hukum, hal ini
menunjukkan bahwa psikologi dapat memberikan kontribusi praktis terhadap prinsip-
prinsip psikologi terapan dalam konteks hukum. Psikologi forensik adalah sejenis
penelitian dan teori psikologi yang melibatkan pengaruh faktor kognitif, emosional, dan
perilaku terhadap prosedur hukum (Ikawati, 2019). Konsekuensi kesalahan manusia
dapat mempengaruhi semua aspek bidang hukum, termasuk penilaian yang bias,
ketergantungan pada stereotip, ingatan yang salah, dan keputusan yang salah atau tidak
adil. Karena keterkaitan antara psikologi dan hukum, psikolog sering diminta untuk
membantu mereka sebagai saksi ahli dan konselor pengadilan.
Oleh karena itu, asesmen resiko sangatlah dibutuhkan. Asesmen resiko merupakan
hal yang sangat dibutuhkan dalam dunia psikologi forensik karena asesmen resiko
merupakan metode sistematis untuk menentukan apakah suatu kegiatan memiliki risiko
yang dapat diterima atau tidak. Ada penilaian risiko, proses analisis, dan menafsirkan
risiko dengan kegiatan dasar tertentu. Kegiatan asesmen risiko dapat berupa
mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang mungkin terjadi, serta melihat
pembentukan hubungan risiko dan manfaat dari potensi bahaya atau dampak yang
ditimbulkan. Dari hal tersebut, maka psikolog forensik dapat membantu pihak berwajib
dalam menentukan penyimpangan-penyimpangan proses hukum, menegakkan hukum,
dan menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman dengan proses hukum yang adil.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asesmen resiko?
2. Apa fungsi asesmen resiko?
3. Bagaimana pendekatan dalam asesmen resiko?
4. Apa tugas psikolog forensik?
5. Bagaimana langkah-langkah asesmen resiko?
6. Apa saja instrumen asesmen resiko?
3
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi asesmen resiko.
2. Mengetahui fungsi asesmen resiko.
3. Mengetahui pendekatan dalam asesmen resiko
4. Mengetahui tugas dari psikolog forensik.
5. Mengetahui langkah-langkah asesmen resiko.
6. Mengetahui instrumen-instrumen dalam asesmen resiko.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
B. Fungsi Asesmen Risiko (ivana)
Dalam Binus University (2015) Fungsi Asesmen Risiko adalah:
1. Menilai berbagai jenis bencana yang mungkin terjadi dan akibat yang bakal
ditimbulkan (penyimpangan-penyimpangan proses hukum).
2. Mencari tahu bagaimana cara organisasi untuk mengetahuinya (menegakkan
hukum).
3. Menyusun/menciptakan lingkungan yang sehat dan nyaman (proses hukum yang
adil).
6
Pendekatan ini merupakan gabungan dari dua pendekatan sebelumnya dengan
menambahkan informasi-informasi tambahan untuk mendapatkan akurasi data.
Pendekatan ini merupakan gabungan dari penilaian aktuaria dengan pendekatan
klinis yang terstruktur dengan harapan mampu untuk meningkatkan akurasi
prediksi asesmen.
Bentuk ideal dari asesmen risiko ini pun melibatkan sejumlah prinsip metodologis,
yaitu : 1) Upaya tepat menyebutkan bahaya yang sedang dinilai, 2) Upaya menentukan
kemungkinan hasil yang muncul, 3) Upaya menilai probabilitas hasil yang spesifik, dan
4) Upaya untuk menilai tingkat keparahan secara spesifik.
7
2. Psikolog Forensik sebagai Peneliti
Psikolog forensik yang bertugas dalam meneliti perkara-perkara yang terjadi biasa
disebut sebagai psikolog forensik eksperimental. Psikolog forensik dengan divisi
ini menekankan aktivitasnya pada penelitian tentang perilaku manusia yang
berkaitan dengan sistem hukum yang berlaku. Adapun berikut adalah beberapa
aktivitas yang biasa dilakukan psikolog forensik pada spesialisasi ini:
1) Menguji efektivitas suatu strategi asesmen risiko
2) Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan hakim
atau juri
3) Mengembangkan instrumen atau alat ukur psikologis yang membantu dalam
proses investigasi psikologis dalam persidangan
4) Mengevaluasi intervensi yang diberikan kepada pelaku maupun korban dalam
suatu perkara
5) Meneliti tentang gaya bertanya terhadap saksi mata dalam memberikan
kesaksian di dalam persidangan
6) Menguji efek intervensi manajemen stres kepada polisi dan aparat penegak
hukum lainnya
8
4. Melakukan asesmen berkaitan dengan kondisi masing-masing subjek yang berkaitan
dengan kasus;
5. Fokus pada kualitas relasi subjek dengan korban (interaksi dan hubungan);
6. Berkoordinasi dan mengkomunikasikan dengan penyidik mengenai langkah-langkah
yang telah, sedang, atau akan ditempuh dengan mempertimbangkan saran-saran
terdahulu yang asesor berikan;
7. Mengeksplorasi pertanyaan saat berdiskusi dan mengaitkan dengan teori.
9
risiko yang dimiliki individu dalam 7 hingga 10 tahun kedepan. Aitem-aitem tersebut
antara lain:
1. Perolehan skor total Hare Psychopathy Checklist-Revised (PCL-R).
2. Ketidakmampuan dasar sekolah.
3. Pemisahan dari kedua orang tua sebelum 16 tahun.
4. Skor ringkasan untuk tindak non-kejahatan yang terjadi sebelum melakukan
tindak kejahatan.
5. Status melakukan saat melakukan kejahatan.
6. Usia saat melakukan kejahatan.
7. Kegagalan sebelumnya dalam proses pembebasan, seperti masa percobaan
hukuman atau pembebasan bersyarat.
8. Tingkat keparahan pada korban tindak kejahatan.
9. Simptom skizofrenia.
10. Kriteria gangguan kepribadian.
11. Penyalahgunaan alkohol.
12. Apabila korban merupakan wanita, apakah korban masih menderita akibat
kejahatan yang dilakukan
ARAI juga memiliki alat ukur bernama Classification of Violence Risk (COVR)
dengan pendekatan Iterative Classification Tree (ICT). Pendekatan ICT berfokus pada
model yang interaktif dan kontinjensi untuk mengukur tingkat risiko pelaku kejahatan
pada individu. Berbeda dengan VRAG, COVR yang menggunakan pendekatan ICT akan
mengklasifikasikan seseorang ke dua kategori, sangat berisiko atau tidak terlalu berisiko
(high/low risk) lewat mengukur orang tersebut dari berbagai aspek (tidak hanya 12 aspek
seperti VRAG). Meskipun terlihat seperti cara yang meyakinkan karena hasil pengukuran
berdasarkan pada data langsung individu yang diteliti, keakuratan ARAI masih belum
meyakinkan. ARAI ternyata belum menunjukan tingkat akurasinya yang baik apabila
diterapkan pada individu lain (yang bukan menjadi sampel pengembangan
instrumennya). Dengan kata lain, ARAI memiliki masalah pada penggunaan secara
general. Selain itu, penerapan ARAI yang nomotetik tidak sesuai dengan prinsip asesmen
risiko yang ideografik (pengukuran seharusnya ditekankan pada skala individu, bukan
kelompok).
10
Selain kedua jenis asesmen di atas, terdapat pula jenis asesmen yang menggabungkan
cara kerja keduanya yang dikenal dengan Structured Professional Judgement (SPJ)
dengan salah satu instrumennya yang bernama Historical, Clinical, Risk Management-20
(HCR-20). Asesmen risiko yang satu ini memiliki fokus pengukuran yang ditekankan
pada pengalaman masa lalu individu dan implikasinya pada kondisi klinis seseorang. Di
sini, instrument dengan pendekatan SPJ seperti HCR-20 menggunakan aitem-aitem
pengukur layaknya COVR akan tetapi untuk hasil asesmen tidak secara mentah diambil
dari skor total HCR-20 tetapi disaring lagi dengan pandangan ahli klinis.
11
tercakup dalam faktor protektif seperti pemberian dukungan sosial, pelatihan atau edukasi
sebelum bebas dari tahanan, dan pemberian akomodasi untuk hidup setelah bebas dari
tahanan.
H. Contoh Kasus
Penulis menggunakan salah satu episode serial televisi dari Inggris berjudul “Near
Death Experience” dalam serial berjudul “A Touch of Frost”. Serial ini menceritakan
tentang seorang detektif dari kepolisian, Jack Frost (David Jason), yang dalam
menyelesaikan tugasnya untuk menyelidiki kasus pembunuhan dibantu oleh seorang
psikolog forensik, Martine Phillips (Sara Stewart). Dalam menyelidiki kasus ini Frost
tidak menemukan jejak peninggalan pelaku sehingga ia kesulitan untuk menemukan
pelakunya, sehingga petingginya menugaskan Martine untuk membantu menyelesaikan
kasus pembunuhan tersebut.
Martine setelah bertemu Frost kemudian ikut untuk melihat keadaan korban (24:50),
ia lalu melakukan observasi terhadap korban terutama untuk mengetahui bagaimana
pelaku membunuh korban. Dari situ kemudian ia menemukan hipotesis awalnya.
Berpindah dari tempat otopsi, (27:00) Martine bersama dengan Frost dan Sharpe
kemudian berdiskusi dan Martine menemukan bahwa pelaku pembunuhan pernah
melakukan pembunuhan serupa. Martine menjelaskan pada Frost mengenai metode yang
dilakukannya untuk menemukan pelaku kejahatan yakni dengan melihat perilaku dari
terduga pelaku yang bisa diprediksi (35:05). Frost meminta laporan Martine mengenai
observasinya dan Martine kemudian mengemukakan kondisi psikologis terduga pelaku
yang menurutnya tidak tepat (58:20, 1:04:16). Menurut Martine, pelaku telah
merencanakan pembunuhan dan seluruh pembunuhan yang pernah dilakukan tersebut
memiliki pola yang sama sehingga bisa saja pelaku melakukan pembunuhan yang lain
juga. Frost juga meminta analisa Martine terhadap pola pembunuhan pelaku yang bisa
jadi petunjuk (1:07:41). Kasus pembunuhan baru membuat kesimpulan baru bagi Martine
bahwa pelaku sudah semakin dekat sehingga ia perlu untuk melakukan wawancara
dengan terduga pelaku yang lain (1:09:49). Pelaku menghampiri Martine namun tidak
membunuhnya, karena Martine yakin bahwa pelaku sudah memiliki rencana kapan dan
pada siapa pembunuhan selanjutnya akan terjadi (1:12:55). Pada akhirnya penangkapan
12
pelaku dilakukan pada saat pelaku hendak melakukan pembunuhan di tempat yang telah
diprediksi sebelumnya (1:23:52).
Dalam serial televisi tersebut, tidak digambarkan secara detail mengenai jenis
asesmen resiko apa yang dilakukan. Martine tampak telah melakukan asesmen
sebelumnya lalu membicarakannya pada Frost sebagai bahan pertimbangan serta
tambahan informasi dalam mencari pelaku. Namun, jelas tampak bahwa hasil asesmen
resiko tersebut menunjukkan bahwa pelaku merupakan serial killer yang akan melakukan
pembunuhan serupa pada korban selanjutnya. Selain itu, asesmen yang dilakukan juga
dapat mengurangi dugaan pada orang-orang yang terlibat dalam kasus tersebut sehingga
pelaku dapat secara tepat ditemukan. Martine menggunakan pendekatan probabilitas hasil
yang muncul di masa mendatang merupakan hasil dari sampel peristiwa di masa lampau.
Dengan menggabungkan informasi dari kasus pembunuhan serupa yang pernah terjadi
sebelumnya, Martine mengungkap bahwa pelaku bisa saja melakukan hal yang serupa
pada korban lain. Dari hal tersebut juga, Martine bersama Frost bisa menemukan target
selanjutnya dari pelaku sehingga bisa merencanakan dan melakukan penangkapan.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asesmen risiko adalah kegiatan psikolog forensik yang dilakukan agar langkah
kebijakan hukum dilaksanakan sesuai dengan harapan dalam proses peradilan untuk
menentukan putusan suatu perkara. Terdapat tiga jenis utama asesmen risiko, yakni
Clinical Risk Assessment (CRA), Actuarial Risk Assessment Instruments (ARAI),
Structured Professional Judgment (SPJ). Namun, hal terpenting dari bahasan asesmen
risiko adalah memahami faktor-faktor yang perlu diperhatikan, seperti faktor prediktor
risiko, faktor risiko statis dan faktor risiko dinamis, serta faktor protektif dari risiko yang
mungkin muncul.
Dalam perkembangannya terdapat tiga pendekatan dalam asesmen risiko, yaitu : 1)
Hasil yang muncul merupakan sebuah probabilitas, 2) Probabilitas hasil yang muncul di
masa mendatang merupakan hasil dari sampel peristiwa di masa lampau, dan 3) Perkiraan
kemungkinan yang terjadi di masa mendatang berdasarkan pengalaman, pengetahuan,
dan perhatian yang dapat diterapkan pada konteks yang bersangkutan. Contoh penerapan
asesmen resiko dapat dilihat pada salah satu serial televisi “A Touch of Frost” dalam
episode yang berjudul “Near Death Experiences”.
B. Saran
Dengan terselesaikannya makalah ini penulis berharap kepada pembaca agar
memberikan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penulisan makalah di
kemudian hari dan kedepannya penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan
tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan dapat
dipertanggungjawabkan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Binus University. (2015). Mahasiswa Psikologi Binus Belajar Dari Psikolog Forensik Mabes
Polri. https://psychology.binus.ac.id/2015/01/15/mahasiswa-psikologi-binus-belajar-dari-
psikolog-forensik-mabes-polri/ (diakses pada 26 Febuari 2022)
Crighton, D. A. & Towl, G. J. (2015). Forensic psychology 2nd Edition. USA: Wiley.
Huss, M. T. (2014). Forensic psychology : research, clinical practice, and applications 2nd Ed.
USA: Wiley.
Ikawati, L. (2019). Fenomena Kejahatan Kriminologi Berdasarkan Ciri Psikis & Psikologis
Manusia. Jurnal Hukum Responsif, 7(2), 123-136.
http://jurnal.pancabudi.ac.id/index.php/hukumresponsif/article/view/737.
Kaloeti, D. V. S., Indrawati, E. S., & Alfaruqy, M. Z. (2019). Psikologi Forensik. Yogyakarta:
Psikosain
Wingfield, R. D. (Penulis), & Harrison, P. (Sutradara). (2005). Near death experience [Episode
serial televisi]. Dalam Reynolds, D. & Bates, R. (Produser Eksekutif). A touch of Frost.
Yorkshire, UK: Yorkshire Television.
15
LEMBAR PARTISIPASI
16