Anda di halaman 1dari 12

Tugas Individu

Mata Kuliah Penerapan Kode Etik Psikologi


Dosen Pengampu :
Dr. Arlina Gunarya, M.Sc
Dr. Muhammad Tamar., M.Psi
Dra. Dyah Kusmarini, Psych
Uminyah Saleh, S.Psi., M.Psi., Psikolog

FILSAFAT PSIKOLOGI:
KAITANNYA DENGAN PENERAPAN KODE ETIK PSIKOLOGI
DAN METODE PENELITIAN PSIKOLOGI

Disusun Oleh :
RIZKI YULIANI
Q111 12 274

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016

1. Pendahuluan
Pada dasarnya, seluruh ilmu pengetahuan memiliki kesamaan, yakni memiliki tiga
landasan filosofis di dalamnya. Ketiga landasan filosofis tersebut adalah ontologi,
epistemologi, dan aksiologi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ontologi membahas
tentang apa yang dikaji oleh ilmu pengetahuan, epistemologi membahas tentang cara-cara
atau metode-metode yang digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, dan aksiologi
membahas tentang manfaat ilmu pengetahuan tersebut. Psikologi sebagai salah satu ilmu
pengetahuan juga memiliki ketiga landasan filosofis tersebut.
Dalam rangka pengembangan ilmu psikologi, penelitian memiliki peranan yang
sangat penting. Penelitian-penelitian yang dilakukan membeirkan kontribusi besar bagi
berkembangnya ilmu psikologi. Seiring berkembangnya ilmu psikologi, dibuat sebuah
pedoman yang menjadi landasan bagi pihak-pihak yang berkecimpung di dunia psikologi
untuk menjalankan keilmuan psikologi. Pedoman ini sebenarnya telah ada pada diri setiap
orang, tetapi kemudian dibuatkan sesuatu yang bentuknya lebih jelas sehingga ada landasan
yang jelas yang diketahui bersama. Landasan ini disebut sebagai kode etik psikologi, yang
pada dasaranya digunakan selama proses pengembangan ilmu psikologi sebagai upaya untuk
menjamin kesejahteraan umat manusia. Kode etik psikologi ini juga diambil melalui nilainilai luhur yang terkandung di dalam kebudayaan tempat ilmu psikologi dikembangkan,
dalam hal ini akan dibahas mengenai kode etik psikologi indonesia.
2. Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Sebelum dibahas mengenai filsafat psikologi dalam kaitannya dengan kode etik
psikologi dan penelitian psikologi, terlebih dahulu akan dibahas mengenai ontologi,
epistemologi, dan aksiologi secara umum. Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani onta
yang berarti sesuatu yang sungguh-sungguh ada dan logos yang berarti pikiran, kata atau
teori. Secara etimologi, ontologi berarti ilmu tentang yang ada sebagai ada. Ontologi sebagai
istilah filsafat dikembangkan oleh Christian Wolff yang mengatakan bahwa ontologi
merupakan bagian dari metafisika (metafisika umum) yang membicarakan tentang hal yang
ada (Ediyono, 2010; Setianingtyas, 2013). Siswomihardjo mengemukakan bahwa ontologi
meliputi apa hakekat ilmu itu, apa hakekat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan
pengetahuan ilmiah, yang tidak lepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang)
ada itu. Paham monoisme yang terpecah menjadi idealisme atau spiritualisme, paham

dualisme, pluralisme dengan berbagai nuansanya, merupakan paham ontologik yang pada
akhirnya menentukan pendapat setiap individu mengenai apa dan bagaiaman (yang) ada
sebagiamana manifestasi kebenaran yang dicari (Setianingtyas, 2013). Landasan ontologi
bertolak pada pertanyaan dasar, yakni apa yang ditelaah ilmu? bagaimana wujud hakiki suatu
objek ilmu? Ontologi membahas pertanyaan tentang apakah keberadaan (ada) itu? Apakah
hakekat keberadaan sebagai keberadaan. Ontologi menggunakan satu perspektif dalam
meninjau realitas. Objek formalnya adalah memberikan dasar-dasar yang paling umum bagi
semua masalah yang menyangkut manusia, dunia dan Tuhan seperti misalnya masalah
keberadaan, penggolongan keberadaan, kebersamaan, kebebasan, badan, jiwa, perkembangna
moralitas dan agama. Hal yang menjadi titik tolak dan dasar ontologi dengan mutlak adalah
refleksi terhadap kenyataan yang paling dekat, yaitu manusia dan dunia pribadinya. Pada
ahkhirnya ontologi menempatkan segala pemahaman yang diperoleh itu dalam satu perspektif
yang definitif yang memiliki logikanya sendiri. Landasan ontologi dari ilmu pengetahuan
adalah analisis tentang objek materi dari ilmu pengetahuan. Objek materi dari ilmu
pengetahuan adalah hal-hal yang empiris (Ediyono, 2010).
Kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang dapat diartikan sebagai
pengetahuan atau kebenaran dan logos yang dapat diartikan sebagai pikiran, kata atau teori.
Secara etimologi, epistemologi diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar (Ediyono,
2010). Siswomihardjo mengatakan bahwa epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tata cara
menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Akal, akal budi,
pengalaman, ataupun kombinasi antara pengalaman dan akal, merupakan sarana yang
dimaksud dalam epistemologi sehingga dikenal adanya model-model epistemologik seperti
rasionalisme, empririsme, kritisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi
dengan berbagai variasinya. Selanjutnya Mustansyir dan Munir menyebutkan persoalanpersoalan penting yang dikaji dalam epistemologi berkisar pada asal usul pengetahuan, peran
pengalaman dan akal dalam pengetahuan, hubungan skeptisme universal, dan bentuk-bentuk
perubahan pengetahuan yang berasal dari konseptualisasi baru mengenai dunia. Keseluruhan
persoalan-persoalan tersebut terkait dengan persoalan-persoalan penting filsafat lainnya
seperti kodrat kebenaran, kodrat pengalaman dan makna (Setianingtyas, 2013). Landasan
epistemologi dari ilmu pengetahuan adalah analisis tentang proses tersusunnya ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan disusun melalui proses yang disebut metode ilmiah
(Ediyono, 2010).

Aksiologi berasal dari bahasa Yunani axios yang berarti nilai dan logos yang berarti
ilmu atau teori. Secara etimologi, aksiologi berarti teori tentang nilai yang membahas hakekat
nilai, sehingga disebut juga sebagai filsafat nilai (Ediyono, 2010). Siswomihardjo
mengatakan bahwa aksiologi ilmu meliputi nilai-nilai (values) yang bersifat normatif dalam
pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana dijumpai dalam
kehidupan manusia yang menjelajahi berbagai kawasan, misalnya kawasan sosial, kawasan
simbolik ataupun fisik material. Nilai-nilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu
conditio sine qua non yang wajib dipatuhi baik dalam melakukan penelitian maupun dalam
menerapkan ilmu. (Setianingtyas, 2013). Runes dalam Setianingtyas (2013) mengemukakan
empat faktor yang merupakan problem utama dari aksiologi, yakni (a) kodrat nilai berupa
problem mengenai apakah nilai itu berasal dari keinginan, kesenangan, kepentingan,
preferensi, keinginan rasio murni, pemahaman mengenai kualitas tersier, pengalaman
sinoptik kesatuan kepribadian, berbagai pengalaman yang mendorong semangat hidup, relasi
benda-benda sebagai sarana untuk mencapai tujuan atau konsekuensi yang sungguh-sungguh
dapat dijangkau, (b) jenis-jenis nilai-nilai menyangkut perbedaan pandangan antara nilai
intrinsik, ukuran untuk kebijaksanaan nilai itu sendiri, nilai-nilai instrumental yang menjadi
penyebab mengenai nilai-nlai intrinsik, (c) kriteria nilai artinya ukuran untuk menguji nilai
yag dipengaruhi sekaligus oleh teori psikologi dan logika, dan (d) status metafisik nilai
mempersoalkan tentang bagaimana hubungan antara nilai terhadap fakta-fakta yang diselidiki
melalui ilmu-ilmu kealaman, kenyataan terhadap keharusan, pengalaman manusia tentang
niali pada realitas kebebasan manusia.
Persoalan tentang nilai apabila dibahas secara filsafati akan lebih memperhatikan
persoalan tentang sumber nilai. Persoalan tentang nlai ini bersumber pada keutamaan atau
keluhuran hidup manusia, sehingga selalu berkaitan dengan fungsi sumber-sumber
kemampuan kejiwaan. Sumber-sumber tersebut terutama terdiri dari akal, kehendak, dan rasa.
Persoalan tentang keutamaan kehidupan manusia sangat berhubungan dengan masalah moral,
sehingga akan selalu berhubungan dengan kebaikan. Sumber kemampuan kejiwaan yang
mampu menangkap nilai kebaikan adalah kehendak. Aksiologi berhubungan dengan hal yang
dapat dipikirkan, bukan hanya tentang kebaikan, tetapi juga tentang kenyataan (kebenaran)
dan keindahan. Persoalan pokok aksiologi mencakup tentang nilai subjektif dan nilai objektif,
cara memperoleh niai, dan wujud nilai tersebut. Landasan aksiologi dari ilmu pengetauan
adalah analisis tentang penerapan hasil-hasil temuan ilmu pengetahuan. Penerapan ilmu

pengetahuan dimaksudkan untuk memudahkan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan


keluhuran hidup manusia (Ediyono, 2010).

3. Filsafat Psikologi (Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi dalam Psikologi)


3.1 Ontologi Psikologi
Telah dipaparkan sebelumnya bahwa landasan ontologis dari suatu ilmu membahas
tentang hakekat keberadaan suatu ilmu. Landasan ontologis dari psikologi sendiri dapat
dilihat dengan terlebih dahulu memahami makna dari psikologi itu sendiri. Psikologi berasal
dari bahasa Yunani psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu atau teori. Melalui
kedua pengertian ini, dapat diketahui bahwa psikologi adalah ilmu tentang jiwa. Tetapi
Gerungan membedakan antara ilmu jiwa dengan psikologi. Menurutnya, ilmu jiwa meliputi
segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, juga khayalan dan spekulasi mengenai jiwa itu,
sedangkan psikologi meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara
sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi syarat yang telah disepakati
bersama. Jadi, dapat disimpulkan bahw apsikologi merupakan ilmu jiwa yang ilmiah, yang
dalam mempelajarinya harus dari sudut ilmu (Walgito, 2010). Telah dikemukakan bahwa
secara harfiah psikologi adalah ilmu tentang jiwa. Namun jiwa sendiri tidak dapat dilihat
secara langsung, sehingga tidak dapat diukur (dimana telah dipaparkan sebelumnya bahwa
psikologi merupakan ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang proses pengembangan ilmunya
dilakukan secara ilmiah). Oleh karena jiwa tidak dapat diukur secara langsung, maka
psikologi mengkaji tingkah laku dan aktivitas-aktivitas lainnya yang merupakan manifestasi
dari jiwa tersebut.
Melalui pemaparan di atas, dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa pada hakekatnya
psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang jiwa manusia yang
dimanifestasikan melalui tingkah laku dan aktivitas-aktivitas lainnya. Tingkah laku sendiri
terdiri dari dua, yakni tingkah laku yang tampak (overt behavior) dan tingkah laku yang tidak
tampak (covert behavior). Woodworth dan Marquis dalam Walgito (2010) mengemukakan
hal-hal yang dipelajari dalam psikologi meliputi aktivitas motorik, aktivitas kognitif, dan
aktivitas emosional. Jadi dalam psikologi ada perilaku dan kehidupan jiwa atau psikis.
Melalui pembahasan-pembahasan yang telah dipaparkan, dapat ditemukan sebuah pengertian
bahwa landasan ontologis dari psikologi adalah manusia, dalam hal ini yakni psikologi
mempelajari tentang jiwa manusia. Tetai karena jiwa merupakan ssuatu yang tidak dapat

diukur secara langsung, maka untuk dapat mengetahuinya dapat dilakukan penelitian
mengenai tingkah laku dan aktivitas-aktvitas lainnya yang merupakan manifestasi dari jiwa
itu sendiri.

3.2 Epistemologi Psikologi


Psikologi merupakan salah satu ilmu pengetahuan, yang mana telah diketahui bahwa
ilmu pengetahuan ini dikembangkan dengan cara-cara yang ilmiah. Hal ini berkaitan dengan
salah satu landasan filosofis dari ilmu pengetahuan, yakni epistemologi. Epistemologi
membahas tentang metode-metode atau cara-cara yang digunakan dalam rangka memperoleh
ilmu pengetahuan. Sebagai suatu ilmu pengetahuan, kajian psikologi dipelajari secara
sistematik sesuai denan metode-metode yang berlaku agar hasilnya objektif dalam
pengambilan

kesimpulannya.

Kajian

dari

psikologi

adalah

jiwa

manusia

yag

dimanifestasikan melalui tingkah laku dan aktivitas-aktivitas lainnya. Dalam rangka


memperoleh pengetahuan tentang hal-hal tersebut, terdapat berbagai macam metode yang
digunakan dan dikembangkan. Sebut saja metode penelitian kualitatif yang merupakan
metode penelitian untuk menghasilkan pengetahuan baru tentang sesuatu atau bahkan
menghasilkan teori baru. Metode penelitian kuantitatif yang merupakan metode penelitian
untuk menguji teori yang sudah ada. Selain itu, ada pula metode penelitian eksperimental
yang digunakan untuk melihat tingkah laku manusia misalnya dalam kondisi tertentu. Ada
pula metode observasi yang digunakan untuk melihat tingkah laku manusia dengan
menggunakan guide line observasi. Ada pula metode survei yang meliputi wawancara dan
penggunaaan instrumen seperti kuesioner maupun skala. Kegunaan dari metode-metode
tersebut adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang sesuatu yang dapat mengembangkan
ilmu psikologi.
Semua metode-metode tersebut digunakan dalam rangka mempelajari tingkah laku
dan aktivitas-aktivitas lainnya dalam diri manusia. Metode-metode tersebut juga digunakan
untuk mengamati segala hal yang tampak di diri manusia yang dapat dijadikan sebagai
informasi untuk lebih memahami manusia secara utuh. Melalui metode-metode tersebut
kemudian akan dibuat sebuah kesimpulan yang bermanfaat dalam perkembangan ilmu
psikologi. Kesimpulan tersebut dapat berupa pengetahuan baru yang dapat memperkaya ilmu
psikologi, dapat pula menjadi penguat pengetahuan yang telah ada, atau juga dapat

meluruskan sebuah kekeliruan yang selama ini dipercayai sebagai kebenaran. Intinya,
metode-metode yang digunakan adalah semata-mata untuk mencari kebenaran dari sebuah
ilmu pengetahuan.
3.3 Aksiologi Psikologi
Aksiologi secara umum membahas tentang manfaat suatu ilmu pengetahuan bagi
kehidupan. Olehnya itu, pembahasan aksiologi selalu terikat dengan nilai. Nilai-nilai ini
belum tentu sama di setiap lingkungan, karena nilai membahas tentang baik dan buruk
tentang sesuatu. Pandangan tentang baik buruknya sesuatu agi setiap individu di setiap
wilayah dapat saja berbeda, sehingga dalam penerapannya manfaat yang dirasakan oleh
adanya ilmu psikologi mungkin saja berbeda di setiap tempatnya. Secara umum, tujuan dari
dikembangkannya ilmu psikologi adalah agar dapat memahami, menjelaskan, dan
mempredisksi tingkah laku individu serta potensi dan proses mental lainnya yang terjadi di
dalam diri manusia. Adapun beberapa manfaat yang telah dirasakan oleh manusia di dalam
kehidupannya dengan adanya ilmu psikologi antara lain:
1. Di dalam bidang industri dan organisasi ilmu psikologi banyak digunakan untuk
mengembangkan sumber daya manusia. Selian itu, ilmu psikologi banyak dimanfaatkan
dalam proses seleksi, penerimaan, dan penempatan karyawan dengan melihat
kemampuan dan bakat yang dimiliki individu. Bahkan ada pula perhatian khusus yang
dibeirkan kepada karyawan yang akan pensiun agar tetap dapat menjalani hidupnya
dengan baik setelah pensiun. Semua itu dapat dilakukan dengan adanya penelitianpenelitian dan pengmebangan di bidang psikologi industri dan organisasi.
2. Individu dapat mengetahui bakat dan potensi di dalam dirinya dengan adanya
pengukuran minat dan bakat di dalam ilmu psikologi. Pengukuran tentang minat dan
bakat ini dapat dimanfaatkan untuk merencanakan karir, sehingga kehidupan indivdiu
dapat lebih jelas dan terarah.
3. Para psikolog klini mampu memahami proses mental yang terjaid pada individuindivdu yang abnormal sehingga mereka tidak lagi diperlakukan secara tidak
manusiwai, tetapi jutsru dirawat agar dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik.
4. Di bidang pernikahan dan keluarga, psikologi bekrontribusi dalam memahami proses
yang terjadi di dalam keluarga sehingga permasalahan-permasalahan di dalam keluarga
maupun perkawinan dapat diketahui duduk persoalannya dan pihak-pihak yang terlibat
dapat lebih jelas memandang masalahnya juga proses penyelesaian dari masalah
tersebut.

5. Saat ini, psikologi berfokus pada pengembangan ilmu psikologi ke arah positif,
manusia dilihat sebagai makhluk yang memiliki potensi, sehingga perkembangan
manusia mengarah pada hal-hal yang lebih positif.
Manfaat-manfaat dari perkembangan ilmu psikologi masih snagat banyak, tetapi tidak
dapat disebutkan satu per satu. Secara ringkas, manfaat ilmu psikologi dapat tergambar dari
tujuan utama psikologi yakni memahami manusia dalam ranah kejiwaannya yang
termanifestasikan melalui tingkah laku dan prosesmental di dalam diri manusia. Tujuan ini
membuat psikologi fokus pada perkembangan manusia ke arah yang lebih baik.
4. Kaitan Filsafat Psikologi dengan Kode Etik Psikologi dan Metode Penelitian
Psikologi
Berdasarkan penjelasna-penjelasan yang telah dipaparkan sebelumnya, diketahui
bahwa psikologi sebagai suatu ilmu pengetahuan telah memenuhi tiga landasan filosofis,
yakni ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Psikologi saat ini tengah mengalami
perkembangan yang cukup pesat dan banyak diperbincangkan, juga banyak yang memiliki
ketertarikan mengenai ilmu ini. Selain banyaknya pihak yang tertarik untuk mempelajari dan
mengembangkan ilmu ini, masih ada pula pihak-pihak yang mempertanyakan tentang
kematangan ilmu psikologi. Masih cukup banyak yang menyangsikan kedudukan psikologi
sebagai ilmu. Olehnya itu, sebagai pihak yang berkecimpung dalam bidang psikologi perlu
berpegang teguh pada cara-cara yang ilmiah dalam proses pengembangan ilmu psikologi.
Seperti yang telah dipaparkan, bahwa pembeda antara ilmu jiwa dan psikologi adalah dari
segi pemerolehan ilmunya. Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa dengan
cara-cara yang ilmiah, sehingga kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan.
Seiring perkembangan ilmu psikologi, mulai diperhatikan pula landasan yang dijadian
sebagai acuan dalam proses pengembangan ilmu psikologi. Kemudian dibuatlah kode etik
psikologi yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi pihak-pihak yang berkecimpung di
dunia psikologi dalam menjalankan keilmuannya. Seperti yang dikatakan oleh HIMPSI
(2010) bahwa kode etik psikologi adalah seperangkat nilai-nilai untuk ditaati dan dijalankan
dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan sebagai psikolog dan ilmuwan
psikologi di Indonesia. Kode etik psikologi juga mengambil nilai-niai luhur yang terkandung
di wilayah ilmu psikologi itu dikembangkan. Pengembangan kode etik ini sangat diperlukan
mengingat bahwa kepercayaan tentang benar dan salah terkadang masih berbeda antara
individu yang satu dengan individu lainnya. Untuk itu, kode etik dibuat agar ada suatu

landasan yang dapat dijadikan sebagai acuan bersama dalam mengembangkan ilmu yang
tengah didalami.
Pada dasarnya, kode etik akan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Berdasarkan landasan ontologisnya, diketahui bahwa pada hakekatnya piskologi mempelajari
tentang kondisi kejiwaan manusia. Disinilah kode etik memegang peranan penting, yakni
untuk memastikan bahwa dalam proses pengembangan ilmu psikologi, aspek kemanusiaan
diperhatikan dengan baik. Secara ontologis, ilmu psikologi mempelajari tentang manusia
dalam hal ini jiwa yang dimanfestasikan melalui tingkah laku dan proses mental di dalam diri
manusia. Jika hanya melihat ini, maka tidak peduli bagaimana caranya, ilmuwan psikologi
akan menggali dan mempelajari manusia agar dapat memuaskan rasa ingin tahunya. Tetapi
jika begitu adanya, maka akan ada kemungkinan pihak yang melakukan penelitian akan
bertindak sesuka hati agar mendapatkan hasil yang apa adanya, sesuai denga kondisi
individu. Kode etik kemudian dibuat untuk dapat mengimbangi kebebasan yang sebebasbebasnya itu dalam mengeksplorasi manusia agar tidak mengarah pada eksploitasi. Karena
objek kajian psikologi adalah manusia, maka di dalam kode etik sangat diperhatikan aspekaspek kemanusiaan, agar dalam proses mencari tahu lebih dalam tentang manusia itu
ilmuwan psikologi tetap memanusiakan manusia.
Hal tersebut di atas juga berkaitan dengan landasan filosofis selanjutnya, yakni
epistemologi. Dalam ranah epistemologisnya, ilmuwan psikologi menjalankan metodemetode penelitian yang berlandaskan kode etik psikologi. Di dalam kode etik psikologi
dicantumkan cara-cara yang dipergunakan untuk mencapai ilmu pengetahuan. Pembahasan
mengenai epistemologi, berkaitan erat dengan metode-metode yang digunakan dalam
penelitian untuk mengembangkan ilmu, dalam hal ini psikologi, untuk menghasilakan
konsep-konsep dan teori-teori yang beehubungan dengan kejiwaan manusia yang
dimanifestasikan melalui tingkah laku dan proses-proses mental di dalam diri manusia. Untuk
itu, proses-proses pencapaiaan ilmu pengetahuan dalam ranah psikologi tersebut perlu diatur
di dalam kode etik psikologi. Di dalam buku kode etik psikologi indonesia, dicantumkan
beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian di bidang psikologi, seperti pedoman umum
penelitian, batasan kewenangan dan tanggung jawab, aturan dan izin penelitian, infromed
consent dalam penelitian, manipulasi dalam penelitian, debriefing, penggunaan hewan untuk
penelitian, pelaporan dan publikasi hasil penelitian, berbagi data untuk kepentingan
profesional, serta penghargaan dan pemanfaatan karya cipta pihak lain (HIMPSI, 2010).
Melalui ini dapat dilihat bahwa bukan hanya manusia sebagai objek kajian utama dalam

psikoogi saja yang diperhatikan, tetapi juga hewan yang biasnaya digunakan dalam
eksperimen, juga pihak-pihak lain yang dalam penelitian digunakan sebagai bahan rujukan.
Semuanya diperhatikan di dalam kode etik psikologi dengan harapan bahwa tidak ada pihak
yang dirugikan dalam rangka pengembangan ilmu psikologi.
Meskipun kode etik sudah menggambarkan batasan-batasan dan arahan-arahan yang
cukup jelas, tetapi selalu mungkin bagi psikolog maupun ilmuwan psikologi menemukan
jalan bercabang, yakni diperhadapkan dalam pilihan-pilihan yang cukup rumit. Untuk itu,
para psikolog maupun ilmuwan psikologi seyogyanya tidak hanya berpegang pada kode etik
psikologi yang sudah ada, tetapi juga memahami betul landasan filosofis psikologi. Hal ini
perlu dilakukan agar ketika psikolog maupun ilmuwan psikologi menghadapi permasalahanpermasalahan etis, mereka dapat menemukan jalan terbaik, dengan kembali berpegang teguh
pada apa yang mereka pahami sebagai landasan filosofis piskologi. Kode etik dapat saja
diperbaharui seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan ilmu, tetapi pemahaman
pribadi individu ada di dalam diri, yang seyogyanya berpegang teguh pada integritas diri.
Dengan mengetahui landasan filosofis dari ilmu psikologi, psikolog maupun ilmuwan
psikologi dapat memilih jalan yang terbaik untuk pengembangan ilmu psikologi tanpa harus
merugikan manusia sebagai kajian psikologi maupun pihak lainnya.
Penerapan kode etik psikologi berkaitan erat dengan ranah aksiologi psikologi.
Aksiologi membahas tentang manfaat ilmu pengetahuan yang berkaitan erat dengan nilai. Di
dalam kode etik psikologi indonesia, dicantumkan mengenai pengaplikasian ilmu psikologi,
seperti pendidikan dan pelatihan, asesmen, intervensi, psikoedukasi, dan beberapa lainnya.
Kesemua itu diatur di dalam kode etik, agar dalam pemanfaatan ilmunya, psikolog maupun
ilmuwan psikologi tidak kebablasan yang akhirnya berujung pada kerugian berbagai pihak.
Selanjutnya, aksiologi psikologi juga membantu psikolog maupun ilmuwan psikologi dalam
penerapan hasil penelitian dalam kehidupan manusia. Seperti telah diketahui, bahwa nilai
merupakan hal yang subjektif. Nilai-nilai di sutau wilayah dapat saja jauh berbeda dengan
nilai-nilai di wilayah lainnya. Untuk itu, dalam penerpaan hasil penelitian, perlu
dipertimbangkan aspek nilai di dalamnya. Mislanya saja, penelitian tentang inteligensi yang
subjek penelitiannya berasal dari negara-negara di bagian Eropa, tidak dapat langsung
diaplikasikan untuk mengetahui tingkat inteligensi individu-individu di negara-negara Asia.
Perlu dilakukan adaptasi agar hasilnya memang sesuai dengan apa yang sebenarnya, sehingga
tidak merugikan berbagai pihak. Buakn hanya pada pengaplikasian hasil penelitian, dalam
penelitian yang dilakukan juga pelru mempertimbangkan aspek nilai. Dalam hal ini, peneliti

melihat keadaan individu di suatu wilayah berdasarkan dirinya apa adanya, termasuk nilainilai yang dianut individu. Dengan begitu, maka hasilnya akan apa adanya, sesuai dengan diri
individu yang diteliti tersebut.
5. Penutup
Ilmu psikologi dalam landasan ontologi merupakan ilmu yang bebas nilai, dalam
landasan epistemologi dapat bebas maupun terikat nilai, dan dalam landasan aksiologi
merupakan ilmu yang terikat oleh nilai-nilai. Ketiga landasan filosofis ini saling berkaitan
dan berhubungan membentuk suatu ilmu pengetahuan. Ketiga landasan ini penting dan
memiliki porsinya masing-masing dalam ilmu pengetahuan, dalam hal ini adalah ilmu
psikologi. Berdasarkan landasan ontologi, psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang pada
hakekatnya mempelajari tentang manusia, dalam hal ini adalah tingkah laku dan prosesproses mental manusia yang diyakini sebagai manifestasi dari jiwa. Berdasarkan landasan
epistemologi, metode-metode yang digunakan dalam rangka pencapaian dna pengembangan
ilmu psikologi ada beberapa cara, misalnya eksperimen, survei, observasi, dan lain
sebagainya. Metode-metode ini digunakan untuk menemukan kebenaran sehingga proses
pengembangan

ilmu

psikologi

terus

berlanjut.

Berdasarkan

landasan

aksiologi,

kebermanfaatan hasil penelitian psikologi telah dinikmati dalam berbagai bidang seperti
pendidikan, industri dan organisasi, klinis, keluarga dan pernikahan, dan lain sebagainya.
Semakin berkembangnya ilmu psikologi berkat penelitian-penelitian yang semakin
banyak dilakukan, membuat kode etik psikologi sangat diperlukan. Kode etik ini menjadi
pedoman bagi psikolog maupun ilmuwan psikologi dalam mengambil langkah yang tepat
agar tetap berada di jalur yang seyogyanya dan tidak membawa kerugian bagi berbagai pihak.
Bukan hanya kode etik psikologi, hal yang paling utama perlu dimiliki oleh setiap pihak yang
berkecimpung di dunia psikologi adalah pemahaman tentang ketiga landasan filosofis
psikologi, yakni ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Daftar Pustaka
Ediyono, S. (2010). Buku Ajar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Penerbit Kaliwangi.
Himpunan Psikologi Indonesia. (2010). Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta: PP HIMPSI
Setianingtyas, A. F. (2013). Peran Filsafat Ilmu bagi Pengembangan Psikologi (Suatu
Tinjauan menurut Aliran Psikologi Modern). Magistra, (86), 87-111.
Walgito, B. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Anda mungkin juga menyukai