Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keluarga adalah rumah tangga yang memiliki hubungan darah atau

perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental

mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang

berada dalam suatu jaringan (Lestari, 2014). Keluarga dapat berjalan semestinya

ketika fungsi-fungsi di dalam keluarga tersebut terlaksana. Adapun fungsi-fungsi

keluarga menurut McMaster adalah memecahkan persoalan, komunikasi,

berbagi berbagai peran, respon perasaan, pelibatan perasaan, dan pengendalian

perilaku (Miller, dkk, 2000)

Sebuah keluarga terbentuk melalui pernikahan antara suami dan istri.

Setelah anak lahir, suami dan istri kemudian menjadi orang tua bagi anaknya.

Orang tua merupakan individu-individu yang mengasuh, melindungi dan

membimbing dari bayi hingga dewasa. Orang tua melakukan “investasi dan

komitmen abadi” pada seluruh periode perkembangan yang panjang dalam

kehidupan anak untuk memberikan tanggung jawab dan perhatian. Tanggung

jawab dan perhatian tersebut mencakup kasih sayang dan hubungan dengan

anak yang terus berlangsung, kebutuhan material seperti makanan, pakaian dan

tempat tinggal, akses kebutuhan medis, disiplin yang bertanggung jawab,

pendidikan intelektual dan moral, persiapan untuk bertanggung jawab sebagai

orang dewasa, serta mempertanggungjawabkan tindakan anak kepada

masyarakat luas (Brooks, 2011). Pada pendidikan intelektual, orang tua

memenuhi tanggung jawab tersebut dengan memberikan pendidikan kepada


anaknya, yakni bersekolah. Seperti yang terdapat pada pasal 31 ayat 1 di dalam

UUD 1945 bahwa “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”.

Pada kenyataannya tidak semua orang tua memberikan pendidikan formal

untuk anaknya. Pada masyarakat nelayan, pendidikan formal tidak dirasakan

oleh semua anak, dimana tidak semua orang tua menyekolahkan anaknya.

Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Seitualang menunjukkan bahwa

sebagian besar orang tua menyekolahkan anaknya hanya sampai pendidikan

menengah saja, yakni SMP (Manurung, 2014). Pada penelitian di Desa

Kinabuhutan, diketahui bahwa sebagian besar anak nelayan tidak melanjutkan

sekolahnya karena lebih sering ikut ke laut bersama orang tua dari pada ke

sekolah, selain juga karena biaya dan motivasi yang tidak ada (Wasak, 2012).

Seperti halnya di dalam negeri, di luar negeri pun pendidikan anak nelayan

masih kuang baik. Seperti di Chirribandar Upazilla, Dinajpur, Bangladesh,

diketahui bahwa 8% dari nelayan yang diteliti tidak menyekolahkan anaknya,

60% drop out dari primary school, dan 32% drop out dari secondary school

(Reza, dkk, 2015).

Sejalan dengan hal tersebut, pendidikan pada masyarakat pemulung juga

tergolong cukup rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2005) di Dukuh

Deliksari menunjukkan bahwa sebagian besar pemulung tidak bersekolah.

Terdapat 38,5 % pemulung yang tidak bersekolah, 31,2 % tidak tamat SD, 24,8%

tamat SD dan hanya 5,5 % yang menamatkan pendidikan di tingkat SMP.

Melalui hal yang dikemukakan di atas, dapat dilihat bahwa pendidikan dari

masyarakat nelayan dan pemulung masih cukup rendah. Orang tua seyogyanya

memfasilitasi anaknya untuk dapat mengenyam pendidikan formal. Pada


kenyataannya, masih banyak anak-anak dari kalangan nelayan dan pemulung

yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

Selain pendidikan, ada pula hal lain yang menjadi tanggung jawab orang tua.

Brooks (2011) mengemukakan beberapa tanggung jawab dan perhatian orang

tua terhadap anaknya, salah satunya adalah akses kebutuhan medis. Tetapi

pada kalangan tertentu akses kebutuhan medis ini masih sangat terbatas bahkan

ada keluarga yang tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang penting. Seperti

di kalangan nelayan di desa Kinabuhutan yang tidak terlalu memperhatikan

aspek kesehatan dan lebih memilih membeli obat di warung (Wasak, 2012).

Selain itu, di Bangladesh akses kebutuhan medis nelayan juga belum begitu

baik. Sebagian besar penduduk bergantung pada dokter desa yang tidak

kompeten dan tidak profesional (Reza, dkk, 2015). Pada kalangan pemulung,

akses kebutuhan medis merupakan hal yang sulit untuk dipenuhi karena biaya

untuk kehidupan sehari-hari sangat tidak menentu dan mereka lebih memikirkan

masalah yang lebih mendesak seperti biaya makan dan kebutuhan sehari-hari

lainnya (Lestari, 2005). Akses kebutuhan medis adalah salah satu bentuk

tanggung jawab dan perhatian orang tua terhadap anaknya, tetapi baik

pemulung maupun nelayan belum memenuhi hal tersebut secara cukup. Kedua

komunitas ini belum memberikan akses kebutuhan medis yang memadai bagi

keluarganya.

Selain itu, Brooks (2011) mengatakan bahwa orang tua seyogyanya

memberikan perhatian dan tanggung jawab pada kehidupan anaknya. Pada

kenyataannya orang tua yang seyogyanya menafkahi anak, justru

mengharapkan anaknya bekerja untuk menambah penghasilan keluarga.

Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak pemulung ikut


bekerja membantu orang tuanya memulung. Anak yang tidak bersekolah ikut

memulung sejak pagi sedangkan anak yang bersekolah akan memulung setelah

pulang dari sekolah (Amalia (2009); Ernanto (2014)). Selanjutnya, Primadanta

(2012) menemukan 175 pekerja anak yang bekerja sebagai nelayan di

Pedukuhan Pesisir, Desa Kilensari yang memilih untuk bekerja daripada

bersekolah. Meskipun telah ada hukum yang mengatur tentang ketenagakerjaan,

masih ada orang tua yang menjadikan anaknya sebagai pekerja. Melalui fakta-

fakta yang dikemukakan dapat dilihat bahwa ada kecenderungan orang tua yang

seyogyanya menafkahi anaknya justru meminta anaknya untuk ikut menafkahi

keluarga.

Salah satu tujuan dari pernikahan adalah memiliki anak. Tetapi tujuan dari

memiliki anak bagi setiap orang tua dapat bervariasi. Hal-hal yang telah

dikemukakan di atas menunjukkan tentang perbedaan-perbedaan perilaku orang

tua mengenai anak bagi masing-masing individu. Setiap individu memandang

dan menilai anaknya secara khusus, dapat sama dan dapat pula berbeda dari

orang lain. Pandangan dan penilaian orang tua tentang anak ini secara teori

disebutkan sebagai nilai anak bagi orang tua. Nilai-nilai ini dapat berupa nilai

positif maupun nilai negatif (Buripakdi, 1977). Nilai anak bagi orang tua

didefinisikan sebagai fungsi-fungsi yang anak-anak sediakan atau kebutuhan-

kebutuhan yang mereka penuhi bagi orang tua (Hoffman & Hoffman dalam

Trommsdorff, 1999).

Nilai anak ini akan mempengaruhi orang tua dalam berbagai hal menyangkut

anak dan salah satunya adalah keinginan terhadap jumlah anak. Penelitian yang

dilakukan oleh Buripakdi (1977) menemukan ada kecenderungan orang tua

memilih untuk memiliki sedikit anak karena tidak sanggup membiayai kebutuhan
banyak anak dan mengatakan akan menambahkan jumlah anak yang diinginkan

apabila pendapatannya bertambah. Burpakdi (197) menduga bahwa hal ini

terjadi karena orang tua melihat anak sebagai beban ekonomi, yang mana jika

ada hal yang dapat meringankannya (dalam hal ini adalah bertambahnya jumlah

pendapatan), maka orang tua akan mau menambahkan jumlah anaknya.

Berdasarkan pembahasan-pembahasan di atas, peneliti hendak melihat

tentang nilai anak bagi orangtua dan hubungannya dengan jumlah anak yang

diinginkan oleh orangtua. Nilai anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, yakni

status sosial ekonomi (Fawcett dalam Buripakdi, 1977), agama yang dianut

(Hoffman dkk, 1978; Hastono, 2009), dan pendidikan (Hoffman dkk, 1978),

sedangkan jumlah anak yang diinginkan dipengaruhi oleh besar keluarga,

dimana semakin besar keluarga maka semakin besar jumlah anak yang

diinginkan (Hartoyo dkk, 2011) dan jika jumlah anak yang ada semakin besar

maka semakin besar pula jumlah anak yang diinginkan (Hastono, 2009).

Terdapat beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang meneliti tentang nilai

anak dan jumlah anak. Olehnya itu, hal-hal yang telah ditemukan melalui

penelitian-penelitian tersebut akan membantu penelitian yang hendak peneliti

lakukan. Peneliti tertarik untuk melihat hubungan antara nilai anak dan jumlah

anak yang diinginkan. Hal-hal yang mempengaruhi nilai anak adalah status

sosial ekonomi, agama yang dianut, dan pendidikan dari orang tua. Ketiga faktor

ini akan dikontrol dengan cara mencari subjek yang berlatar belakang sama

dalam hal kondisi sosial ekonomi, agama, dan pendidikannya.

Peneliti akan meneliti subjek dengan latar belakang pekerjaan nelayan dan

pemulung. Alasan peneliti menggunakan dua pekerjaan ini adalah kedua jenis

pekerjaan ini bertujuan untuk mengumpulkan sesuatu. Nelayan mengumpulkan


binatang dan tanaman laut sedangkan pemulung mengumpulkan barang-barang

bekas. Nelayan yang akan menjadi subjek penelitian ini adalah nelayan pekerja

dengan status sosial ekonomi yang setara dengan pemulung.

1.2 Rumusan Persoalan

Rumusan Persoalan dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana hubungan antara nilai anak dengan jumlah anak yang diinginkan

pada keluarga nelayan dan pemulung di Kota Makassar?

2. Apakah ada perbedaan antara nilai anak yang diinginkan dengan jumlah

anak yang diinginkan pada keluarga nelayan dan pemulung di Kota

Makassar?

1.3 Maksud, Tujuan, dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara nilai

anak dengan jumlah anak yang diinginkan.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain:

1. Mencari tahu hubungan antara nilai anak dengan jumlah anak yang

diinginkan pada keluarga nelayan dan pemulung

2. Mencari tahu perbedaan nilai anak dengan jumlah anak yang diinginkan

pada keluarga nelayan dan pemulung


1.3.3 Manfaat Penelitian

1.3.3.1 Manfaat teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam memperkaya

kajian-kajian di bidang psikologi dan bagi pengembangan kajian ilmu

psikologi, khususnya psikologi keluarga

2. Penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti lain yang tertarik melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai hal yang sejalan dengan penelitian ini

1.3.3.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut:

1. Bagi pembaca: penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

sehingga pembaca dapat mengetahui hubungan antara nilai anak dengan

jumlah anak yang diinginkan

2. Bagi pemerintah: penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu data

untuk memprediksi jumlah anak yang diinginkan berdasarkan pandangan

orang tua tentang nilai anak

Anda mungkin juga menyukai