Bahan bacaan Pengantar Antropologi Sosial Budaya disusun untuk memenuhi kebutuhan
tentang perlunya buku pegangan bagi mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin dalam proses perkuliahan. Dalam rangka itu, diterbitkan modul
untuk digunakan oleh jurusan Komunikasi, Administrasi, Hubungan Internasional, Politik,
Pemerintahan, Sosiologi, dan Antropologi.
Kajian antropologi dalam konteks ilmu-ilmu sosial tidak hanya memberi kejelasan
mengenai hubungan antara ilmu antropologi dengan ilmu-ilmu lainnya, khususnya ilmu
sosial, tetapi juga menunjukkan keluasan dan kedalaman domain kajian ilmu antropologi.
Dalam pada itu, maka kehadiran modul ini, sedikit banyak dapat membantu pembaca
dalam mengenali domain, konsep-konsep dan metode-metode yang khas ilmu
Antropologi. Oleh karena itu, modul ini selain akan digunakan sebagai buku pegangan
bagi mahasiswa yang memprogramkan mata kuliah antropologi, juga dapat digunakan
sebagai bahan referensi bagi pemerhati masalah-masalah sosial budaya.
Yahya
SATUAN ACARA PERKULIAHAN
Tujuan Umum
Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dasar kepada
mahasiswa tentang antropologi, khususnya antropologi sosial budaya, sebagai suatu
biding ilmu. Selain itu, dengan mata kuliah ini mahasiswa dapat memahami hubungan
antara ilmu antropologi dengan ilmu-ilmu lainnya, konsep-konsep dan metode pendekatan
ilmiah antropologi, dan tujuan paraktis antropologi.
Pokok Bahasan
1. Pengertian dan Ruing Lingkup Antropologi
2. Sejarah Perkembangan Antropologi
1. Pendekatan Ilmiah Antropologi
2. Makhluk Manusia
3. Masyarakat
6. Kebudayaan
7. Kebudayaan dan Kepribadian
8. Perubahan Masyarakat dan Kebudayaan
9. Antropologi Terapan dan Pembangunan
BUKU BACAAN
Barnouw. Victor
1982 An Introduction to Anthropology; Volume Two Ethnology. Homewood,
Illinois: The Dorsey Press; Fourth Edition.
Beals, Ralph L., et.al.
1977 An Introduction to Anthropology. New York: Macipilland Pub. Co. Inc.
Danandjaja, James
1988 Antropologi Psikologi: 7eori,..kfetode dan Sejarah Perkembangannya.
Jakarta: Rajawali Press.
Harsojo
1977 Pengantar Antropologi. Bandung: Binacipta, hal.144-172
Ihromi, T.O.
1984 Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Gramedia.-
Keesing, Roger M.
1989 Cultural Anthropology: A Contemporary Perspective, second edition.
(Terjemahan Samuel Gunawan). Jakarta: Erlangga.
Koentjaraningrat
1980 Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Spindler, Louise S.
1977 Culture Change and Modernisation. Illinois: Haveland Press.
Spradley, James
1972 Culture and Cognition: Rules, Maps, And Rules. USA: Chandler Pub. Com.
BAHASAN 1
A. SASARAN BELAJAR
1 . Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dan ruang lingkup antropologi.
2 . Mahasiswa dapat menjelaskan ilmu-ilmu bagian antropologi.
3 . Mahasiswa dapat membedakan antara ilmu antropologi dengan ilmu-ilmu sosial
lainnya.
Arkeologi Antropologi
(Prasejarah) Linguistik
Antropologi Ekonomi
Antropologi Agama
Antropologi Hukum
Antropologi
Sosial
Antropologi Politik
ANTROPOLOGI
antropologi yang mengkaji tentang manusia, melainkan juga i1mu-ilmu lain. Dalam
pada itu, maka masing-masing disiplin tersebut berhubungan satu sama lain. Adapun
disiplin ilmu yang dimaksud:
1.4.1 Sosiologi:
Sosiologi merupakan suatu disiplin ilmu yang berkaitan erat dengan antropologi,
khususnya sub-bidang antropologi sosial. Bahkan kedua bidang ilmu itu mempunyai
tujuan yang sama, yakni mendapatkan pengertian tentang azas-azas hidup masyarakat
dan kebudayaan manusia pada umumnya. Namun, jika dilihat dari asal-usul dan sejarah
Sosiologi pada awaInya merupakan bagian dari ilmu filsafat, kemudian berubah
menjadi suatu ilmu tersendiri karena krisis yang dialami oleh masyarakat Eropa pada saat
itu, sehingga orang Eropa membutuhkan suatu pengetahuan yang lebih mendalam
yang pada mulanya hanya sebagai suatu himpunan bahan keterangan tentang
kebudayaannya sendiri.
Dewasa ini, objek penelitian sosiologi bukan lagi hanya masyarakat kompleks di
Eropa melainkan juga pada masyarakat pedesaan di luar Eropa. Hal itu, misalnya, tampak
sosial tidak hanya memfokuskan kajiannya pada masyarakat eksotis dan pedesaan tetapi
demikian, dalam konteks itu antara sosiologi dan antropologi terjadi overlapping.
Hal yang membedakan antara kedua bidang ilmu itu adalah pada aspek
sosial khusus dan hubungan antara kelompok-kelompok sosial yang khusus (social
relations) atau proses-proses yang terdapat dalam kehidupan suatu masyarakat.
masyarakat tertentu, maka kedua ahli itu akan menggunakan pendekatan yang berbeda.
Ahli antropologi sosial akan meneliti semua, unsur kehidupan masyarakat sebagai suatu
kebulatan. Walaupun penelitiannya difokuskan pada satu unsur atau pranata tertentu saja,
seperti pranata kesehatan, namun is tetap akan menghubungkan pranata tersebut dengan
seluruh struktur kehidupan masyarakat. Sedangkan ahli sosiologi akan meneliti gejala-
gejala atau proses-proses khusus dengan tidak perlu melihat struktur dari keseluruhannya.
Lagipula, ahli antropologi melakukan penelitian yang bersifat intensif dan mendalam
Dewasa in, kedua disiplin itu telah saling meminjam metode untuk saling
menggunakan angket untuk mendapatkan data dasar perihal objek yang dikajinya dan
1.4.2 Psikologi
Antropologi mengkaji perilaku manusia yang terpolakan dan bahwa perilaku yang
terpolakan itu (pattern behavior) itu dipaham! sebagai manifestasi dari struktur mental
kepercayaan (believe), nilai (value), dan sikap (attitude) individu sebagai warga
masyarakat. Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang mengkaji struktur mental
individu.
Dengan demikian, psikologi mempunyai kontribusi yang sangat berarti bag!
perilaku suatu kelompok komunitas tertentu sangat membantu bagi psikologi dalam
menentukan ukuran dan pola struktur mental berbagal kelompok masyarakat. Dalam kata
lain, dengan kerja sama antara psikologi dan antropologi diperoleh gambaran yang jelas
mengenai hubungan timbal balik antara struktur mental dengan pola-pola perilaku suatu
kelompok masyarakat.
1.4.3 Sejarah
Parasasti, dokumen, naskah tradisional, dan arsip kuno sebagai sumber Sejarah
seringkali hanya membet-i peristiwa-peristiwa Sejarah
terbatas pada biding politik saja. Mengenai Tatar belakang sosial dari peristiwa-peristiwa
politik itu dapat dijelaskan secara tepat manakala ahli sejarah menggunakan konsep-
konsep tentang kehidupan masyarakat yang dikembangkan oleh antropologi dan ilmu-ilmu
sosial lain. Sebaliknya, ahli antropologi juga membutuhkan sejarah, terutama sejarah dari
suku-suku bangsa yang telah diteliti untuk memecahkan masalahmasalah yang terjadi
karena masyarakat itu mengalami pengaruh dari kebudayaan lain. Pemahaman mengenai
hal tersebut diketahui secara cermat. Kecuali itu, sejarah tersebut seringkali masih perlu
direkonstruksi sendirl oleh peneliti, dan karena itu antropolog harus mempunyai
peristiwa.
1.4.4 Geografi
Geografi adalah berusaha mendapatkan pengertian tentang bumi Berta ciri-ciri
dari segala macam bentuk kehidupan yang menduduki bumi. Manusia salah situ di antara
bentuk kehidupan yang dimaksud yang mempunyai keragaman sifat di berbagai tempat di
masalah keragaman makhluk manusia, maka tentu saja ilmu geografi sangat
alamnya.
fisik. Bagian ilmu hayat yang membahas anatomi, fisiologi, genetika, dan embriologi
bariyak memberi pengetahLian kepada ahli antropologi fisik yang kliustis menyelidiki
masalah ras sebagai konsepsi biologi. Bantuan embriologi, anatomi, dan antropometri
Ciri khas tubuh manusia dilihat darl sudut anatomi adalah makhluk yang berdiri
tegak, kuantum otaknya yang terbesar di antara semua makhluk lainnya, tangan dan jari-
jarinya mudah digerakkan untuk berbagai kcperluan dan matanya adalah stereokopis. Ciri-
ciri biologis itu, termasuk sistem saraf, merupakan dasar organis dari kemampuan
manusia untuk berkebudayaan.
1.4.6 Ilmu Ekonomi
Perekonomian suatu bangsa atau masyarakat sangat dipengaruhi oleh
non Ero-Amerika perlu penyesualan dengan kebudayaan yang berlaku dalam bangsa dan
masyarakat bersangkkutan. Oleh karena itu, kalangan ekonom, tertitama yang bekerja di
khususnya di Indonesia. Hukum adat mulai dipelajari sebagai bagian dari ilmu hukum di
Indonesia pada awal abad ke-20, dan antropologi telah digunakan sebagai alat bantu
dalam menyelami latar belakang kchidupan Hukum adat di berbagal daerah di Indonesia.
Sementara itu, bag! antropologi, hukum adat itu adalah penting, tidak hanya,
sebagai suatu sistem hukum yang telah diabstraksikan sebagai aturan-aturan normatif
yang timbul dan hidup langsung dari masalah-masalah pranata, yang bersumber dari
sosial untuk menciptakan kehidupan yang tenteram, harmonis dan teratur dalam
masyarakat. Konsepsi yang memandang hukum sebagai salah satu kegiatan kebudayaan
yang berkaitan dengan kontrol sosial tentunya mengharuskan ahli antropologi untuk juga
perlu untuk mempelajarl latar belakang kebudayaan dalam masyarakat, terutama yang
menyangkut struktur politik dan proses mencapai kektiasaan dalam masyarakat, serta
yang mendukung kekuasaan itu. Dernikian pula dengan sistem norma dan adat istiadat
yang berlaku dalam masyarakat. Hal itu disebabkan oleh dijumpainya hal-hal yang
pemahaman itulah, maka ilmuan politik merasa perlu untuk menggunakan metode analisis
antropologi. Sebaliknya, ahli antropologi yang mempelajari suatu masyarakat, juga akan
menghadapi adanya kekuatan dan proses politik lokal dan kegiatan partai politik nasional
yang mulai berkembang untuk menganalisis gejalagejala itu, perlu diketahiii konsep dan
manusia. Manusia sebagai fokus kajian antropologi dapat disorot dari berbagal dimensi,
diantarannya dimensi biologis, psikologis, sosial, politik, ekonoml, religi, dan sebagainya.
tersebut terangkum ke dalam sub disiplin antropologi biologi dan antropologi budaya.
Sedangkan sub bidang ilmu yang berkembang dalam antropologi budaya seperti arkeologi
spesiallsasi. Nama bidang-bidang itu disesuaikan dengan bidang yang digeluti dan
orientasi teorinya.
DAFTAR BACAAN
Barnouw, Viktor
1982 An Introduction to Anthropology. Ethnology. Illinois: The Doresy Press., pp., 1-38.
Beals, Ralph L. Et.al.
1977 An Introduction to Anthropology. New York: % Macmillan Pub., Co., Inc., pp., 1-
21.
Harsojo
1977 Pengantar Antropologi. Bandung: Binacipta, hal., 1-70
Kalangie, Nico S.
1994 Kebudayaan dan Kesehatan. Jakarta: Megapoin, hal., 1-23.
Keening, Roger M.
1989 Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta: Penerbit Erlangga.
hal. 1-10.
Koentjaraningrat
1980 Pengantar Dmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Hal., 17-36.
antropologi.
perkembangannya.
2.2 FASE-FASE PERKEMBANGAN ANTROPOLOGI
Dewasa ini, antropologi telah melalui empat fase perkembangan. Masing-masing
perkembangan tersebut ditandai dengan fokus perhatian dan tujuan tersendiri. Adapun
keempat fase yang dimaksud dapat dilihat dalam uraian di bawah ini.
abad ke-18. Kemudian dalam pandangan orang Eropa timbul tiga macam sikap, yakni: (1)
sikap negatif yang menganggap suku bangsa itu sebagai primitif, liar, keturunan iblis, bat-
bar, dan sebagainya; (2) sikap positif yang menganggap suku bangsa itu masih harmonis,
murni, dan belum kemasukan kejahatan dan keburukan seperti yang terdapat pada
masyarakat bangsa-bangsa Eropa waktu itu; dan (3) sikap tertarik terhadap adat-istiadat
yang aneh; dan karena itu mereka mengumpulkan benda-benda budaya dari suku-suku
bango& tersebut. Benda-benda budaya yang dikumpulkan secara pribadi itu, sebagian
yang dipertontonkan kepada umum. Saat itulah untuk pertama kalinya muncul museum-
himpunan bahan etnografi suku bangsa yang disebutkan di atas menjadi satu. Namun
integrasi barn terjadi pada pertengahan abad ke-19, tatkala terbit keterangan-keterangan
yang menyusun bahan etnografi berdasarkan cara berfikir evolusi masyarakat. Secara
sinkat, cara berfikir seperti itu dapat dirumuskan sebagai berikut: Masyarakat dan
kebudayaan manusia telah berevolusi dengan sangat lambat dalam satu jangka waktu
beribu-ribu tahun lamanya, dari tingkat-tingkat yang rendah, melalui beberapa tingkat
manusia yang tertinggi itu adalah bentuk-bentuk seperti apa yang hidup di Eropa Barat.
Semua bentuk masyarakat dan kebudayaan dari bangsa-bangsa di luar Eropa, yang oleh
orrang Eropa disebut primitif, dianggap sebagai contoh dari tingkat-tingkat kebudayaan
yang lebih rendah atau sebagai sisa dari kebudayaan manusia purba.
Kecuali itu, timbal pula beberapa karangan yang hendak meneliti sejarrah
kebudayaan di luar Eropa dianggap sebagai sisasisa dan contoh-contoh dari kebudayaan
manusia kuno, sehingga dengan meneliti kebudayaan bangsa-bangsa di luar Eropa itu
tentang masyarakat dan kebudayaan yang kurang kompleks itu, akan menambah pula
pengertian orang mengenai masyarakat yang sudah kompleks sepeti masyarrakat dan
paling lugs. Hal itu disebabkan oleh semakin bertambahnya bahan-bahan pengetahuan
yang lebih teliti dan ditunjang oleh ketajaman metode-metode ilmiah yang digunakan.
Pada fase ini sararan kajian ilmu antropologi bukan lagi hanya pada suku-suku bangsa di
War Eropa, melainkan juga masyarakat Eropa sendiri, khususnya masyarakat pedesaan
Universitas Eropa pada saat setelah tahun 1951, namun perkembangan itu berlangsung
adanya dua perubahan yang terjadi, yakhi: (1) timbulnya antipasi terhadap kolonialisme
sesudah perang dunia ke-2; dan (3) menghilangnya bangsa-bangsa primitif di dunia sejak
yang kabur mengenai adat istiadat dan susunan masyarakat di Afrika, Asia, Oseania, dan
suku bangsa Indian. Pada fase ini, ilmu antropologi belum memberikan sumbangan ilmiah
melimpah ruah telah secara jelas memberikan sumbangan yang sangat berartl bag!
penyusunan perkembangan teori-teori evolusl dan persebaran kebudayaan manusia.
Dengan demikian, pada pase in! antropologi telah memberikan kontribusi yang berharga
kalangan orang Eropa sendiri dengan ide "politik etis" ditamnbah dengan semakin
2.4 RINGKASAN
Ada empat fase sejarah perkembangan antropologi: Pertama sebelum tahun
1800; kedua pada pertengahan abad ke-19; ketiga pada permulaan abad ke-20; dan
Fase pertama, yakni fase awal munculnya buku-buku etnorafi tentang suku-suku
bangsa di luar Eropa dan adanya ahli yang mengumpulkan bendy-bendy budaya dari
masyarakat non Eropa untuk dimusiumkan agar dapat dilihat oleh banyak oran. Sekalipun
pada fase ini belum menunjukkan adanya manfaat ilmiah dan praksis yan jelas, namun
budaya dan sejarah persebaran kebudayaan. Dengan demikian tujuan antropologi pada
penelitiannya pun tidak hanya untuk kepentingan ilmiah tetapi juga kepentingan
2.5 KEPUSTAKAAN
Koentjaraningrat
1980 "Fase-Fase Perkembangan Antropologi Sebagai Suatu Ilmu". Dalam Pengantar
Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta; halaman 13-18.
Koentjaraningrat
1980 "Tujuan Prkatis dan Akademis Antropologi dalam Sejarah Perkembangannya".
Dalam Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta; halaman 13-36.
BAHASAN 3
antropologi
antropologi dengan disiplin ilmu-ilmu sosial lain yang juga mengkaji manusia adalah pada
metode pendekatan. Metode pendekatan yang dimaksud: (1) Pendekatan holistik; (2)
p
endekatan historis;(3) Pendekatan komparatif; (4) Pendekatan emik; dan (5) Pendekatan
etik.
kebudayaan manusia sebagai suatu fungsi yang menyeluruh yang tersusun dari sejumlah
bagian-bagian yang sating berhubungan secara aktif. Dengan demikian, sesuatu yang
terjadi pada suatu bagian tertentu yang merupakan bagian dari suatu sistem akin
kesehatan, kekerabatan, politik, dan lain-lain adalah sating berhubungan satu sana lain.
Satu bagian saja tidak dapat dimengerti secara utuh tanpa mengkaitkannya dengan
pranata-pranata lain. Oleh karena itu, meskipun kajian difokuskan pada bidang tertentu
dari kehidupan manusia, misalnya, pranata kesehatan, namun senantiasa terkait dengan
pranata-pranata lain seperti pranata ekonomi, politik, kekerabatan, agama, dan lain-lain.
dunia (world view) masyarakat yang menjadi sasaran program, maka akan diketahui faktor
Salah satu contoh mengenai perbeadaan antara perspektif emik dan etik adalah
pada penyakit campak. Menurut masyarakat bahwa terdapat dua jenis penyakit campak
yaitu yang disebabkan oleh faktor alamiah dan yang disebabkan oleh intervensi agen-
agen supernatural. Sedangkan menurut perspektif etik, hanya terdapat satu jenis penyakit
ditemukan bukti-bukti empirisnya; dan melalui penelitian lapangan pula, maka dapat
ditemukan konsep-konsep, proposisi-proposisi, dan teori dari data yang telah dikumpulkan
di lapangan.
Data atau informal! yang diperoleh di lapangan dikumpulkan melalui metode atau
teknik penelitian tertentu. Metode atau teknik penelitian lapangan yang dimkasud selain
yang khas digunakan dalam antropologi juga seringkali digunakan metode atau teknik
penelitian ilmu social lain, seperti survey, riwayat hidup individu (life history) Focus Group
Discussion (FGD), dan lain-lain. Namun yang akan dibahas dalam uralan ini adalah yang
umum digunakan dalam limo antropologi, yakni pengamatan berperanserta (participant
observation) dan wawancara mendalam (indepth interview).
Penelitian dengan menggunakan metode atau teknik pengamatan sangat penting
artinya dalam kerja lapangan antropologi. Sebab dengan pengamatan tidak hanya
memberikan gambaran mengenai setting (latar belakang dan keadaan yang diamati),
tetapi juga memberikan keterangan yang non-verbal yang berarti mengenai sesuatu yang
benar-benar terjadi.
Menurut Spradley (1980) terdapat tiga jenis pengamatan, yakni (1) pengamatan
tidak secara sungguh-sungguh terlibat atau berhubungan dengan orang dan peristiwa
percakapan itu terarah sesuai dengan format pertanyaan yang telah disusun. Sungguhpun
namun !a bebas mengajukan pertanyaan sesuai dengan kondisi dan situasi yana:,
dihadapi, asal saja percakapan itu seiring dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
kata lain, topik tambahan yang belum tertuang dalam daftar pertanyaan jika dianggap
pertanyaan, yaitu:
sebagainya.
2. Pertanyaan deskriptif, sebagal contoh: dapatkah anda menggambarkan kepada saga
tentang cara-cara pengobatan yang dilakukan oleh dukun patah tulang?
3. Pertanyaan kontras, sebagai contoh: Dapatkah anda menyebutkan perbedaan antara
dukun patah tulang dengan dukun ramuan.
3.4 RANGKUMAN
Pendekatan ilmiah yang khas bagi ilmu antropologi adalah pendekatan holistik,
pengamatan dan wawancara. Ada dua jenis pengamatan, yakni pengamatan terlibat dan
pengamatan tidak terlibat. Demikian juga wawancara terbagi ke dalam dua jenis, yakni
DAFTAR BACAAN
budaya masyarakat.
antropologi.
Uraikan perbedaan data yang terkumpul melalui metode yang disebutkan dalam
MANUSIA
Akan tetapi setelah ditemukannya fosil yang usianya berasal dari kurun waktu 5
sampai 3 juta tahun yang lalu, maka garis keturunan manusia yang tertua sudah diketahui.
Garis keturunan manusia tersebut dinamakan Australopithecine.
Cirl-cirl Australopithecine yang hidup pada masa-masa awal adalah berukuran
kecil (30-50 kg), berjalan tegak, dan struktur tubuhnya relatif menyerupai manusia
sekarang ini. Mereka memakan pangan yang umumnya berupa tumbuhan liar (akar-
akaran, biji-bijian, buah-buahan), dan pangan hewani (telur, binatang melata, binatang
pengerat, dan berbagai jenis binatang lainnya). Akan tetapi rahang dan struktur wajahnya
masih kasat dan lebih mirip kera ketimbang manusia; rongga otak agak keeil (separuh dart
rongga otak manusia modern).
Pada kurun waktu antara 3 sampai 2 juta tahun yang lalu terjadi perubahan
dramatis bagi bentuk Australopithecine. Perubahan itu tidak hanya tampak pada bentuk
fisik, tetapi juga pada meningkatnya ukuran rongga otak, intelegensi, dan kemampuan
simbolik. Garis keturunan manusia (hominid) yang berada pada tahap evolusi seperti itu
disebutkan oleh keluarga Leakey sebagai manusia Homo Habilis. Kenyataan itu
memunculkan pertanyaan: Apa yang menjadi penyebab munculnya Homo Habilis? Dan
tekanan apa yang telah mengganggu keseimbangan yang telah ada pada saat itu?
Keunggulan apa yang ada pada evolusi intelegensi manusia?
Perubahan pada kemampuan intelegensi Homo Habilis tampaknya disebabkan
oleh adanya kerumitan dalam perburuan binatang besar, penggunaan peralatan, dan
hidup dalam kelompok sosial yang terorganisir serta saling berkaitan. Jenis binatang yang
diburu oleh Homo Habilis pada saat itu diantaranya jerapah, kuda nil, rusa, dan gajah; dan
perburuan itu menghendaki adanya keterampilan, perencanaan, dan. organisasi. Kecuali
ltu, sekalipun otaknya relatif kecil, is telah mampu membuat peralatan dari batu, dan boleh
jadi sudah membuat peralatan dari tulang dan kayo. Peralatan dari batu digunakan untuk
memotong, menggali, menglkis, dan memahat. Kemampuan membuat peralatan sepertl
itu mengisyaratkan adanya kemampuan imajinasi mengenai keadaan benda yang akan
dibentuk, dan hal itu pada gillrannya melahirkan kemampuan untuk menentukan ukuran
tindakan. Dalam pada itu, diperlukan pula kemampuan mental untuk menyampaikan
rencana, walaupun secara kasar, seperti halnya dalam kegiatan berburu yang
terorganisasi.
Tempat penemuan fosil Homo Habilis menunjukkan pemukiman sebagai basis
tempat tinggal. Keadaan in! juga menuntut adanya perencanaan dan komunikasi; dan hal
tersebut memperluas kemungkinan adanya kehidupan sosial yang terorganisasi dan
pembagian kerja. Kaum prig pada saat itu diduga bekerja sebagai pemburu binatang besar
dan kaum wanita bekerja sebagai pengumpul pangan di hutan dan berburu binatang kecil
Jlka pola hidup yang demikian itu telah dimulai, maka timbul berbagai
kemungkinan barn, seperti: kegiatan membuat dan merawat peralatan yang tidak lag!
bersaing; dan keglatan penciptaan pola distribus! pangan. Hal itu, pada gillrannya sangat
berpengaruh bag! intelegens! serta pola perilaku dan f1sik yang bertaIlan. Dengan
demikian, keseluruhan pola berevolusi secara bersama; perubahan struktur fisik dan
perilaku yang, diturunkan secara genetik natipun secara sosial saling berkaitan.
dahi yang pendek dan miring; alis lebat dan tebal; rahang dan gigi yang besar. Lebih dari
kurun waktu sejuta tahun, Homo Erectus berevolusi secara berangsur-angsur ke arah
Homo Sapiens dan bentuk tengkorak serta, ukuran otak yang semakin besar yang
bergerak mendehati ukuran otak manusia modern.
Fosil Homo Erectus yang hidup sekitar 400.000 tahun yang lalu yang ditemukan
di pantai Laut Tengah daerah Perancis telah menunjukkan bukti-bukti tentang adanya
perpindahan musiman yang teratur ke pantai untuk mengumpulkan kerang dan berburu
rusa, gajah, babi hutan, badak, dan banteng liar. Mereka juga telah membuat dan
menggunakan peralatan yang berdaya guna dari batu -dan tulang, memasak makanan
mereka, mendirikan gubuk dan penahan angina menggunakan tempat persembunyian
binatang, tempat tidur dan duduk serta telah menggunakan mangkuk.
Perkembangan yang terjadi seperti yang disebutkan di atas dipandang oleh para
ahli sebagai pengejawantahan dari, dan dorongan bagi peningkatan intelegensi dan
Selanjutnya, dalam kurun waktu 250.000 sampai 100.000 tahun yang lalu terjadi
perkembangan fisik ke arah peningkatan rongga otak dan penciutan rahang raksasa.
Dalam pada itu, maka lahirlah Homo Sapiens dengan jenis Neanderthal. sebagai Homo
Sapiens awal yang tersebar lugs, manusia Neanderthal ditanadai oleh otak yang besar,
seukuran otak manusia modern; tetapi rahangnya masih besar, wajahnya menjorok ke
depan, keningnya tebal, dan dahinya landai, struktur per.%vajahan seperti itu menurut
Brace (dalam Keesing, 1989) merupakan penyesuaian fisik karena masih menggunakan
gigi sebagai alat untuk membuat peralatan, proses menguliti dan sebagainya.
Dengan semakin majunya teknologi peralatan, maka gigi semakin kurang dipakai
sebagai alat penggenggam atau pemotong dan akibatnya struktur wajah modern
berevolusi. Kecuali itu, ada pula pendapat yang mengatakan bahwa karma manusia
Neanderthal telah mampu menghasilkan bunyi-bunyi vokal dengan baik, maka bentuk
modern.
Proses evolusi tersebut berlangsung terns, sehingga pada kurun waktu antara
40.000 sampai 30.000 tahun yang lalu telah muncul Homo Sapiens modern sebagaimana
yang ada sekarang in!. Hal itu terbukti dari adanya berbagai fosil yang ditemukan di
berbagai tempat, diantaranya Eropa, Kalimantan, Australia, dan lain-lain.
4.3 RAS DAN METODE KLASIFIKASI RAS
Ras menurut pengertian antropologi adalah suatu golongan manusia yang
menunjukkan berbagai ciri tubuh tertentu. Ciri-ciri tubuh tersebut adalah sebagian yang
dapat dilihat secara langsung dan diukur secara kuantitatif dan sebagian lagi merupakan
organ bagian dalam tubuh serta organ-organ penciuman rasa dan bau yang unttik
Metode klasifikasi ras yang termasuk klasik, namun masih digunakan adalah
metode yang melihat ciri-ciri morfologi atau fenotipe, yaitu ciri-ciri kaulitatif berupa warna
kulit, warna dan bentuk rambut, bentuk muka dan bagian-bagiannya; dan ciri-ciri kuantitatif
seperti berat dan ukuran badan, ukuran tengkorak dan indeks tengkorak, dan sebagainya.
Metode klasifikasi ras yang relatif barn dan canggih adalah metode klasifikasi
f7logentik, yaitu yang berdasarkan pengetahuan tentang ciri-ciri genotif seperti golongan
darah dan ciri-ciri penciuman bau zat atau phenythlocarbomide. Dengan menggunakan
metode klasifikasi filogentik, maka selain persamaan-persamaan dan perbedaan-
perbedaan antara ras dapat digambarkan, juga hubungan-hubungan asal-usul antara ras-
ras tertentu Berta percabangannya dapat dijelaskan.
4.4 KLASIFIKASI RAS
Klasifikasi ras yang diungkapkan dalam uraian ini adalah yang dibuat oleh A.L.
Kroeber. Dalam klasifikasi itu, tampak secara jolas golongan ras-ras yang terpenting di
Iran).
pokok.
tersebut diantaranya memberikan penilaian yang tinggi atau rendah kepada ras-ras
tertentu. Sebagaimana anggapan yang muncul bahwa ras Caucasoid atau ras kulit putih
lebih kuat, lebih pandai, lebih maju, dan lebih luhur dibandingkan dengan ras-ras lain.
Konsekuensi yang ditimbulkan oleh anggapan seperti itu, tidak hanya muncul
dalam bentuk keinginan untuk menguasai atau menjajah bangsa-bangsa lain, tetapi juga
adanya perlakuan diskriminatif terhadap ras lain yang hingga dewasa ini masih
A.de Gobineau pada pertengahan abad ke-19, mengemukakan bahwa ras yang
paling unggul dan murni di dunia ini adalah ras Arya di Eropa Utara dan Tengah. Orang
Perancis dari kalangan bangsawan merupakan keturunan ras unggul itu. Sementara itu,
orang Perancis dari kalangan rakyat yang telah banyak bercampur dengan orang Negro
dan Scmit memang telah ditakdirkan untuk dikuasai. Anggapan semacam itu diambil alih
dan bahkan dijadikan sebagai dasar perjuangan bagi aliran Nasionalis Sosialisas (NAZI) di
merupakan keturunan langsung dari ras Arya dan karena itu harus menguasai seluruh
dunia. Upaya yang dilakukan Hitler dalam mewujudkan anggapannya itu, menimbulkan
4.6 RANGKUMAN
Nenek moyang Homo Sapiens (manusia modern) diperkirakan dari kera besar
yang digolongkan scbagai Ramapithecus yang hidup pada kurun waktu 15-10 juta tahun
yang lalu di pinggiran Troplis Afrika dan Asia Sclatan.
Pemisahan garis keturunan antara manusia dengan kera masih belum ada kata
sepakat di antara para ahli. Sebagian yang mengatakan bahwa pemisahan itu terjadi pada
kurun waktu 15 sampai 10 juta tahun yang lalu; dan. sebagian lag! yang mengatakan
bahwa pemisahan itu terjadi pada kurun waktu 5 sampai 3 juta tahun yang lalu yang
Pada kurun waktu 3 sampai 2 juta tahun yang lalu Australopithecine berevolusi
menjadi manusia Homo Habilis yang mempunyal ukuran rongga otak dan intelegensi
semakin berkembang serta sudah mempunyai kemampuan simbolik.
Homo Habilis itu kemudian berevolusi menjad! Homo Erectus. Homo Erectus ini
meskipun mempunyai tingkat intelegensi yang tinggi dan daya kemampuan penyesuaian
yang tinggi, namun bentuk dahinya masih pendek dan miring; alisnya lebat dan tebal;
rahang dan giginya besar.
Lebih dari kurun waktu sejuta tahun, Homo Erectus ini kemudian berevolusi
secara berangsur-angsur ke dalam Homo Sapiens yang bentuk dan ukuran otaknya
semakin besar bergerak mendekat! ukuran otak manusia modern. Pada kurun waktu
sekitar 250.000 sampai 100.000 tahun jenis Homo Sapiens ini mengalami perkembangan
fisik berupa peningkatan rongga otak dan penciutan rahang; dan pada saat itu lahirlah
Homo Sapiens jenis Neanderthal
IHomo Sapien jenis itu kemudian berevolusi terns hingga pada kuran waktu
40.000 sampai 30.000 tahun yang lalu lahir Homo Sapiens modern atau manusia
sebagaimana yang hidup sekarang ini.
Homo Sapiens modern yang menghun! bumf sekarang ini terdistribusi ke dalam
lima jenis ras, meluputi: (1) Austroloid; (2) Caucasoid; (3) Negroid; (4) .%fongoloid; (5) Ras-
ras khusus.
Penggolongan ras tersebut seringkali menimbulkan masalahmasalah
kemanusiaan. Masalah itu timbul oleh karena ad~nya kesalahfahaman yang menganggap
DAFTAR BACAAN
Barnouw, Viktor
1982 An Introduction to Anthropology, Ethnology. Illinois: The Doresy Press., pp., 1-38.
Beals, Ralph L. Et-al.
1977 An Introduction to Anthropology. New York: Macmillan Pub., Co., Inc., pp., 1-21.
Keesing, Roger M.
1989 Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta: Penerbit Erlangga.
hal. 1-10.
Koentjaraningrat
1980 Pengantar 11mu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Hal., 17-36.
4.8 TUGAS LATIHAN
1 . Uraikan perkembangan fisik manusla ditinjau dari perspektif evolusionis.
mengenai ras.
BAHASAN 5
MASYARAKAT
sosial lainnya.
Masyarakat berasal dari kata Arab 'syaraka' yang artinya bergaul. Kata itu dalam
Bahasa Inggris disebut society. Secara umum kata masyarakat dapat diartikan sebagai
orang-orang yang saling bergaul atau berinteraksi. Kalangan ilmuan sosial menanggapi
kata masyarakat bukan sebagai istilah biasa melainkan sebagai konsep. Karena itu,
tertentu yang mengatur tirigkah laku warganya: (3) terdapat suatu kontinuitas
(keberlanjutan) dalam waktu; dan (4) terdapat rasa identitas yang mengikat
warganya.
manusia yang lebih besar dan dapat pula kesatuan h1up manusia yang lebih keell. Contoh
masyarakat dengan kesatuan hidup yang lebih besar adalah masyarakat Indonesia,
masyarakat Jepang, masyarakat Belanda, dan sebagainya. Sedangkan masyarakat
dengan kesatuan hidup manusia yang lebih kecil meliputi masyarakat Kota Ujung
dengan kesatuan hidup manusia yang lebih kecil lagi, sepert! masyarakat desa.
Suatu kesatuan hidup manusia yang lebih kecill dan khusus itu dalam disiplin
ciri suatu komunitas meliputi (1) terdapat kesatuan wilayah, (2) terdapat kesatuan adat
istiadat, (3) terdapat rasa identitas komunitas, dan 4) terdapat rasa loyalitas terhadap
komunitas sendirl.
Adapun kesatuan-kesatuan hidup manusia yang merupakan komunitas
membedakan mereka yang telah mempunyai hak pilih atau belum mempunyai hak pilih;
kategori sosial yang memiliki kendaraan bermotor dan tidak memiliki kendaraan bermotor;
kategori usia 17 tahun untuk larangan menonton film yang diperuntukkan bagi orang
dewasa.
Orang-orang dalam kategori sosial biasanya tidak mempunyai orientasi sosial
bersama; tidak mempunyai potensi mengembangkan interaksi di antara mereka; dan juga
tidak mempunyai identitas bersama yang mengikat mereka sebagai suatu keseluruhan.
Selain itu, terdapat juga suatu kesatuan hidup manusia yang lebih khusus lagi
yang menunjukkan beberapa ciri yang menjadi ukuran masyarakat, yaitu golongan sosial.
Berbeda dengan kategori sosial, golongan sosial justru mempunyai suatu ikatan identitas
sosial, dan bahkan mungkin terikat oleh suatu sistem nilai, sistem norma, dan adat istiadat
tertentu. Ikatan identitas sosial dari suatu golongan sosial tumbuh sebagai respon
terhadap cara orang luar memandang golongan sosial itu. Sebagai contoh adalah
patriotisme yang telah menggagas dan mencetuskan sumpah pemuda. Golongan Negro
Amerika juga mempunyai kesadaran dan ikatan identitas sosial bersama yang tumbuh
masih terdapat dua konsep lain yang pengertiannya seringkali dikacaukan, yaitu konsep
Kelompok dan Perkumpulan. Kelompok (group) mempunyai ciri-ciri seperti (1) terdapat
sistem interaksi di antara para anggotanya; (2) terdapat adat istiadat dan sistem norma
yang mengatur interaksi itu; (3) terdapat kontinuitas dalam waktu; (4) terdapat identitas
yang mempertautkan semua anggota kelompok; dan (5) terdapat unsur-unsur tambahan,
yakni organisasi dan pemimpin yang selalu tampak sebagai kesatuan dari individu-individu
yang secara berulang kali berktimpul pada masa-masa tertentu kemudian bubar lagi.
Kelompok atau group dengan sistem organisasi informal tidak dibentuk dengan
sengaja, tetapi terbentuk melalui ikatan-ikatan alamiah dan keturunan yang mengikat
warganya dengan adat istiadat dan sistem norma yang tumbuh seolah-olah tidak
disengaja juga. Pimpinan dalam kelompok lebih didasarkan kewibawaan dan kharisma,
sementara hubungan dengan anggota kelompok yang dipimpinnya lebih berdasarkan
pada hubungan azas perorangan. Secara umum, pergaulan yang menggerakkan dan
mempersatukan semua anggota kelompok bersifat kekeluargaan. Adapun solidaritas yang
menjiwai hubungan antara individu dalam kelompok adalah solidaritas mekanik.
Solidaritas mekanik menurut Emile Durkheim muncul dari kesadaran sosial
kolektif masyarakat yang sifatnya sosial. Hubungan solidaritas antarindividu oleh
Durkheim dianalogikan dengan kohesi antarmolekul-molekul yang bersifat mekanika dan
otomatis. Contoh dari kesatuan hidup manusia yang disebut kelompok diantaranya adalah
Marga Tarigan di Tanah Karo, Medan; Keluarga Inti (nuclear family), Keluarga Luas
(extended family), Klen Kecil dan sebagainya.
Lain halnya dengan Perkumpulan yang dalam Bahasa Inggris disebut association
adalah dibentuk dengan sengaja sehingga dengan demikian sistem organisasinya bersifat
formal. Pimpinan perkumpulan lebih berdasarkan wewenang atau hukum; sedangkan
hubungannya dengan anggota perkumpulan yang dipimpinnya berlandaskan pada
hubungan azas guna. Atau dalam istilah Sorokin hubungan yang berdasarkan kontrak
(contractual relation) yang mendasari pergaulan di antara orang-orang dalam
perkumpulan (Sorokin dalam Koentjaraningrat, 1980:157). Solidaritas yang menjiwai
perkumpulan adalah solidaritas organik.
Solidaritas organik menurut E. Durkheim tumbuh dalam jiwa setiap individu yang
dipengaruhi oleh adanya sistem pembagian kerja. Dengan terbentuknya differensiasi kerja
di antara para individu, maka tumbuh suatu kesadaran khusus yang merupakan ciri khas
setiap individu. Semakin jelas dan ketat fungsi atau tugas setiap individu kian kuat pula
ikatan solidaritas organik. Sebaliknya, solidaritas mekanik semakin melemah.
Oleh karena hubungan azas guna yang mendasari perkumpulan, maka
perkumpulan dapat dikelaskan berdasarkan prinsip guna, keperluan, dan fungsi. Di antara
perkumpulan yang dimaksud, meliputi perkumpulan dagang, koperasi, perseroan,
perusahaan, dan sebagainya yang gunanya untuk keperluan ekonomi; perkumpulan
pemberantasan buta huruf, yayasan pendidikan, dan sebagainya yang bertujuan untuk
memajukan pendidikan dalam masyarakat; Himpunan Indonesia untuk Pengembangan
Ilmu-Ilmu Sosial (HIPIIS), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Asosiasi Antropologi Indonesia
(AAI), dan sebagainya merupakan perkumulan yang dibentuk dalam rangka memajukan
ilmu pengetahuan dan profesi; perkumpulan teater, perkumpulan mitra budaya, aliran-
aliran seni lukis; dan lain-lain merupakan perkumpulan yang dibentuk dalam rangka
keperluan memajukan kesenian; organisasi gereja, sekte, remaja mesjid, gerakan-gerakan
ratu adil, dan sebagainya merupakan perkumpulan yang dibentuk untuk tujuan
pelaksanaan kegiatan keagamaan; PPP, Golkar, PDI dan sebagainya merupakan
perkumpulan yang dibentuk untuk keperluan pelaksanaan kegiatan-kegiatan politik.
dalam hal ini dipahami sebagai wahana bagi berlangsungnya kegiatan tertentu dalam
rangka memenuhi kebutuhan tertentu. Dengan demikian, maka lembaga adalah yang
Perbedaan antara pranata dan lembaga dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Kecuall itu, dalam setiap masyarakat, komunitas, dan kesatuan hidup manusia, termasuk
yang lebih kecil seperti kelompok-kelompok kekerabatan atau yang paling kecil sekali pun
kecil.
suatu ciri atau kompleks ciri-ciri objektif yang dapat dikenakan kepada manusia-manusia
itu. ciri-ciri objektif itu biasanya dikenakan olch pihak dari luar kesatuan sosial itu tanpa
disadari oleh pihak yang bersangkutan, dengan suatu maksud praktis tertentu. Misalnya,
kategori usia 18 tahun ke atas untuk ikut dalam pemi-lihan umum. Kategori sosial tidak
suatu ikatan identitas sosial, bahkan mungkin golongan sosial itu terikat oleh suatu sistem
nilai, norma, dan adat-istiadat tertentu. Ikatan identitas sosial dari suatu golongan tumbuh
sebagai respon terhadap sikap orang luar yang memandang golongan sosial tertenrtu.
beberapa ciri yang serupa dengan ciri masyarakat, namun golongan sosial belum dapat
dikategorikan sebagai masyarakat, sebab mempunyai ciriciri yang sama dengan yang
Sebagai contoh, seseorang mempunyai status sebagai suami, sebagai ayah, sebagai
kepala rumah tangga, sebagai dosen, sebagai direktur perusahaan, dan sebagainya.
Seseorang yang mempunyai status yang demikian itu, akan berperilaku sesuai dengan
muatan hak-hak dan kewajiban yang terkandung pada masing-masing status yang
disandangnya; dan bahwa muatan hak dan kewajiban yang terkandung pada masing-
masing status tersebut mengacu pada sistem norma dan aturan-aturan yang berlaku
dalam masyarakat.
orang tua anggota dari isteri A. Kelakuan sosial seperti itu dikendalikan oleh struktur
sosial, dimana pihak penerima gadis harus bersikap menghormat terhadap kelompok
Contoh di atas, bilamaria diamati secara lebih Was dan mendalam, akan
ditemLikan kualitas hubungan seperti: A seb--gal seorang suami akan bersikap sungkam
Demikian juga B senantiasa bersikap sungkam dan formal terhadap D (mertuanya). Dalam
hubungarihubungan yang digambarkan itu, terdapat dua bentuk kualitas hubungan, yakni
hubungan yang bersifat formal dan tegang dan hubungan yang bersifat santai dan akrab.
struktur sosialnya. struktur sosial yang tak tampak itu berlangsung terns dan tidak mullah
RANGKUMAN
Konsep masyarakat mengacu pada kesatuan hidup manusia yang mempunyai
ciri-ciri seperti: terdapat interaksi antara warganya; terdapat adat istiadat, norma-norma
dan hukum atau aturan-aturan khas yang mengatur pola tingkah lake di antara
anggotanya; terdapat kontinuitas dalam waktu; dan terdapat rasa identitas bersama yang
mengikat warganya.
masyarakat adalah komunitas. Hanya saja, dalam komunitas terdapat unsur tambahan
yang sangat menentukan, yakni lokasi atau wilayah, rasa identitas dan loyalitas terhadap
tumbuh jiwa solidaritas organik. Pimpinan'berdasarkan wewenang dan hukum serta dalam
hubungannya dengan par-d anggota bawahan bersifat azas guna. Perkumpulan ini juga
unsur, seperti pranata, lembaga, status, dan peranan. Pranata adalah sistem norma atau
aturan-aturan yang mengenai suatu kegiatan tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan-
Kumpulan hak-hak dan kewajiban tersebut ditentukan dan diatur oleh norma-norma yang
berlaku dalam masyarakat. Pelaksanaan hak dan kewajiban disebutkan sebagai peranan.
terdapat dalam masyarakat sebagaimana yang diuraikan di atas disebutkan oleh A.R.
KEBUDAYAAN
6.1 SASARAN BELMAR
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dan pengertian kebudayaan.
manusia.
kebudayaan pun beragam. Keragaman itu, tampak dari adanya sekitar 160 buah
pengertian dan definisi kebudayaan yang telah dikumpulkan oleh dua orang sarjana
1 . Definisi kelas sosial (social class definition), yaitu memandang kebudayaan sebagai
pranata, perilaku dan karya seni. Defenisi yang termasuk ke dalam kategori ini adalah
Tiga rumusan kebudayaan diuraikan terakhir di atas, ditolak oleh beberapa ahli
antropologi, sebab terlalu luas dan sangat tumpul untuk menggambarkan unsur-unsur
pokok perilaku manusia. Karena itu, rumusan kebudayaan seperti itu, tidak lagi digunakan
sebagai peralatan konseptual utama, dan kini semakin dipertajam dan dipersempit instru-
mennya agar dapat lebih operasional dalam menggambarkan unsur-unsur pokok perilaku
manusia.
Dalam pada itu, maka muncul dua rumusan kebudayaan yang dewasa ini sangat
besar pengaruhnya dalam perkembangan antropologi. Rumusan yang dimaksud adalah
defenisi perilaku (behavior definition) dan defenisi kognitif (cognitive definition). Hal ini
menjadi menarik, sebab berkaitan erat dengan pendekatan teoritis utama dalam
antropologi.
Defenisi perilaku tentang kebudayaan memfokuskan pada polapola perilaku yang
dapat di observasi dalam beberapa kelompok sosial. Bagi pendekatan ini, konsep
kebudayaan muncul dari pola perilaku yang berkaitan dengan adat istiadat atau cara hidup
dari kelompok orangorang tertentu (Hai-is dalam Spradley, 1972). Berbeda halnya dengan
defenisi kognitif yang mengabaikan perilaku dan membatasi konsep kebudayaan hanya
pada ide-ide, kepercayaan-kepercayaan, dan pengetahuan (Spradley, 1972). Rumusan
kebudayaan seperti itu disebut juga ideasionalisme (Keesing, 1986).
Rumusan kebudayaan yang termasuk dalam kategori ideasionalisme mempunyai
penekanan yang bervarlasi di antara ahli antroplogi. Empat diantaranya akan diuraikan di
bawah ini.
1) Rumusan kebudayaan yang dikemukakan oleh GoodenOLIgh, yang melihat
kebudayaan sebagai suatu sistem kognitif -- suatu sistem yamg terdiri atas
pengetahuan, kepercayaan, dan nilai -- yang tersusun dalam pikiran anggota
masyarakat (Goodenough dalam
Kalangie, 1994). Dengan demikin, kebudayaan merupakan perlengkapan mental yang
oleh pendukung kebudayaan itu digunakan dalam proses-proses orientasi,
pertemuan, perumusan gagasan, penggolongan, dan penafsiran perilaku sosial nyata
dalam masyaraliatnya. Dalam kata lain, kebudayaan berfungsi sebagai kerangka
acuan bag! individu-individu dalam menghadap! lingkurigannya (lingkungan alam dan
sosial).
2) Rumusan kebudayaan yang dikemukakan oleh sathe yang melihat kebudayaan
sebagal terdiri atas gagasan-gagasan dan asumsi-asumsi yang dipunyai oleh suatu
masyarakat yang menentukan atau mempengaruhi komunikasi, pembenaran, dan
perilaku anggotaanggotanya (Sathe dalam Kalangie, 1994).
3) Rumusan kebudayaan yang dikemukakan oleh Clifford Geertz yang melihat
kebudayaan sebagai suatu sitem simbolik. Dalam hal itu, kebudayaan merupakan
sistem semiotik yang mengandung simbolsimbol yang berfungsi mengkomunikasikan
maknanya dari pikiran seseorang ke pikiran orang lain. Simbol dan makna tersebut
tidak berada dalam pikiran-pikiran individu-individu (superoi-gan1c) itu. Dengan
demikian, rumusan itu berbeda dengan yang dikemukakan oleh Goodenough yang
melihat kebudayaan berada dalam pikiran individu-individu.
4) Rumusan kebudayaan yang dikemukakan oleh Parsudi Suparlan yang melihat
kebudayaan sebagal pedoman menyeluruh atau bluefrint bag! kehidupan dari sebuah
masyarakat yang digunakan oleh para vvarganya untuk memaham! dan
menginterpretasikan lingkungan hidupnya, dan mendorong tindak-an-tindakan dalam
upaya memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada dalam lingkungan hidup
tersebut untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka.
5) Terlepas dari perbedaan rumusan kebudayaan yang termasuk dalam aliran
ideasional, namun rumusan itu selain dapat digunakan untuk menelaah tipe-tipe
sebagai konsekwensi logis atau menunggal tak terpisahkan dari kebudayaan. Dengan
1 0 ) Dengan demikian, pada saat kita meneliti dan menelaah pranatapranata kebudayaan
yakni:
1. Bahwa kebudayaan itu merupakan milik yang dipahami dan dibagi bersama (shared)
oleh sebagian terbesar anggota masyarakat pendukung kebudayaan itu.
2) Bahwa kebudayaan itu diperoleh dan diteruskan secara sosial melalui proses belajar.
besar anggota masyarakat atau komunitas, maka hal itu disebutkan sebagai kebudayaan.
dalanya bersifat relatif. sesuatu yang dinilai balk dalam satu kebudayaan tertentu, belum
tentu dinilai demi`kian dalam kebudayaan-kebudayaan lainnya. Demikian pula sesuatu hal
yang dipandang sangat tercela dalam suatu kebudayaan tertentu boleh jadi dalam
kebudayaan lain justeru sangat terpuji. Sebagai contoh, seorang anak dengan sikap
menatap wajah, tegas, dan kritis pada saat menyampaikan sesuatu dan menerima
sesuatu hal kepada orang tuanya merupakan perilaku yang tercela menurut penilaian
kebudayaan tertentu di luar Eropa, tetapi bagi masyarakat di Eropa Barat sikap seperti itu
gagasan baru dari luar ke suatu kebudayaan tertentu semakin pesat pula proses
temuan-temuan baru yang muncul di dalam kesatuan budaya tertentu dapat menyebab-
Koentjaraningrat (1980) terdapat 7 unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua
bangsa di dunia. Ketujuh unsur kebudayaan yang sifatnya universal itu adalah meliputi:
1) Bahasa
2) Sistem pengetahuan
3) Organisasi sosial
4) Sistem peralatan hidup dan teknologi
5) Sistem mata pencahai•jan hidup
6) Sistem religi, dan
7) Kesenian.
6.4 KOGNTSI, SIKAP, DAN PERILAKU
Kognis! dalam uraian ini dipahanii/diartikan suatu yang unsurunsurnya terdiri atas
pengetahuan, kepercayaan dan nilai yang dipunyai dan dibagi bersama (shared) oleh
individu atau kelompok dalam berinteraksi dengan. lingkungannya. Dalam kata lain,
atau kesadaran seseorang -berkenaan dengan sesuatu objek atau peristliva tertentu; dan
bahwa ketahuannya itu dapat d1jelaskan dan bahkan dapat dibuktikannya secara empiris;
sedangkan kepercayaan (belief) adalah bagian dari stuktur kognitif seseorang berkenaan
dengan sesuatu objek atau peristiwa yang diyakini yang seringkali tidak mampu dijelaskan
dan dibuktikannya secara empiris. pengetahuan dan kepercayaan itulah kemudian yang
menjadi dasar bag! seseorang untuk menilai baik atau but-uk; benar atau salah; tercela
bentuk pertanyaan; apa yang orang ketahui atau sadari tentang suatu objek atau peristiwa
tertentu; apa yang orang yakini berkenaan suatu objek atau peristiwa tertentu; flan apa
gagasan itu telah diketahui, dipercayai, dan dinilai: positif, namun tidak selalu langsung
d1wujudkan dalam bentuk tindakan nyata. Hal in! terjadi, sebab antara kognisi dan
perilaku di tengahi oleh sikap (attitude) setiap individu. sebagai contoh, seseorang ibu
hamil yang menerima atau mengdapatkan penyuluhan yang berkenaan dengan manfaat
gizi dan bagi diri dan kandungannya; dan bahwa makna dari penyuluhan itu telah
diketahui, diyakini dan dinilai positif, namun ibu itu tidak langsung mewujudkannya dengan
segera, menunda atau sama sekall tidak melakukannya. Dalam situasi pengambilan
keputusan tersebut si ibu dipengaruhi oleh kondisi motivasi dan emosionalnya, risiko yang
kemungkinan dialami bila dilakukan atau tidak dilakukan dan alasanalasan lainnya.
Alasan-alasan yang mempengaruhi pengambilan keputusan itulah yang disebutkan
sebagal sikap.
Berkaitan dengan itu, boleh jadi dalam struktur kognisi seseorang berkenaan
dengan suatu gagasan baru positif, tetapi sikap negatif, maka akibatnya tidak diwujudkan
dalam tindakan. Dalam pada itu, maka seyogianya antara kognisi dan sikap berkenaan
dengan gagasan baru harus seiring agar kemudian terwujud dalam perilaku.
Berdasar dari uraian di atas, maka tindakan atau perilaku dapat diartikan sebagai
MAN
Japat banyak defenisi yang berkenaan dengan kebudayaan, ig kini banyak digandrungi
oleh ahli Antropologi adalah ang mengacu pada perilaku dan kognisi. Defenis! perilaku
pada pengetahuan, kepercayaan ang menjadi pedoman bagi perilaku. Dengan demikian,
kipun kebudayaan yang termasuk dalam tatanan ideasional .n atau tidak menganggap
perilaku sebagai kebudayaan, namun rlihat tidak terpisah dari, atau sebagai konsekwensi
logis dari i. keterkaitan antara kebudayaan dan perilaku itulah yang lisebut sebagai sistem
soslobudaya.
udayaan mempunyai sifat-sifat tertentu diantaranya: (1) milik .hami dan dibagi bersama
(H) diperoleh dan diteruskan secara sosial melalui proses i) kebudayaan yang ada di
muka bum! ini bervariasi; (iv) nilai idayaan relatif; dan (v) kebudayaan itu dinamis.
iin itu, dalam setiap kebudayan sekurang-kurangnya dapat unsur-unsur lain : (i) bahasa;
(H) sistem pengetahuan; (Iii) sosial; (iv) sistem peralatan hidup dan teknologi; (v) sistem
-aharian hidup; (vi) sistem religi dan kepercayaan, dan (vii)
igetahuan, kepercayaan, dan nilai merupakan konstruk yang inelalul pengalaman yang
diperoleh dan tersusun dalam peta seor-ang. Ketiga unsur kognitif itu, dapat dilacak
perbedaannya
dan apa penilaian orang berkenaan dengan sesuatu objek atau peristiwa tertentu. Jika
pengetahuan, kepercayaan, dan nilai itu dipuriyai dan dibagi bersama oleh sebagian
DAFTAR BACAAN
Kalangie, Nico S.
1994 7(ebudayaan dan Kesehatan: Pengembangan Pelayanan Kesehatan Primer
melalui Pendekatan Sosiobudaya. Jakarta: Megapoin
Keesing, Roger M.
1966 Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer. Jakarta Erlangga.
Koentjaraningrat
1980 Pengantar 11mu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Spradley, James P.
1972 Culture and Cognition: Rules, Maps, and Plans. USA: Chandler Pub. Com.
58
8 . melalui bentuk pernyataan, seperti; apa yang orang ketahui, apa yang orang percayai,
dan apa penilaian orang berkenaan dengan sesuatu objek atau peristiwa tertentu. Jika
pengetahuan, kepercayaan, dan nilai itu dipuriyai dan dibagi bersama oleh sebagian
percayai, dan apa penilaian orang berkenaan dengan sesuatu objek atau peristiwa
tertentu. Jika pengetahuan, kepercayaan, dan nilai itu dipuriyai dan dibagi bersama
oleh sebagian besar anggota masyarakat, maka dapat disebut sebagai pengetahuan
percayai, dan apa penilaian orang berkenaan dengan sesuatu objek atau peristiwa
tertentu. Jika pengetahuan, kepercayaan, dan nilai itu dipuriyai dan dibagi bersama
oleh sebagian besar anggota masyarakat, maka dapat disebut sebagai pengetahuan
Spradley.
kepribadian.
antropologi psikologi.
berfokus pada hubungan antara kebudayaan dan kepribadian. Bidang spesialisasi itu
Amerika diantaranya: Margaret Mead, Ruth F. Benedict, dan Ralph Linton pada
dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Hal yang menjadi pendorong bagi munculnya penelitian
'Kebudayaan dan Kepribadian' adalah karena selama perang dunia ke-2 sangat
dasawarsa 1930-an dan 1940-an adalah bahwa tingkah laku ditentukan terutama oleh
budaya. Seorang bocah yang dibesarkan dalam satu lingkungan sosial tertentu dibentuk
oleh pengalaman budaya yang diterimanya. Seberapa sering dan dalam situasi yang
bagaimana seorang anak disuapi dan dimandikan, bagaimana dia dipegangi, bagaimana
dan kapan dia diajari berdisiplin, bagaimana dan kapan disapih dan diajari menggunakan
kamar kecil tergantung pada lingkungan budayanya. Pola-pola pengalaman masa kecil
budaya seorang anak belajar mengartikan motif-motif dan nilai-nilai Berta pandangan
dunia (world view) yang khas. Kepribadian menurut pandangan ini merupakan suatu
internalisasi budaya.
Demikian asumsi tersebut, melahirkan beberapa teori dan konsep berkenaan
DAN KEPRIBADIAN
seksualitas kanak-kanak yang dirumuskan oleh Sigmund Freud dan teori masa akil balig
M. Mead.
dengan dorongan untuk berkembang biak scring d1hambat oleh keadaan social budaya.
Dorongan untuk berkembang biak tersebut oleh Freud dinamakan libido atau tenaga seks
(sexual energy).Oleh karena Freud menganggap bahwa dorongan atau naluri untuk
dan ia kemudian memfokuskan perhatiannya pada naluri yang kedua atau apa yang ia
Menurut Freud tenaga seks berpusat pada tiga daerah erotik di tubuh manusia,
yaltu: mulut (oral), lubang dubur (anal), dan alat kelamin (genital). Lebih lanjut dikatakan
bahwa perhatian seorang anak terhadap ketiga daerah erotik tersebut terjad! secara
bertahap, dengan urutan sebagai berikut: (i) tahap oral, (H) tahap anal, dan (iii) tahap
genital.
Tahap oral itu masih merupakan tahap pertama oleh karena bagi anak bagi sejak
bare lahir, alat yang paling member! kenikmatan dalam hidupnya adalah mulutnya sendirl.
Dengan mulutnya, ia dapat berhubungan dengan alat ketubuhan yang paling
didambakannya. Apabila kebutuhan itu tidak dapat ia nikmati, maka ia akan mencari
penggantinya dengan cara mengisap jempolnya.
Tahap oral itu masih bersifat pasif hingga bayi itu berusia lima bulan: namun
setelah anak itu berusia enam bulan, maka sifat itu berubah menjadi agresif. Sifat itu
terjadi bersamaan dengan mulai tumbuhnya gigi pada mulut si anak. Face agresif ini oleh
Karl Abraham disebutkan sebagal later oral phase (fase oral kemudian).
Setelah itu, berkembang fase yang kedua, yakni tahap anal: dan tahap itu lambat
laun mengambil alih peranan tahap oral. Tahap ini ditandai oleh kecenderungan secara
agresif untuk membuang dan mempertahankan sesuatu. Bersamaan dengan itu,
berkembang pula kemampuan si anak untuk mengendalikan gerakan otot di sekeliling
duburnya. Tahap kedua ini berakhir setelah anak itu berumur sekitar satu tahun. Dengan
berakhirnya tahap anal, zona erotis si anak pun berlanjut ke tahap genital. Pusat perhatian
erotik si anak, menurut Freud justru bukan pada semua alat kelamin melainkan hanya
pada alat kelamin pria (linggam). Setelah itu memasuki tahap laten (tidur) yang
berlangsung sejak mulai si anak berusia lima tahun sampai sepuluh tahun. Laten yang
dimaksud adalah perubahan libido hanya terjadi secara kualitatif dan tidak secara
kuantitatif. Pada tahap akhir- ini si anak cenderung menjadi lebih tidak rapi dan
pemberontak sebagai akibat dari adanya tekanan yang hebat terhadap dorongan seksnya
yang telah berkembang itu. Semua itu akhirnya diganti oleh keakilbaligan yang
disebabkan oleh berbagai perubahan kelenjar seksualnya yang menunjukan adanya
kedewasaan dalam hal alat kelaminnya.
Sungguhpun tahap-tahap perkembangan libido ditentukan oleh biologi, namun
harus diakui juga bahwa perkembangan itu dipengaruhi oleh reaksi tokoh-tokoh penting,
cara-cara pengasuhan anak, sikap orang tua terhadap latihan buang air besar, dan
waktu perhatiannya berpusat pada linggamnya sendiri, dan perhatian itu segera
menimbulkan rasa birahi terhadap - ibunya sendiri dan dibarengi dengan timbulnya rasa
camburu dan benci kepada ayahnya yang dirasakan sebagai saingan dalam mendapatkan
rasa cinta ibuntya. Gejala ini disebut oleh Freud sebagai Odipus Kompleks.
Berbeda halnya dengan anak wanita yang obyek perhatiannya tidak ditujukan
kepada alat kelaminnya sendiri, tetapi pada alat kelamin laki-laki (linggam). Karena itu si
anak wanita menjadi lebih dekat dengan ayahnya dan hal itu menyebabkan terjadi apa
Trobriand tidak terdapat dalam kompleks Oedipus. keadaan itu terjadi, sebab di Trobriand
ayah bukan tokoh kerabat yang berkewajiban mengasuh anak, sehingga !a tidak perlu dan
tidak mempunyai peluang untuk bersikap otoriter terhadap anaknya; dan yang menjadi
tokoh pengasuh si anak adalah saudara lakilaki ibunya. Karena itu, si anak tidak punya
alasan untuk menjadikan ayah kandungnya sebagai penyaing cinta bundanya. Dalam
pada itu, maka menurut Malinowski bahwa gejala Odipus Kompleks hanya mungkin ada
dalam masyarakat dimana tokoh ayah bersifat otoriter dan keras serta mewajibkan disiplin
suku bangsa di dunia, yakni orang Zuni di New Mexico, orang Kwakiutle di pantai Barat
Orang Zuni di New Mexico yang bermata pencaharian sebagai petani mempunyai
konfigurasi kebudayaan yang bertipekan appolonian, yang ditandai dengan sifat-sifat
introversi, rapi, dapat menahan diri. Akibatnya kebudayaan mereka tidak banyak
menunjukkan ketegangan-ketegangan. Selain itu, jiwa tolong menolong kuat sekali dan
mereka patuh pada peraturan masyarakat serta mementingkan upacara-upacara
keagamaan yang tenang tanpa histeris.
Orang Kwakiutle yang bermata pencaharian sebagai nelayan mempunyai
konfigurasi kebudayaan yang bersifat Dionysian yang ditandai dengan sifat-sifat
ekstrovert, pemboros, suka bertindak ekstrim, gemar memamerkan kekayaan (potlatch),
dan senang mempergunakan obat bins. Selain itu, pola kebudayaan orang Kwakiutle, juga
digolonglan sebagai megalomanic paranoid. Suatu istilah psikiatri mengenai penyakit jiwa
yang menganggap dirinya orang hebat (megalomania), dan di samping itu juga selalu
curiga dirinya akan dicelakakan oleh orang (paranoid).
Orang Dobu dari New Papua Guinea menurut Benedict mempunyai konfigurasi
atau pola kebudayaan yang bertipekan schizophrenia dari jenis paranoid. Para pendukung
kebudayaan bersifat penghianat, suka pada ilmu sihir, dan selalu curiga bahwa dirinya
akan dicelakakan oleh orang lain.
ad.2. Teori Kepribadian Status Ralph Linton
Dapat dikatakan bahwa setiap orang mempunyai 16bih dari satu status, dan
bahwa setiap status yang disandang itu membutuhkan seperangkat kepribadian tipikal
agar sesuai dengan pecan yang harus dibawakan dalam kehidupan nyata sehari-hari.
menikah, juga sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi; dan dengan demikian sudah
barang tentu akan mompunyal paling sedikit tiga kepribadian tipikal, yakni kepribadian
tipikal mahasiswa, kepribadian tipikal sebagai kepala rumah tangga, dan kepribadian
tipikal sebagai dosen, dan boleti jadi satu sama lain saling bertolak belakang. Seringkali
beberapa kepribadian tipikal itu harus diperankan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya,
pagi sebagai mahasiswa, siang sebagai dosen, dan malam sebagai kepala rumah tangga.
Tentu saja kepribadian tipikal tersebut berkaitan dengan status, dan karena itu Ralph
Danandjaja, 1988:49).
ciri dalam. Ciri yang pertama menyangkut lingkungan, dan yang kedua mengenai sikap
dan perasaan.
Keadaan ciri luar yang dialami oleh orang modern adalah urbanisasi, pendidikan,
politikisasi, komunikasi massa, dan industrialisasi. Sedangkan keadaan ciri dalam yang
2) Berpandangan lugs, tidak terpaku pada masalah yang ada di sekitarnya saja, tetapi
3) Tidak mementingkan masa lampau, melainkan masa kini dan masa yang akan datang;
kemauan alam.
6 ) Yakin bahwa kehidupannya dapat diperhitungkan dan tidak ditentukan oleh nasib.
Mereka yang memiliki ciri sebaliknya dari yang dikemukakan itu digolongkan sebagai
perkotaan. Kebudayaan masyarakat ini sudah sangat maju karena telah mendapatkan
pengaruh dari bermacam-macam peradaban besar dunia, dan bahkan banyak yang telah
Masyarakat petani desa adalah bentuk masyarakat folk dahulu yang telah
modern. Walaupun pengarunya tidak mendalam atau hanya bersifat superfisial saja.
Berbeda dengan masyarakat folk yang dapat hidup secara. otonom. Masyarakat petani
desa tidak demikian, sebab !a sangat tergantung dari masyarakat perkotaan. Akibatnya
Dengan demikian masyarakat petani desa tidak ada sebelum terbentuknya kota.
pendidikan modern, perlindungan keamanan, dan lain-lain dari masyarakat perkotaan; dan
Tipe kepribadian yang dipunyai oleh masyarakat petani desa, menurut Redfield
meliputi:
1 . Sikap yang praktis dan mencari yang berfaedah terhadap alam. Motifikasinya dalam
bekerja tidak saja untuk menghasilkan sesuatu bagi hidupnya, tetapi juga untuk
banyak.
masyarakat mempunyai potensi untuk mempunyai tipe kepribadian yang beragam sebagai
akibat dari faktor genetik dan faktor konstitusi; namun hanya sejumlah terbatas yang
dibolehkan itu adalah yang sesuai dengan konfigurasi dominan. Penyesuaian terhadap
seseorang cukup plastis untuk dibentuk oleh tenaga pencetak dari masyarakat.
1. Proses internallsasi, yaitu proses panjang sejak seorang individu dilahirkan sampai is
perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi yang diperlukannya sepanjang hidupnya. Manusia
berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu, dan emosi dalam kepribadiannya, tetapi
2. Proses Sosialisasi yaitu proses dimana seorang individu dari masa kanak-kanak
hingga masa tuanya pola-pola tindakan dalam intraksi dengan segala macam status
menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan
7.5 RANGKUMAN
Pengkajian tentang kebudayaan dan kepribadian menarik perhatian di kalangan
antropologi Amerika diantaranya Marget Mead, Ruth F. Benedict, dan Ralph Linton, pada
sepanjang dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Hal ini disebabkan karena pada fase itu,
berlangsung perang dunia II sangat dibutuhkan data atau informasi mengenai watak
1930-an dan 1940-an adalah bahwa tingkah laku orang dewasa ini ditentukan terutama
oleh budaya. Asumsi ini kemudian melahirkan beberapa teori dan konsep berkenaan
hubungan antara kebudayaan dan kepribadian. Teori yang dimaksud diantaranya adalah
kanak-kanak dan kompleks Oedipus. Bagi Freud manusia memiliki dua macam dorongan,
yakni dorongan untuk melindungi diri dan dorongan untuk berkembang biak. Dorongan
yang pertama dianggap tidak terlalu mendapatkan hambatan secara terns menerus dalam
mewujudkannya; berbeda dengan dorongan yang kedua yang seringkali dihambat oleh
Menurut Freud, tenaga seks berpusat pada tiga daerah erotik pada tubuh
manusia yaitu mulut (oral), lubang dubur (anal), dan alat kelamin (genital). Perhatian
seorang anak terhadap tenaga seks itu berlangsung secara bertahap.
Sunggupun tahap-tahap perkembangan libido ditentukan oleh biologis, namun
juga dipengaruhi oleh reaksi tokoh-tokoh penting, yaitu melalui cara-cara pengasuhan
anak, sikap orang tua terhadap latihan buang air besar, dan larangan lainnya yang
Tahap genital dimulai pada tahun ketiga kehidupan anak, yaitu pada waktu
perhatiannya berpusat pada linggam (kelamin laki-laki) dan perhatian itu segera
menimbulkan rasa birahi terhadap ibunya sendiri dan dibarengi dengan timbulnya rasa
cemburu dan benci kepada ayahnya yang dirasakan sebagai saingan dalam mendapatkan
rasa cinta ibunya. Gejala inilah yang disebut oleh Freud sebagai Kompleks Oedipus.
menemukan bahwa di Trobriand tidak terdapat gejala Kompleks Oedipus. Hal itu
disebabkan karma di Trobriand, ayah bukan tokoh kerabat yang berkewajiban meng-asuh
anak sehingga dengan demikian ayah tidak diariggap sebagai saingan untuk
Selain itu, Margaret Mead meneliti di Kepulauan Samoa untuk melihat apakah
gadis-gadis Samoa mengalami ketegangan pada masa akil balig sama halnya dengan
Samoa tidak mengalami masa akil balig. Sebab selain anak gadis berhubungan secara
bebas dan emosional dengan anggota kerabatnya yang lebih Was, juga mereka bebas
Keeling, Roger M.
1989 Antropolog! Rudaya: Suatu Perspektif Kontempoi•er. Jakarta: Penerbit Erlangga.
menurut Sigmund Freud; teori gejala masalah akil balig Margaret Mead; teori pola
orang modern Alex Inkeles; dan teori tipe kepribadian petani desa R. Redfield.
kebudayaan.
perubahan yang terjadi dalam huburigan antara manusia, perubahan yang dialami oleh
lembaga-lembaga dan organisasi yang terjadi karena transformasi struktur sosial dan
dimaksud: perubahan kondisi geografis, adanya hasilhasil kebudayaan yang berupa alai
Sementara itu, perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi pada aspek
pengetahuan, kepercayaan, nilai, dan norma yang menjadi milik bersama warga
sifat perubahan itu ada yang lambat dan ada pula yang cepat. Lagipula, di dalam
masyarakat dan kebudayaan itu sendiri terdapat kekuatan yang mendukung dan menolak
perubahan. Oleh karena itu, dalam mengkaji perubahan sosial dan kebudayaan, salah
satu aspek yang dianalisis adalah proses bekerja dan berkembangnya perubahan itu yang
disebabkan oleh perbenturan antara, koriservatisme dan keinginan akan perubahan Berta
bagaimana suatu kebudayaan yang telah bersentuhan dan menerima unsur yang barn
Walau demikian, dalam setiap masyarakat senantiasa timbul masalah ketegangan antara
individu dan masyarakat. Hanya saja, boleh jadi terdapat masyarakat yang teriang
77
untuk jangka ~,.aktu tertentu, tetapi pada suatu ketika akan muncul individu-individu yang
membangkan. Dengan demikian, keteganganketegangan di dalam masyarakat akan
menjadi (recurrent) lag!. Implikasinya adalah jika penyimpangan-penyimpangan itu pada
suatu ketika menjadi demikian recurrent, maka masyarakat terpaksa member! konsesi,
dan bahkan adat dan aturan diubah sesuai dengan desakan keperluaan-keperluan baru
dari individu-individu dalam masyarakat.
8.4 PROSES MENGARAH DALAM EVOLUSI KEBUDAYAAN
Dalam menelaah sejarah evolus! kebudayaan masyarakat, kalangan sarjana
antropologi terutama pada abad ke-19, menjelaskan dengan mengambil interval waktu
yang panjang, misalnya, beberapa tahun yang lalu. Melalui cara penjelasan seperti itu,
terpokus pada sejarah perkembangan kebudayaan manusia dalam jangka atau interval
perilaku atau suatu yang baru dan secara kualitatif berbeda dari yang ada sebelumnya.
Dengan demikian inovasi selalu mengambil bentuk penciptaan yang bersifat subjektif dan
tidak sekedar mengurangi atau menambahkan komponen pada sesuatu yang telah ada.
sesuatu penemuan baru, baik penemuan berupa alat maupun ide baru, yang
diciptakan oleh seseorang individu dalam masyarakat disebut discovery. Apabila ide baru
itu telah diakui dan diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat, maka penemuaan
baru itu menjadi apa yang disebut sebagai invention. Proses sejak tahap discovery sampai
ke tahap invention, sering memakan waktu yang lama, dan kadang-kadang tidak hanya
menyangkut seorang individu sang pencipta pertama, tetapi sejumlah individu.
Untuk memahami konsep discovery dan in ven tion, maka pengertian kedua
konsep itu dibedakan. Discovery adalah suatu penemuan dari suatu unsur kebudayaan
yang baru, misalnya, teknologi pemanfaatan dan pengolahan lahan pertanian, yang
diciptakan oleh seorang individu atau sejumlah individu dalam masyarakat tertentu.
Selain itu, ada pula yang menbedakan antara discovery dan invention atas dasar
peristiwa penciptaannya. yakni peristiwa kebetulan. Dalam hal ini, discovery dianggap
sebagai penemuan yang terjadi secara kebetulan, sedangkan pada invention penemuan
itu merupakan hasil usaha secara sadar. Sarjana lain mengemukakan bahwa discovery
adalah setiap penambahan pada pengetahuan dan invention adalah pengetrapan dari
Secara umum, gejala discovery hares didahului oleh empat hal, yakni:
1) Kesempatan;
2) Pengamatan;
3) Penilaian dan imjinasi;
4) Adanya keinginan dan kebutuhan.
Kecuali itu, ada pendapat yang mengemukakan bahwa pendorong bagi individu
dalam suatu masyarakat untuk memulai dan mengembangkan penemuan baru adalah:
inovasi:
1 . Besar dan kompleksitas inventaris budaya yang ada dalam masyarakat setempat.
dapat saja ditentang atau ditolak setidak-tidaknya pada tahap-tahapriya yang awal. Untuk
itu, maka penting untuk dipertanyakan: Faktor apa sajakah yang menentukan diterima
atau ditolaknya sebuah inovasi? Bagaimana karakteristik inovasi itu sendiri? Siapa atau
adakah orang-orang di dalam masyarakat yang secara potensial akan menjadi penentang
sasaran
2) Dipandang menguntungkan;
3) Tidak bertentangan dengan nilai-nilal dan kaidah-kaidah masyarakat setempat;
4) Sesuai dengan kemampuan dana yang dipunyai oleh kelompok sasaran untuk
1. Keputusan otoritas;
2. Keputusan individu, balk dalam bentuk keputusan opsional maupun dalam bentuk
ini merupakan keputusan seseorang untuk menerima atau menolak inovasi setelah
Proses keputusan menerima !novasi yang blasa jUga disebut sebagai proses
1) Tahap kesadaran,
2) Tahap menaruh minat
3) Tahap penilaian
4) Tahap mencoba-coba
5) Tahap penerimaan
merupakan tingkah laku yang kebetulan dan terpisah, melaikan merupakan hasil urutan
kejadian. Dalam pada itu, maka keputusan inovasi diperbaharui menjadi empat tahap,
yakni:
1 ) Pengenalan, pada tahap ini seseorang sudah mengetahui adanya inovasi dan telah
berfungsi.
2 ) Persuasi, pada tahap ini seseorang telah membentuk sikap berkenan atau tidak
menolak inovasi.
4 ) Konfirmasi, pada tahap ini seseorang mencari penguat bagi keputusan yang
Hal lain yang penting diperhatikan dalam proses penyebaran inovasi adalah
sistem sosial kelompok penerima atau sasaran inovasi. Ada pun yang patut diperhatikan
struktur sosial.
Menurut para ahli, sekalipun ariggota sistem sosial merupakan satu kesatuan,
namun boleh jadi mereka mempunyai perbedaan dalam menerima ide-ide baru. Ada
anggota sistem sosial yang cepat menerima inovasi dan ada pulah yang lambat. Dalam
kaftan itu, Roegers dan Shoemakers (1981) mengelompokkan penerima inovasi ke dalam
1) Inovator, mereka ini jumlahnya relatif terbatas, tetapi penuh dengan gagasan sehingga
82
itu disebut sebagai petualang yang berani, khususnya dalam hal mengambil resiko.
2) Pelopor atau adopter pemula, yaltu orang-orang yang terbuka terhadap ide-ide baru,
namun mereka ini lebih berorientas! ke dalam sistem sosial sendiri. Mereka itu,
pendapat.
3. Pengikut din! atau mayoritas awal, terdiri atas orang kebanyakan dan jarang di antara
mereka yang memegang posisi pimpinan. Sebelum menerima inovasi si pengikut dini
itu mempertimbangkannya secara cermat lebih dahulu. Dalam kata lain, pengikut dini
pertimbangan.
4 ) Pengikut akhir atau mayoritas akhir, yakni orang-orang yang sangat lamban dalam
menerima suatu ide baru. Biasanya mereka menerima inovasi karena pertimbangan
5) Kolot (laggard), yaitu golongan masyarakat yang paling akhir menerima inovasi.
Mereka itu, selain hampir t1dak ada yang menjadi pemuka pendapat, juga ~-
.'awasannya sangat sempit, terutama yang berkenan dalam lial-hal baru, sehingga
dengan demikian banyak diantaranya yang terisolasi.
8.7 RANGKUMAN
Masyarakat dimana pun pasti akin mengalam! suatu perubahan yang sebagian
disebabkan oleh pengaruh darl dalam dan dari luar masyarakat itu. Pengaruh yang
kebutuhn masyarakat itu sendiri. Berkaitan dengan itu, maka hal yang penting untuk
digaris bawahi adalah bahwa !novasi dapat diterima dan dapat juga ditolak. Hal itu sangat
DIFUSI KEBUDAYAAN
pembiakan maupun karena migrasi yang disertai dengan proses penyesuaian atau
adaptasi fisik dan sosial budaya dari makhluk manusia dalam jangka waktu beratus-ratus
Migrasi itu sendiri terjadi disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya: (1) karena
bencana alam; (2) karena wabah penyakit; (3) karena perkembangan pelayaran dari
beberapa suku bangsa dan lain-lain. Bersamaan dengan itu, maka ikut pula tersebar
unsur-unsur kebudayaan ke seluruh penjuru dunia yang disebut sebagai proses difusi.
Bentuk difusi yang lain lag! yang terutama mendapat perhatian antropologi
memakai kriteria kulitas dan kriteria kuantitas Berta mengajukan konsep kebudayaan.
Yang dimaksud kriteria kualitas adalah ciri-ciri yang khas atau kualitas dari unsur-unsur
mengadakan studi perbandingan itu, t1dak hanya satu unsur Baja yang diperhatikan tetapi
dicarl sebanyak-banyaknya unsur yang sama. Berdasarkan atas kriteria tersebut dapat
dikembangkan konsep menganal Kulturkrelse, yaitu unsur-unsur yang sama yang terdapat
di berbagai tempat.
adanya:
1. Kebudayaan kuno
2. Kebudayaan primer
3. Kebudayaan. sekunder
4. Kebudayaan tertier
9.4 DIFUSIONISME INGGRIS
Rivers adalah tokoh yang menggunakan pendekatan sejarah dalam pemikiran
etnologi, yang terkenal dalam ekspedisinya yang bermaksud menyelidiki hubungan antara
memandang bah, a:
1. Manusla itu tidak mempunyai daya untuk menemukan. Oleh karena itu kebudayaan
terciptanya kebudayaan.
2. Keadaan dan tempat yang mengandung kemungkinan-kemungkinan seperti itu adalah
Mesir. Daerah itulah yang menjadi pusat penyebaran kebudayaan ke belahan bumf
lainnya.
3. Secara kodrat alam, jika peradaban itu bergerak darl satu tempat atau pusat ke
daerah tepi, maka, kebudayaan itu makin jauh dari pusatnya dan makin tidak murni
bahwa persoalan pokok mengenai studi difusi bukanlah pada adanya kontak, melainkan
yang terpenting adalah adanya timbul efek yang dinamis sebagai akibat dari adanya
kontak itu yang kemudian dapat terjadi pencampuran kebudayaan. Dalam pada itu, maka
terdiri atas unsur-unsur yang mengalami difusi haraus dilihat dalam hubungannya
dengan atau dari alam yang sudah bersenyawa dan janganlah unsur-unsur yang
3 . Stud! difusi itu harus dimulai dengan meneliti tentang hal yang khusus menuju kepada
4. Pendekatan terhadap studi mengenai proses-proses dinamis itu harus dilihat dan
ditinjau secara psikologis dan diperhatikan pula kedudukan serta sifat individu untuk
menyangkut:
asing;
3 . Salut-an-salut•an yang (Malul oleh unsur-unsur kebudayaan asing
untuk masuk ke dalam kebudayaan penerima;
4. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur
kebudayaan asing tali;
5. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing. Foster meringkas
ti
bila suatu kebudayaan terkena pengaruh-pengaruh kebudayaan asing, yaitu:
3 . Penanaman tanaman untuk ekspor dan perkembangan ekonomi yang merusak pola-
pola gotong royong tradisional, dan karena itu berkembanglah sistem pengerahan
4.. perkembangan sistem ekonomi uang juga menyebabakan perubahan dalam kebiasaan-
kebiasaan makan, dengan segala akibatnya dalam aspek gizi, ekonomi, dan sosial.
yang tidak seragam dalam semua unsur dan sektor masyarakat sehingga dengan
proses akulturasi.
proses akulturasi dan berada dalam masa transisi dari kebudayaan tradisional ke
kebudayaan masa kini, tentu banyak individu atau golongan sosial yang tidak dapat
"I
krisis seperti itu. Mereka adalah orang-orang yang tidak tahan hidup dalam suasana
Dari analisis para ahli antropologi, manakala keadaan seperti yang diuraikan di
atas terjadi, maka akan muncul gerakan rata adil yang mempunyai empat aspek penting,
yakni:
1. Aspek keagamaan
2. Aspek psikologi
3. Aspek rata adil
4. Aspek keaslian budaya
Asimilasi adalah proses sosial yang timbal bila terdapat hal-hal sebagai berikut:
1. Golongan-golongan manusia dengan Tatar belakang kebudayaan yang berbeda-beda,
2. Saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama;
3. Kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tersebut masing-masing berobah
wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Faktor-faktor yang
memudahkan bagi terjadinya asimilasi:
1. Faktor toleransi;
2. Faktor adanya persamaan kriteria aspek ekonomi:
3. Faktor adanya simpati terhadap kebudayaan lain; dan
4. Faktor perkawinan campuran.
9.9 RANGKUMAN
Difusi kebudayaan sebenarnya terjadi akibat adanya pesebaran manusia di maka
bumf karena berbagai hal. Pesebaran itu dapat terjadi
Jerman-Austria, Inggris, dan Amerika Serikat. Pengkategorian ini didasarkan atas latar
belakang daerah asal dan perbedaan penekanan dan pandangan dalam mengkaji
masalah difusi.
dan mengana4isis proses akulturasi, jalannya suatu proses akulturas, serta masalah
Selain itu, dibahas pula mengenal pengertian asimilasi, yaitu proses sosial yang
telah melanjut yang ditandal oleh kurangn5,a perbedaan antara individu-individu dan
antara kelompok-kelompok, dan makin eratnya persatuan aksi, sikap, dan proses mental
yang berhubungan dengan kepentingan dan tujuan yang sama. Berkaitan dengan itu
5 . Terangkan apa yang dimaksud dengan asimilasi dan faktor yang memudahkan
terjadinya asimilasi.
BAHASAN 10
ANTROPOLOGI DAN PEMBANGUNAN
10.1 SASARAN BELAJAR
1. Mahasiswa dapat memahami kedudukan antropologi terapan dalam disiplin
antropologi.
pada fase ke-3 dari perkembangannya (akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20) dimensi
praktis mendapatkan porsi perhatian yang sepadan dengan dimensi akademis. Hal mana
masyarakat dan kebudayaan suku bangsa di luar Fropa dalam rangka memantapkan
muncul keinginan di kalangan negara penjajah, terutama Inggeris dan Belanda, untuk
Sebagai contoh di dalam Dewan Perwakilan Rakyat Belanda pada akhir abad ke-
kemiskinan yang luar biasa di antara rakyat Indonesia, terutama di Pulau Jax%,a. 'rek-
anan politik itu, memaksa pemerintah Belanda untuk mengambil kebijaksanaan yang lebih
kebudayaan rakyat Indonesia dengan Tatar suku bangsa yang berbeda ditingkatkan.
Dalam pada itu, jadilah ilmu antropologi Indonesia sebagai suatu bidang ilmu yang
mempelajari tentang cara berfikir bangsa Indonesia dan bersifat terapan. Ketika itu ilmu
memiliki penduduk pribumi (orang Indian) yang di beberapa tempat hidup dalam keadaan
yang sangat menderita miskin karena mereka terpusat di daerah-daerah yang terbatas
dengan kualitas tanah yang rendah. Keadaan itu memaksa pemerintah Amerika Serikat
untuk membina dan meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Dalam rangka itu, maka
didirikan biro yang berada di bawah naungan Departemen Dalam Negeri yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup orang Indian. Biro itu mempekerjakan seorang
ahli antropologi. Sungguhpun demikian, kalangan ahli antropologi Amerika pada saat itu
umumnya lebih berminat pada pengembangan konsep dan teori, sedang penelitian yang
Seusai perang dunia ke-2, ilmu antropologi di Amerika Serikat juga dimanfaatkan
penelitian masalah daya guna kerja kaum buruh dalam industri, hubungan antarmanusla
kajian antropolol pembangunan, yakni: (1) masalah teori dan metodologi pembangunan;
(2) masalah kebijaksanaan pembangunan; dan (3) masalah sektor-sektor dan unsur-unsur
1.2 Masalah kesenjangan kemajuan sosial budaya antar berbagai golongan sosial
1.3 Masalah merangsang orientasi nilai budaya dan jiwa wiraswasta yang
mendorong kemakmuran.
2.4 Aspek manusia dari pembangunan pada karya atau pembangunan padat
modal.
ad.3. Masalah sektor-sektor serta unsur-unsur yang dibangun, dan Social politiknya
sendiri, tetapi sating berkaitan. Masalah dualisme ekonomi (1.1) misalnya, berkaitan
dengan masalah orientasi nilai budaya dan jiwa kewiraswastaan dalam pembangunan
(1.3). Selanjutnya, masalah itu berkaitan dengan masalah manusia dalam model-model
perencanaan
masyarakat desa (3.1), dan masalah pendidikan sebagai masalah khusus dalam
pembangunan (3.5).
antara golongan-golongan tertentu dalam masyarakat dan negara, sudah barang tentu
merupakan suatu masalah politik. Namun di dalamnya terdapat bagian-bagian yang lebih
desa dan masyarakat kola. Oleh karma itu, masalahnya menjadi masalah pendidikan dan
menjalankan peranan yang penting (3.6). Kecuali itu, masalah kesenjangan kemajuan
masalah lain, seperti urbanisasi (3.2) dan perubahan sosial budaya akibat pembangunan
(3.5).
Masalah (1.3) juga berkaitan dengan masalah-masalah lain. Dalam pada itu, ahli
antropologi terapan dapat melakukan penelftian berkenaan dengan aspek manusia dalam
dengan masalah (2.1), yakni masalah aspek manusia dalam model-model perencanaan
pembangunan, dan dengan sendirinya juga menyangkut serangkaian masalah lain. Karya
yang terkenal mengenai peranan agama dalam pembangunan di antarartya yang ditulis
oleh Max Weber. Karya yang dimaksud adalah pengaruh suatu agama yang bersifat
puritan dan ketat, yakni agama Protestan Calvinis, pada pembentukan modal di negara-
Masalah (2.1) berkaitan dengan masalah (2.2), (2.4), (3.1), (3.4), dan (3.5).
Model pembangunan dalam perencanaan pembangunan nasional di berbagai negara
yang barn berkembang agaknya diilhami oleh dan disesuaikan dengan konsepsi ahli
sejarah ekonomi W.W Rostow. Adapun konsepsi pembangunan ekonomi Rostow
melewati 5 (lima) tahap pertumbuhan, yakni: (1) tahap masyarakat traditional (traditional
society) atau tahap permulaan pembangunan ekonomi; (2)tahap pra kondisi untuk
memasuki tahap industrialisasi (precondition for take-off); (3) tahap dimana semua faktor
ekonomi sudah cukup untuk bertumbuh sendiri (take-off); (4) tahap dimana ekonomi itu
sudah mampu untuk berkembang menjadi makmur atas kekuatannya sendiri (drive to
maturity); dan (5) tahap dimana rak3,at banyak telah menikmati hasil produksi massanya
sendiri (age of mass consumption).
Dalam tahap (1) dan (2) di atas, terdapat banyak masalah yang dapat diteliti
dengan menggunakan pendekatan antropologi. Di antara masalah-masalah yang
dimaksud adalah adat-istiadat dan sikap mental serta pranata-pranata sosial budaya yang
menjadi kendala hagi pelaksanaan dan keberhasilan pembangunan harus digeser sesuai
dengan tujuan pembangunan itu sendiri. Sedangkan tahap (2), ketika telah terjadi surplus
prodilksi pertanian, maka harus dialihkaln ke tangan golongan-golongan sosial yang
memiliki kemampuan untuk mengubah surplus itu menjadi modal kerja untuk membangun
dengan menginvestasikannya secara berhasil guna dan berdaya guna ke dalam usaha-
usaha non pertanian, sehingga diperoleh modal yang lebih besar.
Masalah (2.2) yakni masalah arah pembangunan yang berbeda dari arah
pembangunan yang menuju ke masyarakat seperti di Eropa, Barat dan Amerika, tentu
merupakan masalah yang khan dan bersifat politik. Dalam hal ini antropologi tidak dapat
memberikan sumbangan yang memadai, kecuali secara tidak langsung, yaitu dengan
Eropa Barat atau Amerika. Misalnya, Birma atau negaranegara Komunis seperti RRC dan
Kampuchea. Hal itu tentu tidak dimaksudkan agar arah pembangunan di negara-negara
tersebut terakhir menjadi model pembangunan bag! semua negara yang sedang
berkembang, melainkan untuk melihat kekuatan dan kelemahan dari arah pembangunan
yang tidak berorientasi ke masyarakat Eropa Amerika. Masalah (2.2) tentu berkaitan erat
Masalah (2.4) yaltu masalah aspek manusla dalam pembangunan padat karya
atau padat modal, jelas merupakan masalah yang layak pula Lintuk diteliti dengan
pendekatan antropologi ekonomi. Beberapa ahli antropologi malahan telah
memperlihatkan bahiva asumsi berbagal ahli ekonomi pembangunan mengenai adanya
kelebihan tenaga kerja tetapi
99
kekurangan modal dalam masyarakat yang berada pada tahap persiapan untuk
pembangunan (atau tahap 2 dalam model Rostov), tidak selamanya benar. H.K.
Afrika Timur dan Selatan yang baru mulai berkembang, tidak menghadapi masalah
kekurangan modal, sebab modal dalam bentuk ternak terdapat dalam jumlah yang
untuk itu.
sistem irigasi, perbaikan sarana dan prasarana jalan, perbaikan lingkungan, penyem-
umum dan pendidikan agama, dan peningkatan kesehatan masyarakat. Melihat sektor-
sektor tersebut, maka jelas bahwa hampir semua sub bidang antropologi dapat
merupakan upaya untuk merubah adat-istiadat, kepercayaan, sikap mental, dan orientasi
nilai budaya penduduk. Dengan demikian berkaitan erat dengan masalah (1.3), (3.2),
wilayah nasional yang antara lain ditanggulangi dengan program transmigrasi. Masalah
tersebut, selain menjadi tanggung jawab ahli demografi dan kedokteran, juga menjadi
kajian antropologi. Ahli antropologi dapat mengkaji tentang nilai anak bag! suatu kelompok
komunitas tertentu dan adat istiadat berkenaan dengan waktu berhubungan kelamin bagi
swami isteri setelah melahirkan. Kecuali itu, ahli antropologi dapat menciptakan kondis!
sosial budaya yang mengarahkan perhadan para ibu ke hal lain dari pada hanya
meningkatkan mute pengasuhan dan pendidikan anak dengan cara memberikan perhatian
Masalah (3.3), (3,4), (3,6), dan (3,7) pembahasannya serupa dengan yang telah
antropologi politik diatas. Masalah (3.5) akan dibahas secara khusus dibawah ini.
komunitas tertentu dengan tujuan agar warga masyarakat yang bersangkutan dapat
budaya provider dan budaya recipient; serta dapat ikut mengevaluasi program
pembangunan yang sementara atau telah dilaksanakan. Selain itu, pelaksanaan program
yang terakhir ini juga menjadi wilayah kajian antropologi, dan bahwa hasil pengkajian itu
10.3 RANGKUMAN
Sejak fare ke-3 dari sejarah perkembangan antropologi telah menunjukkan
orientasi praktis. Hanya raja kedudukan antropologi yang berorientasi praktis, terutama di
Amerika Serikat, ketika itu dianggap rendah. Namun, anggapan itu mulai berubah
sesuadah tahun 1930-an dan bahkan pada tahun 1941 di Amerika Serikat beberapa ahli
antropologi mendirikan lembaga yang mereka rebut Society for Applied Anthropology.
Diantara ahli yang dimaksud: Ruth F. Benedict, R. H Lowie, dan M. Mead. Mereka itu
melakukan penelitian "jarak jauh" perihal masyarakat dan kebudayaan bangsa yang
Kecuali itu, setelah perang dunia ke-2 usai hingga kini ahli antropologi telah
program pembangunan. Bahkan dewasa ini telah berkembang sub bidang antropologi
pembangunan.
pembangunan.