Anda di halaman 1dari 6

Tugas Individu

MK Family Setting

KELUARGA MENURUT
PANDANGAN ISLAM

RIZKI YULIANI
Q 111 12 274

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

Sebelum membentuk sebuah keluarga, terlebih dahulu dilaksanakan pernikahan yang


ditandai dengan ijab qabul. Selain ijab qabul, islam juga menentukan tentang mahar, yakni
sesuatu yang diberikan mempelai pria kepada mempelai wanita. Hal ini terdapat di dalam AlQuran Surah An-Nisa (4): 4 yang artinya Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada
perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka
terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati. Melalui ayat ini dapat dilihat
bahwa mahar diberikan dengan ikhlas oleh mempelai pria kepada mempelai wanita, tetapi
mahar tersebut juga dapat dinikmati oleh mempelai pria jika wanita memberikannya. Jadi,
wajib hukukmnya bagi laki-laki untuk memberikan mahar kepada wanita yang dinikahinya
dan wanita dapat berbagi dengan suaminya jika ia ikhlas memberikannya.
Surah An-Nisa (4): 34 yang artinya: Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan
(istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain
(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka
perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri
ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan
yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka,
tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka.
Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk
menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar. Melalui ayat ini diketahui bahwa
suami istri yang diakui oleh ajaran Islam adalah sepasang manusia, laki-laki (suami) dan istri
(perempuan). Seperti pula yang terdapat dalam Surah An-Nur (24): 32 yang artinya Dan
nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang
layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan...., juga pada
Surah Ar-Rum (30: 21 yang artinya Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung merasa
tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang..... Melalui
surah-surah tersebut di atas dapat pula dilihat bahwa pernikahan seyogyanya menimbulkan
ketenteraman dengan dasar kasih sayang antara anggota keluarga.
Setelah menikah dan membentuk keluarga, akan ada peran-peran setiap individu
dalam keluarga tersebut. Surah An-Nisa (4): 34 yang telah dituliskan pada paragraf
sebelumnya menjabarkan bahwa tugas suami adalah melindungi, mendidik, dan membimbing
istrinya agar menjadi perempuan yang taat kepada Allah. Kemudian tugas istri adalah

mentaati suami dan memelihara dirinya ketika suami tidak ada. Selanjutnya, islam
mengajarkan agar anak-anak menghormati dan berbakti

kedua orang tuanya, seperti

penggalan ayat dalam Surah An-Nisa (4): 36 yang artinya .... Dan berbuat baiklah kepada
kedua orang tua, ..... Selanjutnya, pada Surah Al-Baqarah (2): 233 yang artinya: Dan ibuibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui
secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara
yang patut. Seseorang tidak dibebani lebih dari kesanggupannya. Janganlah seorang ibu
menderita karena anaknya dan jangan pula seorang ayah (menderita) karena anaknya. Ahli
waris pun (berkewajiban) seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih dengan
persetujuan dan permusyawaratan antara keduanya, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan
jika kamu ingin menyusukan anakmu kepada orang lain, maka tidak ada dosa atas bagimu
memberikan pembayaran dengan cara yang patut ..... Melalui surah ini dapat dilihat bahwa
Ibu berkewajiban untuk merawat anaknya dan ayah berkewajiban untuk menafkahi anaknya.
Tetapi keduanya melakukan hal tersebut sesuai kemampuannya. Ajaran islam juga
memperbolehkan pengasuhan orang lain atas anak, jika orang tua tidak sanggup untuk
mengasuh anak dengan baik. Selain itu, orang tua dilarang keras membunuh anaknya karena
anak memiliki hak untuk menjalani kehidupannya, seperti yang terdapat dalam Surah AlAnam (6): 151 dan Surah Al-Isra (17): 31.
Pada Surah At-Tahrim (66): 6 Allah memerintahkan manusia untuk memelhara diri
dan keluarga dari hal-hal yang buruk (neraka). Hal ini menunjukkan bahwa ajaran islam
memandnag keluarga sbagai sesuatu yang penting untuk dijaga, karena di dalam keluarga
setiap individu belajar, berproses, dan mengembangkan diri dan keluarganya. Islam
mengajarkan individu untuk saling menghargai dalam kebaikan dan saling menjaga dari
keburukan-keburukan.

Adapun keluarga bahagia menurut pandangan islam digambarkan oleh Jaapar dan
Azhari (2011) sebagai berikut:

Allah SWT menekankan tentang kepentingan memelihara keimanan dan ketaqwaan


dalam menjaga hubungan antar manusia, termasuk keluarga. Hal ini terdapat pada Surah AnNisa (4): 1 yang artinya Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhan yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa)
dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan
yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, .....
selanjutnya, kekuatan iman bergantung pada keutuhan akidah dalam diri setiap muslim.
Selain itu, ilmu pengetahuan yang mendalam juga menjadikan manusia mendapatkan
kemuliaan, kehormatan, ketenangan dan kebahagiaan (Jaapar & Azhari, 2011).
Prasyarat kesejahteraan adalah sejalannya iman dengan amal seorang manusia.
Seorang muslim seyogyanya mengamalkan hal-hal yang diperolehnya dari Al-Quran dan
hadis pada kehidupan sehari-hari sebagai bentuk pelaksanaan tugas sebagai Khalifah di
Bumi. Ajaran islam mensyaratkan niat dalam melakukan ibadah. Niat merupakan perbuatan
hati yang hanya Tuhan dan individu yang mengetahuinya. Selanjutnya, di dalam keluarga
sangatlah penting untuk mengajarkan pendidikan akhlak agar terbentuk keluarga yang
harmonis. Selanjutnya, pembentukan pernikahan berdasarkan hubungan yang baik sesama
suami istri dan keluarga besar. Islam menganjurkan pernikahan dengan individu yang tidak
terikat tali persaudaraan untuk membuat manusia saling mengenal satu sama lain, menjalin
silaturrahim. Islam menekankan tentang pentingnya amanah dalam menunaikan kewajiban
dan tanggung jawab dalam rumah tangga, sebagaimana terdapat dalam Surah An-Nisa (4): 38
yang telah dipaparkan sebelumnya di awal. Selanjutnya, ajaan islam sangat menekankan

tentang kesehatan manusia. Karena dengan memelihara kesehatan, baik fisik maupun mental,
maka manusia dapat melaksanakan kehidupannya dengan lebih baik (Jaapar & Azhari, 2011).
Selanjutnya, penyatupaduan dua cabang utama dalam islam (iman dan amal) akan
menghasilkan perasaan damai dan bahagia dalam diri setiap komponen keluarga. Perasaan
damai dan bahagia ini terdiri dari tiga unsur, yakni al-sakinah, al-mawaddah, dan al-rahmah.
Al-sakinah berarti ketenangan, ketenteraman, dan kedamaian jiwa yang dipahami dengan
suasana damai yang melingkupi rumah tangga. Al-sakinah disebutkan sebanyak enam kali di
dalam Al-Quran serta dijelaskan sakinah itu telah didatangkan oleh Allah SWT ke dalam
hati para Nabi dan orang-orang yang beriman. Suasana tenang tersebut akan menciptakan
rasa saling mengasihi dan menyayangi (al-mawaddah). Al-mawaddah diartikan sebagai
perasaan cinta dan kasih sayang antara suami istri yang menciptakan keikhlasan dan rasa
saling menghormati, yang kemudian akan melahirkan kebahagiaan dalam rumah tangga.
Melalui ini, suami-istri (orang tua) dan anak akan mencerminkan sikap saling melindungi dan
tolong-menolong. Sikap ini akan menguatkan hubungan silaturrahim antara keluarga dan
masyarakat. Selanjutnya, al-rahmah diartikan sebagai perasaan belas kasihan, saling
menerima, lemah-lembut yang akan diikuti oleh ketinggian budi pekerti dan akhlak mulia.
Tanpa hal itu, sebuah keluarga akan tercerai-berai dan membawa pada kehancuran. Alrahmah merupakan kasih sayang murni yang tumbuh dari jiwa yang paling dalam (Jaapar dan
Azhari, 2011).
Secara umum, Jaapar dan Azhari (2011) mengatakan bahwa keluarga bahagia adalah
sebuah keluarga yang dapat merasa senang terhadap satu sama lain. Elemen kebahagiaan
dalam islam adalah penselarasan antara iman dan amal serta cabang-cabang lain seperti
akidah, ilmu, niat, akhlak, sosial, amanah, dan kesehatan yang pada akhirnya menciptakan
situasi yang al-sakinah, al-mawaddah, dan al-rahmah.
Selanjutnya, islam juga telah menentukan tentang pembagian harta warisan di dalam
keluarga. Adapaun tentang pembagian tersebut terdapat pada beberapa surah di Al-Quran,
salah satunya adalah Surah An-Nisa (4) yakni pada ayat 11, 12, dan 176. Di dalam Al-Quran
telah diatur tentang pembagian harta warisan jika yang meninggal adalah Suami (Ayah), Istri
(Ibu), dan anak. Di setiap pembagian, bagian anak laki-laki lebih besar dibandingkan anak
perempuan. Hal ini karena laki-laki merupakan tulang punggung keluarga, pihak yang
bertanggung jawab paling besar terhadap keluarganya, pihak yang akan membimbing dan
bertanggung jawab atas anggota keluarganya.

Kemudian, islam juga mengatur perceraian di dalam keluarga. Allah membolehkan


adanya perceraian, tetapi dikatakan bahwa perceraian adalah yang dibenci oleh-Nya.
Pereraian dapat terjadi jika ada pihak yang merasa tidak nyaman dan perceraian merupakan
satu-satunya jalan untuk dapat memiliki hidup yang lebih baik. Tetapi sebelum terjadi
perceraian, diatur pula di dalam Al-Quran tentang mediasi, dimana mediasi tersebut dihadiri
oleh suami-istri dan masing-masing seorang juru damai dari pihak laki-laki dan pihak
perempuan (Surah An-Nisa (4): 35).
Melalui uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa
pernikahan antara laki-laki dan perempuan terjadi karena adanya rasa sayang dan slaing
mencintai. Tujuan dari pernikahan adalah kebahagiaan sejati yang dirasakan oleh setiap
anggota keluarga (al-sakinah, al-mawaddah, al-rahmah). Pernikahan ditandai dengan ijab
yang dilakukan oleh wali dari mempelai wanita dan qabul yang dilakukan oleh mempelai
pria. Pada prosesi ijab qabul tersebut maka tanggung jawab atas mempelai wanita telah
diserahkan dari wali mempelai wanita kepada mempelai pria yang telah menjadi suaminya.
Suami bertanggung jawab atas kesejahteraan istrinya, melindungi, mendidik dan
membimbing istrinya agar menjadi perempuan yang taat kepada Allah. Kemudian tugas istri
adalah mematuhi suaminya dan memelihara diri ketika suaminya tidak berada di dekatnya.
Ketika telah memiliki anak, suami dan istri bertanggung jawab atas kesejahteraan anak
mereka. Ibu bertanggung jawab dalam merawat dan mengasuh anaknya, kemudian ayah
bertanggung jawab untuk menafkahi dan mendidik anaknya agar menjadi anak yang taat
kepada Allah. Selanjutnya, di dalam Al-Quran disebutkan bahwa anak seyogyanya patuh dan
berbakti kepada kedua orang tuanya. Selain itu, islam juga mengatur tentang pembagian
warisan dan perceraian yang sebelumnya diawali dengan mediasi.

Sumber:
Departemen Agama RI. (2005). Mushaf Al-Quran Terjemah. Depok: Al-Huda.
Jaapar, N. Z. & Azhari, R. (2011). Model Keluarga Bahagia Menurut Islam. Journal of Fiqh,
(8), 25-44.

Anda mungkin juga menyukai