Anda di halaman 1dari 9

CRITICAL BOOK REVIEW

ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA

DOSEN PENGAMPU
Dr.Erond L Damanik, M.Si.
Zanrison Naibaho, M.Si.

DISUSUN OLEH
CHANI MARUA HALMA SINAGA
(3223322003)

PRODI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 IDENTITAS BUKU


Judul : Pokok - Pokok Antropologi Budaya

Penulis : T. O. Ihromi

Penerbit : PT GRAMEDIA

Kota terbit : Jakarta

Tahun terbit : 1981

ISBN : 9789794619308

Jumlah halaman : 229


BAB II
PEMBAHASAN

PEMBAHASAN SECARA UMUM BUKU YANG AKAN DI REVIEW


Bab I. Perkenalan dengan Antropologi

Pada Bab I kita akan disuguhkan dengan suatu uraian yang secara umum akan
memperkenalkan apa itu antropologi. Seorang ahli Antropologi bangsa Amerika pernah
mengatakan, bahwa pokok pokok yang tercakup dalam antropologi "dibatasi hanya manusia."
Maksud kata di atas dapat disimpulkan bahwa jenis makhluk homo Sapiens memang merupakan
suatu pokok yang sangat luas, karena meliputi manusia sebagai makhluk fisik manusia dalam
masa prasejarahnya dan manusia dalam kebudayaanya yaitu sebagai suatu sistem yang
kompleks, yang mempunyai adat dan sikap sikap dan perilaku. Secara harfiah dalam bahasa
Yunani kata antropos berarti manusia dan Logos berarti studi jadi antropologi adalah suatu
disiplin yang berdasarkan rasa ingin tahu yang tiada henti hentinya tentang umat manusia.

Adapun definisi antropologi berdasarkan perhatian nya terhadap manusia, harus diakui
memang kurang eksplisit, karena menurut definisi ini antropologi seolah olah mencakup suatu
daftar penuh dengan disiplin disiplin lain seperti sosiologi, psikologi, ilmu politik ekonomi, sejarah,
biologi manusia dan mungkin juga filsafat dan sastra. Dalam ruang lingkup antropologi ini orang
menganggap bahwa para ahli antropologi ini sebagai penjelajah pelosok-pelosok dunia yang
belum dikenal untuk mempelajari bangsa bangsa yang asing sebagai orang yang menggali
permukaan bumi untuk menemukan sisa sisa fosil atau menemukan alat alat yang digunakan oleh
manusia yang hidup pada suatu masa yang demikian jauh jaraknya dari masa kini sehingga
mengaburkan khayalan manusia.

Suatu segi yang menonjol dari ilmu antropologi ialah pendekatan secara menyeluruh yang
dilakukan terhadap manusia, kaum ahli antropologi mempelajari tidak hanya bermacam jenis
manusia, mereka juga mempelajari semua aspek dari pengalaman ‒ pengalaman manusia.
Misalnya, dalam menulis tentang suatu kelompok manusia, seorang ahli antropologi mungkin juga
menggambarkan suatu bagian sejarah daerah manusia itu, lingkungan hidup, cara hidup
berkeluarga, pola pemukiman, sistem politik dan ekonomi, agama, gaya kesenian dan berpakaian,
segi ‒ segi umum bahasa dan sebagainya. Antropologi dapat digolongkan secara luas dalam dua
bagian yakni antropologi fisik dan budaya. Antropologi fisik mempunyai pertanyaan ‒
pertanyaan mencolok yakni pertama, tentang munculnya manusia dan perkembangannya dan
kedua mengenai bagaimana dan apa sebabnya manusia masa sekarang secara biologis berbeda.
Sedangkan antropologi budaya mencakup cara berlaku yang telah merupakan ciri khas suatu
bangsa atau masyarakat tertentu. Sehubungan dengan itu maka kebudayaan terdiri dari hal ‒
hal seperti bahasa, ilmu pengetahuan, hukum ‒ hukum, kepercayaan agama, kegemaran
makanan tertentu, music, kebiasaan pekerjaan, larangan ‒ larangan dan sebagainya.
Bab II Konsep Kebudayaan

Bila kita memperhatikan suatu masyarakat, maka dapat dilihat bahwa para warganya,
walaupun mempunyai sifat ‒ sifat individual yang berbeda, akan memberi reaksi yang sama
pada gejala ‒ gejala tertentu. Sebab dari reaksi yang sama itu adalah karena mereka memiliki
sikap ‒ sikap umum yang sama, nilai ‒ nilai yang sama dan perilaku yang sama. Hal ‒ hal yang
dimiliki bersama itulah yang dalam antropologi budaya dinamakan kebudayaan. Kebudayaan
merujuk kepada berbagai aspek kehidupan yang meliputi cara ‒ cara berlaku, kepercayaan ‒
kepercayaan dan sikap ‒ sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk
masyarakat atau kelompok tertentu. Kita masing ‒ masing dilahirkan ke dalam suatu
kebudayaan yang bersifat kompleks dan kebudayaan itu kuat sekali pengaruhnya terhadap
cara hidup serta cara berlaku yang akan kita ikuti selama hidup kita. Dalam masyarakat di
samping terdapat pola ‒ pola budaya yang nyata ‒ nyata merupakan kebiasaan, juga terdapat
pola ‒ pola budaya ideal, yaitu hal ‒ hal yang menurut warga masyarakat harus dilakukan, atau
norma ‒ norma. Dalam kenyataannya norma dalam banyak hal tidak sesuai dengan perilaku
aktual.

BAB III Sejarah Latar Belakang Penelitian Etnologi

Laporan etnografi didapatkan dari berbagai sumber. Umpamanya, kita mempunyai naskah
deskriptif dari India yang ditulis oleh peziarah ‒ peziarah Buddhis dari Cina yang dibuat pada
Abad kelima dan juga naskah ‒ naskah oleh ahli ‒ ahli Islam dari Timur Tengah yang berkunjung
ke India kira ‒ kira dalam abad kesepuluh. Perkembangan yang tidak berkaitan dari pelukisan
etnografi di berbagai bagian dunia dapat dimengerti adalah wajar, bahwa seorang musafir yang
bertemu dengan orang ‒ orang asing yang mempunyai ciri ‒ ciri yang berlainan, pakaian, bahasa
dan adat istiadat lain, mencatat pengalaman ‒ pengalamannya untuk dimanfaatkan oleh orang ‒
orang di negerinya. Tulisan ‒ tulisan yang dikutip berasal dari jaman beberapa abad Sebelum
Masehi sampai abad kesembilan belas dan tokoh ‒ tokoh yang antara lain disebut adalah
Herodotus (Yunani) yang telah menulis tentang Mesir kuno. Tacitus (orang Romawi) yang telah
menulis tentang kaum biadab di Eropa Utara. Disinggung juga tentang seorang sarjana Islam
yang menonjol, Ibnu Khaldun.

Bab IV Teori dan Metoda Antropologi Budaya

Sejak 100 tahun yang lampau, para peminat mengenai kebudayaan dan masyarakat lain
sadar bahwa jika mereka mau menghasilkan karya yang bernilai ilmiah, maka mereka
melakukannya secara sistematis dan melalui observasi yang tidak berat sebelah seperti yang
dilakukan oleh ilmuwan ‒ ilmuwan di bidang lainnya. Dengan kata lain, para ahli antropologi mulai
melaksanakan penelitian lapangan. Sebelum mengadakan penelitian lapangan, seorang ahli
antropologi tentu sudah mempunyai gambaran mengenai hal ‒ hal apa yang hendak dipelajarinya.
Pandangannya mengenai pokok yang akan ditelitinya, tidak pernah bersifat netral, tetapi selalu
dipengaruhi oleh orientasi teori yang dianutnya. Telah banyak sekali teori ‒ teori yang
dihasilkan oleh berbagai ahli antropologi dan para pemikir pada umumnya, yang mengendalikan
penjelasan ‒ penjelasan tertentu mengenai gejala ‒ gejala budaya. Jenis ‒ jenis penelitian
dalam antropologi budaya dapat diklasifikasikan menurut dua kriteria : 1) Menurut cakupan
“ruang” dari penelitian itu yaitu analisa dari satu masyarakat saja, analisa dari beberapa
masyarakat dalam satu kawasan atau analisa dari suatu sampel masyarakat seluruh dunia. 2)
menurut cakupan waktu yaitu penelitian sejarah dan yang bukan sejarah.

Bab V Organisasi Sosial : Struktur Masyarakat

Organisasi sosial mencakup pranata ‒ pranata yang menentukan kedudukan lelaki dan
perempuan dalam masyarakat dan dengan demikian menyalurkan hubungan pribadi mereka.
Kategori ini pada umumnya dibagi lagi dalam dua jenis atau tingkat pranata ‒ pranata, yaitu
pranata yang tumbuh dari hubungan kekerabatan dan pranata yang merupakan hasil dari
ikatan antara perorangan berdasarkan keinginan sendiri. Struktur ‒ struktur kekerabatan
mencakup keluarga dan bentuk kelompok yang merupakan perluasan keluarga seperti suku atau
klan. Ikatan di antara orang yang bukan kerabat melahirkan banyak macam bentuk
pengelompokkan mulai dari persaudaraan sedarah dan persahabatan yang dilembagakan sampai
ke berbagai macam perkumpulan rahasia dan bukan rahasia.

Bab VI Penelitian Lintas Budaya Mengenai Kepribadian

Seorang ahli antropologi percaya, bahwa para warga dari suatu masyarakat yang sedang
dipelajarinya, memiliki ciri ‒ ciri kepribadian bersama, yaitu apa yang dikenal dalam antropologi
budaya sebagai jenis kepribadian dasar, basic personality structure, atau kepribadian rata ‒
rata, modal personality. Dalam mengamati perilaku, berguna sekali untuk mengingat
bagaimanakah perilaku warga masyarakat lain dalam keadaan yang sama. Dengan demikian
akan terlihat perbedaan yang mencolok. Dimana diadakan perbandingan antara tingkah laku
anak ‒ anak Bali dengan anak ‒ anak latmul. Anak Bali dihadiahkan sebuah boneka dan
begitupun anak latmul. Anak Bali itu tidak bersedia menerima boneka itu, ibu dari anak itu
menggunakan boneka itu untuk memperolok anaknya dengan seolah ‒ olah menyusukan anak itu,
dan tindakan itu menimbulkan rasa cemburu pada anak tadi. Sedangkan anak latmul dengan
tenang bermain ‒ main dengan boneka di samping ibu mereka dan ibu mereka tidak mengolok ‒
olok anaknya. Dari perbandingan diatas nampak perbedaan atas perilaku anak ‒ anak yang
sesuai dengan pola khas ‒ khas yang terdapat dalam kebudayaan itu.
Bab VII Antropologi Terapan

Dalam ilmu antropologi budaya sebagai ilmu murni yang hendak dikejar adalah bagaimana
dapat memahami gejala ‒ gejala budaya, bagaimana menemukan penjelasan mengenai variasi ‒
variasi yang ada dalam pola budaya manusia di berbagai pelosok dunia. Untuk itu telah
berkembang sejumlah teori dan dalam penelitian lapangan berbagai teori diuji. Kemudian
sebagian para ahli antropologi juga yakin bahwa akhir ‒ akhirnya dapat juga dirumuskan
beberapa keteraturan, yang menyerupai hukum, yang menguasai kebudayaan. Di samping
menjadi ilmu murni, hasil ‒ hasil dari ilmu ini juga hendak diterapkan, yaitu untuk digunakan
dalam pemecahan masalah ‒ masalah yang dihadapi oleh manusia. Kode etik dalam antropologi
terapan muncul dari pemikiran para ahli antropologi karena menurut mereka dengan
berkembangnya ilmu antropologi, teknologi yang makin maju dan segi negative dan positif yang
secara potensial akan mengakibatkan perubahan berarti pada mereka atau merusak kebiasaan
pada mereka.

Bab VIII Siklus Hidup

Kehidupan warga Padju Epat adalah salah satu gambaran siklus hidup atau lingkaran hidup.
Seorang individu mempunyai peranan ‒ peranan dalam suatu kebudayaan, upacara ‒ upacara
yang khas dalam kebudayaan itu, dari kedua hal tersebut tampak menggambarkan organisasi
sosial. Cara pertanian orang Padju Epat adalah berkebun atau berladang secara bergilir.
Mereka tidak mengenal pertanian sawah. Sesudah sebidang tanah dibuka dan kemudian
dikerjakan, maka sesudah beberapa kali panen padi, ladang itu ditinggalkan. Beberapa tahun
kemudian, sesudah tanah tersebut sudah dianggap cukup subur, kemudian dikerjakan lagi. Jenis
kelompok ‒ kelompok kekerabatan yang ada, cara pemukiman memiliki sifat ‒ sifat khasnya
sendiri. Dalam karangan yang terlampir, istilah ‒ istilah setempat digunakan untuk menunjuk
kepada kelompok ‒ kelompok kekerabatan yang ada dan disini penjelasan mengenai kelompok ‒
kelompok itu akan disarikan dari buku Padju Epat. Kelompok kekerabatan yang terkecil yang
dalam istilah antropologi budaya biasa dinamakan keluarga inti atau keluarga nuklir dapat
disamakan dengan apa yang disini dinamakan keluarga dangau. Dangau adalah pondok, atau
rumah ladang yang terletak di dekat ladang yang dikerjakan oleh suatu keluarga dan yang
menjadi sumber utama dari penghasilan mereka.

Bab IX Kerabat dan Bukan Kerabat

Berdasarkan penelitian T.O. Ihromi yang telah dilakukan di Tapanuli dan Sumatra Utara dalam
hubungan dengan proses penyesuaian yang dialami oleh orang Batak Toba ketika berimigrasi
dari daerah asalnya ke kota besar. Dalam situasi yang baru di kota Medan, orang Batak Toba
harus menempatkan dirinya dalam suatu tatanan baru. Di desanya dia hanya berhubungan
dengan orang asal satu suku dengan dia, dan kecuali beberapa stereotrip mengenai golongan
etnis lainnya seperti stereotip mengenai orang Jawa, orang Minangkabau dan lainnya. Dia tidak
mempunyai pengalaman bergaul dengan orang bukan orang Batak. Dalam situasi kota suatu
sistem kategorisasi yang bermakna bagi orang Batak Toba itu perlu dibinanya, dan yang terjadi
adalah membedakan semua orang dalam kelompok yaitu “orang kita” dan “bukan orang kita”.
Orang kita yaitu orang Batak Toba, secara potensial adalah kaum kerabat, sehingga dua
kelompok besar itu adalah orang ‒ orang yang mempunyai hubungan kerabat dan mereka di luar
itu yang tidak ada kaitan kerabat dengan orang Batak Toba. Semua orang Batak Toba
membubuhkan nama marga bapanya di belakang nama kecilnya. Marga adalah kelompok
kekerabatan yang meliputi orang ‒ orang yang mempunyai kakek bersama, atau yang percaya
bahwa mereka adalah keturunan dari seorang kakek bersama menurut perhitungan garis
patrilinieal (kebapaan). Anggota dari satu marga dilarang kawin; marga adalah kelompok yang
eksogam. Jadi semua orang yang semarga adalah orang yang berkerabat dan dengan orang lain
marganya dapat dicari juga kaitan kekerabatannya. Orang luar atau bukan kerabat
dipersepsikan sebagai suatu golongan besar yang tidak dibeda ‒ bedakan, sehubungan dengan
pengalaman ‒ pengalaman pergaulan sosial, hubungan pekerjaan dan hal ‒ hal lain yang dapat
dianggap sebagai salah satu indikator dari derajat kemodernan lambat laun mengalami
penghalusan dan satuan besar yang tadinya kabur itu disadari oleh orang Batak Toba sebagai
golongan ‒ golongan yang berbeda ‒ beda.

Bab X Lukisan Anak ‒ anak di Bali

Kesenian Bali memiliki corak dan wataknya sendiri. Seniman ‒ senimannya banyak dan
karyanya banyak. Sifat mereka sangat menonjol karena kesabarannya dan efisien dalam
keahliannya dan sangat setia kepada tradisi kesenian di tempatnya. Berbeda dengan seniman ‒
seniman barat mereka kelihatannya mencoba menghasilkan karya yang sejauh mungkin sesuai
dengan pola ‒ pola yang juga dipergunakan sesame seniman. Sifat khas dari seorang seniman
tidak diutamakan, sebagaimana halnya pada seniman Barat, malah mereka menekankan justru
yang sebaliknya. Kalau misalnya ada karya yang menampilkan citra yang luar biasa, hal yang
sangat orisinil, maka kelihatannya hal tersebut terjadi karena sang seniman tersebut memiliki
bakat yang luar biasa. Hal tersebut terjadi bukan akibat kesengajaan, tetapi malahan masih
muncul walaupun si seniman telah berusaha untuk menghasilkan karya yang serupa dengan
karya ‒ karya orang lain. Dalam semua aspek seni rupa di Bali, seni lukis, seni ukir, dalam
merencakanan gambar wayang untuk wayang kulit dan mengukir topeng ‒ topeng, keserupaan
dengan bentuk tradisional sangat jelas tampaknya. T.O. Ihromi mengumpulkan 20 orang anak
laki ‒ laki di Bali yang berumur antara 3 sampai 10 tahun. Anak ‒ anak itu sengaja dikumpulkan
diberi alat ‒ alat melukis dan disuruh melukis pada saat mereka ingin melakukannya. Anak ‒
anak itu penghuni desa Sajan, kabupaten Gianyar. Anak di Bali sejak kecil sudah tergantung
pada kondisi kebudayaannya, dia mempelajari arti dari lambang ‒ lambang kebudayaannya, dia
belajar untuk membiasakan sikap yang khas terhadap kesenian. Bila telah menjadi dewasa maka
dia akan menjadi seorang Bali yang menghasilkan karya kesenian dan menjadi peminat yang
menghargai kesenian, karena di Bali, kesenian bukanlah urusan dari beberapa gelintir orang
saja, melainkan menjadi milik setiap orang.
Bab XI Anak ‒ anak dalam Keluarga James T. Siegel

James T. Siegel mengamati mengenai cara seorang anak dibesarkan di desa yang terdapat
di Aceh dan gagasan ‒ gagasan yang berbeda mengenai bagaimana membesarkan anak laki ‒
laki dan anak perempuan. Salah satu contoh hasil yang didapat dari penelitiannya adalah
menjelang masa pubertas anak laki ‒ laki hanya ada dirumah jika ada sesuatu yang perlu
dilakukan, seperti makan, ganti pakaian atau kalau mereka dibutuhkan untuk suatu pekerjaan
tertentu. Sama seperti bapa, mereka juga tidak pernah terlalu lama berada di rumah. Sebelum
akil balig, anak laki ‒ laki tidak mempunyai tugas rumah tangga. Tetapi kalau sudah dewasa,
ibunya dapat memintanya ikut membajak atau melakukan pekerjaan lain yang biasanya
merupakan tugas pria. Sedangkan di pihak perempuan. Masa peralihan dari anak perempuan
menjadi wanita dewasa tidak ditandai oleh tahapan yang sama. Anak perempuan juga belajar
membaca Qur’an dan padanya diajarkan ritus ‒ ritus yang kemudian hari diperlukan pada waktu
mereka mendapat haid dan setelah hubungan kelamin, tetapi latihan yang mereka jalani tidak
terlalu ketat sifatnya. Latihan mereka mulai pada usia yang lebih tua, yaitu kira ‒ kira pada
umur 8 tahun. Pelajaran agama bagi mereka tidak diberikan di bangunan yang khusus tetapi di
rumah salah seorang wanita yang mampu mengajar mereka.

BAB III
PENUTUP

KELEBIHAN BUKU

Buku ini adalah dapat memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan
dengan manusia sebagai makhluk sosial. Jawaban yang diberikan menerangkan seluk beluk
intersubjektivitas, sebagai dasar kebudayaan manusia. Selain dari itu bermanfaat bagi petugas
yang berurusan dengan pelaksaan proyek-proyek pembangunan seperti dalam program
keluarga berencana atau bimbingan masyarakat (bimas). Buku ini juga membahas soal
kebudayaan secara luas dan mendalam oleh karena itu buku ini akan membekali pembaca
dengan keinsyafan betapa naifnya sikap etnosentris. Pembaca terpaksa menerima adanya
kenisbian kebudayaan, suatu kenyataan yang sangat perlu dihayati untuk mendinamisir proses
integrasi nasional.

KEKURANGAN BUKU

Bahasan dalam buku ini terbatas pada tiga maslaah pokok. Pertama, orientasi umum mengenai
antropologi budaya, yang tercermin dalam teori-teori yang hidup dalam dunia antropologi,
metode-metode yang khas, serta masalah-masalah yang menyangkut penerapannya. Kedua, gej
ala-gejala pokok yang diamati dalam antropologi budaya seperti organisasi atau struktur
masyarakat dan penelitian lintas budaya, yang memanfaatkan psikologi dalam penelitian
kepribadian manusia. Akhirnya terdapat empat karangan, berupa laporan studi kasus tentang
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai