Anda di halaman 1dari 25

UJIAN AKHIR SEMESTER

ANTROPOLOGI HUKUM

Dosen Pengampu :

YANELS GARSIONE DAMANIK, SH., M.H.

Disusun Oleh :

EDY RAHMAN
NIM : 213120601355
ROMBEL : MAHASISWA JALUR KERJASAMA 2021

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS HUKUM
2022
Judul : Pengantar Ilmu Antropologi

Penulis : Prof. Dr.

Koentjaraningrat Penerbit : PT.

Rineka Cipta, 2013 Tebal Halaman : 338

Harga : Rp. 30.000

Pendahuluan

Antropologi merupakan ilmu yang sangat tua yang membahas tentang manusia.

Dahulu antropologi diartikan sebagai ilmu tentang ciri-ciri tubuh manusia. Hal yang tidak

berbeda dari perkembangan ilmu antropologi yaitu objek penelitiannya. Sejak dahulu hingga

saat ini objek penelitian antropologi tertuju pada masyarakat dan suku bangsanya.

Antropologi membahas tentang manusia, mulai dari evolusi ciri biologis, kepribadian,

kumpulan manusia (masyarakat). Masyarakat tersebut kemudian berkembang dan membuat

suatu kebudayaan berdasarkan hasil pemikiran dan aktivitas mereka. Kebudayaan sendiri

juga berbeda-beda berdasarkan latar belakang suku bangsa, daerah dan ras dari masing-

masing individu. Dalam mempelajari kebudayaan, etnografi membantu kita untuk

mempelajari kebudayaan dari berbagai macam suku bangsa yang ada.

Dalam disiplin ilmu sosial-humaniora, siapa yang tak pernah mendengar nama Prof.

Koentjaraningrat? Beliau merupakan seorang ahli antropologi indonesia yang pernah

menjadi guru besar Antropologi pada Universitas Indonesia. Pernyataan-pernyataan, teori,

dan hasil pikiran beliau hingga sekarang masing lazim digunakan dalam ilmu sosial. Dalam

kariernya, beliau menulis beberapa buku. Salah satu buku yang paling fenomenal adalah

buku Pengantar Ilmu Antropologi. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1979 dan

sudah mencapai cetakan ke-9 pada tahun 2013. Berikut merupakan sinopsis singkat dari

buku Pengantar Ilmu Antropologi.


Isi Resensi

Bab I

Asas-Asas dan Ruang Lingkup Ilmu Antropologi

Fase perkembangan

1. Fase pertama (sebelum 1800)

Kedatangan bangsa Eropa Barat ke Afrika, Asia, dan Amerika. Mulai terkumpul tulisan-

tulisan mengenai deskripsi tentang adat, susunan masyarakat, dan ciri fisik dari beragam

suku bangsa di Afrika, Asia, dan Amerika.

2. Fase kedua (sekitar pertengahan abad ke-19)

Timbul pemikiran bahwa masyarakat dan kebudayaan mengalami evolusi. Masyarakat di

luar Eropa Barat dianggap sebagai contoh dari masyarakat berkebudayaan rendah.

Muncul pula penelitian mengenai sejarah penyebaran kebudayaan dengan mempelajari

masyarakat dan kebudayaan primitif. Bersifat akademikal.

3. Fase ketiga (awal abad ke-20)

Bertepatan dengan masa penjajahan Eropa, sehingga mempelajari masyarakat dan

kebudayaan di luar Eropa adalah untuk kepentingan kolonial. Bersifat praktis.

4. Fase keempat (sekitar setelah 1930)

Ilmu antropologi mengalami masa perkembangan yang luas. Antropologi memiliki

tujuan akademikal, yaitu mencapai pengertian tentang manusia pada umumnya dengan

mempelajari bentuk fiisk, masyarakat, dan kebudayaannya, serta memiliki tujuan praktis,

yaitu mempelajari manusia dalam keragaman masyarakat suku bangsa guna membangun

masyarakat suku bangsa tersebut.


Ilmu bagian antropologi

1. Antropologi fisik

2. Paleoantropologi (sejarah dan perkembangan manusia atau evolusinya secara biologi)

3. Antropologi fisik (sejarah terjadinya beragam manusia dipandang dari ciri-ciri tubuhnya)

4. Antropologi budaya

5. Etnolinguistik (sejarah asal, perkembangan, dan penyebaran bahasa)

6. Prehistori (perkembangan, penyebaran, dan terjadinya kebudayaan)

7. Etnologi (asas kebudayaan manusia dalam masyarakat dari semua suku bangsa)

Selain membahas mengenai fase perkembangan ilmu antropologi dan ilmu bagian

antropologi, pada bab pertama dalam buku ini, Koentjaraningrat juga membahas seputar

spesiaslisasi antropologi, hubungan ilmu antropologi dan disiplin ilmu lain. Beliau

menyisipkan satu bagan yang sangat jelas mengenai ilmu-ilmu bagian dalam antropologi

secara singkat dan jelas. Ada pula bahasan panjang mengenai metode ilmiah, tokoh-tokoh,

lembaga, serta majalah antropologi.

Koentjaraningrat sedikit menyinggung mengenai ‘kedekatan’ ilmu antropologi dan

sosiologi. Beliau menyebutkan dan menjelaskan persamaan dan perbedaan antara dua disiplin

ilmu tersebut. Ditinjau secara umum ilmu antropologi dan sosiologi memiliki tujuan yang tak

jauh berbeda yaitu untuk mencapai pengertian tentang asas hidup masyarakat dan

kebudayaan manusia pada umumnya. Namun jika ditinjau lebih khusus, ada beberapa

perbedaan mendasar antara kedua ilmu tersebut, seperti yang dipaparkan oleh

Koentjaraningrat:

1. Perbedaan asal mula dan sejarah perkembangan ilmu.

2. Perbedaan pengkhususan pada pokok dan bahan penelitian.

3. Perbedaan metode dan masalah khusus.


Bab II

Makhluk Manusia

Manusia di antara makhluk lain

Berdasarkan klasifikasi biologi, manusia (homo sapiens) dikelompokkan ke dalam

kelas mamalia, suku primata, subsuku anthropoid, infrasuku hominoid, keluarga hominidae,

jenis homo sapiens. Manusia homo sapiens zaman sekarang terdiri dari ras australoid,

mongoloid, caucasoid, dan negroid. Koentjaraningrat menampilkan bagan yang

menggambarkan tempat manusia bersama makhluk primata lain.

Evolusi ciri-ciri biologis

Mengenai evolusi ciri-ciri fisik manusia, beliau menjelaskan bagaimana organisme

yang baru (anak) bisa memiliki ciri-ciri berbeda dengan organisme lama (orangtua). Evolusi

ciri fisik ini terjadi karena adanya pembelahan sel (mitosis). Satu teori yang terkenal

mengenai pewarisan ciri-ciri dan sifat organisme adalah hukum Mendel yang sempat

disinggung Koentjaraningrat. Beliau juga menjelaskan apa itu ciri-ciri fenotipe dan ciri-

ciri genotipe yang bisa menjelaskan bagaimana organisme baru bisa memiliki ciri-ciri yang

berbeda dari oragnisme lama.

Evolusi primata dan manusia

Dalam subbab ini, Koentjaraningrat menjelaskan cukup panjang dan lengkap

mengenai proses percabangan makhluk primata, makhluk primata pendahulu manusia,

bentuk-bentuk manusia tertua, manusia dari kala pleistosen muda, manusia homo

sapiens. Tentu saja, dalam penjelasannya, beliau menyisipkan pula bagan-bagan yang

membantu pembaca untuk memahami penjelasan mengenai sejarah panjang ini. Cabang ilmu
antropologi yang mempelajari evolusi manusia seperti yang telah dipaparkan dalam buku ini

adalah ilmu paleoantropologi.

Klasifikasi ras manusia

A.L. Kroeber mengklasifikaskani ras-ras terpenting di dunia sebagai berikut;

Australoid, Mongoloid, Caucasoid, Negroid, dan ras-ras khusus, seperti Bushman, Ainu, dll.

Bab III

Kepribadian

Manusia merupakan makhluk hidup yang memiliki pola kelakuan yang berbeda-beda

tiap individu. Dalam bab ini, Koentjaraningrat mendefinisikan ‘kepribadian’ sebagai ciri-ciri

watak individu yang konsisten. Karena bersifat konsisten dan berbeda-beda, maka

kepribadian menjadi suatu ciri khas seseorang. Karena hal-hal mengenai ‘individu’

seseorang lebih dalam dan lebih lanjut dipelajari oleh ilmu psikologi, maka dalam bab ini,

Koentjaraningrat banyak mengutip sumber-sumber dari para ahli psikologi. Unsur-unsur

kepribadian terdiri dari pengetahuan, perasaan, dan dorongan naluri.

Macam-macam kepribadian

1. Macam-macam kepribadian individu

Perbedaan unsur-unsur kepribadian seperti perasaan, emosi, dan pengetahuan

menyebabkan perbedaan kepribadian antar individu.

2. Kepribadian umum

Ada persamaan kebudayaan dalam masyarakat yang nantinya akan membentuk sebuah

kepribadian yang seragam pada kelompok masyarakat tersebut.

3. Kepribadian barat dan kepribadian timur


Kebudayaan Barat dan kebudayaan Timur seringkali dipandang bertolak belakang atau

kontras. Kebudayaan barat disandingkan dengan kepentingan material, pikiran logis,

individual. Sebaliknya, kebudayaan Timur disandingkan dengan kerohanian, mistik,

prelogis, ramah, dan gotong royong. Meski demikian, hal yang selain perkara

individualisme-kolektivisme tidak mutlak kebenarannya, hanya penilaian lahiriah.

Mengenai perkara individualisme-kolektivisme, Koentjaraningrat memberikan jawaban

dengan mengaitkan konsep kepribadian oleh L.K. Hsu yang digambarkan lewat bagan

psikososiogram manusia.

Bab IV

Masyarakat

Definisi masyarakat menurut Koentjaraningrat adalah sekelompok manusia yang

saling berinteraksi. Secara khusus didefinisikan sebagai kesatuan hidup manusia yang

berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh

suatu rasa identitas bersama. Hidup berkelompok merupakan kodrat dan kebutuhan manusia

sebagai makhluk hidup. Sama halnya dengan binatang. Faktor utama yang membedakan pola

hidup berkelompok antara manusia dan binatang adalah akal yang dimiliki oleh manusia, dan

tidak pada hewan. Akal ini kemudian menjadikan manusia hidup berkelompok dengan cara

belajar, sedangkan hewan melakukannya secara naluriah atau alamiah.

Unsur-unsur masyarakat:

1. Interaksi antar warga.

2. Memiliki suatu ikatan khusus.

3. Memiliki adat-istiadat, norma, hukum, dan aturan yang mengatur pola tingkah laku.

4. Memiliki pola tingkah laku khas yang bersifat mantap dan kontinu.

5. Memiliki rasa identitas kuat sebagai satu kesatuan


Komunitas adalah suatu kesatuan manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan

berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat, dan terikat oleh identitas komunitas.

Kategori sosial adalah kesatuan manusia yang terwujud karena adanya suatu ciri atau

kompleks ciri objektif. Misalnya kategori warga di atas 18 tahun dan di bawah 18 tahun

untuk mengetahui warga negara yang sudah memiliki hak pilih. Golongan sosial adalah

kesatuan manusia yang terwujud karena adanya suatu ciri atau kompleks ciri objektif yang

memiliki ikatan identitas sosial, norma, dan kontinuitas. Misalnya, golongan pemuda, petani,

dan pengusaha. Kedua kesatuan manusia tersebut bukan termasuk masyarakat karena

keduanya tidak memiliki prasarana untuk berinteraksi khusus.

Kelompok dan perkumpulan merupakan kesatuan manusia yang menekankan pada aspek

organisasi dan pimpinan. Mengenai dua hal tersebut, Koentjaraningrat memberikan tabel

perbedaan antara keduanya yang didasarkan pada pendapat-pendapat para pakar sosiologi dan

antropologi. Meskipun kelompok dan perkumpulan memiliki empat syarat pengikat dasar

suatu masyarakat, namun perkumpulan tidak bisa disebut sebagai masyarakat.

Kerumunan adalah sekelompok manusia yang tidak memiliki ikatan khusus.

Pranata sosial adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat dan

norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapan guna memenuhi berbagai

kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat (Koentjaraningrat, 2013). Pranata

(institution) berbeda dengan lembaga (institute). Pranata adalah sistem norma yang mengatur

aktivitas masyarakat, sedangkan lembaga adalah badan yang melaksanakan aktivitas tersebut.

Ada beberapa perbedaan antara pranata dan lembaga yang kemudian Koentjaraningrat

menyajikannya dalam tabel.


Koentjaraningrat mencampurkan klasifikasi yang diajukan oleh J.L. Gilin dan J.P.

Gillin dengan klasifikasi S.F. Nadel, sebagai berikut:

1. Kinship atau domestic institutions (keperluan kekerabatan)

2. Economic institutions (keperluan untuk mata pencaharian)

3. Educational institutions (keperluan pendidikan)

4. Scientific institutions (keperluan ilmiah)

5. Aesthetic and recreational institutions (keperluan menghayati keindahan dan rekreasi)

6. Religious institutions (keperluan berhubungan dengan Tuhan)

7. Political institutions (keperluan mengatur keseimbangan kekuasaan)

8. Somatic institutions (keperluan fisik)

Pranata dalam masyarakat, terdiri dari kompleks tindakan berinteraksi yang diatur

oleh norma-norma tertentu oleh Koentjaraningrat dihubungkan dengan status dan peran

sosial. Status dan peran sosial menentukan kondisi sosial tertentu dimana norma

diberlakukan. Status merupakan kedudukan, sedangkan peran sosial (social role) adalah

tingkah laku individu yang mementaskan suatu kedudukan tertentu.

Struktur sosial oleh Radcliffe Brown, seorang tokoh antropologi yang pertama kali

merumuskan konsep struktur sosial, struktur sosial diartikan sebagai perumusan dari berbagai

macam susunan hubungan antara individu dalam masyarakat.

Bab V

Kebudayaan

Sangat termasyhur hingga sekarang, definisi kebudayaan yang dicetuskan oleh

Koentjaraningrat sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia

dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Wujud

1. Kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dsb (cultural system)

2. Kompleks aktivitas dan tindakan berpola (social system)

3. Benda hasil karya manusia (kebudayaan fisik)

Sistem nilai budaya merupakan konsep-konsep mengenai suatu yang ada dalam alam pikiran

sebagian besar dari masyarakat yang mereka anggap bernilai, berharga, penting, dalam hidup

sehingga dapat berfungsi sebagai pedoman yang memberi arah dan orientasi pada kehidupan

para warga masyarakat tadi (Koentjaraningrat, 2013).

Lima masalah dasar dalam kehidupan manusia yang terkandung pada sistem nilai

budaya menurut F.Knuckhohn:

1. Hakikat dari hidup manusia

2. Hakikat dari karya manusia

3. Hakikat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu

4. Hakikat dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya

5. Hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya

Pandangan hidup adalah sistem pedoman yang dianut oleh golongan atau individu di dalam

masyarakat. Ideologi merupakan suatu sistem pedoman hidup atau cita-cita yang ingin diraih

oleh banyak individu di dalam masyarakat.

Norma merupakan aturan-aturan untuk bertindak yang bersifat khusus, perumusannya

bersifat rinci, tegas, dan tidak meragukan.

Unsur-unsur universal kebudayaan menurut Koentjaraningrat:

1. Bahasa

2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial

4. Sistem peralatan hidup dan teknologi

5. Sistem mata pencaharian hidup

6. Sistem religi

7. Kesenian

Bab VI

Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan

Dinamika sosial mencakup konsep pergeseran masyarakat dan kebudayaan. Beberapa

konsep dinamika sosial yang dipaparkan oleh Koentjaraningrat:

1. Proses belajar budaya sendiri:

2. Internalisasi (proses individu belajar menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan,

hasrat, nafsu, dan emosi sepanjang hidupnya)

3. Sosialisasi (proses individu belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial)

4. Enkulturasi (proses individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya

dengan adat, sistem norma, dan peraturan hidup yang ada dalam kebudayaannya)

5. Proses evolusi sosial yaitu proses perkembangan budaya umat manusia pada umumnya

dan bentuk kebudayaannya dari yang sederhana hingga kompleks.

6. Proses difusi yaitu proses penyebaran kebudayaan secara geografi oleh kelompok

manusia ata individu yang bermigrasi.

7. Akulturasi adalah proses sosial yang timbul ketika suatu kelompok manusia dengan

kebudayaan tertentu dibenturkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing, sehingga

kebudayaan asing tersebut lambat laum diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri

tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri.


8. Asimilasi adalah proses sosial yang timbul ketika ada kelompok manusia dengan latar

kebudayaan yang berbeda saling bergaul untuk waktu yang lama, sehingga kebudayaan

kelompok masing-masing berubah wujud menjadi unsur kebudayaan campuran.

9. Inovasi atau proses pembaharuan yang menghasilkan penemuan baru

(discovery dan invention).

Bab VII

Aneka Ragam Kebudayaan dan Masyarakat

Suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas

akan kesatuan kebudayaan. Suku bangsa memiliki kebudayaan dengan corak yang khas.

Kebudayaan suku bangsa

1. Kebudayaan suku bangsa yang hidup dari berburu dan meramu

2. Kebudayaan peternak

3. Kebudayaan peladang

4. Kebudayaan nelayan

5. Kebudayaan petani pedesaan

6. Kebudayaan perkotaan

Daerah kebudayaan adalah suatu penggolongan dari suku bangasa yang beragam

kebudayaannya, tapi memiliki beberapa unsur dan ciri yang sama. Dalam bab ini,

Koentjaraningrat memaparkan dengan lengkap daerah-daerah kebudayaan di seluruh dunia,

lengkap dengan peta. Koentjaraningrat juga menyertakan klasifikasi suku bangsa di Indonesia

berdasarkan hukum adat menurut Van Vollenhoven, menjadi 19 bagian.


Bab VIII

Etnografi

Etnografi merupakan suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu suku bangsa atau

suatu kesatuan masyarakat. Kerangka etnografi menurut Koentjaraningrat terdiri atas:

1. Lokasi, lingkungan alam, dan demografi

2. Asal mula dan sejarah suku bangsa

3. Bahasa

4. Sistem teknologi (alat produksi, alat membuat api, senjata, wadah, makanan, pakaian,

tempat berlindung, alat transportasi)

5. Sistem mata pencaharian (berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam di ladang,

menangkap ikan, bercocok tanam meneap dengan irigasi)

6. Organisasi sosial (sistem kekerabatan)

7. Sistem pengetahuan

8. Kesenian (seni rupa dan seni suara)

9. Sistem religi (unsur; sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan, umat penganut).

Kelebihan Buku

Saat membaca buku pengantar ilmu antropologi dari Prof. Koentjaraningrat, saya

merasa sedang membaca kamus lengkap berisi berbagai direktori yang akan memandu saya

untuk nantinya dapat mendalami ilmu antropologi lebih lanjut. Di dalamnya berisi banyak

pengetahuan umum seputar ilmu antropologi yang benar-benar berguna bagi pemula.

Terdapat pula pertanyaan-pertanyaan kritis dari Prof. Koentjaraningrat itu sendiri yang juga

telah diulas di dalam bukunya. Rasanya saat membaca, Prof. Koentjaraningrat mendikte
secara terperinci kepada saya untuk memahami betul sebelum benar-benar terjun ke dalam

dunia Antropologi.

Buku Pengantar Ilmu Antropologi ini merupakan buah pena yang sangat

fenomenal, masterpiece dari Prof. Dr. Koentjaraningrat. yang saya suka ketika membaca

buku Pengantar Ilmu Antropologi ini adalah penggunaan kosa kata yang bukan termasuk

kosakata tinggi (seperti bahasa-bahasa serapan yang tak lazim terdengar di telinga), sehingga

setiap lini masyarakat bisa cukup mudah memahami apa yang ingin disampaikan

Koentjaraningrat dalam buku ini. Selain itu, dalam menjelaskan suatu hal, Koentjaraningrat

seringkali membahas secara deduktif, jadi membahas dari lingkup umum, kemudian

dikhususkan. Penggunaan metode penulisan deduktif yang menggambarkan hal yang umum

dulu ini juga bagi saya memudahkan pembaca untuk memahami mau dibawa kemana tuisan

ini. Namun memang, seringkali penjelasan yang beliau berikan menggunakan bahasa yang

berbelit, dan tidak to the point, seperti dalam pembahasan mengenai perbedaan antara hukum

dan hukum adat. Penjelasan yang berbelit ini terkadang menjadikan pembaca merasa jenuh

dan malas untuk menyimak bacaan.

Kemudahan pembacaan dari buku ini juga didapatkan dari banyaknya contoh-contoh

kasus yang dipaparkan oleh Koentjaraningrat dalam menjelaskan sesuatu, misalnya dalam

menjelaskan konsep sosialisasi. Penyertaan contoh-contoh ini terang saja akan memudahkan

pembaca dalam mehamami konsep yang diberikan oleh penulis. Selain dari banyaknya

contoh yang diberikan, bagan-bagan dan peta yang disisipkan dalam setiap pembahasan

sangat membantu pembaca dalam mengotak-kotakkan dan meringkas apa yang telah dibaca.

Pun sama halnya dengan adanya bagian lampiran dan indeks pada buku yang juga menjadi

sarana untuk memudahkan pembaca dalam mengambil informasi dari buku ini.

Tak diragukan jika buku ini menjadi pegangan ‘sepanjang masa’ orang-orang

antropologi karena buku ini tersusun dari berbagai intisari buku-buku sosial lain. Lebih dari
120 buku yang dijadikan referensi oleh Koentjaraningrat untuk menyusun hanya sekitar 300

halaman buku. Hal ini menunjukkan begitu luar biasanya telaah studi pustaka yang dilakukan

oleh Koentjaraningrat. Selain itu banyak pula footnote yang disisipkan pada beberapa

halaman buku. Terkadang pada footnote buku ini, bukan hanya keterangan sumber saja yang

diberikan, tapi Koentjaraningrat juga mencantumkan istilah bahasa inggris yang digunakan

oleh penulis asli, sehingga memudahkan pembaca untuk menerjemahkan menurut pribadinya.

Namun, di samping banyaknya pemikiran-pemikiran beliau yang diambil dari buku

ini untuk dijadikan bahan ajar, karena memang buku ini sudah tua umurnya, ada beberapa

pernyataan dari Koentjaraningrat yang tak lagi berlaku di era sekarang ini, misalnya pada

bahasan mengenai komunitas. Dalam buku ini, Koentjaraningrat menyatakan bahwa

komunitas merupakan kelompok manusia yang memiliki ciri khas adanya kesamaan wilayah.

Hal ini jelas sudah tidak berlaku lagi di zanan modern seperti sekarang. Mengingat

banyaknya komunitas-komunitas yang terbentuk lewat media sosial dimana kesamaan

wilayah tak lagi penting dalam terbentuknya sebuah komunitas.

Keukurangan Buku

Berhubungan dengan tampilan fisik buku, seperti khasnya buku pegangan ‘tua’, cover

yang digunakan pada buku Pengantar Ilmu Antropologi edisi revisi 2013 ini kurang menarik,

terutama untuk kawula muda. Cover buku juga menurut saya bermasalah karena pada sampul

depan, tertulis edisi revisi 2009, sedangkan pada halaman identitas buku di awal, tertulis buku

ini merupakan revisi 2013. Selain itu, di dalam buku, tidak dicantumkan kata pengantar

penulis (entah karena pada edisi aslinya memang tidak ada), dan kapan cetakan-cetakan

sebelum cetakan kesembilan ini.


Tapi sekali lagi saya sampaikan bahwa secara keseluruhan, buku ini menurut saya

sangat baik dan cocok untuk dijadikan pegangan oleh pengajar maupun mahasiswa karena

bahasanya cukup mudah dan bahasannya yang mendasar.

Kesimpulan

Penjelasan dari Prof. Koentjaraningrat dipertegas dengan bagan, gambar, peta, dan

tabel, yang justru memudahkan saya dalam memahami konten buku tersebut. Dan ditambah

pula dengan berbagai argumen dan teori dari berbagai para ahli antropologi dunia. Dari apa

yang telah saya baca, saya dapat menarik kesimpulan bahwa ilmu antropologi memiliki

kompleksitas tersendiri sebagai bagian dari rumpun ilmu humaniora. Para sarjana antropologi

masih terbagi pada spesialisasi dalam sub-bagian ilmu antropologi dalam memecahkan

persoalan-persoalan kemanusiaan dengan berbagai aspek kehidupan yang saling terkait. Dan

karena ilmu antropologi memiliki cakupan yang luas dari konteks dasar "manusia" dan

"kebudayaan", sehingga dibutuhkan pemahaman yang terbuka dalam menerima keragaman

objek-objek yang dipelajari di dalam ilmu antropologi.


Judul : Pengantar Antropologi Hukum

Penulis : Prof. H. Hilman Hadikusuma, S.H.

Penerbit : PT Citra Aditya Bakti, 2004

Tebal Halaman : 212 Halaman

Harga : Rp. 25.000

Pendahuluan

Antropologi hukum itu adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang manusia (antropos)

yang bersangkutan dengan hukum. Manusia yang dimaksud adalah manusia yang hidup

bermasyarakat, bergaul antara yang satu dan yang lain, baik masyarakat yang masih

sederhana budayanya (primitif) maupun yang sudah modern (maju) budayanya. Budaya yang

dimaksud adalah budaya hukum, yaitu segala bentuk perilaku budaya manusia yang

mempengaruhi atau yang berkaitan dengan masalah hukum.

Masalah hukum yang dimaksud ialah bukan saja hukum dalam arti dan bentuk

perilaku sebagai kebiasaan yang berulang- ulang terjadi, sebagaimana dalam hukum adat;

atau hukum dalam arti dan bentuk kaidah peraturan dan bentuk kaidah peraturan

perundangan; jika demikian hukum dengan pendekatan yang normatif. Tetapi juga masalah

hukum yang dilihat dari segi-segi kecendikiawan (intelektual), filsafat, ilmu jiwa dan lainnya

yang melatar belakangi hukum itu serta cara-cara menyelesaikan sesuatu perselisihan yang

timbul dalam masyarakat.

Sasaran pokok dalam antropologi adalah manusia, baru kemudian perilaku

budayanya, tidaklah sebaliknya sebagaimana dalam ilmu yang lain. Dikarenakan perbedaan

tempat dan lingkungan, perbedaan sejarah dan asal-usulnya, perbedaan semangat dan
jiwanya, perbedaan akal dan cara berpikirnya, perbedaan budaya dan agama yang

mempengaruhinya, maka perilaku budaya manusia itu berbeda-beda antara yang satu dan

yang lain. Jadi tidak ada suatu sistem pola perilaku manusia yang seragam, dan oleh

karenanya tidak ada pula sistem pola kepribadian manusia itu yang sama.

Isi Resensi

Buku Pengantar Antropologi Hukum ini menjelaskan bagaimana sifat-sifat dari

antropologi hukum adalah tidak bersifat etnosentris, bersifat empiris, yang artinya adalah

teorinya harus dibuktikan oleh fakta yang relevan atau setidak tidaknya terwakili secara

representatif dari fakta yang relevan, berbeda dari cabang ilmu sosial yang lsin karena ilmu

ini memepelajari masyarakat sebagai suatu keseluruhan yang utuh dimana bagian-bagiannya

saling bertautan, antropologi hukum yang modern tidak lagi memusatkan perhatian

hanya pada kekuatan-kekuatan sosial dan hat-hal yang superorganis, lalu memperkecil

peranan individu, antropologi hukum tidak memandang masyarakat yang dalam

keseimbangan yang mengalami gangguan jika ada penyimpangan, tetapi masyarakat

dipandang secara dinamis, sehingga peranan sosial dari hukum tidak terbatas

mempertahankan status quo.

Adapun dalam buku ini dibahas tentang ruang lingkup dari antropologi hukum adalah

apakah dalam setiap masyarakat terdapat hukum, dan bagaimana karakteristik hukum yang

universal, hubungan antara hukum dengan aspek kebudayaan dan organisasi sosial,

mungkinkah mengadakan tipologi hukum tertentu, sedangkan variasi karakteristik hukum

terbatas, apakah tipologi hukum itu berguna untuk menelaah hubungan antara hukum dan

aspek kebudayaan dan organisasi sosial mengapa pula hukum itu berubah, dan bagaimana

cara mendeskripsi sistem-sistem, apakah akibat jika sistem hukum dan subsistem hukum

antara masyarakat dan kebudayaan yang saling berhubungan, dan bagaimana kemungkinan
untuk membandingkan sistem hukum yang satu dan yang lain. Dijelaskan juga dalam buku

ini bahwa Antropologi Hukum dalam penelitiannya menggunakan metode penddekatan yaitu

metode historis, metode normatif-eksploratif, metode deskriptif dan metode studi kasus.

Dalam buku ini dijelaskan hubungan serta perbedaan antropologi hukum dengan imu

lainnya. Meskipun ia telah menjadi ilmu yang berdiri sendiri, tidak berarti bahwa antropologi

hukum tidak ada hubungannya dengan ilmu yang lain, diantaranya adalah antropologi hukum

dan hukum adat, antropologi hukum dan etnologi, antropologi dan sosiologi, antropologi

hukum dan psikologi sosial dan antropologi hukum dan religi. Selain itu juga buku

antropologi hukum ini juga membahas tentang manfaat dari antropologi hukum, sebagai

berikut manfaat bagi teoritisi, manfaat bagi praktisi hukum, manfaat bagi praktisi politik dan

manfaat bagi pergaulan masyarakat.

Dalam buku ini juga membahas bagaimana konsep-konsep hukum masyarakat

sederhana. Konsep-konsep hukum masyarakat sederhana ini disertakan dengan pendapat para

ahli. Selain itu juga didalamnya membahas tentang ciri-ciri hukum yang tunggal dan lengkap,

ciri-ciri dari kekuasaan beserta dalil, kepemimpinan, jenis kepemimpinan dan kekuasaan,

serta fungsi dari pemimpin.

Buku ini dimaksudkan untuk menambah kepustakaan Antropologi Hukum yang

bertujuan untuk menjadikan buku ini sebagai literatur tambahan untuk bahan belajar

mengajar pada Antropologi Hukum. Buku ini terdiri dari delapan bab yaitu, Bab I

(Pendahuluan), Bab II (Apakah Antropologi Hukum Itu), Bab III (Antropologi Hukum

Dengan Ilmu Lain dan Manfaatnya), Bab Iv (Konsep-Konsep Hukum Masyarakat

Sederhana), Bab V (Pembahasan Ciri-Ciri Hukum), Bab VI (Kasus-Kasus Perselisihan), Bab


VII (Antropologi Hukum di Indonesia) dan Bab VIII (Kasus-Kasus Perselisihan di

Indonesia).

Kelebihan Buku

Kelebihan buku ini adalah memberikan penjelasan secara terperinci mengapa kita

perlu mempelajari antropologi hukum. Antropologi hukum adalah imu yang membuka

pandangan kita secara luas tentang bagaimana budaya hukum berlaku dalam kehidupan yang

ada diluar maupun didalam negara indonesia, bagaimana hukum menjelma sebagai suatu

aturan yang mengatur masyarakat itu agar taat dan tertib dan harus menjalankan aturan

tersebut, apa saja manfaat dari antropologi hukum itu terkhususnya untuk saya sendiri

sebagai mahasiswa hukum yang mempelajari ilmu hukum, bagi mahasiswa hukum buku ini

mengajarkan tentang berbagai perilaku manusia dan budaya hukumnya. Bukan saja perilaku

budaya sesuai tugas dan perannya sebagai pejabat tetapi juga perilaku, budaya, sifat, watak

dan latar belakang yang mempengaruhinya.

Selain itu juga buku ini bagus dibaca karena didalamnya banyak terdapat pendapat

para ahli dan konsep-konsep dari antropologi hukum itu yang mudah dimengerti dan tidak

berbelit-belit. Buku ini juga bisa dijadikan literatu bagi mahasiswa untuk lebih mengenal

Antropologi Hukum.

Keukurangan Buku

Yang menjadi kekurangan dalam isi buku ini adalah untuk tampilan buku yang

covernya sangat sederhana dan tidak banyak menggunakan gambar, pada tulisan terlalu

kecil sehingga untuk membacanya kita harus ekstra fokus dan buku ini tidak ada

pembaharuan sampai sekarang guna memperbaiki kesalah yang ada.


Kesimpulan

Buku ini berisi tentang ilmu-ilmu tentang Antropologi Hukum yang sangat bagus

sekali. Buku “Pengantar Antropologi Hukum” ini sangat bagus sekali untuk dipelajari

karena didalamnya banyak sekali mengandung pendapat-pendapat para ahli serta konsep-

konsep yang dapat membuka pikiran kita bagaimana antropologi hukum itu, memang pada

dasarnya antropologi hukum adalah ilmu yang berbeda dari ilmu sosial yang lainnya

tetapi Antropolgi Hukum tidak terlepas dari ilmu-ilmu lainnya. Dan diharapkan dengan

membaca buku ini akan muncul ahli-ahli dalam bidang Antropologi Hukum yang handal

dan dapat mengembangkan lagi Antropologi Hukum ke arah yang lebih baik.
Judul : Antropologi Hukum

Penulis : Dr. Beni Ahmad Saebani, M.Si

Dr. H. Encup Supriatna, M.Si

Penerbit : CV Pustaka Setia, 2017

Tebal Halaman : 358

Harga : Rp. 37.000

Pendahuluan

Antropologi hukum pada dasarnya adalah sub disiplin ilmu hukum empiris yang

memusatkan perhatiannya pada studi-studi hukum dengan menggunakan pendekatan

antropologis terutama, antropologi budaya yang memfokuskan kajiannya pada fenomena

empiris kehidupan hukum dalam masyarakat secara luas, dikenal sebagai Antropologi

Hukum. Antropologi hukum dalam kajiannya mempelajari hubungan timbal-balik antara

hukum dengan fenomena-fenomena sosial secara empiris dalam kehidupan masyarakat,

seperti hukum berfungsi dalam kehidupan masyarakat, atau bagaimana hukum bekerja

sebagai alat pengendalian sosial (social control) atau sarana untuk menjaga keteraturan sosial

(social order) dalam masyarakat. Dengan kata lain, studi-studi antropologi mengenai hukum

memberi perhatian pada segi-segi kebudayaan manusia yang berkaitan dengan fenomena

hukum dalam fungsinya sebagai sarana menjaga keteraturan sosial atau alat pengendalian

sosial. Karena itu, studi antropologi mengenai hukum secara khusus mempelajari proses-

proses sosial dimana pengaturan mengenai hak dan kewajiban warga masyarakat diciptakan,

dirubah, diinterpretasikan, dan diimplementasikan oleh warga masyarakat.


Isi Resensi

Antropologi erat kaitannya dengan kebudayaan. Kebudayaan merupakan serangkaian

norma, moralitas sosial, petunjuk, rencana dan sgtrategi yang terdiri atas model kognitif yang

dimiliki manusia, dan menjadi alat utama untuk menghadapi lingkungannya dalam wujud

pola pikir dan pola tingkah laku. Pada dasarnya hukum berasal dari kebudayaan, yaitu

berakar dari pola pikir dan pola hidup manusia. Dengan demikian antropologi hukum

mengkaji kehidupan manusia secara genetik dan biologis, yaitu hukum-hukum yang

berkaitan dengan keturunan manusia dan proses enkulturasi yang terjadi antar manusia.

Antropologi hukum mengkaji kebudayaan yang berkembang dinamis dalam kehidupan

manusia hingga membentuk norma dan nilai-nilai yang harus ditaati manusia.

Buku Antropologi Hukum ini sangat penting dijadikan literatur seputar antropologi

hukum. Didalamnya diuraikan berbagai perbuatan manusia yang menimbulkan hukum,

misalnya perkawinan. Pranata tersebut merupakan bagian dari hukum perjanjian atau akad.

Dari perkawinan ini timbul hukum baru, yaitu adanya hak dan kewajiban suami istri, adanya

ikatan darah yang menimbulkan hak waris-mewarisi, hak perwalian, harta bersama dan

lainnya. Secara antropologis perkembangan hukum salah satunya disebabkan oleh adanya

perikatan antara suami istri yang membangun hukum kekerabatan dan pewaris genetis.

Satu bagian yang sangat penting dalam hukum kekeluargaan adalah hukum

perkawinan, yang kemudian dibagi dua, yaitu hukum perkawinan dan hukum kekayaan

dalam perkawinan. Dalam hukum perkawinan adalah keseluruhan peraturan yang

berhubungan denga perkawinan, sedangkan hukum kekayaan dalam perkawinan adalah

keseluruhan peraturan yang berhubungan dengan harta kekayaan suami istri dalam

perkawinan. Perkawinan adalah suatu hal yang mempunyai akibat yang luas dalam
hubungan hukum antara suami dan istri. Dengan perkawinan, timbul suatu ikatan yang berisi

hak dan kewajiban.

Adapula uraian tentang hubungan kebudayaan antar manusia yang berprinsip pada

konsep Zoon Politicon, menimbulkan hukum interaktif dan transaksional, misalnya hukum

perikatan dalam perniagaan, jual beli, utang piutang, kerja sama, perburuhan dan lainnya.

Kemudian proses terjadinya sistem sosial normatif yang dibangun melalui tradisi masyarakat

keterikatan terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam kepercayaan dan agama-agama, yang

dipandang sebagai sistem sosial budaya yang bervolusi dan membentuk pandangan manusia

tentang masa depan kehidupan yang transenden. Untuk itu diutarakan tentang beberapa

agama yang tumbuh dan berkembang hingga saat ini, termasuk perkembangan pemberlakuan

hukum (sanksi) yang berlaku dalam hidup manusia sejak zaman primitif hingga modern.

Kelebihan Buku

Teknik penulisan pada buku ini lumayan mudah untuk dipahami karena penggunaan

bahasa yang tidak terlalu sulit, meskipun banyak menggunakan bahasa ilmiha akan tetapi

terdapat penjelasan akan hal itu. Buku ini juga banyak membahas tentang budaya

kekerabatan dalam kehidupan bermasyarakat yang merupakan nilai penting dalam

pembelajaran tentang Antropologi Hukum ini. Agar pembaca dapat mengkaji uraian-uraian

tersebut dalam perspektif antropologi hukum, bukan hanya ilmu hukum, penulispun

menguraikan pengertian tindak pidana, saksi pidana, pemidanaan, dan lainnya serta

menguraikan hukum perdata dan hukum adat. Buku ini cukup bagus yang bisa dijadikan

sebagai literatur dan sumber referensi bagi pembaca.

Keukurangan Buku
Buku ini susah didapat di perpustakaan dan bahkan di toko buku disini, jadi kalau

mau memiliki buku ini harus membelinya lewat online.

Kesimpulan

Buku ini menguraikan kebudayaan hukum tentang asal mula kehidupan manusia,

pewarisan genetis, dan pembentukan norma sosial yang berangkat dari kebudayaan. Pada

buku ini membahas budaya kekerabatan dalam kehidupan masyarakat, yang intinya

membahas perkawinan dan keluarga, serta hukum-hukum yang muncul akibat perkawinan,

pembagian sistem kekerabatan, sistem pemukiman dan keturunan, kebudayaan pembentuk

hukum perikatan dan perjanjian dalam hukum islam.

Konsep Zoon Politicon, menimbulkan hukum interaktif dan transaksional, misalnya

hukum perikatan dalam perniagaan, jual beli, utang piutang, kerja sama, perburuhan dan

lainnya. Kemudian proses terjadinya sistem sosial normatif yang dibangun melalui tradisi

masyarakat keterikatan terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam kepercayaan dan agama-

agama, yang dipandang sebagai sistem sosial budaya yang bervolusi dan membentuk

pandangan manusia tentang masa depan kehidupan yang transenden.

Anda mungkin juga menyukai