Anda di halaman 1dari 25

ARTIKEL ANTROPOLOGI

1. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP KAJIAN ANTROPOLOGI


2. ANTROPOLOGI: ONTOLOGI, EPISTIMOLOGI, AKSIOLOGI
3. SEJARAH ANTROPOLOGI
4. ANTROPOLOGI BUDAYA
5. KESIMPULAN DAN ANALISIS KRITIS

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Antropologi

DosenPengampuh:

Dr. TaufiqRamdani, S.Th.I.,M.Sos

DisusunOleh:

Nama : Rizal Hendri Hemawan


NIM : L1C020090
Fakultas&Prodi : Sosiologi
Semester : 1(Satu)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

UNIVERSITAS MATARAM

T.A. 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada ALLAH SWT atas selesainya
tugas terstruktur mata kuliah antropologi ini sebagai latihan untuk mahasiswa baru
membuat sebuah artikel tentang Ilmu Antropologi.

Shalawat serta salam tidak lupa kita haturkan kepada junjungan alam Nabi Besar
Muhammad SAW atas perjuangan dan kesabaran beliau menuntun kita dari alam yang
gelap menuju alam yang terang benderang.

Terimakasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr.Taufik Ramdani,S.Th.I.,M


Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Antropologi yang telah memberikan tugas
serta mengajar kami kelas 1C Sosiologi dengan penuh rasa sabar.Saya juga
menyadari kalau masih banyak kekurangan dalam penyusunan artikel ini.

Besar harapan saya tugas ini akan member manfaat bagi masyarakat di kemudian
hari serta bisa menolong menaikkan pengetahuan masyarakat jadi lebih luas lagi
tentang Antropologi.

Penyusun,Mataram,15 Oktober 2020

Nama : Rizal Hendri Hemawan

NIM : L1C020090

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER...................................................................................... . i

KATA PENGANTAR.................................................................................... . ii

DAFTAR ISI................................................................................................. . iii

BAB I. Pengertian dan Ruang Lingkup Kajian Antropologi........................... . 1

BAB II. Antropologi: Ontologi,Epistimologi,Aksiologi.................................... . 6

BAB III. Sejarah Antropologi........................................................................ . 11

BAB IV. Antropologi Budaya........................................................................ . 15

BAB V. Kesimpulan dan Analisis Kritis......................................................... . 18

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... . 21

iii
BAB I

Pengertian dan Ruang Lingkup Kajian Antropologi

A. Pengertian Antropologi

Antropologi adalah salah satu cabamg ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
tentang budaya masyarakat etnis tertentu.Antropologi lahir berawal dari ketertarikan
orang-orang eropa yang melihat cirri-ciri fisik,adat istiadat,dan budaya yang berbeda
dari apa yang dikenal di Eropa.Terbentuknya ilmu Antropologi dengan melalui
beberapa fase.Antropologi lebih memusatkan padaa penduduk yang merupakan
masyarakat tunggal,tunggal dalam arti kesatuan masyarakat daalam daerah yang
sama,Antropologi mirip seperti sosiologi tetapi lebih menitik beratkan pada masyarakat
dan kehidupan sosialnya.

Antropologi berasal dari bahasa yunani terdiri dari dua kata yaitu Antrophos yang
berarti ”manusia” dan logos yang berarti “ilmu”,Antropologi mempelajari manusia
sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial,para ahli mendefinisikan
Antropologi sebaga berikut:

William A.Haviland

Antropologi adalah studi tentang umat manusia,berusaha menyusun


pendeskripsian yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk
memperoleh pengertian lengkap tentang keanekaragaman manusia

David Hunter

Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang
umat manusia.

Koentjaningrat

Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya,dengan


mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara
berperilaku,trades,nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu
dengan yang lainnya berbeda-beda.

1
B. Ruang Lingkup Kajian Antropologi

1.ANTRPOLOGI FISIK

Antropologi fisik mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak


perkembanhan manusia menurut evolusinya dan menyelidiki variasi biologisnya dalam
berbagai jenis (spesies). Melalui aktivitas analisis yang mendalam terhadap fosil-fosil
dan pengamatan pada primate-primata yang pernah hidup, para ahli antrpologi fisik
berusaha melacak nenek moyang jenis manusia untuk mengetahui bagaimana, kapan,
dan mengapa kita menjadi makhluk seperti sekaran ini (Haviland, 1999: 13)

2.ANTRPOLOGI BUDAYA

Antropologi budaya memfokuskan perhatianya kepada kebudayaan manusia


ataupun cara hidupnya dalam masyarakat. menurut Haviland (1999:12) cabang
antropologi budaya ini dibagi-bagi lagi menjadi tiga bagian, yakni arkeologi, antroplogi
linguistic, dan etnologi.

Antropologi budaya juga merupakan studi tentang praktik-praktik social, bentuk-


bentuk ekspresif, dan penggunaan bahasa, dimana makna diciptakan dan diuji.
Biasanya, istilah antropologi budaya dikaitkan dengan tradisi riset dan penulisan
antropologi di Amerika. pada awal abad ke-20, Franz Boas (1940) mengajukan
tinjauan kirtisnya terhadap asumsi-asumsi antropologi evolusioner serta inflikasi yang
cendrung bersifat rasial. Dalam hal itu, boas menyoroti keberpihakan pada komparasi
dan generalisasi antropollgi tradisional ytang dinilainnya kurang tepat, selanjutnya ia
mengembangkan alitan baru yang sering disebut antropologi boas. dalam hal ini, boas
merumuskan konsep kebudayaan yang bersifat relative. plural dan holistic
saat ini, kajian antropologi budaya lebih menekankan pada empat aspek yang
tersusun.

a. Pertimbangan politik, di mana antropologi budaya sering terjebak oleh kepentingan-


kepentingan politik dan membiarkan dalam penulisannya masih terpaku oleh metode-
metode lama yang sudah terbukti kurang layak untuk menyusun sebuah karya ilmiah,
seperti yang dikeluhkan said dalam orientalisme (1970).

b. Menyangkut hubungan kebudayaan dengan kekuasaan. jika pada awalnya


bertumpuk pada asumsasumsi kepatuhan dan penguasaan masing-masing terhadap

2
kebudayaanya  sedangkan pada masa kini dengan munculnya karya Bourdieu (1977)
dan Foucault (1977,1978) kian menekankan pengunaan taktis diskursus budaya yang
melayani kalangan tertentu di masyarakat.

c. Menyangkut bahasa dalam antropologi budaya,  dimana terjadi pergeseran makna


kebudayaan dari homogenitas ke heterogenitas yang menekankan peran bahasa
sebagai sistem formal abstraksi-abstraksi kategori  budaya.

d. Preferensi dan pemikiran individual dimana terjadi antara hubungan antara jati diri
dan emosi, sebab antara kepribadiyaan dan kebudayaan memiliki keterkaitan yang
erat.

cabang antropologi budaya ini dibagi-bagi menjadi tiga bagian yakni arkeologi,
antropologi linguistic dan etnologi.

a.Arkeologi
Arkeologi adalah cabang antropologi kebudayaan yang mempelajari benda-benda
peninggalan lama dengan maksud untuk menggambarkan serta menerangkan perilaku
manusia karena dalam peninggalan-peninggalannya lam itulah terpantul eksfresi
kebudayaannya.

b. Antropologi linguistic

Ernest Cassirer (1951 : 32) mengatakan bahwa manusia mahluk yan g paling
mahir dalam menggunakan simbol-simbol sehingga manusia disebut homo
symbolicum karena itulah manusia dapat berbahasa berbicara dan melakukan
gerakan-gerakan lainnya yang juga banyak dilakukan oleh makhluk-makhluk lain yang
serupa dengan manusia. tidak hanya mengenai cara orang berkomunikasi, tetapi juga
tentang bagaimana memahami dunia luar.

c.Etnologi
Pendekatan etnologi adalah etnografi, lebih memusatkan perhatiannya kepada
kebudayaan-kebudayaan zaman sekaranng, etnologi ini mirip dengan arkeologi,
bedanya dalam etnologi tentang keyakinan yang dialami dalam kehidupan
sekarangsedangkan arkeologi tentang kalampauan yang sangat klasik. benar
ungkapan Kluckhohn (1965) yang mengatakan bahwa ahli atnografi adalah ahli
arkeologi yang mengamati arkeologinya hidup-hidup. antopologi pada hakikatnya

3
mendokumentasikan kondisi manusia pada masa lampau dan masa kini.
perhatian utamanya adalah pada masyarakat-masyarakat eksotis, mas prasejarah,
bahasa tak tertulis, dan adat kebiasaan yang aneh. mereka yang masih berpradaban
rendah (savage) bukankah para bangsawan alam dan keberadaan hidup mereka tidak
juga firdausi (kapplan dan Manners, 1999:xiii).

selain antropologi fisik dan kebudayaan adalah antropologi ekonomi, antropologi


medis, antropologi medis,antropologi psikolog, dan antropologi social.

1. Antropologi Ekonomi

Bidang ini merupakan cara manusia dalam memerintahkan dan mengekpresikan


didri melalui penggunaan barang dan jasa material (Gudeman, 2000: 295). khususnya
aliran mikro dan neoklasik . melalui pengkajian pendekatan neoklasik, walaupun
cakupnya begitu besar (makro) bahkan yang lebih unik lagi adalah aliran marxisme.

2. Antropologi Medis

Antropologi medis merupakan subdidiplin yang sekarang paling populis di Amerika


serikat, terutama yang berjasa dalam perkembangan disiplin ini adalah foster dan
Anderson yang menulis karyanya medical Anthropology  [1978 (1986)], disusun oleh
McElroy dan Towsend dalam bukunya medical Antropology in Ecological Perspective
(19850).
3. Antropologi psikolog

Bidang ini merupakan wilayah antropologi yang mengkaji tentang hubunganya


antara individu dengan makna dan nilai dengan kebiasaan social dari system budaya
yang ada (White,2000:856). secara historis bidang antropologi psikologi tersebut lebih
dekat pada psikoanalisis daripada psikologi eksperimental.

4. Antropologi sosial

Merupakan studi tentang ilmu antropologi guna mempelajari kebudayaan


masyarakat pada suatu etnis. Ilmu ini juga mempelajari mengenai manusia dari sisi
keberagamannya serta fisik seperti perilaku, tradisi, dan juga nilai – nilai budaya.
Sehingga bisa dikatakan jika pengertian antropologi sosial merupakan kajian mengenai

4
apa saja peristiwa didalam kehidupan manusia.Bidang ini mulai dikembangkan oleh
James George Frazer di Amerika Serikat pada awal abad ke-20. penekanan pada
antropologi social inggris bergerak menjadi suatu studi komperatif masyarakat
kontenporer(kuper, 2000:971). mereka bereksperimen dengan suatu kisaran yang luas
dari strategi penelitian yang bersifat komparatif, historis dan etnografis.

5. Antropologi pembangunan

Antropologi pembangunan merupakan kajian bagian dari kebudayaan.


Pembangunan sendiri biasanya menandai eksistensi beberapa pola tingkah laku
manusia. Sedangkan proses interaksi sosial dalam kebudayaan merupaka  sebuah
pedoman untuk mendasari manusia saat bertindak. Sehingga berdasarkan prespektif
antropologi pembangunan seringkali dinilai mempungai tujuan buat membangun
masyarakat dan juga peradaban manusia.

6. Antropologi forensik

Antropologi forensik adalah kajian dari antropologi terapan dengan


menggabungkan ilmu antropologi fisik atau  biologi dengan ilmu Osteologi serta
Ondotologi. Kedua ilmu inilah yang kemudian mempelajari mengenai kondisi tulang
serta gigi. Antropologi forensik juga seringkali berkaitan dengan penggunaan osteologi
serta odontologi untuk mengidentifikasi mayat. Antropologi forensik merupakan studi
ilmiah dari sisa-sisa kerangka manusia dalam konteks kejahatan, atau konteks medis-
hukum. Ini adalah disiplin yang cukup baru dan berkembang yang terdiri dari beberapa
cabang disiplin ilmu yang dibawa bersama-sama untuk membantu dalam kasus-kasus
hukum yang melibatkan kematian dan / atau identifikasi orang individu. 

5
BAB II

Antropologi: Ontologi,Epistimologi,Aksiologi

A. Ontologi

Ontologi merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal


dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan filsafat yang
paling kuno. Pertama kali diperkenalkan oleh filosof Yunani bernama Thales atas
pernungannya terhadap air yang terdapat dimana-mana, dan sampai pada kesimpulan
bahwa “air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala
sesuatu”.Yang penting bagi kita bukanlah mengenai kesimpulannya tersebut
melainkan pendiriannya bahwa mungkin segala sesuatu berasal dari satu substansi
saja.

Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti
Thales, Plato, dan Aristoteles .Pada masanya, kebanyakan orang belum membedakan
antara penampakan dengan kenyataan

Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulanbahwa air
merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu,namun
yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal
dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri
sendiri)

Hakikat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam
sudut pandang:

1. kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau


jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut
memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna
kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.

Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas
atau kenyataan konkret secara kritis.

6
Beberapa aliran dalam bidang ontologi,yakni Monisme,Dualisme,Materialisme,
Idealisme, Agnostisisme

Monisme: aliran yang mempercayai bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada
adalah satu saja, baik yang asa itu berupa materi maupun ruhani yang menjadi sumber
dominan dari yang lainnya. Para filosof pra-Socrates seperti Thales, Demokritos, dan
Anaximander termasuk dalam kelompok Monisme, selain juga Plato dan Aristoteles.
Sementara filosof Modern seperti I. Kant dan Hegel adalah penerus kelompok
Monisme, terutama pada pandangan Idealisme mereka.

Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan-lapangan penyelidikan filsafat yang


paling kuno. Pertama kali diperkenalkan oleh filosof Yunani bernama Thales atas
pernungannya terhadap air yang terdapat dimana-mana, dan sampai pada kesimpulan
bahwa “air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala
sesuatu”.Yang penting bagi kita bukanlah mengenai kesimpulannya tersebut
melainkan pendiriannya bahwa mungkin segala sesuatu berasal dari satu substansi
saja.

Dualisme: kelompok ini meyakini sumber asal segala sesuatu terdiri dari dua hakikat,
yaitu materi(jasad) dan jasmani(spiritual). Kedua macam hakikat itu masing-masing
bebas dan berdiri sendiri, sama-sama abadi dam azali. Perhubungan antara keduanya
itulah yang menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh yang paling jelas tentang
adanya kerja sama kedua hakikat ini ialah dalam diri manusia.

Descartes adalah contoh filosof Dualis dengan istilah dunia kesadaran (ruhani) dan
dunia ruang (kebendaan). Aristoteles menamakan kedua hakikat itu sebagai materi
dan forma (bentuk yang berupa rohani saja). Umumnya manusia dengan mudah
menerima prinsip dualisme ini, karenaa kenyataan lahir dapat segera ditangkap panca
indera kita, sedangkan kenyataan batin dapt segera diakui adanya dengan akal dan
perasaan hidup.

Materialisme: aliran ini menganggap bahwa yang ada hanyalah materi dan bahwa
segala sesuatu yang lainnya yang kita sebut jiwa atau roh tidaklah merupakan suatu
kenyataan yang berdiri sendiri. Menurut pahan materialisme bahwa jiwa atau roh itu
hanyalah merupakan proses gerakan kebendaan dengan salah satu cara tertentu.

Materialisme terkadang disamakan orang dengan naturalisme.Namun sebenarnya


terdapat perbedaan antara keduanya. Naturalisme merupakan aliran filsafat yang
menganggap bahwa alam saja yang ada, yang lainnya di luar alam tidak ada.

7
(Tuhan yang di luar alam tidak ada). Sedangkan yang dimaksud alam (natural) disana
ialah segala-galanya meliputi benda dan roh. Sebaliknya materialisme menganggap
roh adalah kejadian dari benda, jadi tidak sama nilainya dengan benda.

Filsafat Yunani yang pertama kali muncul juga berdasarkan materialisme, mereka
disebut filsafat alam (natuur filosofie). Mereka menyelidiki asal-usul kejadian alam ini
pada unsur-unsur kebendaan yang pertama. Thales (625-545 s.M) menganggap
bahwa unsur asal itu air. Anaximandros (610-545 s.M) menganggap bahwa unsur asal
itu apeiron yakni suatu unsur yang tak terbatas. Anaximenes (585-528 s.M)
menganggap bahwa unsur asal itu udara. Dan tokoh yang terkenal dari aliran ini
adalah Demokritos (460-360 s.M) menggap bahwa hakikat alam ini merupakan atom-
atom yang banyak jumlahnya tak dapat dihitung dan sangat halus. Atom-atom itulah
yang menjadi asal kejadian peristiwa alam. Pada Demokritos inilah tampak pendapt
materialisme klasik yang lebih tegas.

Idealisme: idealisme merupakan lawan dari materialisme yang juga dinamakan


spiritualisme. Aliran menganggap bahwa hakikat kenyataan yang beraneka warna itu
semua berasal dari roh (sukma) atau yang sejenis dengan itu. Intinya sesuatu yang
tidak berbentuk dan yang tidak menempati ruang. Menurut aliran ini materi atau zat itu
hanyalah suatu jenis daripada penjelmaan roh. Alasan yang terpenting dari aliran ini
adalah “manusia menganggap roh lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi bagi
kehidupan manusia. Roh dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi
hanyalah badannya, bayngan atau penjelmaan saja.

Agnostisisme: pada intinya Agnostisisme adalah paham yang mengingkari bahwa


manusia mampu mengetahui hakikat yang ada baik yang berupa materi ataupun yang
ruhani. Aliran ini juga menolak pengetahuan manusia tentang hal yang transenden.
Contoh paham Agnostisisme adalah para filosof Eksistensialisme, seperti Jean Paul
Sartre yang juga seorang Ateis. Sartre menyatakan tidak ada hakikat ada (being)
manusia, tetapi yang ada adalah keberadaan (on being)-nya.

Istilah istilah terpenting yang terkait dengan ontologi adalah:

 yang-ada (being)
 kenyataan/realitas (reality)
 eksistensi (existence)
 esensi (essence)
 substansi (substance)

8
 perubahan (change)
 tunggal (one)
 jamak (many)

B. Epistimologi

Epistimologi berasal dari yunani, yaitu "Episteme" berarti pengetahuan dan "logos"
berarti pemikiran. Jadi Epistemologi adalah cabang ilmu filsafat yang membahas
tentang ilmu pengetahuan dari Sesuatu yang ada di dalam pendidikan. Epistemologi ini
mengarah pada pengetahuan atau teori ilmu pengetahuan. Epistemologi mempelajari
tentang hakikat dari pengetahuan, justifikasi, dan rasionalitas keyakinan. Banyak
perdebatan dalam epistemologi berpusat pada empat bidang : analisis filsafat terkait
hakikat dari pengetahuan dan bagaimana hal ini berkaitan dengan konsep-konsep
seperti kebenaran, keyakinan, dan justifikasi,berbagai masalah skeptisisme,sumber-
sumber dan ruang lingkup pengetahuan dan justifikasi atas keyakinan, dan ) kriteria
bagi pengetahuan dan justifikasi.Istilah 'Epistemologi' pertama kali digunakan oleh
filsuf Skotlandia James Frederick Ferrier pada tahun 1854.Namun, menurut Brett
Warren, Raja James VI dari Skotlandia sebelumnya telah mempergunakan konsep
filosofis ini dan menggunakannya sebagai personifikasi, dengan istilah Epistemon,
pada tahun 1591.

Dalam suatu perdebatan filosofis, Raja James VI dari Skotlandia menulis karakter
Epistemon sebagai personifikasi dari sebuah konsep filosofis untuk menanggapi suatu
debat dengan argumen apakah persepsi-persepsi yang dikembangkan oleh agama
kuno persepsi yang dilakukan oleh para penyihir semestinya dihukum di tengah
keberadaan masyarakat Kristen. Argumen King James menampilkan bahwa melalui
karakter Epistemon, yang mendasarkan argumennya pada ide-ide teologis terkait
penalaran dan kepercayaan yang berkembang di tengah masyarakat, sementara itu
lawannya Philomathes mengambil sikap filosofis pada aspek hukum di dalam
masyarakat, tetapi berusaha untuk memperoleh pengetahuan yang lebih besar dari
Epistemon, istilah Yunani untuk ilmuwan. Pendekatan filosofis ini menandakan
Philomath yang mencari pengetahuan yang lebih besar melalui epistemologi dengan
menggunakan teologi.

9
Dialog ini digunakan oleh Raja James untuk mendidik masyarakat tentang
berbagai konsep, termasuk konsep sejarah dan etimologi dari subjek yang
diperdebatkan.Kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani klasik epistēmē yang
berarti "pengetahuan" dan akhiran -logi, yang berarti "wacana" (berasal dari kata
yunani logos yang berarti "wacana"). J. F. Ferrier menciptakan epistemologi dalam
model 'ontologi', untuk menetapkan bahwa epistemologi merupakan cabang filsafat
yang bertujuan untuk menemukan makna dari pengetahuan, dan menyebutnya 'awal
yang sesungguhnya' dari filsafat.

Kata ini setara dengan konsep Wissenschaftslehre, yang digunakan oleh filsuf
jerman Johann Fichte dan Bernard Bolzano untuk proyek-proyek yang berbeda
sebelum digunakan kembali oleh Husserl. Para filsuf Prancis kemudian memberi istilah
épistémologie makna yang sempit sebagai 'teori pengetahuan [théorie de la
connaissance].' di antaranya, Émile Meyerson yang membuka karyanya Identitas dan
Realitas, yang ditulis pada tahun 1908, dengan catatan bahwa kata 'kemenjadian'
setara dengan 'filsafat ilmu pengetahuan'.

C. Aksiologi

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana


manusia menggunakan ilmunya.Jadi yang ingin dicapai oleh aksiologi adalah hakikat
dan manfaat yang terdapat dalam suatu pengetahuan. Aksiologi berasal dari kata
Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai.

Etika adalah cabang filsafat aksiologi yang membahas tentang masalah-masalah


moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat yang berlaku pada
komunitas tertentu. Dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku yang penuh dengan
tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun terhadap tuhan
sebagai sang pencipta.Estetika juga termasuk cabang aksiologi yang merupakan
bidang studi manusia yang mempersoalkan tentang nilai keindahan. Keindahan
mengandung arti bahwa di dalam diri segala sesuatu terdapat unsur-unsur yang tertata
secara tertib dan harmonis dalam satu kesatuan hubungan yang menyeluruh.

10
BAB III

Sejarah Antropologi

Sejarah Antropologi

Antropologi adalah ilmu tentang manusia. Antropologi berasal dari kata Yunani
anthropos) yang berarti "manusia" atau "orang", dan logos yang berarti "wacana"
(dalam pengertian "bernalar", "berakal") atau secara etimologis antropologi berarti ilmu
yang mempelajari manusia.Dalam melakukan kajian terhadap manusia, antropologi
mengedepankan dua konsep penting yaitu: Holistik dan Komparatif. Karena itu kajian
antropologi sangat memperhatikan aspek sejarah dan penjelasan menyeluruh untuk
menggambarkan manusia melalui pengetahuan ilmu sosial ilmu hayati (alam), dan juga
humaniora.

Antropologi bertujuan untuk lebih memahami dan mengapresiasi manusia sebagai


entitas biologis homo sapiens dan makhluk sosial dalam kerangka kerja yang
interdisipliner dan komprehensif. Oleh karena itu, antropologi menggunakan teori
evolusi biologi dalam memberikan arti dan fakta sejarah dalam menjelaskan perjalanan
umat manusia di bumi sejak awal kemunculannya. Antropologi juga menggunakan
kajian lintas-budaya (Inggris cross-cultural) dalam menekankan dan menjelaskan
perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam perspektif material budaya,
perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup (worldview).

Dengan orientasinya yang holistik, antropologi dibagi menjadi empat cabang ilmu
yang saling berkaitan, yaitu: Antropologi Biologi, Antropologi Sosial Budaya, Arkeologi,
dan Linguistik. Keempat cabang tersebut memiliki kajian-kajian konsentrasi tersendiri
dalam kekhususan akademik dan penelitian ilmiah, dengan topik yang unik dan
metode penelitian yang berbeda-beda.

Antropologi lahir atau berawal dari ketertarikan orang-orang Eropa pada ciri-ciri
fisik, adat istiadat, dan budaya etnis-etnis lain yang berbeda dari masyarakat yang
dikenal di Eropa. Pada saat itu kajian antropologi lebih memusatkan pada penduduk
yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang
tinggal di suatu kawasan geografis yang sama, memiliki ciri fisik dan bahasa yang
digunakan serupa, serta cara hidup yang sama. Namun demikian dalam
perkembangannya, ilmu antropologi kemudian tidak lagi hanya mempelajari kelompok

11
manusia tunggal yang mendiami suatu wilayah geografis yang sama. Kajian-kajian
antropologi mengenai isu-isu migrasi misalnya kemudian melahirkan penelitian-
penelitian etnografis multi-situs.Hal ini terjadi karena dalam perkembangannya,
pergerakan manusia baik dalam satu kawasan regional tertentu hingga dalam cakupan
global adalah fenomena yang semakin umum terjadi.

Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-
tahapan dalam perkembangannya.Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu
Antropologi menjadi empat fase sebagai berikut:

Fase Pertama (Sebelum tahun 1800-an)

Manusia dan kebudayaannya, sebagai bahan kajian Antropologi.Sekitar abad ke-


15-16, bangsa-bangsa di Eropa mulai berlomba-lomba untuk menjelajahi dunia. Mulai
dari Afrika, Amerika, Asia, hingga ke Australia. Dalam penjelajahannya mereka banyak
menemukan hal-hal baru. Mereka juga banyak menjumpai suku-suku yang asing bagi
mereka. Kisah-kisah petualangan dan penemuan mereka kemudian mereka catat di
buku harian ataupun jurnal perjalanan. Mereka mencatat segala sesuatu yang
berhubungan dengan suku-suku asing tersebut. Mulai dari ciri-ciri fisik, kebudayaan,
susunan masyarakat, atau bahasa dari suku tersebut. Bahan-bahan yang berisi
tentang deskripsi suku asing tersebut kemudian dikenal dengan bahan etnografi atau
deskripsi tentang bangsa-bangsa.

Bahan etnografi itu menarik perhatian pelajar-pelajar di Eropa. Kemudian, pada


permulaan abad ke-19 perhatian bangsa Eropa terhadap bahan-bahan etnografi suku
luar Eropa dari sudut pandang ilmiah, menjadi sangat besar, sehingga timbul usaha-
usaha untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan etnografi tersebut. Oleh sebab
itu juga, pada fase pertama ini ilmu antropologi sangat identik dengan ilmu etnografi.

Fase Kedua (tahun 1800-an)

Pada fase ini, bahan-bahan etnografi tersebut telah disusun menjadi karangan-
karangan berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat pada saat itu. masyarakat dan
kebudayaan berevolusi secara perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama.
Mereka menganggap bangsa-bangsa selain Eropa sebagai bangsa-bangsa primitif
yang tertinggal, dan menganggap Eropa sebagai bangsa yang tinggi kebudayaannya

12
Pada fase ini, Antopologi bertujuan akademis dan mulai berkembang sebagai
studi kontemporer mengenai ras manusia, anatomi manusia, sejarah pemukiman
manusia, klasifikasi bahasa serta perbandingan antara masyarakat primitif dan kuno.
mereka mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitif dengan maksud untuk
memperoleh pemahaman tentang tingkat-tingkat sejarah penyebaran kebudayaan
manusia.

Fase Ketiga (awal abad ke-20)

Pada fase ini, negara-negara di Eropa berlomba-lomba membangun koloni di


benua lain seperti Asia, Amerika, Australia dan Afrika. Dalam rangka membangun
koloni-koloni tersebut, muncul berbagai kendala seperti serangan dari bangsa asli,
pemberontakan-pemberontakan, cuaca yang kurang cocok bagi bangsa Eropa serta
hambatan-hambatan lain. Dalam menghadapinya, pemerintahan kolonial negara Eropa
berusaha mencari-cari kelemahan suku asli untuk kemudian menaklukannya. Untuk
itulah mereka mulai mempelajari bahan-bahan etnografi tentang suku-suku bangsa di
luar Eropa, mempelajari kebudayaan dan kebiasaannya, untuk kepentingan
pemerintah kolonial.

Fase Keempat (setelah tahun 1930-an)

Pada fase ini, Antropologi berkembang secara pesat. Kebudayaan-kebudayaan


suku bangsa asli yang di jajah bangsa Eropa, mulai hilang akibat terpengaruh
kebudayaan bangsa Eropa.

Pada masa ini pula terjadi sebuah perang besar di Eropa, Perang Dunia II.
Perang ini membawa banyak perubahan dalam kehidupan manusia dan membawa
sebagian besar negara-negara di dunia kepada kehancuran total. Kehancuran itu
menghasilkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan kesengsaraan yang tak berujung.

Namun pada saat itu juga, muncul semangat nasionalisme bangsa-bangsa yang
dijajah Eropa untuk keluar dari belenggu penjajahan. Sebagian dari bangsa-bangsa
tersebut berhasil mereka. Namun banyak masyarakatnya yang masih memendam
dendam terhadap bangsa Eropa yang telah menjajah mereka selama bertahun-tahun.

13
Proses-proses perubahan tersebut menyebabkan perhatian ilmu antropologi tidak
lagi ditujukan kepada penduduk pedesaan di luar Eropa, tetapi juga kepada suku
bangsa di daerah pedalaman Eropa seperti suku bangsa Soami, Flam dan Lapp.

Di Indonesia

Sebelum Perang Dunia II, studi antropologi di Indonesia banyak dilakukan oleh
para cendekiawan Belanda di universitas-universitas atau institusi lain. Beberapa karya
yang dihasilkan adalah penelitian hukum adat oleh C. van Vollenhoven dan J. Prins
serta pengembangan materi antropologi Indonesia oleh R. Kennedy, G.J. Held, A.G.
Gerbrands, P.E. de Josselin de Jong, dan Koentjaraningrat.

Setelah kemerdekaan Indonesia, para antropolog Belanda tidak lagi melanjutkan


studinya di Indonesia. Posisi mereka banyak digantikan oleh antropolog dari Amerika
Serikat. Hal ini umum mengingat tingginya ketertarikan cendekiawan mereka pada
Asia Tenggara pascaperang. Terdapat setidaknya tiga institusi penting di Amerika
Serikat yang menjadi pusat penelitian antropologi Indonesia, yaitu Universitas Cornell,
Institut Teknologi Massachusetts, dan Universitas Yale.

Universitas Indonesia pertama kali membuka antropologi sebagai mata kuliah


tambahan di Fakultas Hukum dan di Fakultas Sastra pada awal 1950-an. Semua
pengajarnya berkebangsaan Belanda. Pada saat itu, terdapat dua pandangan di antara
para akademisi. Yang pertama lebih menyukai sosiologi sementara yang lain lebih
menyukai antropologi. Akademisi yang lebih menyukai sosiologi berpendapat bahwa
antropologi tidak sesuai untuk negara berkembang dan didasarkan pada kepentingan
kolonial. Yang menyukai antropologi menganggap antropologi penting dalam
mengamati keragaman kelompok etnik di Indonesia. Pada tahun 1956, dua orang
Indonesia yang menimba ilmu antropologi di Belanda dan Amerika Serikat
merencanakan pendirian program studi Antropologi di Fakultas Sastra Universitas
Indonesia. Mulai tahun ajaran 1983-84, Prodi Antropologi dipindahkan ke Fakultas Ilmu
Sosial.

Pada tahun 1962, berdiri Prodi Antropologi di Universitas Gadjah Mada dan di
Universitas Cenderawasih. Menyusul pendirian prodi baru pada tahun 1964 di
Universitas Sam Ratulangie dan tahun 1969 di Universitas Udayana.

14
BAB IV

Antropologi Budaya

Antropologi Budaya

Antropologi budaya adalah cabang antropologi yang berfokus pada penelitian


variasi kebudayaan pada manusia. Disiplin ini berbeda dengan cabang antropologi
sosial, yang memandang keragaman budaya sebagai sub bagian dari antropologi itu
sendiri.

Berbagai metode yang digunakan dalam studi antropologi budaya antara lain
pengamatan partisipatif (participant observation), wawancara, dan survei. Metode
pengamatan partisipatif sering disebut juga sebagai "penelitian lapangan" (fieldwork)
karena memerlukan dedikasi [[antropolog untuk menetap dalam kurun waktu yang
cukup lama di lokasi penelitiannya.

Salah satu pengertian pertama tentang pengertian istilah "kebudayaan"


berdasarkan antropologi adalah oleh Sir Edward Burnett Tylor, antropolog asal Inggris
dalam halaman pertama bukunya yang terbit tahun 1897: "Kebudayaan, atau
peradaban, diambil dalam artinya yang luas dan etnografis, adalah keseluruhan yang
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kesusilaan, hukum,
adat-istiadat dan kemampuan dan kebiasaan lain mana pun yang didapati manusia
sebagai anggota masyarakat.Istilah "peradaban" di kemudian hari diganti definisiiya
oleh V. Gordon Childe, di mana "kebudayaan" menjadi istilah perangkum dan
"peradaban" menjadi satu jenis khusus kebudayaan

Wawasan antropologis tentang "kebudayaan" antara lain mencerminkan reaksi


terhadap wacana sebelumnya di dunia Barat, yang berdasarkan pada perlawanan
antara "budaya" dan "alam", di mana sejumlah manusia dianggap masih hidup dalam
"keadaan alamiah". Para antropolog menyatakan bahwa kebudayaan justru
merupakan "alam manusia" dan semua manusia memiliki kemampuan untuk
menyusun pengalaman, menterjemahkan penyusunan ini secara simbolis berkat
kemampuan berbicara dan mengajarkan paham tersebut ke manusia lainnya.

Karena manusia mendapati kebudayaan melalui proses belajar enculturation dan


sosialisasi, orang yang tinggal di tempat yang berbeda atau keadaan yang berbeda,
akan mengembangkan kebudayaan yang berbeda. Para antropolog juga

15
mengemukakan bahwa melalui kebudayaan, orang dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya secara non-genetik, sehingga orang yang tinggal di lingkungan yang
berbeda sering akan memiliki kebudayaan yang berbeda. Teori antropologi terutama
berasal dari kesadaran dan minat akan perselisihan antara segi lokal (kebudayaan
tertentu) dan global (kemanusiaan secara umum, atau jaringan hubungan antara orang
di tempat atau keadaan yang berbeda).

Perkembangan antropologi budaya terjadi dalam konteks akhir abad ke-19, saat
pertanyaan tentang kebudayaan manakah yang "primitif" dan yang mana yang
"beradab", tidak hanya ada dalam benak Marx dan Freud tetapi juga banyak orang
lainnya. Kolonialisme dan prosesnya semakin sering membuat pemikir asal Eropa
berhubungan, secara langsung atau tidak langsung, dengan bangsa lain yang
"primitif"[5]. Keadaan yang berbeda antara berbagai kelompok manusia, yang sebagian
memiliki teknologi modern dan maju seperti mesin dan telegraf, sedangkan sebagian
lain tidak memiliki apa-apa kecuali komunikasi tatap muka dan masih hidup dengan
gaya Paleoliti, menarik perhatian angkatan pertama antropolog budaya.

Sejajar dengan perkembangan antropologi budaya di Amerika Serikat, di Inggris


antropologi sosial, di mana "kesosialan" merupakan paham inti yang berpusat pada
penelitian mengenai kedudukan dan peranan sosial, kelompok, lembaga dan
hubungan antaranya, berkembang sebagai disiplin akademis. Suatu istilah perangkum,
yaitu antropologi sosial-budaya, mengacu baik ke antropologi budaya maupun sosial.

Salah satu pengertian pertama tentang pengertian istilah "kebudayaan"


berdasarkan antropologi adalah oleh Sir Edward Burnett Tylor, antropolog asal Inggris
dalam halaman pertama bukunya yang terbit tahun 1897: "Kebudayaan, atau
peradaban, diambil dalam artinya yang luas dan etnografis, adalah keseluruhan yang
kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, kesusilaan, hukum,
adat-istiadat dan kemampuan dan kebiasaan lain mana pun yang didapati manusia
sebagai anggota masyarakat.Istilah "peradaban" di kemudian hari diganti definisiiya
oleh V. Gordon Childe, di mana "kebudayaan" menjadi istilah perangkum dan
"peradaban" menjadi satu jenis khusus kebudayaan.

Wawasan antropologis tentang "kebudayaan" antara lain mencerminkan reaksi


terhadap wacana sebelumnya di dunia Barat, yang berdasarkan pada perlawanan
antara "budaya" dan "alam", di mana sejumlah manusia dianggap masih hidup dalam

16
"keadaan alamiah". Para antropolog menyatakan bahwa kebudayaan justru
merupakan "alam manusia" dan semua manusia memiliki kemampuan untuk
menyusun pengalaman, menterjemahkan penyusunan ini secara simbolis berkat
kemampuan berbicara dan mengajarkan paham tersebut ke manusia lainnya.Karena
manusia mendapati kebudayaan melalui proses belajar enculturation dan sosialisasi,
orang yang tinggal di tempat yang berbeda atau keadaan yang berbeda, akan
mengembangkan kebudayaan yang berbeda. Para antropolog juga mengemukakan
bahwa melalui kebudayaan, orang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya
secara non-genetik, sehingga orang yang tinggal di lingkungan yang berbeda sering
akan memiliki kebudayaan yang berbeda. Teori antropologi terutama berasal dari
kesadaran dan minat akan perselisihan antara segi lokal (kebudayaan tertentu) dan
global (kemanusiaan secara umum, atau jaringan hubungan antara orang di tempat
atau keadaan yang berbeda).

Perkembangan antropologi budaya terjadi dalam konteks akhir abad ke-19, saat
pertanyaan tentang kebudayaan manakah yang "primitif" dan yang mana yang
"beradab", tidak hanya ada dalam benak Marx dan Freud tetapi juga banyak orang
lainnya. Kolonialisme dan prosesnya semakin sering membuat pemikir asal Eropa
berhubungan, secara langsung atau tidak langsung, dengan bangsa lain yang
"primitif". Keadaan yang berbeda antara berbagai kelompok manusia, yang sebagian
memiliki teknologi modern dan maju seperti mesin dan telegraf, sedangkan sebagian
lain tidak memiliki apa-apa kecuali komunikasi tatap muka dan masih hidup dengan
gaya Paleoliti, menarik perhatian angkatan pertama antropolog budaya.

Sejajar dengan perkembangan antropologi budaya di Amerika Serikat, di Inggris


antropologi sosial, di mana "kesosialan" merupakan paham inti yang berpusat pada
penelitian mengenai kedudukan dan peranan sosial, kelompok, lembaga dan
hubungan antaranya, berkembang sebagai disiplin akademis. Suatu istilah perangkum,
yaitu antropologi sosial-budaya, mengacu baik ke antropologi budaya maupun sosial

17
BAB V

Kesimpulan dan Analisis Kritis

A. Kesimpulan

Antropologi adalah salah satu cabamg ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
tentang budaya masyarakat etnis tertentu.Antropologi lahir berawal dari ketertarikan
orang-orang eropa yang melihat cirri-ciri fisik,adat istiadat,dan budaya yang berbeda
dari apa yang dikenal di Eropa.Terbentuknya ilmu Antropologi dengan melalui
beberapa fase.Antropologi lebih memusatkan padaa penduduk yang merupakan
masyarakat tunggal,tunggal dalam arti kesatuan masyarakat daalam daerah yang
sama,Antropologi mirip seperti sosiologi tetapi lebih menitik beratkan pada masyarakat
dan kehidupan sosialnya.

Antropologi berasal dari bahasa yunani terdiri dari dua kata yaitu Antrophos yang
berarti ”manusia” dan logos yang berarti “ilmu”,Antropologi mempelajari manusia
sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial,para ahli mendefinisikan
Antropologi sebaga berikut:

William A.Haviland

Antropologi adalah studi tentang umat manusia,berusaha menyusun


pendeskripsian yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk
memperoleh pengertian lengkap tentang keanekaragaman manusia

David Hunter

Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang
umat manusia.

Koentjaningrat

Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya,dengan


mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara
berperilaku,trades,nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu
dengan yang lainnya berbeda-beda.

18
Seperti halnya sosiologi, antropologi sebagai sebuah ilmu juga mengalami tahapan-
tahapan dalam perkembangannya.Koentjaraninggrat menyusun perkembangan ilmu
Antropologi salah satunya di Negara Indonesia

Sebelum Perang Dunia II, studi antropologi di Indonesia banyak dilakukan oleh para
cendekiawan Belanda di universitas-universitas atau institusi lain. Beberapa karya
yang dihasilkan adalah penelitian hukum adat oleh C. van Vollenhoven dan J. Prins
serta pengembangan materi antropologi Indonesia oleh R. Kennedy, G.J. Held, A.G.
Gerbrands, P.E. de Josselin de Jong, dan Koentjaraningrat.

Setelah kemerdekaan Indonesia, para antropolog Belanda tidak lagi melanjutkan


studinya di Indonesia. Posisi mereka banyak digantikan oleh antropolog dari Amerika
Serikat. Hal ini umum mengingat tingginya ketertarikan cendekiawan mereka pada
Asia Tenggara pascaperang. Terdapat setidaknya tiga institusi penting di Amerika
Serikat yang menjadi pusat penelitian antropologi Indonesia, yaitu Universitas Cornell,
Institut Teknologi Massachusetts, dan Universitas Yale.

Universitas Indonesia pertama kali membuka antropologi sebagai mata kuliah


tambahan di Fakultas Hukum dan di Fakultas Sastra pada awal 1950-an. Semua
pengajarnya berkebangsaan Belanda. Pada saat itu, terdapat dua pandangan di antara
para akademisi. Yang pertama lebih menyukai sosiologi sementara yang lain lebih
menyukai antropologi. Akademisi yang lebih menyukai sosiologi berpendapat bahwa
antropologi tidak sesuai untuk negara berkembang dan didasarkan pada kepentingan
kolonial. Yang menyukai antropologi menganggap antropologi penting dalam
mengamati keragaman kelompok etnik di Indonesia. Pada tahun 1956, dua orang
Indonesia yang menimba ilmu antropologi di Belanda dan Amerika Serikat
merencanakan pendirian program studi Antropologi di Fakultas Sastra Universitas
Indonesia. Mulai tahun ajaran 1983-84, Prodi Antropologi dipindahkan ke Fakultas Ilmu
Sosial.

Pada tahun 1962, berdiri Prodi Antropologi di Universitas Gadjah Mada dan di
Universitas Cenderawasih. Menyusul pendirian prodi baru pada tahun 1964 di
Universitas Sam Ratulangie dan tahun 1969 di Universitas Udayana

19
B. Analisis Kritis

1. Tujuan Penyusun

1. Untuk memenuhi tugas Antropologi

2. Untuk mengetahui pengertian,sejarah,dan ruang lingkup antropologi

3. Untuk mengetahui perkembangan Antropologi terutama di Indonesia

2. Hal-hal yang Perlu dipertanyakan:

1. Apakah Antropologi masih berkembang dimasa pandemic COVID-19?


2. Apakah ada ahli memiliki rencana pengembangan Antropologi di Indonesia?
3. Bagaimana cara menjaga persatuan dan kesatuan dari segi keanekaragaman
fisik dan budaya di masa pandemic COVID-19?

3. Konsep dalam Artikel ini:

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Kajian Antropologi


2. Antropologi: Ontologi,Epistimologi,Aksiologi
3. Sejarah Antropologi
4. Antropologi Budaya

4. Refleksi diri

Dari konsep yang terdapat dalam artikel ini saya memperoleh informasi bahwa
Antroopologi memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan kebudayaan di
Indonesia terutama pada daerah-daerah yang maasih menerapkan hukum adat seperti
yang di teliti oleh C. van Vollenhoven dan J. Prins serta pengembangan materi
antropologi Indonesia oleh R. Kennedy, G.J. Held, A.G. Gerbrands, P.E. de Josselin de
Jong, dan Koentjaraningrat serta saya menemukan keterkaitan yang sangat erat
antara Antropologi dan Sosiologi.

20
. DAFTAR PUSTAKA

Putri,Sutrisni Arum.2019.”antropologi definisi obyek fungsi tujuan dan manfaatnya”,


https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/15/133613469/antropologi-definisi-obyek-
fungsi-tujuan-dan-manfaatnya, diakses pada 15 Oktober 2020 pukul 20:24 WITA.

Barri,Awal.2009.”definisi pengertian antropologi objek tujuan dan cabang ilmu


antropologi”,https://awalbarri.wordpress.com/2009/03/16/1-definisipengertian-
antropologi-objek-tujuan-dan-cabang-ilmu-antropologi,diakses pada 15 Oktober pukul
21:09 WITA.

Larasati,Hardita Novi.2020.”antropologi hukum sosial dan budaya menurut para


ahli”,https://www.diadona.id/d-stories/pengertian-antropologi-hukum-sosial-dan-
budaya-menurut-para-ahli-2007092.html,diakses pada 15 Oktober 2020 pukul 21:53
WITA.

Savitra,Khanza.2017.”Antropologi Teori,Konsep,Jenis,Metode,dan Penjelasannya”.


https://dosenpsikologi.com/Antropologi–Teori,Konsep,Jenis,Metode,dan Penjelasannya
diakses pada 15 Oktober 2020 pukul 22:33 WITA.

Asmana,Abi.2018.”Pengertian dan fungsi Antropologi Budaya”.

http://legalstudies71.blogspot.com/2018/11/pengertian-dan-fungsi-antropologi-
budaya.html diakses pada 15 Oktober 2020 23:20 WITA.

Wijaya,Aleandro Sonny.2019.” apa saja cabang cabang ilmu antropologi”,

https://www.dictio.id/t/apa-saja-cabang-cabang-ilmu-antropologi/8331,diakses pada 21
Oktober 2020 pukul 14:18 WITA.

21
Wardhani,Linanda.2020.” cabang ilmu antropologi https://materiips.com/cabang-ilmu-
antropologi,diakses pada 21 Oktober pukul 15:31 WITA.

Pendidikanmu.com.2020.”ruang lingkup antropologi

https://pendidikanmu.com/2020/04/ruang-lingkup-antropologi.html,diakses pada 21
Oktober 2020 pukul 15:01 WITA.

Cerdasco.com.2019.”antropologi ekonomi”,

https://cerdasco.com/antropologi-ekonomi/,diakses pada 21 Oktober 2020 pukul 17:09


WITA

Greelane.com.2018.”forensic antropologi”,https://www.greelane.com/id/sains-teknologi-
matematika/ilmu-sosial/forensic-anthropology-definition-170944/,diakases pada 22
Oktober 2020 pukul 09:44 WITA.

22

Anda mungkin juga menyukai