PENDAHULUAN
1
Muhammad Ahkmad Subroto & Suprapedi, Pengenalan HKI (Hak Kekayaan Intelektual)
Konsep Dasar Kekayaan Intelektual untuk Penumbuhan Inovasi (Jakarta: Indeks, 2008), hlm. 14.
2
Afrillyanna Purba et al., TRIPs – WTO & Hukum HKI Indonesia: Kajian Perlindungan Hak
Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia (Jakarta: Asdi Mahasatya, 2005), hlm. 12.
3
Much. Nurachmad, Segala Tentang HAKI Indonesia (Yogyakarta: Buku Biru, 2012), hlm. 22.
4
Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 78.
1
2
5
Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global: Sebuah Kajian
Kontemporer (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 28.
6
Tommy Hendra Purwaka, Perlindungan Merek (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia,
2017), hlm. 7.
3
7
Mastur, ”Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Di Bidang Paten,” Jurnal Ilmiah
Ilmu Hukum QISTI Vol. 6 No. 1 (Januari 2012), hlm. 65.
8
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), Ed.
Revisi. Cet. Kedelapan (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 329.
9
Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis,
Pasal 3 dan Penjelasannya.
4
Yangcent yang ingin membuat bisnis kuliner. Benny Sujono (ayah Yangcent)
menginisiasi Merek “BENSU” sebagai singkatan nama dirinya. Selanjutnya, Benny
Sujono mendirikan perusahaan PT AYAM GEPREK BENNY SUJONO dan
mendaftarkan Merek “BENSU”. Setelah mendaftarkan perusahaan, Yangcent
menjalankan bisnis kuliner dengan Merek “I Am Geprek Bensu” yang beroperasi
sejak 17 April 2017.
Jordi Onsu, adik Ruben Onsu, menawarkan diri sebagai manajer operasional
dari bisnis tersebut. Hal ini disebabkan Jordi dan Yangcent merupakan teman main.
Tawaran itu diterima, namun hanya terbatas pada pengelolaan bisnis, bukan
menyangkut merek dagang tersebut. Setelah bisnis “I Am Geprek Bensu”
berkembang, Jordi Onsu merekomendasikan kakaknya, Ruben Onsu, sebagai brand
ambassador, hingga merek dagang itu berubah menjadi “I AM GEPREK SEDEP
BENERRR”. Dari kerja sama itu, Ruben Onsu juga menerima keuntungan dari
Yangcent melalui sistem bagi hasil. Sampai waktu itu, Ruben tidak pernah
mempermasalahkan merek dagang yang mirip dengan namanya. Alasan Ruben
Onsu tidak mempermasalahkan nama “BENSU” karena dia tahu bahwa Yangcent
telah mendaftarkan merek bisnis makanan itu. Pendaftaran atas penggunaan nama
“BENSU” tersebut diambil dari singkatan nama ayah Yangcent, yaitu Benny
Sujono.
Melalui adiknya, Ruben Onsu meminta agar satu karyawannya diperbolehkan
bekerja di bagian dapur atau quality control. Diduga, pekerja itu ditugaskan untuk
mengetahui formula atau resep dan cara memasak menu makanan di “I AM
GEPREK BENSU”. Ruben Onsu mulai membuka usaha kuliner ayam geprek,
serupa dengan milik rekan bisnisnya, Yangcent. Mengusung nama Geprek Bensu,
Ruben Onsu membuka gerainya sejak Agustus 2017. Pada Juli 2019, Ruben
menarik karyawannya yang bekerja di “I AM GEPREK BENSU”. Dia juga
mempromosikan merek dagang miliknya kepada masyarakat. Melihat ada
kesamaan merek dagang, Yangcent melayangkan somasi pada 31 Agustus 2017.
Namun, pada 30 Mei 2018, Ruben Onsu juga melakukan gugatan kepada
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas merek dagang “BENSU”, yang merupakan
singkatan nama dirinya. Gugatan itu berlanjut pada Agustus 2019, ketika Ruben
Onsu kembali memperkarakan Merek “BENSU” ke Pengadilan Niaga pada
5
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang dikemukakan pada latar belakang di atas, penulis
mengidentifikasi hal-hal yang akan diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimanakah keberadaan Merek “BENSU” ditinjau dari UU Nomor 20 Tahun
2016?
2. Bagaimanakah putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terkait sengketa Merek
“BENSU”?
C. Tujuan Peneltian
Setiap penelitian dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk menganalisa dan mengetahui keberadaan Merek “BENSU” ditinjau dari
UU Nomor 20 Tahun 2016; dan
2. Untuk menganalisa dan mengetahui putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
terkait sengketa Merek “BENSU”.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik bagi
kepentingan teori ilmu hukum maupun untuk kepentingan praktis, sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoretis
6
E. Kerangka Pemikiran
Untuk menganalisa masalah yang diteliti dalam skripsi ini, diperlukan teori dan
peraturan sebagai dasar analisa. Untuk itu, pada subbab ini, penulis akan
mengemukakan teori dan peraturan sebagai dasar analisa yang memungkinkan
pertanyaan dalam identifikasi masalah dapat diajukan dan jawaban tentatif dapat
diberikan. Adapun yang digunakan sebagai dasar analisa adalah teori dan peraturan
yang terkait dengan HKI pada umumnya dan yang terkait dengan merek.
Pertama, teori yang terkait dengan HKI. Teori ini digunakan sebagai dasar
analisa karena keberadaan merek sebagai salah satu HKI tidak dapat dipisahkan
dari teori-teori HKI pada umumnya. Perlindungan hukum terhadap HKI, termasuk
merek, telah dilakukan dan sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku
dalam masyarakat internasional. Hal ini bermakna bahwa kaidah-kaidah hukum
merek dalam hukum nasional Indonesia telah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum
merek dalam Agreement on Trade-Related aspects of Intellectual Property Rights
(Perjanjian TRIPs) dan konvensi internasional lainnya di bidang HKI. Perlindungan
hukum terhadap HKI pada umumnya didasarkan pada beberapa alasan atau
7
10
Mieke Komar dan Ahmad M.Ramli, “Perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual Masa Kini
dan Tantangan Menghadapi Era Globalisasi Abad 21” dalam Ahmad M. Ramli, Hak Atas
Kepemilikan Intelektual: Teori Dasar Perlindungan Rahasia Dagang (Bandung: Mandar Maju,
2009), hlm. 26-27.
11
Robert M. Sherwood dalam Ranti Fauza Mayana, Perlindungan Desain Industri di Indonesia
dalam Era Perdagangan Bebas (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 44-46.
8
12
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelekual (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1993), hlm. 31.
9
Selain itu, meliputi hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, yang
bersifat sementara.13
Dari beberapa konsepsi yang dikemukakan di atas, timbul implikasi perlunya
perlindungan hukum terhadap HKI dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini
telah ditindaklajuti dengan adanya ketentuan hukum internasional mengenai
perlindungan terhadap HKI serta peraturan perundang-undangan nasional di
berbagai negara yang mengatur perlindungan terhadap hak tersebut.
Kedua, teori dari peraturan yang terkait dengan merek. Berdasarkan Perjanjian
TRIPs bahwa salah satu bagian dari HKI yang dilindungi hukum internasional dan
hukum nasional adalah merek dagang (trade marks). Merek merupakan salah satu
HKI yang cukup berperan dalam dunia bisnis, karena merek berkaitan erat dengan
barang atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Sementara bagi konsumen,
timbul suatu prestise tersendiri jika ia menggunakan merek tertentu. Dalam
masyarakat, ada anggapan bahwa merek yang digunakan dapat menunjukkan status
sosial penggunanya.14
Di Indonesia, keberadaan merek diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis. Pasal 1 angka 1 UU Nomor 20 Tahun 2016
merumuskan pengertian merek sebagai berikut:
“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar,
logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi
dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau
lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi
oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau
jasa.”
13
Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001), hlm. 1.
14
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, Edisi Revisi, Cet. Ketiga (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2008), hlm. 201.
10
pihak lain berupa pemberian lisensi, yaitu memberikan izin kepada pihak lain untuk
jangka waktu tertentu menggunakan merek tersebut sebagaimana ia sendiri
menggunakannya. 15
Berdasarkan reputasi dan kemahsyurannya, merek dapat dibedakan ke dalam
tiga jenis, yaitu merek biasa (normal marks), merek terkenal (wellknown marks),
dan merek termahsyur (famous marks). Merek terkenal adalah merek yang memiliki
reputasi tinggi. Munculnya istilah “merek terkenal” berawal dari tinjauan terhadap
merek berdasarkan reputasi dan kemahsyuran suatu merek.
Merek memiliki fungsi tertentu, dan yang paling penting adalah bahwa merek
mengidentifikasi sumber atau asal barang atau jasa, sehingga memberikan
perlindungan kepada konsumen dari ketidakpastian dan penipuan. Selain itu, merek
memiliki fungsi periklanan dan pengawasan mutu (quality control).
Pada dasarnya, ada dua persyaratan dasar sebagai pengakuan atas suatu merek.
Pertama, merek harus bersifat khusus. Dengan kalimat lain, merek harus mampu
menunjukkan barang atau jasa yang berasal dari sumber tertentu dan mampu
membedakan barang atau jasa tersebut dengan barang atau jasa sejenis milik pihak
lain. Merek tidak harus asli dan inovatif, tidak seperti hak cipta yang harus “asli”
dan paten yang harus “baru”. Kedua, merek harus tidak hanya menggambarkan
barang atau jasa, misalnya “log cabin” yang hanya menggambarkan produk dan
tidak membedakan dengan pembangunan rumah dari kayu lainnya. Merek dapat
dimiliki oleh satu orang atau beberapa orang secara bersama-sama atau oleh badan
hukum.
Merek memberikan keuntungan kepada individu maupun perusahaan. Dengan
merek, sesorang atau suatu perusahaan dapat mengembangkan identitas dan
reputasinya di mata pelanggan, sehingga tumbuh dan berkembang. Merek juga
memungkinkan individu (konsumen) untuk membeli barang atau jasa yang disukai
dan menghindari barang atau jasa yang tidak disukai. Dengan demikian, merek
memberikan petunjuk yang berguna bagi konsumen untuk menentukan pilihan pada
saat memberi barang atau jasa.
15
Ahmadi Miru, Hukum Merek (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 12.
11
F. Metode Penelitian
Suatu penelitian akan berhasil mengungkapkan permasalahan yag diteliti
apabila ditunjang dengan metode yang tepat. Sehubungan dengan itu, dalam
penelitiaan ini digunakan metode sebagai berikut:
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian
yang menggambarkan dan menganalisa secara sistematis, faktual, dan akurat
sengketa Merek “BENSU” ditinjau dari UU Nomor 20 Tahun 2016 dan Putusan
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN Niaga Jkt
Pst.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum
normatif merupakan penelitian data kepustakaan atau data sekunder.16 Dalam
hal ini, penulis meneliti data kepustakaan atau data sekunder mengenai
sengketa Merek “BENSU”. Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan dan
meneliti data kepustakaan atau data sekunder sebagai alat untuk menganalisa
masalah yang diteliti, yang meliputi:
a. Data sekunder bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-
undangan, antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata), UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis,
Perjanjian TRIPs, Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor
57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN Niaga Jkt Pst, serta peraturan perundang-
undangan lainnya yang terkait;
b. Data sekunder bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang menunjang
bahan hukum primer, berupa karya-karya ilmiah dan hasil penelitian para
ahli hukum, khususnya yang terkait dengan merek; dan
c. Data sekunder bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
antara lain kamus hukum.
16
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet. Keempat,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990), hlm. 11.
12
3. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case
approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan dengan cara menelaah
peraturan perundang-undangan yang relevan dengan topik penelitian ini.
Peraturan perundang-undangan tersebut, antara lain UU Nomor 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis. Sementara itu, pendekatan kasus
dilakukan dengan cara menelaah kasus yang terkait dengan masalah yang
diteliti, khususnya putusan badan pengadilan atau sejenisnya yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Hal yang menjadi kajian pokok dalam
pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau alasan (reasoning), yaitu
pertimbangan hukum untuk sampai pada suatu putusan. Sehubungan dengan
pendekatan kasus tersebut, penulis akan menelaah kasus yang terkait dengan
sengketa merek sebagaimana telah diputus oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat
dalam Putusan Nomor 57/Pdt.Sus-Merek/2019/PN Niaga Jkt Pst.
4. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini dikumpulkan dengan cara
studi dokumen atau studi kepustakaan, yang dilakukan untuk mengumpulkan
dan menginventarisasi semua data kepustakaan atau data sekunder yang terkait
dengan topik penelitian. Data tersebut diperoleh dari perpustakaan Sekolah
Tinggi Hukum Bandung, Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia, dan dari internet.
5. Metode Analisa Data
Seluruh data yang diperoleh, kemudian dianalisa dengan menggunakan metode
normatif kualitatif. Metode normatif karena penelitian ini berangkat dari
peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif, sedangkan kualitatif
karena analisa data dilakukan tanpa menggunakan model-model matematik dan
rumus-rumus statistik.