Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lahirnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada awalnya berasal dari

suatu ide yang diwujudkan dalam bentuk nyata. HKI sendiri merupakan

hak eksklusif dari seseorang yang mempunyai karya atau ide atau prestasi

yang terbentuk dari kreatifitas intelektual berdasarkan kemampuan yang

dimilikinya.1

Secara subtantif, pengertian HKI dapat didiskripsikan sebagai kekayaan yang

timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Karya-karya

intelektual yang lahir dari kemampuan intelektual tersebut dapat berupa

karya-karya dibidang teknologi, ilmu pengetahuan, ilmu seni dan sastra.

Untuk menghasilkan karya-karya tersebut biasanya pemilik akan

membutuhkan tenaga, pikiran, bahkan waktu yang cukup lama untuk

menghasilkan suatu karya yang baik bahkan dapat memberikan nilai

ekonomis bagi pemiliknya. Adanya pengorbanan tersebut menjadikan

karya yang dihasilkan memiliki nilai ekonomi karena manfaat yang

dinikmati. Berdasarkan konsep tersebut maka mendorong kebutuhan

adanya penghargaan atas hasil karya berupa perlindungan hukum bagi

1
Henry Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Media Pressindo.Yogyakarta, 2013,
hlm.1.
HKI. Oleh karena itu peranan HKI sangat penting untuk dapat

memberikan perlindungan terhadap pemilik karya tersebut.2

Pada umumnya, HKI berhubungan dengan konsep untuk memberikan

perlindungan bagi pemilik karya intelektual yang memiliki nilai komersial dari

segala bentuk pelanggaran yang dilakukan demi mencapai keuntungan ekonomi.

Dengan adanya sikap penghargaan, penghormatan, dan perlindungan yang

tidak saja akan memberikan rasa aman, tetapi juga akan mewujudkan iklim

yang kondusif bagi peningkatan semangat untuk menghasilkan karya-

karya yang lebih besar, lebih baik, dan lebih banyak.

HKI telah mencapai suatu perkembangan dimana masyarakat sangat

menghargai dan menyadari pentingnya peranan HKI dalam

perkembangan ekonomi. Terlebih bagi negara-negara maju yang memiliki

kekayaan sangat besar dan beragam di bidang kekayaan intelektual. Dalam

dunia internasional, perlindungan terhadap HKI sangat diperhatikan

karena mengalami perkembangan yang sangat pesat, yang ditandai dengan

disepakatinya perjanjian internasional tentang aspek-aspek HKI dalam

Perdagangan (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right -The

TRIPs Agreement).3

Perkembangan HKI terwujud dalam kebutuhan akan perlindungan

hukum yang bertumpuk pada pengakuan terhadap hak atas kekayaan

intelektual. Hak atas HKI sendiri berkaitan erat dengan kepemilik

2
Budi Santoso, Pengantar Hak Kekayaan Intelektual Dan Audit Hak Kekayaan Intelektual Untuk
Perusahaan, Pustaka Magister, Semarang, 2009, hlm.4.
3
Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, PT.
Raja Grafindo, Persada, Jakarta, 2004, hlm.99.
seseorang atas karya intelektualnya, karena itu perlindungan dan

pengakuan hak tersebut hanya diberikan khusus kepada orang yang

memiliki kekayaan tadi, sehingga sering dikatakan bahwa hak itu eksklusif

sifatnya.

HKI termasuk dalam bidang hukum perdata yang merupakan bagian

hukum yang mengatur kebendaan. Hak kebendaan terdiri dari atas hak

benda materil dan hak benda immateril. Yang dikemukakan dalam pasal

499 KUH Perdata adalah benda materil yang berbunyi "benda ialah tiap-

tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik”.

Sedangkan Hak adalah benda immaterial, Mengenai HKI termasuk hak

benda yang tidak berwujud atau immaterial diatur dalam pasal 503 KUH

Perdata (Begerlijk wet Book) yaitu penggolongan benda ke dalam

kelompok benda berwujud dan benda tidak berwujud.4

Sifat dari HKI adalah hak kebendaan, yaitu hak atas sesuatu benda yang

bersumber dari hasil kerja otak atau hasil kerja rasio, dimana hasil kerja itu

dirumuskan sebagai intelektual, sehingga ketika sesuatu tercipta

berdasarkan hasil kerja otak maka dirumuskan sebagai HKI.5

Secara garis besar HKI dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu hak cipta

(copyrights) dan hak kekayaan industri (industrial property rights) yang

mencakup paten (patent), desain insdustri (industrial design), merek (trade mark),

penanggulangan praktek persaingan curang (repression of unfair competition),

4
Henry Firmansyah, op.cit, hlm.6.
5
Sudargo Gautama, Hak Milik Intelektual dan Perjanjian Internasional, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, hlm.17.
desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit), dan

rahasia dagang (tradesecret).6

Merek sebagai salah satu dari bagian HKI yang memiliki peranan

sangat penting karena dengan menggunakan merek atas barang-barang

dan/atau produk-produk yang diproduksi, dapat membedakan asal-usul

mengenai produk barang dan jasa. Merek juga digunakan dalam dunia

periklanan dan pemasaran. Publik sering mengaitkan suatu image, kualitas

atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu dimana merek dapat

menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial, dan karena

adanya merek tersebut, dapat membuat harga-harga suatu produk menjadi

mahal bahkan bernilai.

Hak atas merek diberikan oleh Pemerintah kepada pemilik merek,

untuk menggunakan merek tersebut atau memberikan izin untuk

menggunakannya kepada orang lain.7 Namun kepemilikan atas merek

terutama yang berbentuk logo, gambar atau sejenisnya, berpotensi

bermasalah di kemudian hari apabila pemilik merek tidak mendaftarkan

logo tersebut untuk mendapatkan hak atas merek dan hak cipta sekaligus.

Bisa saja terjadi logo tertentu didaftarkan sebagai merek oleh seseorang

sementara ada juga orang lain mendaftarkannya sebagai hak cipta. Dalam

melindungi hak merek Indonesia sudah memilik aturan hukum tentang

merek.

6
C.S.T. Kansil, Hak Milik Intelektual (Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta), Cetakan Pertama,
PT. Sinar Grafika, Jakarta, 1997, hlm.98.
7
Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek Di Indonesia Berdasarkan
UU No. 19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 1996, hlm.6.
Merek pertama kali diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun

1961 tentang Merek Dagang dan Merek Perniagaan. Prinsip utama yang

diatur dalam UU ini adalah hak merek diperoleh melalui pemakaian

pertama kali (first to use system system atau stelsel deklaratif).

Perlindungan yang diberikan oleh UU Merek terhadap merek merupakan

pengkuan terhadap keberhasilan pemilik merek dalam menciptakan produk

yang eksklusif melalui pengiklanan atau penjualan produk-produknya

secara langsung.

Pelanggaran hak atas merek yang seringkali terjadi yaitu berupa

peniruan, pembajakan, penipuan dan persaingan yang curang terhadap

penggunaan merek, bahkan pelanggaran ini sering terjadi pada merek-

merek terkenal yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan terkenal di

negara-negara maju. Terkenalnya suatu merek dapat memicu tindakan-

tindakan pelanggaran merek baik yang berskala nasional maupun

internasional.

Penggunaan merek khususnya merek terkenal (Wellknown Mark) tanpa

izin dari pemilik merek sangat merugikan bagi pemilik merek terdaftar

yang sebenarnya, yakni pemilik atau produsen barang-barang yang

bermutu tinggi. Konsumen juga dirugikan karena banyak sekali pembeli

yang terkadang tertipu atau tidak dapat membedakan mana barang yang

asli dengan kualitas baik dan bermutu tinggi. Adapun Beberapa contoh
dari merek-merek terkenal yaitu merek Coca-Cola, Revlon, Armani,

Gucci, Caterpillar, Nescafe, dan lain-lain.8

UU yang mengatur hak atas merek seharusnya dapat melindungi merek

milik seseorang atau badan hukum dari peniruan merek, sehingga pemilik

merek yang sah tidak akan dirugikan seperti menurunya volume penjualan

atau barang yang diproduksi. Namun sampai saat ini di Indonesia masih

banyak peniruan merek yang terjadi, seperti peniruan nama merek yang

sudah terkenal secara nasioanal maupun internasional dan sudah terdaftar

dalam daftar umum merek di Direktorat Jendaral Hak Kekeayaan

Intelektual (Dirjen HKI), untuk dijadikan merek usahanya dalam bidang

usaha sejenis ataupun tidak sejenis. Pelanggaran hukum terhadap merek

terkenal yang terjadi di Indonesia adalah penggunaan merek terkenal tanpa

hak didalam wilayah Indonesia (Sengketa merek terkenal melawan merek

tidak terdaftar), dan juga penggunaan merek terkenal di wilayah Indonesia

oleh seseorang yang telah mendaftarkan merek terkenal tersebut pada

Direktorat Jendral HKI.

Pada saat ini banyak produk atau barang tiruan yang digunakan dan

beredar di pasaran demi memperoleh keuntungan ekonomi, bahkan produk

tersebut dengan berani mencatumkan beberapa aspek yang memiliki

kesamaan seperti visual, bentuk, warna, nama bahkan logo dari merek

yang asli. Walaupun terkadang masih banyak konsumen yang lebih

memilih diam dan mengikuti perkembangan yang ada, oleh karena itu

8
Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Rineka Cipta,
Jakarta, 2008, hlm.4.
membuat pemilik dari merek yang asli mengalami kerugian baik dari

aspek ekonomi dan aspek moral yang ada, dan adapun alasan yang dapat

membantu masyarakat menengah kebawah untuk bisa merasakan

mempunyai barang tersebut walaupun jauh dari barang atau produk yang

asli.

Untuk mendapatkan hak khusus atau hak eksklusif atas hak mereknya

seseorang atau badan hukum harus mendaftarkanya terlebih dahulu di

daftar merek umum melalui Dirjen HKI. Beradasarkan penjelasan dalam

Pasal 20 sampai Pasal 22 UU Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan

Indikasi Geografis, apabila pendaftaran merek yang dilakukan oleh

perorangan atau badan hukum tidak sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan maka pihak yang berwenang atau Dirjen HKI harus menolak

pendaftaran merek tersebut. Sebuah peraturan dibuat agar terciptanya

kepastian hukum, namun pada praktiknya masih banyak kasus sengketa

merek yang terjadi di Indonesia.

Dalam penelitian skripsi ini, studi difokuskan pada sengketa merek

antara Hendy Wijaya (Tergugat I) , Pemerintah Republik Indonesia cq.

Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) cq. Direktorat

Jenderal Kekayaan Intelektual cq. Direktorat Merek (Tergugat II) dengan

Honda Motor Co., Ltd atau yang dikenal sebagai perusahaan multinasional

terkenal asal Jepang yang bergerak dalam bidang usaha manufaktur dan

penjualan otomotif, sepeda motor, kendaraan-kendaraan udara dan darat,


mesin-mesin (termasuk mesin tempel), peralatan listrik dan suku cadang

maupun aksesori daripadanya.

Kasus ini bermula dari keberatan Honda Motor Co., Ltd (Penggugat)

yang menilai bahwa Hendy Wijaya (Tergugat I) telah meggunakan nama

produk yang telah dipakai dan digunakan dalam produk penanda tipe

mobil TYPE-R. Sebagai pemilik yang sah dan pendaftar pertama merek

terkenal TYPE R dan variannya di dunia, Penggugat telah mengajukan

permohonan pendaftaran merek CIVIC Type-R dengan nomor

permohonan D002018008164 dan HONDA TYPE R dengan nomor

permohonan D002018008166 pada tanggal 20 Februari 2018 untuk

melindungi jenis barang dalam kelas 12 yaitu Otomobil. Namun

berdasarkan Surat Pemberitahuan Usulan Penolakan Pendaftaran Merek

yang diterbitkan oleh Tergugat II tertanggal 6 Maret 2019 terhadap

permohonan merek CIVIC TYPE-R No. D002018008164 dan HONDA

TYPE-R No. D002018008166 atas nama Penggugat yang kemudian

diketahui oleh Penggugat bahwa terdapat merek TYPE-R lain yang telah

terdaftar lebih dulu di kelas 12 atas nama Tergugat I.

Penggugat sangat keberatan dengan adanya pendaftaran merek TYPE R

No. IDM000031227 dan No. IDM000344428, karena merek TYPE R

Tergugat I tersebut memiliki persamaan pada pokoknya dan/atau secara

keseluruhan dengan merek terkenal TYPE R dan variannya milik

Penggugat yang telah terdaftar lebih dulu di dunia jauh sebelum Tergugat I

mengajukan permohonan merek TYPE R di Indonesia. Merek TYPE-R


yang diajukan permohonannya oleh Tergugat I di Indonesia pada tahun

2001 dan 2003 sangat mirip dengan merek TYPE-R dan variannya yang

terkenal milik Penggugat yang telah dipublikasikan dan didaftarkan

pertama kali sejak tahun 1995.

Kemiripan tersebut dapat dilihat dengan jelas dari tampilan seperti

persamaan huruf, tata letak huruf, dan warna merah yang sangat dominan.

Keterkenalan merek TYPE-R dan variannya milik Penggugat di berbagai

negara termasuk di Indonesia diduga telah menginspirasi Tergugat I untuk

mengambil keuntungan dan membonceng keterkenalan merek TYPE-R

dan variannya milik Penggugat dengan cara mengajukan permohonan

pendaftaran merek TYPE-R kepada Tergugat II.9

Berdasarkan hal tersebut diatas, Penulis memiliki keinginan untuk

melakukan penelitian hukum terhadap maraknya pelanggaran yang terjadi

pada produk dari merek terkenal dan bagaimana kepastian hukum yang

didapat oleh Honda Motor Co., Ltd sebagai pemegang hak merek terkenal

tersebut, Maka penulis tertarik untuk memilih judul tersebut dengan judul :

“PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG MEREK

TERKENAL TYPE-R YANG MEMILIKI PERSAMAAN PADA

POKOKNYA (Studi Putusan Nomor

42/Pdt.Sus-Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst).”

B. Rumusan Masalah
9
Putusan Mahkamah Agung Nomor 42/Pdt.Sus-Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst
Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis

akan mengemukakan beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas

sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum merek terhadap pemilik merek

terkenal berkaitan dengan sengketa merek yang memiliki persamaan

pada pokoknya?

2. Bagaimana pertimbangan hakim terhadap kasus dalam putusan nomor

42/Pdt.Sus-Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui perlindungan hukum merek terhadap pemilik merek

terkenal berkaitan dengan sengketa merek yang memiliki persamaan

pada pokoknya.

2. Mengetahui dan menganalisis putusan hakim terhadap kasus dalam

putusan nomor 42/Pdt.Sus-Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis dan

banyak pihak baik secara teoritis maupun praktis, diantaranya sebagai

berikut:

1. Kegunaan Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk mengembangkan

pengetahuan mengenai ilmu hukum khususnya hukum ekonomi.

2. Kegunaan Praktis

a. Penelitian ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat akademik

guna memperoleh gelar sarjana Strata 1 (S1) Ilmu Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Jayabaya.

b. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan berupa

pemikiran-pemikiran dan informasi sehingga dapat menambah

wawasan penulis mengenai hukum khususnya dalam

perlindungan hukum merek di Indonesia.

D. Kerangka Konseptual

Penulis akan menguraikan pengertian istilah atau konsep-konsep yang

digunakan di dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan

perlindungan hukum adalah tempat berlindung, perbuatan (hal dan

sebagainya) melindungi. Pemaknaan kata perlindungan secara

kebahasaaan tersebut memilki kemiripan unsur-unsur, yaitu unsur

tindakan melindungi, unsur cara-cara melindungi. Dengan demikian,

kata melindungi dari pihakpihak tertentu dengan menggunakan cara

tertentu.10 Perlindungan hukum juga dapat diartikan sebagai berbagai

upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk

10
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Edisi Kedua, Cet. 1, Balai Pustaka, Jakarta, hlm.595.
memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari

gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

2. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Pemegang berasal

dari kata dasar pegang. Pemegang memiliki arti dalam kelas nomina

atau kata benda sehingga pemegang dapat menyatakan nama dari

seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan.

Dapat disimpulkan kata pemegang adalah orang yang memegang.

Dalam hal ini berkaitan dengan judul penelitian, pemegang yang

dimaksud adalah pemegang hak atas merek. Pemegang hak atas

merek itu sendiri yaitu orang (persero), sekelompok orang (pemilik

bersama), Badan Hukum, yang telah mendapatkan hak atas merek

yang disebut dengan merek terdaftar atau dapat disebut sebagai

pemilik merek terdaftar.

3. Merek terkenal (Well Known Marks) yaitu merek yang memiliki

reputasi tinggi. Merek ini memiliki kekuatan yang memukau dan

menarik sehingga jenis barang apapun yang berada di bawah merek

ini langsung memberikan sentuhan keakraban kepada segala lapisan

konsumen.

4. Menurut UU No.15 Tahun 2001 Pasal 6 ayat (1) huruf a, UU Merek

hanya mendefinisikan Persamaan Pada Pokoknya adalah kemiripan

yang disebabkan oleh adanya unsur yang dominan antara merek yang

satu dengan merek yang lain sehingga menimbulkan kesan adanya

persamaan, baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan


atau kombinasi antara unsur, maupun persamaan bunyi ucapan, yang

terdapat dalam merek tersebut. Menurut penjelasan tersebut,

Persamaan Pada Pokoknya merupakan suatu kemiripan. Menurut

KBBI, kemiripan yang berasal dari kata “mirip” ini sebagai “hampir

sama” atau “serupa” bentuknya, jadi bukan “sama persis” atau “sama

secara utuh”.

5. Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Untuk mencapai

tujuan tersebut diperlukan suatu metode yang relevan dengan tujuan yang

ingin dicapai.11 Adapun metode penelitian yang digunakan dalam Skripsi

ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Metode Penelitan yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan

penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normative yang

bersifat kualitatif atau deskriptif analitis karena memberi gambaran

mengenai fakta-fakta disertai analisis interpretatif menyangkut

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-

undangan yang dihubungkan dengan teori-teori dan konsep-konsep

hukum.

2. Metode Pendekatan

11
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Alfabeta, Bandung, 2013, hlm.2.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian yuridis normatif (metode penelitian hukum normatif).

Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan

berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori,

konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-

undangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan ini

dikenal pula dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan

mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan

dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

Dengan demikian objek yang dianalisis dengan pendekatan yang

bersifat kualitatif adalah metode penelitian yang mengacu pada

norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-

undangan.12

3. Metode Pengumpulan Data

Di dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder yaitu

data yang diperoleh dari kepustakaan. Data sekunder merupakan data

primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak

pengumpul data primer atau pihak lain. Kegunaan data sekunder

adalah untuk mencari data awal atau informasi, mendapatkan

landasan teori atau landasan hukum, mendapatkan batasan, defenisi,

arti suatu istilah.13 Pengumpulan data dilakukan dengan cara

penelusuran terhadap literatur-literatur hukum, studi dokumen dan


12
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.14.
13
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, PT.Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hlm.20-22.
studi terhadap bahan-bahan hukum yang relevan. Dengan ini

pengumpulan data dapat dilakukan dengan studi kepustakaan (library

research) atau penelusuran literatur hukum dengan tujuan mencari,

menemukan bahan hukum dan kemudian menganalisisnya.

4. Sumber Data

Dalam penelitian hukum normatif ini, jenis data yang digunakan

adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung

dari sumber primer (asli) tetapi diperoleh dari bahan pustaka,

meliputi:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

mempunyai kekuatan mengikat, terdiri dari: Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata; UU Nomor 20 Tahun 2016 tentang

Merek dan Indikasi Geografis; Putusan Pengadilan Niaga Nomor

42/Pdt.Sus-Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst,; Putusan Mahkamah

Agung Republik Indonesia Nomor

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum berupa tulisan-

tulisan hukum yang dapat menambah kejelasan terhadap bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder, terdiri dari: Buku Hak

Kekayaan Intelektual, Buku Hukum Merek, Buku Hukum Bisnis.

hasil-hasil penelitian yang ada kaitannya dengan judul penelitian

ini.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang diambil

dari Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Ensiklopedi Hukum

yang berkaitan dengan judul penelitian ini.

5. Analisis Data

Analisis bahan hukum adalah bagaimana memanfaatkan sumber-

sumber bahan hukum yang telah terkumpul untuk digunakan dalam

memecahkan permasalahan dalam penelitian ini. Dasar dari

penggunaan analisis secara normatif, dikarenakan bahan-bahan

hukum dalam penelitian ini mengarah pada kajian-kajian yang

bersifat teoritis dalam bentuk asas-asas hukum, konsep-konsep

hukum, serta kaidah-kaidah hukum.

Dalam penelitian hukum normatif, metode analisis data yang

digunakan penulis adalah analisis kualitatif, yaitu melakukan

penafsiran atau interpretasi dengan menjelaskan hubungan antara

fakta hukum dengan kaedah-kaedah hukum yang terdapat dalam UU.

Kemudian terhadap data yang berhasil dihimpun, dilakukan analisis

secara kualitatif berdasarkan pada kerangka pemikiran.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah melihat dan mengetahui pembahasan yang ada

pada penelitian ini secara menyeluruh, maka perlu dikemukakan

sistematika yang merupakan kerangka dan pedoman penulisan penelitian.

Penulisan penelitian hukum ini akan disusun dalam 5 (lima) bab yang
akan dibagi dalam sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memahami

materi, yang akan dirinci. Adapun sistematika penulisannya adalah

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini, penulis akan mengemukakan gambaran

umum mengenai penulisan hukum yang mencakup latar

belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, kerangka konseptual, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM MEREK

Dalam bab ini, penulis akan mengemukakan tentang

definisi mengenai pengertian merek dan dasar pengaturan

hukum merek, fungsi dan jenis merek, hak atas merek,

syarat dan tata cara pendaftaran merek, fungsi pendaftaran

merek, sistem pendaftaran merek di Indonesia, pengajuan

permohonan pendaftaran merek, merek yang tidak dapat

didaftarkan di Indonesia, penghapusan dan pembatalan

merek.

BAB III : TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK TERKENAL

Dalam bab ini, penulis akan membahas tentang definisi

mengenai merek terkenal, kriteria merek terkenal, dan

perlindungan hukum terhadap merek terkenal.


BAB IV: PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG
MEREK TERKENAL TYPE-R YANG MEMILIKI
PERSAMAAN PADA POKOKNYA (STUDI PUTUSAN
NOMOR 42/Pdt.Sus-Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst)
Dalam bab ini, penulis akan membahas tentang kronologis

kasus, pertimbangan hakim, dan analisis kasus.

BAB V: PENUTUP
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran.

Anda mungkin juga menyukai