Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Istilah tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI)1 merupakan terjemahan dari

Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur pada Undang-undang No. 7 Tahun

1994 tentang Pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization).

Pengertian Intellectual Property Right (selanjutnya ditulis IPR) adalah yang mengatur

segala karya-karya yang lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia. Dengan

demikian IPR merupakan pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari

kemampuan intelektual, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi

yaitu hak asasi manusia (human right).

Hak kekayaan disini menyangkut pengertian “pemilikan” (ownership) yang

menyangkut lembaga sosial dan hukum, keduanya selalu terkait dengan “pemilik” (owner)

dan sesuatu benda yang dimiliki (something owned).

Secara luas konsep “kepemilikan” dan “kekayaan” apabila dikaitkan dengan “hak”,

maka ditinjau dari segi hukum, dikenal hak yang menyangkut kepemilikan dan hak yang

menyangkut kebendaan. Pada dasarnya hak kebendaan meliputi juga hak kepemilikan

karena kepemilikan senantiasa berhubungan dengan benda tertentu baik secara materiil

maupun immaterial.

1
Istilah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan istilah pengganti dari Hak Milik Intelektual
yang selama ini digunakan. Menurut Bambang Kesowo, istilah Hak Milik Intelektual belum
menggambarkan unsur-unsur pokok yang membentuk pengertian Intellectual Property Right, yaitu hak
kekayaan dan kemampuan Intelektual. Istilah Hak Milik Intelektual (HMI) masih banyak digunakan, karena
dianggap logis untuk memilih langkah yang konsisten dalam kerangka berpikir yuridis normatif. Istilah HMI
ini bersumber pada konsepsi Hak Milik Kebendaan yang tercantum pada KUH Perdata Pasal 499, 501, 502,
503, 504. (Bambang Kesowo, Pengantar Umum Mengenai Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia,
Kumpulan Makalah, tanpa tahun, hal. 139).
Pada bidang milik intelektual terdiri dari hak milik perindustrian (industrial right)

yang khusus berkenaan dengan bidang industri, serta hak cipta yangk meliputi bidang ilmu

pengetahuan, seni dan kesusastraan.

Menurut W.R. Cornish, “hak milik intelektual melindungi pemakaian idea dan

informasi yang mempunyai nilai komersiil atau nilai ekonomi”.2 Pemilikannya tidak berupa

hasil kemampuan intelektual manusianya yang baru berupa idea tertentu. Hak milik

intelektual ini baru ada, bila kemampuan intelektual manusia itu telah membentuk sesuatu

yang dapat dilihat, didengar, dibaca, maupun digunakan secara praktis.

Hak milik intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu

kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai

bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, juga

mempunyai nilai ekonomi. Bentuk nyata dari kemampuan karya intelektual tersebut bisa di

bidang teknologi, ilmu pengetahuan, maupun seni dan sastra.

Sebagai suatu hak milik yang timbul dari karya, karsa, cipta manusia atau dapat pula

disebut sebagai hak atas kekayaan intelektualitas manusia. Hasil kreasi tersebut, dalam

masyarakat beradab diakui bahwa yang menciptakan boleh menguasai untuk tujuan yang

menguntungkannya. Kreasi sebagai milik berdasarkan hak milik dalam arti seluas-luasnya

yang juga meliputi milik yang tak berwujud.3

Hak Kekayaan Intelektual (HKI) timbul atau lahir karena adanya intelektualita

seseorang sebagai inti atau obyek pengaturannya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap hak

2
W. R. Cornish, Intellectual Property dalam Etty Susilowati, “Kontrak Alih Teknologi pada Industri
Manufaktur”, (Yogyakarta : Genta Press, 2007), hal. 106.
3
Roscou Pound, Pengantar Filsafat Hukum (terjemahan Mohammad Radjab), Cetakan Ketiga, (Jakarta :
Bharatara Karya Aksara, 1982), hal. 21.
ini pada dasarnya merupakan pemahaman terhadap hak atas kekayaan yang timbul atau lahir

dari intelektualita manusia.

Definisi Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) menurut World Intellectual Property

Organization (WIPO) adalah sebagai berikut : “The legal rights which result from

intellectual activity in the industrial, scientific, literaryor artistic fields.”

Sedangkan menurut Thomas W. Dunfee dan Frank F. Gibson dalam bukunya :

“Modern Bussiness Law as Introduction to Government and Bussiness”, mengemukakan

bahwa intellectual property adalah suatu manifestasi fisik suatu gagasan praktis kreatif atau

artistik serta cara tertentu dan mendapatkan perlindungan hukum.

Memahami HKI merupakan hal yang mendasar dibutuhkan oleh semua pihak yang

mempunyai minat untuk memanfaatkan dan mengembangkan HKI bagi kegiatan usaha.

Apalagi memanfaatkan dan mengembangkan HKI tersebut untuk tujuan meningkatkan nilai

produktifitas usaha. Secara konseptual HKI mengandung arti sebagai sarana untuk

melindungi penuangan ide dan gagasan yang telah diwujudkan secara riil, dimana

penuangan ide ini mempunyai implikasi pada munculnya nilai ekonomi terhadap hasil

penuangan ide dan gagasan.

Sebagaimana dikatakan oleh David Brainbridge, dalam wacana hukum, HKI dapat

diartikan, sebagai : ”…that area of law which concerns legal rights associated with creative

effort or commercial reputation and goodwill.” Paparan ini memberikan pemahaman bahwa

HKI adalah masuk wilayah hukum yang mana pusat perhatiannya pada hak hukum yang

diasosiasikan dengan upaya kreatif atau reputasi dan good will yang bernilai komersial.

Konsep HKI meliputi :4

4
Muhammad Abdulkadir, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bhakti, 2001), hal. 1.
a. Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap dan eksklusif.

b. Hak yang diperoleh pihak lain atas ijin dari pemilik dan bersifat sementara.

Untuk mengetahui ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual maka harus diketahui

terlebih dahulu mengenai jenis-jenis benda. Terdapat tiga jenis benda yang dapat dijadikan

kekayaan atau hak milik, yaitu :5

a. Benda bergerak, seperti emas, perak, kopi, teh, alat-alat elektronik, peralatan telekomunikasi

dan informasi dan sebagainya.

b. Benda tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko dan pabrik.

c. Benda tidak berwujud seperti paten, merek, dan hak cipta.

Sementara itu menurut Burgerlijk Wetboek benda dibedakan menjadi dua, yaitu benda

berwujud (material), dan benda tidak berwujud (immaterial) sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 503 BW. Sedangkan benda tidak berwujud itu sendiri disebut dengan hak sebagaimana

ketentuan Pasal 499 BW.

Menurut Ismail Saleh, Intelectual Property Rights dapat diterjemahkan sebagai hak

kepemilikan intelektual, menyangkut hak cipta (Copyright) dan hak milik perindustrian

(Industrial Property right).6 Hal ini sejalan dengan sistem hukum Anglo Saxon, dimana Hak

Kekayaan Intelektual diklasifikasikan menjadi Hak Cipta (Copyright) dan Hak Milik

Perindustrian (Industrial Property Right) yang dibagi lagi menjadi beberapa bagian, yakni;

paten (patent), merek (trademarks), desain industri (industrial design), rahasia dagang

(tradesecrets), desain tata letak sirkuit terpadu dan varitas tanaman (plan variaty).

Pembagian HKI ke dalam beberapa bagian ini membawa konsekuensi pada ruang

lingkup perlindungan hukumnya. Semisal, hak cipta (copyrights), perlindungannya

5
Sanusi Bintang dan Dahlan, Pokok-Pokok Hukum Ekonomi dan Bisnis, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bhakti, 2000), hal. 77.
6
Ismail Saleh, Hukum Ekonomi, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 1990) hal. 45.
melingkupi pada aspek seni, sastra dan pengetahuan, sedangkan merek (trademarks)

melingkupi perlindungan hukum pada aspek tanda dan/atau simbol yang digunakan dalam

kegiatan perdagangan barang dan jasa dan begitu pula pada bagian-bagian HKI yang

lainnya.

Istilah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan terjemahan langsung dari

intellectual property. Selain itu, istilah intellectual property juga dikenal dengan istilah

intangible property, creative property, dan incorporeal property.7 WIPO (World

Intellectual Property Organization) sebuah lembaga internasional dibawah PBB yang

menangani masalah HKI mendefinisikan HKI sebagai “kreasi yang dihasilkan dari pikiran

manusia yang meliputi: invensi, karyasastradan seni, symbol, nama, citra dandesain yang

digunakan di dalam perdagangan”. Definisi dari WIPO ini merupakan contoh yang paling

nyata bahwa HKI memang tidak dapat dilepaskan dari cabang-cabang ilmu yang

melingkupinya.

Definisi yang bersifat lebih umum dikemukakan oleh Jill Mc-Keoughand Andrew

Stewart yang mendefinisikan HKI sebagai “sekumpulan hak yang diberikan oleh hukum

untuk melindungi investasi ekonomi dari usaha-usaha yang kreatif”. Definisi HKI yang

tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh UNCTAD-ICTSD. Menurut kedua lembaga

tersebut, HKI merupakan “hasil-hasil usaha manusia kreatif yang dilindungi hukum”.

Sedangkan Ditjen HKI bekerjasama dengan ECAP mendefinisikan HKI sebagai “hak yang

timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna

untuk manusia. ”Definisi HKI yang dirumuskan oleh para ahli selalu dikaitkan dengan tiga

elemen penting berikut ini:

a. Adanya sebuah hak eksklusif yang diberikan oleh hukum;


7
Arif Lutviansori, Hak Cipta dan Perlindungan Folkor di Indonesia, Graha Ilmu, Yogyakarta,2010,hlm.51
b. Hak tersebut berkaitan dengan usaha manusia yang didasarkan pada kemampuan

intelektual;dan

c. Kemampuan intelektual tersebut memiliki nilai ekonomi.8

HKI adalah suatu sistem yang sekarang melekat pada tata kehidupan modern, misalnya

masalah lingkungan hidup serta persaingan usaha. Indonesia adalah suatu negara

berkembang yang sistem HKI-nya sudah lama tumbuh. Terhitung sejak Indonesia merdeka,

undang-undang bidang HKI Nasional pertama kali dilahirkan tahun 1961, yaitu Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. 9 HKI

sendiri adalah hak eksklusif yang diberikan negara kepada seseorang, sekelompok orang,

maupun lembaga untuk memegang kuasa dalam menggunakan dan mendapatkan manfaat

dari kekayaan intelektual yang dimiliki atau diciptakan. Istilah HKI sebelumnya bernama

Hak Milik Intelektual. Menurut Bambang Kesowo, istilah Hak Milik Intelektual belum

menggambarkan unsur-unsur pokok yang membentuk pengertian Intellectual Property

Right, yaitu hak kekayaan dari kemampuan intelektual. Dengan begitu dirasa nama hak

milik intelektual tidak sesuai sehingga digantikan dengan nama HKI.

a. Hak Otoritas

HKI adalah hak, dan sebagai hak dia merupakan harta atau aset berupa benda yang

tidak berwujud (intangibleassets).10 HKI baru ada secara hukum jika telah ada

pengayoman, penaungan, atau perlindungan hukum dari negara atau otoritas publik

8
TomiSuryoUtomo,HakKekayaanIntelektual(HKI)diEraGlobalSebuahKajianKontemporer,GrahaIlmu,Yogya
karta,2010,hlm.1-2
9
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, PT Alumni, Bandung,2011,hlm.8
10
Ibid,hlm.12
terhadap suatu karya intelektual. Melalui mekanisme pengurusan dokumentasi diberikan

hak kepada pemohon HKI, termasuk inventor, pendesain serta pemilik.11

b. Hak Privat dan Pasar

HKI adalah hak bagi pemilik karya intelektual jadi sifatnya individual, perorangan,

privat. Namun, masyarakatlah yang mendapat kemaslahatannya melalui mekanisme

pasar. Bell menemukan telepon, Watt menemukan mesin uap, Edison menemukan listrik.

Karya intelektual yang telah mendapat atau telah dikemas dengan hak eksklusif yang oleh

sebab itu merupakan property pemiliknya menciptakan pasar (permintaan dan

penawaran). Hal ini timbul karena pelaksanaan sistem HKI memenuhi kebutuhan

masyarakat banyak, itu sebabnya dalam HKI ada unsur penerapan industrial (industrial

applicability), yakni dapatnya invensi yang bersangkutan diterapkan dalam industri.12

c. Satu Kesatuan

Satu Kesatuan merupakan satu kesatuan sistem. HKI mencakup berbagai bidang

yang luas, sehingga diperlukan pengikatan antara semua unsur agar saling terkait menjadi

satu. Walaupun saat ini berada dibawah Kementerian Hukum dan HAM, pengelolaan

sistem HKI dilakukan berkoordinasi dengan instansi terkait seperti yang direfleksikan

dalam berbagai bidang HKI, yaitu hak cipta, paten, merek, indikasi geografis, desain

industri, desain tatal etasirkuit terpadu, dan rahasia dagang.

Pada hakekatnya HKI merupakan refleksi dari pengembangan diri manusia, yakni

untuk berkreasi, termasuk menghasilkan berbagai karya intelektual seperti invensi,

karya cipta desain serta berbagai gambar dan formula untuk dunia usaha dan bisnis.13

B. Konsep Hak Cipta dan Pencipta atau Pemegang HakCipta

11
Ibid, hlm.13
12
Ibid,hlm.14-15
13
Ibid,hlm.17
Perjanjian multilateral, baik itu Berne Convention maupun TRIPs Agreement

mengatur tentang konsep dasar perlindungan hak cipta. Salah satu konsep dasar14 pengakuan

lahirnya hak atas hak cipta adalah sejak suatu gagasan itu dituangkan atau diwujudkan

dalam bentuk yang nyata (tangible form). Pengakuan lahirnya hak atas hak cipta tersebut

tidak diperlukan suatu formalitas15 atau bukti tertentu, berbeda dengan hak-hak dari pada

hak atas kekayaan intelektual lainnya, seperti paten, merek, desain industri, dan desain tata

letak sirkuit terpadu. Timbulnya atau lahirnya hak tersebut diperlukan suatu formalitas

tertentu yaitu dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan pemberian hak. Dengan

demikian lahirnya hak atas paten, merek, desain industri dan desain tata letak sirkuit terpadu

terlebih dahulu melalui suatu permohonan, tanpa adanya permohonan, maka tidaklah ada

pengakuan terhadapnya. Berbeda dengan hak cipta, hak cipta secara otomatis lahir sejak

ciptaan itu diciptakan atau diwujudkan dalam bentuk nyata.

Di samping prinsip yang paling fundamental tersebut, di dalam perlindungan hak cipta

dikenal juga prinsip atas asas orisinalitas (keaslian). Asas orisinalitas ini merupakan suatu

syarat adanya perlindungan hukum di bidang hak cipta. Orisinalitas ini tidak bisa dilakukan

seperti halnya novelty (kebaruan) yang ada dalam paten, karena prinsip originalitas adalah

tidak meniru ciptaan lain, jadi hanya dapat dibuktikan dengan suatu pembuktian oleh

penciptanya. Di dalam penjelasan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain

Industri dijelaskan bahwa orisinal berarti sesuatu yang langsung berasal dari sumber asal

orang yang membuat atau yang mencipta atau sesuatu yang langsung dikemukakan oleh

orang yang dapat membuktikan sumber aslinya.

14
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung : Alumni, 2005), Hal. 99.
15
Bandingkan dengan Mckeough Stewart, Intellectual Property in Australia 2nd edition, Butterworth, hal.
125.
Di dalam penjelasan umum Undang-undang no 28 tahun 2014 perubahan atas

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta dan penjelasan Undang-undang

Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982

tentang Hak Cipta sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987, Pasal

1 menyebutkan bahwa suatu karya cipta harus memiliki bentuk yang khas dan menunjukkan

keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat

pribadi. Dalam bentuk yang khas, artinya karya tersebut harus telah selesai diwujudkan

dalam bentuk yang nyata, sehingga dapat dilihat, didengar, atau dibaca.

Landasan hukum dari segi formal maupun segi material adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal

20 ayat (1), Pasal 28 C dan Pasal 33 Undangundang Dasar RI Tahun 1945. Dasar hukum

bidang hak cipta ini sangat penting diketahui, karena Indonesia telah ikut serta dalam

pergaulan masyarakat dunia dan menjadi anggota dalam Agreement Establishing The World

Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang

mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights

(Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut

TRIPs, melalui Undang-undang RI Nomor 7 Tahun 1994, Lembaran Negara RI Tahun 1994

Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara RI Tahun 1994 Nomor 3564, disahkan dan

diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 November 1994.

Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for The Protection of Artistic and

Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui

Keputusan Presiden RI Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property

Organization Copyright Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO) selanjutnya disebut WTC

melalui Keputusan Presiden RI Nomor 19 Tahun 1997. Pada mulanya hak cipta diatur
menurut Auteurswet Staatsblad 1912 Nomor 600, kemudian diubah dan diganti dengan

Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun

1982 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3217), yang disahkan dan

diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 April 1982, kemudian diubah dengan Undang-

undang RI Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42, Tambahan

Lembaran Negara RI Nomor 3362), disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 19

September 1987, yang diubah lagi dengan Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 1997

tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29, Tambahan Lembaran

Negara RI Nomor 2679), disahkan dan diundangkan pada tanggal 7 Mei 1997, dan terakhir

diubah dengan Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran

Negara RI Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4220), yang

disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 2002, selanjutnya disebut

Undang-undang RI Nomor 19 Tahun 2002 (UU No. 19 Tahun 2002) kemudian perubahan

atas Undang-undang no 28 tahun 2014.

Sesungguhnya Hak Cipta telah dikenal sejak zaman imperium Romawi (saat

berkembangnya karya dan literatur sastra) dan zaman kekaisaran Cina (ketika kertas

pertama kali ditemukan dan dipergunakan secara luas). Referensi menyebutkan, kelahiran

Hak Cipta pada saat itu sangat dipengaruhi oleh pergesaran tradisi oral kepada tradisi

literal.16

Hal penting yang patut digaris bawahi ialah bahwa publik mulai merasa membutuhkan

perlindungan hukum yang lebih spesifik atas karya cipta yang mereka hasilkan. Pada

permulaan abad ke-18 Hak Cipta tidak diakui sebagai hak tersendiri. Hak cipta melekat erat

16
Geller, Paul Edward, Copy Right History and The Future : What Culture To Do With It. Journal
Copyright Society, USA, hal. 210-215.
dengan objek materiil yang didalamnya ciptaan ini berbentuk. Sehingga apabila dimisalkan

pada suatu perjanjian kerja, atas suatu Hak Cipta otomatis akan beralih haknya ketika suatu

barang/benda diserahkan dari tangan yang mengerjakan kepada pemberi kerja.17

Istilah “hak” berasal dari bahasa Arab. Hak berarti milik atau kepunyaan. Milik adalah

penguasaan terhadap sesuatu,yang penguasaannya dapat melakukan sendiri tindakan-

tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dapat menikmati manfaatnya. Dalam

bahasa Belanda dikenal istilah Auters Rechts yang berarti hak pengarang. Kemudian istilah

hak pengarang itu diganti dengan istilah hak cipta, dan pertama kali istilah hak cipta itu

disampaikan oleh Sutan Mohammad Syah dalam Kongres Kebudayaan di Bandung pada

tahun 1951.18

Menurut bahasa Indonesia, istilah hak cipta berarti hak seseorang sebagai miliknya

atas hasil penemuannya yang berupa tulisan, lukisan dan sebagainya yang dilindungi oleh

undang-undang. Dalam bahasa Inggris disebut Copy Right yang berarti hak cipta. Adapun

pengertian secara yuridis menurut Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak

Cipta, pada Pasal 2 menyatakan : Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun

penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin

untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Hak cipta adalah hak seseorang terhadap hasil penemuannya dalam bidang tertentu

yang dilindungi oleh undang-undang seperti hak cipta dalam mengarang, mengubah musik

17
Sudargo Gautama, Segi-segi Hukum Hak Milik Intelektual, Op. Cit. hal. 5-6.
18
Sudargo Gautama, Segi-segi Hukum Hak Milik Intelektual, (Bandung : PT Eresco, 1995, Cetakan kedua),
hal. 10.
dan penemuan-penemuan lain yang sejenis.19 Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta

atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan

izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan

perundang- undangan.20

Sedangkan ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni,

dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan,

keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata (Pasal 1 ayat (3)

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta).

Hak cipta terdiri dari dua kata, yaitu hak dan cipta. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, hak adalah kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh

undang-undang, aturan dan sebagainya). Sedangkan cipta adalah kemampuan pikiran untuk

mengadakan sesuatu yang baru, atau dapat pula diartikan sebagai angan-angan yang kreatif.

Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau

memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi

pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.21

Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun untuk memberi izin untuk itu

dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku. Hak khusus dari pencipta dimaksudkan tidak ada orang lain yang boleh

melakukan hak itu atau orang lain kecuali dengan izin penciptanya. 22

19
Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hlm.154
20
OK.Saidin,Op.Cit,hlm.58
21
AdrianSutedi,HakAtasKekayaanIntelektual,SinarGrafika,Jakarta,2009,hlm.116
22
Munawar Kholil, Sekilas Tentang Hukum Hak Cipta, disampaikan pada Pelatihan dan Pemanfaatan HKI
bagi mahasiswa yang mempunyai Karya Inovasi, UNS, Surakarta, Juli 1999 dalam Syarifuddin, Perjanjian Lisensi
dan Pendaftaran Hak Cipta, PT.Alumni, Bandung, 2013, hlm.44
Sebagai hak khusus, pencipta atau pemegang hak cipta, mempunyai hak untuk:

a. Memperbanyak ciptaan, artinya pencipta atau pemegang hak cipta dapat menambah

jumlah ciptaan dengan perbuatan yang sama, hampir sama atau menyerupai ciptaan-

ciptaan tersebut dengan mempergunakan bahan-bahan yang sama maupun tidaksama

termasuk mengalih wujudkan ciptaan;

b. Mengumumkan ciptaan, artinya pencipta atau pemegang hak cipta dapat menyiarkan

dengan menggunakan alat apapun, sehingga ciptaan dapat didengar, dibaca atau dilihat

oleh oranglain;

c. Memperbanyak hak, artinya hak cipta sebagai hak kebendaan, maka pencipta atau

pemegang hak cipta dapat menggugat pihak yang melanggar hak ciptanya.23

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta, hak cipta adalah hak eksklusif

pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan

diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Hak cipta terdiri dari hak moral dan hak ekonomi. Hak

moral adalah hak-hak yang melindungi kepentingan pribadi pencipta. Hak moral merupakan

hak yang khusus serta kekal yang dimiliki pencipta atas hasil karya cipta, dan hak itu tidak

dipisahkan dari penciptanya.24

Hak moral adalah suatu hak yang diberikan kepada pencipta untuk melarang dan

mencegah orang lain untuk melakukan distorsi mutilasi, atau bentuk perubahan lainnya yang

meliputi pemutarbalikan, pemotongan, perusakan, penggantian yang berhubungan dengan

23
Sentosa Sembiring, Op.Cit, hlm.18-19
24
MuhamadDjumhanadanDjubaedillah,Op.Cit,hlm.74
suatu ciptaan yang dapat merusak apresiasi dan reputasi pencipta walaupun hak ekonomi

pencipta telah berakhir. 25

Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat

dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta atau pun hak terkait telah

dialihkan.

Secara umum, hak moral berhubungan dengan hubungan spirit atau jiwa dari

pencipta dengan karyanya. Antara pencipta dan ciptaannya ada sifat kemanunggalan atau

dengan kata lain ada hubungan integral diantara keduanya. Sesuai dengan sifat manunggal

hak cipta dengan penciptanya, dari segi moral seseorang atau badan hukum tidak

diperkenankan melakukan perubahan terhadap suatu hasil karya cipta, baik itu mengenai

judul, isi, apalagi penciptanya. Hal demikian dapat dilakukan apabila mendapat izin dari

pencipta atau ahli warisnya jika pencipta meninggal dunia.26

Hak moral tidak seperti hak ekonomi, hak moral adalah hak yang tidak dapat

dialihkan. Ada dua jenis hak moral, yaitu:

a. Hak untuk diakui sebagai pencipta

Jika karya dari seorang pencipta diperbanyak, diumumkan atau dipamerkan dihadapan

publik, nama pencipta harus tercantum pada karya tersebut;

b. Hak keutuhan karya

Hak ini akan mencegah tindakan perubahan terhadap ciptaan yang berpotensi merusak

reputasi dan kehormatan pencipta. Perubahan tersebut dapat berupa pemutarbalikan,

pemotongan, perusakan, dan penggantian yang berhubungan dengan karyacipta.27

25
EddyDamian,Op.Cit,hlm.42
26
OttoHasibuan,HakCiptadiIndonesia,PTAlumni,Bandung,2014,hlm.69
27
TomiSuryoUtomo,Op.Cit,hlm.89
Hak ekonomi merupakan suatu hak yang diberikan oleh Undang-Undang secara

eksklusif kepada pencipta untuk memanfaatkan keekonomian suatu ciptaan yang

biasanya berupa publikasi suatu salinan ciptaan atau fonogram supaya dapat tersedia

untuk publik dalam jumlah tertentu, perbanyak ciptaan, mengkomunikasikan kepada

publik dengan suatu pertunjukan, atau penyiaran melalui kabel atau tanpa kabel melalui

lembaga penyiaran, dan lain-lain. Hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau

pemegang hak cipta untuk mendapatkan ekonomi atas ciptaan (Pasal 8 Undang-Undang

Hak Cipta). Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta menyebutkan bahwa pencipta atau

pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan:

a. Penerbitan ciptaan;

b. Penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya;

c. penerjemahan ciptaan;

d. pengadaptasian, pengaransemenan, atau penginformasian ciptaan;

e. pendistribusian ciptaan atau salinannya;

f. pertunjukan ciptaan;

g. pengumuman ciptaan28;

h. komunikasi ciptaan; dan

i. penyewaan ciptaan.

Setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi seperti yang disebutkan diatas wajib

mendapatkan izin terlebih dahulu dari pencipta atau pemegang hak cipta. Berbeda dari

bidang-bidang kekayaan HKI lain, hak cipta lahir bukan karena pendaftaran, artinya hak

28
Pengumuman yang dimaksud dalam hal ini adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,
pengedaran, penyebarluasan suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun termasuk media internet, atau
melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca didengan atau dilihat orang lain, Pasal 1 ayat
(11) Undang-Undang Hak Cipta
cipta termasuk telah dimiliki penciptanya pada saat lahirnya karya cipta yang

bersangkutan. Hal ini merupakan prinsip pokok yang mendasari hak cipta. Namun,

prinsip dasar ini tidak menghalangi pencipta untuk mendaftarkan karyanya, dan

meskipun pendaftaran bukanlah suatu kewajiban, dalam praktik pendaftaran ciptaan

terbukti sangat bermanfaat bagi para pencipta karena dapat dipergunakan sebagai alat

bukti jika terjadi sengketa.29

Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau

bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi (Pasa l1 ayat

(2) Undang-Undang Hak Cipta). Berdasarkan definisi yang dijelaskan dalam Undang-

Undang Hak Cipta tersebut, dapat disimpulkan bahwa pencipta adalah orang perorangan,

akan tetapi apabila suatu ciptaan tidak disebutkan penciptanya, maka badan hukum bisa

saja dianggap sebagai penciptanya. Undang-Undang Hak Cipta menyebutkan bahwa

orang dianggap sebagai pencipta apabila namanya telah terdaftar dalam daftarumum

ciptaan pada Direktorat Jendral HKI, atau orang yang namanya disebut dalam ciptaan

atau diumumkan sebagai pencipta suatu ciptaan.

Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang

menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih

lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah (Pasal 1 ayat (4) Undang-

Undang Hak Cipta). Keadaan dimana pemegang hak cipta bukan pencipta, terjadi karena

adanya proses pengalihan hak cipta dari pencipta kepada pihak tertentu disertai dengan

pemberian kompensasi (imbalan atau royalti) dari penerima hak cipta kepada pencipta.30

C. Konsep Lembaga Manajemen Kolektif

29
Tomi Suryo Utomo, Op.Cit, hlm.71
30
BernardNainggolan,Op.Cit,hlm.80
Lembaga Manajemen Kolektif yaitu institusi yang berbentuk badan hukum nirlaba

yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna

mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti (Pasal

1 ayat (22) Undang-Undang Hak Cipta). Lembaga Manajemen Kolektif merupakan

lembaga non-pemerintah yang berbentuk badan hukum yang diberikuasa oleh pencipta,

pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait guna mengelola sebagian hak ekonominya

untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti.31

Lembaga Manajemen Kolektif yang kemudian disingkat menjadi LMK wajib

mengajukan permohonan izin operasional kepada menteri agar dapat mengumpulkan, dan

mendistribusikan royalti. Setiap LMK harus bersifat non-profit (nirlaba) yang beroperasi

untuk kepentingan pencipta dan pemegang hak terkait serta untuk kepentingan nasional.

Sebuah LMK didalam pendiriannya memiliki persyaratan-persyaratan yang harus

dipenuhi, yaitu:

a. Calon LMK harus mengajukan permohonan pendirian LMK kepada Menteri Hukum dan

HAM RepublikIndonesia;

b. Calon LMK harus berbentuk badan hukum;

c. Calon LMK harus mendapatkan dukungan pencipta dan pemegang hak terkait sebagai

calon pemberi kuasa paling sedikit 50 (lima puluh) orang yang ditujukan dengan surat

pernyataan bermaterai;

d. Calon LMK harus menunjukkan kemampuan financial untuk dapat beroperasi

sebelum berhasil mengumpulkan royalti.

Pada bagian operasional LMK, yang harus diatur dalam undang-undang, yaitu:

31
BernardNainggolan,Op.Cit,hlm.310
a) Setiap LMK berhak memberikan lisensi penggunaan lagu atau musik, khususnya bagi

pengguna lagu atau musik yang bersifat komersial. LMK harus membuat daftar pengguna

lagu yang menjadi sasaran lisensi dan mendapat persetujuan dari Menteri Hukum dan

HAM RI;

b) Setiap LMK berhak menagih dan mengumpulkan royalti dari pengguna lagu atau musik

yang sudah memiliki lisensi pengunaan lagu atau musik. LMK harus menetapkan tarif

royalti dan ukuran-ukuran yang dipakai yang disepakati secara bersama dengan asosiasi

pengguna lagu atau musik dan mendapat persetujuan Menteri Hukum dan HAM RI;

c) Royalti yang dikumpulkan LMK, setelah dipotong biaya administrasi yang besarnya

tidak melebihi 30% (tiga puluhpersen) harus didistribusikan sepenuhnya kepada pencipta

atau pemegang hak terkait yang berhak. LMK harus membuat sistem pendistribusian

royalti yang mendapat persetujuan dari Menteri Hukum danHAM RI;

d) Setiap LMK harus membuat sistem administrasi keuangan dan sistem akuntasi serta

sistem pengelolaan asset yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku;

e) Setiap LMK harus memiliki website yang berisikan informasi menyeluruh tentang LMK

dan untuk pelayanan kepada user dan stakeholder (pencipta, pemegang hak cipta dan

pemegang hak terkait serta masyarakat); dan

f) Setiap LMK harus membuat laporan keuangan setiap akhir tahun yang diaudit oleh

akuntan publik dan mempublikasikan dimedia massa, setidaknya pada website LMK

yang bersangkutan.32

Kembali pada tujuan awal pembentukan LMK yaitu menjaga hak ekonomi dari

pencipta, maka setiap pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait harus menjadi

anggota LMK guna menjaga hak ekonomi tersebut agar LMK dapat menarik imbalan yang
32
BernardNainggolan,Op.Cit,hlm.312-313
wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dan hak terkait dalam bentuk layanan

publik yang bersifat komersial. Pengguna hak cipta atau hak terkait yang memanfaatkan

hak ekonomi membayar royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta melalui lembaga

ini, dengan demikian pemanfaatan ciptaan atau produk hak terkait secara komersial oleh

user tidak dianggap sebagai pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta, sepanjang user telah

melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan LMK.33

LMK memberikan solusi dari masalah yang berkaitan dengan hak cipta dalam bentuk

membantu memastikan bahwa pemilik hak menerima pembayaran atas penggunaan

karyanya. LMK ditunjuk oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengurus hak

ciptanya. Hal-hal yang diurus oleh LMK diantaranya yaitu pengesahan hak-hak

pemungutan royalti dan pelaksanaan hak untuk dan atas nama pemegang hak cipta.

Didalam Undang-Undang Hak Cipta, LMK diatur didalam Bab XII (Pasal 87 – Pasal 93).

LMK wajib melakukan koordinasi dan menetapkan besaran royalti yang menjadi hak

masing-masing LMK dimaksud sesuai dengan kelaziman dalam praktik berdasarkan

keadilan (Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Hak Cipta). LMK hanya dapat menggunakan

dana operasional paling banyak 20% (dua puluh persen) dari jumlah keseluruhan royalti

yang dikumpulkan setiap tahunnya. Pada5 (lima) tahun pertama sejak berdirinya LMK

berdasarkan undang-undang ini, LMK dapat menggunakan dana operasional paling banyak

30% (tiga puluh persen) dari jumlah keseluruhan royalti yang dikumpulkan setiap tahunnya.

(Pasal 91 Undang-Undang Hak Cipta). Fungsi dari LMK dibidang lagu atau musik adalah

sebagai berikut:

a. Posisinya adalah mewakili para pencipta atau pemegang hak dalam melakukan

bargaining atau mengikat kerjasama dengan para pengguna lagu atau musik (user).
33
TimVisiYustisia,PanduanResmiHakCipta,Visimedia,Jakarta,2015,hlm.33-34
b. Kontribusinya adalah membantu pencipta lagu atau musik mewujudkan hak-hak

ekonominya dan memastika supaya setiap pengeksploitasian ciptaan lagu atau musik

oleh pihak lain senantiasa dilandasi lisensi pemakaian lagu atau musik.

LMK wajib melakukan audit keuangan dan audit kinerja yang dilaksanakan oleh

akuntan publik paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan diumumkan hasilnya kepada

masyarakat melalui media cetak nasional dan media elektronik. Menteri melaksanakan

evaluasi terhadap LMK palingsedikit 1 (satu) kalidalam setahun.34

Salah satu LMK diIndonesia, yaitu Wahana Musik Indonesia (WAMI). WAMI

adalah suatu badan usaha yang bergerak dibidang Collective Management Organization

(CMO) atau Lembaga Manajemen Kolektif pengelola eksploitasi karya cipta lagu

terutama untuk royalti atas hak mengumumkan (performing rights). WAMI tidak

menjalankan penerbitan pemasaran atau eksploitasi komersial dari lagu-lagu, lingkup

pekerjaan WAMI adalah hanya mengelola hak pengumuman lagu-lagu / karya cipta

musik dari pemberi kuasa. WAMI berdiri pada 15 September 2006 dan telah disahkan

oleh Menteri Hukum dan HAM pada 5 Januari 2007. Awal berdirinya WAMI, bentuk

badan hukumnya yaitu PT, namun pada April 2015 menjadi badan hukum nirlaba sesuai

dengan amanat Undang-Undang Hak Cipta setelah didaftarkan pada Menteri Hukum dan

HAM dan telah mendapatkan izin operasional. Sebagai salah satu LMK, WAMI hanya

memiliki cabang diwilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah dan hanya terbatas pada

pengurusan lisensi.35

WAMI didirikan oleh beberapa penerbit lagu (publishers) Indonesia, anggota

APMINDO (Asosiasi Penerbit Musik Indonesia), seperti Musica Studio, Aquarius

34
Ibid,hlm.34
35
Wawancara 22 Januari 2016, BudiYuniawan, Ketua Umum Wahana Musik Indonesia
Pustaka Musik, Musica Studios, Nagaswara Publisherindo, Jawara Pustaka Musik,

Penerbit Karya Musik Pertiwi, Trinity Optima Publishing, Mobimax Multimedia, Mitra

Kreasi Prima, ARKA Publishing & Universal Publishing, sebagai pemegang hak

eksploitasi yang sah atas karya cipta lagu. 36 Tujuan didirikannya WAMI adalah

mengelola eksploitasi hak mengumumkan atau performing rights disamping publishers

yang mengelola mechanical rights. Aktivitas pengelolaan performing rights oleh WAMI

adalah me-manage dan meng-collect royalti dari iklan dimedia baik media cetak, televisi,

radio, digital, serta media lainnya berdasarkan per-tayang/download. WAMI berhak

memungut royalti atas hak mengumumkan kepada user lain, seperti live concert, hotel,

restoran, cafe, shopping centre, cinema, karaoke house, recreation park, transportation,

dan ringbacktone (RBT) berdasarkan kuasa dari penerbit musik dan penciptalagu. 37

36
http://www.wami.co.id/web2/home/index.php,diakses pada tanggal 30 Oktober 2018
37
WahanaMusikIndonesia,CompanyProfile,2011,ditambahhasilwawancaradengan
Budi,salah seorangpengurus WAMI pada bu0.lan April 2011dalamBernard Nainggolan,Op.Cit, hlm.241

Anda mungkin juga menyukai